Dosen Pengampu :
Andry Arifian Rachman, Dr., S.E., M.Si., Ak., CA., ACPA.
Di Buat Oleh :
Kelompok 2
Asep Permana S 231531003
Rian Putra Pranata 231531004
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan pengetahuan serta pengalaman yang kami miliki. Namun demikian, kami telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat
menyelesaikan dengan baik dan oleh karenanya, kami dengan rendah hati menerima masukan,
saran dan usul yang bersifat membangun kearah perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
3.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Pelanggan ........................................................ 17
3.4.3 Hubungan Profitabilitas Dan Loyalitas Pelanggan ....................................................... 18
3.5 Customer Lifetime Value ..................................................................................................... 19
BAB IV ......................................................................................................................................... 21
KESIMPULAN ........................................................................................................................... 21
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini, organisasi perusahaan menghadapi perubahan lingkungan yang cepat dan
beroperasi pada pasar yang semakin kompetitif. Kondisi ini mendorong organisasi perusahaan
untuk membangun integrasi hubungan dengan pemasok dan pelanggan dalam sistem supply chain
management. Sumber daya utama perusahaan yang merupakan sumber keunggulan bersaing, tidak
hanya terbatas pada sumber daya dalam organisasi perusahaan, melainkan organisasi sebagai
bagian dari sistem supply chain management. Tugas penting para top management adalah
mengelola rantai pasokan pada tingkat biaya yang paling efisien dengan tetap menjaga fleksibilitas
yang tinggi dalam membangun hubungan dengan pemasok untuk merespon kebutuhan pelanggan.
Konsumen yang merasa puas terhadap suatu produk pasti akan melakukan pembelian kembali
terhadap produk tersebut sehingga memberikan dampak positif bagi suatu perusahaan. Perusahaan
akan mendapat kepercayaan dari masyarakat dan kemenangan dalam persaingan.
Sistem informasi akuntansi manajemen memiliki peran penting dalam supply chain
management. Sistem akuntansi manajemen merupakan suatu sistem akuntansi yang dirancang
perusahaan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak pengelola perusahaan agar mereka
dapat menjalankan kegiatan mereka dengan lebih baik, karenanya informasi sistem akuntansi
manajemen tidak harus mengikuti aturan main tertentu selama informasi tersebut berguna bagi
manajer. Akuntansi manajemen mendeskripsikan bagaimana cara menyediakan informasi
1
akuntansi, serta dapat dilakukan oleh manajemen dalam proses perencanaan, pengendalian, serta
pengambilan keputusan.
Seiring dengan berkembangnya teknologi di bidang industri dan informasi serta keterbukaan
pasar yang menyebabkan lingkungan bisnis mengalami perubahan secara cepat yang semakin
kompetitif dalam bidang inovasi produk dan pemasaran. Untuk mengatasi hal tersebut, perusahaan
harus dapat menjalin kerjasama dengan pelanggan dan menciptakan kepuasan atas produk yang
mereka pasarkan sehingga akan menyebabkan loyalitas pelanggan yang merupakan bagian penting
dalam mempengaruhi nilai profitabilitas pelanggan.
2
pelayanan yang berbeda sesuai dengan kebutuhannya. Berdasarkan informassi biaya untuk
melayani pelanggan tersebut, perusahaan mampu mengetahui profitabilitas atau keuntungan dari
setiap pelanggannya. Informasi mengenai profitabiilitas pelanggan dapat menghindarkan
perusahaan dari kesalahan atau kerugian dalam pengambilan keputusan terkait pelanggan itu.
Pengambilan keputusan yang tepat dapat membantu perusahaan dalam upaya meningkatkan laba
dengan cara mempertahankan pelanggan yang menguntungkan dan memberikan perlakuan yang
tepat dalam menghadapi pelanggan yang merugikan (Resi, 2017) dalam (Nirwana et al , 2022).
