Anda di halaman 1dari 41

1

MANAJEMEN PEMBELAJARAN PROGRAM


AKSELERASI BACA KITAB KUNING
(STUDI KASUS DI MAJELIS MUSYAWARAH KUTUBUDDINIYAH
PP. MAMBAUL ULUM BATA-BATA)

A. Konteks Penelitian

Ketika proses kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung, sebagian


besar peserta didik belum mampu mengikuti proses pembelajaran secara
maksimal. Sebagian peserta didik belum mampu mencapai kompetensi
individual yang diperlukan untuk mengikuti materi lanjutan. Juga, beberapa
peserta didik belum belajar sampai pada tingkat pemahaman. Mereka baru
mampu menghafal materi yang diajarkan saja. Sehingga belum mampu
menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah
sehari-hari yang dialami. Salah satu penyebabnya adalah guru yang belum
mampu mengimplementasikan manajemen pembelajaran secara optimal.

Manajemen Pembelajaran adalah pemanfaatan sumber daya


pembelajaran yang ada, baik faktor yang berasal dari dalam diri individu yang
sedang belajar maupun faktor yang berasal dari luar diri individu untuk
mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Manajemen
Pembelajaran seperti meliputi aktivitas-aktivitas perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi pembelajaran.1

Dalam proses kegiatan belajar mengajar yang baik sangat dibutuhkan


keterampilan manajemen. Karena keterampilan manajemen yang
dilaksanakan oleh guru akan menghasilkan perkembangan kemampuan dalam
diri peserta didik. Ketika peserta didik telah belajar untuk lebih mangatur diri,
guru akan lebih mudah untuk berkonsentrasi pada pembelajaran yang efektif.

Implementasi manajemen pembelajaran harus diupayakan agar tidak


mengganggu aspek pembelajaran. Tindakan manajemen harus mencegah agar
tidak terjadi masalah. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
strategi manajemen yang tepat adalah (1) tingkat kematangan peserta didik

1
Teguh Triwiyanto, Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran (Bandung: Bumi Aksara, 2015), 33.
2

dan hubungannya dengan orang lain, (2) jumlah peserta didik, jumlah dan
jenis alat, ruang, keterbatasan waktu, dan tujuan pembelajaran, dan (3)
kepribadian guru.2 Tugas guru dalam meningkatkan prestasi belajar peserta
didik adalah bagaimana merancang dan mengimplementasikan manajemen
pembelajaran agar banyaknya waktu belajar aktif peserta didik tinggi, dan
agar peluang belajar mencukupi serta suasana kelas tetap kondusif.

Upaya perbaikan proses pembelajaran di lembaga pendidikan harus


dilakukan secara terus-menerus oleh guru dengan melakukan penyempurnaan
dan peningkatan proses belajar mengajar. Mengingat arus kemajuan dan
perkembangan zaman yang begitu cepat serta keadaan masyarakat saat ini
yang mempunyai kecenderungan ingin serba cepat dalam segala bidang,
termasuk keinginan menguasai suatu ilmu. Upaya tersebut salah satunya
dapat dilakukan dengan penerapan program akselerasi (percepatan) yang baik
agar tujuan pembelajaran tercapai secara efektif dan efisien.

Akselerasi berasal dari bahasa Inggris acceleration yang berarti proses


mempercepat peningkatan kecepatan, percepatan, dan laju perubahan
kecepatan. Akselerasi atau percepatan belajar merupakan salah satu
penanganan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
belajar dengan kecepatan yang lebih tinggi dari rata-rata anak seusianya atau
belajar pada usia yang lebih muda dari umumnya dengan stimulasi belajar
yang disesuaikan dengan kecepatan belajar siswa.3

Program akselerasi dalam pembelajaran berangkat dari konsep dasar


bahwa setiap peserta didik memiliki kecerdasan, bakat, dan minat yang
berbeda. Ada peserta didik yang memiliki kemampuan unggul dan mampu
meraih prestasi yang tinggi. Yaitu mereka yang memiliki keunggulan dalam
satu bidang atau lebih, baik yang bersifat umum maupun khusus. Sehingga
harus difasilitasi dengan baik dan sesuai dengan keunggulannya dalam
berbagai bidang. Karena jika tidak terfasilitasi dangan baik sesuai taraf

2
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006),
131.
3
Winanti S, dkk, “Gambaran Kecerdasan Emosional Siswa Berbakat di Kelas Akselerasi SMA di
Jakarta”, Jurnal Psikologi, Volume 05, Nomor 01 (2007), 30.
3

kemampuan mereka, maka peserta didik akan menjadi underachiever


(berprestasi di bawah taraf kemampuan yang dimiliki).4

Penyelenggaraan program akselerasi dimaksudkan untuk memberikan


pelayanan pendidikan yang sesuai dengan potensi kecerdasan dan bakat
istimewa yang dimiliki oleh siswa, dengan memberi kesempatan kepada
mereka untuk dapat menyelesaikan program reguler dalam jangka waktu yang
lebih singkat dibandingkan teman-temannya.

Penyelenggaraan program akselerasi sangat penting karena dengan


memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan peserta
didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa akan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mengembangkan kecerdasan
dan bakat yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya.

Sedemikian pentingnya penyelenggaraan program akselerasi, sehingga


dibutuhkan manajemen pembelajaran yang baik yang terkait dengan
perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi
pembelajaran.

Perencanaan pembelajaran merupakan suatu proses memikirkan dan


menetapkan secara matang arah, tujuan dan tindakan terkait pembelajaran
yang akan direalisasikan pada masa yang akan datang dengan tujuan
membantu peserta didik agar dapat belajar dengan mudah. Pelaksanaan
pembelajaran merupakan proses penyelenggaraan interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Sedangkan evaluasi pembelajaran merupakan serangkaian penilaian yang
dilakukan guru terhadap kegiatan perencanaan pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran dengan mengambil tindakan korektif.

Kitab kuning merupakan kitab-kitab keagamaan berbahasa arab, atau


berhuruf arab, sebagai produk pemikiran ulama-ulama masa lampau (As-
Salaf) yang ditulis format khas pra-modern, sebelum abad ke-tujuh belas

4
Utami S. C. Munandar, Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat (Jakarta: Rineka Cipta, 1997),
17.
4

masehi.5 Selain istilah kitab kuning, sejumlah pihak juga menyebut kitab-
kitab klasik, sebab memang banyak sekali kitab-kitab yang ditulis ulama-
ulama pada abad pertengahan.6 Akan tetapi tidak sedikit juga kitab-kitab yang
ditulis oleh ulama’ kontemporer karena orang–orang sama menyebutnya kitab
gundul. Disebut demikian karena teks didalamnya tidak memakai syakal
(harakat). Bahkan juga tidak disertai dengan tanda baca, seperti koma, titik,
tanda seru, tanda tanya, dan lain sebagainya. Untuk membaca dan memahami
kitab kuning di pesantren telah ada ilmu yang dipelajari santri yaitu ilmu alat
atau nahwu dan sharaf.

Pesantren dengan karakter tradisionalnya yang kental dengan kitab


kuning, selama ini masih menggunakan metode klasik massal (sorongan)
dalam proses pembelajarannya. Dampaknya, kemampuan membaca kitab
kuning dikalangan santri mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Dan
untuk bisa membaca kitab kuning, santri membutuhkan waktu yang relatif
lama. Sedangkan penyelenggaraan pendidikan formal di pesantren
mengakibatkan banyak santri yang mondok sekitar tiga tahun saja. Sehingga
masih banyak santri yang belum memiliki kemampuan dalam membaca kitab
kuning. Hal ini menjadi tuntutan pada pesantren untuk mengadakan dan
melaksanakan program akselerasi baca kitab kuning sebagai respon dari
berbagai permasalahan tersebut.

Namun upaya pesantren dalam mewujudkan penyelenggaraan program


akselerasi baca kitab kuning tentunya tidak serta merta mudah untuk
dilaksanakan dengan berbagai problem tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan
keterampilan mengimplementasikan manajemen pembelajaran yang baik,
berpedoman pada teori-teori manajemen pembelajaran. Hal ini karena
kualitas manajemen yang dijalankan dalam pembelajaran diakui sebagai salah
satu faktor yang sangat penting di sebuah lembaga pendidikan. Tujuan
pembelajaran program akselerasi akan tercapai dengan baik jika seluruh

5
Affandi Mochtar, Membedah Diskursus Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalimah Ciputat Indah,
2001), 36.
6
Babun Suharta, Reiventing Eksistensi Pesantren di Era Globalisasi, (Surabaya: Imtiyaz, 2011),
120.
5

komponen belajar terkondisi, artinya segala hal yang berkaitan dengan proses
pembelajaran terkondisi untuk melayani peserta didik.

Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-bata melalui Majelis


Musyawarah Kutubuddiniyah (M2KD) telah melakukan upaya perbaikan dan
peningkatan dalam proses pembelajaran kitab kuning dengan menerapkan
program akselerasi baca kitab kuning sejak tahun 2011 dan telah
menghasilkan kurang lebih 900 santri yang telah dianggap mampu membaca
kitab kuning. Penerapan program akselerasi baca kitab kuning di lembaga ini
memiliki beberapa keunikan sebagai berikut:

1. Siswa program akselerasi baca kitab kuning berlatar belakang


pendidikan formal yang berbeda.
2. Tenaga pengajar merupakan siswa aktif di MTS atau MA Mambaul
Ulum Bata-bata.
3. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar program akselerasi baca kitab
kuning tidak mengganggu pada program Pondok Pesantren Mambaul
Ulum Bata-bata.
4. Interaksi antara pendidik dan peserta didik saat di dalam maupun luar
kegiatan belajar mengajar bersifat ‘kekeluargaan’, sehingga mereka
yang mengikuti program akselerasi baca kitab kuning merasa senang
dan tidak sungkan ketika bertanya.
5. Lulusan dari program akselerasi baca kitab kuning merupakan salah
satu jalan bagi setiap santri yang memiliki keinginan untuk mengikuti
program Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah (M2KD).

