Anda di halaman 1dari 6

Assesment III – Evaluate Content

Devi Itawan
Tutor Sejarah
20 Desember 2021, 09.00 WIB

Introduction

Pada paper kali ini saya akan mengevalusasi live class Optima kelas XII Sejarah yang
dibawakan oleh Pai pada 11 Oktober 2021. Adapun materi yang dibahas pada kelas tersebut
adalah “Demokrasi Terpimpin II”.1 Demokrasi Terpimpin merupakan salah satu materi yang
kompleks dan rumit pada subject Sejarah Wajib Kelas XII, karena memiliki banyak konsep
dan miskonsepsi terkait Soekarno dan kebijakan. Oleh karena itu, kelas ini menarik untuk
dievalusi. Evaluasi akan dibahas per elemen sesuai dengan rubrik live class yang tersedia.
Berikut merupakan hasil evaluasi per elemennya :

1. Cognitif Load Theory

Semua konten di Zenius, baik dalam bird structure maupun live memiliki standard
berdasarkan Cognitif Load Theory. Menurut Clark (2006), Cognitif load theory merupakan
seperangkat prinsip pembelajar yang didesign untuk menciptakan lingkungan belajar yang
efisien dengan memaksimalkan batas kognitif manusia. George Miller (1959) melalui teori
magical number 7 ±2 telah menekankan bahwa kemampuan otak manusia menyerap
informasi dalam waktu yang sama sangat terbatas. Oleh karena itu, menurut Clark (2006)
perlu untuk mengurangi beban tidak relevan, meningkatkan beban yang relevan, serta
mengatur beban instrinsik.
Secara lebih spesifik Sweller menambahkan bahwa keterbatasan beban kognitif ini
juga dipengaruhi oleh Information Store Principles manusia yang sangat bergantung pada
dua sistem dalam otak manusia yang saling terkait yakni working memory (disebut juga
memori jangka pendek) dan long term memory. Sebelum bisa masuk ke long term memory
(terkait dengan proses deep understanding), pemrosesan informasi paling awal berada di
working memory, namun sayangnya kapasitas memori ini sangat terbatas. Oleh karena itu,
penting untuk meminimalisir beban kognitif dalam working memory ini.
Cognitif Load Teori dapat diaplikasikan dalam berbagai bentuk dan media
pembelajaran dengan mengatur sedemikian beban kognitif user. Sweller (1988) membedakan
beban kognitif tersebut menjadi tiga, yaitu Intrinsic cognitive load, extraneous cognitive
load, dan Germane Load. Ketiga elemen bentuk cognitif load tersebut akan masing-masing
dilihat pada Live Pai kali ini.
 Intrinsic cognitive load, merujuk pada beban kognitif yang dipengaruhi oleh
kompleksitas dari materi itu sendiri dan interaktivitas elemen-elemen materi yang
harus diproses dalam pembelajaran. Pada dasarnya intrisic cognitif load tidak
sepenuhnya berada dalam kendali tutor, sebab semakin banyak pengetahuan user
tentang suatu materi, maka semakin kecil pula beban kognitifnya. Begitu juga

1
https://lms.zenius.net/all-classes/6f1e0acc-406d-422c-9488-e06198517243?sessionId=3b03afb6-
cb7e-4e05-8599-dd7aeae1169b&page=course
sebaliknya, semakin sedikit atau bahkan tidak tau sama sekali soal materi ini, maka
beban kognitif user dalam working memory-nya akan semakin besar.
Dengan ompleksitas materi dalam Demokrasi terpimpin ini adalah sesuatu yang tidak
bisa diubah oleh Pai. Oleh karena itu, perlu untuk melihat kemampuan tutor men-
chuncking materi. Dalam hal ini, Pai sudah mensiasati kompleksitas materi dengan
menampilkan outline sebagai learning outcome dari proses pembelajaran. Mula-mula
Pai mengulas sekilas tentang Demokrasi Liberal, karena materi Demokrasi Terpimpin
sangat terkait dengan Demokrasi Liberal. Kemudian, dilanjutkan dengan menjelaskan
ciri-ciri Demokrasi Terpimpin, Kebijakan Dalam Negeri, Kebijakan Luar Negeri,
serta penyimpangan Demokrasi Terpimpin.
Improvement : Walaupun sudah cukup baik dalam men-chuncking materi, namun Pai
masih memasukan materi-materi yang sepertinya kurang relevan dibahas dalam
Demokrasi Terpimpin, seperti membahas timeline besar sejarah Indonesia.
Pembahasan soal timeline akan membuat pembahasan materi Demokrasi Terpimpin
menjadi kurang fokus dan menambah beban kognitif user. Hal ini seperti yang terlihat
pada gambar berikut. Dalam hal ini, Pai mungkin bisa men-skip bagian ini.

