Anda di halaman 1dari 9

Drama Nano Riantiarno:

Kejujuran dan Penyesalan


Oleh Kemala Atmojo

Teater Koma yang dipimpin oleh pasangan Nano Riantiarno dan Ratna itu resmi
didirikan pada 1 Maret 1977, dan hingga Oktober 2022 telah melakukan 225 produksi. Itu
saja sudah merupakan pencapaian yang luar biasa. Namun, sebelum Nano resmi mendirikan
Teater Koma, ia sudah menulis beberapa naskah drama yang dimainkan oleh oleh kelompok
teater lain.
Saya sudah membaca beberapa naskah drama yang ditulis Nano Riantiarno. Setiap
naskah tentu mempunyai bobot dan keunikan sendiri-sendiri. Salah satu yang menarik,
setidaknya buat saya, adalah naskah drama yang berjudul “Jujur Itu...”. Ceritanya sederhana,
plot-nya tidak rumit, tetapi membawa pesan yang cukup dalam. Naskah ini ditulis Nano pada
September 1977, dan ditulis ulang pada Januari 1999. Temanya tentang kejujuran.
Cerita diawali dengan adegan pertengkaran antara Rustam yang menagih utang
kepada Ayah. Tokoh Ayah ini adalah ayah tiri dari Kurdi (kelas 1 SMP) dan Arif (kelas 4
SD). Sebetulnya ada lagi satu kakak perempuan mereka bernama Mita, tapi dalam drama
tidak pernah dimunculkan. Hanya disebut saja namanya beberapa kali. Ayah kandung mereka
telah meninggal dunia ketika Arif masih bayi, dan ibunya menikah lagi. Dalam pertengkaran
di kantor itu, Ayah berjanji kepada Rustam akan membayar utang sebesar lima juta rupah
esok lusa.
Adegan berikutnya, siang hari, seusai sekolah, Kurdi dan Arif berjalan-jalan dekat
kuburan China. Di sana mereka menemukan sebuah tas kulit berwarma hitam. Setelah
dipenuhi perasaan bimbang, antara mengambil tas itu atau tidak, tiba-tiba Kurdi langsung
menyambar tas itu dan mengajak Arif berlari pulang.
Sampai di rumah, Kurdi dan Arif gelisah. Mereka takut jangan-jangan ada orang
yang melihat tidakan mereka di kuburan tadi. Tapi kedua anak ini belum tahu apa isi tas itu.
Di kamar rumah, mereka akhirnya membuka tas itu dan ternyata berisi uang dalam jumlah
yang cukup banyak. Terjadi perdebatan di antara mereka. Apakah uang itu akan
dikembalikan atau diserahkan kepada Ayah tirinya.
Malam hari, di ruang tamu, sang ibu bercerita kepada suaminya bahwa sore tadi
Bu Kamto, tetangganya, datang ke rumah sambil menangis. Bu Kamto menceritakan bahwa
suaminya, Pak Kamto, kehilangan uang yang baru ia ambil dari bank. Jumlahnya dua puluh
lima juta rupiah. Sedianya uang subsidi dari pemerintah itu akan dipakai untuk memperbaiki
gedung sekolah dan rapel tambahan gaji guru-guru selama enam bukan. Kurdi mendengar
semua cerita sang ibu kepada ayahnya itu. Dia semakin ketakutan. Malam itu Ayah juga
bercerita kepada istrinya bahwa ia punya utang kepada Rustam yang harus dibayar esok lusa.
Tapi ia tidak tahu bagaimana harus membayar utang itu. Terjadi pertengkaran kecil di antara
mereka.
Nah, ini adegan penting. Pada suatu malam, Kurdi bermimpi. Ayah kandung Kurdi
muncul di kamar tidurnya. Setelah memeluk, dia membangunkan Kurdi untuk mengajak
jalan-jalan.
KURDI:
Kita mau ke mana, Ayah?
AYAH:
Ikut saja, ikut saja. Sudah lelah, Nak?
KURDI:
Ya, lumayan. Tapi, kita mau ke mana?
AYAH:
Ke sana. Ke suatu tempat di mana orang mampu melihat punggungnya sendiri. Ke suatu
tempat di mana orang mampu menengok ke dalam hatinya. Ke suatu tempat yang penuh
dengan cermin. Ke suatu tempat yang banyak telaga bening. Kita boleh minum airnya kalau
mau jadi manusia yang baik dan jujur.

