Oleh :
Kelompok V
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, dan
berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah sebagai salah satu tugas mata
kuliah Akuntansi Manajemen Lanjutan. Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Andry
Arifian Rachman, Dr., S.E., M.Si., Ak., CA., ACPA. selaku dosen pengajar mata kuliah
Akuntansi Manajemen Lanjutan yang telah memberikan kami kesempatan untuk memaparkan
dan membuat makalah mengenai Penggunaan Sistem Informasi Akuntansi untuk Perencanaan
Laba. Selaku penyusun makalah ini, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca terkhusus bagi rekan kelas kami dalam hal memberikan informasi dan wawasan
terkait Penggunaan Sistem Informasi Akuntansi untuk Perencanaan Laba. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan tidak terlepas dari ketidaksempurnaan, oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran sangat kami harapkan demi
menyempurnakan makalah ini di masa mendatang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas lebih lanjut di dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Analisis Cost Volume Profit?
2. Bagaimana Analisis Cost Volume Profit untuk Lebih dari Satu Jenis Produk?
3. Bagaimana Cara untuk Mengidentifikasi Biaya Variabel dan Biaya Tetap?
4. Bagaimana Analisis Cost Volume Profit dalam Ketidakpastian ?
5. Bagaimana Cost Volume Profit dengan Model Activity Based Costing ?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemisahan Fixed Cost dan Variable Cost untuk Analisis CVP
Analisis CVP mengasumsikan semua biaya perusahaan dapat dikelompokkan dalam dua
kategori: biaya yang berubah sejalan dengan volume penjualan (biaya variabel) dan biaya yang
tidak berubah (biaya tetap). Selanjutnya, biaya diasumsikan fungsi linier dari volume
penjualan. Namun, banyak perusahaan sekarang menyadari bahwa ini tetap dibandingkan
perbedaan variabel terlalu sederhana. Dalam sistem biaya berdasarkan aktivitas, biaya yang
dibagi ke dalam unit dan kategori berbasis non unit. Activity-based costing mengakui bahwa
beberapa biaya bervariasi dengan unit yang diproduksi dan beberapa biaya yang tidak
bervariasi. CVP menjadi lebih berguna karena memberikan wawasan yang lebih akurat
mengenai perilaku biaya.
3
Risiko dan ketidakpastian merupakan dua hal yang berbeda namun sama-sama harus
ditanggulangi oleh manajer di perusahaan. Dalam menangani masalah ini, manajer
dapat melakukan beberapa metode, yaitu:
a) Manajer harus mengetahui bagaimana sifat ketidakpastian dari biaya, harga maupun
kuantitas di masa mendatang.
b) Manajer mulai menggunakan pertimbangan kisaran titik impas.
c) Manajer dapat menggunakan analisis sensivitas.
2) Margin Pengaman
Margin pengaman atau margin of safety merupakan salah satu konsep untuk mengukur
suatu risiko. Margin pengaman merupakan jumlah unit terjual dan pendapatan baik
yang terjadi maupun diharapkan terjadi melebihi dari volume impas. Contoh, bila
perusahaan A memiliki volume impas sebesar 500 unit kemudian perusahaan tersebut
dapat menjual 700 unit, sehingga margin pengaman perusahaan A adalah sebesar 200
unit yang diperoleh dari 700 unit dikurangi 500 unit.
Risiko dapat muncul tiba-tiba bahkan ketika suatu rencana sedang dibentuk. Kejadian
inilah yang akan berdampak berkurangnya penjualan dari yang diharapkan. Bila sebuah
perusahaan memiliki margin pengaman yang besar maka akan lebih rendah risiko
ketika mengalami kerugian dibandingkan dengan yang memiliki margin pengaman
yang kecil. Perusahaan pemilik margin pengaman kecil tersebut mesti mempersiapkan
manajemennya dalam untuk merancang berbagai tindakan sehingga penjualan dapat
ditingkatkan dan biaya dapat dikurangi.
