Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kondisi perekonomian yang terjadi saat ini menciptakan persaingan yang
ketat antar perusahaan. Dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin
sengit agar tetap sustainable, perusahaan harus memperoleh keuntungan yang
maksimal dengan harapan laba yang didapatkan mampu membiayai
pengeluaran perusahaan. Perusahaan berharap dapat memperoleh keuntungan
yang maksimal pada persaingan bisnis yang berat. Perusahaan akan
berkompetisi dalam menarik minat para konsumennya agar senantiasa
menggunakan produk maupun jasa dari perusahan tersebut.
Dalam situasi ekonomi yang tidak menentu saat ini membuat perusahaan
harus memiliki kemampuan untuk bertahan. Terlebih saat pandemi Covid-19
telah memberikan dampak buruk bagi perkembangan perekonomian di seluruh
dunia. Indonesia yang pada awalnya beranggapan bahwa virus Covid-19
tersebut tidak akan bertahan di Indonesia karena iklim yang panas dapat
membunuh virus tersebut, akan tetapi harus menerima kenyataan pahit bahwa
sampai pertengahan tahun 2021 kasus terus meningkat. Berdasarkan data
statistik yang dikutip dari laman covid19.go.id 17 Juni 2021 menyatakan
bahwa kasus tertinggi di bulan Juni 2021 mendekati angka 2 juta yakni
1.950.276 kasus. Pandemi Covid-19 bukan hanya memberikan ancaman
kepada kesehatan saja akan tetapi juga pada pertumbuhan perekonomian suatu
negara. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan mengalami resesi -3%.
Ekonomi Indonesia akan mengalami perlambatan yang signifikan. Kebijakan
pemerintah untuk melakukan pembatasan sosial (social distancing) berdampak
pada rendahnya aktivitas masyarakat yang mempengaruhi perlambatan
ekonomi bahkan dapat terjadi resesi. Dengan adanya wabah Covid-19 ini telah
memikul berbagai bidang ekonomi seperti pasar modal.
2

Hal itu ditunjukan dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan


(IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam berita yang dimuat dalam
www.mediaindonesia.com tanggal 28 April 2020, Direktur Utama BEI, Inarno
Djajadi mengungkapkan beberapa penurunan IHSG 26,43% menjadi 4.635
dengan diikuti penurunan kapitalisasi pasar 26,35% menjadi 6,3 triliun, juga
terjadi penurunan transaksi harian 1,49% menjadi 462 ribu kali. Inarno
menambahkan penurunan signifikan terhadap perdagangan di bursa juga
terdapat pada bulan Maret 2020, saat pemerintah mengumumkan dua kasus
positif Covid-19 di Indonesia. Pandemi Covid-19 membawa dampak pada
berbagai sektor bisnis, termasuk industri jasa keuangan khususnya sektor
perbankan.
Kondisi diatas terjadi dipengaruhi oleh sentimen global, bahwa investor
merasa lebih aman memegang cash atau uang tunai saat ini daripada
menginventasikan uangnya ke aset yang dinilai beresiko. Apalagi ditengah
situasi pandemi Covid-19, investor lebih menghawatirkan jika ada debitur
perbankan yang gagal bayar kredit atau meningkatnya resiko kredit. Selain itu
penanggulangan Covid-19 berupa lockdown dan karantina wilayah akan
mengakibatkan pukulan pada ekonomi dan dampak yang paling terlihat adalah
peningkatan kredit macet. Disisi lain pemerintah memberikan arah bagi
lembaga jasa keuangan termasuk perbankan memberikan kelonggaran atau
relaksasi kredit berupa penundaan angsuran. Kondisi tersebut akan dinilai akan
sangat mempengaruhi kinerja perbankan. Oleh sebab itu manajemen harus
dapat menganalisa dan membaca perkembangan pasar sehingga dapat
menentukan strategi dan cara yang tepat dalam mempertahankan
keberlangsungan bisnisnya. Selain itu pihak investor harus dapat menganalisa
laporan keuangan, karena terdapat indikator-indikator penting sebagai
kunci dalam pengambilan keputusan berinvestasi. Salah satu kunci dalam
mengambil keputusan investasi yaitu kinerja keuangan yang dapat
menggambarkan kondisi kesehatan suatu keuangan perusahaan dalam
periode tertentu yang dapat diukur dengan indikator-indikator kecukupan
likuiditas, profitabilitas, dan modal. Analisa fundamental dapat terukur
3

