Anda di halaman 1dari 38

PASAR OLIGOPOLI DI INDONESIA

(Studi Kasus PT Carefour Indonesia)

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Muhammadiyah Jakarta untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ekonomi Manajerial

Disusun Oleh:
Muhamad Rifky Septiadi
NIM. 2019930048

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2020
DAFTAR ISI
Hal

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI ............................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................. 1

B. Perumusan Masalah .................................................. 6

C. Tujuan Penelitan ....................................................... 6

D. Manfaat Penelitian .................................................... 6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pasar Oligopoli dan Sumbernya ................. 8
B. Karakteristik Oligopoli ............................................... 9
C. Faktor Penyebab Terjadinya Pasar Oligopoli ............... 12
D. Jenis Pasar Oligopoli .................................................. 12
E. Hubungan antara Perusahaan dalam Oligopoli ............. 13
F. Keseimbangan Oligopoli............................................. 15
G. Kelebihan dan Kekurangan Oligopoli............................ 17
H. Hambatan Oligopoli................................................. .. 17
I. Dampak Positif dan Negatif Oligopoli......................... . 19
J. Komisi Perlindungan Persaingan Usaha....................... 19
K. Sejarah Carefour....................................................... 21
BAB III PEMBAHASAN
A. Dampak Perekonomian Pasca Akuisisi PT Alfa Retailindo Tbk

Oleh Carefour Indonesia ............................................ 23

B. Akibat Hukum yang ditimbulkan Pasca Akuisisi


PT Alfa Retalindo Oleh Carefour Indonesia .................. 27
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................. 32
B. Saran .................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA................................................................... 35
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Industry ritel memerlukan perhatian khusus setelah pasar modern


mulai mendominasi pasar ritel di Indonesia. Masuknya pemain raksasa
ritel dunia ke Indonesia membawa perubahan besar industry ritel.
Praktek-praktek bisnis modern yang belum pernah terjadi di Indonesia
mulai dipraktekkan. Seperti penetapan minus margin dalam syarat-syarat
perdagangan ( trading term ) antara Carrefour dan pemasok barang.
Tujuan Carrefour adalah untuk menjaga harga jual yang lebih murah di
antara pesaingnya. Jika ditemukan harga jual produk yang sama pada
pesaing Carrefour yaitu Giant, Hypermart, dan Clubstore, maka Carrefour
akan meminta kompensasi dari pemasok sebesar selisih antara harga beli
Carrefour dan harga jual pesaingnya. Oleh karena itu Carrefour berani
menjamin kepada pelanggannya bahwa harga jual seluruh produknya
adalah termurah.
Penerapan minus margin ini juga dinilai oleh KPPU sebagai tindakan
yang tidak adil. Alasannya, pemasok tidak bisa mengatur harga jual
produknya di setiap retail Hyper Market. Akibatnya, apabila harga jual
produk di retail pesaing Carrefour lebih rendah, pemasok akan
menghentikan pasokan barang ke retail tersebut. Akibatnya, varian barang
di retail pesaing Carrefour lebih sedikit dibandingkan dengan pasokan di
perusahaan itu. Hal itu membuat konsumen memilih Carrefour karena
memiliki varian yang lebih banyak.
Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger,
konsolidasi dan akuisisi. Ini mengingat bahwa merger, konsolidasi dan
2

akuisisi kerap berpengaruh terhadap persaingan yang terjadi dalam suatu


pasar. Bahkan merger, konsolidasi dan akuisisi mudah menyimpangi
larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang
diakibatkan oleh perjanjian maupun kegiatan yang dilakukan oleh para
pelaku usaha yang terlibat dalam proses itu.
Merger, konsolidasi dan akuisisi dapat menjadi alat bagi pelaku
usaha untuk menyingkirkan pesaingnya. Oleh karena itu meski dibenarkan
undang-undang merger, konsolidasi dan akuisisi akan menjadi legal
manakala merger, konsolidasi dan akuisisi itu berdarnpak positif bag-
persaingan usaha dan kepentingan umum. Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) adalah lembaga yang tepat untuk melakukan kontrol atas
merger. Sebagai otoritas pengawas persaingan usaha, KPPU akan menilai
merger baik dari aspek prosedural maupun materiil. Salah satu pedoman
merger yang dapat digunakan untuk menilai apakah akibat dari merger
akan mempengaruhi persaingan usaha atau tidak adalah Merger Review
Guidelines (MRG). MRG sudah banyak dilakukan oleh negara lain, yaitu
dengan menggunakan sistem pre-notifikasi. Pelaku usaha memberitahu
otoritas persaingan tentang rencana merger dan otoritas itu akan menilai
dan mengeluarkan pendapat, apakah rencana merger itu dapat diteruskan
tanpa syarat atau dengan syarat atau tak dapat diteruskan.
Indonesia sendiri menggunakan sistem yang kedua, karena Pasal 29
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tegas menyatakan pelaku usaha wajib
untuk melaporkan terjadinya merger selambatnya 30 hari sejak transaksi.
Sedangkan Pasal 28 hanya menyatakan pelaku usaha yang hendak
melakukan merger wajib untuk memastikan merger tidak akan
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
Apabila merger tersebut ternyata berdampak kepada persaingan usaha
tidak sehat, maka KPPU dapat membatalkan merger itu. Berdasarkan
3

Pasal47 ayat (2) butir e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang


Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU
dapat mengenakan sanksi administratif berupa penetapan pembatalan
atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihm
saham. Selain itu, KPPU juga dapat mengenakan sanksi denda dan ganti
rugi. Di Indonesia transaksi merger juga sering dilakukan oleh
banyak perusahaan. Misalnya merger antar beberapa bank milik
pemerintah yang sekarang menjadi Bank Mandiri. Beberapa bank swasta
juga kerap melakukan merger, misalnya merger antar bank swasta yang
sekarang. menjadi Bank Permata. Adanya merger tersebut maka PT.
Carrefour Indonesia telah menguasai pangsa pasar bisnis ritel di
Indonesia. Akibat dari merger ini, KPPU memutuskan PT. Carrefour telah
melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat.
Demikian juga telah terjadi akuisisi antar perusahaan nasional dan
perusahaan milik asing, baik secara keseluruhan maupun sebagian saham.
Misalnya pengambilalihan saham PT. Indosat dan PT. Telkomsel oleh
Temasek Group, pengambilalihan saham Bank BCA dan pengambilalihan
saham PT. Alfa Retalindo Tbk oleh PT. Carrefour dan lain-lain. PT.
Carrefour Indonesia resmi membeli 75% saham PT. Alfa Retailindo
dengan nilai pembelian saham sebesar 49,3 juta euro atau setara dengan
Rp. 674 milyar. Dengan melakukan akuisisi tersebut, PT. Carrefour
menjadi perusahain ritel terdepan di Indonesia dan berdasarkan data retail
Asia tahun 2007, Carrefour Indonesia per tahun 2006 memiliki omzet
hingga Rp. 7.2 trilyun dan menjadi pemimpin pasar ritel Indonesia,
sedangkan PT. Alfa memiliki omzet Rp. 1,9 trilyun menduduki peringkat 1
Perdebatan yang masih hangat di Indonesia saat ini adalah
pengambilalihan saham PT. Indosat, PT. Telkomsel, dan terakhir
pengambilalihan saham PT. Alfa Retailindo Tbk oleh PT. Carrefour
4

