Anda di halaman 1dari 9

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERJANJIAN BAKU JASA LAUNDRY

YANG MENCANTUMKAN KLAUSULA EKSONERASI DI KOTA BANDA ACEH

Abstrak
Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) melarang penggunaan klausula eksonerasi dalam
perjanjian baku untuk melindungi konsumen dari pengalihan tanggung jawab. Namun, dalam praktiknya,
beberapa pelaku usaha jasa laundry di Kota Banda Aceh masih menggunakan nota yang mencantumkan klausula
eksonerasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bentuk perlindungan konsumen dalam
perjanjian jasa laundry yang mencantumkan klausula eksonerasi di Kota Banda Aceh, serta keabsahan klausula
eksonerasi tersebut berdasarkan UUPK.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris, dengan mengumpulkan data melalui penelitian
lapangan dan penelitian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum bagi konsumen
dalam perjanjian baku jasa laundry yang mencantumkan klausula eksonerasi di Kota Banda Aceh telah
diwujudkan melalui UUPK. UUPK memberikan sanksi perdata, pidana, dan administrasi bagi pelaku usaha
yang menggunakan klausula pengecualian dalam kontraknya. Selain itu, UUPK juga memberikan beberapa jalan
penyelesaian sengketa bagi konsumen yang merasa dirugikan.

Dalam konteks keabsahan klausula eksonerasi pada kontrak laundry, Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) UUPK
melarang pencantumannya. Oleh karena itu, pengusaha yang mencantumkan klausula pengecualian akan
dinyatakan batal demi hukum. Namun, untuk membatalkan klausula tersebut, perlu melibatkan proses hukum
dengan meminta hakim untuk membatalkannya.

Sebagai rekomendasi, disarankan untuk membentuk Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
pada sektor pelayanan jasa di Kota Banda Aceh, serta memperketat pengawasan terhadap penyelenggaraan
perlindungan konsumen. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan perlindungan konsumen dan mencegah
penggunaan klausula eksonerasi yang melanggar ketentuan UUPK.

Sumber: Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK)

Kata Kunci : klausula eksonerasi, jasa laundry, perjanjian baku jasa, perlindungan konsumen

PENDAHULUAN
Dalam era globalisasi yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, peluang usaha semakin terbuka lebar,
termasuk dalam bidang jasa laundry. Jasa laundry menjadi sangat berguna bagi pelanggan seperti mahasiswa, pekerja,
dan lainnya untuk mengurangi beban pekerjaan rumah tangga dan menghemat waktu serta tenaga. Oleh karena itu,
bisnis jasa laundry dianggap menjanjikan karena memiliki prospek yang menguntungkan.

Dalam proses perjanjian penggunaan jasa laundry, pelaku usaha dan konsumen menggunakan nota sebagai bukti
perjanjian dan transaksi antara keduanya. Nota laundry tersebut juga digunakan sebagai data pendukung yang akan
dimasukkan ke dalam jurnal pembukuan oleh pelaku usaha, serta sebagai bukti transaksi jasa laundry bagi konsumen.
Transaksi ini merupakan bagian dari perjanjian yang mencakup kesepakatan antara kedua belah pihak.

Nota laundry merupakan salah satu jenis kontrak yang dikenal sebagai kontrak baku. Kontrak baku adalah kontrak di
mana hampir semua persyaratannya telah distandarisasi oleh pelaku usaha, dan pihak lainnya pada dasarnya tidak
memiliki kesempatan untuk bernegosiasi atau meminta perubahan. Dalam perjanjian jasa laundry, nota laundry telah
disusun oleh pelaku usaha dengan mencantumkan klausula syarat dan ketentuan tertentu untuk mempercepat proses
transaksi. Klausula-klausula ini termasuk dalam kategori klausula baku. Penggunaan klausula baku dalam praktik
perjanjian dianggap sah menurut hukum, termasuk asas kebebasan berkontrak.