***
Menurut saya, tempat yang dituju oleh Ayah dan Kurdi itu adalah tempat, ruang,
atau representasi yang biasa kita sebut sebagai hati nurani. Suara hati memang fenomena khas
manusia dan pangkal otonomi manusia. Suara hati adalah bagian hakiki dari kepribadian
manusia. Suara hati yang berasal dari kedalaman hati manusia itu biasanya menegaskan
benar-salahnya atau baik-buruknya suatu tindakan berdasarkan prinsip atau norma moral
tertentu. Suara hati mengetahui perbuatan moral kita sekaligus menjatuhkan penilaian
terhadapnya. Jadi suara hati menjadi saksi sekaligus hakim yang menjatuhkan penilaian atas
perbuatan kita.
Suara hati ini bersifat personal. Tidak ada pihak luar yang bisa mengetahui
kedalaman suara suara hati seseorang. Suara hati merupakan urusan pribadi. Pembentukan
mutu sura hati ini terkait dengan latar belakang, pendidikan, lingkungan, dan budaya
seseorang. Suara hati berperan, antara lain, sebagai pedoman hidup bagi setiap orang dalam
mengambil keputusan untuk menentukan perilaku hdupnya. Jadi dia berfungsi etis karena
mengarahkan seseorang untuk mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk
dalam tindakannya, dalam putusannya. Suara hati sekaligus menegaskan kebebasan manusia,
yakni kemampuannya untuk menentukan diri lepas dari penentuan pihak luar atau orang lain.
Secara ringkas, suara hati atau hati nurani dapat dirumuskan sebagai kesadaran manusia akan
kewajiban moralnya dalam situasi konkret atau penegasan tentang benar-salahnya suatu
tindakan manusia dalam situasi tertentu berdasarkan hukum moral. Sebagai suatu kesadaran,
suara hati mengandaikan adanya pertimbangan akal budi. Bukan sekadar ungkapan perasaan
spontan belaka.
Dalam dunia nyata, sering kita mendengar bahwa seseorang mengaku telah
membuat keputusan yang keliru. Atau, kita menghadapi situasi yang ragu-ragu. Dalam
keadaan ragu-ragu, jika suatu keputusan masih dapat ditunda, maka sebaiknya orang tersebut
pertama-tama wajib untuk mencari informasi lebih banyak untuk meperoleh kejelasan tentang
situasi yang sedang dihadapinya. Namun, jika keputusan yang harus diambil dan tidak dapat
ditunda, dan seseorang tetap ragu-ragu, maka sebaiknya ia tetap mengikuti suara hatinya saat
itu, pilihan yang diyakini sebagai yang terbaik saat itu.

***
Akhirnya Kurdi dan Ayah sampai juga ke tempat yang mereka tujuh. Di sana ada
seorang berjubah putih sedang menerangkan beberapa gambar di layar lebar kepada
sekelompok turis kecil. Suaranya seperti tukang obat, yang tidak dimengerti okeh Kurdi.
KURDI:
Dia bilang apa, Ayah?
AYAH:
Akan Ayah jelaskan. Gambar pertama menunjukkan hukuman apa yang paling pantas untuk
si Pembohong, Apa itu? Tadi Kurdi lihat sendiri, kan, gambarnya? Lidah si Pembohong akan
ditarik sampai panjang dan putus. Dengan kekuasaan Tuhan lidah itu akan tersambung lagi
kembali. Lalu, direntang lagi, putus lagi, direntang lagi, putus lagi. Begitu terus berulang-
ulang, entah sampai kapan. Artinya, sakitnya pun akan terasa berulang-ulang.
KURDI:
Ahhh. Serem. Dan itu, apa?
AYAH:
Itu hukuman untuk pencuri. Kedua tangannya dipotong, disambung lagi, potong lagi, begitu
berulang-ulang sepanjang masa. Jadi, sakitnya pun akan terasa berulang-ulang.
KURDI:
Ayah, Kurdi takut. Mau pulang, Ngeri... dan itu, Ayah? Itu apa?
AYAH:
Kalau orang dengan sengaja membuat orang lain menderita. Dia akan dipanggang di api yang
panasnya... masih ingat, berapa derajat Cercius besi bisa lumer?
KURDI:
Kira-kira 3000 derajat Celcius...
AYAH:
Ya. Mereka dipanggang di dalam api yang panasnya seratus ribu
kali lipat dari 3000 derajat Celcius itu.
KURDI:
Mau pulang, mau pulang. Ayah, Kurdi tidak tidak tahan lagi....