dari beberapa faktor-faktor penting yang berguna untuk mengetahui fluktuasi


harga saham.
Kestabilan harga saham akan menjadikan nilai tambahan bagi investor
sebagai dasar pertimbangan untuk berinvestasi di perusahaan khususnya di
sektor perbankan. Berikut daftar harga saham pada perusahaan sektor
perbankan 2015-2020, antara lain :

Tabel 1.1
Data Harga Saham Perusahaan Perbankan
Harga Saham (dalam Rupiah)
TAHUN BBCA BBNI BBRI BDMN BJBR BMRI PNBN
2015 13,925 5,200 2,285 3,680 965 10,300 700

2016 16,550 6,475 2,595 4,468 2,020 11,700 905

2017 23,300 8,675 3,600 6,851 2,060 7,675 1,070

2018 27,750 9,400 4,120 8,569 2,010 7,450 1,440

2019 27,625 3,820 3,020 2,681 735 4,680 690

2020 32,025 5,400 4,305 2,730 1,455 6,675 1,080

Sumber: www.idx.co.id

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa harga saham dari beberapa
perusahaan sektor perbankan mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.
Terdapat faktor yang dapat mempengaruhi kenaikan dan penurunan harga
saham baik secara internal maupun external. Faktor yang mempengaruhi secara
internal seperti kinerja keuangan perusahaan atau fundamental perusahaan,
struktur organisasi manajemen, dan lain-lain. Kinerja keuangan perbankan
dapat diketahui dengan melihat rasio-rasio perusahaan seperti return on assets,
return on equity, net interest margin, non perfomance loan, loan to deposit
ratio, capital adequacy ratio, cost to income ratio, earning pershare, price to
earning ratio dan lain-lain. Sedangkan faktor external seperti kebijakan
pemerintah, kondisi perekonomian dunia, tingkat inflasi dan lain-lain. Dalam
penelitian ini variabel yang diambil yaitu, return on equity (ROE), price
4

earning ratio (PER), capital adequacy ratio (CAR), kapitalisasi pasar dan
volume perdagangan.
Menurut Irham (2020, hal. 142) menjelaskan return on equity (ROE)
disebut juga dengan laba diatas equity, rasio ini mengkaji sejauh mana suatu
perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu
memberikan laba atas ekuitas. Return on equity (ROE) merupakan salah satu
variabel yang terpenting yang dilihat investor sebelum mereka berinvestasi.
return on equity (ROE) menunjukan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba setelah pajak dengan meggunakan modal sendiri yang
dimiliki oleh perusahaan. Investor yang akan membeli saham akan tertarik
dengan ukuran profitabilitas ini. Hubungan antara profitabilitas dengan harga
saham dapat dikatakan positif, dengan begitu dapat menunjukan hasil kinerja
perusahaan. Dengan meningkatnya kinerja perusahaan, maka harga saham
perusahaan di pasar modal dapat meningkat. Berikut nilai return on equity
(ROE) pada beberapa perusahaan perbankan tahun 2015-2020 antara lain :

Tabel 1.2
Data Return on Equity (ROE) Perusahaan Perbankan
Return on Equity (dalam %)
TAHUN BBCA BBNI BBRI BDMN BJBR BMRI PNBN
2015 13.07 17.73 14.80 4.64 11.41 11.58 4.12