Dalam hal profitabilitas pelanggan memiliki peran penting dalam sebuah perusahaan,
mempertahankan pelanggan berarti meningkatkan kinerja keuangan dan mempertahankan
kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini menjadi alasan utama bagi sebuah perusahaan untuk
menarik dan mempertahankan para pelanggan setia. Dua hal yang menjadi pertimbangan utama
perusahaan dalam mempertahankan loyalitas pelanggan adalah, pertama karena semakin mahalnya
biaya perolehan pelanggan baru dalam iklim kompetisi yang semakin ketat. Kedua adalah adanya
kenyataan bahwa tingkat profitabilitas perusahaan berbanding lurus dengan pertumbuhan
hubungan antara perusahaan dan pelanggan secara permanen.
Keuntungan dari adanya loyalitas pelanggan adalah berkurangnya pengaruh serangan dari
para kompetitor dari perusahaan yang sejenis, tidak hanya kompetisi dalam hal produk, namun
juga kompetisi dalam hal persepsi. Selain itu pelanggan yang loyal dapat mendorong
perkembangan perusahaan karena mereka biasanya memberikan ide atau saran kepada perusahaan
karena mereka biasanya memberikan ide atau saran kepada perusahaan agar meningkatkan kualitas
produknya dan pada akhirnya mereka tidak akan begitu mempermasalahkan harga karena mereka
percaya pada produk dan kualitas yang dimiliki perusahaan.
Berdasarkan latar belakang yang telah di jelaskan, berikut adalah beberapa rumusan
masalah dalam makalah ini :
3
3. Bagaimana Cara Meningkatkan Profitabilitas Pelanggan ?
4. Bagaimana Hubungan Profitabilitas dengan Loyalitas Pelanggan?
5. Bagaimana Analisis Profitabilitas Pelanggan Dengan Sistem Customer Lifetime Value?
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Informasi manajemen biaya disajikan untuk digunakan dalam mengelola perusahaan dan
membuat lebih kompetitif dan sukses. Informasi ini ditujukan untuk kepentingan masing-masing
fungsi utama manajemen meliputi : manajemen stratejik, perencanaan dan pembuatan keputusan,
pengendalian manajemen dan pengendalian operasional, serta penyajian laporan keuangan.
Manajemen stratejik merupakan pengembangan dari posisi kompetitif yang berkesinambungan
dimana keuanggulan kompetitif perusahaan dapat menyebabkan kesuksesan yang
berkesinambungan, misalnya dalam membuat keputusan stratejikyang tepat berkaitan dengan
pemilihan produk, metoda pemanufakturan serta teknik dan saluran pemasaran. Perencanaan
anggaran dan perencanaan laba, manajemen aliran kas, dan keputusan-keputusan lain yang
berkaitan dengan operasi perusahaan seperti penganggaran pembelian bahan, penjadwalan
produksi, dan penentuan harga jual.
5
2.1.2 Manfaat Manajemen Biaya
Manajemen biaya bermanfaat bagi manajemen untuk :
6
going” sehingga perlu selalu dipantau agar dapat mencapai manfaat-manfaat yang
direncanakan untuk dicapai.
f. Membantu Manajemen Dalam Mengintegrasikan Kriteria Pengukuran Kinerja Non-Keuangan
Ke dalam Kinerja Keuangan Agar Terjamin Konsistensinya
g. Membantu Manajemen Dalam Mengorganisasi Berbagai Tingkat Otomasi
Activity Based Costing (ABC) menjadi alat biaya populer dikalangan perusahaan
manuafktur pada tahun 1980. Perusahaan manufaktur memiliki tingkat biaya tidak langsung mulai
dari 70 sampai 95 persen. Berdasarkan sistem akuntansi manajemen tradisional. Disinilah letak
masalahnya. Seperti yang dikemukakan oleh Pieper (1999), bahwa volume biaya driver gagal
diterapkan dalam produk yang beragam dalam bentuk ukuran atau kompleksitas. Demikian pula
tidak ada hubungan langsung antara volume produksi dan konsumsi biaya. Bagaimanapun juga
ABC ini menelusuri keterlibatan biaya untuk kegiatan perusahaan (Mariantha, 2018).
