Anda di halaman 1dari 12

EVALUASI KINERJA GLASS BLOCK SEBAGAI SUMBER PENCAHAYAAN

ALAMI PADA RUANG SERBAGUNA

Studi Kasus: Rumah Tinggal, Jalan Kaliurang, Yogyakarta

Fida Izzaturrohim1, Fahmi Aziz Rosyidi2, Supriyanta3


1Jurusan Arsitetur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia
120512257@students.uii.ac.id

ABSTRAK: Penggunaan glass block merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan
untuk memaksimalkan pencahayaan alami pada ruangan. Namun seringkali
penggunaannya kurang memperhatikan rasio bukaan yang tepat untuk mendapatkan
kenyamanan bagi pengguna ruang. Pada penelitian ini penulis akan menganalisis evaluasi
kinerja glass block pada ruang tamu di rumah tinggal. Penelitian ini akan dilakukan
dengan metode kuantitatif disertai acuan literatur terkait yang mendukung penelitian,
observasi ruangan dengan menggunakan alat ukur Lux Meter dan simulasi digital
menggunakan DIALux evo. Berdasarkan pengukuran pencahayaan yang dilakukan di
lapangan, ruangan memiliki tingkat pencahayaan sebesar 348 lux pada permukaan meja,
hal ini sesuai dengan fungsi ruangan sebagai ruang belajar namun cukup mengganggu
untuk aktivitas bercengkrama dan bersantai. Hipotesis kesimpulan dari penelitian ini
adalah cahaya yang masuk ke dalam ruang serbaguna di rumah tinggal ini tidak
memenuhi standar, hal ini diakibatkan rasio bukaan terhadap dinding yang terlalu besar.
Kondisi tersebut dapat dibenahi dengan menambah secondary skin atau filter yang tepat
baik di dalam maupun di luar ruangan.

Kata kunci: intensitas cahaya, glass block, rasio bukaan, daylighthing

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara tropis dengan matahari sepanjang tahun, hal ini dapat
dimanfaatkan dalam perancangan bangunan dengan konsep low energy. Konsep low energy
mengacu pada desain dan teknologi bangunan yang dirancang untuk mengurangi konsumsi
energi yang dibutuhkan bangunan tanpa meninggalkan faktor kenyamanan pengguna dalam
bangunan. Konsep ini mencakup berbagai elemen desain seperti isolasi yang baik, penggunaan
teknologi hemat energi, ventilasi alami, pemanfaatan energi matahari, dan pemilihan material
bangunan yang ramah lingkungan. Kini konsep ini banyak digunakan sebagai investasi bagi
pengelola maupun pengguna bangunan. Konsep dan desain bangunan low energy ini dapat
dicapai dengan pemanfaatan pencahayaan alami atau daylighting pada ruang.

Gambar 1 Objek Studi


Sumber: Penulis, 2023
Pada penelitian ini, dilakukan kajian evaluasi kinerja glass block sebagai sumber pencahayaan
alami pada ruang tamu atau ruang serbaguna pada rumah tinggal. Rumah tinggal yang akan
diteliti pada paper ini berlokasi di Gang Duku, Jalan Candi Kenanga 3, Ngaklik, Yogyakarta.
Orientasi bangunan ini menghadap ke arah timur. Rumah tinggal ini memiliki empat ruang, yaitu
ruang tamu, dapur, dua kamar tidur dan satu kamar mandi. Sampel ruangan yang diteliti pada
penelitian ini adalah ruang tamu, yang relatif sering digunakan sebagai tempat belajar dan
berkumpul. Pada ruang tamu berukuran 4 m x 6 m ini, kenyamanan pencahayaan menjadi salah
satu faktor penting dalam sebagai penunjang aktivitas pada ruang tersebut.

