Anda di halaman 1dari 31

AKUNTANSI KEPERILAKUAN

“Aspek Keperilakuan pada Pengendalian Keuangan dan Akuntansi


Pertanggungjawaban”

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. I Wayan Ramantha, S.E., M.M., Ak., CPA

Oleh Kelompok 3:

1. Ni Nyoman Tirta Ayu Suari (2207531091/09)


2. I Putu Yoga Pradnya Widagda (2207531137/10)
3. Selo Mitha Karina (2207531157/11)
4. Ni Kadek Irawati (2207531167/12)

PROGRAM STUDI SARJANA AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
GENAP 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan ringkasan materi kuliah yang berjudul
“Aspek Keperilakuan pada Pengendalian Keuangan dan Akuntansi
Pertanggungjawaban”. Pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. I Wayan Ramantha, S.E., M.M., Ak., CPA selaku Dosen Pengampu mata
kuliah Akuntansi Keperilakuan,
2. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan ringkasan materi kuliah ini dengan
memberikan sumbangan pikiran maupun materinya.

Kami sangat berharap semoga tugas yang telah kami selesaikan ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca dan sebagai penuntasan tugas mata kuliah
Akuntansi Keperilakuan.
Demikianlah penyusunan ringkasan materi kuliah ini dibuat, kami sebagai penyusun
merasa bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan ringkasan materi kuliah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Maka dari itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan ringkasan
materi kuliah ini.

Jimbaran, 23 Maret 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii


BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 4
2.1 Pengendalian Keuangan ........................................................................................... 4
2.1.1 Pentingnya Manajemen Keuangan ...................................................................... 4
2.1.2 Fungsi Keuangan ................................................................................................. 4
2.1.3 Dilema Pengendalian ........................................................................................... 5
2.1.4 Definisi Pengendalian Keuangan ......................................................................... 5
2.1.5 Pengendalian Terpadu .......................................................................................... 6
2.1.6 Faktor-faktor Kontekstual .................................................................................... 7
2.1.7 Pertimbangan-pertimbangan Rancangan ............................................................. 9
2.1.8 Pengendalian dalam Era Pemberdayaan ............................................................ 10
2.2 Aspek Keperilakuan pada Akuntansi Pertanggungjawaban .............................. 14
2.2.1 Akuntansi Pertanggungjawaban versus Akuntansi Konvensional ..................... 15
2.2.2 Jaringan Pertanggungjawaban ........................................................................... 15
2.2.3 Jenis-jenis Pusat Pertanggungjawaban .............................................................. 16
2.2.4 Korelasi dengan Struktur Organisasi ................................................................. 18
2.2.5 Menetapkan Pertanggungjawaban ..................................................................... 20
2.2.6 Perencanaan, Akumulasi Data, dan Pelaporan Berdasarkan Pusat
Pertanggungjawaban ......................................................................................... 21
2.2.7 Asumsi Keperilakuan dari Akuntansi Pertanggungjawaban.............................. 23
2.2.8 Kesesuaian antara Jaringan Pertanggungjawaban dan Struktur Organisasi ...... 25
2.2.9 Kapabilitas untuk Mendorong Kerja Sama ........................................................ 26
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 27
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 27
3.2 Saran .......................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 28

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dunia bisnis yang semakin dinamis, pengendalian keuangan menjadi aspek yang
krusial bagi keberlangsungan dan pertumbuhan perusahaan, sementara akuntansi
pertanggungjawaban menjadi pendekatan penting dalam mengelola aktivitas bisnis secara
efektif. Manajemen keuangan tidak hanya berfokus pada perolehan dan penggunaan dana
dengan efisien, tetapi juga melibatkan pengambilan keputusan investasi, penghitungan biaya,
serta strategi pembagian deviden. Sementara itu, akuntansi pertanggungjawaban memastikan
kontribusi yang memuaskan dari individu-individu di berbagai tingkatan organisasi, serta
memberikan kerangka kerja yang bermakna untuk perencanaan, pengumpulan data, dan
pelaporan kinerja operasional.
Pengendalian keuangan bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan dapat mencapai
tujuan keuangan dan meminimalkan risiko keuangan yang mungkin timbul. Dalam hal ini,
penting untuk memahami fungsi-fungsi keuangan dalam organisasi, seperti yang dijelaskan
melalui peran bendahara dan administrasi pembukuan, sementara akuntansi
pertanggungjawaban memberikan sentuhan pribadi dengan mempertimbangkan manajer
segmen secara langsung. Selain itu, dilema pengendalian juga menjadi faktor penting yang
memengaruhi keputusan manajemen dalam mengelola perusahaan, sedangkan akuntansi
pertanggungjawaban didasarkan pada konsep jaringan pertanggungjawaban yang membagi
struktur organisasi perusahaan ke dalam pusat-pusat pertanggungjawaban.
Pengendalian keuangan tidak hanya mencakup aspek mekanis, tetapi juga respons
perilaku yang dapat mempengaruhi efektivitas sistem pengendalian internal. Oleh karena itu,
perlu ada perluasan konsep-konsep tradisional dalam pengendalian keuangan, serta
pemahaman akan faktor-faktor kontekstual yang mempengaruhi desain dan implementasi
sistem pengendalian. Di sisi lain, desain struktur organisasi yang efektif sangat penting dalam
mengimplementasikan sistem pertanggungjawaban yang berhasil. Struktur vertikal dan
horizontal merupakan dua pendekatan yang umum digunakan dalam desain struktur organisasi,
dan pemilihan struktur yang tepat akan memengaruhi jaringan pusat pertanggungjawaban dan
keseluruhan efektivitas sistem.
Berdasarkan hal tersebut, pada bab berikutnya akan di bahas lebih dalam mengenai
aspek keperilakuan dalam pengendalian keuangan dan akuntansi pertanggungjawaban.

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa pentingnya manajemen keuangan?
b. Apa dilema pengendalian?
c. Apa definisi pengendalian keuangan?
d. Apa yang dimaksud dengan pengendalian keuangan?
e. Apa Itu pengendalian terpadu/komprehensif?
f. Apa saja faktor-faktor kontekstual?
g. Apa saja pertimbangan-pertimbangan rancangan?
h. Bagaimana pengendalian keuangan beradaptasi dalam era pemberdayaan
i. Apa perbedaan antara akuntansi pertanggungjawaban dan akuntansi konvensional?
j. Bagaimana jaringan pertanggungjawaban dapat diterapkan dalam praktik akuntansi?
k. Apa saja jenis-jenis pusat pertanggungjawaban yang ada?
l. Bagaimana korelasi antara pusat pertanggungjawaban dan struktur organisasi?
m. Bagaimana cara menetapkan pertanggungjawaban dalam praktik akuntansi?
n. Bagaimana proses perencanaan, akumulasi data, dan pelaporan berdasarkan pusat
pertanggungjawaban?
o. Apa asumsi keperilakuan yang mendasari akuntansi pertanggungjawaban?
p. Bagimana kesesuaian antara jaringan pertanggungjawaban dan struktur?
q. Bagaimana kapabilitas dapat mendorong kerja sama dalam organisasi?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui pentingnya manajemen keuangan.
b. Untuk mengetahui apa saja dilema dalam pengendalian.
c. Untuk mengetahui definisi pengendalian keuangan.
d. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengendalian keuangan.
e. Untuk mengetahui apa yang dimaksud pengendalian terpadu/komprehensif.
f. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor kontekstual.
g. Untuk mengetahui apa saja pertimbangan-pertimbangan rancangan.
h. Untuk mengetahui bagaimana pengendalian keuangan beradaptasi dalam era
pemberdayaan.
i. Untuk mengetahui apa perbedaan antara akuntansi pertanggungjawaban dan akuntansi
konvensional.
j. Untuk mengetahui bagaimana jaringan pertanggungjawaban dapat diterapkan dalam
praktik akuntansi.

2
k. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis pusat pertanggungjawaban yang ada.
l. Untuk mengetahui bagaimana korelasi antara pusat pertanggungjawaban dan struktur
organisasi.
m. Untuk mengetahui bagaimana cara menetapkan pertanggungjawaban dalam praktik
akuntansi.
n. Untuk mengetahui bagaimana proses perencanaan, akumulasi data, dan pelaporan
berdasarkan pusat pertanggungjawaban.
o. Untuk mengetahui apa asumsi keperilakuan yang mendasari akuntansi
pertanggungjawaban.
p. Untuk mengetahui bagimana kesesuaian antara jaringan pertanggungjawaban dan
struktur.
q. Untuk mengetahui bagaimana kapabilitas dapat mendorong kerja sama dalam
organisasi.

3
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengendalian Keuangan


2.1.1 Pentingnya Manajemen Keuangan
Menurut Prof. Dr. Bambang Riyanto manajemen keuangan adalah “semua aktivitas
perusahaan yang bersangkutan dengan usaha mendapatkan dana yang dibutuhkan oleh
perusahaan dan usaha untuk menggunakan dana tersebut seefisien mungkin”. Dari aspek
manajemen pengertian tersebut berarti manajemen keuangan menyangkut kegiatan
perencanaan,analisis dan pengendalian kegiatan keuangan perusahaan. Saat ini radio dan
televisi menyajikan cerita-cerita yang dramatis tentang pertumbuhan dan penurunan
perusahaan-perusahaan, pengambilalihan perusahaan, dan berbagai jenis restrukturasi
perusahaan. Untuk dapat memahami perkembangan ini dan untuk ikut serta didalamnya secara
efektif diperlukan pengetahuan mengenai prinsip keuangan. Pentingnya prinsip keuangan ini
digaris bawahi dengan adanya perkembangan dramatis yang terjadi dalam pasar keuangan.

