Anda di halaman 1dari 18

PAPER

AKUNTANSI KEPERILAKUAN

ASPEK KEPERILAKUAN PADA AKUNTANSI


PERTANGGUNGJAWABAN

Dosen Pengampu: Dr. Eka Ardhani Sisdyani, S.E., M.Com., Ak., CA

Disusun Oleh:

I Made Yoga Mahardika Raharja (2007531061) – Absen 04

I Gde Andika Ariesta Kiradi (2007531068) – Absen 26

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN AJARAN 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan ringkasan mata kuliah yang berjudul
“Aspek Keperilakuan Pada Akuntansi Pertanggungjawaban” dengan baik
meskipun masih ada kekurangan di dalamnya. Kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Dr. Eka Ardhani Sisdyani, S.E., M.Com., Ak., C.A. selaku dosen
dalam mata kuliah Akuntansi Keperilakuan yang telah membimbing kami dalam
membuat ringkasan mata kuliah ini.

Harapan kami, semoga ringkasan mata kuliah ini dapat berguna dan
membantu pembaca dalam menambah wawasan. Kami juga menyadari bahwa
masih banyak terdapat kekurangan dalam paper ini, untuk itu kami berharap adanya
saran dan kritik yang membangun agar kedepannya dapat lebih baik lagi.

Denpasar, 28 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………...…..…………......…i


KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
2.1 Definisi Akuntansi Pertanggungjawaban ............................................................ 3
2.2 Akuntansi Pertanggungjawaban dan Akuntansi Nasional .................................. 4
2.3 Penetapan Pertanggungjawaban .......................................................................... 5
2.4 Perencanaan, Pengumpulan Data, dan Pelaporan ............................................... 8
2.5 Asumsi Keperilakuan Akuntansi Pertanggungjawaban .................................... 10
2.6 Case Study : Review Artikel Terbaru Terkait Topik ........................................ 13
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 14
3.2 Saran ................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akuntansi pertanggungjawaban merupakan salah satu bidang dari akuntansi
manajemen yang dihubungkan dengan wewenang yang dimiliki oleh setiap
manajer atau dengan kata lain akuntansi pertanggungjawaban merupakan media
pengendalian biaya atau pendapatan dengan menghubungkan biaya atau
pendapatan dengan tempat dimana biaya atau pendapatan tersebut dikeluarkan
atau diperoleh oleh penanggungjawab dari tempat tersebut.
Pertanggungjawaban merupakan kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan
yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya hanya diterapkan pada manusia dan
pertanggungjawaban ini muncul akibat adanya hubungan antara atasan dan
bawahan. Dengan demikian, terdapat hubungan yang erat antara struktur
organisasi dan sistem akuntansi pertanggungjawaban. Idealnya sistem
akuntansi pertanggungjawaban mencerminkan dan mendukung struktur dari
sebuah organisasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Akuntansi Pertanggungjawaban ?
2. Apa itu Akuntansi Pertanggungjawaban dan Akuntansi Tradisional ?
3. Apa itu Penetapan Pertanggungjawaban ?
4. Apa yang dimaksud dengan Perencanaan, Pengumpulan Data dan
Pelaporan ?
5. Bagaimana asumsi keperilakuan akuntansi pertanggungjawaban ?
6. (Bagaimana case study nya jadiin masalah) ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari akuntansi pertanggungjawaban.
2. Untuk mengetahui akuntansi pertanggungjawaban dan akuntansi
tradisional.
3. Untuk mengetahui apa itu penetapan pertanggungjawaban.
4. Untuk mengetahui pengertian dari perencanaan, pengumpulan data dan
pelaporan.

1
5. Untuk mengetahui asumsi keperilakuan akuntansi pertanggungjawaban.
6. Untuk mengetahui (case study)

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Akuntansi Pertanggungjawaban

Akuntansi Pertanggungjawaban (responsibility accounting) merupakan


istilah yang digunakan dalam menjelaskan akuntansi perencanaan serta pengukuran
dan evaluasi kinerja organisasi sepanjang garis pertanggungjawaban. Garis
pertanggungjawaban ini meliputi pendapatan, serta biaya-biaya yang
diakumulasikan dan dilaporkan oleh pusat pertanggungjawaban. Pusat
pertanggungjawaban merupakan bagian dalam organisasi yang diakumulasikan
secara menyeluruh untuk kepentingan pencatatan. Asumsinya bahwa seseorang
pada pusat pertanggungjawaban mempunyai pengendalian terhadap seluruh
catatan-catatan tersebut. Setiap pusat pertanggungjawaban dalam organisasi hanya
bertanggung jawab atas pengendalian terhadap pendapatan dan biayanya sendiri
secara keseluruhan. Sistem penyusunan laporan keuangan untuk semua tingkatan
manajemen didesain khusus agar mereka dapat menggunakannya secara efektif
guna mengendalikan operasi serta biaya yang terlibat.