Berdasarkan buku “IESNA Lighting Handbook” 9th edition, 2000 yang ditulis pada paper oleh
(Salehuddin & Latupeirissa, 2018) untuk memperoleh pencahayaan alami atau daylighting yang
baik, terdapat beberapa kriteria yang perlu diperhatikan, yaitu kuantitas pada permukaan
tertentu; distribusi kepadatan cahaya; pembatas atau filter pencahayaan; arah pencahayaan dan
pembentuk bayangan; serta warna cahaya dan refleksi warna. Kriteria tersebut dapat mengacu
pada anjuran taraf iluminasi pada standar yang berlaku, dalam hal ini dapat mengacu pada SNI.
Pada dinding sebelah selatan ruang ini terdapat susunan glass block berukuran 105 cm x 105 cm.
Pada pagi hingga siang hari cahaya matahari yang masuk melalui glass block ini terasa
menyilaukan dan berlebih intensitas. Oleh karena itu pada paper ini penulis akan mengevaluasi
kinerja glass block pada ruang tamu tersebut.

Dalam mengkaji kinerja glass block sebagai sumber pencahayaan alami pada ruang serbaguna,
penulis akan merumuskan apa saja aktivitas dan pelaku aktivitas pada ruangan, Pada pukul
berapa intensitas cahaya yang menyilaukan mata atau glare, dan bagaimana rasio penggunaan
glass block yang baik pada ruangan tersebut. Berdasarkan problematika tersebut penulis
berusaha untuk mengetahui kinerja glass block pada ruang tamu dan ruang belajar.

Terdapat beberapa penelitian yang telah membahas peranan glass block pada interior bangunan,
salah satunya pada jurnal yang ditulis oleh (Priyadi dkk., 2017) pada jurnal tersebut, penulis
membahas mengenai peranan bukaan glass block dalam mendistribusikan cahaya alami untuk
kegiatan produksi CV. Evergreen Buana Prima Sandang. Glass block digunakan untuk
mengoptimalisasi ruang produksi dimana terjadi berbagai aktivitas yang berbeda, disebutkan
juga bahwa berdasarkan kajian yang dilakukan bahwa glass block tidak cocok digunakan untuk
mengoptimalisasikan pencahayaan alami pada ruang, hal ini dikarenakan tidak adanya kontrol
pada arah juga kualitas cahaya yang masuk. Pada jurnal ini ruangan yang dikaji merupakan ruang
produksi pada pabrik di bidang industri, sedangkan pada penelitian ini penulis akan mengkaji
ruang tamu dan belajar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasio bukaan glass block yang sesuai bagi ruang tamu
dan belajar pada rumah tinggal yang dikaji, dengan cara menganalisis kondisi eksisting bangunan
menggunakan pengukuran dan simulasi digital. Batasan penelitian yang dilakukan adalah
memfokuskan pada intensitas cahaya yang masuk melalui glass block dengan variabel dependen
berupa intensitas cahaya alami.

STUDI PUSTAKA
Cahaya dan Pencahayaan Alami
Berdasarkan jurnal oleh (Milaningrum, 2015) cahaya didefinisikan sebagai bagian spektrum
elektromagnetik yang sensitif bagi penglihatan mata manusia. Cahaya matahari yang masuk ke
dalam bangunan dapat dibedakan menjadi tiga (Szokolay et al, 2001), yaitu: cahaya matahari
langsung; cahaya difus dari terang langit; serta cahaya difus dari pantulan tanah atau landasan
pada bangunan. Pada penelitian ini, penulis akan mengamati pencahayaan matahari yang masuk
secara langsung dan cahaya difus dari terang langit, hal ini sesuai dengan kondisi eksisting pada
ruangan yang terasa memiliki intensitas cahaya berlebih ketika mendapatkan cahaya matahari
secara langsung.

