Target
Iman `Al Qur’an Ilmu
Iman Kepada Allah Surah Al- Insyiqaq: 18 Cahaya yang sempurna
Iman kepada hari
akhir “ Dan bulan manakala purnama”
Kegiatan :
a. Awal
● Santri bersama Ustadzah membaca dan menghafal surah Al-Insyiqaq: 18 beserta terjemahnya.
b. Inti
● Santri menyimak penjelasan Ustadzah bahwa Allah Maha Kuasa menciptakan cahaya sempurna yang
● Santri menyimak penjelasan Ustadzah tentang cahaya yang sempurna (HR. Bukhari no. 554 dan
Muslim 633)
c. Calistung
● Pertambahan 11-25
d. Penutup
● Santri diajak untuk taat beribadah sebagaimana benda langit taat terhadap perintah Allah.
Media: ATK, spidol, whiteboard, meja, kertas origami dan buku tulis.
Murafaqat
● Matematika : penjumlahan dan pengurangan
● IPA : bulan
Target iman: Allah Maha Kuasa menjadikan bulan memiliki cahaya yang sempurna.
Target amal: Santri diajak untuk memperbanyak dzikir ketika melihat ciptaan Allah.
"Dan dengan bulan apabila jadi purnama," Ibnu Abbas mengatakan: "Jika telah berkumpul dan menempati
posisi yang sama." Demikianlah yang dikatakan oleh 'Ikrimah, Mujahid dan Sa'id bin Jubair. Makna ungkapan
mereka itu adalah jika cahaya itu sudah sempurna dan menjadi purnama menuju kepada malam dan apa
yang diseretnya.”
Referensi:
Bulan yang bersinar di malam hari mampu memberikan ketenangan dan kenyamanan bagi manusia yang
menikmati keindahannya, cahayanya bisa memberikan petunjuk agar tidak tersesat dalam kegelapan malam.
Jika siang ada matahari yang menyinari bumi, maka malam-malam tertentu bulan menggantikan posisinya
untuk menerangi bumi seisinya.
Fungsi matahari dan bulan tidak hanya sebatas itu. Keduanya memiliki nilai yang sangat agung, yaitu menjadi
salah satu tanda kebesaran dan kekuasaan Allah swt. Allah menjadikannya sebagai bukti kebesaran,
“Dan sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah ialah malam, siang, matahari dan bulan.” (QS Fussilat: 37).
Pada ayat di atas Allah swt menegaskan bukti kekuasaan, keesaan, dan kesempurnaan kuasa-Nya ialah
menjadikan siang, malam, matahari dan bulan di waktu yang berbeda. Masing-masing selalu menjadi
penyempurna bagi yang lain. Mentari siang menjadi penyempurna bagi alam dan isinya ketika bulan tidak
nampak, dan bulan menjadi pengganti matahari di kala malam. Seolah semua yang ada di bumi tidak ada
yang benar-benar sempurna, tidak ada yang bisa menentukan keadaannya masing-masing. Matahari tidak
bisa terus-menerus menerangi bumi. Semuanya ada di bawah kekuasaan Allah Yang Mahasempurna dan
Mahasegalanya. Karena itu, pada ayat setelahnya Allah melarang manusia untuk bersujud dan menyembah
kepada semua ciptaan itu. Allah memerintahkan manusia untuk hanya bersujud dan menyembah kepada-
Dalam ayat lain Allah menegaskan matahari memberikan sinar dan bulan memberikan cahaya. Dalam Al-
Qur’an dinyatakan:
. ُيَفِّص ُل اآلَياِت ِلَقْو ٍم َيْع َلُم وَن، َم ا َخ َلَق ُهللا َذ ِلَك ِإاَّل ِباْلَح ِّق، ُهَو اَّلِذ ى َجَعَل الَّش ْمَس ِض َيآًء َو اْلَقَم َر ُنوًرا َو َقَّد َرُه َم َناِزَل ِلَتْع َلُم وْا َعَدَد الِّس ِنيَن َو اْلِحَس اَب
)5 :(يونس
“Allah adalah Dzat yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dia yang menetapkan
tempat-tempat orbitnya, agar kalian mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada
Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsîrul Munîr menjelaskan, ayat di atas memiliki empat kandungan sebagai
bukti kebesaran dan keesaan Allah swt, yaitu: (1) menciptakan langit dan bumi; (2) menciptakan matahari
dan bumi di waktu yang berbeda; (3) manfaat-manfaat yang bisa didapatkan dari perbedaan waktu kedua
tanda kebesaran Allah itu; dan (4) dari adanya langit dan bumi, Allah menurunkan hujan, menciptakan,
guntur, kilat, gempa, dan beberapa ciptaan lain yang ada di bumi. (Wahbah az-Zuhaili, Tafsîrul Munîr,
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan, matahari dan bulan menempati posisi yang sangat
penting. Hal itu bisa dilihat dari manfaat-manfaat dari keduanya. Dengan sinar yang dipancarkan matahari,
bumi dan isinya menjadi stabil, tumbuhan dapat hidup dengan adanya sinar, dan manusia dapat mengambil
banyak manfaat darinya. Begitu juga dengan bulan, dengan cahaya yang ditampakkannya, manusia menjadi
Namun yang perlu direnungkan, cahaya bulan yang hanya tampak sempurna pada malam tanggal 15 setiap
bulan hijriyah. Lalu cahayanya redup dan hilang secara bertahap. Pada tanggal 1, malam masih sangat pekat,
bulan enggan menampakkan cahayanya. Tanggal 2 semakin tampak, tanggal 3 pun demikian, sampai tanggal
14. Cahaya itu sangat sempurna ketika sudah mencapai pertengahan bulan. Sebenarnya kenapa bisa
demikian dan apa hikmahnya? Sementara matahari selalu cerah bersinar setiap hari selama satu bulan
penuh.