2016 11.92 8.19 11.93 5.46 10.08 6.54 4.79

2017 10.60 9.21 11.22 6.49 9.15 7.81 4.94

2018 10.78 9.49 11.47 6.08 9.79 8.95 4.99

2019 10.36 8.49 10.64 5.48 8.69 8.92 5.08

2020 9.37 3.80 6.79 2.66 9.20 6.85 4.46

Sumber: www.idx.co.id
Dapat disimpulkan dari tabel diatas dapat diketahui return on equity (ROE)
dari beberapa perusahaan mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Emiten
BBNI merupakan perusahaan yang mempunyai nilai rasio terbesar, namun dari
tahun 2015-2020 mengalami penurunan yang signifikan. Sedangkan untuk
5

emiten BBCA, BBRI, BDMN, BJBR, BMRI dan PNBN dari tahun 2015-2020
mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukan bahwa return on equity (ROE)
merupakan salah satu rasio profitabilitas dimana rasio ini dapat menunjukan
kesuksesan manajemen dalam memaksimalkan tingkat pengembalian pada
pemegang saham. Investor yang akan membeli saham akan tertarik dengan
ukuran profitabilitas dari total profitabilitas yang bisa dialokasikan ke
pemegang saham.
Menurut Irham (2020, hal. 143) menjelaskan price earning ratio (PER)
adalah perbandingan antara harga per lembar saham dengan laba per lembar
saham. Price earning ratio (PER) menjelaskan valuasi harga per lembar saham
dibandingkan dengan laba per lembar saham, semakin tinggi nilai Price
earning ratio (PER), maka semakin mahal harga per lembar saham, begitu pula
sebaliknya. Price earning ratio (PER) juga mencerminkan perkembangan
(Growth) saham tersebut. Price earning ratio (PER) digunakan dalam
membantu mengidentifikasi harga saham undervalued atau overvalued
sehingga investor dapat menggambil suatu keputusan dalam menghadapi
fluktuasi harga saham yaitu membeli saham yang undervalued dan menjualnya
saat overvalued. Berikut nilai price earning ratio (PER) pada perusahaan
sektor perbankan beberapa tahun 2015-2020, antara lain :

Tabel 1.3
Data Price Earning Ratio (PER) Perusahaan Perbankan
Price Earning Ratio (dalam kali)
TAHUN BBCA BBNI BBRI BDMN BJBR BMRI PNBN
2015 30.21 19.86 3.19 24.31 11.73 18.54 16.44

2016 27.29 14.89 3.26 17.83 19.01 29.01 12.58

2017 34.07 16.95 21.70 33.72 24.81 37.12 13.98

2018 38.18 6.59 20.74 85.34 18.90 23.27 13.97

2019 44.62 16.13 24.89 24.87 16.32 20.52 17.48

2020 42.82 21.68 31.83 22.59 9.38 19.68 10.91

Sumber: www.idx.co.id
6

Dari data tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai price earning ratio
(PER) dari beberapa perusahaan mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.
Emiten BDMN merupakan perusahaan yang mempunyai nilai rasio yang besar.
Sedangkan dengan emiten BBNI, BBRI, BDMN, BJBR, BMRI dan PNBN
mengalami fluktuasi dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2020. Hal tersebut
menunjukan bahwa price earning ratio yang tinggi dapat menunjukan minat
dan ketertarikan investor terhadap saham tersebut karena perusahaan dianggap
memiliki prospek yang bagus dimasa depan. Oleh karena itu, untuk menilai
apakah price earning ratio (PER) suatu perusahaan ideal, maka dibutuhkan
analisis secara komprehensif dengan membandingkan dengan rasio keuangan
lainnya.
Menurut Hery (2019, hal. 146) menjelaskan capital adequacy ratio (CAR)
adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki oleh
bank untuk menunjang aset yang mengandung atau menghasilkan resiko,
misalnya resiko atas kredit yang diberikan. Rasio ini merupakan rasio yang
penting untuk mengukur kesehatan perbankan karena rasio ini
mempresentasikan kemampuan bank dalam menyediakan dana yang digunakan
sebagai cadangan untuk mengatasi kemungkinan terjadinya resiko kerugian.
Jadi resiko kecukupan modal ini merupakan indikator kemampuan bank untuk
menutupi penurunan aktiva yang terjadi sebagai akibat dari timbulnya
kerugian-kerugian yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko. Mengingat
modal merupakan faktor utama bagi bank dalam upaya menumbuhkan dan
mengembangkan kegiatan usahanya, berdasarkan ketentuan Bank Indonesia
Nomor 3/21/PBI/2001 Pasal 2 tentang Kewajiban Minimum Bank, bank yang
dinyatakan sebagai bank yang sehat harus memiliki capital adecuacy ratio
(CAR) paling sedikit sebesar 8 %. Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik
kemampuan bank terkait dalam menanggung resiko dari setiap kredit atau
aktiva produktif yang beresiko. Berikut nilai capital adequacy ratio (CAR)
pada beberapa perusahaan sektor perbankan tahun 2015-2020, antara lain :
7