3) Pengungkit Operasi
Sama dengan margin pengaman, pengungkit operasi juga salah satu konsep yang dapat
digunakan untuk mengukur suatu risiko. Dalam hal ini, biaya tetap berperan sebagai
pengungkit yang dapat memberikan perubahan pada persentase laba pada saat terjadi
fluktuasi penjualan. Ketika tingkat pengungkit operasi naik sehingga margin kontribusi
pun ikut naik dan menyebabkan laba menurun maka hal ini akan menjadi penanda
adanya kenaikan risiko. Konsep ini dapat diukur dengan cara, yaitu:
Tingkat pengungkit operasi = Margin kontribusi/Laba
4
(operating income) perusahaan dan pendapatan bersih (net income). Seperti kita ketahui,
jumlah produk yang dihasilkan perusahaan didalam suatu periode tertentu akan memiliki
hubungan langsung dengan besarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan. Ketika biaya itu
dipertemukan dengan nilai penjualan produk yang dihasilkan oleh perusahaan, laba perusahaan
yang diperoleh pada suatu periode akan terpengaruh menjadi lebih besar atau lebih kecil. Untuk
melihat hubungan antara ketiga variabel itu (biaya, volume, dan laba) diperlukanlah analisis
cost volume profit.
Manajemen merencanakan keuangan dan mengambil keputusan dengan melihat
hubungan besarnya biaya yang dikeluarkan suatu perusahaan dengan besarnya volume
penjualan serta laba yang diperoleh pada suatu periode tertentu. Dalam mengambil keputusan,
manajemen juga melihat lima elemen penting terkait analisis cost volume profit, yaitu:
1. Harga produk yaitu harga yang ditetapkan di dalam suatu periode tertentu secara konstan.
2. Volume atau tingkat aktivitas yaitu besarnya produk yang dihasilkan dan direncanakan
akan dijual di dalam suatu periode tertentu.
3. Biaya variabel per unit yaitu besarnya biaya produk yang dibebankan secara langsung pada
setiap unit barang yang diproduksi.
4. Total biaya tetap yaitu keseluruhan biaya periodik di dalam suatu periode tertentu.
5. Bauran volume produk yang dijual yaitu proporsi volume relatif produk-produk perusahaan
yang akan dijual.
Dalam melihat hubungan diantara kelima elemen tersebut terdapat beberapa asumsi yang
harus digunakan didalam hubungan diantara besarnya biaya dan volume serta laba yang akan
diperoleh, yaitu :
a) Harga jual produk yang konstan dalam cakupan yang relevan. Hal ini berarti harga jual
setiap unit produk tidak berubah walaupun terjadi perubahan volume penjualan.
b) Biaya bersifat linear dalam rentang cakupan yang relevan dan dapat dibagi secara
akurat ke dalam elemen biaya tetap dan biaya variabel. Jumlah biaya variabel per unit
konstan dan jumlah biaya tetap total juga harus konstan.
c) Dalam perusahaan mulitiproduk, bauran penjualannya tidak berubah.
d) Jumlah unit yang diproduksi sama dengan jumlah unit yang dijual. Berarti, jumlah
persediaan tidak berubah.
Dalam referensi lain, asumsi dasar analisis cost volume profit disederhanakan menjadi:
a) semua biaya diklasifikasikan sebagai biaya variabel dan tetap,
b) fungsi jumlah biaya adalah linier dalam kisaran relevan,
5
c) fungsi jumlah pendapatan adalah linier dalam kisaran relevan dan harga jual dianggap
konstan,
d) hanya terdapat satu pemicu biaya yaitu volume unit produk / rupiah penjualan, dan
e) tidak ada persediaan.
Dengan pengertian dan asumsi seperti diatas maka jika salah satu elemen saja berubah
maka hasil analisis cost volume profit pasti akan menghasilkan kesimpulan yang berbada dan
dapat menghasilkan keputusan yang berbeda juga. Meskipun tujuan utama dari analisis ini
adalah untuk melihat hubungan diantara elemen-elemen tersebut dan pengaruhnya satu dengan
yang lainnya.
Terkait asumsi dasar biaya diklasifikasikan sebagai biaya variabel dan tetap, manajemen
harus teliti dalam memasukkan semua biaya variable yang relevan yaitu tidak hanya biaya
produksi saja tapi juga biaya penjualan dan biaya distribusi. Ketelitian ini diperlukan untuk
mengukur biaya variabel per unit. Selain itu, (pada analisis jangka pendek) biaya tetap yang
relevan dapat diartikan sebagai biaya tetap yang diperkirakan berubah sehubungan dengan
peluncuran produk baru. Pada saat biaya variabel dan biaya tetap dijumlahkan menjadi biaya
total, dapat diasumsikan dengan analisis cost volume profit bahwa pendapatan dan total biaya
adalah linear pada rentang aktivitas yang relevan. Meskipun perilaku biaya sebenarnya tidak
relevan dengan rentang output yang terbatas, total biaya diharapkan meningkat mendekati
tingkat yang linear.