Indonesia. Berbagai aktivitas akuisisi perusahaan tersebut menimbulkan


berbagai pertanyaan seperti apakah akuisisi tersebut sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal. Fokus pembahasan tulisan ini hanya pada
pengalihan saham PT. Alfa Retailindo Tbk oleh PT. Carrefour ditinjau dari
perspektif Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Berikut akan dijelaskan awal mula akuisisi ini dilakukan, pada tanggal
17 Desember 2007 dilakukan peilandatanganan Memorandum of
Understanding (MoU) antara PT. Carrefour, PT. Sigmantara Alfinda dan
Prime Horizon Pte.Ltd untuk membeli saham PT. Alfa Retailindo Tbk
sebesar 75%. Tanggal 18 Desember 2007 PT. Carrefour Indonesia
menyampaikan surat pemberitahuan kepada Bapepam-LK dan PT. Bursa
Efek Indonesia mengenai rencana pembelian saham Alfa Retailindo
sebesar 75%. Kemudian pada tanggal 19 Desember 2007 rencana
pembelian saham Alfa oleh Carrefour diumumkan melalui swat kabar.
Tanggal 21 Januari 2008 Carrefour menandatangani perjanjian jual beli
saham atau Share Purchase Agreement (SPA) antara Carrefour dengan
PT. Sigmantara Alfindo dan Prime Horizon. Pte.Ltd. Jumlah saham Alfa
milik PT. Sigmantara Alfindo yang dibeli Carrefour sebesar 35% dan
saham Alfa milik Prime Horizon Pte.Ltd yang dibeli Carrefour sebesar 45%.
Setelah melakukan akuisisi, PT. Carrefour melakukan renovasi
gedung terhadap gerai-gerai ex Alfa, kemudian PT. Carrefour melakukan
pelatihan-pelatihan terhadap SDM, dan memperbaiki IT yang telah ada
sebelumnya.
5

Dari 30 gerai ex Alfa, sebanyak 14 gerai berganti nama menjadi Carrefour


Express dan 16 gerai Menjadi Carrefour sedangkan satu gerai ditutup.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai otoritas yang
benvenang untuk mengawasi kegiatan persaingan usaha di Indonesia
melihat: ada dampak negatif akibat dari akuisisi yang dilakukm oleh PT.
Carrefour terhadap PT. Alfa Retailindo tersebut. Setelah melakukan
pengkajian serta analisis yang mendalam KPPU mengeluarkan Putusannya
Nomor 9 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa PT. Carrefour Indonesia
terbukti menguasai pangsa pasar 57,99% yang bersangkutan upstream
setelah menguasai PT. Alfa Retailindo Tbk pada Januari 2008. Sebelum
melakukan akuisisi PT. Carrefour Indonesia hanya menguasai 46,30%
pangsa pasar upstream. KPPU juga menilai penguasaan pasar tersebut
disalahgunakan oleh PT. Carrefour Indonesia dengan memberlakukan
trading term (syarat-syarat perdagangan) kepada pemasok. Pasca akuisisi,
trading term antara pelaku bisnis, pemasok dan peretail cenderung naik
dari tahun ke tahun tanpa justifikasi yang jelas. Format dan besaran
trading terms dinilai melanggar hukum dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Selain denda Rp. 25 miliar, PT. Carrefour putusan
KPPU Nomor 9 Tahun 2009, juga dihukum untuk melepas kepemilikan
sahamnya di PT. Alfa Retailindo Tbk sebanyak 75%.
Dengan menggunakan tolok ukur penghitungan pangsa pasar yang
berbeda dengan KPPU, majelis hakim PN Jakarta Selatan membatalkan
putusan KPPU. Dalam pertimbangannya hakim berpandangan bahwa PT.
Carrefour Indonesia tidak terbukti melakukan monopoli. Hakim menilai
langkah PT. Carrefour Indonesia mengakuisisi PT. Alfa Retailindo Tbk
bukanlah monopoli. Bahkan hakim menilai perusahaan Perancis ini tak
terbukti mendominasi pasar usaha retail di Indonesia. Merujuk pada hasil
survei lernbaga survei AC Nielsen, Euro Monitor dan Mars Indonesia,
hakim berpendapat pasar yang didominasi oleh PT. Carrefour Indonesia
6

belurn dapat dikatakan melewati batas monopoli sebagaimana


dipersyaratkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Berdasarkan hasil
survei ketiga lembaga tersebut, hakim berpandangan PT. Carrefour
Indonesia tidak melanggar posisi dominan dalam pasar retail dengan
menguasai 50% posisi dominan pasar, baik sebelum maupun sesudah
akuisisi.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian guna penyusunan karya tulis ilmiah dengan mengambil judul
"Pasar Oligopoli Indonesia (Studi Kasus PT Carefour Indonesia)".

B. Perumusan Masalah
1. Apa dampak perekonomian pasca akuisisi PT Alfa Retailindo Tbk Oleh
PT. Carrefour Indonesia?
2. Apa akibat hukum bagi PT. Carrefour Indonesia pasca akuisisi Saham
PT Alfa Retailindo Tbk terkait dengan penguasaan pasar?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apa saja dampak yang perekonomian yang
ditimbulkan pasca akuisi PT Alfa Retailindo Tbk Oleh PT. Carrefour
Indonesia.
2. Untuk mengetahui apa saja akibat hukum yang ditimbulkan bagi PT
Carefour Indonesia pasca akuisisi Saham PT Alfa Retailindo Tbk Terkait
dengan penguasaan Pasar.

D. Manfaat Penelitian
1. Mahasiswa Jurusan Magister Manajemen, tugas karya ilmiah ini

bermanfaat sebagai lahan refrrensi penelitian selanjutnya dan

pembanding untuk penambah ilmu pengetahuan.


7

2. Penulis, sbagai sarana untuk memperluas wawasan serta menambah

referensi mengenai Pasar Persaingan Tidak Sempurna terutama

mengenai Pasar Oligpoli sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi

penulis di masa yang akan datang.


8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pasar Oligopoli dan Sumbernya


Oligopoli menurut Dominick Salvator (2005:48) merupakan suatu
bentuk organisasi pasar dimana penjual atas sebuah produk yang
homogen atau terdiferensiasi jumlahnya sedikit.
Teori oligopoli memiliki sejarah yang cukup panjang. Istilah oligopoly
pertama kali digunakan oleh Sir Thomas Moore dalam karyanya pada
tahun1916, yaitu “Utopia” 11. Dalam karya tersebut dikatakan bahwa
harga tidakharus berada pada tingkat kompetisi ketika perusahaan di
pasar lebih dari satu.Sedangkan Teori Oligopoli pertama kali diformalkan
oleh Augustin Cournot pada tahun 1838 melalui karyanya “Researches sur
les priciples mathematiques de la theorie des richesses”. Lima puluh tahun
kemudian, teori tersebut dibantah oleh Bertrand . Meskipun menuai
banyak kritik, namun hingga kini teori Cournot tetap dianggap sebagai
benchmark bagi teori-teori oligopoli lainnya.
Oligopoli yaitu keadaan dimana hanya ada beberapa (misal: antara 2
- 10) perusahaan yang menguasai pasar baik secara independen (sendiri-
sendiri) maupun secara diam-diam bekerjasama. Pasar oligopoli adalah
suatu bentuk persaingan pasar yang didominasi oleh beberapa produsen
atau penjual dalam satu wilayah area, dimana terdapat beberapa
produsen yang menghasilkan barang-barang yang saling bersaingan. Ini
merupakan sifat utama dari pasar oligopoly. Perusahaan yang beroperasi
pada pasar oligopoly walaupun menghasilkan produk yang homogen,
masih dapat mempengaruhi harga yang berlaku dipasar.
9

Perusahaan akan memperhatikan dan berkonsentrasi pada


keputusan harga serta jumlah barang yang diproduksi atau dijual, namun
juga mempertimbangkan aspek yang lain, yaitu reaksi yang akan
dilakukan oleh perusahaan pesaing terhadap setiap kebijakan yang
dilakukan oleh suatu perusahaan.
Contoh industri yang termasuk oligopoli adalah industri semen di
Indonesia, industri mobil di Amerika Serikat, dan sebagainya. Di pasar ini,
keputusan harga berada di segelintir pemain, walaupun berada di banyak
pemain. Sebagai price leaders, segelintir pemain ini bisa membuat skema
sebagai berikut:
1. Pemain oligopoli akan berkompetisi dalam harga, sehingga harga
dan keuntungan menjadi sama dengan pasar kompetitif
2. Harga dan keuntungan oligopoli akan berada antara harga di pasar
monopoli dan pasar kompetitif
3. Harga dan keuntungan oligopoli tak dapat ditentukan,
indeterminate.