Berbagai uraian di atas menjadi dasar permasalahan yang menarik


penulis untuk mengadakan penelitian di Majelis musyawarah kutubuddiniyah
PP. Mambaul Ulum Bata-bata secara cermat dan mendalam mengenai
bagaimana mengelola atau manajemen pembelajaran program akselerasi baca
kitab kuning di Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah Pondok Pesantren
Mambaul Ulum Bata-bata.
6

Dan berdasarkan permasalahan tersebut, judul penelitian ini adalah


“Manajemen Pembelajaran Program Akselerasi Baca Kitab Kuning
(Studi Kasus di Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah PP. Mambaul
Ulum Bata-bata)”.

B. Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perencanaan pembelajaran program akselerasi baca kitab


kuning yang meliputi penetapan awal penyelenggaraan dan persiapan
yang dilakukan untuk mengimplementasikan program akselerasi,
mulai dari membentuk pengurus, tenaga pengajar, rekrutmen peserta
didik, biaya, serta sarana & prasarana di Majelis Musyawarah
Kutubuddiniyah PP. Mambaul Ulum Bata-bata?
2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran program akselerasi baca kitab
kuning di Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah PP. Mambaul Ulum
Bata-bata?
3. Bagaimana evaluasi pembelajaran program akselerasi baca kitab
kuning di Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah PP. Mambaul Ulum
Bata-bata?
4. Bagaimana hasil implementasi manajemen pembelajaran program
akselerasi baca kitab kuning di Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah
PP. Mambaul Ulum Bata-bata?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan perencanaan pembelajaran program akselerasi


baca kitab kuning yang meliputi penetapan awal penyelenggaraan dan
persiapan yang dilakukan untuk mengimplementasikan program
akselerasi, mulai dari membentuk pengurus, tenaga pengajar,
rekrutmen peserta didik, biaya, serta sarana & prasarana di Majelis
Musyawarah Kutubuddiniyah PP. Mambaul Ulum Bata-bata.
7

2. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran program akselerasi


baca kitab kuning di Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah PP.
Mambaul Ulum Bata-bata.
3. Untuk mendeskripsikan evaluasi pembelajaran program akselerasi
baca kitab kuning di Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah PP.
Mambaul Ulum Bata-bata.
4. Untuk mendeskripsikan hasil implementasi manajemen pembelajaran
program akselerasi baca kitab kuning di Majelis Musyawarah
Kutubuddiniyah PP. Mambaul Ulum Bata-bata.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan hasil penelitian ini dibedakan menjadi kegunaan secara teoritis


dan kegunaan secara praktis, masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Kegunaan secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat


untuk memperkaya khazanah ilmiah dan sumbangan ilmu
pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan manajemen
pembelajaran program akselerasi.
2. Kegunaan secara praktis, yaitu :
a. Bagi ketua Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah, hasil penelitian
ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam menerapkan
manajemen pembelajaran program akselerasi baca kitab kuning
yang semakin efektif guna mengantarkan para peserta didik mahir
membaca kitab kuning.
b. Bagi tenaga pengajar, ditemukan solusi yang tepat dalam
pembelajaran program akselerasi baca kitab kuning dengan
penerapan manajemen pembelajaran yang tepat.
c. Bagi peserta didik, diharapkan nantinya para peserta didik akan
mendapatkan pelayanan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM)
yang lebih baik dengan adanya upaya pengembangan manajemen
pembelajaran program akselerasi. Karena pengembangan
8

manajemen pembelajaran program akselerasi adalah salah satu


faktor yang berkaitan erat dengan kualitas peserta didik.
d. Bagi lembaga, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan bagi lembaga terkait mengenai pentingnya implementasi
manajemen pembelajaran pada program akselerasi baca kitab
kuning. Sehingga dapat mempermudah pendidik dan siswa dalam
melaksanakan proses belajar mengajar.

E. Definisi Oprasional
1. Manajemen pembelajaran adalah rangkaian proses pengelolaan
pembelajaran dengan penerapan fungsi-fungsi manajemen yang efektif dan
efisien guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
2. Perencanaan pembelajaran program akselerasi adalah suatu proses
memikirkan dan menetapkan secara matang arah, tujuan dan tindakan
terkait pembelajaran program akselerasi yang akan direalisasikan pada
masa yang akan datang.
3. Pelaksanaan pembelajaran program akselerasi adalah suatu proses
penyelenggaraan interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran
program akselerasi yang dikehendaki dengan efektif dan efisien.
4. Evaluasi pembelajaran program akselerasi adalah proses penilaian secara
sistematis terhadap ketercapaian perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran program akselerasi selama pembelajaran berlangsung dan
bagaimana program tersebut dapat ditingkatkan.
5. Program akselerasi adalah suatu sistem pelayanan proses pembelajaran
dengan mempercepat materi untuk mencapai hasil belajar dalam jangka
waktu yang lebih singkat bagi peserta didik yang memiliki minat, bakat,
dan kemampuan serta kecerdasan dalam suatu bidang.
6. Membaca kitab kuning merupakan sebuah kemampuan membaca kitab
gundul (tanpa harkat) dengan benar, melalui penguasaan serta penerapan
ilmu nahwu dan shorrof.
9

F. Kajian Pustaka
1. Manajemen Pembelajaran
a. Pengertian manajemen pembelajaran
Manajemen pembelajaran merupakan suatu istilah yang digunakan
dalam dunia pembelajaran, yang terdiri dari dua kata. Kata yang
pertama adalah “manajemen” yaitu penggunaan sumber daya secara
efektif untuk mencapai sasaran. Sedangkan kata yang kedua adalah
“pembelajaran” yang berarti proses, cara, perbuatan yang menjadikan
orang atau makhluk hidup belajar. Dalam dunia pendidikan manajemen
pembelajaran menduduki peranan yang sangat penting. Karena, pada
dasarnya manajemen pembelajaran yang baik merupakan kunci pokok
dalam pengaturan semua kegiatan pembelajaran untuk menghasilkan
pembelajaran yang berkualitas.
Manajemen pembelajaran diartikan sebagai usaha dan tindakan
kepala lembaga pendidikan dan usaha maupun tindakan guru sebagai
pemimpin pembelajaran di kelas yang dilaksanakan sedemikian rupa
dalam rangka mencapai tujuan program pembelajaran.7
Dalam manajemen pembelajaran, yang bertindak sebagai manajer
adalah guru atau pendidik. Sehingga dengan demikian, pendidik
memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk melakukan beberapa
langkah kegiatan manajemen yang meliputi merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, serta mengevaluasi
pembelajaran yang dilakukan.
Manajemen pembelajaran adalah berkenaan dengan pemahaman,
peningkatan dan pelaksanaan dari pengelolaan program pengajaran
yang dilaksanakan.8 Guru selaku orang yang memilki peranan penting
dalam keberlangsungan proses pembelajaran sudah lebih dahulu
memahami tentang proses pembelajaran yang dilaksanakannya.
Sehingga nantinya, proses pelaksaan pembelajaran tersebut bisa lebih
ditingkatkan lagi.

7
Syaiful Sagala, konsep dan makna pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2010), 140.
8
Syafaruddin Dan Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran (Jakarta: Quantum Teachhing,
2005), 77.
10

Manajemen pembelajaran merupakan interaksi antara berbagai


komponen pengajaran, yang pada hakekatnya dapat dikelompokkan ke
dalam tiga komponen utama, yaitu guru, isi atau materi pelajaran dan
siswa.9 Interaksi antara ketiga komponen tersebut tentu juga
memanfaatkan sumber daya pembelajaran yang ada, baik faktor yang
berasal dari dalam diri individu yang sedang belajar maupun faktor
yang berasal dari luar diri individu untuk mencapai tujuan pembelajaran
secara efektif dan efisien.
Manajemen pembelajaran sudah merupakan kegiatan rutinitas baik
bagi siswa, maupun guru yang ditempuh selama beberapa tahun,
sehingga kegiatan belajar mengajar cenderung menjadi “instan”
tersaring dari pesan nilai-nilai yang menyertai. Sehingga guru sebagai
manajer dalam pembelajaran dianggap telah memiliki keterampilan
untuk mendayagunakan sumber daya yang ada, melalui kegiatan
menciptakan dan mengembangkan kerjasama sehingga terbentuklah
proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
diinginkan.
Adapun pengertian lain tentang manajemen pembelajaran adalah
segala usaha pengaturan proses belajar mengajar, dalam rangka
tercapainya proses belajar mengajar yang efektif dan efesien.10
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
manajemen pembelajaran adalah suatu kegiatan untuk menyusun segala
hal yang berkaiatan dengan pembelajaran mulai dari tahap perencanaan
sampai tahap pelaksanaan serta evaluasi untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang optimal dengan mengikutsertakan berbagai faktor di
dalamnya guna mencapai tujuan.
Manajemen pembelajaran yang diterapkan oleh guru akan
menentukan baik buruknya hasil pembelajaran. Bagaimana seorang
guru menggunakan metode yang tepat, penyediaan alat belajar yang