(Pangestu, 2019) Pencahayaan alami adalah salah satu faktor penting dalam arsitektur, tanpa
adanya cahaya arsitektur tidak dapat dinikmati dan tidak dapat berfungsi, sehingga kegiatan
tidak dapat berlangsung dengan semestinya. Utamanya peran pencahayaan alami pada bangunan
adalah untuk memberikan kenyamanan secara visual dan psikologis, sifat pencahayaan alami
yang hangat dapat membangkitkan semangat dan mempengaruhi suasana psikologis pengguna.
Penelitian ini menggunakan standarisasi nasional indonesia untuk standar pencahayaan pada
bangunan, yaitu sebagai berikut:

Gambar 2 SNI Pencahayaan Bangunan


Sumber: (SNI 03-2396-2001 tentang Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada
bangunan gedung, 2001)
Berdasarkan gambar 1, diketahui bahwa standar pencahayaan yang dibutuhkan pada ruang tamu
adalah 120-250 lux dengan kelompok renderasi warna sebanyak 1 atau 2. Pencahayaan ruangan
yang tidak sesuai dengan standar akan menyebabkan ketidaknyamanan pengguna dalam
beraktivitas, salah satunya adalah efek glare atau silau. Berdasarkan tulisan pada laman
Observatorium Bosscha ITB (Polusi Cahaya, t.t.), disebutkan bahwa glare adalah sensasi visual
yang dialami seseorang ketika cahaya menyimpang bisang di visual, hal ini dapat mengurangi
kontras, persepsi warna, kinerja visual, dan rasa tidak nyaman hingga menyebabkan gangguan
atau iritasi. (Fakhirah dkk., 2020) menyebutkan bahwa terdapat dua jenis glare, yaitu disability
glare yang menyebabkan mata tidak dapat melihat akibat pancaran cahaya dalam jumlah besar.
Kemudian discomfort glare yang disebabkan pemantulan cahaya dari arah suatu bidang menuju
ke arah mata.

Strategi Pencahayaan Alami pada Bangunan


Dalam merancang sebuah bangunan, orientasi bangunan sangat mempengaruhi strategi
pencahayaan alami pada ruangan. Berdasarkan jurnal oleh (Avesta dkk., 2017) strategi yang
tepat untuk memaksimalkan pencahayaan dan energi pada bangunan, maka strategi yang dapat
dilakukan adalah menambahkan bukaan dan peletakan bukaan di fasad dengan orientasi yang
mendapatkan cukup cahaya matahari. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis desain bukaan
pada Rusunawa Jatinegara Barat, khususnya kaitannya dengan Window-to-Wall Ratio (WWr) dan
orientasi bangunan. WWr digunakan sebagai indikator untuk mengukur seberapa besar luas
jendela yang dibandingkan dengan luas dinding pada bangunan. Semakin tinggi WWr, semakin
banyak cahaya alami yang masuk ke dalam ruangan. Berdasarkan (Lastya Sari dkk., 2016) dari
(Beckett & Godfrey, 1974) berapa desain bukaan yang dapat diterapkan pada bangunan adalah
sebagai berikut:

Gambar 3 Distribusi Cahaya Matahari


Sumber: Lastya Sari et al., 2016
Beberapa strategi desain bukaan pada ruangan diatas dapat diterapkan dengan pertimbangan
yang menyesuaikan kontek dan orientasi bangunan. Hal ini perlu diperhatikan karena konteks
dan orientasi bangunan dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap kenyamanan dan
efektifitas energi pada bangunan itu sendiri. Pada gambar diatas telah disebutkan kelebihan dan
kekurangan dari setiap bukaan, hal ini berhubungan dengan kenyamanan, distribusi cahaya, dan
jangkauan area yang akan terkena cahaya matahari yang akan masuk melalui masing-masing
bukaan.

Glass block
Glass block merupakan material yang banyak digunakan di bangunan sebagai elemen stuktura
lmaupun non-struktural, berdasarkan jurnal yang ditulis oleh (Soehartono dkk., 2010) dijelaskan
bahwa glass block digunakan karena kemampuannya untuk mentransmisikan atau meneruskan
cahaya juga sebagai elemen estetika akibat bayangan yang diberikan kedalam ruangan.