B. KARAKTERISTIK PASAR OLIGOPOLI


1. Hanya Sedikit Perusahaan Dalam Industri (Few Number of
Firms)
Secara teoristis sulit sekali untuk menetapkan berapa jumlah
perusahaan di dalam pasar, agar dapat dikatakan oligopoli. Namun untuk
dasar analisis biasanya jumlah perusahaan diasumsikan kurang dari
sepuluh. Dalam kasus tertentu hanya terdapat dua perusahaan (duopoli).
Kekuatan perusahaan-perusahaan dalam industri dapat diukur dengan
menghitung rasio konsentrasi (concentration ratio). Rasio konsentrasi
menghitung berapa persen output dalam pasar oligopoli dikuasai oleh
perusahaan-perusahaan yang dominan (empat sampai dengan delapan
perusahaan). Jika rasio konsentrasi empat perusahaan (four firms
10

concentration ratio atau CR4) adalah 60%, berarti 60% output dalam
industri dikuasai oleh empat perusahaan terbesar. CR4 yang semakin kecil
mencerminkan struktur pasar yang semakin bersaing sempurna. Pasar
suatu industri dinyatakan berstruktur oligopolistik apabila CR4 melebihi
40%. Dapat juga diukur delapan perusahaan (CR8) atau jumlah lainnya.
Jika CR8 80, berarti 80% penjualan output dalam industri dikuasai oleh
delapan perusahaan terbesar.
2. Produk Homogen atau Terdiferensiasi (Homogen or
Diferentiated Product)
Dilihat dari sifat output yang dihasilkan, pasar oligopoli merupakan
peralihan antara persaingan sempurna dengan monopoli. Perbedaan sifat
output yang dihasilkan akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam
mencapai kondisi optimal (laba maksimum). Jika dalam pasar persaingan
sempurna perusahaan mengatur jumlah output (output strategy) untuk
meningkatkan laba, dalam pasar monopoli hanya satu perusahaan yang
mampu mengendalikan harga dan output, maka dalam pasar oligopoli
bentuk persaingan antar perusahaan adalah persaingan harga (pricing
strategy) dan non harga (non pricing strategy). Contoh pasar oligopoli
yang menghasilkan produk diferensiasi adalah industri mobil, rokok, film
kamera. Sedangkan yang menghasilkan produk homogen adalah industri
baja, pipa, paralon, seng dan kertas.
Penggolongan ini mempunyai arti penting dalam menganalisis pasar
yang oligopolistik. Semakin besar tingkat diferensinya, perusahaan makin
tidak tergantung pada kegiatan perusahaan-perusahaan lainnya. Berarti
oligopoli dengan produk diferensiasi dapat lebih mudah memprediksi
reaksi-reaksi dari perusahaan-perusahaan lawan. Di luar unsur modal,
rintangan untuk masuk ke dalam industri oligopoli yang menghasilkan
produk homogen lebih sedikit, karena pada industri oligopoli dengan
11

produk diferensiasi sangat berkaitan dengan loyalitas konsumen terhadap


produk (merek) tertentu.
3. Pengambilan Keputusan Yang Saling Mempengaruhi
(Interdependence Decisions)
Keputusan perusahaan dalam menentukan harga dan jumlah output
akan mempengaruhi perusahaan lainnya, baik yang sudah ada (existing
firms) maupun yang masih di luar industri (potensial firms). Karenanya
guna menahan perusahaan potensial untuk masuk industri, perusahaan
yang sudah ada menempuh strategi menetapkan harga jual terbatas
(limiting prices) yang membuat perusahaan menikmati laba super normal
di bawah tingkat maksimum.
4. Kompetisi Non Harga (Non Pricing Competition)
Dalam upayanya mencapai kondisi optimal, perusahaan tidak hanya
bersaing dalam harga, namun juga non harga. Adapun bentuk-bentuk
kompetisi non harga antara lain dapat berupa sebagai berikut :
a. Pelayanan purna jual serta iklan untuk memberikan informasi
b. Membentuk citra yang baik terhadap perusahaan dan merek
c. Mempengaruhi perilaku konsumen
Keputusan investasi yang akurat diperlukan agar perusahaan dapat
berjalan dengan tingkat efisiensi yang sangat tinggi. Tidak tertutup
kemungkinan perusahaan melakukan kegiatan intelijen industri untuk
memperoleh informasi (mengetahui) keadaan, kekuatan dan kelemahan
pesaing nyata maupun potensial. Informasi-informasi ini sangat penting
agar perusahaan dapat memprediksi reaksi pesaing terhadap setiap
keputusan yang diambil.
12

C. Faktor Penyebab Terjadinya Pasar Oligopoli


1. Efisiensi Skala Besar
Dalam dunia nyata, perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam
industri mobil, semen, kertas, pupuk, dan peralatan mesin, umumnya
berstruktur oligopoly. Tekhnologi padat modal (capital intensive) yang
dibutuhkan dalam proses produksi menyebabkan efisiensi (biaya rata-rata
minimum) baru tercapai bila output diproduksi dalam skala sangat besar.
Keadaan diatas merupakan hambatan untuk masuk (barriers to entry)
bagi perusahaan pesaing. Tidak mengherankan jika dalam pasar oligopoly
hanya terdapat sedikit produsen.
2. Kompleksitas Manajemen
Berbeda dengan tiga struktur pasar lainnya (persaingan sempurna,
monopoli,dan pasar monopolistik), struktur pasar oligopoli ditandai
dengan kompetisi harga dan non harga. Perusahaan juga harus cermat
memperhitungkan setiap keputusan agar tidak menimbulkan reaksi yang
merugikan dari perusahaan pesaing. Karena dalam industri oligopoli,
kemampuan keungan yang besar saja tidak cukup sebagai modal untuk
bertahan dalam industri. Perusahaan juga harus mempunyai kemampuan
manajemen yang sangat baik agar mampu bertahan dalam struktur
industry yang persaingannya lebih kompleks. Tidak banyak perusahaan
yang memilki kemampuan tersebut, sehingga dalam pasar oligopoli
akhirnya hanya terdapat sedikit produsen.

D. Jenis Pasar Oligopoli


Berdasarkan produk yang diperdagangkan, pasar oligopoli dapat
dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
13

1. Pasar Oligopoli Murni (Pure Oligopoly)


Jenis ini merupakan praktek oligopoli dimana barang yang
diperdagangkan merupakan barang yang bersifat identik, misalnya praktek
oligopoli pada produk air mineral.
2. Pasar Oligopoli dengan Pembedaan (Differentiated
Oligopoly)
Pasar ini merupakan suatu bentuk praktek oligopoli dimana barang
yang diperdagangkan dapat dibedakan, misalnya pasar sepeda motor di
Indonesia yang dikuasai oleh beberapa merek terkenal seperti Honda,
Yamaha dan Suzuki.