9
Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: CV. Sinar Baru Algensindo,
2002), 4.
10
Wiwi Hilwiyah, “Pengertian Manajemen Pembelajaran”, dalam
https://www.Academia.Edu/10500962/Pengertian_Manajemen_Pembelajaran (25 Desember 2019)
11

cukup, dan suasana kelas yang kondusif saat proses belajar mengajar,
itu semua sangat mempengaruhi pada keberhasilan dalam belajar.
Manajemen pembelajaran yang baik tidak hanya mengacu pada
fungsi-fungsi manajemen (perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi)
saja. Manajemen pembelajaran juga harus memperhatikan potensi
peserta didik serta mampu mengarahkan peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan untuk mengetahui, memahami,
melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan dan mengaktualisasikan
diri.
Dengan demikian manajemen pembelajaran perlu: 1) berpusat pada
peserta didik; 2) mengembangkan kreatifitasnya; 3) menciptakan
kondisi yang menyenangkan dan menantang; 4) bermuatan nilai, etika,
estetika, logika, dan kinestetika, dan 5) menyediakan pengalaman
belajar yang beragam.11
b. Tujuan manajemen pembelajaran
Penetapan tujuan merupakan keharusan dalam suatu manajemen.
Oleh karena itu, tujuan manajemen pembelajaran sangat penting
dirumuskan agar hasil belajar tercapai dengan baik.
Tujuan ditentukan berdasarkan penataan dan pengkajian terhadap
situasi dan kondisi organisasi seperti kekuatan dan kelemahan, peluang
dan ancaman. Pencapaian suatu tujuan yang tinggi ada kaitannya
dengan kepuasan individu maupun kelompok.
Diterapkannya manajemen agar pelaksanaan suatu usaha terencana
secara sistematis dan dapat dievaluasi secara benar, akurat dan lengkap
sehingga mencapai tujuan secara produktivitas, berkualitas, efektif, dan
efisien.12 Produktivitas adalah perbandingan terbaik antara hasil yang
diperoleh dengan jumlah besar yang dipergunakan. Kajian terhadap
produktivitas secara komprehensif adalah keluaran yang banyak dan
bermutu dan tiap-tiap fungsi atau peranan penyelenggaraan pendidikan.

11
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar Kompetensi Guru)
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 24.
12
Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Manajemen Pendidikan
(Bandung: Alfabeta, 2012), 88.
12

Kualitas, menunjukkan pada suatu ukuran penilaian atau


penghargaan yang diberikan atau dikenalkan kepada barang (products)
dan atau jasa (services) tertentu berdasarkan pertimbangan objektif atas
bobot dan/atau kinerjanya.13 Pelayanan tersebut tentunya harus
seimbang dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.
Efektivitas, merupakan ukuran keberhasilan mencapai tujuan
pembelajaran. Efektivitas berarti berusaha untuk dapat mencapai
sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan, sesuai pula dengan rencana, baik dalam penggunaan data,
sarana, maupun waktunya, atau berusaha melalui aktivitas tertentu baik
secara fisik maupun non fisik untuk memperoleh hasil yang maksimal
baik secara kuantitatif maupun kualitatif.14
Sedangkan efisiensi dalam pembelajaran adalah pencapaian tujuan
pembelajaran secara optimal dengan penggunaan sumber daya
seminimal mungkin, dari waktu, biaya, tenaga dan sarana.
c. Fungsi-fungsi manajemen pembelajaran
Fungsi manajemen begitu banyak macamnya dan senantiasa
berkembang dari waktu kewaktu disesuaikan dengan kebutuhannya.
Untuk mempermudah pembahasan mengenai fungsi manajemen
pembelajaran, maka kami kelompokkan fungsi-fungsi manajemen jika
diterjemahkan dalam kegiatan pembelajaran meliputi perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi.
1) Perencanaan pembelajaran
Perencanaan pembelajaran merupakan salah satu fungsi dalam
manajemen pembelajaran yang berperan penting dalam
keberlangsungan proses pembelajaran, sebab nantinya menjadi
penentu langkah pelaksanaan dan evaluasi. Dan tanpa perencanaan,
maka tujuan atau sasaran program yang hendak dicapai tidak dapat
dilaksanakan secara sistematis, efisien, dan efektif.

13
Ibid., 89.
14
Amjun, “Efektifitas Pembelajaran”, dalam
https://www.google.co.id/amp/s/ahmadmuhli.wordpress.com/2011/08/02/
efektivitaspembelajaran/amp/ (30 Desember 2019)
13

Keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh beberapa


faktor diantaranya oleh proses pembelajaran. Proses pembelajaran
merupakan rangkaian aktivitas dan interaksi antara siswa dan guru
yang dikendalikan melalui perencanaan pembelajaran.
Perencanaan adalah akivitas pengambilan keputusan mengenai
sasaran (objectives) apa yang akan dicapai, tindakan apa yang akan
diambil dalam rangka pencapaian tujuan atau sasaran dan siapa yang
akan melaksanakan tugas-tugasnya.15
Perencanaan mencakup tiga pengertian berikut 1) Suatu proses
persiapan sistematik mengenai kegiatan-kegiatan yang akan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu; 2) Perencanaan
adalah suatu cara untuk mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan
sumber yang ada secara efisien dan efektif; 3) Perencanaan adalah
penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan,
bagaimana, bilamana, dan oleh siapa.16
Perencanaan dipandang sebagai "otak" dari manejemen, karena
dapat menentukan keberhasilan-keberhasilan dari apa yang
direncanakan.17 Oleh karenanya, menjadi sangat penting bagi guru
untuk dapat merumuskan perencanaan pembelajarannya dengan
sebaik-baiknya terlebih dahulu agar proses pembelajaran dapat
terlaksana dengan baik pula.
Perencanaan pembelajaran hendaknya dibuat secara tertulis. Hal
ini dilakukan agar guru dapat menilai diri sendiri selama
melaksanakan pembelajaran. Atas dasar penilaian itu guru dapat
mengadakan koreksi atas hasil kerjanya, dengan tujuan agar dapat
melaksanakan tugas sebagai guru dan pendidik makin lama makin
meningkat.18

15
Baharuddin dan Moh.Makin, Manajemen Pendidikan Islam (Malang: UIN-Maliki Press, 2010),
99.
16
Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran teori dan Aplikasi (Jogjakarta: Ar-ruz Media,
2012), 109.
17
Lias Hasibuan, Melejitkan Mutu Pendidikan Refleksi Relevansi dan Rekonstruksi Kurikulum
(Jambi: SAPA Project, 2004), 113-114.
18
Ratna Willis Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Gelotra Aksara Pratama,
2006), 72.
14

Perencanaan pembelajaran bukan hanya merupakan materi


untuk diketahui saja, melainkan pula harus dipahami dan dikuasi
hingga mencapai tingkatan terampil.19 Karena sekedar pengetahuan
saja tak dapat menjadikan seorang guru bisa mengimplementasikan
fungsi perencanaan dalam pembelajaran dengan baik.
Dari berbagai pengertian di atas dapat dipahami bahwa
perencanaan pembelajaran adalah suatu kegiatan atau aktivitas dalam
rangka menetapkan tujuan yang ingin dicapai, apa yang harus
dilakukan, dan siapa pelaksana langkah untuk mencapai tujuan
tersebut.
Oleh karena itu perencanaan sebagai langkah pertama dalam
kegiatan pembelajaran, ia menempati posisi yang amat penting dan
amat menentukan. Sehingga manfaat perencanaan pembelajaran
adalah untuk memudahkan dalam pelaksanaan pembelajaran dan
memudahkan pengembangan pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan.
Perencanaan pembelajaran tidak saja dilakukan pada permulaan
kegiatan belajar mengajar, akan tetapi perlu terus menerus dilakukan
selama proses pembelajaran berlangsung.
Ukuran suatu perencanaan dikatakan baik harus mempunyai
sifat yaitu: harus menyangkut masa yang akan datang, menyangkut
tindakan, dan terdapat suatu elemen identifikasi pribadi atau
organisasi, yaitu serangkaian tindakan di masa yang akan datang
yang akan diambil oleh perencana atau seseorang yang ditunjuk
olehnya atau atas namanya dalam organisasi.20
Adanya kegiatan perencanaan sebelum melaksanakan suatu
kegiatan ataupun manajemen memiliki manfaat tersendiri. Diantara
manfaat perencanaan adalah sebagai 1) standar pelaksanaan dan
pengawasan, 2) pemilihan berbagai alternatif terbaik, 3) penyusunan
skala prioritas, baik sasaran maupun kegiatan, 4) menghemat