Akuntansi pertanggungjawaban adalah jawaban akuntansi manajemen


terhadap pengetahuan umum bahwa masalah-masalah bisnis dapat dikendalikan
seefektif mungkin dengan mengendalikan orang-orang yang bertanggung jawab
menjalankan operasi tersebut. Salah satu tujuan akuntansi pertanggungjawaban
adalah memastikan bahwa individu–individu pada seluruh tingkatan di perusahaan
telah memberikan kontribusi yang memuaskan terhadap pencapaian tujuan
perusahaan secara menyeluruh. Hal ini dicapai dengan membagi-bagi suatu
perusahaan ke pusat-pusat pertanggungjawaban individual (suatu jaringan
tanggung jawab) yang memberikan suatu kerangka kerja untuk pengambilan
keputusan secara terdesentralisasi dan partisipatif di tingkat perusahaan dalam
menetapkan tujuan kinerja. Hal tersebut juga memberikan kepada manajemen
puncak hasil secara keseluruhan serta data mengenai cara manjemer segmen
menjalankan fungsinya.

3
Akuntansi pertanggungjawaban adalah komponen yang penting dari sistem
pengendalian keseluruhan di suatu perusahaan. Manfaat khususnya berasal dari
fakta bahwa struktur akuntansi pertanggungjawaban memberikan suatu kerangka
kerja yang berarti untuk melakukan perencanaan, agregasi data, dan pelaporan hasil
kinerja operasi di sepanjang jalur pertanggungjawaban dan pengendalian.
Akuntansi pertanggungjawaban ditujukan untuk manusia, peran mereka, serta
tugas-tugas yang dibebankan kepada mereka dan bukan sebagai mekanisme
impersonal untuk akumulasi dan pelaporan data secara keseluruhan. Hal tersebut
memberikan umpan balik secara periodic kepada para manajer segmen mengenai
keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan tertentu. Dengan menyoroti
penyimpangan kinerja actual dari kinerja yang direncanakan, akuntansi
pertanggungjawaban memungkinkan dilakukannya Manajemen Berdasarkan
Perkecualian (management by exceptions-MBE) dan Manajemen Berdasarkan
Tujuan (management by objectives-MBO).

2.2 Akuntansi Pertanggungjawaban dan Akuntansi Nasional

Akuntansi pertanggungjawaban tidaklah melibatkan deviasi apapun dari


prinsip akuntansi yang diterima secara umum. Akuntansi pertanggungjawaban
berbeda dengan akuntansi konvensional (nasional) dalam hal cara operasi
direncanakan dan cara data akuntansi diklasifikasikan serta diakumulasikan. Dalam
akuntnasi nasional, data diklasifikasi berdasarkan hakikat atau fungsinya dan tidak
digambarkan sebagai individu-individu yang bertanggung jawab atas terjadinya dan
pengendalian terhadap data tersebut. Oleh karena itu, data akuntansi konvensional
mempunyai nilai yang terbatas bagi manajer dalam memantau efisiensi dari
aktivitas harian mereka.

Akuntansi pertanggungjawaban meningkatkan relevansi dari informasi


akuntansi dengan menetapkan suatu kerangka kerja untuk perencanaan, akumulasi
data, dan pelaporan yang sesuai dengan struktur organisasional dan hierarki
pertanggungjawaban dari suatu perusahaan. Akuntansi pertanggungjawaban
memberikan suatu sentuhan pribadi terhadap mekanisme akumulasi data yang
impersonal dalam akuntansi konvensional dengan membahasnya bersama manajer
segmen secara langsung, serta dengan menyediakan tujuan dan hasil kinerja actual

4
atas faktor-faktor operasional kepada siapa para manajer tersebut bertanggung
jawab dan mampu melakukan pengendalian. Berbagai data operasional tidak hanya
diklasifikasikan, diakumulasikan, dan dilaporkan berdasarkan jenisnya. Misalnya
pendapatan penjualan, bahan baku dan perlengkapan yang dipakai, sewa asuransi,
dan lain-lain, tetapi juga berdasarkan individu-individu yang telah diberikan
tanggung jawab atasnya.