E. Hubungan Antara Perusahaan-perusahaan Dalam Pasar


Oligopoli
Ada dua macam bentuk hubungan antara perusahaan-perusahaan yang
terdapat di dalam pasar oligopoli yaitu sebagai berikut :
1. Oligopoli dengan kesepakatan (collusive oligopoly)
Kesepakatan antara perusahaan dalam pasar oligopoli biasanya berupa
kesepakatan harga dan produksi (kesepakatan ini kadang disebut sebagai
“kolusi” atau “kartel”) dengan tujuan menghindari perang harga yang
akan membawa kerugian bagi masing-masing perusahaan pada kondisi
tertentu (contoh adalah kesepakatan produksi dan harga pada OPEC).
Bentuk persepakatan ini biasanya mengatur tentang banyaknya jumlah
produksi yang boleh dihasilkan oleh masing-masing perusahaan berikut
dengan harganya yang sama juga. Kesepakatan dalam jumlah produksi
dapat berupa pembagian secara merata, yaitu pembagian produksi yang
didasarkan pada banyaknya jumlah permintaan efektif di pasar terhadap
jumlah perusahaan yang menghasilkan produk yang sama.
14

Jadi inti dari tujuan Kartel :


a. Memaksimumkan keuntungan
b. Membagi Pasar

2. Oligopoli tanpa kesepakatan (non collusive oligopoly)


Persaingan antar perusahaan dalam pasar oligopoli biasanya berupa
perbedaan harga dan jumlah produk yang dihasilkan. Perbedaan harga
dan jumlah produksi (bisa saling berhubungan positif timbal balik)
dilakukan dalam rangka ingin mendapatkan jumlah pembeli yang lebih
banyak dari sebelumnya (dari pesaingnya). Terdapat beberapa hal yang
mungkin terjadi dalam pasar persaingan ini sehubungan dengan tingkat
harga dan jumlah produksi (produk yang dihasilkan relatif sama) yaitu
sebagai berikut :
a. Bila terdapat satu perusahaan yang mencoba memperbanyak
jumlah produksinya agar harga jual produknya relatif lebih murah
dibandingkan dengan pesaingnya, maka biasanya langkah ini akan
diikuti oleh pesaing dengan menurunkan harga jual produknya.
b. Bila satu perusahaan mulai menurunkan harga jual produknya
tanpa menambah jumlah produksinya dengan maksud untuk
menguasai pangsa pasar, maka langkahnya akan diikuti oleh
perusahaan lain, baik dengan cara menurunkan harganya semata
atau menurunkan harga dengan cara menjual lebih banyak
produknya di pasar.
c. Bila satu perusahaan menaikkan harga jual produknya, baik dengan
cara langsung pada penurunan harga ataupun dengan cara
mengurangi jumlah produksinya, maka perusahaan lain relatif tidak
akan mengikutinya.
15

F. Keseimbangan Oligopoli
Begitu kompleksnya situasi dalam pasar oligopoli, sehingga para
ekonom mengembangkan berbagai model untuk menganalisis perilaku
oligopolis. Sayangnya, tidak ada satu pun model yang dapat diterima
secara umum sebagai model terbaik. Berikut ini akan disampaikan
beberapa model oligopoli yang dikembangkan oleh para ekonom ;

1. Model Permintaan Yang Patah (Kinked Demand Model) Model


ini dikembangkan oleh P.M. Sweezy (1939).
Sweezy beranggapan bahwa kalau ada produsen dalam pasar oligopoli
yang berusaha menaikkan harga maka ia akan kehilangan langganan
karena tak ada produsen lainnya yang bersedia menaikkan harga. Namun
sebaliknya, produsen dalam pasar oligopoli tidak dapat memperluas pasar
dengan menurunkan harga sebab para pesaing akan menurunkan harga
dengan tingkat yang lebih rendah lagi. Akibatnya terjadilah perang harga.
Dalam hal ini para produsen dalam pasar oligopoli saling mempengaruhi
pasar oligopoli tidak dapat memperluas pasar dengan menurunkan harga
sebab para pesaing akan menurunkan harga dengan tingkat yang lebih
rendah lagi. Akibatnya terjadilah perang harga. Dalam hal ini para
produsen dalam pasar oligopoli saling mempengaruhi, tetapi tidak
melakukan kolusi (kesepakatan).

2. Model perusahaan dominan (the dominant firm model)


Model perusahaan dominan adalah pengembangan lebih lanjut dari model
Stackelberg. Dalam model ini juga terdapat perusahaan dominan yang
bertindak selaku pemimpin dasar serta perusahaan-perusahaan lain
sebagai pengikut. Perbedaannya adalah bahwa perusahaan-perusahaan
pengikut tidak bereaksi mengikuti model Cournut, melainkan mereka
bereaksi seolah-olah mereka berada dalam pasar yang bersaing
16

sempurna. Dengan demikian perusahaan-perusahaan pengikut bertindak


sebagai penerima harga (price taker), yaitu akan menerima berapapun
harga yang ditetapkan oleh perusahaan pemimpin dan akan menghasilkan
output pada kondisi dimana marginal costnya sama dengan tingkat harga.

3. Model Cournot (Cournot Model).


Model Cournot yang disebut juga duopoli dikembangkan oleh Augustin
Cournot seorang ahli ekonomi berkebangsaan Perancis pada tahun 1838.
Asumsi utama dari model ini adalah bahwa jika perusahaan telah
menentukan tingkat produksinya, ,aka perusahaan tersebut tidak akan
mengubahnya. Atas dasar asumsi inilah perusahaan pesaingnya akan
menentukan tingkat produksinya. Dalam pasar duopoli hanya terdapat dua
perusahaan yang menjual produk yang homogen, dengan demikian hanya
terdapat satu harga pasar. Harga pasar ditentukan oleh keseimbangan
antara jumlah total output yang dihasilkan oleh dua perusahaan dengan
permintaan pasar.

4. Model Stackelberg (Stackelberg Model).


Dalam model Stackelberg diasumsikan bahwa di pasar terdapat dua
perusahaan, satu bertindak sebagai pemimpin (leader firm) dan satu
perusahaan berlaku sebagai pengikut (follower). Perusahaan yang
bertindak sebagai pemimpin mempunyai kewenangan untuk menentukan
jumlah output yang akan dihasilkan untuk memperoleh keuntungan
maksimum. Atas dasar jumlah output yang telah ditentukan oleh
perusahaan pemimpin ini, perusahaan pengikut akan bereaksi sesuai
dengan ketentuan pada model Cournot, yaitu menganggap bahwa
perusahaan pemimpin tidak akan mengubah tingkat outputnya.
17

G. Kelebihan dan Kekurangan Pasar Oligopoli


1. Kelebihan Pasar Oligopoli
a. Memberi kebebasan memilih bagi pembeli.
b. Mampu melakukan penelitian dan pengembangan produk.
c. Lebih memperhatikan kepuasan konsumen karena adanya persaingan
penjual.
d. Adanya penerapan teknologi baru

2. Kekurangan Pasar Oligopoli


a. Menciptakan ketimpangan distribusi pendapatan
b. Harga yang stabil dan terlalu tinggi bisa mendorong timbulnya inflasi
c. Bisa timbul pemborosan biaya produksi apabila kerjasama antar
oligopolis karena semangat bersaing kurang
d. Bisa timbul eksploitasi terhadap pembeli dan pemilik faktor produksi
e. Sulit ditembus/dimasuki perusahaan baru
f. Bisa berkembang ke arah monopoli
g. Hambatan Dalam Persaingan Oligopoli