Karena peran yang sangat vital, analisis cost volume profit ini dapat diterapkan dalam
banyak hal seperti menentukan harga jual produk atau jasa, memperkenalkan produk atau jasa
baru, mengganti peralatan, memutuskan apakah produk atau jasa yang ada seharusnya dibuat
di dalam perusahaan atau dibeli dari luar perusahaan, dan melakukan analisis apa yang akan
dilakukan, jika sesuatu dipilih oleh manajemen.
6
biaya, manajer cukup mengalikan peningkatan dalam unit yang terjual dengan margin
kontribusi yang per unit. Hasilnya akan menggambarkan peningkatan laba yang diharapkan.
7
BAB III
PEMBAHASAN
8
penjualan, total biaya variable dan konsekuensinya total marjin kontribusi akan meningkat
begitupun sebaliknya. Dengan demikian bila perusahaan dapat memaksimalkan marjin
kontribusinya, maka otomatis laba perusahaan juga kian maksimal, karena biaya tetap tidak
akan berubah. Namun jika perusahaan hanya dapat menjual sejumlah unit tertentu yang
menyebakan total kontribusi matjinnya sama dengan total biaya tetap maka perusahaan
dikatakan dapat mencapai titik impas break event point. Beberapa contoh rumus dalam analisis
CVP.
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝
Titik Impas (BEP) =
𝑀𝑎𝑟𝑗𝑖𝑛 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖
Contoh Rumus BEP
9
3.3 Contoh Soal Perhitungan CVP
Misalkan PT X sedang melakukan perencanaan laba, Informasi yang dikumpulkan
sebagai berikut:
• Harga Jual Per Unit Rp. 500
• Biaya Variable per Unit Rp. 250
• Total Biaya Tetap Rp. 10.000.000
• Total Target keuntungan setelah pajak Rp. 15.000.000
• Tarif Pajak 25%
Dari informasi tersebut bisa dilakukan analisis CVP sebagai berikut:
• Titik Impas / Break Even Point
𝑅𝑝. 10.000.000
Titik Impas (BEP) =
𝑅𝑝. 500 − 𝑅𝑝. 250
Titik Impas (BEP) = 40.000 Unit
• Unit Terjual untuk Target Keuntungan
𝑅𝑝. 15.000.000
Target Laba Sebelum Pajak =
1 − 25%
Target Laba Sebelum Pajak = Rp. 20.000.000
𝑅𝑝. 20.000.000
Target Unit Terjual Untuk Mencapai Tingkat Laba =
𝑅𝑝. 500 − 𝑅𝑝. 250
Target Unit Terjual Untuk Mencapai Tingkat Laba = 80.000 Unit
Setelah angka 80.000 unit tersebut diperoleh, angka tersebut tidak dapat langsung
dimasukan sebagai target penjualan perusahaan. Pertama angka tersebut harus
diperbandingkan dengan kapasitas produksi perusahaan. Ada beberapa factor yang perlu
diperhatikan dalam memutuskan kebijakan terkait target penjualan seperti pengingkatan
produksi, memperluas pangsa pasar dan lainnya.
10
berbeda, maka analisis CVP dapat dilakukan secara terpisah untuk masing-masing
produk.
2. Jika produk-produk yang dihasilkan berasal dari fasilitas yang sama, maka harus dilihat
lagi, apakah produk-produk tersebut memiliki marjin kontribusi per unit yang sama.
Jika produk-produk tersebut memiliki kontribusi marjin yang sama, maka analisis CVP
dapat dilakukan seolah-olah produk- produk tersebut merupakan satu produk.
3. Jika produk-produk yang dihasilkan berasal dari fasilitas yang sama, namun memiliki
marjin kontribusi per unit yang berbeda-beda, maka yang dapat dilakukan adalah
melakukan alokasi biaya untuk masing- masing produk tersebut, lalu melakukan
analisis CVP untuk masing-masing produk secara terpisah. Namun, cara seperti ini
tidak disarankan, karena biasanya perusahaan mengalami kesulitan untuk
mengalokasikan biaya secara akurat pada masing-masing produknya. Karena itu, cara
yang disarankan adalah menggabungkan marjin kontribusi per unit dari masing-masing
produk berdasarkan target bauran penjualan masing – masing produk. Hasilnya adalah
rata-rata tertimbang dari margin kontribusi untuk kesemua produk tersebut.