2.1.2 Fungsi Keuangan


Walaupun perincian antar organisasi bervariasi, fungsi keuangan yang utama adalah
dalam hal pengambilan keputusan mengenai investasi, penghitungan biaya, dan deviden untuk
suatu organisasi yang dilakukan oleh manajer keuangan. Tugas pokok manajer keuangan
berkaitan dengan keputusan investasi dan perhitungan biaya. Dalam menjalankan fungsinya,
manajer keuangan berkaitan langsung dengan keputusan pokok perusahaan yang berpengaruh
terhadap nilai perusahaan itu sendiri. Fungsi keuangan dalam organisasi biasanya dipisahkan
menjadi dua jabatan,yaitu :
a. Bendahara
Bendahara bertanggungjawab atas perolehan dan pengamanan dana. Selain itu,
tanggung jawab bendahara biasanya terletak pada pengadaan dan pengelolaan uang tunai.
Bendahara pada umumnya membuat laporan mengenai posisi arus kas harian dan posisi
modal kerja, membuat anggaran kas, dan melaporkan informasi mengenai arus kas dan
cadangan uang tunai. Sebagai bagian dari tugasnya, bendahara menjaga hubungan
perusahaan dengan bank komersial dan bank investasi. Biasanya bendahara juga membayar
manajemen kredit, asuransi, dan dana pensiun.
b. Administrasi pembukuan atau akuntasi (kontroler)
Bidang tanggung jawab kontroler meliputi akuntansi, pelaporan, dan pengendalian.
Fungsi pokok kontroler adalah mencatat, dan membuat laporan mengenai informasi
keuangan perusahaan. Hal ini biasanya mencakup penyusunan anggaran dana laporan

4
keuangan. Tugas lainnya adalah mengelola penggajian, menyusun perhitungan dan pelaporan
pajak, serta melakukan audit internal.

2.1.3 Dilema Pengendalian


Dilema pengendalian adalah situasi di mana seorang individu atau organisasi
dihadapkan pada pilihan yang sulit dalam upaya mengendalikan suatu situasi atau masalah.
Dalam konteks ini, pengendalian merujuk pada usaha untuk mengatur atau mengelola suatu
situasi atau peristiwa agar sesuai dengan tujuan atau kepentingan yang diinginkan. Dilema ini
muncul ketika terdapat konflik antara berbagai faktor atau nilai-nilai yang harus
dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan.
Beberapa tahun lalu, suatu perusahaan yang menghasilkan produk baja didirikan oleh
tiga orang pemilik untuk menyediakan produk-produk spesial dengan metode produksi
berdasarkan komputer, perusahaan mereka mengkhususkan diri pada pabrikasi baja,
mengutamakan desain inovatif, dan bekualitas tinggi. Perusahaan telah sangat berhasil dengan
keunggulan utama pada fleksibilitas, kualitas pengendalian dan layanan pelanggan namun
dalam jangka panjang, karena mengutamakan layanan, kualitas produksi, perputaran yang
begitu cepat dan layanan purna jual, harga perusahaan mungkin lebih tinggi dibandingkan
dengan beberapa pesaingnya, namun mereka tenggelam dalam kesibukan mengelola
pertumbuhan dan keberadaan bisnis mereka, meskipun mereka menyadari terdapat banyak
peluang untuk memperluas keberadaan dan pertumbuhan bisnis mereka atau melakukan
diversifikasi ke bidang lain, kesibukan tersebut telah membuat mereka mengabaikan komitmen
terhadap ekspansi.

2.1.4 Definisi Pengendalian Keuangan


a. Umpan Balik Mekanikal vs Respon Perilaku
Definisi pengendalian telah didasarkan pada konsep “kepercayaan” dan
“kemungkinan”. Para manajer membutuhkan suatu keyakinan tentang cara dunia mereka
bekerja dan dampak-dampak yang mereka harapkan dari suatu inisiatif dipilih.
Bagaimanapun, para manajer secara khusus memiliki peluang untuk dapat mendeteksi hasil-
hasil keperilakuan.
b. Perluasan Konsep-konsep Tradisional
Konsep-konsep pengendalian tradisional dalam akuntansi sering kali berarti bahwa hasil
dari informasi akuntansi adalah langkah akhir dari peran akuntan. Dalam pendekatan
perilaku, menghasilkan informasi bukanlah akhir dari keterlibatan akuntan, sehingga

5
informasi dapat dipandang sebagai suatu intermediasi dari langkah akhir. Tujuan
pengendalian didasari oleh keinginan untuk memilih suatu inisiatif yang akan mengubah
kemungkinan pencapaian hasil keperilakuan yang diharapkan.
Ketika sistem pengandalian dirancang secara tepat untuk menghasilkan informasi yang
akurat dan andal, fokus sistem pengambilan secara tradisional terletak pada tujuh faktor
berikut yaitu :
1. Memperkerjakan karyawan yang akan melaksanakan tanggung jawabnya dengan
kompeten dan penuh integritas.
2. Menghindari fungsi-fungsi yang tidak harmonis dengan memisahkan tugas dan
tanggung jawab.
3. Mendefinisikan wewenang yang terkait dengan suatu posisi sehingga kesesuaian dari
suatu transaksi dilaksanakan dan dapat dievaluasi.
4. Menetapkan metode yang sistematis guna memastikan bahwa transaksi telah dicatat
dengan akurat.
5. Memastikan bahwa dokumentasi memadai.
6. Menjaga aset dengan mendesain prosedur yang membatasi akses terhadap aset tersebut.
7. Mendesain pengecekan independen untuk meningkatkan akurasi.
Prinsip-prinsip yang berhubungan dengan desain pengendalian internal mencerminkan
pengalaman dari profesi audit. Pengalaman yang tak ternilai tersebut dapat digunakan untuk
merancang dan mengimplementasikan sistem pengendalian keuangan melalui perluasan
seperangkat tujuan yang dimiliki guna melalui informasi akuntansi guna mencakup proses
admistratif. Perluasan lingkup keterlibatan akuntan dalam proses administratif tidak dapat
disangkal lagi adalah yang paling penting dalam suatu pengengalian akuntansi.

2.1.5 Pengendalian Terpadu


Secara formal, sistem pengendalian komprehensif merupakan suatu kofigurasi yang
saling melengkapi, yaitu sub-sistem formal yang didukung proses administratif. Untuk dapat
diformalkan, suatu sub-sistem pengendalian seharusnya terstruktur dan berkelanjutan, serta
didesain dengan suatu proses yang tepat untuk mencapai tujuan yang spesifik. Untuk bisa
menjadi pengendalian yang komprehensif, suatu sistem pengendalian seharusnya mencakup
aktivitas berikut ini yaitu :
a. Perencanaan
Proses perencanaan dalam organisasi ditandai dengan istilah perilaku penetapan tujuan.
Aspek-aspek terpenting dari proses penetapan tujuan adalah dasar dari organisasi dan

6
komunikasi. Masalah pokok dari perencanaan dapat menjadi kunci pengendalian yang
efektif. Suatu perencanaan yang terlalu teknis atau terlalu logis dapat menimbulkan
kerusakan pada pengendalian bagi mereka yang kurang waspada, karena tidak ada perhatian
yang utuh pada implikasi pengendalian terhadap implementasi rencana.
b. Operasi
Dalam organisasi yang terstruktur, fungsi-fungsi organisasi menyadari keberadan dari
rencana manajemen walaupun perencanaan tersebut bersifat tidak formal atau tidak tertulis.
Batasan operasi mengacu pada pelaksanaan aktivitas-aktivitas organisasi, termasuk
didalamnya provisi atau jasa pelayanan dan produksi produk yang sama pentingnya dengan
menjaga fungsi operasi. Pengendalian operasi merupakan suatu proses perantara dan proses
perbaikan terhadap aktivitas-aktivitas operasi selama proses implementasi atas rencana-
rencana manajemen.
c. Umpan Balik
Umpan balik dalam organisasi berasal dari sumber formal dan informal yang disusun
dari komunikasi non-verbal. Komunikasi tersebut dihasilkan secara rutin dari statistik yang
ditabulasikan sebagai dasar untuk evaluasi penyusunan. Evaluasi ini akan mempengaruhi
distribusi kompensasi, pemberian sanksi dan perubahan atas proses perencanaan serta operasi
sebagai akibat dari umpan balik.
d. Interaksi Pengendalian
Perencanaan, operasi dan aktivitas-aktivitas umpan balik telah diindentifikasi sebagai
tiga aspek dari proses administratif yang sangat didukung oleh rancangan sistem
pengendalian terpadu. Hubungan ini dapat ditata untuk menciptakan kumpulan yang besar
jika suatu organisasi dapat menghubungkan sub-subsistem pengendalian dengan baik guna
mendukung perencanaan, operasi dan umpan balik.