Gambar 4 Detail Prinsip Desain Glass block


Sumber: (Phillips, 1964)

Gambar 5 Penerapan Glass block untuk Membantu Penetrasi Cahaya Matahari


Sumber: (Phillips, 1964)
Dalam jurnal tersebut juga disebutkan bahwa berdasarkan (Phillips, 1964) glass block memiliki
cara kerja untuk meningkatkan penetrasi cahaya. Permukaan glass block dirancang dengan pola
prismatik (gambar 4) sehingga blok kaca dapat mengalihkan cahaya ke langit-langit atau plafon
ruangan juga kebagian tertentu yang jauh dari sisi bukaan pada ruangan (gambar 5). Selain itu,
glass block juga akan berpengaruh dalam mengurangi cahaya ke arah pengamat atau pengguna
yang berada di dalam ruangan, dengan demikian berperan sebagai sarana pengontrol kecerahan
matahari.

(Soehartono dkk., 2010) Glass block juga diproduksi dengan beberapa pola yang berbeda, hal ini
berpengaruh pada pola penyebaran cahaya ke dalam ruangan karena pola dalam struktur blok
tersebut akan mempengaruhi difraksi atau pembelokkan cahaya, misalnya mengarahkan cahaya
ke langit-langit; ke tengah; ke sisi kanan; atau sisi kiri ruangan. Pada jurnal tersebut juga
disebutkan rekomendasi penggunaan bukaan pada ruangan.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan observasi lapangan guna mengumpulkan
data dari objek yang diteliti, lalu uji simulasi menggunakan perangkat lunak DIALux Evo untuk
mengukur pencahayaan alami pada beberapa titik amatan dan studi literatur pendukung untuk
mendapatkan teori yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian.

Bagan 1 Tahapan Penelitian

Sumber: Penulis, 2023

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa variabel dan parameter, yaitu:
1. Variabel : Pencahayaan Alami
Parameter : Intensitas Cahaya
Indikator : SNI 03-2396-2001, tingkat pencahayaan alami pada ruang tamu sebesar
120-250 lux
2. Variabel : Luas Bukaan
Parameter : Ukuran Bukaan Glass block
Indikator : Window to wall ratio (WWR) 20 akan memberikan kenyamanan
pencahayaan dan termal yang maksimal

Populasi yang diambil pada penelitian ini adalah ruang tamu yang berada pada rumah tinggal.
Sedangan, sampel pada penelitian ini adalah permukaan meja sebagai objek yang banyak
digunakan pada aktivitas di ruang tamu tersebut. Observasi dan pengumpulan data dilakukan
dengan cara mengukur ruangan dan bukaan yang ada pada ruangan dan juga mengukur dan
memotret intensitas pencahayaan alami pada ruang tamu. Instrumen yang digunakan pada
tahap observasi dan pengumpulan data adalah aplikasi Measure untuk mengukur ruangan dan
bukaan dan Luxmeter untuk mengukur intensitas pencahayaan alami ruangan. Data yang didapat
pada tahap observasi kemudian dicatat dan dilakukan uji simulasi pencahayaan menggunakan
software DIALux Evo dengan membuat model ruangan kemudian dilakukan simulasi
pencahayaan alami ruangan.

DATA DAN ANALISIS


Penelitian ini berlangsung di rumah tinggal yang berada di Jalan Candi Kenanga 3, Sleman,
Yogyakarta pada titik koordinat 7°42'14.2"S 110°24'40.4"E. Tapak terbentang dari sisi barat daya
ke timur laut dengan total luas tapak sebesar 42 m Pengambilan data dilakukan di ruang tamu
2.

pada jadwal waktu sebagai berikut: pada pukul 08.00, 10.00, 12.00, 14.00, dan 16.00. Hal ini
ditujukan untuk mengetahui intensitas pencahayaan matahari yang masuk melalui glass block
yang ada pada dinding selatan ruang tamu juga bukaan yang berada pada dinding timur ruangan
pada waktu-waktu tersebut.

