DISUSUN OLEH :
---------------------------------------------
KANY ALEMINA M. SEMBIRING 190110054
MASRIDA DANIATY HUTAGALUNG 190110061
RIRIS ANGGREANI HARAHAP 190110065
CINDY WULAN SARI TURNIP 190110079
MANAJEMEN KEUANGAN
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS
MEDAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Pasar modal juga disebut memiliki fungsi keuangan dikarenakan pasar modal
memberikan kemungkinan dan kesempatan dalam memperoleh imbalan bagi pemilik dana
(investor), sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih. Dengan adanya pasar modal,
aktivitas perekonomian diharapkan mampu meningkatkan pendapatan perusahaan dan pada
akhirnya memberikan kemakmuran bagi masyarakat. Dalam pasar modal dikenal berbagai
aktivitas seperti transaksi saham, kinerja perusahaan, harga saham, laba, maupun kebijakan
dividen dan lain sebagainya. Dalam hal ini juga, semakin banyak investor yang menanamkan
uangnya di saham maka harga pasar akan naik, sebaliknya jika investor saham berkurang
maka harga pasar pun akan turun. Tingginya harga pasar menunjukkan bahwa saham tersebut
diminati oleh investor karena dapat menghasilkan capital gain yang semakin besar pula.
Dalam menetapkan harga, perusahaan tidak hanya memperhatikan harga namun juga
terhadap faktor – faktor diluar harga yang mempengaruhi jumlah permintaan, seperti situasi
pasar secara global, perilaku konsumen, siklus kehidupan produk, sehingga penetapan harga
ini dapat terarah , efektif, dan sesuai dengan tujuan perusahaan atas produk atau jasa yang
dihasilkannya (Budianas, 2003:5). Harga pasar saham menunjukkan nilai dari perusahaan itu
sendiri. Semakin tinggi nilai dari harga pasar suatu perusahaan, maka investor akan tertarik
untuk menjual sahamnya.
bahan mentah menjadi barang jadi yang siap untuk digunakan oleh masyarakat. Proses ini
meliputi perancangan produk, pemilihan material, dan tahap – tahap proses dimana produk
tersebut dibuat. Setianingsih (2006) melakukan penelitian tentang faktor fundamental dan
resiko pasar terhadap harga saham. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor fundamental
dan faktor risiko secara simultan mempengaruhi harga saham. Secara parsial dividen kas
mempengaruhi harga saham sedangkan variabel yang lain tidak mempunyai pengaruh.
kemudian dilanjutkan dengan analisis industri, dan pada akhirnya dilakukan analisis terhadap
perusahaan yang mengeluarkan sekuritas bersangkutan untuk menilai apakah sekuritas yang
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang segera jatuh tempo dengan
menggunakan total aset lancar yang tersedia. Dengan kata lain, Current Ratio ini
menggambarkan seberapa besar jumlah ketersediaan aset lancar yang dimiliki perusahaan
Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya
proporsi utang terhadap modal. Rasio ini berguna untuk mengetahui besarnya perbandingan
antara jumlah dana yang disediakan oleh kreditor dengan jumlah dana yang berasal dari
Return On Asset mengukur kemampuan mengasilkan laba dari total aktiva yang
digunakan (Wiagustini, 2010:81). Setiap perusahaan berusaha agar nilai dari ROA mereka
tinggi. Semakin besar nilai dari ROA itu berarti bahwa semakin baik perusahaan
menggunakan assetnya untuk mendapat laba, dengan meningkatnya nilai ROA profitabilitas
ekuitas dalam menciptakan laba bersih. Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar
jumlah laba bersih yang akan dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam total
Book Value (nilai/harga buku per lembar saham) pada dasarnya mewakili jumlah
aset/ekuitas yang dimiliki perusahaan tersebut. Secara normal, book value suatu perusahaan
akan terus naik seiring dengan naiknya kinerja perusahaan demikian pula sebaliknya,
sehingga book value ini penting untuk mengetahui kapasitas dari harga per lembar suatu
saham serta dalam penentuan wajar atau tidaknya harga saham di pasar. Dengan demikian
secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa book value berpengaruh terhadap harga
Price to Book Value (PBV) adalah perhitungan atau perbandingan antara market value
dengan book value suatu saham. Dengan rasio PBV ini, investor dapat mengetahui langsung
sudah berapa kali market value suatu saham dihargai dari book value-nya. Rasio ini dapat
memberikan gambaran potensi pergerakan harga suatu saham sehingga dari gambaran
tersebut, secara tidak langsung rasio PBV ini juga memberikan pengaruh terhadap harga
Risiko sistematis (risiko pasar) merupakan risiko yang selalu ada dan tidak bisa
yang beroperasi. Risiko sistematis berhubungan dengan faktor makro yang terjadi diluar
perusahaan itu sendiri. Faktor-faktor tersebut adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat bunga
deposito, tingkat inflasi, nilai tukar valuta asing, kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi
dan lain-lain. Risiko sistematis tergantung pada paparan terhadap peristiwa ekonomi makro
dan bisa diukur sebagai sensitivitas pengembalian saham terhadap fluktuasi pengembalian
portofolio pasar, sensitivitas ini disebut dengan beta saham (Brealey, 2008:324).