H. Hambatan Dalam Pasar Oligopoli


Adapun hambatan-hambatan itu diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Skala Ekonomis
Perusahaan yang telah lama berproduksi dan beroperasi relatif lebih
memiliki kesempatan untuk menikmati skala ekonomis, karena untuk
memperbesar produksinya perusahaan tersebut cukup menambah dari
produksi yang sudah ada, sehingga sangat memungkinkan untuk
menurunkan biaya produksi dan relatif akan mampu menjual produksinya
dengan harga yang relatif lebih murah bila dibandingkan para pendatang
baru.
18

2. Ongkos Produksi yang Berbeda


Perusahaan bisa menurunkan biaya produksi dengan membuka kapasitas
produksi baru daripada tetap menggunakan kapasitas yang lama dan
seterusnya, sementara bagi perusahaan baru hal itu dilakukan karena
harus mengeluarkan segala macam biaya yang tidak disertai dengan
produksi langsung (misalnya biaya pendidikan karyawan agar menjadi
terampil).
Antara perusahaan yang satu dengan yang lain, kadang-kadang harus
mengeluarkan biaya produksi yang berbeda-beda meskipun untuk
menghasilkan output yang sama. Hal ini disebabkan karena:
a. Tingkat pengalaman yang sudah dimiliki oleh perusahaan lama lebih
tinggi daripada tingkat pengalaman perusahaan baru.
b. Tenaga kerja perusahaan lama yang mempunyai pengalaman atau
kemampuan.
c. Karena perusahaan lama sudah dikenal oleh berbagai pihak
dibandingkan dengan perusahaan baru.
3. Keistimewaan Hasil Produksi dan Differensiasi Produk
Bagi perusahaan yang telah lama berdiri dan sama lamanya dengan
produk yang dihasilkan menyebabkan produk tersebut menjadi dikenal
oleh masyarakat dan menciptakan konsumen yang loyal pada produknya.
Selain itu, berhubung dengan tingkat kerumitan produk yang dihasilkan
membuat perusahaan baru haruslah dengan cermat dan hati-hati
mempelajarinya sehingga membutuhkan waktu yang lama, sementara
bagi perusahaan lama hal tersebut adalah hal biasa. Selanjutnya,
keistimewaan lain adalah bahwa perusahaan lama menghasilkan produk
yang berfungsi sama akan tetapi disesuaikan dengan tingkatan
pemakaiannya. Misalkan, INTEL, perusahaan penghasil processor terkenal,
sebelumnya bersaing dengan Cyrix dan AMD dengan mengandalkan
produknya, yaitu Intel Pentium (1-4). Akan tetapi, berhubung banyak
19

pemakai komputer (PC) hanya untuk menjalankan operasi-


operasi/program biasa seperti pengolah data, spreadsheet dan tampilan
slide yang hanya membutuhkan procesor biasa yang umumnya diisi oleh
Cyrix dan AMD, maka INTEL pun membuat Celeron dengan harga relatif
sama dengan pesaingnya, namun dengan kemampuan sama dengan
pendahulunya (Pentium 1-4).
Bentuk keistimewaan hasil produksi perusahaan lama, diantaranya:
a. Produk yang dihasilkan sudah sangat terkenal (product recognition).
b. Produk yang dihasilkan sangat rumit (product complexity).
c. Memproduksi barang-barang yang sejenis (product differentiation).

I. Dampak Positif dan Dampak Negatif dari Pasar Oligopoli


1. Adapun dampak positif dari pasar oligopoli, yaitu antara lain:
a. Terdapat sedikit penjual karena dibutuhkan investasi yang besar
untuk masuk kedalam pasar
b. Jumlah penjual yang sedikit membuat penjual dapat
mengendalikan harga dalam tingkat tertentu
c. Bila terjadi perang harga, konsumen akan diuntungkan
2. Adapun dampak negatif dari pasar oligopoli, yaitu antara lain:
1. Terdapat rintangan yang kuat untuk masuk kedalam pasar
2. Akan terjadi perang harga
3. Produsen bila melakukan kerjasama (kartel) yang pada akhirnya
akan merugikan konsumen

J. Komisi Perlindungan Persaingan Usaha (KPPU)


Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah lembaga
independen yang memiliki tugas utama melakukan penegakan hukum
persaingan sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun
1999. Dalam melaksanakan tugas tersebut, KPPU diberi wewenang untuk
20

menyusun pedoman yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 5


Tahun 1999, sebagaimana tercantum dalam pasal 35 huruf f.
Sebagai bagian dari pelaksanaan Pasal 35 huruf f tersebut, KPPU
menyusun pedoman pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
mengenai definisi pasar bersangkutan. Pendefinisian pasar bersangkutan
merupakan sebuah bagian yang sangat penting dalam proses pembuktian
penegakan hukum persaingan, terutama menyangkut beberapa potensi
penyalahgunaan penguasaan pasar oleh pelaku usaha tertentu. Upaya
menguraikan pasar bersangkutan memiliki kompleksitas yang tersendiri,
yang terkait dengan konsep dan metodologi ekonomi, sehingga untuk
memahaminya diperlukan pedoman yang bisa menjelaskan bagaimana
sebuah pasar bersangkutan ditetapkan dalam sebuah kasus persaingan.
Dalam kaitan dengan itulah pedoman pasar bersangkutan ini disusun
dan diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada seluruh stakeholder
hukum persaingan mengenai pendefinisian pasar bersangkutan serta
metode pendekatan yang digunakan oleh KPPU melaksanakan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha tidak Sehat.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se
illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan
pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi
perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan. Keberadaan KPPU
diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price
taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen
menentukan pilihan
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
21

4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas


seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah
meningkatkan kualitas dan layanannya
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun
biaya produksi
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi
lebih banyak
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan

K. Sejarah Carrefour
Carrefour dibentuk tahun 1957 oleh keluarga Fournier dan Defforey,
disusul dengan pembukaan supermarket Carrefour setahun kemudian di
kota Annecy, wilayah sebelah timur Prancis. Penemuan konsep baru
“Hypermarket” oleh perusahaan ini pada tahun 1963 direalisasikan dengan
pembukaan hypermarket carrefour di Sainte-Genevieve-des-Bois, suatu
kawasan di kota paris, dengan menempati lahan seluas 2500 m2 yang
memuat 400 buah areal parkir dan 12 jalur kasa pembayaran.
Carrefour di Indonesia berdiri pada tahun 1996 dengan membuka
gerai pertama di Cempaka Putih pada bulan Oktober 1998. Pada saat
yang sama, Continent, sebagai perusahaan ritel Perancis, membuka gerai
pertamanya di Indonesia. Pada tahun 1999, Carrefour dan Promodes
(sebagai pemegang saham utama dari Continent) menggabungkan semua
kegiatan usaha ritel di seluruh dunia dengan nama Carrefour. Hal tersebut
menjadikan Carrefour sebagai ritel terbesar kedua di dunia. Sebagai
bagian dari perusahaan global, Carrefour berusaha untuk memberikan
standar pelayanan kelas dunia dalam industri ritel Indonesia.
Carrefour Indonesia memperkenalkan konsep hypermarket dan
menyediakan alternatif belanja yang baru di Indonesia kepada
22