Namun, berdasarkan Pasal 18 UUPK, pelaku usaha tidak diperbolehkan mencantumkan klausula eksonerasi dalam
dokumen perjanjiannya, sesuai dengan ayat (1) dan (2). Klausula eksonerasi ini mengacu pada hak pelaku usaha untuk
mengalihkan tanggung jawab atau kewajiban produk yang dapat merugikan konsumen. Oleh karena itu, mencantumkan
klausula pengecualian dalam nota laundry merupakan upaya untuk menghindari tanggung jawab pelaku usaha atas
kerusakan produk yang disebabkan oleh jasa yang mereka sediakan.

Sumber: Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK)


1
Muhammad dan Alimin, Etika dan Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta:
BPFE Yogyakarta, 2004, hlm. 153.
2
Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan dilengkapi Hukum Perikatan dalam Islam, Bandung: CV.
Pustaka Setia, 2011, hlm. 17.
3
Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Hukum yang Seimbang Bagi Para
Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Bank Indonesia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 2009, hlm. 74.
4
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004, hlm. 115.
5
Dewi Kadek Ayu Desi Candra, A.A. Ketut Sukranatha, “Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Atas
Klausula Eksonerasi yang Merugikan Konsumen Pada Nota Laundry”, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 7 No.6, Bali:
Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2019.
Terdapat beberapa contoh klausula eksonerasi yang menjadi poin perjanjian dalam nota laundry,
seperti "Kelunturan dan susutnya pakaian dalam proses pencucian adalah risiko konsumen" dan
"Penggantian atas kehilangan/kerusakan pakaian sebesar nilai yang telah ditentukan". Menurut
Pasal 18 ayat (1) huruf a UUPK, klausula pertama tersebut termasuk dalam klausula eksonerasi
karena mengalihkan wewenang dari pelaku usaha kepada konsumen. Sedangkan klausula kedua
melanggar Pasal 18 ayat (1) huruf f UUPK karena menentukan nilai ganti rugi tanpa melibatkan
kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen. Klausula-klausula tersebut seringkali ditempatkan
di sudut atau pojok nota dengan ukuran font yang sangat kecil, sehingga sulit bagi konsumen untuk
membacanya dengan jelas.

Berdasarkan uraian sebelumnya, pertanyaan dalam penelitian ini meliputi:


1. Bagaimana keabsahan perjanjian jasa laundry yang memuat klausula eksonerasi menurut
Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999?
2. Bagaimana perlindungan konsumen dalam perjanjian jasa laundry yang memuat klausula
eksonerasi?

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang diimplementasikan pada penelitian ini yaitu penelitian yuridis
empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan dua jalan, yaitu melalui metode penelitian
lapangan dan metode penelitian kepustakaan. Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Banda
Aceh yaitu, pada laundry-laundry yang mencantumkan klausula eksonerasi di dalam notanya

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Dalam Perjanjian Jasa Laundry Yang
Mencantumkan Klausula Eksonerasi
Berdasarkan data penelitian dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (DPM-PTSP), hingga tahun 2021 terdapat 61 usaha jasa laundry yang telah
terdaftar tersebar di 9 kecamatan di Banda Aceh. Untuk mengetahui bentuk klausula
eksonerasi pada nota laundry, sampel yang penulis ambil yaitu 5 (lima) laundry masing-
masing di Kecamatan Syiah Kuala, Kec. Kuta Alam, Kec. Baiturrahman, Kec. Banda Raya
dan Kec. Lueng Bata. Adapun bentuk klausula eksonerasi dalam nota pembayaran di kelima
laundry tersebut diuraikan Tabel 1.:
Tabel 1.
Klausula eksonerasi yang dirinci pada nota pembayaran laundry di Banda Aceh
No. Nama Laundry Klausula Eksonerasi yang Dicantumkan
1. DeLaundry 1. Kain luntur berada diluar tanggungan.
(Kecamatan Syiah 2. Pakaian rusak/ hilang diganti dengan uang, 5.000 sampai
Kuala) 50.000 tergantung jenis pakaian.
2 One Laundry 1. Pelaku usaha tidak bertanggung jawab atas segala kerusakan /
(Kecamatan Kuta luntur / pudar atau kehilangan barang berharga yang
Alam) tertinggal di saku baju / celana konsumen.
2. Penggantian atas kehilangan, kerusakan pakaian, kami hanya
menggantikan max. Rp. 100.000.
3 Refresh Laundry 1. Kain yang luntur/berkerut karena sifat diluar tanggungan
(Kecamatan kami.
Baiturrahman) 2. Pakaian yang hilang dapat diganti maksimal Rp. 50.000.
4 Rumah Laundry 1. Penggantian harta benda/pakaian yang hilang sampai dengan
(Kecamatan Rp. 40.000.
Banda Raya) 2. Kerusakan dan kelunturan pakaian dalam proses pencucian
disebabkan sifat bahan bukan tanggung jawab kami.
5 Permata Laundry 1. Kain luntur berkerut karena sifat kain diluar tanggungan.
(Kecamatan 2. Penggantian barang hilang/rusak max 40ribu/ pcs.
Lueng Bata)
Sumber: Data dari isi nota pembayaran laundry di Banda Aceh pada 2 Juli 2021.