Beta saham adalah suatu ukuran dari hubungan antara pengembalian investasi
dengan pengembalian pasar. Ini adalah suatu ukuran dari risiko investasi nondiversifikasi.
Beta juga yang mewakili pergerakan rata-rata pengembalian saham perusahaan sebagai
tanggapan terhadap pergerakan dalam pengembalian pasar (Arthur J. Keown dkk, 2004:207)
Tabel 1.1 Return on Assets (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), Book Value per Share (BVS)
ROA (Return On Assets) % DER (Debt to Equity Ratio) % BVS (Book Value per Share ) %
NO KODE
2018 2019 2020 2018 2019 2020 2018 2019 2020
1 ADES 6,009 10,200 14,163 82,870 44,800 36,871 81,695 96,277 118,751
2 ARNA 9,571 12,099 16,558 50,731 52,886 50,991 14,937 16,029 17,775
3 BTON 12,796 0,593 1,910 18,677 25,146 24,482 25,438 25,588 26,209
4 CINT 2,758 1,385 0,050 26,424 33,829 29,236 38,868 38,967 38,536
5 DPNS 2,911 1,238 0,757 16,015 12,775 11,406 83,867 85,194 86,016
6 HMSP 29,051 26,956 17,275 31,801 42,666 64,258 30,398 30,674 25,999
7 IGAR 7,835 9,851 9,127 18,074 15,024 12,177 49,672 55,228 61,055
8 IMPC 4,452 3,724 4,294 72,727 77,601 83,988 28,390 29,136 30,328
9 KBLM 3,133 3,009 0,639 58,053 51,390 21,999 73,346 75,752 75,144
10 KLBF 13,762 12,522 12,407 18,645 21,305 23,464 32,628 35,638 38,989
11 PYFA 4,516 4,897 9,670 36,422 52,964 45,006 34,959 23,310 29,459
12 SIDO 19,890 22,884 24,263 14,987 1,517 19,486 19,351 20,431 21,478
13 SKBM 0,901 0,053 0,306 70,229 75,743 83,856 60,288 60,013 55,735
14 SMBR 1,374 0,540 0,191 59,430 59,989 68,350 34,973 17,353 16,982
15 SMSM 2,262 20,556 15,971 30,272 27,215 27,450 37,340 42,411 45,992
16 SPMA 3,602 5,523 7,017 80,763 72,201 51,239 59,332 65,145 72,421
17 SRSN 5,640 5,496 4,869 43,741 51,428 54,255 7,937 8,548 9,766
18 STAR 0,028 0,337 1,167 25,359 18,325 0,347 10,237 10,209 10,330
19 ROTI 2,894 5,052 3,787 50,633 51,396 37,937 47,150 49,990 52,173
20 TALF 4,466 2,066 1,254 21,799 31,815 44,530 59,728 74,499 75,377
21 ULTJ 12,628 15,675 12,676 16,354 16,857 83,074 41,329 48,947 41,388
22 WIIM 4,073 2,103 10,685 24,903 25,780 36,142 47,871 49,202 56,473
TOTAL 154,553 166,757 169,037 868,908 862,653 910,544 919,731 958,541 1006.375
RATA-RATA 7,025 7,580 7,683 39,496 39,212 41,388 41,806 43,570 45,744
Tabel 1.2 Beta Saham & Harga Saham
Berdasarkan tabel 1.1 dan 1.2 Return on Assets (ROA), Debt to Equity Ratio (DER),
Book Value per Share (BVS), Harga Saham & Beta Saham. Pada perusahaan manufaktur
periode 2018 sampai 2020 mengalami fluktuasi dapat kita lihat dari nilai rata-rata masing-
masing rasio.
Return on Assets (ROA) pada Tahun 2018 dengan rata-rata sebesar 7,025%, pada Tahun
2019 terjadi kenaikan dengan rata-rata sebesar 7,580%, dan pada Tahun 2020 semakin naik
dengan rata-rata sebesar 7,683%.