Gambar 6 Denah Rumah tinggal


Sumber: Dokumen pribadi
Pada gambar 6 diketahui orientasi bangunan menghadap ke arah timur. Ruang tamu memiliki
ukuran 3,5 m x 3 m, dengan luas lantai sebesar 10,5 m . Aktivitas yang terjadi di ruang tamu ini
2

pada interval waktu penelitian adalah bercengkrama, membaca, menonton, mengerjakan tugas
dan beristirahat. Aktivitas tersebut membutuhkan tingkat pencahayaan yang sesuai dengan
standar sehingga kenyamanan dalam melakukan aktivitas tersebut dapat tercapai. Aktivitas
tersebut juga ditunjang dengan fasilitas yang ada pada ruangan, yaitu terdapat dua buah sofa,
meja setinggi 450 mm, dan kabinet gantung setinggi 1000 mm.

Gambar 7 Kondisi Eksisting ruang studi; Ruang tamu


Sumber: Dokumen pribadi
Pencahayaan alami (daylighting) pada ruangan bersumber dari dua jenis bukaan yang ada pada
ruangan. Pada gambar 7 terlihat bahwa pada dinding selatan terdapat bukaan glass block sebesar
1,4 m x 1,4 m, dengan luas bukaan sebesar 1,96 m yang terdiri dari susunan glass block
2

berukuran 20 cm x 20 cm. Susunan ini memiliki ketinggian 0,8 m yaitu sejajar dengan sandaran
sofa yang berada di sisi selatan ruangan. Selain itu, terdapat dua buah bukaan jendela top hang
berukuran 40 cm x 160 cm, dengan luas bukaan 6,4 m2 pada ketinggian 0,5 m.

Hasil Uji Simulasi Eksisting Ruangan


Tabel 1 Hasil Uji Simulasi Pencahayaan Eksisting pada Ketinggian 800mm
Waktu Gambar Simulasi pada Hasil Simulasi pada
No Result Overview Simulasi
Simulasi DIALux Evo Ruangan (lux)

1 08.00 745

2 10.00 674

3 12.00 499

4 14.00 444

5 16.00 342

Keterangan
Warna
Sumber: Penulis, 2023
Hasil uji simulasi pencahayaan pada ruangan (tabel 1) di ketinggian 800 mm dengan light scene
untuk daylighting pada kondisi clear sky tanpa direct sun menunjukkan bahwa ruangan memiliki
intensitas cahaya rata-rata sebesar 342-745 lux. Intensitas pencahayaan paling tinggi berada
pada pagi hari yaitu pukul 08.00 WIB dengan intensitas pencahayaan sejumlah 745 lux.
Kemudian intensitas pencahayaan paling rendah ada pada pukul 16.00 dengan intensitas 342 lux.
Kebanyakan cahaya alami masuk ke dalam ruangan melalui bukaan selatan yaitu susunan glass
block sebesar 1,4 m x 1,4 m. Persebaran cahaya pada ruangan merata ke arah tengah ruangan dan
sisi barat ruangan paling sedikit menerima cahaya alami.
Hasil Pengukuran Eksisting Ruangan
Tabel 2 Hasil Pengukuran Menggunakan Light Meter
Intensitas Cahaya Intensitas Cahaya Intensitas Cahaya pada
No Waktu Pengukuran
Luar (lux) pada Glass block (lux) Permukaan Meja (lux)
1 08.02 100k 4082 345
2 10.20 40k 3494 892
3 12.03 37k 2138 295
4 14.25 23k 2218 234
5 16.15 18k 1670 182
Sumber: Penulis, 2023
Pengukuran intensitas pencahayaan secara langsung pada ruangan (tabel 2) dilakukan pada tiga
titik yaitu pada luar ruangan, pada permukaan glass block dan pada permukaan meja. Hasil
pengukuran ini memiliki perbedaan dengan hasil uji simulasi menggunakan software DIALux Evo,
hal ini dipengaruhi oleh keadaan cuaca yang terjadi pada saat pengukuran. Pengukuran
menunjukkan bahwa intensitas pencahayaan yang terpantul pada permukaan meja sebesar 295
– 892 lux. Intensitas pencahayaan paling tinggi terjadi ada pukul 10.20 dengan intensitas 892 lux,
sedangkan intensitas paling rendah terjadi pada pukul 16.15 dengan intensitas sebesar 182 lux.