Salah satu contoh kasus yang dialami oleh Juliani warga Desa Lamgugob Kecamatan
Syiah Kuala Kota Banda Aceh, yang mengalami kelunturan pakaian. 6 Pakaian yang luntur
tersebut sebelumnya telah dipisahkan saat pengantaran barang, namun kelalaian pihak
laundry saat mencuci pakaian tersebut menyebabkan pakaian yang luntur tersebut ikut
merusak warna beberapa pakaian lain milik konsumen. Konsumen menuntut ganti rugi
kepada pihak laundry, namun pihak laundry menolak dengan alasan dalam nota pembayaran
telah tercantum klausula “pakaian yang luntur diluar tanggung jawab pelaku usaha”. Dalam
kasus ini, konsumen berada dalam pihak yang paling dirugikan karena harus menerima baju
yang luntur akan tetapi tetap harus membayar jasa cuci pakaian pada laundry tersebut.
Kasus lainnya menyangkut klausula berbentuk pengalihan tanggung jawab pelaku
usaha atas rusaknya pakaian dialami oleh Agam, Warga Desa Batoh Kec. Lueng Bata Kota
Banda Aceh.7 Pada kasus ini, konsumen mengalami kerugian berupa noda kehitaman pada
kemeja dan celananya. Konsumen menuntut ganti rugi kepada pihak laundry dan setelah
melalui proses negosiasi, pihak laundry memberi ganti rugi senilai Rp. 100.000 karena pihak

6
Juliani, Konsumen Jasa Laundry di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh, Wawancara tanggal 5
Juli 2021.
7
Agam, Konsumen Jasa Laundry di Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh, Wawancara tanggal 5
Juli 2021.
JIM Bidang Hukum Perdata : Vol. 6, No.2 Mei 2022 89
Dara Sumayya, Humaira
laundry menyatakan bahwa jumlah maksimal pemberian ganti rugi adalah senilai tersebut
sehingga tidak ada pilihan bagi konsumen selain menerima.
Hal lain dialami oleh Sabrina Munawarah, warga Desa Lamdingin Kec. Kuta Alam
Kota Banda Aceh.8 Pada kasus ini, konsumen mengalami kehilangan sepasang baju dan rok.
Konsumen menuntut ganti kerugian pada pihak laundry dan pihak laundry menyatakan dapat
memberi ganti rugi sebesar Rp. 120.000 untuk objek tersebut karena terdapat klausula
“pakaian yang hilang akan diganti maksimal Rp. 75.000/pc”. Pihak konsumen menolak
jumlah tersebut karena nilai objek yang hilang tersebut memiliki harga yang lebih tinggi dari
nilai ganti rugi. Konsumen yang merasa dirugikan dengan klausula tersebut menuntut ganti
rugi lebih besar. Kasus ini selesai setelah dilakukan negosiasi antara kedua belah pihak
sehingga nominal yang dibayarkan oleh pihak laundry dapat diterima oleh konsumen.
Penggunaan klausula eksonerasi dalam nota laundry bertentangan dengan UUPK
karena melawan hak-hak yang seharusnya diperoleh konsumen. UUPK mengatur tentang
sanksi yang dikenakan terhadap sanksi ekonomi yang terbukti melakukan pelanggaran hak
konsumen, yang dirincikan sebagai berikut:
a. Sanksi perdata sesuai dalam UUPK Pasal 18 ayat (3) yang menyatakan perjanjian batal
demi hukum.
b. Sanksi pidana diatur dalam Pasal 62 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUPK.
c. Sanksi administratif diatur dalam Pasal 60 ayat (1) dan ayat (2) UUPK.
Perselisihan antara pengusaha dan konsumen dapat ditengahi melalui jalur litigasi
(yudisial) dan di luar pengadilan (nonyudisial). Penyelesaian sengketa litigasi (yudisial) dapat
dilakukan dengan mengajukan gugatan di pengadilan sementara penyelesaian melalui jalur
selangit (non-yudisial) melalui BPSK dan LPKSM. 9
Sanksi-sanksi di atas bisa dijatuhkan jika konsumen yang mengalami kerugian
melaporkan hal tersebut, akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap para
konsumen laundry yang dirugikan, tidak ada satupun konsumen yang melaporkan dan
menyelesaikan permasalahannya baik secara litigasi maupun non litigasi. Bahkan konsumen
laundry tersebut tidak mengetahui bahwa UUPK mengatur mengenai pelarangan
pencantuman klausula eksonerasi. Konsumen lebih memilih untuk menyelesaikan