Debt to Equity Ratio (DER) pada Tahun 2018 berada pada angka 39,496%, pada Tahun
2019 turun dengan rata-rata sebesar 39,212%, dan pada Tahun 2020 terjadi kenaikan dengan
rata-rata sebesar 41,388%.
Book Value per Share (BVS) pada Tahun 2018 dengan rata-rata sebesar 41,806%, pada
Tahun 2019 naik dengan rata-rata sebesar 43,570%, dan pada Tahun 2020 semakin naik
dengan rata-rata sebesar 45,744%.
Beta Saham pada Tahun 2018 dengan rata-rata sebesar 0,318%, pada Tahun 2019 terjadi
kenaikan dengan rata-rata sebesar 0,942%, dan pada Tahun 2020 mengalami penurunan
kembali dengan rata-rata sebesar 0,817%.
Rata-rata harga saham perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Bursa Efek Indonesia
pada tahun 2018 sebesar Rp.767,090 pada tahun 2019 rata-rata saham turun menjadi
Rp.669,363 dan pada tahun 2020 rata-rata saham kembali naik menjadi Rp.751,863.
masalah, salah satunya adalah masalah naik turunnya harga pasar saham sehingga nilai
perusahaan cenderung berfluktuasi. Penurunan harga saham dapat disebabkan oleh faktor
fundamental perusahaan . faktor fundamental meliputi Current Ratio (CR), Debt to Equity
Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Return On Equity ( ROE), Book Value (BV), Price to
1. Apakah faktor fundamental berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan
1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh faktor fundamental secara signifikan terhadap
2. Bagi investor khususnya dan masyarakat umumnya, sebagai pedoman dalam memberikan
informasi yang lengkap dan jelas mengenai pengaruh faktor fundamental dan risiko
sistematis terhadap harga saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek
menginvestasikan dananya di pasar modal dan investor dapat memilih di perusahaan mana
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Investasi
Investasi merupakan kegiatan dana pada satu atau lebih dan satu asset selama periode tertentu
dengan harapan dapat memperoleh penghasilan dan meningkatkan nilai investasi. Seseorang
melakukan investasi antara lain ingin mendapatkan kehidupan yang lebih layak dimasa yang
akan datang, mengurangi tekanan inflasi dan dorongan untuk menghemat pajak. Investasi
Menurut Fahmi (2012:58) investasi dapat didefinisikan sebagai komitmen menemukan satu
atau lebih aset yang akan diselenggarakan selama beberapa periode masa depan. Investasi
berkaitan dengan pengelolaan kekayaan investor, yang merupakan pendapatan saat ini dan
nilai sekarang dari semua pendapatan masa depan.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari investasi adalah
sejumlah dana atau modal yang ditanamkan pada berbagai jenis investasi dalam kurun waktu
yang lama, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dimasa depan yang lebih tinggi.
Jenis investasi berdasarkan asetnya merupakan penggolongan investasi dari aspek modal atau
kekayaan. Investasi berdasarkan asetnya terbagi atas dua jenis, yaitu real asset dan financial
asset. Real Asset adalah investasi yang berwujud seperti gedung-gedung, kendaraan dan lain
sebagainya, sedangkan Financial Asset merupakan dokumen (surat-surat) klaim tidak
langsung dari pemegangnya terhadap aktivitas riil pihak yang menerbitkan sekuritas tersebut.
Investasi Autonomus adalah investasi yang tidak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan,
bersifat spekulatif. Contoh investasi ini : pembelian surat-surat berharga.
Investasi Induced ialah investasi yang dipengaruhi kenaikan permintaan akan barang dan jasa
serta tingkat pendapatan. Contoh investasi ini : penghasilan transitori, yaitu penghasilan yang
diperoleh selain dari bekerja, seperti bunga dan sebagainya.
Jenis investasi berdasarkan bentuknya merupakan investasi yang didasarkan pada cara
menanamkan investasinya. Jenis investasi ini dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu
investasi portofolio dan investasi langsung. Investasi Portopolio dilakukan melalui pasar
modal dengan instrumen surat berharga, contohnya seperti saham dan obligasi. Investasi
langsung merupakan bentuk investasi yang dilakukan dengan membangun, membeli total,
atau mengakuisi suatu perusahaan. (Salim HS dan Budi Sutrisno: 2008:16).
Pasar modal adalah tempat bertemunya para pencari modal dan para pemberi modal. Di pasar
modal, perusahaan yang membutuhkan modal akan menjual efeknya baik dalam bentuk
saham maupun dalam bentuk obligasi kepada para investor, yang tentu saja dengan
mengharap imbal hasil atau keuntungan. Di dalam pasar modal, efek yang dijual merupakan
efek dengan jangka waktu panjang. Jangka waktu yang panjang tersebut didefinisikan dalam
waktu lebih dari 1 tahun. Sedangkan di dalam pasar uang, efek yang dipejualbelikan
merupakan efek jangka pendek atau di bawah satu tahun.