2.1.6 Faktor-faktor Kontekstual


Konteks dapat menjadi menjadi penting untuk keberhasilan dalam mendesain dan
mengimplementasikan sistem pengendalian keuangan. Konteks mengacu pada serangkaian
karakteristik yang menentukan susunan empiris dalam sistem pengendalian yang akan
ditetapkan. Proses dalam mengindentifikasikan faktor-faktor kontekstual yang penting
merupakan subjek tertinggi dan sangat temporer, seperti apakah pendapat seorang manajer
lebih penting daripada pendapat manajer lainnya? Semua daftar dari faktor-faktor kontekstual
kritis merupakan subjek untuk melakukan perbaikan secara menyeluruh. Berikut adalah
beberapa faktor dari kontekstual yaitu :

7
a. Ukuran
Ukuran dapat dipandang sebagai suatu peluang dan juga suatu hambatan. Ukuran
dipandang sebagai pemberi manfaat ekonomi dan bukan sebagai strategi pengendalian.
Ukuran dapat menjadi hambatan apabila pertumbuhan ekonomi menyebabkan eliminasi
terhadap strategi pengendalian. Ketika ukuran menjadi suatu yang penting dalam melkukan
pembatasan konteks, ukuran juga banyak dikaitkan dengan variabel-variabel lainya. Kondisi
ini menyebabkan ukuran tidak dapat memisahkan diri menjadi satu varibel saja. Sebagai
contoh stuktur-struktur stabilitas lingkungan dan proses dapat dikaitkan dengan ukuran.
b. Stabilitas Lingkungan
Desain pengendalian dalam lingkungan yang stabil dapat berbeda dari desain
pengendalian dari lingkungan yang selalu berubah. Stabilitas dari lingkungan eksogen dapat
dilihat dari kekuatan gerakan yang secara eksternal menghasikan produk-produk yang
memerlukan suatu tanggapan. Suatu lingkungan eksogen yang stabil diasumsikan dalam
banyak pembahasan sistem biaya standar dan analisis hubungan atas varians biaya. Dengan
membandingkan biaya aktual yang terjadi dengan standar yang ditetapkan, sub sistem biaya
standar menjadi penting untuk di tinjau.
c. Motif Keuntungan
Keberadaan motif keuntungan tentunya bukanlah suatu penghalang untuk menggunakan
ukuran-ukuran penilaian akuntansi terhadap produktivitas. Pada sisi lain, jelas bahwa sistem
pengendalian yang didasarkan pada motif dan ukuran-ukuran provitabilitas seringkali tidak
dapat diterjemahkan secara langsung pada konteks nirlaba (non-profit). Manfaat terbesar
yang berkaitan dengan indikator-indikator berbasis laba adalah bahwa indikator indikator
tersebut secara statistik akan nampak jelas bila diringkas. Ringkasan-ringkasan tersebut
sering diartikan sebagai suatu ringkasan atas keseluruhan keberhasilan dari sub-sistem yang
kompleks dan sukar dipahami, dimana sub-sistem tersebut meliputi seluruh organisasi.
Ketika motif laba tidak muncul, indikator-indikator lain dari organisasi dan keberhasilan
individu seharusnya didasarkan pada hal yang tersebut diatas.
d. Faktor-Faktor Proses
Tujuan proses terhadap pengendalian akuntansi dapat menjadi suatu penentu yang
penting dalam desain pengendalian. Beberapa karakteristik proses organisasi dapat menjadi
penting bagi tujuan pengendalian, sementara karakteristik lainnya mungkin bersifat terbatas
dan tidak membuat perbedaan. Proses sederhana maupun kompleks dan proses biaya variabel
maupun biaya tetap akan diperlihatkan secara singkat. Proses sederhana adalah salah satu
yang dapat dikarakteristikkan dengan memahami hubungan sebab akibat secara baik. Suatu

8
proses yang kompleks melibatkan berbagai hubungan yang tidak dapat dipahami dengan
baik. Biaya-biaya yang sulit dihindari terjadi pada unit-unit dalam perusahaan, seperti riset
dan pengembangan, pemasaran, dan administrasi karyawan. Hal ini sering menjadi kesulitan
dalan mendesain inisiatif-inisiatif pengendalian terhadap aplikasi biaya yang tidak bisa
dihindari karena ketidak pastian dalam pengaruh pengendalian.

2.1.7 Pertimbangan-pertimbangan Rancangan


Pengendalian telah didefinisikan sebagai suatu pilihan inisiatif karena diyakini bahwa
kemungkinan pencapaian hasil yang diharapkan adalah tinggi. Untuk memperbaiki
kemungkinan keberhasilan, para desainer akan mencari cara menemukan hubungan sebab-
akibat yang dipercaya bersifat nyata dalam lingkungan sehingga mereka memiliki kemampuan
untuk mengantisipasi konsekuensi logis yang dapat dihasilkan dari penambahan suatu
pengendalian atau aturan pengendalian. Karena lebih fokus pada perilaku dibandingkan pada
mekanis, para desainer harus mempertimbangkan istilah ekspektasi dan kemungkinan
dibandingkan dengan kepastian dalam hal output.
a. Antisipasi terhadap Konsekuensi Logis
Antisipasi terhadap konsekuensi logis adalah kunci dalam desain pengendalian. Manajer
keuangan mempertimbangkan hasil baik atau buruk berdasarkan laporan keuangan.
Pengendalian berhubungan dengan hasil atau konsekuensi, terutama perilaku terhadap
strategi pengendalian khusus. Contohnya, penggunaan waktu dan gerak mesin dalam
menetapkan standar tenaga kerja sering kali mempengaruhi perilaku pekerja, seperti
mengambil manfaat pribadi dari waktu luang. Manajer berpengalaman mampu
mengantisipasi berbagai output terkait dengan proses pengendalian yang mereka pahami,
tetapi teknologi lingkungan kontrol dapat mengubah dinamika tersebut. Studi kasus dalam
literatur bisnis dapat membantu memahami konsekuensi logis dari pengendalian tanpa harus
mengalami secara langsung. Pendekatan teoretis, seperti teori agensi, juga bermanfaat dalam
merancang pengendalian dengan memprediksi konsekuensi logis dari inisiatif tersebut.
b. Relevansi dengan Teori Agensi
Desentralisasi atau pendelegasian wewenang dalam pengambilan keputusan bisa
berharga karena memungkinkan karyawan untuk mengambil keputusan, tetapi juga
membawa risiko bahwa keputusan yang diambil tidak sesuai dengan harapan manajer. Teori
agensi membahas masalah biaya terkait dengan pendelegasian, di mana keputusan yang
diambil oleh agen (karyawan) mungkin tidak sesuai dengan kepentingan pemberi perintah
(manajer). Untuk mengatasi masalah ini, insentif dan pendorong dari perjanjian kerja harus

9
dirancang agar mendorong perilaku agen agar sesuai dengan kepentingan pemberi perintah.
Contoh dari teori agensi adalah hubungan antara manajer penjualan dan tenaga penjualan di
lapangan, di mana penilaian kinerja dan penghargaan biasanya didasarkan pada hasil
penjualan, meskipun hasil ini bisa dipengaruhi oleh banyak faktor di luar kendali agen.
Tinjauan aplikasi teori agensi untuk akuntansi manajemen sering memerlukan pemahaman
yang cukup dalam terhadap konsep teori agensi dan kemampuan matematis yang memadai.
c. Pengelolaan Perubahan
Pengelolaan perubahan adalah kunci dalam menentukan pengendalian yang efektif di
suatu perusahaan. Manajer sering dihadapkan pada dilema bisnis, di mana pengendalian yang
ada mungkin tidak lagi berfungsi dengan baik saat terjadi perubahan. Selain itu, para manajer
juga khawatir terhadap biaya dan risiko perubahan tersebut. Ketidakresponsifan terhadap
perubahan dapat menjadi tantangan yang signifikan, dan manajer harus mempertanyakan
apakah perancangan sistem pengendalian yang baru diperlukan.
Banyak organisasi menggunakan konsultan atau fungsi audit internal sebagai bagian dari
sistem pengendalian baru. Meskipun rekomendasi mereka sesuai dengan strategi perusahaan,
mereka biasanya berada pada sisi yang memengaruhi penyebab peristiwa, karena laporan
mereka ditujukan kepada manajemen puncak.
Perusahaan memelihara lingkungan pengendalian melalui proses perubahan dan
kompensasi. Ini bisa melibatkan modifikasi terus-menerus pada desain pengendalian karena
faktor internal atau eksternal yang memengaruhi organisasi. Desentralisasi dan sentralisasi
kembali pengendalian dapat menjadi strategi yang digunakan oleh perusahaan untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan.
Dalam organisasi yang kompleks, keseimbangan dalam lingkungan pengendalian
membutuhkan perubahan dan kompensasi yang terus-menerus. Posisi keseimbangan adalah
dinamis, bukan statis, dan perusahaan perlu terus menyesuaikan pengendalian mereka untuk
menjaga keseimbangan yang baik.