Gambar 1

 Extraneous cognitive load, merujuk pada penyajian informasi dan format


instruksional yang keduanya dapat meningkatkan beban kognitif pengguna secara
keseluruhan tanpa meningkatkan pembelajaran. Extraneous load merupakan beban
kognitif yang terpakai karena berbagai jenis distraksi dalam power point yang Pai
bawakan. Elemen ini sangat penting untuk diminimalisir agar pembelajaran efisien
dapat dicapai. Di dalam power point Pai tersebut terdapat banyak gambar kartun
animasi dan coretan.
Improvement : Terdapat catatan khusus bagi Pai dalam elemen ini. Walaupun Pai
berupaya menganalogi materi dengan sesuatu yang relate dengan user, namun hal itu
justru menimbulkan distraksi yang cukup serius karena penggunaan yang analogi
kartun yang berulang-ulang dan cenderung terkesan dipaksakan. Seperti misalnya
menganalogikan Demokrasi Terpimpin dengan karya wisata dengan menunjukan
gambar kartun Spongebob (lihat gambar 2 dan gambar 3). Ini menjadi salah satu point
penting yang mungkin ke depannya harus dihindari oleh Pai.
Gambar 2 Gambar 3

 Germane cognitif load, merujuk pada beban kognitif yang terpakai dari proses
instruksional dalam proses pembelajaran. Menurut Swaller (2011), ini adalah beban
kognitif yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan dalam long term memory.
Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan german cognitif load dalam proses
pembelajaran. Dalam hal ini, Pai sudah menjelaskan materi Demokrasi terpimpin
yang dimulai dari ciri-ciri Demokrasi Terpimpin yang membedakannya dengan
Demokrasi Liberal, kemudian Kebijakan Dalam dan Luar Negeri, dan yang terakhir
penyimpangan Demokrasi Terpimpin.
Improvement : Dalam hal ini Pai sudah cukup baik dalam menjelaskan berbagai
konsep rumit dalam Demokrasi Terpimpin dengan cukup ringan dan mudah dipahami
oleh user. Detail-detail penting dalam materi ini seperti konsep Manipol Usdek,
Ekonomi Terpimpin, Nasakom, Oldefo dan Nefo, dan lain-lainnya. Overall, Pai sudah
cukup baik.

2. Concept Based Learning


Pada layer berikutnya, yang akan di-asses pada live class-nya Pai adalah deep
understanding yang berdasarkan pada concept based learning. Menurut Wiggins & McTighe
(2005), Undertanding merupakan kemampuan memahami pattern dari suatu materi yang
akan berguna bagi proses transfer pengetahuan. Sehingga, user akan mampu mehamai dan
menyelesaikan permasalahan dengan kondisi maupun situasi yang berbeda-beda. Dalam hal
deep understanding pada materi Demokrasi Terpimpin, Pai sudah cukup baik dengan
mencoba meng-highlight big ideas dari materi ini adalah terkait dengan banyak masalah yang
terjadi pada masa awal-awal kemerdekaan, yang mana masalah tersebut terus berlanjut dari
satu periode pemerintahan ke periode pemerintahan lainnya. Dengan demikian, user
mendapat gambaran tentang dinamika dan ketidakstabilan masa awal kemerdekaan. Contoh
dari deep unsertanding dalam live class Pai menjelaskan bahwa di masa Revolusi masih
terdapat masalah pengakuan kedaulatan, pada masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin
terdapat masalah kestabilan politik dan Irian Barat. Hal ini mengarahkan user untuk
memahami bahwa pada kurikulum sejarah wajib pada umumnya, aspek yang paling disorot
dalam pembelajaran sejarah adalah persoalan politik dan kenegaraan. Sehingga, dapat muncul
essential question seperti Mengapa pada Demokrasi Liberal sering terjadi pergantian kabinet
dan Mengapa Soekarno bisa menjadi otoriter pada masa Demokrasi Terpimpin.
Improvement : Dalam live class optima kali ini Pai sudah berupaya untuk menjelaskan dan
mengurai materi Demokrasi Terpimpin dengan logika konseptual. Namun ada hal yang
dilupakan oleh Pai, yakni meng-highlight logika kronologis dalam pembelajaran sejarah.
Kronologi adalah aspek yang paling esensial dalam pembelajaran sejarah, karena pada
dasarnya materi sejarah sangat terkait dengan konsep waktu. Menguraikan konsep seperti
yang Pai lakukan mungkin dapat membantu memahami di permukaan hal-hal trivial dalam
materi ini, namun tidak dapat mengantarkan user pada deep understanding. Dalam live class-
nya Pai logika kronologi yang di-highlight justru hanya periode pemerintahan secara umum.
Padahal dalam Demokrasi Terpimpin penting untuk memberikan penjelasan secara
kronologis mengenai perubahan-perubahan kebijakan pemerintahan presiden Soekarno untuk
memahami konteks dari konsep-konsep yang dijelaskan oleh Pai.