(Tiba-tiba terdiam. Dia melihat Arif, Kedua tangannya dirantai, mulutnya disumbat dengan
penyumbat besi yang tampak panas membara. Kurdi berteriak.)
KURDI:
Arif, Arif...... Kenapa kamu ada di situ?
(Arif tidak bereaksi. Dia cuma memandang lemah seakan minta tolong kakaknya. Kurdi
bergidik)
AYAH:
Katanya Arif disuruh tutup mulut, padahal dia tidak ingin tutup
mulut. Biar diam, tapi Arif juga berbohong sebab sudah menutupi kejahatan
yang akan dilakukan oleh kakakya....
KURDI:
(Menangis sambil bersimpuh di kakai Ayahnya).
Kurdi yang salah. Arif tidak salah apa-apa. Kurdi yang paksa Arif
tutup mulut. Kurdi mau mengaku....
AYAH:
Tenang dulu, Nak. Jangan menangis dulu. Anak pemberani pantang menangis. Sekarang,
duduklah. Ayah mau tanya satu-satu.. jawab yang jujur, ya? Kemarin, kamu dan Arif
menemukan sebuah tas warna hitam dari kulit, Betul?
KURDI:
Ya.
AYAH:
Setelah dibuka, ternyata isinya uang.
KURDI:
Kurdi tidak tahu berapa jumlahnya;
AYAH:
Lalu, setelah ibumu bilang, baru kamu tahu?
KURDI:
Ya. Dua puluh lima kuta lima ratus ribu rupiah;
AYAH:
Arif ingin tas itu dikembalikan ke tempat semula. Atau memberi
tahu ibumu, tapi kamu tidak setuju. Betul?
KURDI:
Ya.
AYAH:
Tas itu milik Pak Kamto, tetangga ibumu. Uang itu baru diambil dari bank. Dan, itu adalah
uang untuk gaji guru-gurumu, juga untuk biaya perbaikan gedung sekolah. Betul?
KURDI:
Ya.
AYAH:
Kamu ingin ambil uang itu karena kasihan melihat ibumu. Tapi, Nak, uang itu bukan
milikmu. Apa kamu tidak kasihan sama Pak Kamto, guru-gurumu, sekolahmu tempat kamu
menuntut ilmu selama ini?
KURDI:
(Menangis) Ayah...
AYAH:
Kurdi sudah lihat sendiri apa hukuman untuk pembohong, pencuri, dan orang yang dengan
sengaja membuat orang lain menderita. Pak Kamto menderita, dia seperti orang gila mencari
uang itu ke mana-mana.....
KURDI:
Kurdi menyesal. Akan Kurdi kembalikan uang itu asal Arif dibebaskan dari tempat ini.
AYAH:
Pak Kamto pasti akan senang sekali. Juga guru-gurumu. Setelah uang itu diterima Kepala
Sekolah, gedung sekolah alan langsung diperbaiki. Kayu-kayu yang lapuk dan genteng-
genteng pecah akan diganti. Dan, kalian akan tenang belajar meskipun hari hujan. Ruang WC
dan kamar mandinya akan lebih bersih karena lantai dan dindingnya diganti. Akan ada kantin
yang menjual makanan sehat. Ada perpustakaan dan ruang bacanya. Di koperasi akan dijual
buku murah dan alat-alat sekolah yang dibutuhkan para murid.
Uang itu sangat penting artinya untuk sekolahmu/ Tahu akibatnya kalau uang itu tidak kamu
kembalikan? Pak Kamto akan dipecat, mungkin dipenjara, dan dituduh menggelapkan uang.
Guru-gurumu tidak akan menerima gaji rapel enam bulan dan sekolahmu akan tetap bocor
kalau hujan, lalu, lama-kelamaan roboh. Di mana lagi kalian akan belajar?
KURDI:
Akan Kurdi kembaikan. Arif tidak salah, Kurdi yang salah. Maafkan Kurdi, Ayah.
AYAH:
Kurdi memang anak Ayah. Mau mengakui kesalahan dan patut dibanggakan. Kalau begitu
soalnya, selesai sudah perjalanan ini.
KURDI:
Bekum, Arif..... (Heran). Heeii, ke mana dia? Tadi dia di situ sekarang sudah tidak ada. Ke
mana dia, Ayah?
AYAH:
Adikmu masih tidur di kamarnya, mungkin sekarang sudah tidak demam lagi.
KURDI:
Masa? Jadi bingung...
(Sementara itu si Jubah Putih menutup layar-layar lebarnya dan bubarlah para turis kecil.
Dalam suasana ramai itu, Ayah menghilang. Kurdi yang sibuk mencari Arif, baru sadar
Ayahnya sudah pergi. Dia berteriak-teriak memanggil hingga dia tinggal sendirian. Semua
sudah pergi kecuali si Jubah Putih).
KURDI:
Ayah! Ayah! Ayah! Jangan tinggalkan Kurdi. Kurdi tidak tahu jalan pulang. Ayah.....
JUBAH PUTIH:
Siapa yang kamu cari, Nak?
KURDI:
Ayahku, Tadi kami sama-sama. Kok, sekarang hilang?
JUBAH PUTIH:
Oh, lelaki berbaju hitam bercelana hitam itu?
KURDI:
Ya, beliau ayahku.
JUBAH PUTIH:
Dia sudah pulang.
KURDI:
Pulang? Tapi, di mana rumahnya itu?
JUBAH PUTIH:
Di tem[pat asalnya. Tempat di mana tak satu orang pun yang masih hidup mampu ke sana.
KURDI:
(Ketakutan). Jadi, cuma orang yang sudah....
JUBAH PUTIH:
(Menyambung).... mati. Ya. Tepat.
KURDI:
Ayah memang sudah....
JUBAH PUTIH:
Nah, tugasnya adalah mengingatkan. Siapa tahu kamu alpa dan menyeleweng, atau tergoda
meloakukan sesuatu yang tidak berkenan di hatinya. Tugasku juga hampir sama dengan
ayahmu. Mengingatkan. Barusan kuingatkan kepada turis-turis kecil itu, bahwa apa saja yang
dilakukan akan mendapat balasan setimpal. Kalau jahat. Ya jahat juga balasannya, kalau baik,
ya, baik juga balasannya. Makanya, harus teguh menjaga sikap dan kelakuan. Nah, sekarang
tugasku selesai. Aku harus pergi.
KURDI:
Ke mana?
JUBAH PUTIH:
Ke tempat asalku,
KURDI:
Di mana itu?
JUBAH PUTIH:
Rumahku dekat rumah ayahmu, kami bertetangga.
KURDI:
(Ketakutan, menjerit kecil, lalu pingsan).