Tabel 1.4
Data Capital Adequacy Ratio (CAR) Perusahaan Perbankan
Capital Adequacy Ratio (dalam %)
TAHUN BBCA BBNI BBRI BDMN BJBR BMRI PNBN
2015 19.36 17.89 20.25 18.97 15.61 17.42 18.21

2016 21.02 19.12 21.66 20.81 17.91 20.38 19.74

2017 23.35 18.66 21.80 21.91 17.17 19.74 22.32

2018 23.81 18.03 20.97 21.96 18.02 20.38 22.65

2019 24.59 19.25 21.90 22.59 16.64 21.21 23.90

2020 24.99 16.85 20.20 23.87 16.47 18.90 27.14

Sumber: www.idx.co.id
Dari data tabel diatas dapat diketahui nilai capital adequacy ratio (CAR)
mengalami fluktuasi dari tahun ketahun. Emiten PNBN mengalami kenaikan
yang cukup siginifikan dari tahun 2015 sampai 2020 sehingga memiliki nilai
capital adequacy ratio (CAR) yang paling besar. Dibarengi dengan emiten
BBCA yang juga mengalami kenaikan cukup signifikan. Sedangkan emiten
BBNI, BBRI, BDMN, BJBR dan BMRI mengalami fluktuasi dari tahun 2015
sampai 2020. Hal tersebut menunjukan bahwa jika nilai capital adequacy ratio
(CAR) tinggi, maka bank dapat membiayai kegiatan operasional dan
memberikan konstribusi yang cukup besar bagi profitabilitas. Peningkatan
capital adequacy ratio (CAR) dapat meningkatkan keamanan nasabah yang
secara tidak langsung dapat meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap bank
tersebut yang kemudian dapat berdampak positif pada peningkatan
profitabilitas bank.
Menurut Eduardus (2017, hal. 365) menjelaskan kapitalisasi pasar
merupakan keseluruhan nilai atau agregat dari saham-saham yang tercatat di
Bursa yang dihitung berdasarkan harga pasar terakhir dari masing-masing
saham. Saham-saham dengan kapitalisasi pasar yang besar umumnya
merupakan penggerak pasar (market mover) dan termasuk kedalam saham
unggulan dan memiliki kelebihan dalam likuiditas.
8

Berikut nilai kapitalisasi pasar pada beberapa perusahaan sektor perbankan


tahun 2015-2020, antara lain :