2.3. Harga Saham
Harga saham merupakan harga penutupan pasar saham selama periode pengamatan untuk
tiap-tiap jenis saham yang dijadikan sampel dan pergerakannya senantiasa diamati oleh para
investor. Sartono (2008:70) menyatakan bahwa “Harga saham terbentuk melalui mekanisme
permintaan dan penawaran di pasar modal. Apabila suatu saham mengalami kelebihan
permintaan, maka harga saham cenderung naik. Sebaliknya, apabila kelebihan penawaran
maka harga saham cenderung turun”.
Menurut Alwi (2003:87), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham,
antara lain:
Pengumuman dari pemerintah seperti perubahan suku bunga tabungan dan deposito,
kurs valuta asing, inflasi, serta berbagai regulasi dan deregulasi ekonomi yang
dikeluarkan oleh pemerintah.
Pengumuman hukum (legal announcements), seperti tuntutan karyawan terhadap
perusahaan atau terhadap manajernya dan tuntutan perusahaan terhadap manajernya.
Pengumuman industri sekuritas (securities announcements), seperti laporan
pertemuan tahunan, insider trading, volume atau harga saham perdagangan,
pembatasan/penundaaan trading.
Gejolak politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga merupakan faktor yang
berpengaruh signifikan pada terjadinya pergerakan harga saham di bursa efek suatu
negara.
Berbagai isu baik dari dalam negeri dan luar negeri
Current ratio (CR) adalah rasio yang mengukur kinerja keuangan necara likuiditas
perusahaan. Rasio Lancar ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban hutang jangka pendeknya pada 12 bulan ke depan. Calon kreditur umumnya
menggunakan rasio ini untuk menentukan apakah akan melakukan pinjaman jangka
pendek atau tidak kepada perusahaan yang bersangkutan. Rasio Lancar atau Current ratio
ini juga menunjukan efisiensi siklus operasi perusahaan atau kemampuannya mengubah
produk menjadi uang tunai. Rasio Lancar atau Current Ratio yang merupakan salah satu
Analisis Rasio Likuiditas ini juga dikenal dengan rasio modal kerja (working capital
ratio).
Current ratio merupakan salah satu ukuran likuiditas untuk menukur kemampuan
perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan aktitiva yang
dimilikinya rasio ini dibagikan dengan cara membagikan kewajiban jangka pendek
dengan aktiva lancar, ratio ini sering disebut dengan ratio modal kerja yang menunjukan
jumlah aktiva lancar yang tersedia dimiliki perusahaan untuk merespon kebutuhan-
kebutuhan bisnis dan meneruskan kegiatan bisnis harian. Menurut Sujarweni (2017:110)
Current Ratio (Rasio Lancar) merupakan Rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan
menggunakan aktiva lancar yang dimiliki, Current Ratio dapat dihitung dengan rumus:
Rasio ini memamparkan porsi yang relatif antara ekuitas dan utang yang dipakai
untuk membiayai aset perusahaan. DER membandingkan antara kewajiban (liabilities)
dengan ekuitas (equity). Utang tidak boleh lebih besar dari modal supaya beban
perusahaan tidak bertambah. Tingkat rasio yang rendah berarti kondisi perusahaan
semakin baik karena porsi utang terhadap modal semakin kecil.
Menurut Sujarweni (2017:111) Debt to Equity Ratio (Rasio Hutang terhadap Ekuitas)
Merupakan perbandingan antara hutang-hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan
dan menunjukkan kemampuan modal sediri, perusahaan untuk memenuhi seluruh
kewajibannya. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :
Returun On Asset (ROA), merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah
aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROA juga merupakan suatu ukuran tentang
efektivitas manajemen dalam mengelola investasinya (Brigham & Houston 2009:114) .
Setiap perusahaan berusaha agar nilai dari ROA mereka tinggi. Semakin besar nilai dari
ROA itu berarti bahwa semakin baik perusahaan menggunakan assetnya untuk mendapat
laba, dengan meningkatnya nilai ROA profitabilitas dari perusahaan semakin meningkat
(Arista, 2012).