19
Teguh Triwiyanto, Manajemen Kurikulum ….. 97.
20
Ulbert Silalahi, Studi Tentang Ilmu Administrasi Konsep, Teori, dan Ilmu (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2002), 168.
15

pemanfaatan sumber daya organisasi, 5) membantu manajer


menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan, dan 6) sebagai alat
memudahkan dalam berkoordinasi dengan pihak terkait, serta 7)
sebagai alat meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti.21
2) Pelaksanaan pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan salah satu fungsi dalam
manajemen pembelajaran yang paling utama, karena di sinilah
kegiatan belajar mengajar yang dilakukan antara siswa dan guru
berlangsung. Peran guru dalam pelaksanaan pembelajaran sangat
penting untuk menggerakkan dan memotivasi para siswanya
melakukan aktivitas belajar. Berhasil tidaknya tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan bergantung pada bagaimana proses
pembelajaran itu dilaksanakan.
Pelaksanaan pembelajaran merupakan interaksi guru dan peserta
didik dalam rangka penyampaian bahan ataupun materi pelajaran
kepada siswa untuk mencapai tujuan. 22 Kegiatan pembelajaran
dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan
proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta
didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.
Pelaksanaan pembelajaran merupakan pelaksanaan perencanaan
yang telah dirancang sebelumnya oleh guru untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai
edukatif, nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru
dan siswa. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan pelaksanaan
pembelajaran yang dilakukan diarahkan untuk mencapai tujuan
tertentu yang telah dirumuskan sebelum pelaksanaan pembelajaran
dimula.23
Dalam pengertian lainnya, pelaksanaan pembelajaran
merupakan keseluruhan kegiatan yang dirancang untuk
21
Husaini Usman, Manajemen: Teori, Praktik, dan Pendidikan (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006),
48.
22
M. Saekhan Muchit, pembelajaran Kontekstual (Semarang: Rasail Media Grup, 2008), 110.
23
Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 1.
16

membelajarkan peserta didik. Pada satuan pendidikan, proses


pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan
fisik serta psikologis peserta didik.24
Pelaksanaan proses pembelajaran menjadi komponen yang
sangat penting dalam mewujudkan kualitas out put pendidikan. Oleh
karena itu, pelaksanaan proses pembelajaran harusdilaksanakan
secara tepat ideal dan prosporsional.25 Dengan demikian, guru harus
mampu mengimplementasikan teori-teori yang berkaitan dengan
pembelajaran ke dalam realitas pembelajaran yang sebenarnya.
Dari beberapa definisi diatas, dapat dipahami bahwa dalam
pelaksanaan pembelajaran, guru sebagai seorang manajer atau
pemimpin dalam pembelajaran harus mampu melaksanakan suatu
usaha menggiatkan siswa-siswanya agar mau belajar secara
sungguh-sungguh guna mencapai tujuan pembelajaran yang
diinginkan.
Pelaksanaan pembelajaran perlu dilakukan secara sistematis
berdasarkan prosedur pembelajaran yang telah dikembangkan. Oleh
karena itu, salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh guru
adalah mampu memahami dan melaksanakan pembelajaran, baik
dalam pembelajaran kelompok, individual maupun klasikal. Untuk
menerapkan kemampuan tersebut sebaiknya guru mengingat kembali
tentang konsep dan prinsip pembelajaran, tentang berbagai jenis
pendekatan pembelajaran serta tentang berbagai jenis strategi belajar
mengajar.
Secara umum tahapan pelaksanaan pembelajaran terbagi
menjadi tiga. Tahapan pertama adalah kegiatan pra pembelajaran
atau kegiatan awal pembelajaran, tahapan kedua merupakan kegiatan
inti pembelajaran dan tahapan ketiga yaitu kegiatan akhir

24
Dedi Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2012), 155.
25
Saekhan, Pembelajaran ….. 109.
17

pembelajaran. Setiap tahapan tersebut ditempuh secara sistematis,


efektif dan efisien.
3) Evaluasi pembelajaran
Secara etimologi, “evaluasi” berasal dari bahasa Inggris yaitu
evaluation dari akar kata value yang berarti nilai atau harga. Nilai
dalam bahasa Arab disebut al-qiamah atau al-taqdir’ yang bermakna
penilaian (evaluasi).
Secara terminologi, evaluasi mengandung pengertian suatu
tindakan atau proses dalam menentukan nilai sesuatu. 26 Evaluasi
merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan
objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan
dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.27
Dalam bidang pendidikan, kegiatan evaluasi merupakan
kegiatan utama yang tidak dapat ditinggalkan. Begitu juga proses
evaluasi pada kegiatan belajar mengajar hampir terjadi setiap saat,
tetapi tingkat formalitasnya berbeda-beda. Evaluasi berhubungan
erat dengan tujuan instruksional, analisis kebutuhan dan proses
belajar mengajar. Tanpa evaluasi suatu sistem instruksional masih
dapat dikatakan belum lengkap.
Pengertian evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses
sistematis untuk menentukan nilai sesuatu berdasarkan kriteria
tertentu melalui penilaian. Untuk menentukan nilai sesuatu dengan
cara membandingkan dengan kriteria, evaluator dapat langsung
membandingkan dengan kriteria umum, dapat pula melakukan
pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian
membandingkan dengan kriteria tertentu.28
Dalam pengertian lain antara evaluasi, pengukuran, dan
penilaian merupakan kegiatan yang bersifat hirarki. Artinya ketiga
kegiatan tersebut dalam kaitannya dengan proses pembelajaran tidak
dapat dipisahkan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya harus

26
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), 331.
27
M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1990), 17.
28
Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Ciputat Press, 2005), 138.
18

dilaksanakan secara berurutan. Dalam kaitan ini ada dua istilah yang
hampir sama tetapi sesungguhnya berbeda, yaitu penilaian dan
pengukuran. Pengertian pengukuran terarah kepada tindakan atau
proses untuk menentukan kuantitas sesuatu, karena itu biasanya
diperlukan alat bantu. Sedangkan penilaian atau evaluasi terarah
pada penentuan kualitas atau nilai sesuatu.29
Evaluasi merupakan bagian dari proses pembelajaran yang
secara keseluruhan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan mengajar,
melaksanakan evaluasi yang dilakukan dalam kegiatan pendidikan
mempunyai arti yang sangat utama, karena evaluasi merupakan alat
ukur atau proses untuk mengetahui tingkat pencapaian keberhasilan
yang telah dicapai peserta didik atas bahan ajar atau materi-materi
yang telah disampaikan, sehingga dengan adanya evaluasi maka
tujuan dari pembelajaran akan terlihat secara akurat dan meyakinkan.
Evaluasi diartikan sebagai suatu proses menentukan nilai
sesuatu atau seseorang dengan menggunakan patokan-patokan
tertentu untuk mencapai tujuan.30 Sementara itu, evaluasi hasil
belajar pembelajaran adalah suatu proses menentukan nilai prestasi
belajar pembelajar dengan menggunakan patokan-patokan tertentu
agar mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan sebelumnya.
Evaluasi hasil belajar digunakan untuk menyimpulkan apakah tujuan
instruksional suatu program telah tercapai. 31 Caranya adalah dengan
melakukan pengukuran dan penilaian terhadap kesesuaian antara
tujuan instruksional yang telah ditetapkan dengan prestasi hasil
belajar yang diperoleh melalui tes atau ujian.
Evaluasi pembelajaran adalah proses untuk menentukan
nilai belajar dan pembelajaran yang dilaksanakan, dengan melalui
kegiatan penilaian atau pengukuran belajar dan pembelajaran.
Sedangkan pengertian pengukuran dalam kegiatan pembelajaran
29
Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan
Teoritis Psikologis (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), 246.
30
Evelin Siregar & Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran (Bogor: Ghalia Indonesia,
2010), 142.
31
Daryanto, Panduan Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif (Jakarta: AV Publisher, 2009),
216.
19

adalah proses membandingkan tingkat keberhasilan belajar dan


pembelajaran dengan ukuran keberhasilan belajar dan pembelajaran
yang telah ditentukan secara kuantitatif, sementara pengertian
penilaian belajar dan pembelajaran adalah proses pembuatan
keputusan nilai keberhasilan belajar dan pembelajaran secara
kualitatif.32
Evaluasi dilakukan terhadap pelaksanaan rencana untuk
menilai keberhasilan pelaksanaan dari suatu program atau kegiatan
berdasarkan indikator sasaran kinerja yang tercantum dalam
program dan kegiatan. Dengan adanya evaluasi tersebut, maka
dapat diketahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi
pelajaran, melatih keberanian, dan mengajak peserta didik untuk
mengingat kembali materi yang telah diberikan, dan mengetahui
pula tingkat perubahan perilakunya.
Evaluasi sebagai bagian dari program pembelajaran perlu
dioptimalkan, karena bukan hanya bertumpu pada penilaian hasil
belajar, tetapi juga perlu penilaian terhadap input, proses, dan out
put. Salah satu faktor yang penting untuk efektivitas pembelajaran
adalah faktor evaluasi baik terhadap proses belajar maupun terhadap
hasil pembelajaran. Evaluasi merupakan kegiatan pengumpulan
kenyataan mengenai proses pembelajaran secara sistematis untuk
menetapkan apakah terjadi perubahan terhadap peserta didik dan
sejauh manakah perubahan tersebut mempengaruhi kehidupan
peserta didik.33
Evaluasi dapat mendorong peserta didik untuk lebih giat belajar
secara terus menerus dan juga mendorong guru untuk lebih
meningkatkan kualitas proses pembelajaran serta mendorong
pengelola pendidikan untuk lebih meningkatkan fasilitas dan kualitas
belajar peserta didik. Sehubungan dengan hal tersebut, optimalisasi
sistem evaluasi memiliki dua makna, pertama adalah sistem evaluasi
32
Ibid., 37.
33
Ahmad Dahlan, “Pengertian dan Peranan Evaluasi Pembelajaran”, dalam
https://www.eurekapendidikan.com/2014/10/pengertian-dan-Peranan-evaluasi-pembelajaran.html?
m=1 (30 Desember 2019)
20

yang memberikan informasi yang optimal. Kedua adalah manfaat


yang dicapai dari evaluasi. Manfaat yang utama dari evaluasi adalah
meningkatkan kualitas pembelajaran.34
Dari berbagai definisi di atas, dapat ditegaskan bahwa evaluasi
pembelajaran adalah suatu kegiatan untuk menentukan dan atau
memberikan nilai terhadap suatu proses pembelajaran dengan
mengunakan kriteria-kriteria tertentu untuk mencapai tujuan yang
telah dirumuskan.
Tujuan evaluasi yaitu: 1) mengetahui tingkat kemajuan yang
telah dicapai dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu. 2)
mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok
kelasnya. 3) mengetahuai tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam
belajar. 4) mengetahui hingga sejauhmana siswa telah
mendayagunakan kapasitas kognitifnya (kemampuan kecerdasan
yang dimilikinya) untuk keperluan belajar, dan 5) mengetahui
tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah
digunakan guru dalam proses belajar mengajar.35
Dengan demikian, tujuan evaluasi adalah untuk memperbaiki
cara pembelajaran, mengadakan perbaikan dan pengayaan bagi
peserta didik, serta menempatkan peserta didik pada situasi
pembelajaran yang lebih tepat sesuai dengan tingkat kemampuan
yang dimilikinya. Tujuan lainnya adalah untuk memperbaiki dan
mendalami dan memperluas pelajaran, dan yang terakhir adalah
untuk memberitahukan atau melaporkan kepada para orang tua/wali
peserta didik mengenai penentuan kenaikan kelas atau penentuan
kelulusan peserta didik.
2. Program Akselerasi
a. Pengertian akselerasi