***
Bagi Anda yang relijius, tokoh Ayah dan si Jubah Putih dalam mimpi itu
mungkin mewakili semacam malaikat atau yang lain.
Tapi, yang segera saya ingat adalah bahwa keduanya berperan seperti Superego
dalam teori Psikologi Sigmund Freud. Menurut Freud, unsur-unsur kesadaran manusia itu
terdiri dari Id, Ego, dan Superego. Freud menggambarkan Id sebagai kecondongan irrasional
yang muncul dari dalam diri kita, yang berisi segala dorongan, nafsu, naluri, insting,
kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan spontan, termasuk dorongan seksual, agresi-
agresi spontan, dan seterusnya. Sedangkan Superego adalah perasaan bersalah yang kita
rasakan apabila kita melakukan hal-hal yang terlarang. Sedangkan Ego adalah “aku” yang
sadar, subyektivitas kita, pusat kesadaran dan keinginan kita. Ego adalah kedirian kita yang
merasakan, mengerti, mengambil sikap, menghendaki dan bertindak.
Ego berhadapan dengan tiga realitas sekaligus: reralitas di luar diri, yang terdiri
dari alam dan manusia-manusia lain; berhadapan dengan Id, yaitu kecondongan yang muncul
dari diri kita yang spontan tadi; dan berhadapan dengan Superego, yang selalu nenegur, agar
ego bertindak dengan sebaik-baiknya.