Menurut Harmono (2009:110) Return on Asset yaitu, Rasio imbalan aktiva (ROA)
merupakan suatu ukuran keseluruhan profitabilitas perusahaan. Dari definisi-definisi di
atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Return On Asset merupakan rasio imbalan
aktiva dipakai untuk mengevaluasi apakah manajemen telah mendapat imbalan yang
memadai (Reasobable Return) dari asset yang dikuasainya. Dalam perhitungan rasio ini,
hasil biasanya didefinisikan sebagai sebagai laba bersih (Operating Income). Rasio ini
merupakan ukuran yang berfaedah jika seseorang ingin mengevaluasi seberapa baik
perusahaan telah memakai dananya, tanpa memperhatikan besarnya relatif sumber dana
tersebut.Return On Asset kerap kali dipakai oleh manajemen puncak untuk mengevaluasi
unit-unit bisnis di dalam suatu perusahaan multidivisional.
Return On Equity (ROE) merupakan salah satu alat utama investasi yang paling
sering digunakan dalam menilai sebuah perusahaan (Bringham dan Houston, 2010:120).
Semakin tinggi nilai Return On Equity (ROE) menunjukkan semakin meningkatnya
profitabilitas/kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih dengan
menggunakan modal sendiri (Harmono 2009:106). Dengan demikian peningkatan Return
On Equity (ROE) akan berdampak pada meningkatnya harga saham. Secara teoritis
Return On Equity (ROE) dapat dikatakan berpengaruh positif terhadap return saham
karena jika harga saham meningkat maka return saham juga akan meningkat.
Return On Equity (ROE) diukur dalam bentuk persentase, yang dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
Laba bersih setelah pajak yang dimaksud merupakan laba operasi yang diperoleh
perusahaan setelah dikurangi dengan beban pajak penghasilan. Total ekuitas yang
dimaksud merupakan jumlah modal sendiri yang disetor kedalam perusahaan.
Book Value (BV) adalah nilai/harga buku per lembar dari suatu saham yang diterbitkan.
Book Value per lembar saham yang diterbitkan pada dasarnya mewakili jumlah
aset/ekuitas yang dimiliki perusahaan tersebut. Mengetahui Book Value dari lembar
saham bukan saja penting untuk mengetahui kapasitas dari harga perlembar suatu saham.
Ini juga penting untuk digunakan sebagai tolak ukur dalam menentukan wajar tidaknya
harga saham di pasar (market value).
Bisa saja harga suatu saham terlihat mahal ataupun murah karena nominal harga dipasar
yang tinggi maupun rendah. Tapi, jika dibandingkan dengan book value- nya belum tentu
nominal yang tinggi di pasar harganya mahal dan belum tentu yang nominal yang kecil
dipasar harganya murah. Oleh karena itu, penting bagi investor untuk mengetahui book
value suatu saham agar tidak terkecoh dengan harga saham yang ada di pasar.
Menurut Harmono (2016:114) Book Value merupakan Rasio harga pasar saham terhadap
nilai bukunya memberi indikasi lain tentang bagaimana investor memandang suatu
perusahaan. Perusahaan yang tingkat pengembalian atau ekuitasnya relative tinggi
biasanya menjual sahamnya dengan penggandaan nilai buku yang lebih tinggi daripada
perusahaan lain yang tingkat pengembaliannya rendah. Maka Book Value dapat dihitung
dengan rumus:
Price to Book Value atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Rasio Harga terhadap
Nilai Buku yang disingkat dengan PBV adalah rasio valuasi investasi yang sering
digunakan oleh investor untuk membandingkan nilai pasar saham perusahaan dengan
nilai bukunya. Rasio PBV ini menunjukan berapa banyak pemegang saham yang
membiayai aset bersih perusahaan.
Nilai Buku atau Book Value memberikan perkiraan nilai suatu perusahaan apabila
diharuskan untuk dilikuidasi. Nilai Buku ini adalah nilai aset perusahaan yang tercantum
dalam laporan keuangan atau Balance Sheet dan dihitung dengan cara mengurangkan
kewajiban perusahaan dari asetnya (Nilai Buku = Aktiva – Kewajiban). Dengan kata lain,
Rasio Price to Book Value ini dapat menunjukan apa yang akan didapatkan oleh
pemegang saham setelah perusahaan terjual dengan semua hutangnya telah dilunasi.
Rasio PBV yang rendah merupakan tanda yang baik bagi perusahaan.
Menurut Harmono (2016:113) PBV atau Price to Book Value (Rasio Harga terhadap
nilai Buku) ini dapat dihitung dengan membagikan Harga per lembar Saham perusahaan
yang bersangkutan dengan nilai buku per lembar saham (Book Value per Share). Berikut
ini adalah Rumus PBV untuk menghitung rasio Harga Saham terhadap Nilai Buku ini.