Akuntansi pertanggungjawaban melaporkan baik siapa yang


membelanjakan uang tersebut maupun apa yang dibeli oleh uang tersebut. Oleh
karena itu, akuntansi pertanggungjawaban menambahkan dimensi manusia pada
perencanaan, akumulasi data, dan pelaporan. Karena biaya dianggarkan dan
diakumulasikan sepanjang garis tanggung jawab, laporan yang diterima oleh
manajer segmen sangat sesuai untuk evaluasi kinerja dan alokasi penghargaan.
Lebih lanjut lagi, orang yang memiliki kinerja tersebut tidak akan memandang
laporan itu sebagai sesuatu yang tidak adil atau mempertanyakannya berdasrkan
praktik alokasi akuntansi yang arbitrer. Akuntansi pertanggungjawaban
menimbulkan kesadaran terhadap biaya dan pendapatan di seluruh organisasi serta
memotivasi manajer segmen untuk berusaha ke arah pencapaian tujuan. Akuntansi
pertanggungjawaban mengarahkan perhatian mereka kepada faktor-faktor yang
memerlukan perhatian khusus dan bahwa mereka memiliki kekuasaan untuk
melakukan perubahan.

2.3 Penetapan Pertanggungjawaban

Kebanyakan orang menerima tanggung jawab dan tantangan yang


terkandung di dalamnya. Bertanggung jawab terhadap sesuatu membuat seseorang
merasa kompeten dan penting. Hal tersebut mengimplikasikan wewenang
pengambilan keputusan dan dapat memotivasi mereka untuk memperbaiki
kinerjanya. Tanggung jawab adalah pemenuhan dari suatu pekerjaan. Tanpa hal
tersebut, moral karyawan akan menderita. Pengaruh perilaku yang menguntungkan
dari pembebanan tanggung jawab atas fungsi fungsi tertentu kepada individu
didukung dengan riset-riset empiris. Sayangnya, saling ketergantungan dari
berbagai segmen suatu organisasi sering kali menimbulkan kesulitan dalam
membuat gambaran tanggung jawab yang jelas. Pada kenyataannya, seseorang yang

5
diberikan tanggung jawab atas suatu aktivitas atau fungsi yang mungkin membagi
tanggung jawab tersebut dengan atasannya. Manajer-manajer segmen dengan
tanggung jawab atas tugas tertentu tidaklah independen satu sama lain dan tanggung
jawab mereka dapat saja tumpang Undih. Individu hanya mempunyai diskresi dan
kendali yang terbatas terhadap sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas yang merupakan bertanggung Jawab mereka, Para staf yang bukan menjadi
mata rantai dalam rantai komando dan tidak diberikan tanggung jawab secara
spesifik tentu saja tidak sesuai dengan struktur pertanggungjawaban.

Oleh karena itu, konstruksi atas suatu kerangka pertanggungjawaban yang


seimbang benar-benar sulit dan sering kali membutuhkan kompromi, Faktor paling
penting dalam menggambarkan pertanggungjawaban adalah masalah tingkat
diskresi dan pengendalian atas samber daya yang diperlukan guna melaksanakan
fungsi atau tugas yang didelegasikan, Para manajer segmen sebaiknya hanya
diminta pertanggungjawaban atas faktor-faktor operasional yang mereka
kendalikan.

Dalam kondisi apa pun, alokasi biaya arbitrer yang digunakan dalam
perhitungan biaya produk tidak boleh digunakan dalam menetapkan
pertanggungjawaban, Alokasi semacam itu bukanlah solusi yang seimbang dan
tidak memiliki tempat dalam akuntansi pertanggungjawaban.