Syekh Ibrahim al-Bajuri (1198-1276 H), ulama kelahiran desa Bajur dari provinsi Manufiya Mesir dalam
َو اْلَقَم ُر، َو َك ْو ُن اْلَقَم ِر َيِزْيُد َو َيْنُقُص َأَّن الَّش ْمَس َقْبَل ُطُلْو ِعَها ُتْؤ َم ُر ِبالُّسُجْو ِد ُك َّل َلْيَلٍة َفاَل َتِزْيُد َو اَل َيْنُقُص، َو اْلِح ْك َم ُة ِفي َك ْو ِن الَّش ْم ِس اَل َتِزْيُد َو اَل َتْنُقُص
ُثَّم َيْنُقُص ِاَلى َأِخ ِر الَّش ْهِر ُح ْز ًنا َع َلى َذ ِلَك، ُيْؤ َم ُر ِبالُّسُجْو ِد َلْيَلَة َأْر َبَع َة َع َش َر َفَيْز َد اُد ِفي َأَّو ِل الَّش ْهِر َفْر ًحا ِلَذ ِلَك
“Adapun hikmah sinar matahari tidak pernah bertambah dan tidak pernah berkurang, dan cahaya bulan
selalu bertambah dan berkurang, adalah bahwa sebelum matahari terbit, ia diperintah (oleh Allah) untuk
melakukan sujud kepada-Nya setiap malam. Karenanya, sinar matahari tidak pernah bertambah, tidak (pula)
berkurang; sedangkan bulan diperintah untuk melakukan sujud hanya pada malam tanggal 14, karenanya
cahayanya akan selalu bertambah sejak awal bulan, karena bahagia dengan sujudnya, namun selanjutnya
cahayanya berkurang sampai akhir bulan, karena bersedih dengan (jauhnya dari perintah sujud itu).”
(Ibrahim al-Baijuri, Hâsyiyyatul Baijuri alâ Ibni Qâsim al-Ghazi, [Beirut-Syiria, Dârul Fikr: 1997], juz I, halaman
237).
Begitulah makhluk Allah swt selain manusia. Ia sangat bersedih jika tidak melakukan sujud kepada-Nya.
Kebahagiaan yang benar menurutnya hanyalah ketika bisa beribadah kepada Allah Dzat Mahasempurna dan
Mahasegalanya. Seolah, kehidupan makhluk Allah, seperti matahari dan bulan tidak akan tenang jika tidak
melakukan ibadah. Sebaliknya ia sangat bersedih jika tidak beribadah. Dampaknya, cahaya bulan akan
semakin redup, surut dan semakin hilang dari pandangan setiap malam. Namun, jika waktu ibadah sudah
dekat, ia sangat bahagia, tenang dan nyaman. Akibatnya, cahayanya semakin terang, sampai pada puncak
paling sempurna yaitu malam tanggal 15 saat purnama. Berbeda dengan manusia, ibadah seakan tidak
memberi dampak apapun. Bagi mereka, ibadah sekadar kegiatan rutinitas biasa yang dilakukan karena
kewajiban belaka, bukan karena adanya dorongan untuk mendekatkan diri kepada Yang Mahakuasa.
Bukti bahwa semua makhluk Allah melakukan sujud kepada-Nya adalah sebagaimana ditegaskan dalam Al-
َأَلْم َتَر َأَّن َهللا َيْسُجُد َلُه َم ْن ِفي الَّس َم اَو اِت َوَم ْن ِفي اَأْلْر ِض َو الَّش ْم ُس َو اْلَقَم ُر َو الُّنُجوُم َو اْلِج َباُل َو الَّش َج ُر َو الَّد َو اُّب َو َك ِثيٌر ِم َن الَّناِس َو َك ِثيٌر َح َّق َع َلْيِه
)18 :اْلَع َذ اُب (الحج
“Tidakkah Engkau tahu bahwa siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi bersujud kepada Allah;
juga matahari, bulan, bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, hewan-hewan melata dan banyak di antara
manusia? Tetapi banyak (manusia) yang pantas mendapatkan azab.” (QS Al-Hajj: 18).
Pada ayat di atas Allah menjelaskan bahwa semua yang ada di muka bumi melakukan sujud kepada Allah
sesuai cara yang diperintahkan kepadanya. Sujud satu makhluk dengan makhluk lain tidak sama. Adapun
maksud ‘bersujud’ pada ayat adalah sebagaimana disampaikan oleh Sayyid Thanthawi, yaitu, ketundukan
dan kepatuhan seorang hamba kepada Tuhannya, sebagaimana ketundukan orang yang sedang bersujud.