2.1.8 Pengendalian dalam Era Pemberdayaan


Pengendalian dalam era pemberdayaan menuntut perhatian yang lebih besar terhadap
inisiatif karyawan dalam mengejar peluang dan merespons kebutuhan konsumen, namun juga
menimbulkan risiko terhadap integritas perusahaan. Kegagalan pengendalian manajemen telah
menjadi perhatian utama, dengan biaya yang signifikan yang diakibatkannya, seperti reputasi
rusak dan kehilangan bisnis. Untuk melindungi perusahaan, manajer senior perlu

10
mempertimbangkan kembali pendekatan pengendalian fundamental yang lebih kaku.
Meskipun terdengar ketinggalan zaman, pendekatan ini masih efektif dalam situasi di mana
standardisasi, keamanan, dan kualitas menjadi faktor kunci.
Namun, dalam pasar yang kompetitif, manajer tidak dapat menghabiskan seluruh waktu
dan upaya untuk memastikan pelaksanaan tugas-tugas. Pendekatan sempit terhadap
pengendalian, seperti pengukuran kemajuan terhadap rencana, tidak lagi cukup. Sebagai
gantinya, para manajer harus mengintegrasikan sistem pengendalian diagnostik dengan sistem
kepercayaan, batasan, dan interaktif untuk menginspirasi kreativitas karyawan dan memastikan
pencapaian tujuan organisasi dengan efisien dan efektif. Studi kasus menunjukkan bahwa
tekanan yang diberikan terhadap para manajer untuk mencapai tujuan kinerja dapat
menyebabkan manipulasi data dan kerugian bagi perusahaan.
a. Sistem Pengendalian Diagnostik
Kebanyakan bisnis memanfaatkan sistem pengendalian diagnostik untuk membantu
manajer mengetahui kemajuan individu, departemen, atau fasilitas produksi ke arah tujuan-
tujuan yang penting secara strategis. Para manajer menggunakan sistem pengendalian
diagnostik untuk memonitor tujuan dan profitabilitas serta memastikan kemajuan ke arah
target, seperti pertumbuhan laba dan pangsa pasar. Secara berkala, para manajer menilai
output dan membandingkannya dengan standar kinerja pada saat itu. Umpan balik
memungkinkan manajemen untuk menyesuaikan input dan proses sehingga ke depannya
lebih mendekati tujuan.
Namun, sistem pengendalian diagnostik tidak cukup untuk memastikan pengendalian
yang efektif. Pada kenyataannya, sistem ini menciptakan tekanan yang dapat menimbulkan
kegagalan pengendalian, bahkan krisis. Baik para manajer menyadarinya maupun tidak,
berbahaya jika karyawan yang diberdayakan dan diberi tanggung jawab untuk mencapai
tujuan yang sulit, kemudian dibiarkan begitu saja untuk mencapai tujuan itu.
Salah satu tujuan utama sistem penilaian diagnostik adalah menghilangkan beban
manajer terhadap pengawasan yang konstan. Sekali tujuan ditetapkan, penghargaan akan
didasarkan pada tujuan tersebut. Dengan demikian, banyak para manajer yang yakin bahwa
mereka dapat mengalihkan perhatiannya ke masalah-masalah lain karena mereka mengetahui
bahwa para pekerja akan bekerja dengan rajin untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.
Namun, potensi untuk kegagalan pengendalian akibat dinaikkannya target kinerja dan
penghargaan membuat manajer harus tetap memperhatikan hal-hal ini.

11
b. Sistem Kepercayaan
Perusahaan menggunakan sistem kepercayaan selama bertahun-tahun dalam upayanya
untuk menegaskan nilai-nilai dan arah yang diinginkan oleh para manajer untuk diterapkan
oleh karyawannya. Pada umumnya, sistem kepercayaan bersifat singkat, sarat nilai, dan
inspirasional. Sistem ini mengarahkan perhatian karyawan pada tujuan utama bisnis, cara
organisasi menciptakan nilai, upaya untuk mencapai tingkat kinerja organisasi, dan cara
seseorang diharapkan untuk mengatur hubungan internal dan eksternal. Para manajer
menerapkan sistem ini dalam kelompok-kelompok yang berbeda di organisasi, di mana
kepercayaan sering kali diremehkan karena kurang penting.
Inspirasi para manajer untuk menciptakan suatu peluang baru sangat dipengaruhi oleh
sistem kepercayaan. Sistem ini dapat memotivasi individu untuk mencari cara-cara baru dari
nilai yang diciptakan. Para karyawan memiliki suatu kebutuhan yang mendasar untuk
berperan dan mengabdikan waktu serta tenaga usaha yang pantas, tetapi perusahaan sering
kali menyulitkan para karyawan untuk melihat cara mereka memberikan kontribusi nilai pada
perusahaan dengan cara yang dapat membuat perbedaan. Sistem kepercayaan dapat
meningkatkan pengendalian diagnostik guna memberikan pengendalian yang lebih besar
kepada para manajer dewasa ini.
c. Sistem Batasan
Sistem ini didasarkan pada prinsip manajemen sederhana, tetapi mendasar yang dapat
disebut kekuatan pemikiran negatif. Mengatakan apa yang harus dilakukannya kepada
seseorang dengan menetapkan prosedur operasi standar dan aturan baku akan menghambat
inisiatif dan kreativitas yang dapat dihasilkan oleh karyawan yang cakap dan berjiwa
kewirausahaan. Memberi tahu karyawan mengenai apa yang tidak boleh dilakukan
memungkinkan inovasi, tetapi dalam batasan yang jelas.
Sistem batasan tidaklah selalu jelas bagi para manajer senior. Banyak aturan main
ditetapkan setelah skandal publik atau penyelidikan internal atas tindakan yang
dipertanyakan. Sistem batasan dan sistem kepercayaan yang digabungkan akan menciptakan
ketegangan yang dinamis serta kepercayaan yang hangat, positif, dan inspirasional secara
bersama-sama. Hasilnya adalah ketegangan dinamis antara komitmen dengan sanksi. Kedua
sistem ini membentuk kesempatan secara bersama-sama tanpa batas ke dalam domain yang
terfokus, di mana para manajer dan karyawan didorong untuk memanfaatkannya secara
efektif.

12
d. Sistem Pengendalian Interaktif
Sistem pengendalian interaktif merupakan sistem informasi formal yang digunakan oleh
para manajer untuk melibatkan diri secara terus-menerus dan personal dalam keputusan
bawahan. Para manajer senior berpartisipasi dalam keputusan bawahan, memfokuskan
perhatian organisasional, serta belajar mengenai masalah-masalah strategi utama. Suatu
sistem pengendalian dapat bersifat interaktif jika ada perhatian dari seluruh pihak yang
terlibat dalam perusahaan. Para manajer senior menjadwalkan pertemuan mingguan untuk
membahas informasi terbaru, menantang bawahan untuk menjelaskan makna perubahan
situasi, dan meninjau ulang rencana tindakan (action plan) yang telah disusun oleh para
bawahan guna menghadapi masalah dan kesempatan. Sistem pengendalian interaktif
memiliki empat karakteristik yang membedakannya dari sistem pengendalian diagnostik.
1. Memfokuskan pada informasi yang berubah secara konstan dan diidentifikasikan oleh
para manajer puncak sebagai informasi yang potensial bersifat strategis.
2. Informasi menuntut perhatian rutin yang cukup signifikan dari para manajer operasi di
seluruh tingkatan organisasi.
3. Data yang dihasilkan dijabarkan dan didiskusikan dalam rapat langsung yang dihadiri
oleh para penyelia, bawahan, dan rekan sejawat.
4. Debat hanya akan berlangsung mengenai data, asumsi, dan tindakan perencanaan.
e. Penyeimbangan Pemberdayaan dan Pengendalian
Manajer yang efektif memadukan pemberdayaan dan pengendalian dalam mengelola
organisasi. Mereka memahami pentingnya memberdayakan karyawan untuk mengaktifkan
potensi inovasi dan nilai tambah. Di perusahaan kecil, para manajer dapat melakukan ini
secara informal, misalnya dengan berkomunikasi nilai-nilai dan tujuan perusahaan saat
makan bersama atau dalam perjalanan. Namun, seiring dengan pertumbuhan perusahaan,
manajer senior harus mengandalkan sistem pengendalian yang lebih formal untuk
memastikan operasi yang luas tetap terkendali. Mereka menggunakan sistem kepercayaan
untuk mengkomunikasikan nilai inti perusahaan, sementara batasan-batasan yang jelas
memastikan bahwa tindakan yang merugikan integritas perusahaan dihindari. Manajer juga
menggunakan berbagai sistem pengendalian diagnostik, seperti rencana laba dan anggaran,
untuk memantau dan mengarahkan kinerja, sambil tetap memberikan kebebasan bagi
karyawan untuk inovasi dan pertumbuhan.
Secara kolektif, keempat jenis pengendalian tersebut disusun dalam kekuatan yang
saling mendukung. Karena organisasi menjadi lebih kompleks, para manajer akan selalu
berhubungan dengan kesempatan dan kekuatan kompetitif yang bertambah serta penurunan

13
dalam waktu dan perhatian untuk mencapai keuntungan dari inovasi dan kreativitas yang
tidak dapat dicapai dengan mengorbankan pengendalian.