Dalam konteks Ini, pengendalian berarti manajer mempunyai kemampuan


yang signifikan untuk mengubah jumlah dari pos-pos tersebut. Misalnya, seorang
manajer pemasaran mungkin mengendalikan beban iklan dan promosi, tetapi ia
tidak mengendalikan biaya penyusutan atas truk yang digunakan untuk mengantar
barang dagangan, Seorang mandor produksi mengendalikan kuantitas bahan baku
dan perlengkapan yang digunakan karena la mendelegasikan tugas dan mengawasi
pekerja. namun, ia tidak memiliki kendali atas harga bahan baku yang digunakan.
Oleh karena itu, tanggung jawab atas deviasi dari target penggunaan sebaiknya ada
di tangan mandor tersebut, sementara tanggung jawab atas deviasi harga sebaiknya
dibebankan pada manajer departemen pembelian. Namun, jika pemborosan yang
berlebihan disebabkan oleh bahan baku yang cacat, maka tanggung jawab untuk

6
tambahan biaya yang terjadi sebaiknya dibebankan kepada orang yang melakukan
pembelian.

Contoh lain dari tumpang-tindihnya pertanggungjawaban adalah pesanan


kilat untuk pelanggan khusus yang memerlukan kerja lembur. Manajer produksi
seharusnya tidak dianggap bertanggung jawab atas biaya lembur untuk pekerjaan
yang dipaksakan kepadanya. Premium biaya lembur sebaiknya dibebankan ke
departemen penjualan karena hal tersebut mencerminkan tambahan beban
penjualan secara jelas dikarenakan pengendalian dalam suatu lingkungan jarang
yang lengkap, “pengaruh signifikan" sering kali dianggap cukup membebankan
tanggung jawab. Pada tahun 1956, komite konsep dan standar biaya dari American
Accounting Association (AAA) menerbitkan beberapa pedoman, tetapi sekaligus
memperingatkan bahwa penerapannya harus disertai dengan penilaian dan akal
sehat yang baik. AAA merekomendasikan hal-hal berikut.

1. Orang dengan wewenang baik atas akuisisi maupun penggunaan barang dan
jasa sebaiknya dibebankan dengan biaya dari barang dan jasa tersebut.
2. Orang yang secara signifikan dapat memengaruhi jumlah biaya melalui
tindakan-tindakannya dapat dibebankan dengan biaya tersebut.
3. Orang yang tidak dapat memengaruhi jumlah biaya secara signifikan
melalui tindakan langsung dapat dibebankan dengan elemen-elemen di
mana manajemen menginginkan orang tersebut memperhatikannya.
Dengan demikian, ia akan membantu memengaruhi orang lain yang
bertanggung jawab.

Pedoman dan contoh yang dikutip sebelumnya menunjukkan bahwa


penggambaran pertanggungjawaban untuk penghasilan pendapatan dan terjadinya
biaya adalah cukup sulit dan penuh dengan kekurangan-kekurangan perilaku. Hal
tersebut dapat mengarah pada pertikaian dan rasa permusuhan antar-departemen
jika tidak dilakukan secara hati-hati dan pemahaman yang seksama atas faktor-
faktor manusia yang terlibat dalam setiap situasi.

Penggambaran akhir dari pertanggungjawaban seharusnya seimbang dan


diterima oleh semua pihak yang terlibat. Jika dilakukan secara memadai, maka hal
tersebut seharusnya bersifat superior secara motivasional dibandingkan dengan

7
praktik-praktik umum yang menganggap manajer bertanggung jawab atas hal-hal
yang tidak dapat mereka ubah.

2.4 Perencanaan, Pengumpulan Data, dan Pelaporan

Berdasarkan Pusat Pertanggungjawaban - Ketika struktur jaringan


pertanggungjawaban yang baik dibangun, maka hal ini menjadi suatu wahana untuk
perencanaan, akumulasi data, dan pelaporan. Setiap elemen biaya atau pendapatan,
baik yang berada dalam anggaran maupun akumulasi hasil aktual seharusnya
ditelusuri ke segmen jaringan pertanggungjawabannya di mana tanggung jawab
atas hal tersebut berada. Karakteristik dari anggaran pertanggungjawaban adalah
manajer pusat pertanggungjawaban dibebani target kinerja hanya untuk pos-pos
pendapatan dan biaya yang dapat mereka kendalikan.

Walaupun kepala pusat pertanggungjawaban tidak memiliki kendali


sepenuhnya atas elemen-elemen biaya tertentu, jika mereka mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap jumlah biaya yang terjadi, maka biaya-biaya tersebut bisa
dianggap “dapat dikendalikan" pada tingkat mereka dan dapat dibebankan pada
pusat pertanggungjawaban mereka. Biaya yang dapat dikendalikan tidak sama
dengan biaya langsung. Ada banyak biaya langsung, seperti penyusutan peralatan,
yang tidak dapat dikendalikan pada tingkat pusat biaya dan tidak dapat dimintai
pertanggungjawabannya kepada kepala pusat biaya tersebut.