Rasio Harga terhadap Nilai Buku = Harga per Lembar Saham / Nilai Buku perlembar
Saham Atau
Menurut Sujarweni (2017:110) mendefinisikan rasio lancar atau current ratio merupakan
rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka
pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan
kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka
pendek atau utang yang segera jatuh tempo Semakin baik rasio current ratio-nya maka
akan semakin liquid perusahaan tersebut, sehigga dapat meningkatkan minat masyarakat
untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut. Hal ini akan berdampak positif pada harga
saham. Jadi, current ratio diperkirakan berpengaruh positif terhadap harga saham, artinya
ketika current rasio mengalami kenaikan, diikuti dengan kenaikan harga saham.
Dari hasil penelitian Liya Ariyani, Rita Andini, Edi Budi Santoso (2018) Current Ratio
(CR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Current Ratio digunakan
sebagai indikator likuiditas perusahaan.
Rasio ini memamparkan porsi yang relatif antara ekuitas dan utang yang dipakai
untuk membiayai aset perusahaan. Debt To Equity Ratio (DER) membandingkan antara
kewajiban (liabilities) dengan ekuitas (equity). Utang tidak boleh lebih besar dari modal
supaya beban perusahaan tidak bertambah. Tingkat rasio yang rendah berarti kondisi
perusahaan semakin baik karena porsi utang terhadap modal semakin kecil.
Menurut Harmono (2009:110) Return on Asset yaitu, Rasio imbalan aktiva (ROA)
merupakan suatu ukuran keseluruhan profitabilitas perusahaan. Dari definisi-definisi di
atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Return On Asset merupakan rasio imbalan
aktiva dipakai untuk mengevaluasi apakah manajemen telah mendapat imbalan yang
memadai (Reasobable Return) dari asset yang dikuasainya. Dalam perhitunganrasio ini,
hasil biasanya didefinisikan sebagai sebagai laba bersih (Operating Income). Rasio ini
merupakan ukuran yang berfaedah jika seseorang ingin mengevaluasi seberapa baik
perusahaan telah memakai dananya, tanpa memperhatikan besarnya relatif sumber dana
tersebut. Return On Asset kerap kali dipakai oleh manajemen puncak untuk mengevaluasi
unit-unit bisnis di dalam suatu perusahaan multidivisional. Semakin tinggi Return On
Asset maka Harga Saham akan lebih baik. Artinya ROA berpengaruh positif terhadap
harga saham.
Menurut Sujarweni (2017:114) return on equity (ROE) juga merupakan ukuran kinerja
perusahaan ditinjau dari segi profitabilitasnya. Kemampuan menghasilkan laba bersih
setelah pajak dari modal yang dimiliki oleh perusahaan menunjukkan kinerja yang
semakin baik. ROE yang semakin meningkat, maka investor semakin tertarik untuk
menanamkan dananya ke dalam perusahaan, sehingga harga saham cenderung meningkat.
Dengan demikian ROE berhubungan positif dengan harga saham.
Book Value (nilai/harga buku lembar saham) pada dasarnya mewakili jumlah
asset/ekuitas yang dimiliki perusahaan tersebut. Secara normal, book value suatu
perusahaan akan terus naik seiring dengan naiknya kinerja perusahaan demikian pula
sebaliknya, sehingga book value ini penting untuk mengetahui kapasitas dari harga per
lembar suatu saham serta dalam penentuan wajar atau tidaknya harga saham di pasar.
Dengan demikian secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa book value
berpengaruh positif terhadap harga saham (Tryfino, 2009:9).
Menurut Jogiyanto (2010:82) nilai buku (book value) per lembar saham menunjukkan
aktiva bersih (net assets) yang dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu
lembar saham. Karena aktiva bersih adalah sama dengan total ekuitas pemegang saham,
maka nilai buku per lembar saham adalah total ekuitas dibagi dengan jumlah saham yang
beredar. Diasumsikan ketika semakin banyak total ekuitas dibagikan dengan jumlah
saham yang beredar maka harga saham akan naik.
Fredy (2012) dalam penelitiannya mengenai pengaruh Book Value (BV), Price to Book
Value (PBV), Earning per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), terhadap harga
saham. Menemukan hasil bahwa BV, PBV, EPS, dan PER secara simultan mempunyai
pengaruh signifikan terhadap harga saham. Sedangkan Book Value (BV) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap harga saham.
Sedangkan menurut Harmono (2009:114), rasio Price to Book Value (PBV) merupakan
perbandingan antara harga saham dengan nilai buku ekuitas perusahaan, menunjukkan
tingkat kemampuan perusahaan menciptakan nilai relatif terhadap jumlah modal yang
diinvestasikan oleh pihak investor. Dengan demikian, makin tinggi rasio tersebut, makin
berhasil dan mampu perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham, dimana
semakin tinggi tingkat kepercayaan pasar terhadap prospek perusahaan, sehingga
permintaan akan saham tersebut naik, kemudian mendorong harga saham perusahaan
tersebut.