34
Gintings Abdorrakhman, Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran (Bandung: Buah Batu, 2008),
162.
35
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 2002), 142.
21

Akselerasi artinya percepatan, penyegaran (daya), kecepatan. 36


Accelerated Learning atau percepatan pembelajaran adalah program
pembelajaran efektif lebih cepat dan lebih paham dibanding dengan
metode belajar konvensional.37
Accelerated Learning adalah suatu sistem menyeluruh yang
meliputi berbagai cara yang cerdik, muslihat dan teknik untuk
mempercepat dan meningkatkan perancangan dan proses belajar dan
juga merupakan proses pembelajaran yang alamiah, yang didasarkan
pada cara orang belajar secara alamiah.38
Accelerated pada dasarnya berarti semakin bertambah cepat.
Learning didefinisikan sebagai sebuah proses perubahan kebiasaan
yang disebabkan oleh penambahan keterampilan, pengetahuan, atau
sikap baru. Jika digabungkan, pembelajaran cepat berarti “mengubah
kebiasaan dengan meningkatkan kecepatan”.
Akselerasi berarti belajar dimungkinkan untuk diterapkan sehingga
siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dapat menyelesaikan
pelajarannya lebih cepat dari masa belajar yang ditentukan. Akselerasi
belajar tidak sama dengan loncat kelas sebab dalam akselerasi belajar
setiap siswa tetap harus mempelajari seluruh bahan yang seharusnya
dipelajari. Akselerasi dapat dilakukan dengan bantuan modul atau
lembar kerja yang disediakan sekolah. Melalui akselerasi belajar peserta
didik yang berkemampuan tinggi dapat mempelajari seluruh bahan
pelajaran dengan lebih cepat dibandingkan peserta didik yang lain. 39
Jadi, secara singkat akselerasi mengandung pengertian:
1) Sebagai model pembelajaran yaitu lompat kelas, dimana peserta
didik berbakat yang memiliki kemampuan unggul diberi
kesempatan untuk mengikuti pelajaran pada kelas yang lebih
tinggi.

36
Pius A Parjanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer (Yogyakarta: Arkola Surabaya,
1994), 16.
37
Agus Nggermanto, Quantum Quotient Kecerdasan Quantum (Bandung: Nuansa, 2001), 55.
38
Dave Meier, The Accelerated Learning Handbook: panduan kreatif dan efektif merancang
program pendidikan dan pelatihan, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2004), 49-50.
39
Lif Khoiru Ahmadi, Pembelajaran Akselerasi (Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2011), 1-3.
22

2) Kurikulum atau akselerasi program, menunjuk pada peringkasan


program sehingga dapat dijalankan dalam waktu yang lebih
cepat.
3) Memperoleh konten materi dengan nama yang lebih dipercepat
sesuai dengan kemampuan potensial siswa.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa
program akselerasi adalah program layanan belajar yang ditujukan bagi
mereka yang memiliki kemampuan di atas rata-rata supaya dapat
mempelajari seluruh bahan pelajaran dengan lebih cepat dibandingkan
peserta didik yang lain.
b. Tujuan program akselerasi
Ada dua tujuan yang mendasari dikembangkannya program
percepatan belajar bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa:
1) Tujuan umum
Memenuhi kebutuhan peserta didik, hak asasi peserta didik
sesuai dengan kebutuhan pendidikan, minat intelektual dan
perspektif masa depannya, kebutuhan aktualisasi, serta
menimbang peran peserta didik sebagai aset masyarakat dan
kebutuhan masyarakat untuk pengisian peran.40
2) Tujuan khusus
Memberi penghargaan untuk dapat menyelesaikan program
pendidikan secara lebih cepat sesuai dengan potensinya,
meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran,
mencegah rasa bosan terhadap iklim kelas yang kurang
mendukung berkembangnya potensi keunggulan peserta didik
secara optimal dan turut memacu motivasi siswa untuk
meningkatkan kecerdasan spiritual, intelektual, dan emosionalnya
secara berimbang.41

40
Ibid., 220-221.
41
Ibid., 221.
23

Guru ataupun pengelola sebuah lembaga pendidikan yang


menerapkan program pembelajaran akselerasi (percepatan), maka
tujuan pembelajarannya dapat mengacu pada tujuan akselerasi tersebut.
c. Manfaat program akselerasi
Beberapa keuntungan dari dijalankannya program akselerasi bagi
anak berbakat diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan efisiensi, yakni siswa yang telah siap dengan
bahan bahan pengajaran dan menguasai kurikulum pada tingkat
sebelumnya akan belajar lebih baik dan lebih efisien.
2) Meningkatkan efektivitas, yakni siswa yang terikat belajar pada
tingkat kelas yang dipersiapkan dan menguasai keterampilan-
keterampilan sebelumnya merupakan siswa yang paling efektif.
3) Penghargaan, yaitu siswa yang telah mampu mencapai tingkat
tertentu sepantasnya memperoleh penghargaan atas prestasi yang
dicapainya.
4) Meningkatkan waktu untuk karier, adalah adanya pengurangan
waktu belajar akan meningkatkan produktivitas siswa,
penghasilan, dan kehidupan pribadinya pada waktu yang lain.
5) Membuka siswa pada kelompok barunya, dengan program
akselerasi siswa dimungkinkan untuk bergabung dengan siswa
lain yang memiliki kemampuan intelektual dan akademis yang
sama.
6) Ekonomis, yaitu keuntungan bagi sekolah ialah tidak perlu
mengeluarkan banyak biaya untuk mendidik guru khusus anak
berbakat.42
d. Kelebihan dan kelemahan program akselerasi
Setiap program pembelajaran yang diterapkan di lembaga
pendidikan tentunya memiliki sisi kelebihan dan kelemahan tersendiri,
ini merupakan hal yang lumrah terjadi. Dan hal ini menjadi sebuah
tantangan bagi guru maupun pengelola untuk dapat memanfaatkan
sebaik mungkin kelebihan yang dimiliki, sehingga dapat
42
Reni Akbar-Hawadi, Akselerasi A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat
Intelektual, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), 10.
24

mengembangkannya dan mecarikan sosuli terkait problem kelemahan


yang dialami guna mengatasinya.
1) Kelebihan

Beberapa keuntungan siswa yang ikut dalam program


akselerasi yaitu efesiensi dalam belajar meningkat karena masa
yang ditempuh dalam proses pembelajaran program akselerasi
lebih singkat, adanya rekognisi terhadap prestasi yang dimiliki
siswa, waktu untuk meniti karir bagi siswa akselerasi lebih
banyak dibandingkan dengan siswa lain karena memiliki
kecerdasan diatas rata-rata, produktivitas meningkat, pilihan
eksplorasi dalam pendidikan meningkat dan siswa diperkenalkan
dalam kelompok teman yang baru.43

2) Kelemahan

Empat hal yang berpotensi negatif dalam proses akselerasi


bagi anak berbakat yaitu: segi akademik, penyesuaian sosial,
berkurangnya kesempatan kegiatan ekstrakurikuler dan
penyesuaian emosional. 44

Pertama segi akademik, bahan ajar terlalu tinggi bagi siswa


akselerasi. Hal ini akan membuat mereka menjadi siswa yang
tertinggal dibelakang kelompok teman barunya, dan akan menjadi
siswa yang berprestasi sedang-sedang saja, bahkan tidak menutup
kemungkinan siswa akselerasi akan gagal.

Kedua segi penyesuaian sosial, siswa akan kehilangan


aktivitas sosial yang penting dalam usia sebenarnya. Hal ini
menyebabkan mereka menyesal kehilangan kesempatan tersebut
dan akan mengarahkannya dalam social maladjustment selaku
orang dewasa kelak. Mereka akan mengalami hambatan dalam
bergaul dengan teman sebayanya.

43
Ibid., 12.
44
Ibid., 12.
25

Ketiga, berkurangnya kesempatan kegiatan ekstrakurikuler.


Kebanyakan aktivitas ekstrakurikuler berkaitan erat dengan usia.
Hal ini menyebabkan siswa akselerasi akan berhadapan dengan
teman sekelasnya yang lebih tua dan tidak memberikannya
kesempatan. Hal ini menyebabkan siswa akan kehilangan
kesempatan yang penting dan berharga di luar kurikulum sekolah
yang normal. Akibatnya mereka akan kehilangan pengalaman
penting yang berkaitan bagi kariernya dimasa depan.

Dan keempat, penyesuaian emosional. Siswa akselerasi akan


mudah frustasi dengan adanya tekanan dan tuntutan berprestasi.
Siswa yang mengalami sedikit kesempatan untuk membentuk
persahabatan pada masanya akan menjadi terasing atau agresif
terhadap orang lain. Dan adanya tekanan untuk berprestasi
membuat siswa akselerasi kehilangan kesempatan untuk
mengembangkan hobi. Minimnya kesempatan dalam
mengembangkan hobi dan bakat tersebut akan membuat siswa
akselerasi merasa mudah bosan karena dituntut dalam
pembelajaran dan kemungkinan besar membuat prestasinya
menurun.