Penyusutan atau biaya lainnya yang serupa dan bervariasi sesuai dengan
rumus yang digunakan untuk perhitungannya tidaklah dipengaruhi oleh tindakan
penyelia sehingga harus dikeluarkan dari anggaran pertanggungjawaban. Biaya-
biaya ini sebaiknya dimasukkan dalam anggaran dari tingkat pertanggungjawaban
yang lebih tinggi berikutnya di mana kendali atas hal tersebut berada. Dengan hanya
membebankan biaya-biaya yang dapat dikendalikan kepada setiap pusat biaya,
manajemen akan mempunyai suatu dasar yang wajar untuk membandingkan kinerja
aktual dengan kinerja yang diharapkan guna menilai efektivitas dari penyelia pusat
biaya di seluruh tingkatan organisasi, serta untuk mengidentifikasikan penyebab
dari inesiensi.

8
Proses penyusunan anggaran akan paling efektif jika dimulai dari tingkat
organisasi atau tingkat jangan paling bawah di mana anggaran disusun, kemudian
diteruskan ke tingkat yang lebih tinggi melalui suatu rantai komando yang
berbentuk seperti piramida. Setiap orang yang bertanggung jawab atas suatu pusat
biaya dianggap bertanggung jawab menyiapkan estimasi-estimasi anggaran untuk
pos-pos beban yang dapat dikendalikan olehnya. Pada tingkat wewenang
selanjutnya, estimasi-estimasi tersebut ditinjau, dikoordinasikan, dan dimoditikasi
ketika diperlukan, sampai estimasi-estimasi tersebut akhirnya digabungkan ke
dalam anggaran operasi secara keseluruhan pada tingkatan manajemen puncak.

 Akumulasi Data
Untuk memfasilitasi perbandingan periodik dengan berbagai perencanaan
anggaran, akumulasi pos-pos laba dan beban aktual haruslah mengikuti pola
jaringan pertanggungjawaban. Hal ini membutuhkan klasifikasi tiga dimensi
terhadap biaya dan pendapatan selama proses akumulasi data. Pertama, biaya
diklasifikasikan berdasarkan pusat pertanggungjawaban. Kedua, dalam setiap
pusat pertanggungjawaban, biaya tersebut diklasifikasikan berdasarkan bisa
atau tidaknya biaya tersebut dikendalikan. Ketiga, biaya tersebut
diklasifikasikan berdasarkan jenis biaya atau pos-pos pelaporan, seperti gaji,
perlengkapan, bahan baku, dan sewa.

Jenis akumulasi data ini diberikan kepada manajemen informasi yang terkait
dengan beberapa dimensi dari operasinya. Di masa lalu, akumulasi data tiga
dimensi secara teknik sulit karena hanya ada sistem manual atau semiotomatis yang
tersedia untuk akumulasi data. Namun, sekarang ini, peralatan pemrosesan data
secara elektronik memungkinkan akumulasi dan perincian data dengan cara apa pun
yang diinginkan.

 Pelaporan Pertanggungjawaban
Produk akhir dari hasil sistem akuntansi pertanggungjawaban adalah laporan
pertanggungjawaban atau laporan kinerja secara periodik. Laporan-laporan ini
merupakan media lewat di mana biaya-biaya dikendalikan, efisiensi manajerial
diukur, dan pencapaian tujuan dinilai. Alat pengendalian ini melaporkan
kejadian berdasarkan akun dan tangung jawab fungsional dari individu-