7
2.2.2 Manfaat Sistem Biaya Activity Based Costing
Manfaat sistem Activity Based Costing (ABC) bagi pihak manajemen perusahaan adalah
sebagai berikut :
1. Suatu pengkajian sistem biaya ABC dapat meyakinkan pihak manajemen bahwa mereka
harus mengambil sejumlah langkah untuk menjadi kompetitif. Sebagai hasilnya, mereka
dapat berusaha untuk meningkatkan mutu sambil secara simultan fokus pada pengurangan
biaya.
2. Pihak manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran kompetitif
yang lebih wajar.
3. Sistem ABC dapat membantu dalam pengambilan keputusan, membuat/membeli yang
manajemen harus lakukan, disamping itu dengan penentuan biaya yang lebih akurat maka
keputusan yang diambil oleh pihak manajemen akan lebih baik dan tepat.
4. Mendukung perbaikan yang berkesinambungan melalui analisa aktivitas, sistem ABC
memungkinkan tindakan eliminasi atau perbaikan terhadap aktivitas yang tidak memiliki
nilai tambah atau kurang efisien. Hal ini berkaitan erat dengan masalah produktivitas
perusahaan.
5. Memudahkan penentuan biaya-biaya yang kurang relevan yang tersembunyi. Sistem ABC
yang transparan menyebabkan sumber-sumber biaya tersebut dapat diketahui dan
dieliminasi.
6. Dengan analisis biaya yang diperbaiki, pihak manajemen dapat dilakukan analisis yang
lebi akurat mengenai volume produksi yang diperlukan untuk mencapai impas (break even)
ataus produk yang bervolume rendah.
8
Sedangkan (Eisenhardt & Zbaracki, 1992) dalam (Lahindah , 2015) menambahkan sebuah poin
penting yaitu keputusan stratejik dibuat oleh pimpinan puncak yang sangat berpengaruh dalam
kesinambungan organisasi.
Jadi sebuah keputusan stratejik memiliki beberapa kriteria utama yang membedakannya
dari keputusan biasa yaitu :
1. Keputusan yang dibuat biasanya sistimatis, komprehensif (berdasarkan analisa internal dan
eksternal), dan hanya menjadi keputusan satu bagian dari organisasi.
2. Keputusan stratejik bersifat jangka panjang dan berorientasi ke masa depan, meskipun
dibangun dari pengalaman-pengalama masa lalu dan saat ini.
3. Keputusan stratejik biasanya menjadi sebuah modal bagi organisasi dalam menghadapi
situasi dimasa yang akan datang. Dapat disebut sebagai sebuah peluang bagi kesempatan
di masa yang akan datang.
4. Keputusan stratejik selalu memiliki banyak pilihan
Sebuah keputusan stratejik kadang tidak bisa diidentifikasi dengan pasti karena bersifat
relatif, situasional, subyektif, serta merupakan respon manajemen atas masalah yang tidak
terdefinisi dengan pasti (Lahindah , 2015). Oleh karenanya pengambilan keputusan stratejik
(strategic decision making) menjadi inti dari isu proses stratejik yang sangat kompleks, krusial dan
penuh ambiguitas. Untuk alasan itulah banyak penelitian mencoba untuk membangun sebuah
konstruk dari sebuah model untuk menolong para manajer dan eksekutif dalam membuat
keputusan yang lebih baik dalam lingkungan bisnis yang kompleks dan serba tidak pasti.
Pengambilan keputusan stratejik adalah sebuah tahapan berjenjang dan mandiri, dibentuk
berdasarkan keragaman faktor-faktor pemicu yang timbul dari kejadian-kejadian di masa lampau,
saat ini dan mungkin di masa yang akan datang (Nooraie, 2012) dalam (Lahindah , 2015).