Hasil Uji Simulasi Eksisting pada Permukaan Meja


Tabel 3 Hasil Uji Simulasi Pencahayaan Permukaan Meja pada Ketinggian 450 mm
Waktu Gambar Simulasi pada Hasil Simulasi pada
No Result Overview Simulasi
Simulasi DIALux Evo Permukaan Meja (lux)

1 08.00 645

2 10.00 596

3 12.00 472

4 14.00 431

5 16.00 331

Sumber: Penulis, 2023


Simulasi ini dilakukan dengan pengaturan cahaya (light scene) pada kondisi clear sky tanpa direct
sun. Hasil uji simulasi daylighting ruangan (tabel 3) di ketinggian 450 mm atau setara dengan
tinggi permukaan meja di interval waktu 08.00-16.00 WIB menunjukkan bahwa rata-rata
pencahayaan alami yang masuk ke dalam ruang tamu dan terpantul pada permukaan meja
setinggi 450 mm adalah sebesar 331-645 lux. Intensitas cahaya pantulan di atas permukaan meja
ini berasal dari bukaan yang terdapat pada dinding selatan dan timur ruangan. Intensitas terbesar
ada pada pukul 08.00 WIB yaitu sebesar 645 lux, sedangkan intensitas terkecil ada pada pukul
16.00 WIB sebesar 331 lux.

EVALUASI HASIL UJI


Hasil pengukuran dan uji simulasi dengan menggunakan software Light Meter dan DIALux Evo
dapat dilihat pada tabel. Angka yang didapatkan pada pengukuran menggunakan Light Meter
menunjukkan angka yang tidak konsisten, hal ini dapat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan
intensitas cahaya matahari sebagai sumber pencahayaan alami, sehingga terjadi angka yang
fluktuatif. Sebaliknya, uji simulasi dengan pemodelan 3D pada DIALux Evo menunjukkan angka
yang konsisten dimana kondisi intensitas pencahayaan yang masuk ke dalam ruangan bergerak
secara linear akibat sumber pencahayaan yang terkontrol.

Penulis mendapati hasil uji simulasi pada light scene clear sky tanpa direct sunlight pada ruangan
melebihi standar pencahayaan ruangan, dimana intensitas pencahayaan alami ruangan tertinggi
mencapai 745 lux pada pukul 08.00. Hal ini dipengaruhi oleh orientasi bangunan yang
menghadap ke arah Timur sehingga matahari pagi berada tepat di depan bangunan. Ini juga
dibuktikan dengan semakin sore semakin berkurangnya intensitas pencahayaan alami
(daylighting) yang masuk kedalam ruangan. Meskipun demikian, intensitas pencahayaan alami
pada pukul 16.00 masih menunjukkan angka yang melebihi standar pencahayaan alami yaitu
sebesar 342 lux. Sedangkan standar pencahayaan alami ruang tamu pada rumah tinggal adalah
120 – 250 lux, oleh karena itu intensitas pencahayaan alami pada ruang tamu ini perlu dikontrol.

Berdasarkan hasil uji simulasi pada permukaan meja setinggi 450 mm dengan pengaturan
pencahayaan alami yang sama pada software DIALux Evo, ditemukan bahwa pada periode waktu
dimana aktivitas banyak dilakukan di ruangan dengan menggunakan meja, intensitas cahaya
yang dipantulkan pada permukaan meja melebihi standar SNI. Hal ini ditunjukkan dengan angka
intensitas tertinggi yaitu pada pukul 08.00 sejumlah 645 lux dan intensitas terendah pada pukul
16.00 dengan intensitas cahaya sejumlah 331. Sedangkan standar pencahayaan yang dibutuhkan
untuk aktivitas di ruang tamu adalah sebesar 120-250 lux. Hal ini akan menyebabkan
ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pengguna ruangan yang melakukan aktivitas di meja
tersebut, seperti membaca, mengerjakan tugas, maupun bercengkrama, karena jumlah tersebut
dapat menyilaukan mata (glare).