Sistem Kepercayaan Sistem Batasan

Nilai-nilai Inti Risiko yang Akan


Dihindari

Strategi Bisnis

Ketidakpastian Variabel Kinerja


Strategis yang Penting

Sistem Pengendalian Sistem Pengendalian


Interaktif Diagnostik

Gambar. Memperbarui Strategi dengan Empat Tingkat Pengendalian

2.2 Aspek Keperilakuan pada Akuntansi Pertanggungjawaban


Akuntansi pertanggungjawaban adalah jawaban akuntansi manajemen terhadap
pengetahuan umum bahwa masalah-masalah bisnis dapat dikendalikan seefektif mungkin
dengan mengendalikan orang-orang yang bertanggung jawab untuk menjalankan operasi
tersebut.
Salah satu tujuan akuntansi pertanggungjawaban adalah untuk memastikan bahwa
individu-individu pada seluruh tingkatan di perusahaan telah memberikan kontribusi yang
memuaskan terhadap pencapaian tujuan perusahaan secara menyeluruh.
Manfaat khususnya berasal dari fakta bahwa struktur akuntansi pertanggungjawaban
memberikan suatu kerangka kerja yang berarti untuk melakukan perencanaan, agregasi data,
dan pelaporan hasil kinerja operasi di sepanjang jalur pertanggungjawaban dan pengendalian.
Akuntansi pertanggungjawaban ditujukan untuk manusia, peran mereka, dan tugas-

14
tugas yang dibebankan pada mereka dan bukan sebagai mekanisme impersonal untuk
akumulasi dan pelaporan data secara keseluruhan.

2.2.1 Akuntansi Pertanggungjawaban versus Akuntansi Konvensional


Akuntansi pertanggungjawaban tidaklah melibatkan deviasi apa pun dari prinsip
akuntansi yang diterima secara umum. Akuntansi pertanggungjawaban berbeda dengan
akuntansi konvensional dalam hal cara operasi direncanakan dan cara data akuntansi
diklasifikasikan serta diakumulasikan. Dalam akuntansi konvensional, data diklasifikasikan
berdasarkan hakikat atau fungsinya dan tidak digambarkan sebagai individu-individu yang
bertanggung jawab atas terjadinya dan pengendalian terhadap data tersebut. Oleh karena itu,
data akuntansi konvensional mempunyai nilai terbatas bagi manajer dalam memantau efisiensi
dari aktivitas harian mereka.
Akuntansi pertanggungjawaban meningkatkan relevansi dari informasi akuntansi
dengan eara menetapkan suatu kerangka kerja untuk perencanaan, akumulasi data, dan
pelaporan yang sesuai dengan struktur organisasional dan hierarki pertanggungjawaban dari
suatu perusahaan. Akuntansi pertanggungjawaban memberikan suatu sentuhan pribadi
terhadap mekanisme akumulasi data yang Impersonal dalam akuntansi konvensional dengan
cara membahas manajer segmen secara langsung dan dengan menyediakan tujuan serta hasil
kinerja aktual atas faktor-faktor operasional atas mana manajer tersebut bertanggung jawab dan
mampu melakukan pengendalian. Berbagai data operasional tidak hanya diklasifikasikan,
diakumulasikan, dan dilaporkan berdasarkan jenisnya (misalnya, pendapatan penjualan, bahan
baku dan perlengkapan yang dipakai, sewa, asuransi, dan lain-lainnya), tetapi juga berdasarkan
individu-individu yang telah diberikan tanggung jawab atasnya.

2.2.2 Jaringan Pertanggungjawaban


Akuntansi pertanggungjawaban didasarkan pada pemikiran bahwa seluruh biaya dapat
dikendalikan dan bahwa masalahnya hanya terletak pada penetapan titik pengendaliannya.
Untuk tujuan ini, struktur organisasi perusahaan dibagi-bagi ke dalam suatu jaringan pusat-
pusat pertanggungjawaban secara individual atau, sebagaimana didefinisikan oleh National
Association of Accountants, ke dalam unit-unit organisasional yang terlibat dalam pelaksanaan
suatu fungsi tunggal atau sekelompok fungsi yang saling berkaitan satu sama lain, yang
memiliki seorang kepala yang bertanggung jawab untuk aktivitas dari unit tersebut. Dengan
kata lain, setiap unit dari jaringan organisasional ini, atau secara lebih spesifik, individu yang
bertanggung jawab untuk unit tersebut, bertanggung jawab untuk melaksanakan suatu fungsi

15
(output) dan untuk menggunakan sumber daya (input) seefisien mungkin dalam melaksanakan
fungsi ini.
Kebanyakan organisasi mempunyai hierarki pusat pertanggungjawaban semacam itu. Di
tingkat puncak adalah presiden atau CEO, yang bertanggung jawab terhadap pemilik untuk
profitabilitas keseluruhan dari perusahaan. Mereka yang bertanggung jawab terhadap presiden
perusahaan meliputi kepala dari berbagai departemen operasi dan staf. Di bawahnya adalah
pusat pertanggungjawaban lainnya, yang masing-masing dikepalai oleh satu orang yang
bertanggung jawab kepada pejabat yang lebih tinggi atas efisiensi dalam kinerja.

2.2.3 Jenis-jenis Pusat Pertanggungjawaban


Pusat-pusat pertanggungjawaban (responsibility center) individu berfungsi sebagai
kerangka kerja untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja dari manajer segmen. Kinerja
manajer dalam kerangka kerja akuntansi pertanggungjawaban disamakan dengan kemampuan
mereka untuk mengelola faktor-faktor operasional tertentu yang dapat dikendalikan. Sistem
tersebut tidak mampu mengukur dan mengevaluasi kinerja secara total, yang selain itu akan
memasukkan faktor-faktor seperti pengendalian mutu, tingkat moral bawahan, dan kualitas
kepemimpinan. Faktor-faktor tersebut harus diukur dan dievalusi dengan cara lain.
Pusat pertanggungjawaban dikelompokkan ke dalam empat kategori:
a. Pusat Biaya
Pusat biaya merupakan bidang tanggung jawab yang menghasilkan suatu produk atau
memberikan suatu jasa. Manajer yang bertanggung jawab atas pusat biaya memiliki diskresi
dan kendali hanya atas penggunaan sumber daya fisik dan manusia yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. Mereka tidak memiliki kendali atas
pendapatan, karena fungsi pemasaran bukanlah tanggung jawabnya. Keputusan investasi,
seperti membeli tambahan mesin atau meningkatkan persediaan bahan baku dan
perlengkapan dibuat di tingkat organisasional yang lebih tinggi.
Selama proses perencanaan, para manajer pusat biaya diberikan kuota produksi dan
dapat berpartisipasi dalam menetapkan tujuan biaya yang realistis dan adil untuk tingkat
output yang diantisipasi. Hasil kinerja dilaporkan secara periodik kepada manajer dalam
bentuk laporan yang membandingkan biaya aktual yang terjadi dengan biaya yang
dianggarkan. Laporan-laporan ini mengarahkan perhatian kepada bidang-bidang masalah
yang sebaiknya diinvestigasi. Frekuensi dari umpan balik bergantung pada sensitivitas dan
materialitas dari faktor-faktor operasional yang berada di bawah kendalinya. Tetapi,

16
pengalaman telah menunjukkan bahwa laporan kinerja sebaiknya dibuat paling tidak sebulan
sekali.
Pusat-pusat biaya merupakan bentuk pusat pertanggunglawaban yang digunakan secara
luas. Di perusahaan manufaktur, baik departemen produksi maupun departemen jasa
merupakan contoh-contoh dari pusat biaya. Di perusahaan perdagangan, departemen yang
memberikan layanan pendukung akan masuk ke dalam kategori ini. Contoh-contoh yang
umum adalah departemen pengiriman, departemen penerimaan, departemen kredit, dan
departemen pelayanan pelanggan.
b. Pusat Pendapatan
Jika tanggung jawab utama dari seorang manajer adalah penghasilan pendapatan, maka
segmennya sebaiknya diperlakukan sebagai pusat pendapatan. Contoh-contoh dari pusat
pendapatan meliputi departemen pemasaran, pusat distribusi, bagian barang jualan di toko
serba ada, atau tenaga penjualan individual.
Manajer di pusat pendapatan tidak mempunyai diskresi maupun pengendalian terhadap
investasi pada aktiva atau biaya dari barang atau jasa yang akan dijual. Mereka hanya
memiliki kendali terhadap biaya pemasaran langsung dan kinerja mereka akan diukur dalam
hal kemampuan mereka untuk mencapai target penjualan yang telah ditentukan sebelumnya
dalam batasan beban tertentu. Untuk memperoleh manfaat motivasional dan pengendalian
yang efektif, manajer pusat pendapatan sebaiknya berpartisipasi dalam proses penetapan
tujuan dan menerima umpan balik yang tepat waktu atas hasil kinerja mereka.
c. Pusat Laba
Pusat laba adalah segmen di mana manajer memiliki kendali baik atas pendapatan
maupun atas biaya; manajer dievaluasi berdasarkan efisiensi mereka dalam menghasilkan
pendapatan dan mengendalikan biaya. Diskresi yang mereka miliki terhadap biaya meliputi
beban produksi dari produk atau jasa. Tanggung jawab mereka adalah lebih luas
dibandingkan dengan tanggung jawab dari pusat pendapatan atau pusat biaya karena mereka
bertanggung jawab baik atas fungsi distribusi maupun manufaktur. Contoh-contoh umum
dari pusat laba adalah divisi korporat yang memproduksi dan menjual produknya.
Karena tambahan wibawa yang terkait dengan posisi manajer pusat laba, banyak
perusahaan menciptakan pusat laba artifisial untuk segmen manufaktur atau jasa. Hal ini
meningkatkan harga diri dari manajer segmen tersebut dan meningkatkan motivasi mereka.
Konversi atas suatu pusat biaya menjadi pusat laba dicapai dengan memperkenalkan
biaya transfer yang bertindak sebagai harga jual internal dan menciptakan pendapatan serta
laba artifisial untuk segmen tersebut. Tetapi, manfaat motivasional tersebut bergantung pada