9
beberapa model pengambilan keputusan stratejik. Model-model pengambilan keputusan stratejik
tersebut adalah sebagai berikut (Junzhe, 2010) dalam (Lahindah , 2015) :
10
BAB III
PEMBAHASAN
Hilton et al. (2003: 159) dalam (Ramayanti & Firyani, 2019) mendefinisikan Customer
Profitability Analysis adalah pendekatan manajemen biaya yang mengidentifikasikan biaya dan
manfaat dari pelayanan kepada pelanggan atau kelompok pelanggan tertentu untuk meningkatkan
profitabilitas organisasi (perusahaan) secara keseluruhan. Customer Profitability Analysis (CPA)
adalah analisis dan pelaporan pendapatan yang diperoleh dari pelanggan dan biaya–biaya yang
terjadi untuk memperoleh pendapatan tersebut. Analisis profitabilitas pelanggan dapat
didefinisikan sebagai suatu proses analisis yang meliputi pengidentifikasian pendapatan biaya dan
laba ke setiap individu customer atau kelompok customer.
Biaya pelanggan merupakan biaya-biaya yang timbul untuk melayani pelanggan, yang
meliputi aktivitas proses penjualan, penanganan pesanan, pengiriman sampai dengan proses
11
penagihan. Ada 2 jenis pelanggan: high cost to serve customers dan low cost toserve customers
(Purboyo & Kurniawan, 2007) dalam (Ramayanti & Firyani, 2019). High cost to serve customers
adalah pelanggan yang menimbulkan biaya pelayanan yang tinggi. Sedangkan low cost toserve
customers adalah pelanggan yang menimbulkan biaya pelayanan yang rendah. Besarnya biaya
pelanggan bergantung pada aktivitas yang ditimbulkan oleh masing-masing pelanggan.
12
c. Sales return and allowance
3. Menganalisa mana pelanggan yang menguntungkan dan mana pelanggan yang kurang
menguntungkan. Untuk mengetahui konsumen mana yang menguntungkan, harus dianalisa
berapa margin yang diperoleh oleh pihak perusahaan dengan mengurangi pendapatan yang
diperoleh dari masing-masing pelanggan. Kemudian dicari batas tengah customer cost dan
customer margin. Setelah itu melakukan pengelompokkan customer ke dalam customer
profitability matrix.
Dari hasil perhitungan ABC tersebut akan ditemukan pelanggan yang pelayanannya mahal
(high-cost to serve customer) dan pelanggan yang pelayanannya murah (low-cost to serve).
Menurut Cooper dan Kaplan (1999) dalam (Modul CA, 2015), alokasi biaya pelanggan akan
menemukan penggolongan pelanggan sebagai berikut :
13
High
Passive
- Product is crucial Savvy
- Good supplier match - Costly to Service, but pay Top Dollar
Pelanggan kurang pandai karena berani Hati-hati, pelanggan jenis ini berpotensi
bayar lebih untuk aktivitas yang tidak merugikan perusahaan
Profit
Loss
Cheap
Pelanggan yang memiliki low cost to Aggresive
serve rendah namun demikian pleanggan Pelanggan golongan ini merupakan
tidak mau bayar mahal atas produk pelanggan yang kemungkinan besar akan
perusahaan sehingga marjin perusahaan merugikan perusahaan
juga rendah
Low
Cost to Serve
Low
High
Gambar di atas menjelaskan, Jika dilihat dari sudut profitabilitas, maka jenis-jenis
pelanggan dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
1. Cheap
golongan dari pelanggan yang memiliki low cost to serve yang rendah, namun demikian
pelanggan ini juga tidak mau membayar mahal atas produk yang dihasilkan perusahaan,
sehingga marjin yang diperoleh perusahaan dari pelanggan ini juga rendah. Mereka
beranggapan bahwa, karena mereka tidak banyak mengkonsumsi aktivitas yang dilakukan
perusahaan, maka mereka akan meminta harga yang rendah dari perusahaan. Pelanggan
golongan ini belum tentu merugikan perusahaan, karena rendahnya cost to serve. Untuk
memastikan apakah pelanggan ini menguntungkan atau merugikan dibutuhkan perhitungan
profitabilitas pelanggan dengan mempergunakan activity based costing.