Tabel berikut ini memberikan contoh cara perhitungan Weighted Average Contribution
Margin:
Setelah angka tersebut diperoleh, maka analisis CVP dapat dilakukan dengan rumus
seperti yang telah dibahas sebelumnya. Misalkan total biaya tetap perusahaan adalah
Rp18.200.000, maka jumlah total unit barang yang harus dijual adalah Rp18.200.000/910 =
20.000 unit. Dari total penjualan tersebut 12.000 unit (60%) merupakan target penjualan
produk A, 6.000 unit (30%) merupakan target penjualan produk B, dan 2.000 unit (20%)
merupakan target penjualan produk C.
Bagaimana jika perusahaan memproduksi puluhan atau ratusan produk. Dalam hal ini,
perusahaan harus mengelompokkan produk tersebut berdasarkan kesamaan marjin kontribusi
per unitnya. Biasanya produk- produk yang memiliki kesamaan marjin kontribusi adalah
produk-produk yang berasal dari satu lini produk, walaupun keadaannya tidak selalu begitu.
11
Jika memang produk-produk yang berasal dari satu lini produk memiliki marjin kontribusi per
unit yang sama atau hampir sama, maka produk-produk tersebut bisa digabungkan dan
dianggap sebagai satu jenis produk tersendiri. Dengan cara ini, maka diharapkan jumlah
kelompok yang dipakai untuk analisis CVP dapat dikurangi.
12
Masalah lain yang timbul adalah rumus CVP mengatakan bahwa biaya variable harus
dinyatakan secara per unit dan tidak dapat dinyatakan dalam bentuk total. Misalkan, dalam
contoh toko roti tersbut, untuk membuat roti dibutuhkan berbagai bahan baku termasuk air.
Biaya air untuk membuat roti merupakan biaya variable, karena makin banyak roti yang dibuat,
makin banyak air yang dipakai, dan kenaikkannya adalah proporsional. Misalnya adalah, jika
perusahaan ingin memperlakukan biaya air sebagai biaya variable, maka perusahaan harus
dapat menghitung biaya air untuk membuat satu roti. Jika jenis roti yang dihasilkan perusahaan
cukup banyak, maka perhitungan biaya air per unit roti menjadi cukup sulit untuk dilakukan.
Jika toko roti tersebut tidak menghitung biaya air per unit roti, dan hanya memiliki informasi
mengenai total angka biaya air, maka biaya air untuk pembuatan roti tersebut, meskipun
sebenarnya bersifat variable, terpaksa akan dimasukkan dalam kelompok biaya tetap. Dari
penjelasan diatas, terlihat bahwa dalam analisis CVP banyak biaya dalam kelompok biaya tetap
bukan merupakan biaya tetap seperti dalam definisi yang disebut diawal.
3.6 Ilustrasi Analisis CVP dengan Identifikasi Biaya Tetap dan Biaya Variabel
PT Jaja Marja adalah sebuah perusahaan yang mengelola jalan tol. Luas jalan tol yang
dikelola adalah 80 km. Jalan tol ini merupakan jalan tol dalam kota, sehingga tarif yang
dibebankan pada setiap kendaraan tidak tergantung dari jarak. Untuk satu kali masuk,
kendaraan sedan akan dibebani biaya sebesar Rp8.000, sedangkan kendaraan jenis truk akan
dikenakan tarif sebesar Rp10.000. Untuk mengoperasikan jalan tol diperlukan sebanyak 12
orang petugas tol dengan gaji sebesar Rp2.000.000 per bulan. Pada jam-jam sibuk, diperlukan
petugas tol yang lebih banyak, sehingga diperkirakan setiap hari senin sampai jumat
perusahaan akan memberikan total lembur sebanyak 10 jam per harinya. Upah lembur yang
dibayarkan adalah Rp20.000 per jam. Diluar petugas tol, PT Jaja Maja juga memiliki direksi
dan karyawan berjumlah 30 orang, dengan total biaya gaji Rp120.000.000 per bulannya. Selain
itu, PT Jaja Marja juga mengeluarkan biaya pemeliharaan jalan sebesar Rp4.000.000 per
kilometer per tahun.
Besarnya biaya penyusutan jalan per tahunnya adalah Rp300.000.000. Selain itu, untuk
melakukan penerangan jalan dimalam hari diperlukan listrik sebesar 20.000 Kwh per bulan.
Biaya listrik per Kwh adalah Rp1.000. Biaya untuk mencetak buku karcis tol adalah Rp100 per
lembar, dan setiap kendaraan yang memasuki jalan tol akan diberikan satu lembar karcis. Diluar
biaya-biaya diatas, perusahaan juga mengeluarkan biaya administrasi dan umum sebesar
Rp100.000.000 per tahun. (semua biaya administrasi merupakan biaya tetap).