17
jenis harga transfer yang dipilih. Pilihan atas dasar harga transfer yang tidak sesuai dapat
menciptakan berbagai tanggapan perilaku yang tidak diinginkan dan menghilangkan manfaat
motivasional. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut ketika membahas mengenai desentralisasi.
Kinerja dari manajer pusat laba dievaluasi berdasarkan target laba yang direncanakan
seperti tingkat pengembalian minimum yang diharapkan dan tingkat halangan untuk laba
residual. Untuk meminimalkan tindakan disfungsional yang disebabkan oleh orientasi pada
jangka pendek yang kaku, manajer pusat laba sebaiknya juga diharapkan memelihara
dan/atau memperbaiki moral dari bawahan mereka, memelihara bangunan dan fasilitas
produksi, dan memberikan kontribusi terhadap kepemimpinan produk dan keanggotaan
korporat. Untuk meningkatkan keprihatinan manajer terhadap aspek-aspek ini, maka sistem
penghargaan dari evaluasi kinerja sebaiknya juga memasukkan ukuran-ukuran untuk
mengevaluasi kinerja mereka dalam hal aspek jangka panjang dan tingkat keberhasilan dalam
hal ini sebaiknya memengaruhi alokasi penghargaan.
d. Pusat investasi
Manajer pusat investasi bertanggung jawab terhadap investasi dalam aktiva serta
pengendalian atas pendapatan dan biaya. Mereka bertanggung jawab untuk mencapai margin
kontribusi dan target laba tertentu serta efisiensi dalam penggunaan aktiva.
Mereka diharapkan untuk mencapai keseimbangan yang sehat antara laba yang dicapai
dan investasi dalam sumber daya yang digunakan. Kriteria yang digunakan dalam mengukur
kinerja mereka dan menentukan penghargaan mereka meliputi tingkat pengembalian atas
aktiva (return on assets — ROA), rasio perputaran, dan laba residual. Karena mereka
bertanggung jawab terhadap setiap aspek dari operasi, manajer pusat investasi ini dievaluasi
dengan cara yang sama seperti eksekutif puncak.

2.2.4 Korelasi dengan Struktur Organisasi


Untuk berfungsi dengan memadai, pusat pertanggungjawaban seharusnya serupa
mungkin dengan struktur organisasi. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam
mendesain struktur organisasi dan dalam membebankan tanggung jawab bervariasi dari
perusahaan ke perusahaan bergantung pada pilihan manajemen puncak dan gaya
kepemimpinan. Berbagai pendekatan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai struktur vertikal
atau horizontal.

18
a. Struktur Vertikal
Dalam struktur vertikal, organisasi dibagi berdasarkan fungsi-fungsi utama. Tanggung
jawab secara keseluruhan untuk fungsi produksi, penjualan, dan keuangan diberikan kepada
wakil direktur, yang mendelegasikan tanggung jawab mereka ke struktur di bawahnya sesuai
dengan hierarki. Tetapi, tanggung jawab akhir untuk setiap fungsi tetap berada di tangan
mereka.
Dari sudut pandang pusat pertanggungjawaban, seluruh segmen produksi adalah pusat
biaya karena pendapatan hanya dihasilkan melalui fungsi penjualan. Segmen penjualan
merupakan pusat pendapatan karena berbagai manajer hanya bertanggung jawab untuk
menjual produk atau jasa dan tidak memiliki kendali maupun diskresi terhadap biaya
produksinya. Hanya presiden direktur yang memiliki kendali dan diskresi atas seluruh
aktivitas dan menjadi penentu akhir dalam menerima atau menolak usulan investasi.
b. Struktur Horizontal
Jika maksudnya adalah untuk membebankan tanggung jawab atas laba dan investasi
kepada beberapa direktur, maka struktur horizontal untuk pendelegasian tanggung jawab
adalah yang paling sesuai. Struktur tersebut dapat dibagi berdasarkan produk atau area
geografis. Masing-masing wakil direktur mengendalikan suatu pusat laba atau investasi
daripada pusat pendapatan atau pusat biaya fungsional. Mereka bertanggung jawab atas
produksi, penjualan, dan pendanaan, atau, dengan kata lain, atas seluruh bidang fungsional
dalam area atau kelompok produknya.
c. Pemilihan Struktur
Tidak satu pun struktur tersebut di atas yang lebih superior. Efisiensi penggunaannya
bergantung pada berbagai faktor lingkungan. Pada perusahaan kecil, presiden direktur
mungkin memilih untuk tetap mengendalikan seluruh aktivitas dan hanya mendelegasikan
wewenang dan tanggung jawab secara parsial berdasarkan fungsi. Perusahaan yang
menghasilkan dan menjual beberapa produk yang sangat terdiferensiasi mungkin
menggunakan struktur horizontal. Perusahaan yang menghasilkan beraneka ragam produk di
setiap pabriknya juga dapat menggunakan struktur horizontal.
Jenis struktur yang dipilih akan memengaruhi jaringan pusat pertanggungjawaban, yang
pada gilirannya berfungsi sebagai suatu kerangka bagi arus data dan kebutuhan pelaporan.
Jika jaringan pusat pertanggungjawaban sama dengan struktur yang dipilih, maka sistem akan
berfungsi secara efektif dan mendorong para manajer untuk menggunakannya sebagai
sumber referensi dalam menjalankan aktivitas yang telah ditetapkan.

19
2.2.5 Menetapkan Pertanggungjawaban
Langkah terpenting dalam membangun suatu sistem pertanggungjawaban yang efektif
adalah menggambarkan pertanggungjawaban dengan jelas. Hal ini dapat membantu orang-
orang memahami tugas dan tantangan yang mereka hadapi, yang pada gilirannya dapat
meningkatkan motivasi dan kinerja. Pertanggungjawaban memberi orang kepercayaan diri dan
perasaan penting, serta memberi mereka wewenang untuk membuat keputusan. Tanpa
pertanggungjawaban yang jelas, moral karyawan dapat terpengaruh oleh hal negatif.
Penelitian telah mendukung pengaruh positif dari pembebanan tanggung jawab atas
fungsi-fungsi tertentu kepada individu. Namun, dalam organisasi yang memiliki saling
ketergantungan antar segmen, sering kali sulit untuk membuat gambaran tanggung jawab yang
jelas. Hal ini disebabkan karena tanggung jawab sering dibagi antara individu dan atasan
mereka, serta tumpang tindih antara manajer segmen. Manajer-manajer dengan tanggung
jawab tertentu tidaklah independen, dan tanggung jawab mereka dapat bertumpang tindih.
Individu juga sering memiliki keterbatasan dalam kendali terhadap sumber daya yang
diperlukan untuk menjalankan tanggung jawab mereka. Staf yang tidak terikat dalam rantai
komando dan tidak memiliki tanggung jawab spesifik mungkin tidak sesuai dengan struktur
pertanggungjawaban.
Sehingga membangun kerangka pertanggungjawaban yang seimbang merupakan
tantangan yang sulit dan sering kali memerlukan kompromi. Faktor utama yang harus
dipertimbangkan adalah tingkat diskresi dan kendali atas sumber daya yang diperlukan untuk
menjalankan tugas yang didelegasikan. Manajer segmen sebaiknya hanya diminta
pertanggungjawaban atas faktor-faktor operasional yang mereka kendalikan. Alokasi biaya
arbiter tidak boleh digunakan dalam menetapkan pertanggungjawaban karena hal tersebut tidak
seimbang dan tidak relevan dalam akuntansi pertanggungjawaban
Dalam konteks ini, pengendalian mengacu pada kemampuan manajer untuk mengubah
jumlah dari pos-pos tertentu. Misalnya, seorang manajer pemasaran dapat mengendalikan
beban iklan dan promosi, tetapi tidak mengendalikan biaya penyusutan truk pengiriman.
Seorang mandor produksi mengendalikan kuantitas bahan baku dan perlengkapan, tetapi tidak
harga bahan baku. Tanggung jawab atas deviasi dari target penggunaan sebaiknya ada pada
mandor, sementara tanggung jawab atas deviasi harga sebaiknya pada manajer pembelian. Jika
pemborosan disebabkan oleh bahan cacat, tanggung jawab tambahan biaya sebaiknya pada
orang yang melakukan pembelian.
Contoh lain dari tumpang-tindih pertanggungjawaban adalah pesanan kilat untuk
pelanggan khusus yang memerlukan kerja lembur. Manajer produksi tidak seharusnya

20
bertanggung jawab atas biaya lembur yang dipaksakan kepadanya. Biaya lembur sebaiknya
dibebankan ke departemen penjualan karena merupakan tambahan beban penjualan.
Pengendalian dalam lingkungan sering tidak lengkap, sehingga "pengaruh signifikan" cukup
untuk membebankan tanggung jawab. Pada tahun 1950, komite konsep dan standar biaya dari
American Accounting Association (AAA) menerbitkan pedoman sebagai berikut:
1. Orang yang berwenang atas akuisisi dan penggunaan barang dan jasa harus dibebani
dengan biaya tersebut.
2. Orang yang dapat mempengaruhi biaya secara signifikan melalui tindakan mereka harus
dibebani dengan biaya tersebut.
3. Orang yang tidak dapat memengaruhi biaya secara signifikan secara langsung dapat
dibebani dengan elemen yang diinginkan oleh manajemen untuk dipantau, sehingga ia
membantu mempengaruhi orang lain yang bertanggung jawab.
Pedoman dan contoh sebelumnya menunjukkan bahwa menggambarkan
pertanggungjawaban untuk pendapatan dan biaya bisa sulit dan penuh dengan kekurangan
perilaku. Hal ini bisa menyebabkan konflik dan permusuhan antar-departemen jika tidak
dikelola dengan hati-hati dan pemahaman yang cermat terhadap faktor manusia yang terlibat.
Penggambaran akhir pertanggungjawaban harus seimbang dan diterima oleh semua pihak
terlibat. Jika dilakukan dengan baik, hal tersebut seharusnya lebih memotivasi daripada praktik
umum yang menempatkan tanggung jawab pada hal-hal yang tidak dapat diubah oleh manajer.