2. Passive
golongan yang memiliki cost to serve yang rendah, namun demikian perusahaan memiliki
marjin yang tinggi dari pelanggan ini. Pelanggan jenis ini adalah pelanggan yang paling
menguntungkan bagi perusahaan. Namun demikian, pelanggan jenis ini biasanya adalah
pelanggan yang kurang pandai, karena mereka berani membayar lebih untuk aktivitas-
aktivitas yang mereka tidak nikmati
3. Savvy
golongan pelanggan dimana perusahaan mendapatkan marjin yang tinggi, namun demikian
golongan pelanggan ini juga mengharuskan perusahaan mengeluarkan cost to serve yang
14
tinggi juga. Karena tingginya cost to serve tersebut, apabila perusahaan tidak berhati-hati,
maka jenis pelanggan ini dapat merugikan perusahaan
4. Aggressive
Jenis pelanggan yang cost to servenya tinggi, namun memiliki marjin yang rendah.
Pelanggan golongan ini merupakan pelanggan yang kemungkinan besar akan merugikan
perusahaan.
Dari hasil perhitungan profitabilitas pelanggan, sering ditemukan kurva yang berbentuk
ikan paus yang dinamakan dengan whale curve. Dalam gambar tersebut, terlihat bahwa 20% dari
pelanggan perusahaan menghasilkan sekitar 180% dari total laba perusahaan, sekitar 60%
pelanggan berikutnya kurang lebih impas, dan 20% pelanggan sisa menghasilkan kerugian sebesar
80% dari total keuntungan perusahaan
1. Memperbaiki proses, dalam hal ini yang dapat dilakukan perusahaan adalah
mengeffisiensikan aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam melayani pelanggan,
15
sehinggan dapat menurunkan biaya. Salah satu penyebab meningkatnya biaya pelanggan
adalah karena pelanggan melakukan pemesanan dalam jumlah kecil. Pemesanan dalam
jumlah kecil akan menyebabkan aktivitas yang bersifat batch level akan meningkat, karena
itu, pelanggan dapat dibujuk untuk melakukan pemesanan dalam jumlah yang lebih besar,
walaupun dengan konsekuensi ada pemberian diskon pada pelanggan tersebut.
2. Activity Based Pricing, adalah menentukan harga berdasarkan aktivitas. Dalam hal ini
perusahaan dapat memberikan pilihan-pilihan pada pelanggan, sesuai dengan aktivitas
yang akan dilakukan untuk melayani pelanggan tersebut. Misalkan, jika pelanggan ingin
memesan mendadak, maka akan ada tambahan aktivitas perencanaan produksi, aktivitas
set-up mesin, dan aktivitas-aktivitas tambahan lainnya yang dapat dibebankan pada
pelanggan dalam bentuk peningkatan harga jual.
3. Mengelola hubungan dengan pelanggan dengan tujuan untuk membujuk pelanggan
membeli lebih banyak lagi produk atau jasa perusahaan. Salah satu biaya melayani
pelanggan yang tinggi adalah biaya perolehan dan biaya mempertahankan pelanggan.
Biaya ini dikeluarkan untuk melakukan aktivitas yang bersifat customer level (tingkatan
pelanggan). Biaya ini biasanya bersifat tetap, sehingga untuk menutupi biaya ini,
perusahaan harus menjual dalam jumlah yang banyak.
4. Lebih disiplin dalam memberikan diskon dan allowances. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa pemberian diskon dan alowances akan menimbulkan effek pricing
waterfall. Karena itu disarankan agar perusahaan dapat memberikan diskon dan allowances
pada pelanggan dengan benarbenar selektif.