pelanggannya. Carrefour menawarkan konsep “One-Stop Shopping” yang


menawarkan tempat pilihan dengan produk yang beragam, harga murah,
dan juga memberikan pelayanan terbaik sehingga melebihi harapan
pelanggan.Saat ini, Carrefour sudah beroperasi di 83 gerai dan tersebar di
28 kabupaten diIndonesia. Sebagai salah satu ritel terkemuka, Carrefour
Indonesia berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik bagi
pelanggan Carrefour di Indonesia. Carrefour sangat peduli terhadap
kebutuhan pelanggan dengan menawarkan lebih dari 40.000 produk,
sehingga pelanggan dapat memperoleh pilihan lengkap kebutuhan sehari-
hari yang berkualitas baik dengan harga diskon di dalam lingkungan
belanja yang nyaman. Carrefour Indonesia memilikisekitar 28,000
karyawan, baik karyawan langsung maupun tidak langsung, seperti
SPG,cleaning service, dll. Carrefour Indonesia telah bermitra dengan
sekitar 4,000 pemasok yanghampir 70% adalah UKM (Usaha Kecil
Menengah). Carrefour Indonesia juga telah memberikan kontribusi dan
berpartisipasi aktif dalam pembangunan daerah di sektor pertanian
dengan membeli 95% produk dari pasar domestik,meningkatkan
kehidupan petani dengan menjaga hubungan jangka panjang dan
memperluasakses pasar di gerai Carrefour Indonesia, meningkatkan
perkembangan kualitas produk lokaldengan memperkenalkan metode
pertanian modern dan lebih aman, misalnya pengembangansecara aktif
penggunaan pupuk alami, dan menerapkan sistem kontrol pengelolaan air.
23

BAB III
PEMBAHASAN

A. Dampak Perekonomian Pasca Akuisisi PT Alfa Retailindo Tbk


oleh PT Carefour Indonesia
1. Dominasi pangsa pasar yang mengarah ke praktek
monopoli.
Berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh selama proses
pemeriksaan, pangsa pasar Carrefour diketahui meningkat menjadi
sebesar 57,99% (2008) pasca akuisisi Alfa yang sebelumnya sebesar
46,30% (2007) pada pasar upstream sehingga secara hukum
memenuhi kualifikasi “menguasai pasar” dan “posisi dominan”. Secara
lengkap pendapatan dari pasar upstream adalah sebagai berikut:

Nama Peritel 2005 2006 2007 2008


MATAHARI 22.53% 22.49% 21.14% 18.58%
CARREFOUR
INDONESIA 32.49% 40.82% 46.30% 57.99%
RAMAYANA 16.46% 10.13% 9.52% 8.61%
HERO 15.82% 18.45% 16.40% 13.03%
ALFA RETAILINDO 9.21% 6.12% 4.79%
YOGYA 0.31% 0.21% 0.23% 0.29%
LION SUPERINDO 3.19% 1.79% 1.62% 1.51%
TOTAL 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%

Tabel 3.1: Market Share Upstream Hypermarket dan


Supermarket di Indonesia Tahun 2005-2008

Penggantian nama gerai Alfa Supermarket menjadi Carrefour


memberikan peluang besar bagi ritel multinasional tersebut untuk
memonopoli pasar ritel di Indonesia. Carrefour mulai mengganti nama
Alfa Supermarket menjadi Carrefour dan Carrefour Express dan
menargetkan pergantian nama seluruh gerai Alfa supermarket sebelum
event Lebaran 2008. Saat ini untuk kategori ritel modern yang menjual
24

barang kebutuhan rumah tangga, Carrefour sudah menjadi pemain ritel


dengan omzet terbesar yaitu sekitar Rp 7,2 triliun. Carrefour memiliki
sekitar 24 gerai di Indonesia sedangkan Alfa memiliki 34 gerai.
Penggabungan kedua ritel ini akan menjadi kekuatan yang sangat besar
untuk mendominasi pasar. Bila digabungkan dari segi pendapatan,
Carrefour sebesar Rp 7,2 triliun dan Alfa sebesar Rp 2 triliun, itu sudah
menjadi Rp 9,2 triliun. Menurut dia, di Asia Pasifik, Carrefour berada di
posisi 147 besar untuk ritel dan Alfa Supermarket (Alfa Retailindo) yang
diakuisisi Carrefour berada pada posisi 331.
Di Indonesia, Carrefour sudah menjadi nomor 1 dan Alfa masih
masuk dalam 10 besar. Pangsa pasar ritel modern di Indonesia
memang ada kecenderungan dikuasai oleh asing. Itu karena mendapat
dukungan dari pemerintah seperti ekspansi pasar Carrefour di
Indonesia mendapat dukungan dari Menteri Perdagangan (Mendag)
Mari Elka Pangestu. Kalau tidak ada dukungan, Carrefour tidak akan
begitu besar di Indonesia. Pemerintah, memang membuka pintu
selebar-selebarnya untuk asing. Hal itu dapat dilihat dari Peraturan
Presiden no 111/2007 tentang Daftar Bidang Investasi yang Tertutup
dan Terbuka dengan Syarat (Perpres DNI). Perpres DNI itu secara
implisit menyatakan bahwa asing bisa masuk untuk skala besar. Perpres
111/2007 mencantumkan, supermarket dengan luas di bawah 1.200
meter persegi dan department store di bawah 2.000 meter persegi
harus dimiliki oleh 100% pemodal dalam negeri. Di samping itu,
Peraturan Presiden no 112/2007 tentang Pemberdayaan Pasar
tradisional dan Penataan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern (Perpres
Pasar Modern) tidak ada ketentuan zonasi. Sementara itu terkait kasus
akuisisi Alfa, tindakan Carrefour ini diduga mengarah pada praktek
monopoli. Bahkan ada dugaan Carrefour akan melanjutkan proses
akuisisi serupa terhadap ritel-ritel lainnya yang kolaps. Soal akuisisi Alfa
25

ini yang harus diwaspadai, sebab akuisisi itu akan semakin memusatkan
pasar, artinya akan ada yang sangat dominan dan akhirnya berujung
pada monopoli. Potensi Carrefour untuk melakukan praktek monopoli
sangat tinggi peluangnya.

2. Pengaturan Zonasi yang merugikan pedagang tradisional


Pendapatan pedagang tradisional menurun mencapai 50 persen
bahkan lebih, akibat semakin gencarnya pembangunan ritel modern.
Dari yang biasanya dapat Rp700 ribu hingga Rp1 juta per hari,
sekarang hanya dapat Rp300 ribu-400 ribu bahkan kurang .Tak
terkecuali dengan kehadiran peritel besar Carrefour yang
pembangunannya selalu mengambil lokasi berdekatan dengan pasar
tradisional. Selama ini, lokasi ritel modern seperti minimarket,
supermarket, dan hipermarket kerap berdekatan dengan pasar
tradisional. Menurutnya, pasar tradisional sudah ada sejak zaman
penjajahan Belanda dan mendapat pembinaan dari pemerintah
kolonialisme itu. Sebagai informasi, dalam pasal 10 Perda DKI Jakarta
No 2 Tahun 2002 disebutkan jarak sarana atau tempat usaha
perpasaran swasta yang luas lantainya berkisar antara 2.000-4.000
meter persegi dan harus berdiri dengan radius 2-2,5 kilometer dari
pasar lingkungan atau tradisional.
Selain itu, pasar modern itu harus terletak di sisi jalan
kolektor/arteri. Carrefour diduga melanggar sejumlah aturan, meliputi
pembangunan gerai dekat pasar tradisional, di pemukiman penduduk
dan zonasi gerai. Contohnya, Carrefour Ambassador yang hanya
berjarak kurang lebih 0,5 kilometer dari pasar karet Pedurenan dan 1,5
kilometer dari pasar Karbela. Kemudian, Alfa Kebayoran Lama yang
zonasinya berdekatan dengan empat pasar tradisional, yaitu 1,5
kilometer dari pasar Palmerah, satu kilometer dari pasar Bata Putih, 0,5
26