9
individu. Laporan kinerja didistribusikan kepada manajer puncak dan manajer
di tingkat yang lebih rendah. Untuk meningkatkan efisiensi, sistem pelaporan
pertanggungjawaban seharusnya didasarkan pada “laporan bentuk piramida”
atau prinsip “teleskop” Hal ini berarti setiap manajer pusat pertanggungjawaban
hanya menerima laporan pengendaliannya sendiri dan laporan terperinci tingkat
terendah diterbitkan terlebih dahulu. Pengendalian laporan masing-masing dan
laporan detailnya untuk tingkat yang lebih bawah ditampilkan pertama.
2.5 Asumsi Keperilakuan Akuntansi Pertanggungjawaban
Perencanaan pertanggungjawaban, akumulasi data, dan sistem pelaporan
didasarkan pada beberapa asumsi berikut yang berkenaan dengan operasi dan
perilaku manusia, yaitu sebagai berikut:
1. Management by Exception (MBE)
Management by Exception atau manajemen berdasarkan perkecualian
mengasumsikan bahwa untuk mengelola dan mengendalikan aktivitas
organisasi dengan paling efektif, manajer sebaiknya mengonsentrasikan
perhatian mereka pada bidang-bidang di mana hasil aktual menyimpang
secara substansial dari tujuan yang dianggarkan atau standar. Karakteristik
laporan periodik dari akuntansi pertanggungjawaban yang ideal adalah
menggambarkan manajemen dalam area deviasi dari aturan yang telah
ditentukan dan termasuk menentukan tindakan perbaikan untuk penguatan
atau perbaikan perilaku.
2. Management by Objective (MBO)
Akuntansi pertanggungjawaban menfasilitasi management by objective
atau manajemen berdasarkan tujuan. Hal ini merupakan pendekatan
manajemen yang dirancang untuk mengatasi kesalahan tanggapan
manusiawi yang sering timbul oleh usaha untuk mengendalikan operasi
berdasarkan dominasi. Sebagai sebuah cara pengendalian manajemen, MBO
memfasilitasi keinginan untuk tidak didominasi dengan memberi manajer
dan bawahannya sebuah kesempatan untuk secara bersama merumuskan
pencapaian dan kegiatan bagi pusat tanggung jawab masing-masing.

10
Akuntansi pertanggungjawaban menyediakan kerangka yang ideal untuk
memformulasikan tujuan secara detail. Untuk mendapatkan motivasi dan
komunikasi dari MBO dan akuntansi pertanggungjawaban, kondisi
lingkungan yang baik harus ada, antara lain sebagai berikut:
a. Dalam menetapkan tujuan pusat pertanggungjawaban, manajemen
puncak harus menyediakan arahan secara keseluruhan dengan
mespesifikasi tujuan dan cita-cita perusahaan secara keseluruhan
b. Dalam formulasi bersama dari tujuan kinerja dan rencana tindakan
terperinci, manajemen puncak dan manajer pusat pertanggungjawaban
harus memaksimalkan keselarasan antara kebutuhan pribadi dan aspirasi
karier dari kelompok kerja serta tujuan perusahaan secara keseluruhan.
c. Motivasi akan meningkat jika orang-orang percaya bahwa tercapainya
tujuan perusahaan akan memenuhi kebutuhan pribadi mereka secara
simultan
d. Jika orang-orang memandang tujuan organisasi sesuai dengan tujuan
mereka, maka mereka akan menginternalisasi tujuan perusahaan dan
keselarasan tujuan dicapai.

Hasil kinerja secara periodik tidak hanya untuk mendapatkan penghargaan


ataupun hukuman, namun dapat dijadikan sebagai motivasi dalam memperbaiki
kualitas tindakan perbaikan.

 Kesesuaian Antara Jaringan Pertanggungjawaban Dan Struktur


Organisasi
Akuntansi pertanggungjawaban mengasumsikan bahwa pengendalian
organisasional ditingkatkan dengan penciptaan jaringan pusat
pertanggungjawaban yang sesuai dengan struktur organisasi formal. Maksud
manajemen puncak untuk mendelgasikan dan menyebarkan dijelaskan oleh
“hierarki wewenang” atau “struktur organisasi”, yang menugaskan wewenang
dan tanggung jawab untuk tugas-tugas tertentu berdasarkan tingkatan hierarki
untuk mencapai pembagian kerja yang berarti.
Ketika wewenang diberikan kepada manajer individual, maka manajer
menganggap hal itu sebagai kekuasaan untuk bertindak secara resmi dalam
lingkup pendelegasiannya dan untuk mempengaruhi perilaku bawahannya.