16
loyalitas ditemukan bahwa loyalitas terdiri dari loyalitas terhadap perusahaan seperti: keingingan
untuk membeli lebih (willingness to paymore) dan kecenderungan untuk melakukan pergantian
pada perusahaan lain (switching behaviour) (Sari & Hatane, 2013).
a. Kepuasan (satisfaction)
Kepuasan pelanggan merupakan perbandingan antara harapan yang dimiliki oleh
pelanggan dengan kenyataan yang diterima oleh pelanggan itu sendiri. Perusahaan yang
dapat memnuhi harapan pelanggan, akan membuat pelanggan semakin puas dengan
perusahaan tersebut.
b. Ikatan Emosi (emotional bonding)
Sebuah merek yang memiliki daya tarik yang kuat dapat mempengaruhi karakteristik
konsumen, sehingga konsumen dapat diidentifikasikan melalui sebuah merek. Ukuran
sederhana yang menggambarkan ikatan antara konsumen dengan sebuah merek dapat
dilihat melalui kekuatan ikatan yang tercipata antara konsumen dengan konsumen lainnya
yang menggunakan produk ataupun jasa yang sama.
c. Kepercayaan (trust)
Kepercayaan konsumen merupakan kehendak konsumen dalam mempercayakan sebuah
perusahaan atau merek untuk menuntaskan harapannya.
d. Kemudahan (choice reduction and habit)
Perusahaan ataupun merek yang dapat memberikan kemudahan saat taransaksi dengan
konsumennya dapat menciptakan kenyamanan konsumen. Sehingga konsumen akan
melakukan pembelian secara terus menerus.
e. Pengalaman dengan perusahaan (history with company)
Pengalaman konsumen dengan sebuah perusahaan dapat membentuk perilaku. Ketika
kualitas pelayannnya baik dari perusahaan, maka konsumen secara otomatis akan
mengilangi perilakunya pada perusahaan tersebut.
17
3.4.3 Hubungan Profitabilitas Dan Loyalitas Pelanggan
Menghubungkan profitabilitas pelanggan dengan loyalitas pelanggan akan menghasilkan
empat golongan pelanggan. Berikut adalah empat golongan pelanggan tersebut :
1. Butterflies
merupakan jenis pelanggan yang loyalitasnya rendah, namun memiliki profitabilitas yang
tinggi bagi perusahaan. Tipe pelanggan ini bias any agak sulit untuk dijadikan sebagai
pelanggan yang loyal. Karena itu yang harus dilakukan perusahaan adalah memastikan
agar pelanggan mendapatkan kepuasan yang tinggi dari setiap transaksi yang mereka
lakukan, lalu perusahaan juga mendapatkan keuntungan dari setiap transaksi yang
dilakukan. Mencoba untuk membangun hubungan dengan pelanggan jenis ini biasanya
tidak akan mebuahkan hasil.
2. True Friends
merupakan pelanggan yang loyal dan menguntungkan bagi perusahaan. Fokus perusahaan
adalah untuk mempertahankan pelanggan jenis ini. Selain itu, perusahaan juga harus bias
membujuk pelanggan ini untuk membeli secara intensif dari perusahaan. Perusahaan juga
harus membangun komunikasi yang kontinyu dengan pelanggan ini dalam jumlah yang
tepat. Terlalu banyak komunikasi dapat menjengkelkan pelanggan yang menyebabkan
pelanggan ini pergi.