8
Sabrina Munawarah, Konsumen Jasa Laundry di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh,
Wawancara tanggal 5 Juli 2021.
9
Fahmiwati, Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Aceh (YaPKA), Wawancara pada tanggal 20 Juli
2021.
JIM Bidang Hukum Perdata : Vol. 6, No.2 Mei 2022 90
Dara Sumayya, Humaira
permasalahannya dengan cara negosiasi dengan pelaku usaha jasa laundry. Selain itu, para
konsumen tidak paham atas sistematika penyelesaian sengketa dlitigasi dan non litigasi.
Dalam kasus yang dialami Sheila Ruslan, masyarakat Gampong Geuceu Komplek
Kec. Banda Raya Kota Banda Aceh, seorang konsumen yang mengalami kehilangan
sejumlah pakaian pada laundry di Kecamatan Banda Raya, pelaku usaha menawarkan nilai
kompensasi yang sebesar nilai yang teretera pada klausula pada nota laundry. Konsumen
merasa nilai ganti rugi tidak sesuai karena jumlah pakaian yang hilang cukup banyak.
Namun, konsumen tidak mengetahui bahwa hak nya sebagai konsumen yang dilanggar
tersebut telah diatur dalam UUPK dan telah diatur tata cara penyelesaiannya. Pada saat
mengalami kerugian tersebut, konsumen hanya dapat menerima ganti rugi senilai yang
ditentukan oleh pelaku usaha.10
Pada kasus lainnya yang terjadi pada Asmaul Husna, warga Desa Kp. Pineung
Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh, seorang konsumen jasa laundry yang mengalami
keluturan pakaian pada salah satu laundry di Kecamatan Syiah Kuala, konsumen tidak
menerima kompensasi apapun dari pihak laundry karena berdalih dengan adanya klausula
“Pakaian yang luntur/susut karena sifat diluar tanggungan.” Konsumen juga menyatakan
tidak mengetahui bahwa hak-haknya sebagai konsumen telah dilanggar melalui klausula
eksonerasi tersebut. Konsumen juga tidak mengetahui bahwa dapat dilakukan penyelesaian
melalui jalut lainnya, yaitu melalui jalur litigasi (yudisial) dan di luar pengadilan
(nonyudisial). Konsumen menyatakan, menurut pendapatnya penyelesaian dengan kedua
jalur tersebut akan memakan lebih banyak waktu dan biaya sehingga tidak efektif.11
Dalam penelitian yang dilakukan terhadap konsumen jasa laundry yang dirugikan,
tidak ada konsumen yang mengetahui bahwa UUPK mengatur tentang dilarangnya
pencantuman klausula eksonerasi yang dalamnya menyatakan mengenai pengalihan tanggung
jawab. Konsumen juga tidak mengetahui bahwa di dalam UUPK telah mencakup sistematika
penyelesaian sengketa konsumen. Hingga saat ini, belum ada satupun pengaduan atas
sengketa pelanggaran hak antara konsumen serta pelaku usaha yang diadukan ke YaPKA
(Yayasan Perlindungan Konsumen Aceh).12 Padahal dapat diketahui bahwa permasalahan
mengenai pengalihan tanggung jawab melalui klausula eksonerasi dalam nota laundry adalah