Hasil uji simulasi juga menunjukkan bahwa cahaya alami banyak masuk melalui glass block yang
berada di dinding selatan ruang tamu. Selain itu, cahaya matahari juga banyak masuk dari bukaan
jendela pada dinding timur ruangan di pagi hingga siang hari. Cahaya yang masuk melalui glass
block secara langsung tersebar ke ruangan terutama pada meja yang terdapat di hadapan glass
block. Bukaan glass block pada dinding sebelah selatan ruang tamu merupakan faktor yang
sangat mempengaruhi kelebihan intensitas pencahayaan alami (daylighting). Hal ini disebabkan
oleh sifat glass block yang menyebarkan cahaya pada berbagai sisi pada ruangan, ukuran bukaan
glass block eksisting juga mempengaruhi besarnya intensitas cahaya yang masuk. Pada kondisi
eksisting ukuran bukaan glass block ini adalah sebesar 1,4 m x 1,4 m atau seluas 1,96 m2, ukuran
dinding sebesar 3,5 m x 2,5 m atau seluas 8,75 m2, dengan window to wall ratio sebesar 22%.
Berdasarkan jurnal (Lastya Sari dkk., 2016) disebutkan bahwa rekomendasi desain rasio luas
jendela yang efektif pada unit huninan sebagai objek studinya adalah 50-60%, sementara
menurut (Sani dkk., 2019) rekomendasi rasio luas bukaan dengan nilai efektifitas yang sesuai
pada objek studi nya adalah 20-30%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rekomendasi rasio dapat
berbeda-beda sesuai dengan kondisi eksisting objek studi.
REKOMENDASI
Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan maka untuk mendapatkan tingkat pencahayaan
yang optimal untuk studi kasus ruang tamu pada bangunan rumah tanggal di Yogyakarta tersebut
adalah dengan mengontrol cahaya yang masuk melalui bukaan glass block, hal ini dapat dilakukan
dengan menerapkan perubahan pada rasio bukaan (wwr) pada dinding selatan ruangan.
Rekomendasi desain bukaan pada ruangan memodifikasi rasio bukaan menjadi lebih kecil, hal ini
dilakukan dengan mengurangi penggunaan glass block dan memberikan spasi antar baris selebar
20 cm. Selain itu bukaan jendela pada dinding timur juga diberikan venetian window blind
sehingga arah sebaran pencahayaan dapat dimodifikasi ke arah langit-langit ruangan.

a b
Gambar 8 (a) Rekomendasi desain (b) Visualisasi 3D rekomendasi desain
Sumber: Dokumen pribadi
Tabel 3 Hasil Simulasi Pencahayaan
Waktu Simulasi Eksisting Hasil Simulasi Simulasi Rekomendasi Hasil Simulasi
No
Simulasi pada DIALux Evo (lux) pada DIALux Evo (lux)

1 08.00 645 262

2 10.00 596 241

3 12.00 472 200

4 14.00 431 188

5 16.00 331 144

Hasil Akhir Belum Memenuhi Sudah Memenuhi


Sumber: Penulis, 2023
Rekomendasi desain kemudian dilakukan uji simulasi menggunakan aplikasi DIALux Evo, hasil
uji simulasi tersebut menunjukkan angka 144-262 lux. Kisaran tersebut merupakan angka yang
telah direkomendasikan SNI untuk mencapai kenyamanan visual pada ruang tamu di rumah
tanggal. Perubahan yang dilakukan pada ruangan ini mempengaruhi jatuhnya sinar matahari
pada dalam ruangan dan mengurangi intensitas pencahayaan yang jatuh ke permukaan meja
yang ada di tengah ruang tamu.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat
diketahui:
1. Berdasarkan proses analisa eksisting dan simulasi yang dilakukan pada ruang tamu,
terdapat perbedaan hasil pengukuran. Pengukuran pencahayaan eksisting menggunakan
aplikasi light meter menunjukkan angka yang tidak stabil, hal ini dipengaruhi oleh kondisi
cuaca dan cahaya matahari yang dipancarkan ke dalam ruangan, sedangkan hasil
pengukuran menggunakan simulasi oleh software DIALux Evo menunjukkan angka yang
lebih stabil. Hal ini dikarenakan simulasi dilakukan dengan kondisi light scene yang
terkontrol.
2. Pada penelitian ini diketahui bahwa pada ruang tamu dengan luas 10,5 m terdapat 2