2.2.6 Perencanaan, Akumulasi Data, dan Pelaporan Berdasarkan Pusat


Pertanggungjawaban
a. Anggaran Pertanggungjawaban
Anggaran yang memuat target biaya dan pendapatan pada setiap segmen jaringan
disusun untuk mengevaluasi kinerja individu yang bertanggung jawab atas setiap unit
organisasi. Karakteristik dari anggaran pertanggungjawaban adalah manajer pusat
pertanggungjawaban hanya dibebani dengan target kinerja untuk pendapatan dan biaya yang
dapat mereka kendalikan. Meskipun mereka tidak memiliki kendali penuh atas semua elemen
biaya, jika mereka memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah biaya, maka biaya-
biaya tersebut dianggap "dapat dikendalikan" pada tingkat mereka dan dibebankan pada
pusat pertanggungjawaban mereka.
Biaya yang dapat dikendalikan tidak identik dengan biaya langsung. Misalnya,
penyusutan peralatan adalah biaya langsung tetapi tidak dapat dikendalikan di tingkat pusat

21
biaya, sehingga tidak dapat diminta pertanggungjawabannya kepada kepala pusat biaya
tersebut. Biaya seperti penyusutan, yang bervariasi sesuai dengan rumus perhitungannya dan
tidak dipengaruhi oleh tindakan penyelia, harus dikecualikan dari anggaran
pertanggungjawaban dan dimasukkan dalam anggaran pada tingkat yang lebih tinggi di mana
kendalinya berada. Dengan hanya membebankan biaya yang dapat dikendalikan kepada
setiap kepala pusat biaya, manajemen dapat membandingkan kinerja aktual dengan yang
diharapkan, menilai efektivitas penyelia pusat biaya, dan mengidentifikasi penyebab
inefisiensi.
Proses penyusunan anggaran paling efektif dimulai dari tingkat organisasi atau jaringan
paling bawah, kemudian diteruskan ke tingkat yang lebih tinggi melalui rantai komando
berbentuk piramida. Setiap kepala pusat biaya bertanggung jawab menyusun estimasi
anggaran untuk biaya yang dapat dikendalikan olehnya. Estimasi tersebut kemudian ditinjau,
dikomunikasikan, dan dimodifikasi pada tingkat wewenang selanjutnya sampai digabungkan
ke dalam anggaran operasi secara keseluruhan pada tingkat manajemen puncak.
b. Akumulasi Data
Akumulasi data dalam pola jaringan pertanggungjawaban membutuhkan klasifikasi tiga
dimensi terhadap biaya dan pendapatan. Pertama, berdasarkan pusat pertanggungjawaban.
Kedua, berdasarkan kendalinya biaya tersebut di setiap pusat pertanggungjawaban. Ketiga,
berdasarkan jenis biaya atau pos-pos pelaporan seperti gaji, perlengkapan, bahan baku, dan
sewa.
Teknologi pemrosesan data elektronik saat ini memungkinkan akumulasi dan perincian
data dengan fleksibilitas yang tidak dimungkinkan sebelumnya oleh sistem manual atau semi
otomatis.
c. Pelaporan Pertanggungjawaban
Hasil dari sistem akuntansi pertanggungjawaban adalah laporan pertanggungjawaban
atau laporan kinerja periodik. Laporan-laporan ini menjadi sarana untuk mengendalikan
biaya, mengukur efisiensi manajerial, dan mengevaluasi pencapaian tujuan. Laporan
pertanggungjawaban melaporkan kejadian berdasarkan akun dan tanggung jawab fungsional
individu. Laporan kinerja didistribusikan kepada manajemen puncak dan manajer di tingkat
yang lebih rendah.
Untuk meningkatkan efisiensi, sistem pelaporan pertanggungjawaban sebaiknya
didasarkan pada prinsip "laporan bentuk piramida" atau "teleskop". Ini berarti setiap manajer
pusat pertanggungjawaban hanya menerima laporan pengendaliannya sendiri terlebih dahulu,
sementara laporan terperinci tingkat terendah diterbitkan terlebih dahulu. Kontribusi utama

22
dari akuntansi pertanggungjawaban adalah memungkinkan manajemen mengendalikan biaya
dan efisiensi dengan membebankan tanggung jawab atas biaya kepada mereka yang
melaksanakan tugas. Dengan memasukkan elemen manusia ke dalam kerangka akuntansi,
akuntansi pertanggungjawaban menjadi penting dalam evolusi akuntansi keperilakuan.

2.2.7 Asumsi Keperilakuan dari Akuntansi Pertanggungjawaban


Perencanaan pertanggungjawaban, akumulasi data, dan sistem pelaporan didasarkan
pada beberapa asumsi berikut yang berkaitan dengan operasi dan perilaku manusia.
1. Manajemen berdasarkan perkecualian (MBE) mencukupi untuk mengendalikan operasi
secara efektif.
2. Manajemen berdasarkan tujuan (MBO) akan menghasilkan anggaran, biaya standar.
tujuan organisasi, dan rencana praktis untuk mencapainya yang disetujui bersama.
3. Struktur pertanggungjawaban dan akuntabilitas mendekati struktur hierarki organisasi.
4. Para manajer dan bawahannya rela menerima pertanggungjawaban dan akuntabilitas
yang dibebankan kepada mereka melalui hierarki organisasi.
5. Sistem akuntansi pertanggungjawaban mendorong kerja sama dan bukan persaingan.
a. Manajemen Berdasarkan Perkecualian
Manajemen berdasarkan perkecualian menekankan pentingnya fokus pada bidang-
bidang di mana hasil aktual substansial menyimpang dari tujuan yang dianggarkan atau
standar. Pendukung pendekatan ini mengklaim bahwa ini memungkinkan penggunaan waktu
manajemen yang efisien, mendorong perbaikan inefisiensi, dan memotivasi tindakan yang
diinginkan. Namun, dalam banyak kasus, hanya varians negatif atau masalah yang jelas yang
segera mendapat perhatian, sementara pengakuan terhadap varians positif sering kali kurang
atau tidak ada sama sekali. Hal ini menyebabkan manajer melihat laporan kinerja sebagai alat
penekanan kegagalan, dan manajer tingkat rendah cenderung melihatnya sebagai hukuman.
Banyak manajer merasa pencapaian tujuan yang sukses tidak diberikan pengakuan yang
layak dalam laporan kinerja. Ini bisa mengakibatkan manipulasi data untuk menyembunyikan
varians negatif, serta ketidakmampuan untuk mengambil risiko baru. Kondisi ini dapat
merugikan posisi persaingan dan profitabilitas jangka panjang, serta mengurangi kreativitas
dan inovasi karyawan.
b. Manajemen Berdasarkan Tujuan
Akuntansi pertanggungjawaban mendukung manajemen berdasarkan tujuan atau
pengendalian diri, yang memungkinkan individu untuk merumuskan tujuan mereka sendiri
dan mengarahkan pekerjaan mereka tanpa dibatasi oleh dominasi atau aturan yang ketat.