(Sayyid Muhammad Thanthawi, Tafsîrul Wasîth, [Beirut-Mesir, Dârun Nahdhah: 2005], juz I, halaman 4040).
https://kemenag.go.id/hikmah/hikmah-bulan-purnama-yang-bercahaya-sempurna-di-malam-tertentu-
6P2PA
Catatan: Cahaya yang sempurna yang ada pada bulan, karena cahayanya menenangkan. Cahaya dari bulan
dibutuhkan oleh manusia ketika pada malam hari. Bulan tidak memiliki cahaya tersendiri akan tetapi
Melihat wajah Allah Ta’ala di surga adalah kenikmatan terbesar yang akan diperoleh seorang mukmin.
Orang-orang yang beriman akan melihat wajah Allah Ta’ala di akhirat, melihat secara langsung dengan mata
kepala mereka, sebagaimana mereka melihat bulan purnama atau melihat matahari di siang hari yang cerah
tanpa tertutup awan. Aqidah ini berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadits-hadits dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan juga merupakan ijma’ para ulama ahlus sunnah. Yang mengingkari dan tidak meyakini
hal ini hanyalah sekte-sekte yang menyimpang dari aqidah ahlus sunnah wal jama’ah. Allah Ta’ala telah
menyatakan,
)23( ) ِإَلى َر ِّبَها َناِظ َر ٌة22( ُو ُجوٌه َيْو َم ِئٍذ َناِض َر ٌة
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhan-nyalah mereka melihat” (QS.
Maksudnya, wajah orang beriman akan tampak cemerlang, cerah atau berseri-seri karena melihat wajah
Allah Ta’ala secara langsung. Hal ini karena dalam bahasa Arab, kata نظرjika digandengkan dengan إلي
sebagaimana ayat di atas, maksudnya berarti “melihat dengan mata kepala sendiri”.
)18( ) َوِإَلى الَّس َم اِء َكْيَف ُر ِفَع ْت17( َأَفاَل َيْنُظُروَن ِإَلى اِإْل ِبِل َكْيَف ُخ ِلَقْت
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana dia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia
Artinya, tidakkah mereka melihat secara langsung makhluk-makhluk yang menakjubkan ini, yang
menunjukkan kekuasaan Allah Ta’ala? Di dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala beriman,
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya” (QS. Yunus [10]:
26). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan ( الحسنيpahala terbaik)
adalah surga. Sedangkan yang dimaksud dengan ( الزيادةtambahan pahala) adalah melihat wajah Allah Ta’ala.
Qaaf [50]: 35). Yang dimaksud dengan ( مزيدtambahan) dalam ayat ini adalah melihat wajah Allah Ta’ala.
Adapun dalil dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, jumlahnya sangat banyak, sehingga mencapai
َال ُتَض اُّم وَن ِفي ُر ْؤ َيِتِه، َك َم ا َتَر ْو َن َهَذ ا الَقَم َر، ِإَّنُك ْم َس َتَر ْو َن َر َّبُك ْم
“Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian (pada hari kiamat), sebagaimana kalian melihat bulan ini
(purnama). Kalian tidak berdesak-desakan ketika melihat-Nya” (HR. Bukhari no. 554, 573, 4851, 7434 dan
“Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan melihat wajah Allah Ta’ala itu
sebagaimana kita melihat matahari yang jernih dan terang tanpa tertutup awan” (HR. Bukhari no. 806, 6573,
7437 dan Muslim no. 182). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyatakan dengan tegas,
“Kalian akan melihat Rabb kalian secara langsung (dengan mata kepala)” (HR. Bukhari no. 7435).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa ketika melihat wajah Allah Ta’ala, orang-orang yang
beriman tidak perlu antri berdesak-desakan. Karena setiap orang bisa memandang wajah Allah Ta’ala di
tempatnya masing-masing tanpa berdesakan, sebagaimana ketika mereka memandang matahari dan bulan.
Kita bisa saksikan sendiri jika kita melihat sesuatu yang tinggi semacam matahari dan bulan, maka kita tidak
perlu berdesak-desakan. Perlu mendapatkan catatan adalah bahwa dalam hadits tersebut, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidaklah menyerupakan Allah Ta’ala dengan makhluk-Nya (matahari dan bulan). Yang
Rasulullah samakan adalah “kaifiyyah”, yaitu bagaimana “cara memandang” Allah Ta’ala di hari kiamat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menyamakan “objek yang dilihat” dalam hal ini adalah Allah
Ta’ala dengan matahari dan bulan. Hal ini karena Allah Ta’ala adalah Dzat Yang Maha besar, yang tidak
Nya. https://muslim.or.id/29994-kebahagiaan-melihat-wajah-allah-taala-di-akhirat.html
Tambahan: tentang cahaya yang sempurna, bulan itu indah begitu pula dengan dzat Allah yang Maha
Indah.