kilometer dari pasar Kebayoran Lama dan satu Kilometer dari Pasar
Cipulir. Ada pula 2 gerai Carrefour di Cikokol mempunyai jarak
berdekatan dan berada di sekitar pemukiman. Pasar tradisional
seharusnya dibenahi, bukan dibongkar lalu dijadikan supermarket.
Kalau pun dibangun gedung, kenyataannya pedagang hanya
ditempatkan di basement. Hal tersebut dikhawatirkan mematikan pasar
tradisional dan pedagang kecil, mengingat sebagian besar barang yang
dijual hampir sama.
Sistem itu sering membuat pendapatan pedagang menurun
sehingga berjualan di depan gedung. Akhirnya, mereka pun dikejar-
kejar petugas ketertiban karena berjualan di jalan. Pedagang
seharusnya dibantu dengan kredit, mereka tak akan lari karena kiosnya
dijadikan agunan. Kemajuan pasar tradisional juga akan menyerap
tenaga kerja serta meningkatkan pendapatan asli daerah setempat.

3. Trading Term yang merugikan pemasok


KPPU menemukan indikasi penyimpangan monopoli dengan
kenaikan biaya yang ditanggung pemasok lebih tinggi 120 persen
setelah akuisisi PT Carrefour Indonesia terhadap PT Alfa Retailindo Tbk.
Sebelum akuisisi pada 2007 lalu, term perdagangan tanpa listing fee
yang dibebankan ke pemasok mencapai 13%. Paska akuisisi, biaya
tersebut naik hingga 33 % (Santoso, 2009).
Dari total term perdagangan turunan, PT Carrefour memberikan
diskon promosi 6 %, padahal sebelum akuisisi diskon promosi hanya
3,5%. Salah satu produk yang diduga terkena perubahan trading term
ini adalah produk kosmetik (Suprapto, 2009). Potongan harga kosmetik
setelah akuisisi 2008 yang diberikan Carrefour 8,75%, padahal sebelum
akuisisi hanya 2,5 %. Seorang pemasok memasukkan barang dengan
harga normal Rp 20.000 per unit di jual ke Carrefour seharga Rp
27

17.500 per unit. Selanjutnya kepada konsumen Carrefour menjual


seharga Rp 12.500 per unit. Perhitungan itu didasarkan pada net sales
yang diberikan perusahaan. Lalu, apa yang didapat Carrefour dari
trading term ini? Berdasarkan data KPPU, pada 2004 Carrefour
mendapatkan uang sebesar Rp 40,2 miliar, yang setara dengan 17,46%
dari operating income. Pendeknya, kalaupun dagangannya tidak ada
yang mau membeli, uang Rp 40,2 miliar sudah di tangan. Masalah-
masalah inilah yang kemudian membuat para pemasok mengadukan
Carrefour ke KPPU berkaitan dengan praktek yang sangat memberatkan
pemasok. Selain praktek listing fee (pengenaan biaya awal untuk
penjualan setiap jenis produk), para pemasok juga melaporkan
sejumlah pemotongan harga produk yang dibebankan kepada mereka
(fixed rebate, assortment fee) serta mekanisme minus margin.
Hasilnya, Carrefour dinyatakan telah melakukan pelanggaran
terhadap UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan terbukti telah melanggar Pasal 19
huruf a dan b. Selain itu, Carrefour terbukti menggunakan kekuasaan
yang dominan untuk menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan
tujuan menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang
bersaing dari segi harga maupun kualitas. Hal ini berrati, Carrefour
terjerat Pasal 25 ayat 1 huruf a.
PT Carrefour Indonesia dinilai merugikan pemasok barang karena
tingginya biaya yang harus ditanggung pemasok di pasar tradisional,
terutama pasca-akuisisi PT Alfa Retailindo oleh Carrefour.

B. Akibat Hukum yang ditimbulkan pasca akuisisi PT Alfa


Retalindo Oleh PT Carefour Indonesia
Menurut ketentuan pasal28 ayat (2) Undang-undang No 5 tahun 1999
menyatakan :
28

"pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan


lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat"
Jika melihat kasus PT. Carrefour setalah mengakuisisi PT. Alfa
Retailindo sangatlah jelas akibat dari akuisisi tersebut menimbulkan
dampak yang tidak baik bagi persaingan di bidang pasar yang
bersangkutan. Selain dapat mematikan industri usaha kecil akibat dari
akuisisi tersebut juga mengakibatkan pelaku usaha lain yang akan masuk
di pasar bersanghtan yang sarna akan mengalami kesulitan untuk
bersaing mengingat adanya penguasaan pasar yang dimiliki oleh PT.
Carrefour.
Pasal 28 ayat (2) ini sudah dapat dikenakan karena pemerintah telah
membuat Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pasal ini yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau
Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang
Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
Pasal 3 ayat (I) Peraturan Pemerintah No 57 tahun 2010 menyatakan:
"Komisi melakukan melakukan penilaian terhadap Penggabungan Badan
Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau pengambilalihan saham perusahaan
yang telah berlaku efektif secara yuridis dan diduga mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Untuk
menilai apakah suatu merger dapat menimbulkan praktik monopoli
danlatau persaingan usaha tidak sehat, komisi akan melakukan penilaian
terhadap pemberitahuan maupun konsultasi merger, akuisisi atau
konsolidasi berdasarkan analisis Konsentrasi Pasar.
Konsentrasi pasar merupakan indikator awal untuk menilai apakah
akuisisi tersebut dapat mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan
29

Persaingan Usaha Tidak Sehat. Langkah analisis konsentrasi pasar diawali


dengan terlebih dahulu mendefinisikan Pasar Bersangkutan. Pasar
Bersangkutan menurut pasal 1 angka 10 Undang-Undang No 5 Tahun
1999 adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah
pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang
sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut.
Dalam kasus ini konsentrasi pasar PT. Carrefour sebelum akuisisi pada
tahun 2007 HHI industri mencapai angka 2950.09 dengan nilai CR4 yang
mencapai 93.36% ha1 tersebut menandakan konsentrasi sangat tinggi
dari suatu industri. Setelah akuisisi pada tahun 2008 tingkat konsentrasi
industri semakin meninggi lagi hingga mencapai angka HHI 3779.16 dan
CR4 menjadi 96.70%.
Dari tingkat konsentrasi yang terus meningkat tersebut menunjukkan
bahwa kondisi industri pasar bersangkutan didominasi oleh pelaku usaha
tertentu yang dalam ha1 ini adalah PT. Carrefour. Hambatan masuk ke
pasar indikasi adanya hambatan masuk pasar yang tinggi dapat dilihat
dari data data historis jumlah pelaku usaha di dalam pasar bersangkutan
dari tahun ke tahun.
Hal ini jika dikaitkan dengan kasus PT. Carrefour mengakuisisi PT. Alfa
sangatlah relevan, pasca mengakuisisi PT. Carrefour mempunyai pangsa
pasar yang sangat besar di pasar bersangkutan ha1 tersebut membuat
PT. Carrefour Mempunyai Posisi Dominan pada pasar yang bersangkutan.
Akibat dari ha1 tersebut tentu saja membuat pelaku usaha lain yang akan
masuk di bidang kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
menjadi sulit bersaing. Hal tersebut dikarenakan PT. Carrefour
mernpunyai penguasaan pasar yang besar pada pasar bersangkutan
tersebut. Dan juga apabila kita melihat Industri Rite1 pada pasar yang
bersangkutan sampai saat ini masih didominasi oleh peritel-peritel besar
seperti Carrefour, Giant, dan Lotte. Belum adanya pemain baru pada pasar
30