13
Perusahaan juga merencanakan untuk menyewakan pinggiran jalan tol untuk
pemasangan papan iklan. Terdapat 12 spot yang dapat diperugunakan untuk pemasangan iklan.
Tarif pemasangan iklan adalah Rp20.000.000 per spot per tahun, dan diperkirakan akan
terdapat 10 spot yang dapat disewakan. Untuk membangun papan iklan tersebut diperkirakan
perusahaan akan mengeluarkan biaya sebesar Rp3.000.000 per spot. Selain itu, perusahaan juga
harus membayar pajak kepada pemerintah daerah sebesar Rp1.000.000 per spot, tidak peduli
apakah papan iklan tersebut laku atau tidak.
Semua data tersebut merupakan data yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 20X2.
Untuk tahun 20X2 tersebut diperkirakan jumlah kendaraan yang melalui jalan tol adalah 90%
kendaraan sedan dan 10% kendaraan truk. Berdasarkan data diatas, hitunglah :
1. Jumlah kendaraan sedan dan truk yang harus melewati jalan tol tersebut agar
perusahaan mencapai titik break-even.
2. Jumlah kendaraan sedan dan truk yang harus melewati jalan tol tersebut agar
perusahaan mendapatkan keuntungan setelah pajak sebesar Rp50.400.000 per tahun.
(pajak yang dikenakan terhadap perusahaan adalah 20%).
14
Biaya gaji petugas tol (12 orang x Rp2.000.000 x 12 bulan) 288.000.000
Biaya lembur petugas tol (10 jam x 5 hari x 52 minggu x Rp20.000) 52.000.000
Biaya gaji (diluar petugas tol) 120.000.000
Biaya pemeliharaan (80 km x Rp4.000.000) 320.000.000
Biaya Penyusutan 300.000.000
Biaya Listrik (20.000 kwh x Rp1.000 x 12 bulan) 240.000.000
Biaya administrasi dan umum 99.980.000
Biaya pajak iklan (Rp1.000.000 x 12 ) 12.000.000
Biya pembangunan papan iklan (Rp3.000.000 x 10) 30.000.000
Penerimaan pendapatan iklan (200.000.000)
Total biaya tetap (netto) 1.261.980.000
Karena perusahaan memiliki dua jenis produk dengan dua marjin kontribusi yang
berbeda, maka Langkah berikutnya adalah menghitung rata-rata tertimbang dari marjin
kontribusi kedua produk tersebut, yaitu :
Marjin
Bauran
Kontribusi
Marjin kontribusi mobil 7.900 90% 7.110
Marjin kontribusi truk 9.900 10% 990
Tital rata-rata tertimbang marjin kontribusi 8.100
15
3.8 Analisis CVP dalam Ketidakpastian
Analisis CVP dilakukan dalam tahap perencanaan, dimana asumsi yang dibuat
perusahaan belum tentu sama dengan kondisi sebenarnya saat rencana tersebut dilaksanakan.
Karena itu, unsur ketidakpastian harus dipertimbangkan. Ada tiga cara yang dapat dilakukan
perusahaan untuk mengantisipasi ketidakpastian tersebut, yaitu :
1. Safety Margin
2. Operating Leverage
3. Analisis Sensitivitas (What-if Analysis)
Safety Margin merupakan selisih antara unit yang diperkirakan dapat dijual perusahaan
pada periode analisis dengan unit yang harus terjual untuk mencapai titik impas. Semakin besar
safety margin yang dimiliki perusahaan, maka posisi perusahaan akan semakin aman, karena
jika terdapat asumsi yang sedikit meleset, perkiraan posisi perusahaan berada masih jauh dari
titik impas. Sebaliknya, jika safety margin perusahaan rendah, maka perusahaan berada dalam
posisi yang rawan, karena jika terdapat asumsi yang meleset, maka laba yang diperoleh
perusahaan bisa dibawah titik impas, dengan kata lain perusahaan merugi.
Operating leverage mengukur besarnya proporsi biaya tetap dibandingkan dengan total
biaya yang dikeluarkan perusahaan. Semakin tinggi operating leverage berarti semakin tinggi
proporsi biaya tetap dalam perusahaan. Proporsi biaya tetap yang semakin tinggi akan
menambah risiko yang dihadapi perusahaan, karena semakin tinggi biaya tetap perusahaan,
maka fluktuasi laba yang diperoleh perusahaan akan cenderung semakin besar. Rumus untuk
menghitung operating leverage adalah total margin kontribusi dibagi dengan total laba operasi.