23
Sejarah menunjukkan bahwa pencapaian signifikan sering kali terjadi ketika individu
didorong oleh tujuan dan cita-cita mereka sendiri, bukan oleh kendali eksternal.
Manajemen berdasarkan tujuan memungkinkan manajer dan bawahannya untuk
merumuskan tujuan dan aktivitas secara bersama-sama bagi pusat pertanggungjawaban
mereka. Tujuan ini harus selaras dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan. Akuntansi
pertanggungjawaban menyediakan kerangka kerja untuk merumuskan tujuan dan rencana
yang terperinci dengan menggambarkan pertanggungjawaban. Laporan kinerja memberikan
alat kepada manajer untuk pengendalian diri dan meningkatkan kesadaran terhadap tanggung
jawab atas aktivitas mereka. Untuk mencapai motivasi dan komunikasi optimal dari
manajemen berdasarkan tujuan dan sistem akuntansi pertanggungjawaban, diperlukan
kondisi lingkungan yang mendukung. Kondisi-kondisi tersebut antara lain meliputi hal-hal
berikut.
1. Dalam menetapkan tujuan pusat pertanggungjawaban, manajemen puncak harus
menyediakan arahan secara keseluruhan dengan menspesifikasikan tujuan dan cita cita
perusahaan secara keseluruhan.
2. Dalam formulasi bersama dari tujuan kinerja dan rencana tindakan terperinci manajemen
puncak dan manajer pusat pertanggungjawaban harus memaksimalkan keselarasan
antara kebutuhan pribadi dan aspirasi karir dari kelompok kerja serta tujuan perusahaan
secara keseluruhan.
3. Motivasi akan meningkat jika orang-orang percaya bahwa pencapaian tujuan perusahaan
akan memenuhi kebutuhan pribadi mereka secara simultan.
4. Jika orang-orang memandang tujuan organisasi sesuai dengan tujuan mereka, maka
mereka akan menginternalisasi tujuan perusahaan dan keselarasan tujuan dicapai.
Manajer pusat pertanggungjawaban memiliki peran kunci dalam memastikan
diterimanya tujuan perusahaan. Hubungan pribadi mereka dengan bawahan dapat
mempengaruhi tingkat penerimaan terhadap tujuan tersebut. Dengan mendidik anggota tim
mereka tentang bagaimana operasi mereka berkontribusi pada tujuan organisasi, manajer
dapat meningkatkan kerja sama. Mereka juga dapat mengundang staf untuk berpartisipasi
dalam merumuskan target biaya dan pendapatan yang realistis, yang kemudian akan
dipresentasikan ke tingkat manajemen yang lebih tinggi sebagai bagian dari anggaran pusat.
Setelah meninjau anggaran pusat pertanggungjawaban, manajer pada tingkat berikutnya
di hierarki organisasi menyadari bahwa manajer pusat pertanggungjawaban tertentu mungkin
tidak dapat memenuhi semua kebutuhan bawahannya. Penjelasan yang cermat perlu
diberikan untuk alasan pengurangan, dengan mempertimbangkan saran dari karyawan.

24
Saat mengevaluasi kinerja aktual berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan bersama,
manajer pusat pertanggungjawaban di semua tingkatan harus menghindari mencari kambing
hitam. Laporan pertanggungjawaban bukan untuk menyalahkan atau menghukum, tetapi
untuk mengidentifikasi penyebab deviasi dalam pencapaian biaya dan pendapatan. Manajer
pusat pertanggungjawaban bertanggung jawab atas pos-pos pendapatan dan beban yang
dapat mereka ubah.
Penghargaan atau sanksi seharusnya tidak hanya didasarkan pada hasil kinerja periodik,
tetapi juga pada konsistensi kinerja dan kualitas tindakan perbaikan yang diambil. Manajer
sebaiknya tidak dihukum untuk kekurangan yang jarang terjadi, melainkan dihargai atas
efektivitas perubahan yang mereka lakukan dan kemampuan mereka untuk mengendalikan
diri sendiri.

2.2.8 Kesesuaian antara Jaringan Pertanggungjawaban dan Struktur Organisasi


Akuntansi pertanggungjawaban berpendapat bahwa kontrol organisasi ditingkatkan
dengan membentuk jaringan pusat pertanggungjawaban sesuai dengan struktur organisasi
formal. Ini mencerminkan delegasi dan distribusi wewenang melalui hirarki organisasi, yang
menugaskan tanggung jawab dan wewenang berdasarkan tingkat hierarki untuk mencapai
pembagian kerja yang efektif.
Wewenang yang diberikan kepada manajer individual memberikan kekuasaan untuk
bertindak dalam ruang lingkup delegasi mereka dan mempengaruhi perilaku bawahannya.
Namun, keberhasilan delegasi tergantung pada penerimaan wewenang oleh yang dipengaruhi.
Manajer dapat mendelegasikan kembali tanggung jawab, tetapi tetap bertanggung jawab
kepada atasan mereka. Kelemahan dalam delegasi, seperti tugas-tugas yang tumpang tindih,
dapat menyebabkan konflik antar-departemen dan ketidakpuasan. Akuntansi
pertanggungjawaban seringkali mengabaikan dinamika kelompok dan kekuatan yang
mempengaruhi penerimaan tujuan kelompok, yang seharusnya menjadi pertimbangan dalam
merancang sistem pertanggungjawaban.
Karena pusat pertanggungjawaban merupakan dasar dari keseluruhan sistem akuntansi
pertanggungjawaban, kerangka kerja untuk pusat pertanggungjawaban dalam sistem akuntansi
harus dirancang dengan hati-hati, dengan menganalisis struktur organisasi untuk
mengidentifikasi kelemahan dalam delegasi dan penyebaran tanggung jawab. Jika tumpang
tindih tanggung jawab menyebabkan saling ketergantungan yang tidak dapat dihindari, maka
kompromi harus dicari. Jaringan pusat pertanggungjawaban akan efektif dalam mengendalikan
organisasi jika struktur organisasi formalnya rasional.

25
a. Penerimaan Tanggung Jawab
Keberhasilan suatu sistem akuntansi pertanggungjawaban sangat tergantung pada
penerimaan para manajer pusat pertanggungjawaban atas tanggung jawab yang diberikan dan
kerelaan mereka untuk dimintai pertanggungjawaban. Penerimaan ini bergantung pada
pandangan mereka terhadap diskresi dan kendali yang mereka miliki atas sumber daya yang
diperlukan untuk tugas mereka. Budaya organisasi yang mendukung kebebasan dan
mengizinkan kegagalan tanpa hukuman dapat mendorong penerimaan tanggung jawab.
Manajer harus merasa bebas untuk menyatakan pandangan mereka tanpa takut dicemooh.
Evaluasi kinerja dalam akuntansi pertanggungjawaban mengungkapkan keberhasilan
dan kegagalan, membangun kepercayaan implisit antara bawahan dan atasan. Tujuan bersama
yang disetujui dalam akuntansi pertanggungjawaban dapat meningkatkan komunikasi antar-
segmen jika manajer pusat pertanggungjawaban terbuka tentang harapan mereka dan strategi
kinerja. Namun, beberapa manajer mungkin tidak suka sistem ini karena mereka
menganggapnya terlalu disiplin dan merasa diturunkan kedudukannya.

2.2.9 Kapabilitas untuk Mendorong Kerja Sama


Akuntansi pertanggungjawaban memperkuat kerja sama organisasi dengan menyajikan
kepada manajer gambaran keseluruhan aktivitas mereka dalam konteks tujuan bersama. Ini
juga meningkatkan kesetiaan pada perusahaan, harga diri, dan rasa penting dengan memberi
mereka otonomi dalam menetapkan dan mencapai tujuan mereka. Para manajer merasa
menjadi bagian integral dari perusahaan dan bersedia berjuang demi kesuksesan bersama.
Mereka menggunakan laporan kinerja sebagai alat untuk memperbaiki tindakan mereka dan
meningkatkan semangat kerja sama karena yakin bahwa keberhasilan mereka penting bagi
masa depan organisasi.

26
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam era bisnis yang semakin kompleks dan dinamis, pengendalian keuangan
memegang peran penting dalam memastikan keberhasilan dan keberlanjutan suatu perusahaan.
Pentingnya manajemen keuangan sebagai upaya untuk mendapatkan dan mengelola dana
dengan efisien, bersama dengan fungsi keuangan yang mengarah pada pengambilan keputusan
investasi dan penghitungan biaya, menjadi dasar bagi pengendalian keuangan yang efektif.
Dalam menghadapi dilema pengendalian, organisasi harus mengenali konflik antara berbagai
faktor dan nilai-nilai yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Pengendalian
terpadu, yang mencakup perencanaan, operasi, umpan balik, dan interaksi pengendalian,
menjadi kunci dalam memastikan keselarasan antara tujuan organisasi dan realisasi
aktivitasnya. Faktor-faktor kontekstual seperti ukuran, stabilitas lingkungan, motif keuntungan,
dan proses organisasi juga memainkan peran penting dalam merancang sistem pengendalian
yang efektif. Dalam menghadapi era pemberdayaan, manajer perlu memperhatikan sistem
pengendalian yang komprehensif yang memadukan sistem diagnostik, kepercayaan, batasan,
dan interaktif untuk mengelola risiko dan memastikan keseimbangan antara pemberdayaan
karyawan dan pengendalian yang efektif.
Adapun Akuntansi pertanggungjawaban adalah pendekatan dalam akuntansi manajemen
yang bertujuan untuk mengontrol bisnis dengan mengendalikan individu yang bertanggung
jawab atas operasi. Tujuan utamanya adalah memastikan kontribusi yang memuaskan dari
individu pada semua tingkat dalam perusahaan terhadap pencapaian tujuan keseluruhan
perusahaan. Keuntungan utamanya adalah memberikan kerangka kerja yang bermakna untuk
perencanaan, pengumpulan data, dan pelaporan kinerja operasional berdasarkan tanggung
jawab individu.

3.2 Saran
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan ringkasan materi kuliah ini masih terdapat
banyak kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
yang dapat membangun dari para pembaca.

27
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Arfan Ikhsan. (2010). Akuntansi Keperilakuan Edisi 2. Jakarta: Penerbit Salemba Empat

28

Anda mungkin juga menyukai