3. Barnacles
jenis pelanggan yang loyal. Namun demikian, perusahaan tidak memperoleh profitabilitas
yang tinggi dari perusahaan ini. Untuk jenis pelanggan ini, tugas dari perusahaan adalah
mencari jalan untuk meningkatkan profitabilitas dari pelanggan ini. Potensi itu tergantung
dari size of wallet dari pelanggan tersebut, serta size of wallet yang dimiliki perusahaan dari
pelanggan tersebut. Size of wallet memiliki arti harfiah ketebalan dompet pelanggan. Jika
pelanggan memiliki dompet yang tebal atau merupakan perusahaan besar, maka terdapat
potensi untuk mengubah pelanggan tersebut menjadi pelanggan yang menguntungkan dan
sebaliknya. Sedangkan share of wallet mengukur jumlah bisnis pelanggan yang sudah
diberikan pada perusahaan. Size of wallet 90% berarti 90% dari bisnis pelanggan sudah
dilakukan dengan perusahaan. Jika size of wallet pelanggan besar dan share of wallet
terhadap perusahaan masih rendah, maka perusahaan dapat melakukan investasi untuk
mengembangkan hubungan yang lebih erat dengan pelanggan ini, dengan tujuan untuk
18
meningkatkan profitabilitas pelanggan. Namun, jika size of wallet kecil, maka perusahaan
harus menerapkan control biaya yang ketat terhadap pelanggan ini agar tidak merugi.
4. Strangers
Merupakan kelompok pelanggan yang tidak perlu terlalu diperhatikan oleh perusahaan,
karena loyalitas yang rendah dan profitabilitas yang rendah. Untuk pelanggan jenis ini,
maka perusahaan harus memastikan adanya keuntungan dari setiap transaksi (meskipun
kecil), dan tidak perlu mencoba untuk membangun hubungan dengan pelanggan jenis ini.
Kita bisa ambil contoh, perusahaan memiliki dua orang pelanggan. Biaya perolehan
pelanggan A adalah Rp50.000.000 dan diperkirakan pelanggan A akan melakukan transaksi
dengan perusahaan selama tiga tahun dengan keuntungan Rp30.000.000 per tahun. Sedangkan
biaya perolehan pelanggan B adalah sama yaitu Rp50.000.000, dan diperkirakan pelanggan B akan
melakukan transaksi dengan perusahaan selama dua tahun dengan keuntungan sebesar
Rp40.000.000 per tahun. Jika hanya dilihat dari profitabilitas per tahun, maka pelanggan B terlihat
lebih menguntungkan dibandingkan dengan pelanggan A. Padahal, jika dihitung keuntungan yang
diperoleh selama periode pelanggan tersebut bertransaksi dengan perusahaan, maka pelanggan A
akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan pelanggan B, karena pelanggan A bertransaksi
selama tiga periode, sedangkan pelanggan B hanya dua periode. Karena itu dibutuhkan
perhitungan tingkat profitabilitas pelanggan selama masa bertransaksi dengan perusahaan tersebut.
Metode tersebut dinamakan dengan customer lifetime value.
Terdapat beberapa model yang digunakan dalam pengukuran CLV, salah satunya adalah
model yang dikembangkan oleh Gupta dan Lehmann (2003). Model CLV yang dikembangkan ini
19
menggunakan pendekatan pelanggan sebagai aset perusahaan sehingga dalam perhitungan CLV
menggunakan asumsi margin rata-rata yang konstan (m), tingkat retensi pelanggan yang konstan
(r) dan jangka waktu prediksi adalah yang tidak terbatas. Berikut adalah formula untuk menghitung
nilai masa hidup pelanggan Gupta dan Lehmann (2003):
CLV:
Dimana :
m = kontribusi margin (tingkat keuntungan) untuk setiap pelanggan dalam periode tertentu t
(misalnya: setahun)
Untuk menghitung CLV dengan menggunakan model yang dikembangkan oleh Gupta dan
Lehmann (2003), dibutuhkan data sekunder berupa data laporan keuangan tahunan perusahaan.
Keunggulan dari metode ini adalah perhitungannya sangat sederhana, mudah untuk menghitung
CLV hingga untuk periode yang tak terhingga.
20
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, tinjauan pusataka serta pembahasan di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa :
1. Analisis Profitabilitas Pelanggan/Costumer Profitability Analysis merupakan suatu proses
analisis yang meliputi pengidentifikasian pendapatan biaya dan laba ke setiap individu
customer atau kelompok customer.