Apabila siswa mampu menghadapi empat hal tersebut, maka


selama ia mengikuti program akselerasi akan lebih mampu untuk
mentolerir segala tekanan yang dirasakannya, bersikap optimis
dalam menghadapi segala permasalahan dalam proses
pembelajaran yang telah dihadapinya.

3. Kitab Kuning
a. Pengertian kitab kuning
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kitab kuning
adalah kitab bertulis Arab tanpa harakat, dijadikan sumber pengajaran
di pondok pesantren. Tidak sembarang orang mampu membacanya,
sehingga diperlukan ilmu khusus untuk dapat membacanya. Ilmu itu
disebut dengan ilmu alat, yakni ilmu Nahwu dan Sharaf.
26

Secara harfiah kitab kuning diartikan sebagai buku atau kitab yang
dicetak dengan mempergubakan kertas yang berwana kuning,
sedangkan menurut pengertian istilah kitab kuning adalah kitab
atau buku berbahasa Arab yang membahas ilmu pengetahuan agama
Islam seperti Fiqih, Ushul Fiqih, Akhlak, Tasawuf, Tafsir Al-Qur’an,
Ulumul Qur’an, hadis, Ulmul Hadis dan sebaginya, yang ditulis oleh
ulama-ulama salaf dan digunakan sebagai bahan pengajran utama di
Pesantren.45
Kitab kuning adalah kitab-kitab berbahasa Arab tanpa harokat
sehingga dinamai kitab gundul, untuk dapat membacanya santri harus
menguasai dulu ilmu alat yaitu Nahwu dan Sharaf.46
Kitab klasik atau yang lebih dikenal dengan sebutan kitab
kuning merupakan literatur yang biasa digunakan dalam pendidikan
dan pengajaran yang berlangsung di Pondok Pesantren. Kitab kuning
adalah kitab yang ditulis dalam bahasa arab dan biasanya tidak
dilengkapi dengan harokat.47
Kitab kuning merupakan sebutan untuk literatur yang digunakan
sebagai rujukan umum dalam proses pendidikan di lembaga pendidikan
Islam tradisional pesantren. Kitab kuning digunakan secara luas di
lingkungan pesantren, terutama pesantren yang masih menggunakan
metode pengajaran dalam bentuk halaqoh. Penggunaan kitab kuning
merupakan tradisi keilmuan yang melekat dalam sistem pendidikan di
pesantren. Sebagai elemen utama dalam sistem pendidikan Islam di
pesantren, kitab kuning telah menjadi jati diri (identity) dari pesantren
(salafiyah) itu sendiri.Karena itu, keberadaan kitab kuning identik
dengan eksistensi pesantren, terutama pesantren salafiyah.
b. Ciri-ciri kitab kuning
Seiring dengan perkembangan tekhnologi, ciri-ciri kitab kuning
juga telah mengalami perubahan. Kitab kuning cetakan baru sudah
banyak yang memakai kertas berwarna putih yang umum dipakai di

45
Zubaidi, Materi Dasar NU, LP Ma’arif NU Jateng (Semarang, 2002), 9.
46
M. Amin Hadedar, Masa Depan Pesantren (Jakarta: IRD Press, 2004), 37.
47
Ibid., 148.
27

dunia percetakan. Juga sudah banyak yang tidak “gundul” lagi, karena
telah diberi syakal untuk memudahkan para santri membacanya,
sebagian besar kitab kuning sudah dijilid. Dengan demikian penampilan
fisiknya tidak mudah lagi dibedakan dari kitab-kitab baru yang biasanya
disebut “al-kutub al-ashriyyah” (buku-buku modern).
Literatur-literatur dari kitab kuning memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Kitab-kitab menggunakan bahasa Arab.
2) Umumnya tidak memakai syakal (tanda baca atau baris), bahkan
tanpa memakai titik, koma.
3) Berisi keilmuan yang cukup berbobot.
4) Metode penulisannya dianggap kuno dan relevansinya dengan
ilmu kontemporer kerap kali tampak menipis.
5) Lazimnya dikaji dan dipelajari di pondok pesantren.
6) Banyak diantara kertasnya berwarna kuning. 48
c. Metode pembelajaran kitab kuning
Seiring dengan perkembangan pondok pesantren, dalam
pembelajaran kitab-kitab klasik juga memiliki metode pembelajaran
tersendiri, yaitu dengan menggunakan metode pengajaran sorogan,
wetonan atau bandungan dan hafalan.
1) Metode sorogan
Metode sorogan adalah sebuah sistem belajar dimana para
santri maju persatu untuk membaca dan menguraikan isi kitab
dihadapan seorang guru atau kyai. Sorogan ialah seorang murid
mendatangi guru yang akan membacakan beberapa baris Al-
Qur’an atau kitab-kitab bahasa Arab dan menerjemahkan kata
demi kata ke dalam bahasa tertentu yang pada gilirannnya murid
mengulangi dan menerjemahkan kata perkata seversis mungkin
seperti yang dilakukan gurunya.
Oleh karena itu inti dari metode ini adalah berlangsungnya
proses belajar mengajar (PBM) secara fest to fest, antara guru dan

48
Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Trigenda Karya, 1993), 300.
28

murid. Metode ini pada zaman Rasulullah dan para Sahabat


dikenal dengan metode belajar Kuttab.49
Pengertian lain tentang metode sorogan adalah sebuah
metode pembelajaran dengan sistem privat yang dilakukan santri
kepada seorang kyai. Dalam metode sorogan ini, santri
mendatangi kyai dengan membawa kitab lalu membacanya
didepan kyai dan menerjemahkannya. Metode sorogan sebagai
metode yang sangat penting untuk para santri, karena dengan
metode sorogan, santri akan memperoleh ilmu yang meyakinkan
dan lebih terfokus.50
2) Metode wetonan atau bandungan
Metode Wetonan, yaitu kyai membacakan salah satu kitab
didepan para santri yang juga memegang dan memerhatikan kitab
yang sama. Kedatangan santri hanya menyimak, memerhatikan,
dan mendengarkan pembacaan dan pembahasan isi kitab yang
dilakukan oleh kyai.51
Metode bandungan adalah kyai membaca suatu kitab dalam
waktu tertentu dan santri membawa kitab yang sama, kemudian
santri mendengarkan dan menyimak tentang bacaan kyai
tersebut.52
Jadi, metode wetonan atau bandungan adalah sebuah sistem
pembelajaran yang mana sekelompok murid mendengarkan
seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan
seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Setiap
murid memperhatikan bukunya sendiri dan membuat catatan-
catatan baik arti maupun keterangan tentang kata-kata atau buah
fikiran.
3) Hafalan

49
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Ciputat Pres, Jakarta, 2002),
150-151.
50
Hasan Basri dll, Ilmu Pendidikan Islam (CV Pustaka Setia, Bandung, 2010), 236.
51
Ibid., 236.
52
Arief, Pengantar Ilmu ….. 153-154.
29

Hafalan adalah Metode yang diterapkan di pesantren,


umumnya dipakai untuk menghafal kitab-kitab tertentu, juga
sering dipakai untuk mengahafal Al-Qur’an baik surat-surat
pendek maupun seluruh surat Al-Qur’an 30 juz. Dan pada waktu
tertentu dibacakan dihadapan kyai atau ustadz.53 Dalam metode
hafalan ini santri dilatih untuk mengasah kemampuan berfikirnya
agar terbiasa dengan hafalan tulisan Arab.
d. Indikator kemampuan membaca kitab kuning
1) Ketepatan dalam membaca
Mengenai kategori dalam ketepatan membaca kitab kuning
didasarakan atas kaidah-kaidah aturan membacanya. Diantara
peserta didik harus mengetahui dan menguasai kaidah-kaidah
nahwiyah (tata bahasa) dan kaidah.54
2) Kepahaman mendalami isi
Aktifitas membaca tidaklah hanya sebatas membaca pada
teks tertulis, melainkan membaca yang disertai dengan
pemahaman atas teks tertulis tersebut. Dalam rangka memahami
bacaan seseorang akan lebih mengetahui maksud, ide-ide, gagasan
dan pokok pikiran yang dikehendaki oleh penulis. Secara lebih
dalam ia dapat mengetahui kosa kata dan struktur kalimat dalam
teks tersebut karena pada dasarnya membaca merupakan proses
pembentukan makna dalam teks-teks tertulis.
Hakikat membaca adalah memahami isi bacaan dari teks-teks
tertulis, siswa telah meningkat pada tahapan pola belajarnya
yaitu belajar dan memahami pesan yang terkandung dalam teks.
Memahami bacaan dari kandungan isi kitab kuning bukanlah
seperti membaca tulisan-tulisan berbahasa non-arab, ini
membutuhkan perhatian khusus, kecermatan dan ketekunan dalam
memahaminya.
3) Dapat mengungkapkan isi bacaan
53
Departemen Agama RI, Pembakuan Sarana Pendidikan (Jakarta: Direktorat Jendral
Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, Jakarta, 2005), 11.
54
Taufiqul Hakim, Amtsilati; Metode Praktis Mendalami Al-Qur’an dan Membaca Kitab Kuning
(Jepara: Al-Falah Offset, 2003)
30