Tabel 1.5
Data Kapitalisasi Pasar Perusahaan Perbankan
Kapitalisasi Pasar (dalam Trilyun Rupiah)
TAHUN BBCA BBNI BBRI BDMN BJBR BMRI PNBN
2015 328.90 100.93 53.90 70.16 9.35 231.58 23.78
2016 363.53 98.48 56.86 63.90 17.43 266.26 18.33
2017 469.25 141.61 76.10 89.78 22.70 342.78 25.05
2018 579.24 61.77 163.43 120.81 20.24 333.95 24.35
2019 741.40 157.58 524.21 106.57 15.87 351.45 32.57
2020 715.16 88.65 408.89 46.94 9.62 242.95 19.93
Sumber: www.idx.co.id
Dari data tabel diatas dapat diketahui nilai kapitalisasi pasar mengalami
fluktuasi dari tahun ke tahun. Emiten BBCA mengalami kenaikan yang
signifikan dari tahun 2015 sampai 2020, sehingga memiliki kapitalisasi pasar
paling besar. Untuk emiten BBRI dari tahun 2015 sampai 2019 sempat
mengalami kenaikan walaupun pada tahun 2020 mengalami penurunan.
Sedangkan untuk emiten BBNI, BDMN, BJBR, BMRI dan PNBN dari tahun
2015 sampai 2020 mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukan bahwa
semakin besar kapitalisasi pasar suatu saham, maka semakin lama pula investor
menahan kepemilikan sahamnya karena investor menganggap bahwa
perusahaan besar akan cenderung lebih stabil dari sisi keuanganya, resiko lebih
kecil dan memiliki prospek yang bagus dalam jangka panjang.
Menurut Eduardus (2017, hal. 35) menjelaskan volume perdagangan
saham atau sering disebut frekuensi perdagangan saham merupakan rasio
antara jumlah lembar saham yang diperdagangkan pada waktu tertentu
terhadap jumlah saham yang beredar pada periode waktu tertentu. Jumlah
saham yang diterbitkan tercermin dalam jumlah lembar saham saat perusahaan
melakukan emisi atas saham. Volume perdagangan dijadikan salah satu
indikator yang digunakan untuk melihat reaksi pasar terhadap kejadian atau
9

informasi yang berkaitan dengan suatu saham. Perubahan volume perdagangan


diukur dengan aktivitas volume perdagangan saham yang diukur dengan
trading volume activity (TVA). TVA merupakan perbandingan antara jumlah
saham yang diperdagangkan pada waktu tertentu dengan jumlah saham yang
beredar pada periode tertentu. Berikut nilai volume perdagangan pada beberapa
perusahaan sektor perbankan tahun 2015-2020, antara lain :

Tabel 1.6
Data Volume Perdagangan Perusahaan Perbankan
Volume Perdagangan (dalam kali)
TAHUN BBCA BBNI BBRI BDMN BJBR BMRI PNBN
2015 0.0483 0.0014 0.341 0.0001 0.0099 0.0675 0.0358
2016 0.0376 0.0023 0.241 0.0002 0.0797 0.0947 0.0040
2017 0.0410 0.0010 0.290 0.0002 0.0691 0.0683 0.0101
2018 0.0370 0.0008 0.134 0.0001 0.0774 0.0651 0.0310
2019 0.0609 0.0053 0.803 0.0005 0.0576 0.0838 0.0131
2020 0.0971 0.0018 0.101 0.0025 0.0237 0.0017 0.0072
Sumber: www.idx.co.id
Dari data tabel volume perdagangan diatas, diketahui mengalami fluktuasi
dari tahun ke tahun. Emiten BBCA merupakan perusahaan yang aktivitas
volume perdagangan paling besar yang dimana dari tahun 2015 sampai tahun
2020 mengalami kenaikan yang signifikan, meskipun sempat mengalami
fluktuasi. Emiten BBNI, BBRI, BDMN, BJBR, BMRI dan PNBN mengalami
fluktuasi dari tahun 2015 sampai tahun 2020. Hal tersebut mencerminkan
kekuatan antara penawaran (supply) dan permintaan (demand) yang merupakan
manifestasi dari tingkah laku investor. Naiknya volume perdagangan
merupakan kenaikan aktivitas jual beli para investor di bursa. Semakin
meningkat volume permintaan dan penawaran suatu saham, semakin besar
pengaruhnya terhadap fluktuasi harga saham di bursa, dan semakin
meningkatnya volume perdagangan saham menunjukan semakin diminatinya
saham tersebut oleh masyarakat sehingga akan membawa pengaruh terhadap
naiknya harga atau return saham.
10