2. Prinsip perhitungan activity based costing untuk pelanggan pada dasarnya sama dengan
pembahasan dalam modul activity based costing yang lain. Perbedaannya adalah obyek
biaya (cost object) yang dipakai adalah pelanggan. Selain itu terdapat satu jenis tambahan
aktivitas, yaitu aktivitas tingkatan pelanggan (customer level acitivties). Aktivitas-
aktivitas ini adalah aktivitas yang besar kecilnya tergantung dari jumlah pelanggan yang
dimiliki perusahaan. Semakin banyak pelanggan, maka semakin tinggi pula biaya dan
aktivitas tingkatan ini. Dari hasil perhitungan ABC tersebut akan ditemukan pelanggan
yang pelayanannya mahal (high-cost to serve customer) dan pelanggan yang pelayanannya
murah (low-cost to serve).
3. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan
profitabilitas pelanggan, diantaranya adalah Memperbaiki Proses, Activity Based Pricing,
Mengelola hubungan dengan pelanggan, serta lebih disiplin dalam memberikan diskon.
4. Menghubungkan profitabilitas pelanggan dengan loyalitas pelanggan nantinya akan
menghasilkan empat golongan pelanggan, yaitu golongan Butterflies, golongan True
Friends, golongan Barnacles dan golongan Strangers.
5. Konsep CLV akan menghitung berapa profitabilitas pelanggan perusahaan bukan hanya
dalam satu periode, namun dari beberapa periode. Terdapat beberapa model yang
digunakan dalam pengukuran CLV, salah satunya adalah model yang dikembangkan oleh
Gupta dan Lehmann (2003). Model CLV yang dikembangkan ini menggunakan
pendekatan pelanggan sebagai aset perusahaan sehingga dalam perhitungan CLV
menggunakan asumsi margin rata-rata yang konstan (m), tingkat retensi pelanggan yang
konstan (r) dan jangka waktu prediksi adalah yang tidak terbatas.
21
DAFTAR PUSTAKA
Blocher, Edward J, et al. 2011. Manajemen Biaya: Penekanan Strategis. Jakarta: Salemba Empat
Ilham, Muhammad Nur., Haliah., & Nirwana. (2022). Analisis Profitabilitas Pelanggan PT PLN
Menggunakan Metode Activity Based Costing. Bata Ilyas Educational Management
Review. Volume 2 Issue 2 (2022) Pages 79 – 84.
Gaffar, Vanessa. 2007. Customer Relationship Management and Marketing Public relation.
Bandung: Alfabeta.
Gupta, S. and Lehmann, D.R. (2003) Customers as Assets. Journal of Interactive Marketing, 17.
Ivana, d., & dahlia, l. (2019). Analisis profitabilitas pelanggan dengan menggunakan metode
activity based costing pada vast consulting. E-prosiding akuntansi, 1(01).
Modul Chartered Accountant. 2015. Akuntansi Manajemen Lanjutan. Jakarta : Penerbit Ikatan
Akuntansi Indonesia.
Ramayanti, Rizka., & Firyani, Rifa. (2019). Penerapan Customer Profitability Analisis Dengan
Metode Activity Based Costing : Studi Kasus Pada Perusahaan Binatu. Jurnal IKRA-ITH
Ekonomika. Vol 2 No 3 Bulan November 2019.
Sari, Cendika & Hatane, Elsye. (2013). Pengaruh Loyalitas Pelanggan Terhadap Profitabilitas
Pada Sebuah Perusahaan Jasa Automotive (PT “X”) Di Surabaya. Bussiness Acccounting
Review. Vol 1 No 2 2013.
Referensi Lain :
https://www.google.co.id/books/edition/MANAJEMEN_BIAYA/7Da0DwAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=sist
em+Biaya+activity+based+costing&pg=PA24&printsec=frontcover
22