10
Sheila Ruslan, Konsumen Jasa Laundry pada Kecamatan Banda Raya Kota Banda Aceh, Wawancara
pada tanggal 9 Juli 2021.
11
Asmaul Husna, Konsumen Jasa Laundry di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh, Wawancara
pada tanggal 5 Juli 2021.
12
Fahmiwati, Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Aceh (YaPKA), Wawancara pada tanggal 20
Juli 2021.
JIM Bidang Hukum Perdata : Vol. 6, No.2 Mei 2022 91
Dara Sumayya, Humaira
hal yang sangat sering terjadi. Sebagai langkah awal, konsumen jasa laundry yang merasa
diperlakukan tidak adil dapat mengajukan komplain melalui YaPKA. Misi YaPKA adalah
untuk mendukung dan mengadvokasi masalah antara konsumen layanan laundry dan
pemangku kepentingan layanan laundry.13

B. Keabsahan Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Jasa Laundry Ditinjau Menurut


Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Dalam kamus hukum, absah ditafsirkan dengan kata sah dan legal.14 Keabsahan
adalah cara untuk memverifikasi bahwa persyaratan yang terkandung dalam nota laundry
mematuhi undang-undang yang mengaturnya. Keberadaan perjanjian baku dalam bentuk nota
laundry sebenarnya memudahkan pelaku usaha dan konsumen dalam membuat perjanjian
sehingga lebih efisien.15 Namun, dalam praktiknya terdapat klausula eksonerasi pada
beberapa nota laundry di Banda Aceh. Keberadaan klausula eksonerasi memberi kerugian
untuk konsumen dikarenakan kedudukan para pihak didalamnya tidak setara dengan salah
satunya berada dalam hal yang lebih kuat yaitu pihak pelaku usaha yang mematok syarat bagi
konsumen.16 Situasi ini sering disalahgunakan oleh pelaku ekonomi dengan memuat isi
perjanjian yang hampir seluruhnya menentukan kewajiban konsumen daripada kewajiban
wirausaha dan hak pelaku usaha lebih besar daripada dengan hak konsumen bahkan
perjanjian ini sering kali disertai dengan mengalihkan risiko tertentu kepada pihak lain.17
Penulisan klausula eksonerasi dalam perjanjian sebagai pembatasan prinsip kebebasan
berkontrak dapat diartikan bahwa kebebasan tersebut hanya dipegang oleh pihak yang dinilai
lebih kuat, yaitu dalam hal ini pegusaha laundry dan konsumen hanya mengikuti nota
laundry. Asas kebebasan berkontrak mencakup ruang lingkup:
a. Kebebasan dalam membuat atau tidak sebuah perjanjian;
b. Kebebasan memilih dengan pihak mana membuat perjanjian;
c. Kebebasan dalam menentukan alasan dibuatnya perjanjian.
d. Kebebasan dalam menentukan objek perjanjian.
e. Kebebasan dalam memilih bentuk perjanjian.