Sitinjak (2006) dalam penelitiannya mengenai pengaruh Return On Equity (ROE), Price
Earning Ratio (PER), Debt to Equity Ratio (DER) dan Price to Book Value (PBV)
terhadap harga saham, menemukan hasil bahwa ROE, PER dam DER secara signifikan
tidak berpengaruh terhadap harga saham, sedangkan PBV secara signifikan dan positif
berpengaruh terhadap harga saham.
βi = (COV(ri,rm)) / (VAR(rm))
Keterangan:
COV : Kovarians
VAR ∶Varians
Beta adalah tolok ukur risiko dari suatu jenis saham dibandingkan dengan risiko
pasar. Jika dilakukan pengamatan terhadap pergerakan harga saham, maka akan terlihat
adanya pergerakan harga saham individual yang mengikuti pergerakan indeks pasar
(misalnya Indeks Harga Saham Gabungan). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
keuntungan suatu saham berkorelasi dengan perubahan pasar (Husnan, 2009:103). Jika
perubahan pasar dinyatakan sebagai tingkat keuntungan indeks pasar, maka tingkat
keuntungan suatu saham individual dinyatakan dalam konsep model indeks tunggal.
(1) Cyclicality, yang menunjukkan sejauh mana suatu perusahaan dipengaruhi oleh
konjungtur perekonomian,
(2) Operating Leverage, yang menunjukkan proporsi biaya perusahaan yang merupakan
biaya tetap,
(3) Financial Leverage, dimana perusahaan yang mempunyai utang adalah perusahaan
yang mempunyai financial leverage, dimana semakin besar proporsi utang yang
dipergunakan oleh perusahaan, maka semakin besar pula risiko yang ditanggung oleh
pemilik modal.
Kerangka Berpikir digunakan untuk memberikan gambaran yang jelas dan sistematis
untuk menjadi pedoman dalam keseluruhan penelitian. kerangka berpikir merupakan
dasar pemikiran peneliti untuk dikomunikasikan dengan orang lain sehingga hasilnya
dapat dimengerti oleh orang lain dan memungkinkan untuk direplikasi atau ekstensi oleh
peneliti yang lain.
Prediksi harga saham merupakan isu yang sangat penting dalam bidang keuangan
sehingga semua pihak yang berkepentingan terhadap harga saham memerlukan informasi
akuntansi yang lengkap yang dapat digunakan untuk memprediksi harga saham. Untuk
menguji kemampuan prediksi informasi akuntansi dalam memprediksi harga saham,
dapat digunakan rasio keuangan yang tercermin dalam laporan keuangan.
Hubungan antara variabel dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara ROA,
DER, BVS dan Beta sebagai variabel bebas terhadap harga saham sebagai variabel
terikat.
Beta saham adalah tolok ukur risiko dari suatu jenis saham dibandingkan dengan
risiko pasar. Semakin tinggi risiko menyebabkan saham tersebut kurang diminati oleh
investor sehingga harga saham akan turun.
Gambar 2.8. Kerangka Berpikir Pengaruh Faktor Fundamental dan Risiko Sistematis
Terhadap Harga Saham
ROA (X1)
DER (X2)
HARGA SAHAM (Y)
BVS (X3)
2.9. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas masalah yang dimana keberadaan nya
masih dibuktikan. Berdasarkan teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. ROA (Return On Asset) berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham pada
perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
2. DER (Debt to Equity Ratio) berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham
pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia
3. BVS (Book Value per Share) berpengaruh postif dan signifikan terhadap harga saham
pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia
4. Beta Saham berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham pada perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Indonesia
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mempunyai ruang lingkup yang jelas dan terarah maka dapat diuraikan
dengan melakukan pembatasan masalah. Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka
metode penelitian yang digunakan dalam hal ini adalah metode desain kausal, yaitu
menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu
variabel mempengaruhi variabel lainnya. Penelitian ini akan menganalisis bagaimana
pengaruh Faktor Fundamental (ROA, DER, BVS dan beta saham) terhadap harga saham
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2018 sampai
dengan tahun 2020.