kelebihan intensitas cahaya. Kondisi ruangan yang menghadap ke arah timur


menyebabkan besarnya intensitas cahaya yang masuk melalui bukaan yang berada di
sebelah selatan dan timur, dari pagi hari hingga sore hari. Bukaan glass block seluas 1,96
m pada dinding sebelah selatan memiliki pengaruh besar terhadap kelebihan intensitas
2

cahaya tersebut.
3. Penggunaan glass block sebagai material bukaan dapat memberikan pengaruh besar
terhadap intensitas cahaya yang masuk ke dalam ruangan. Meskipun begitu, intensitas
cahaya yang masuk sulit untuk dikendalikan dan rasio bukaan dengan glass block perlu
diperhatikan sehingga tidak terjadi kelebihan intensitas pencahayaan yang dapat
menyebabkan ruangan menjadi tidak nyaman bagi pengguna.

DAFTAR PUSTAKA
Avesta, R., Putri, A. D., Hanifah, R. A., Hidayat, N. A., & Dunggio, M. D. (2017). Strategi Desain
Bukaan terhadap Pencahayaan Alami untuk Menunjang Konsep Bangunan Hemat Energi
pada Rusunawa Jatinegara Barat. Jurnal Rekayasa Hijau, 1(2).
https://doi.org/10.26760/jrh.v1i2.1633
SNI 03-2396-2001 tentang Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan
gedung, BSN (2001).
Beckett, H. E., & Godfrey, J. A. (1974). Performance, Design & Installation. Crosby Lockwood
Staples.
Fakhirah, D., Nur Hadiansyah, M., & Puspa Nabila, G. (2020). Penerapan Pencahayaan Buatan
Terhadap Karya di Ruang Galeri Foto pada Perancangan Interior Pusat Fotografi di
Bandung (Vol. 5, Nomor 2).
Lastya Sari, D., Murti Nugroho, A., & Suryokusumo Sudarmo, B. (2016). PENGARUH WINDOW-
TO-WALL RATIO TERHADAP KENYAMANAN VISUAL PADA APARTEMEN MAHASISWA DI
SURABAYA.
Milaningrum, T. H. (2015). Optimalisasi Pencahayaan Alami dalam Efisiensi Energi di
Perpustakaan UGM. Optimalisasi Pencahayaan Alami dalam Efisiensi Energi di
Perpustakaan UGM.
Pangestu, M. D. (2019). Pencahayaan Alami Dalam Bangunan.
Phillips, D. (1964). Lighting in Architectural Design. McGraw Hill.
Polusi Cahaya. (t.t.). Observatorium Bosscha ITB. Diambil 17 Juni 2023, dari
https://bosscha.itb.ac.id/id/publik/polusi-cahaya/
Priyadi, H., Mira, I., & Pangestu, D. (2017). The Roles of Glass Block Apertures in Natural Light
Distribution for The Production Activity of CV Evergreen Buana Prima Sandang. Dalam
www.journal.unpar.ac.id (Vol. 01). www.journal.unpar.ac.id
Salehuddin, M., & Latupeirissa, H. F. (2018). Evaluasi Desain Pencahayaan Interior Pada Ruang
Pertemuan Publik Berdasarkan Nilai Intensitas Pencahayaan. Jurnal ULTIMA Computing,
9(2). https://doi.org/10.31937/sk.v9i2.672
Sani, A. A., Matondang, A. E., Kurniawan, G. K., & Mardiyanto, A. (2019). KINERJA TERMAL
SELUBUNG GEDUNG KULIAH KOTA BANDAR LAMPUNG ITERA. Jurnal Arsitektur ARCADE,
3(3). https://doi.org/10.31848/arcade.v3i3.303
Soehartono, F., Kristanto, L., & Nurdiah, E. A. (2010). Quantity of Light Through Glass Block Wall.

Anda mungkin juga menyukai