***
Adegan selanjutnya, ada mimpi kedua. Kali ini sang Ayah ingin mengajak Arif
untuk jalan-jalan. Sang Ayah juga memberi nasehat kepada Arif. Lalu, di lain kesempatan,
ada adegan Rustam yang datang bersama polisi. Mereka mengingatkan bahwa besok Ayah
harus membayar utangnya. Tensi emosi di rumah itu meninggi. Kurdi dan Arif
mendengarkan semua pembicaraan mereka semua.
Setelah Polisi pergi, Kurdi dan Arif memutuskan untuk menyerahkan tas berisi
uang itu kepada ibunya. Kurdi menceritakan bahwa ia menemukan tas itu di kuburan China
kemarin. Kurdi ingin agar ibunya mengembalikan tas itu kepada Pak Kamto. Tapi Ayah
malah yang berniat mengembalikannya. Kurdi juga bercerita bahwa semalam dia bertemu
dengan Ayah kandungmya.
Beberapa jam kemudian, di rumah Pak Kamto, Ibu Kurdi datang menyusul
suaminya. Tapi yang dicari rupanya tak ada. Ternyata sang suami tidak pernah datang ke
rumah Pak Kamto untuk menyerahkan tas berisi uang itu.
Beberapa hari kemudian, semua orang berkumpul di rumah Bu Kurdi. Ada Ibu
Kurdi, Kepala Polisi, Bu Kamto, Pak Kamto, Rustam, dan beberapa tetangga. Lalu datang
seorang polisi melapor dan menyerahkan sepucuk surat kepada Kepala Polisi. Ioa segera
memberi perintah untuk menangkap Ayah. Dari Rustam, Bu Kurdi mendapat info bahwa
selama beberapa hari ini Ayah jarang di kantornya.
Lalu datang Kurdi dan Arif. Pakaian keduanya koyak-koyak. Arif menangis
dan ada benjol di mukanya terkena lemparan batu. Rupanya mereka habis berkelahi. Mereka
diejek oleh anak-anak lain sebagai pencuri. Bahkan saat itu juga beberapa anak melempari
rumah mereka dengan batu, sembari berteriak pencuri. Terjadilahn kegaduhan di rumah itu.
Orang-orang di luar rumah semakin banyak.
Kemudian masuk Ayah yang sudah diborgol, diiringi oleh petugas (Pak
Tambunan) sambil membawa tas yang dicari-cari itu. Ia ditangkap di sebuah losmen bersama
seorang perempuan nakal. Sang Ayah kemudian menyatakan penyesalannya, dan meminta
maaf kepada istrinya, kepada Kurdi, dan juga Arif. Ayah kemudian dibawa ke kantor polisi.

***
Di akhir cerita, ketika semua sudah pergi, ruangan itu makin suram. Ibu memeluk
Arif dan Kurdi dengan sayang dan prihatin.
IBU:
Nasib kita buruk, Nak. Tapi, kita harus tabah menjalaninya. Tak boleh
mengeluh. Harus tetap gembira dan ikhlas, sampai cobaan ini sanggup kita lewati.

(Lalu terdengar suara memecahkan kesunyian. Suara anak-anak).


ANAK-ANAK::
Satu, dua, tiga! Pencuriiiiii!

(Beberapa batu memecahkan kaca-kaca. Jendela yang masih sisa. Ibu memeluk Arif dan
Kurdi semakin erat).
Cahaya berubah. Dan terdengarlah nyanyian penutup, Sebuah nyanyian untuk
perjalanan yang jauh. Dan sambil terus menyanyi, semua pemain naik ke atas pentas.
Berparade. Ini memang menjadi salah satu ciri Teater Koma. Betapapun pedih kisahnya,
selalu disisipi dengan nyanyian yang dapat menghibur penontonnya.

 K. Atmojo adalah penulis yang meminati bidang Filsafat, Hukum, dan Seni.
 Sumber: https://www.indonesiana.id/read/161516/drama-nano-riantiarno-kejujuran-
dan-penyesalan (27 Januari 2023).

###

Anda mungkin juga menyukai