11
Manajer dapat mendelegasikan kembali sebagian atau seluruh tanggung jawab
tersebut dengan tetap bertanggung jawab kepada atasan untuk pencapaian tugas
yang diberikan dan diharapkan untuk menanggapi deviasi dari tujuan kinerja
yang telah dinegosiasi.
 Penerimaan Tanggungjawab
Unsur yang terpenting dalam keberhasilan penerapan sistem akuntansi
pertanggungjawaban adalah penerimaan para manajer pusat
pertanggungjawaban menerima tanggungjawab dan tugas yang diberikan
kepadanya dengan layak dan kesediaan mereka melaksanakannya.
Para manajer akan merasa bersedia menerima tugas dan tanggungjawab
tersebut dengan baik jika mereka merasa dibutuhkan secara fisik dan sumber
daya. Para manajer akan melaksanakannya dengan baik jika budaya organisasi
dimana tempatnya menjalankan tugas memberikan kebebasan untuk
melaksanakan tugas dengan cara-cara mereka sendiri.
Penentuan pencapaian sasaran yang dihubungkan dengan akuntansi
pertanggungjawaban akan meningkatkan komunikasi dengan terbuka, dan dapat
menentukan ukuran dan strategi yang hendak dicapai. Keinginan manajer untuk
menerima tanggung jawab bergantung atas bagaimana manajer mempersepsikan
penentuan dan pengendalian atas manusia dan sumber daya yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas.
 Kapabilitas Untuk Mendorong Kerja Sama
Akuntansi pertanggungjawaban meningkatkan kerjasama organisasional
yang menunjukkan kepada para manajer bekerja untuk mencapai tujuan
bersama. Akuntansi pertanggungjawaban juga menunjukan tingkat loyalitas dan
kemampuan dalam membuat keputusan sendiri di dalam kerangka
tanggungjawab yang didelegasikan kepada para manajer. Sehingga para manajer
akan merasa menjadi bagian penting dalam organisasi dan merasa dihargai yang
menyebabkan secara bersama-sama mempunyai keinginan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Semangat kerjasama para manajer akan tercipta dan
meningkat. Hal ini juga dapat meyakinkan para manajer bahwa mereka sedang
mencapai tujuan yang dirumuskan bersama. Para manajer merasa menjadi

12
sesuatu hal yang penting, dan tentu sajaakan berpikir bahwa jika terjadi
kegagalan tentulah akan memengaruhi masa depan.
Namun, tekanan yang berlebihan dalam pencapaian tujuan, meski
diperbolehkan akan menghancurkan manfaat yang diperoleh dari kerjasama
yang harmonis. Sebagai gantinya, mungkin adalah kompetisi yang tidak sehat
diantara bagian dan adanya tekanan yang ekslusif dalam jangka pendek.
2.6 Case Study : Review Artikel Terbaru Terkait Topik

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Akuntansi pertanggungjawaban merupakan salah satu kajian dalam
akuntansi yang lebih memfokuskan diri pada aspek-aspek tanggung jawab dari
satu atau lebih anggota organisasi atas suatu pekerjaan, bagian atau segmen
tertentu. Tidak hanya hal itu saja, akuntansi pertanggungjawaban juga
melibatkan aspek-aspek keperilakuan dari anggota organisasi. Hal ini
disebabkan karena akuntansi pertanggungjawaban dapat dipandang sebagai alat
pengendalian bagi organisasi. Masing-masing individu, kelompok maupun
divisi dapat dijelaskan kinerjanya dari laporan-laporan yang diungkapkan
dalam akuntansi pertanggungjawaban. Oleh karena itu, aspek-aspek
keperilakuan juga menjadi sorotan penting da;am implementasi akuntansi
pertanggungjawaban. Permasalahan yang terkait keperilakuan dalam akuntansi
pertanggungjawaban dapat berdampak serius, baik bagi individu maupun
organisasi. Perilaku menyimpang dari yang apa diharapkan, rendahnya
motivasi, dan tidak layaknya para manajer pusat pertanggungjawaban adalah
contoh-contoh dari dampak yang dihasilkan akibat gagalnya pusat
pertanggungjawaban untuk mengakomodasi aspek-aspek keperilakuan secara
tepat. Dengan demikian, aspek keperilakuan menjasi aspek penting lain di
samping aspek perancangan jaringan pusat pertanggungjawaban.
3.2 Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan paper
di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun
nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan paper ini dengan
menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun
dari para pembaca.

14
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Arfan Ikhsan. 2011. Akuntansi Keperilakuan. Edisi ke 2. Jakarta: Salemba


Empat.

15

Anda mungkin juga menyukai