Kemampuan siswa dapat membaca kitab kuning dalam aktifitas


belajarnya merupakan tuntutan utama. Hal ini dimaksud untuk
membekali siswa dalam mempelajari ilmu-ilmu agama Islam yang
bersumber dari kitab-kitab klasik. Setelah mereka mampu membaca
dengan tepat, mereka juga diminta untuk dapat mengungkapkan isi
bacaan. Para siswa yang telah dianggap mampu membaca kitab
kuning sesuai aturan bakunya tetapi mereka juga lemah dalam
mengungkapkan isi kandungannya atau sebaliknya, itu terjadi
dikarenakan oleh suatu hal tertentu, misalnya mereka hanya
memahami kaidah-kaidah bahasa Arab akan tetapi tidak memiliki
keterampilan membaca kitab kuning dan lain-lain. Oleh karena itu
idealnya adalah mampu membaca kitab kuning disertai juga mampu
mengungkapkan isi bacaan.
Untuk mengetahui bahwa siswa sudah menguasai apa yang ia
baca antara lain dengan membuktikan bahwa siswa tersebut mampu
menceritakan apa yang telah ia baca. Dengan membaca ia akan
mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak dibandingkan dengan
teman-temannya yang lain yang kurang membaca, membaca
memang modal utama dalam proses pembelajaran.55

G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif (qualitative
approach), sebagai prosedur penelitian yang akan menghasilkan data
deskriptif sumber-sumber penelitian.. Menurut Bogdan dan Taylor,
pendekatan kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang

55
Qodzi Azizi, Pendidikan Agama Islam Membangun Etika Sosial (Semarang: Aneka Ilmu,
2003), 155.
31

diteliti.56 Dipihak lain Kirk dan Miller menjelaskan bahwa penelitian


kualitatif merupakan tradisi tertentu dalam ilmu sosial yang secara
fundamental bergantung kepada pengamatan manusia dan berhubungan
dengan mereka dalam hal bahasannya dan alam peristilahannya.57
Alasan mengapa menggunakan penelitian kualitatif adalah penelitian
kualitatif bukan hanya sekedar menghasilkan data atau informasi yang
sulit dicari melalui metode kuantitatif, tetapi juga harus mampu
menghasilkan informasi-informasi yang bermakna.
Sedangkan jenis penelitian yang dilakukan berupa penelitian studi
kasus. Alasan menggunakan jenis ini karena peneliti akan mengkaji secara
lebih mendalam tentang implementasi manajemen pembelajaran program
akselerasi baca kitab kuning di Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti akan bertindak sebagai pengumpul data
yang sekaligus akan aktif di lapangan58, dan peneliti akan bertindak
sebagai pengamat aktif yang akan langsung terjun ke lapangan guna
mendapatkan informasi sedetail-detailnya dan berdasarkan kenyataan yang
akan ditemui. Karena ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan
dari peneliti yang ikut serta dalam menentukan keseluruhan skenarionya, 59
dan peneliti akan menjadi instrument kunci, partisipan penuh sekaligus
pengumpul data, dan instrument lain adalah sebagai penunjang.

Sebelum terjun ke lapangan, peneliti sudah mengenal beberapa


informan sebagai sumber informasi. Diantaranya adalah ketua Majelis
Musyawarah Kutubuddiniyah, pengurus program akselerasi, beberapa
tenaga pengajar dan siswa program akselerasi. Dengan demikian akan
membantu mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data-data terkait
dengan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan
evaluasi pembelajaran serta hasil yang diperoleh dari implementasi

56
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), 4.
57
Suharmisi Arikunto, Prosedur Penelitian, suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), 2.
58
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2001), 56.
59
Moleong, Metodologi Penelitian ….. 117.
32

manajemen pembelajaran pada program akselerasi baca kitab kuning di


Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah PP. Mambaul Ulum Bata-bata.
Jadi, kehadiran peneliti di lapangan sudah diketahui statusnya
sebagai peneliti oleh informan sejak peneliti sebelum mengamati
lokasi penelitian.
3. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi penelitian di Majelis
Musyawarah Kutubuddiniyah PP. Mambaul Ulum Bata-bata. Alasan
peneliti lebih memilih Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah sebagai
lokasi penelitian karena peneliti merupakan santri aktif di PP. Mambaul
ulum Bata-bata, serta peneliti pernah mengikuti program akselerasi ini
pada tahun 2013. Dan mulai tahun 2016 sampai saat ini ikut berpartisipasi
sebagai tenaga pengajar. Jadi, hal tersebut membuat peneliti lebih mudah
dalam melakukan penelitian ini.
Mengenai profil lokasi penelitian ini, dapat diuraikan sebagai berikut:
Nama Instansi : Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah (M2KD)
Motto : Theishi Shi Nai Otoko (Laki-laki yang tidak
pernah berhenti)
Nomor Statistik : tidak ada
Tahun Berdiri : 1999
Alamat : Jln. R.K.H Abd. Majid Blok T Lantai Dasar
PP. Mambaul Ulum Bata-bata Panaan Palengaan
Pamekasan Jawa Timur.
Email/Website : m2kd@yahoo.co.id

4. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data adalah subjek dari mana
data dapat diperoleh. Dan termasuk sumber data adalah pihak-pihak
yang dapat memberikan keterangan data yang diperlukan. 60

60
Arikunto, Prosedur Penelitian ….. 129.
33

Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu


sumber data utama dan sumber data penunjang. Sumber data utama
(primer) adalah sumber data yang diperoleh secara langsung dari
lapangan atau individu. Sumber data primer berupa data yang
diperoleh dengan lisan maupun tulisan. Sedangkan sumber data
penunjang (sekunder) adalah sumber data yang diambil dari
literature terkait dengan penelitian.
Sumber data utama dalam pengertian kualitatif adalah kata-kata
dan tindakan. Selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
dan lain-lain 61 .
Jadi Sumber data yang digunakan untuk memperoleh data dalam
penelitian ini dapat penulis bagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Sumber data primer, yaitu sumber data pokok yang diterima


langsung dari Ketua Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah,
pengurus program akselerasi, tenaga pengajar dan siswa.

2. Sumber data sekunder, yaitu sumber data pendukung atau


pelengkap. Hal ini diperoleh dari dokumen-dokumen, data-
data, serta buku-buku referensi yang membahas
permasalahan penelitian tersebut yang diperoleh dari
sekretaris Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah.

5. Prosedur Pengumpulan Data


Instrument pengumpulan data yang lumrah digunakan adalah
observasi, wawancara dan dokumentasi. Kualitas data ditentukan oleh
kualitas alat pengukurnya, karena itu prosedur yang dituntut oleh setiap
metode pengambilan data yang digunakan juga harus dipenuhi secara
tertib dan benar pula.62
Beberapa instrument tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai
berikut:

61
Moleong, Metodologi Penelitian ….. 112.

62
Sumadi suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Rajawali Press, 1992), 84.
34

a. Observasi
Obsevasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu
proses yang tersusun dari berbagai proses-proses biologis dan
psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses
pengamatan dan ingatan. Teknik pengumpulan data dengan
observasi digunakan apabila penelitian berkenaan dengan
prilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila
responden yang diamati tidak terlalu besar 63 .
Metode ini digunakan agar memperoleh data tentang
perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan
evaluasi pembelajara yang diterapkan serta hasil yang
diperoleh dari penerapan manajemen pembelajaran program
akselerasi baca kitab kuning di Majelis Musyawarah
Kutubuddiniyah PP. Mambaul Ulim Bata-bata.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara atau
narasumber yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu 64 .
Adapun wawancara yang digunakan adalah wawancara tak
terstruktur. Wawancara tak terstruktur adalah wawancara yang
bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap
untuk pengumpulan datanya hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan.
Penulis menggunakan metode ini untuk mendapatkan
informasi secara langsung tentang perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajara yang
diterapkan, serta hasil yang diperoleh dari penerapan
manajemen pembelajaran program akselerasi baca kitab
kuning dari narasumber yang terkait. Dalam hal ini yaitu:
63
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, (Bandung : Alfabeta, 2009), 145.
64
Moleong, Metodologi Penelitian ….. 186.
35

1) Ketua Majelis Musyawarah Kutubuddiniyah


2) Pengurus program akselerasi
3) Tenaga pengajar
4) Siswa
c. Dokumentasi
Teknik ini merupakan alat pelengkap atau bahkan utama dalam
prosedur pengumpulan data di dalam penelitian ini, karena sifat
dokumen yang adakalanya penting dan sangat memberi informasi
yang cukup untuk kajian yang sedang diteliti, sehingga dapat
dimanfaatkan oleh peneliti sebagai penguji, menafsirkan bahan
untuk meramalkan.65
Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
surat, pengumuman resmi, agenda, kesimpulan-kesimpulan
pertemuan, dokumen-dokumen administratif, kliping-kliping,
dan lain-lain.
Metode ini digunakan peneliti untuk memperoleh
gambaran umum, letak geografis, sejarah berdiri dan
berkembangnya , Visi dan Misi, struktur organisasi, keadaan
guru dan siswa, sarana dan prasarana di Majelis Musyawarah
Kutubuddiniyah PP. Mambaul Ulum Bata-bata.