1. Perusahaan yang terdaftar di BEI secara berturut-turut dari tahun 2018 -2020.
N KETERANGAN
KODE
O
1. ADES Akasha Wira International Tbk
2. ARNA Arwana Citramulia Tbk
3. BTON Betonjaya Manunggal Tbk
4. CINT Chitose International Tbk
5. DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk
6. HMSP Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk
7. IGAR Champion Pacific Indonesia Tbk
8. IMPC Impack Pratama Industri Tbk
9. KBLM Kabelindo Murni Tbk
10. KLBF Kalbe Farma Tbk
11. PYFA Pyridam Farma Tbk
12. SIDO Industri Jamu dan Farmasi Sido Tbk
13. SKBM Sekar Bumi Tbk
14. SMBR Semen Baturaja Tbk
15. SMSM Selamat Sempurna Tbk
16. SPMA Suparma Tbk
17. SRSN Indo Acitama Tbk
18. STAR Star Petrochem Tbk
19. ROTI Nippon Indosari Corpindo Tbk
20. TALF Tunas Alfin Tbk
21. ULTJ Ultra Jaya Milk Industry and Trading Company Tbk
22. WIIM Wismilak Inti Makmur Tbk
Sumber: diolah oleh penulis
3.3. Operasionalisasi Variabel
Return on Assets atau disebut juga rentabilitas ekonomi adalah laba usaha dengan
modal sendiri dan modal asing yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut
(Henry 2006:529). Return on Assets dalam satuan persen (%) dan dapat dirumuskan
sebagai berikut.:
βi =COV(ri,rm)/(VAR(rm))
Keterangan:
COV : Kovarians
VAR ∶Varians
Beta sebagai pengukur risiko yang berasal dari hubungan antara tingkat keuntungan
suatu saham dengan pasar. Risiko ini berasal dari beberapa faktor fundamental
perusahaan dan faktor karakteristik pasar tentang saham perusahaan tersebut.
Yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen. Dalam penelitian ini
variabel dependen adalah harga saham. Harga Saham yaitu sejumlah uang yang
dibayarkan atau diterima investor untuk mendapatkan atau melepaskan satu lembar
saham. Harga saham dilihat dari harga saham penutupan (closing price) dengan satuan
rupiah (Jogiyanto 2010:167).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang
diperoleh dari laporan keuangan dan daily trading perusahaan manufaktur yang
dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Sumber data diperoleh melalui website
resmi Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id, www.yahoo.finance.com.
3.5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Secara
umum, analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan variabel
dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (variabel bebas) (Ghozali,
2011:152). Pengujian hipotesis dilakukan dengan metode analisis regresi berganda
(multiple regression), dengan persamaan sebagai berikut:
CP=a0+b1ROA+b2DER+b3BVS+ b4𝛃+ e
Dimana:
CP : Harga saham
α : Konstanta
b1 – b4 : Koefisien regresi
β : Beta Saham
e : standar Error
Tujuan pemenuhan asumsi klasik ini dimaksudkan agar variabel-variabel bebas yang
digunakan sebagai estimator dapat memberikan estimasi secara lebih akurat terhadap
variabel terikat dalam penelitian. Pengujian asumsi klasik yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu: uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji
autokorelasi.
3.5.1.1. Uji Normalitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2011:95). Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika dalam model regresi
terdapat gejala multikolinieritas, maka model regresi tersebut tidak dapat menaksir secara
tepat sehingga diperoleh kesimpulan yang salah tentang variabel yang diteliti. Pengujian
gejala multikolinieritas dengan cara mengkorelasikan variabel bebas yang satu dengan
variabel bebas yang lain dengan menggunakan bantuan program SPSS for Windows.
Untuk mengukur multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan VIF (Variance
Inflation Factor) dari masing-masing variabel. Nilai yang umum dipakai adalah tolerance
value lebih besar dari 0,10 dan VIF lebih kecil dari 10.
Jika terjadi masalah dalam multikolinearitas maka terdapat beberapa alternatif cara
mengatasinya yaitu:
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali,
2011:139). Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap,
maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model
regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Deteksi
ada tidaknya Heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan program SPSS
for Windows dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antar
SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X
adalah residual (Y pred – Y sesungguhnya) yang telah di studentized.
a) Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar, dan menyempit) maka telah terjadi Heteroskedastisitas.
b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0
(nol) pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. (Ghozali, 2011:103).
Uji autokorelasi bertujuan untuk menganalisis apakah dalam model regresi linear
terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
sebelumnya. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang
berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini sering dikemukakan pada data time
series. Pada data cross-section, masalah autokorelasi relatif tidak terjadi. Pengujian
autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan uji Durbin-Watson (DW test), dengan
kriteria sebagai berikut:
● Bila nilai DW di antara -2 sampai dengan +2, berarti tidak terdapat autokorelasi.
● Bila nilai DW lebih besar dari +2, maka terdapat autokorelasi negatif.
Model regresi yang telah memenuhi syarat asumsi klasik tersebut akan digunakan untuk
menganalisis, melalui pengujian hipotesis.