ini dikarenakan adanya dominasi dari salah satu peritel besar yaitu PT.
Carrefour.
Berdasarkan analisis diatas penulis berpendapat PT. Carrefour
melanggar pasal 28 ayat (2), mengingat unsur-unsur yang terpenuhi pada
pasal tersebut. Penulis juga setuju berkenaan dengan hukuman yang
dijatuhkan kepada PT. Carrefour dengan melepaskan seluruh kepemilikan
sahammnya di PT. Alfa Retailindo selambat-lambatnya satu tahun setelah
putusan KPPU berkekuatan hukum tetap, dan denda sebesar 25 miliar
yang hams disetor ke kas negara sebagai setoran pendapatan denda
bidang persaingan usaha. Hal tersebut telah sesuai dengan pasal 47 yang
mengatur tentang sanksi administratif dan denda.
Dalam kasus ini penulis juga melihat selain melanggar Undang-
Undang No. 5 tahun 1999, PT. Carrefour dalam hal ini juga melakukan
pelanggaran terhadap pasal 1320 KUHPer yang mengatur tentang syarat
sahnya perjanjian, Akusisi pada dasarnya ialah perjanjian dimana dalam
ha1 ini ialah perjanjian jual beli saham antara PT. Carrefour Indonesia
dengan PT. Alfa Retailindo yang tentu saja merujuk pada pasal 1320
KUHPer. Pasal 1320 KUHPer menyebutkan dimana syarat sah perjanjian
ialah :
1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak;
2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum;
3. Adanya objek yang diperjanjikan (dalam ha1 ini jual beli saham);
4. Adanya kausa yang halal.
Dalam kaitannya dengan pengambil-alihan saham PT. Alfa Retailindo
Tbk oleh PT. Carrefour Indonesia penulis melihat adanya pelanggaran
salah satu syarat sah perjanjian sesuai pasal 1320 KUHPer yaitu "sebab
yang halal" pengambilalihan saham PT. Alfa Retailindo oleh PT. Carrefour
telah melanggar ketentuan pasal 17 dan pasal 25 Undang-Undang Nomor
31

5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha


Tidak Sehat.
Mengapa akusisi tersebut dikatakan melanggar salah satu syarat sah
perjanjian, karena akibat yang ditimbulkan dari akuisisi tersebut ialah
menumbuhkan persaingan usaha yang tidak sehat ha1 tersebut tentu saja
merugikan kepentingan masyarakat yaitu selain dapat mematikan usaha
kecil, pelaku usaha lain yang akan melakukan kegiatan yang sama di
pasar bersangkutan akan sulit bersaing mengingat adanya penguasaan
pasar yang besar yang dimiliki oleh PT. Carrefour. Oleh karena akuisisi
tersebut melanggar Undang-Undang yang dalam ha1 ini Undang-Undang
No 5 tahun 1999 pasal 17 ayat (I), pasal 25 ayat (1) dan juga pasal 28
ayat (2) maka seharusnya akuisisi tersebut hams dinyatakan batal demi
hukum.
32

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Belum adanya UU yang mengatur usaha ritel, akan menyuburkan
praktek monopoli, yang dilarang dalam UU no.5 tahun 1999 pasal
17 ayat 1
2. Belum efektifnya pemberlakuan Peraturan Pemerintah dalam pasal
10 Perda No 2 tahun 2002 yang mengatur jarak tempat usaha satu
dengan lainnya, terutama zona antara pasar tradisional dengan
pasar modern.
3. Carrefour menggunakan posisi dominan baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk menetapkan trading term dengan
tujuan mencegah atau menghalangi pemasok untuk menetapkan
harga lebih rendah pada pesaingnya dan hali ini melanggar UU no
5 tahun 1999 pasal 25 ayat 1a.
4. Akibat hukurn bagi PT Carrefour Indonesia setelah mengakuisisi PT
Alfa Retailindo Tbk ialah akuisisi tersebut hams. dibatalkan karena
melanggar ketentuan pasal 28 ayat (2) dan akibat dari pelanggaran
tersebut sesuai pasal47 ayat (2) yang mengatur tentang sanksi PT.
Carrefour harus melepaskan sahamnya di PT. Alfa Retailindo serta
harus membayar denda sebesar 25 Miliar rupiah yang harus disetor
ke kas negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di
bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat
Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Selain
melanggar Undang-Undang No 5 Tahun 1999 penulis juga menilai
akuisisi tersebut melanggar ketentuan pasal 1320 KUHPer yaitu
33

sebab yang halal. Oleh karena akuisisi tersebut melanggar Undang-


Undang maka akuisisi tersebut harus dinyatakan batal demi hukum.

B. Saran
1. Perlu Undang undang Usaha Retail untuk melengkapi Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang mengatur tentang persaingan
usaha.
2. Perlu ada ketegasan pemerintah terhadap Rancangan Peraturan
Presiden tentang Penataan dan Pembinaan Usaha Pasar Modern
dan Usaha Toko Modern dengan surat Nomor 188/K/VI/2007
tanggal 18 Juni 2007 dan mendorong pemberlakuan perpres dalam
mengatur ruang gerak peritel modern melalui pembatasan antara
lain penetapan zonasi (lokasi) yang bisa dimasuki peritel modern,
pembatasan waktu buka ritel modern, pembatasan jenis
persyaratan perdagangan, pengetatan perizinan, serta kewajiban
melakukan kemitraan dan memberikan kemudahan terhadap
pelaku usaha kecil.
3. Perlu adanya sistem perdagangan ritel yang seimbang antara
pemasok dan pengelola pusat perbelanjaan dan pasar modern
dengan pengawasan atas eksistensi dan penerapan trading term
yang tidak mengeksploitasi atau memberatkan salah satu pihak,
khususnya pemasok, terselenggaranya persaingan sehat di antara
pengelola toko dan pusat perbelanjaan modern.
4. Sebagai upaya menghindari terjadinya persaingan usaha tidak sehat
dan untuk efektifitas ketentuan mengenai Akuisisi baik yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 maupun
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, hendaknya para pelaku
usaha apabila ingin melakukan akuisisi hams memberitahu atau
mengkonsultasikan kepada pihak yang berwenang yang dalam hal
34

ini adalah KPPU. Hal tersebut diperlukan untuk meminimalisir


dampak yang negatif akibat dari akuisisi bagi persaingan usaha di
Indonesia.
35

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Auliawan, Anggy. 2012. Penguasaan Pasar Oleh PT Carefour Indonesia


setelah Akuisisi Saham PT Alfa Retailindo Tbk. Jakarta.

Junaidi, Ahmad. 2010. Jurnal Persaingan Usaha Komisi Pengawas


Persaingan Usaha. Cetakan pertama. Jakarta.

Mariana, Ana dan Fatihudin, Didin. 2008. Pasar Oligopoli di Indonesia (


Kasus Trading Term dan Dominasi Carefour pada Pasar Ritel Modern).
Jakarta.

Ngogo, Felisitas Gheda. 2018. Pasar Oligopoli. Jakarta.

Rahmawati, Indah Ayu. 2012. Penetapan Harga Pada Pasar Oligopoli.


Jakarta.

Salvatore, Dominic. 2012. Ekonomi Manajerial. Edisi kelima buku 2.


Salemba Empat. Jakarta.

UU No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan


Usaha Tidak Sehat.

Anda mungkin juga menyukai