6. Analisis Data
Langkah selanjutnya setelah data-data terkumpul adalah
menganalisisnya menjadi informasi yang sistematis. Analisis data adalah
proses pelacakan dan pengurutan secara sistematis mengenai transkip
wawancara, catatan lapangan, dan bahan lain yang ada untuk
meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut agar dapat

65
Moleong, Metode Penelitian ..... 161.
36

dipresentasikan secara keseluruhan kepada orang lain. 66 Analisis data yang


digunakan peneliti mencakup reduksi, display dan kesimpulan data.
Langkah-langkah analisis data tersebut yang akan menjadikan data-data
yang diperoleh dalam penelitian kualitatif ini sebagai data yang tersusun
dengan jelas, efektif, efisien dan mudah dipahami. Berikut pemaparannya:
a. Reduksi data, yaitu merangkum beberapa data yang diperoleh dari
hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, memilih data yang
urgen, memfokuskan pada data yang pokok, mengambil data yang
diperlukan, serta membuang data yang tidak perlu.
b. Display data (pemaparan data). Setelah peneliti merangkum data-
data melalui tahap reduksi, peneliti akan memaparkan secara
sistematik. Melalui proses pemaparan tersebut, peneliti berharap
dapat mempermudah untuk menarik kesimpulan.
c. Conclusion drawing (Penarikan kesimpulan). Setelah melalui tahap
reduksi dan memaparkannya, data tersebut dapat disimpulkan
dengan singkat dan padat. Kesimpulan awal yang dikemukakan
masih bersifat sementara, dan akan mengalami perubahan
apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi
apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal
didukung oleh bukti-bukti yang falid dan konsisten saat
peneliti kembali kelapangan mengumpulkan, maka kesimpulan
yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel .
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan
baru yang sebelumnya belum pernah ada. temuan dapat
deskripsi atau berupa gambaran suatu objek yang sebelumnya
masih remang-remang atau bahkan gelap, sehingga setelah
diteliti menjadi jelas. kesimpulan ini dapat berupa hubungan
kausal dan intraktif, maupun hipotesis atau teori.
7. Pengecekan Keabsahan Data

66
Imron Arifin, Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu-ilmu Social dan Keagamaan (Malang:
Kalimasahada, 1996), 84.
37

Validitas atau keabsahan data adalah data yang tidak berbeda


antara data yang diperoleh oleh peneliti dengan data yang terjadi
sesungguhnya pada objek penelitian sehingga keabsahan data yang
telah disajikan dapat dipertanggung jawabkan.
Untuk menjamin kepercayaan atau validitas data yang diperoleh
melalui penelitian ini, maka diperlukan uji keabsahan dan kelayakan data
yang dilakukan dengan cara: Keajegan/keteraturan artinya mencari secara
konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses
analisis yang konstan atau tentatif.67
Keabsahan data dilakukan untuk membuktikan apakah
penelitian yang dilakukan benar-benar merupakan penelitian ilmiah
sekaligus untuk menguji data yang diperoleh. Uji keabsahan data
dalam penelitian kualitatif meliputi uji, credibility, transferability,
dependability, dan confirmability 68 .
a. Credibility
Uji credibility (kredibilitas) atau uji kepercayaan
terhadap data hasil penelitian yang disajikan oleh peneliti
agar hasil penelitian yang dilakukan tidak meragukan sebagai
sebuah karya ilmiah dilakukan.
b. Transferability
Transferability merupakan validitas eksternal dalam
penelitian kualitatif. Validitas eksternal menunjukkan derajat
ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke
populasi di mana sampel tersebut diambil. 69
Pertanyaan yang berkaitan dengan nilai transfer sampai
saat ini masih dapat diterapkan/dipakai dalam situasi lain.
Bagi peneliti, nilai transfer sangat bergantung pada si
pemakai. Sehingga ketika penelitian dapat digunakan dalam
konteks yang berbeda di situasi sosial yang berbeda validitas
nilai transfer masih dapat dipertanggung jawabkan.

67
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alphabeta, 2007), 329.
68
Ibid., 270.
69
Ibid., 270.
38

c. Dependability
Reliabilitas atau penelitian yang dapat dipercaya, dengan
kata lain beberapa percobaan yang dilakukan selalu
mendapatkan hasil yang sama. Penelitian yang dependability
atau reliabilitas adalah penelitian apabila penelitian yang
dilakukan oleh orang lain dengan proses penelitian yang
sama akan memperoleh hasil yang sama pula.
Pengujian dependability dilakukan dengan cara
melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian.
Dengan cara auditor yang independen atau pembimbing yang
independen mengaudit keseluruhan aktivitas yang dilakukan
oleh peneliti dalam melakukan penelitian.
Misalnya bisa dimulai ketika bagaimana peneliti mulai
menentukan masalah, terjun ke lapangan, memilih sumber
data, melaksanakan analisis data, melakukan uji keabsahan
data, sampai pada pembuatan laporan hasil pengamatan.
d. Confirmability
Objektivitas pengujian kualitatif disebut juga dengan uji
confirmability penelitian. Penelitian bisa dikatakan objektif
apabila hasil penelitian telah disepakati oleh lebih banyak
orang.
Dalam penelitian kualitatif uji confirmability berarti
menguji hasil penelitian yang dikaitkan dengan proses yang
telah dilakukan. Apabila hasil penelitian merupakan fungsi
dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian
tersebut telah memenuhi standar confirmability.
DAFTAR PUSTAKA

Abdorrakhman, Gintings, Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran, Bandung:


Buah Batu, 2008.

Ahmadi, Lif Khoiru, Pembelajaran Akselerasi, Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2011.

Ali, Muhammad, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: CV. Sinar
Baru Algensindo, 2002.
39

Amjun, “Efektifitas Pembelajaran”, dalam


https://www.google.co.id/amp/s/ahmadmuhli.wordpress.com/2011/08/02/
efektivitaspembelajaran/amp/ 30 Desember 2019.

Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat Pres,
Jakarta, 2002.

Arifin, Imron, Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu-ilmu Social dan Keagamaan,


Malang: Kalimasahada, 1996.

Arikunto, Suharmisi, Prosedur Penelitian, suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:


Rineka Cipta, 2002.

Azizi, Qodzi, Pendidikan Agama Islam Membangun Etika Sosial, Semarang:


Aneka Ilmu, 2003.

Baharuddin dan Makin, Moh., Manajemen Pendidikan Islam, Malang: UIN-


Maliki Press, 2010.

Bahri, Syaiful dan Zain, Aswan, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka
Cipta, 2010.

Basri, Hasan dll, Ilmu Pendidikan Islam, CV Pustaka Setia, Bandung, 2010.

Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo,


2001.

Dahar, Ratna Willis, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Gelotra


Aksara Pratama, 2006.

Dahlan, Ahmad, “Pengertian dan Peranan Evaluasi Pembelajaran”, dalam


https://www.eurekapendidikan.com/2014/10/pengertian-dan-Peranan-
evaluasi-pembelajaran.html?m=1 30 Desember 2019.

Daryanto, Panduan Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif, Jakarta: AV


Publisher, 2009.
Departemen Agama RI, Pembakuan Sarana Pendidikan, Jakarta: Direktorat
Jendral Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, Jakarta: 2005.

Djamarah, Syaiful Bahri, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif Suatu
Pendekatan Teoritis Psikologis, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005.

Siregar, Evelin & Nara, Hartini, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010.

Hadedar, M. Amin, Masa Depan Pesantren, Jakarta: IRD Press, 2004.


40

Hakim, Taufiqul, Amtsilati; Metode Praktis Mendalami Al-Qur’an dan Membaca


Kitab Kuning, Jepara: Al-Falah Offset, 2003.

Hamalik, Oemar, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2006.

Hasibuan, Lias, Melejitkan Mutu Pendidikan Refleksi Relevansi dan Rekonstruksi


Kurikulum, Jambi: SAPA Project, 2004.

Hawadi, Reni Akbar, Akselerasi A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan
Anak Berbakat Intelektual, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia,
2004.

Hilwiyah, Wiwi, “Pengertian Manajemen Pembelajaran”, dalam


https://www.Academia.Edu/10500962/Pengertian_Manajemen_Pembelaja
ran 25 Desember 2019.

Majid, Abdul, Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar Kompetensi


Guru), Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.

Meier, Dave, The Accelerated Learning Handbook: panduan kreatif dan efektif
merancang program pendidikan dan pelatihan, Bandung: PT. Mizan
Pustaka, 2004.

Mochtar, Affandi, Membedah Diskursus Pendidikan Islam, Jakarta: Kalimah


Ciputat Indah, 2001.

Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,


2005.

Muchit, M. Saekhan, Pembelajaran Kontekstual, Semarang: Rasail Media Grup,


2008.

Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda Karya, 1993.

Mulyasana, Dedi, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012.
Munandar, Utami S. C., Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat, Jakarta:
Rineka Cipta, 1997.

Nggermanto, Agus, Quantum Quotient Kecerdasan Quantum, Bandung: Nuansa,


2001.

Parjanto, Pius A dan Al-Barry, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, Yogyakarta:


Arkola Surabaya, 1994.

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002.


41

Sabri, Ahmad, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Ciputat Press, 2005.

Sagala, Syaiful, konsep dan makna pembelajaran, Bandung: Alfabeta, 2010.

Silalahi, Ulbert, Studi Tentang Ilmu Administrasi Konsep, Teori, dan Ilmu,
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002.

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2009.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alphabeta, 2007.

Suharta, Babun, Reiventing Eksistensi Pesantren di Era Globalisasi, Surabaya:


Imtiyaz, 2011.

Suprihatiningrum, Jamil, Strategi Pembelajaran teori dan Aplikasi, Jogjakarta:


Ar-ruz Media, 2012.

Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Rajawali Press, 1992.

Syafaruddin Dan Nasution, Irwan, Manajemen Pembelajaran, Jakarta: Quantum


Teachhing, 2005.

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT


Remaja Rosda Karya, 2002.

Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia,


Manajemen Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2012.

Triwiyanto, Teguh, Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung: Bumi


Aksara, 2015.

Usman, Husaini, Manajemen: Teori, Praktik, dan Pendidikan, Jakarta: PT Bumi


Aksara, 2006.

Winanti S, dkk, “Gambaran Kecerdasan Emosional Siswa Berbakat di Kelas


Akselerasi SMA di Jakarta”, Jurnal Psikologi, Volume 05, Nomor 01,
2007.

Anda mungkin juga menyukai