13
Loc.Cit.
14
R. Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta: PT. Malta Printindo, 2005, hlm. 3.
15
Fahmiwati, Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Aceh (YaPKA), Wawancara pada tanggal 20
Juli 2021.
16
Loc.Cit.
17
Sudikno Mertokusumo, Syarat-Syarat Baku Dalam Hukum Kontrak. Makalah dalam Penataran
Hukum Perdata, Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1995, hlm. 16.
JIM Bidang Hukum Perdata : Vol. 6, No.2 Mei 2022 92
Dara Sumayya, Humaira
f. Kebebasan dalam menerima atau menyimpang dari ketentuan hukum tambahan
(aanvullend right)18

Dari keenam poin di atas terlihat jelas bahwa posisi pelaku usaha dalam kontrak jasa
laundry lebih dominan antara pelaku usaha dengan konsumen laundry. Konsumen hanya
memiliki kebebasan dalam membuat atau tidak sebuah perjanjian dan kebebasan dalam
memilih dengan pihak mana menandatangani perjanjian, sedangkan kebebasan lainnya adalah
milik pelaku usaha yang menjadi pihak untuk mengatur seluruh isi perjanjian.
Salah satu bentuk perlindungan yang diberikan kepada pihak yang rentan dalam
kontrak baku adalah ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf a UUPK, dengan mendefinisikan
larangan memasukkan klausula baku pada perjanjian yang menyatakan pengalihan tanggung
jawab pelaku ekonomi. Berdasarkan ketentuan itu, maka keabsahannya dinyatakan batal demi
hukum.19 Namun, meskipun dianggap batal demi hukm, namun pembatalan tersebut harus
diajukan kepada hakim. Hal ini sejalan dengan Pasal 1266 Bagian 3 KUHPerdata yang
berbunyi, “Dalam hal demikian perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi harus dimintakan
kepada hakim.” Oleh karena itu, untuk membatalkan klausul tersebut, perlu adanya kesadaran
konsumen yang merasa dirugikan untuk mengajukan gugatan pembatalan.20

KESIMPULAN
Perlindungan hukum untuk konsumen pada perjanjian jasa laundry yang
mencantumkan klausula eksonerasi di Kota Banda Aceh diwujudkan melalui Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Keberadaan UUPK
menyajikan batas jelas antara penulisan klausula baku dan klausula eksonerasi dalam
perjanjian. UUPK telah mencantumkan sanksi perdata, sanksi pidana dan sanksi administratif
bagi pelaku ekonomi yang menyertakan klausula eksonerasi dalam perjanjian. Hal mengenai
apabila terjadi perselisihan, terdapat alternatif solusi dalam hal sengketa baik secara litigasi
(yudisial) maupun non litigasi (nonyudisial) bagi konsumen yang merasa dirugikan.
Keabsahan klausula eksonerasi dalam hal perjanjian laundry berlandaskan atas
larangan dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a UUPK yang menyatakan dilarangnya memasukkan
klausala baku yang mengemukakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha. Berdasarkan

18
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial,
Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2008, hlm. 95-96.
19
Fahmiwati, Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Aceh (YaPKA), Wawancara pada tanggal 20
Juli 2021.
20
Loc.Cit.
JIM Bidang Hukum Perdata : Vol. 6, No.2 Mei 2022 93
Dara Sumayya, Humaira
ketentuan tersebut, pelaku usaha yang melakukan pelanggaran untuk mencantumkan klausula
eksonerasi menyebabkan klausula tersebut dinyatakan batal demi hukum. Akan tetapi, meski
akibat klausula tersebut berakibat batal demi hukum, namun hal tentang pembatalannya
tersebut harus diajukan kepada hakim.

DAFTAR PUSTAKA
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial,
Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2008

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004

Dewi Kadek Ayu Desi Candra, A.A. Ketut Sukranatha, “Pertanggungjawaban Pelaku Usaha
Atas Klausula Eksonerasi yang Merugikan Konsumen Pada Nota Laundry”, Jurnal
Ilmu Hukum, Vol. 7 No.6, Bali: Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2019

R. Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta: PT. Malta Printindo, 2005.

Muhammad dan Alimin, Etika dan Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam,
Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2004.

Sudikno Mertokusumo, Syarat-Syarat Baku Dalam Hukum Kontrak. Makalah dalam


Penataran Hukum Perdata, Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,
1995

Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Hukum yang Seimbang Bagi
Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Bank Indonesia, Jakarta: Institut Bankir
Indonesia, 2009

Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan dilengkapi Hukum Perikatan dalam Islam,
Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011.

Anda mungkin juga menyukai