Terdapat juga beberapa penelitian terdahulu yang mengemukakan bahwa


return on equity (ROE), price earning ratio (PER), capital adequacy ratio
(CAR), kapitalisasi pasar dan volume perdagangan terhadap harga saham.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wiwi dan Resmi (2019) dengan judul
Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Loan to Deposit Ratio dan Return on Assets
terhadap harga saham perbankan yang terdaftar di BEI periode 2007-2016
menjelaskan bahwa capital adecuacy ratio berpengaruh negatif terhadap harga
saham. Penelitian yang dilakukan oleh Ario dan Mulyo (2015) dengan judul
Analisis Pengaruh Economic Value Added, Return on Assets, Debt to Equity
Ratio, Volume Perdagangan dan Kapitalisasi Pasar terhadap Harga Saham pada
Perusahaan Umum yang terdaftar di BEI periode 2011-2013 menjelaskan
bahwa volume perdagangan dan kapitalisasi pasar berpengaruh positif terhadap
harga saham. Penelitian yang dilakukan oleh Sri dan Maulidiryati (2018)
dengan judul Fundamental terhadap Harga Saham Perbankan tahun 2011-2015
menjelaskan bahwa return on equity berpengaruh terhadap harga saham.
Penelitian yang dilakukan oleh Teguh Jiwandono (2014) dengan judul Analisis
Faktor Fundamental terhadap Harga Saham Sektor Perbankan yang Go Public
di Indeks Kompas 100 periode 2008-2012 menjelaskan return on equity dan
capital adequacy ratio berpengaruh terhadap harga saham. Penelitian yang
dilakukan oleh Widya dan Nyoman (2018) dengan judul Pengaruh Earning
Pershare, Price Earning Ratio, Cash Ratio dan Return on Equity terhadap
Harga Saham di BEI periode 2012-2016 menjelaskan bahwa return on equity
berpengaruh negatif terhadap harga saham akan tetapi price earning ratio
berpengaruh postitif terhadap harga saham.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas penulis tertarik
untuk melakukan penelitian yang merupakan pengembangan dari penelitian
sebelumnya yang berjudul “Analisis Pengaruh Return on Equity (ROE),
Price Earning Ratio (PER), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Kapitalisasi
Pasar terhadap Harga Saham dengan Volume Perdagangan sebagai
Variabel Intervening pada Indeks Infobank15 di Bursa Efek Indonesia
tahun 2015-2020”.
11

B. Perumusan Masalah
1. Apakah terdapat pengaruh langsung antara return on equity (ROE)
terhadap volume perdagangan pada indeks Infobank15 di Bursa Efek
Indonesia tahun 2015-2020?
2. Apakah terdapat pengaruh langsung antara price earning ratio (PER)
terhadap volume perdagangan pada indeks Infobank15 di Bursa Efek
Indonesia tahun 2015-2020?
3. Apakah terdapat pengaruh langsung antara capital adequacy ratio (CAR)
terhadap volume perdagangan pada indeks Infobank15 di Bursa Efek
Indonesia tahun 2015-2020?
4. Apakah terdapat pengaruh langsung antara kapitalisasi pasar terhadap
volume perdagangan pada indeks Infobank15 di Bursa Efek Indonesia
tahun 2015-2020?
5. Apakah terdapat pengaruh langsung antara return on equity (ROE)
terhadap harga saham pada Indeks Infobank15 di Bursa Efek Indonesia
tahun 2015-2020?
6. Apakah terdapat pengaruh langsung antara price earning ratio (PER)
terhadap harga saham pada Indeks Infobank15 di Bursa Efek Indonesia
tahun 2015-2020?
7. Apakah terdapat pengaruh langsung antara capital adequacy ratio (CAR)
terhadap harga saham pada Indeks Infobank15 di Bursa Efek Indonesia
tahun 2015-2020?
8. Apakah terdapat pengaruh langsung antara kapitalisasi pasar terhadap
harga saham pada Indeks Infobank15 di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-
2020?
9. Apakah terdapat pengaruh langsung antara volume perdagangan terhadap
harga saham pada Indeks Infobank15 di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-
2020?
10. Apakah terdapat pengaruh tidak langsung antara return on equity (ROE)
terhadap harga saham melalui volume perdagangan pada Indeks
Infobank15 di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2020?
12