Jika perusahaan memiliki operating leverage sebesar 5, hal ini berat jika target penjualan
perusahaan meleset sebanyak 1%, maka laba yang diperoleh akan meleset sebanyak 5%.
Analisis sensitivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mencari unsur yang paling
sensitive dalam analisi CVP. Yang dimaksud dengan factor yang paling sensitive adalah factor
yang jika meleset paling mempengaruhi perolehan laba perusahaan. Misalkan perusahaan
menganggap factor yang paling sensitive adalah harga, maka dalam analisis ini harga akan
dinaikkan atau diturunkan sebesar 1% dari rencana awal, dan dilihat dampaknya terhadap laba
yang diperoleh perusahaan. Factor yang paling sensitive inilah yang harus dijaga perusahaan
agar dalam masa pelaksanaannya tidak meleset dari rencana.
16
3.9 CVP dengan Model Activity Based Costing
Seperti yang telah dijelaskan dalam modul sebelumnya, bahwa terdapat empat tingkatan
aktivitas dalam model activity based costing, yaitu unit level, product level, batch level,
maupun facility level. Dalam hal ini, definisi biaya tetap dan biaya variable akan dikaitkan
bukan hanya terhadap produk, namun juga terhadap aktivitas. Dengan konsep activity based
costing ini, biaya variable hanyalah merupakan biaya variable dari aktivitas tingkat unit,
sedangkan biaya tetap untuk aktivitas tingkat unit, dan juga biaya-biaya dari tingkatan aktivitas
lainnya akan dikelompokkan sebagai baiya tetap.
17
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil peninjauan pustaka dan diskusi pembahasan beberapa rumusan masalah,
maka dapat kami simpulkan bahwa :
1. Analisis Cost Volume Profit (CVP) atau analisis biaya volume laba, merupakan suatu
analisis yang dilakukan dalam tahap perencanaan utnuk menentukan berapa volume
barang yang harus dijual untuk mencapai suatu tingkatan laba tertentu. Untuk
melakukan analisis CVP ini semua biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan harus
dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variable.
2. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah dalam analisi Cost Volume Profit untuk
lebih dari satu jenis produk 1) Apakah produk tersebut diproduksi atau dijual dengan
mempergunakan kapasitas yang sama? Jika antara satu produk dengan produk yang
lain dihasilkan dari fasilitas yang berbeda, maka analisis CVP dapat dilakukan secara
terpisah untuk masing-masing produk. 2) Jika produk-produk yang dihasilkan berasal
dari fasilitas yang sama, maka harus dilihat lagi, apakah produk-produk tersebut
memiliki marjin kontribusi per unit yang sama. Jika produk-produk tersebut memiliki
kontribusi marjin yang sama, maka analisis CVP dapat dilakukan seolah-olah produk-
produk tersebut merupakan satu produk. 3) Jika produk-produk yang dihasilkan
berasal dari fasilitas yang sama, namun memiliki marjin kontribusi per unit yang
berbeda-beda, maka yang dapat dilakukan adalah melakukan alokasi biaya untuk
masing- masing produk tersebut, lalu melakukan analisis CVP untuk masing-masing
produk secara terpisah.
3. Dalam analisis CVP adalah membagi semua biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan
menjadi biaya tetap dan biaya variable. Analisis CVP tidak mengenal jenis biaya lain,
seperti biaya semi variable, step cost, dan sebagainya. Semua biaya yang dikeluarkan
perusahaan semuanya harus dikelompokkan menjadi biaya tetap maupun biaya
variable.
4. Analisis CVP dilakukan dalam tahap perencanaan, dimana asumsi yang dibuat
perusahaan belum tentu sama dengan kondisi sebenarnya saat rencana tersebut
dilaksanakan. Karena itu, unsur ketidakpastian harus dipertimbangkan. Ada tiga cara
18
yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengantisipasi ketidakpastian tersebut, yaitu:
Safety Margin, Operating Leverage dan Analisis Sensitivitas (What-if Analysis).
5. Dengan konsep activity based costing ini, biaya variable hanyalah merupakan biaya
variable dari aktivitas tingkat unit, sedangkan biaya tetap untuk aktivitas tingkat unit,
dan juga biaya-biaya dari tingkatan aktivitas lainnya akan dikelompokkan sebagai
baiya tetap.
19
DAFTAR PUSTAKA
iv