11. Apakah terdapat pengaruh tidak langsung antara price earning ratio (PER)
terhadap harga saham melalui volume perdagangan pada Indeks
Infobank15 di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2020?
12. Apakah terdapat pengaruh tidak langsung antara capital adequacy ratio
(CAR) terhadap harga saham melalui volume perdagangan pada Indeks
Infobank15 di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2020?
13. Apakah terdapat pengaruh tidak langsung antara kapitalisasi pasar
terhadap harga saham melalui volume perdagangan pada Indeks
Infobank15 di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2020?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh langsung antara return on
equity (ROE) terhadap volume perdagangan pada Indeks Infobank15 di
Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2020.
2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh langsung antara price earning
ratio (PER) terhadap volume perdagangan pada Indeks Infobank15 di
Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2020.
3. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh langsung antara capital
adequacy ratio (CAR) terhadap volume perdagangan pada Indeks
Infobank15 di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2020.
4. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh langsung antara Kapitalisasi
Pasar terhadap volume perdagangan pada Indeks Infobank15 di Bursa
Efek Indonesia tahun 2015-2020.
5. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh langsung antara return on
equity (ROE) terhadap harga saham pada Indeks Infobank15 di Bursa Efek
Indonesia tahun 2015-2020.
6. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh langsung antara price earning
ratio (PER) terhadap harga saham pada Indeks Infobank15 di Bursa Efek
Indonesia tahun 2015-2020.
7. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh langsung antara capital
adecuacy ratio (CAR) terhadap harga saham pada Indeks Infobank15 di
Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2020.
13

8. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh langsung antara kapitalisasi


pasar terhadap harga saham pada Indeks Infobank15 di Bursa Efek
Indonesia tahun 2015-2020.
9. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh langsung antara volume
perdagangan terhadap harga saham pada Indeks Infobank15 di Bursa Efek
Indonesia tahun 2015-2020.
10. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh tidak langsung antara return
on equity (ROE) terhadap harga saham melalui volume perdagangan pada
Indeks Infobank15 di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2020.
11. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh tidak langsung antara price
earning ratio (PER) terhadap harga saham melalui volume perdagangan
pada Indeks Infobank15 di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2020.
12. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh tidak langsung antara capital
adequacy ratio (CAR) terhadap harga saham melalui volume
perdagangan pada Indeks Infobank15 di Bursa Efek Indonesia tahun
2015-2020.
13. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh tidak langsung antara
kapitalisasi pasar terhadap harga saham melalui volume perdagangan
pada Indeks Infobank15 di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2020.

D. Manfaat Penelitian
Secara terperinci manfaat penelitian ini dijabarkan sebagai berikut ;
1. Teoritis
a. Bagi masyarakat dapat mengamati kinerja perusahaan yang didasarkan
pada informasi rasio-rasio keuangan, kapitalisasi pasar, volume
perdagangan dan harga saham sektor perbankan pada Indeks
Infobank15 yang dipublikasikan melalui Bursa Efek Indonesia.
b. Bagi penelitian selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar perluasan
penelitian terutama yang berhubungan dengan kinerja keuangan
perusahaan, kapitalisasi pasar dan volume perdagangan yang dikaitkan
dengan harga saham.
14

2. Praktis
a. Bagi manajemen perusahaan diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
untuk evaluasi perusahaan dalam bidang manajemen keuangan,
khususnya mengenai “Pengaruh return on equity (ROE), price earning
ratio (PER), capital adequacy ratio (CAR), kapitalisasi pasar terhadap
harga saham yang dimediasi oleh volume perdagangan sektor
perbankan yang ada di Indeks Infobank15 yang dipublikasikan melalui
Bursa Efek Indonesia.
b. Bagi calon investor diharapkan dapat memberikan manfaat dan menjadi
referensi bagi para investor dalam rangka pengambilan keputusan
investasi pada perusahaan khususnya sektor perbankan.

Anda mungkin juga menyukai