3. Interactive Lecture
Dalam live class-nya Pai sudah cukup baik dalam hal 15 minutes rule dan student
interactivity. Pada awal kelas, Pai berupaya engage dengan user dengan menjelaskan bahwa
ia adalah tutor pengganti dan memperkenalkan dirinya. Lalu, Pai beralih dengan mengecek
pemahaman siswa dengan sesi tanya jawab di kolom chat dan kolom QnA. Pai juga
menyisipkan quiz-quiz dalam penjelasannya.
Improvement : Masalah joiners dan retensi menjadi salah satu challenge terbesar dalam live
class sejarah (di luar ultima). Ini mungkin disebabkan oleh stigma yang dibawa oleh peljaran
sejarah, yakni bahwa subjek ini kurang penting dan menarik. Oleh karena itu, penting untuk
meningkatkan vibes kelas menjadi lebih menarik dan interaktif. Berkaitan dengan hal ini,
mungkin Pai bisa mencoba trik yang dilakukan oleh Regina dan Fitriani, yakni dengan
bermain tebak-tebakan berhadiah give away buku. Atau mungkin seperti Live Class-nya Suci
di matematika yang sering membuat games. Improvement ini pada dasarnya juga ditujukan
untuk diri pribadi juga, yang perlu untuk meningkatkan joiners dan tingkat retensi.

4. Adressing Prior Knowledge


Pada live class-nya, Pai berupaya untuk addressing prior knowledge dengan membuka kelas
dengan pertanyaan “pada pertemuan kemarin kita bahas apa?.” Pertanyaan ini mungkin
cukup simple dan klise ditanyakan pada setiap pertemuan, tetapi cukup efektif untuk me-
recall ingatan user. Hany saja, pertanyaan yang demikian tidak cukup mampu probing prior
knowledge user. Oleh karena itu, Pai berupaya mengatasinya dengan kembali menjelaskan
materi-materi pokok pada pertemuan minggu lalu yang menjadi dasar bagi penjelasan materi
pada pertemuan ini. Pai memulai dengan menjelaskan siapa sosok Soekarno dan presiden-
presiden Indonesia lain dan mencoba menganalogikannya dengan anime naruto. Walaupun
mungkin terdengar cucokologi, namun cukup bisa menarik atensi user, terutama bagi yang
menyukai naruto. Namun bagi yang tidak menyukai, itu bisa menjadi masalah.
Improvement : Meskipun sudah memulai probing prior knowledge user, penjelasan Pai
dalam addressing prior knowledge cenderung masih bersifat deduktif. Pai belum menjelaskan
dengan konteks dan contoh lalu ke defenisi. Dalam hal ini, Pai mungkin bisa mencoba
socratic methode dengan menanyakan kepada user, “Apa bedanya posisi Soekarno pada masa
Demokrasi Liberal dengan masa Demokrasi Terpimpin?”, lalu mengarahkan user untuk
membedakan sistem pemerintahan antara Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin.
Memang harus diakui bahwa cukup sulit bagi sejarah untuk membuat suatu konteks yang
cukup relevan bagi user untuk mengaplikasikan socratic methode yang asik, karena tidak
semua materi di sejarah punya analogi dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah tantangan
yang harus di-solve, terutama untuk tim sejarah. Sejauh ini hal yang bisa dilakukan adalah
dengan meng-highlight elemen materi yang secara umum dikenal siswa. Dalam konteks
Demokrasi Terpimpin, kita bisa meng-highligt sosok Soekarno.
Berikutnya, Pai juga sudah menjelaskan miskonsepsi dengan tepat. Misconception dalam
sejarah biasanya sangat terkait dengan isu kontroversial. Dalam konteks Demokrasi
Terpimpin, isu itu adalah tentang Nasakom. Di Indonesia, komunisme masih menjadi isu
yang tabu karena doktrin politik orde baru yang masih hidup dalam lintas generasi.
Komunisme dan PKI menjadi semacam makhluk terkutuk yang harus secara hati-hati
dibicarakan. Dalam hal ini, penjelasan Pai soal Nasakom sudah cukup menunjukan kepada
user bahwa komunisme merupakan bagian dari sejarah perjuangan bangsa. Pai secara
gamblang bahwa ide Nasakom yang digagas oleh Soekarno merupakan buah pemikirannya
sejak tahun 1920an. Dan ide Nasakom pada dasarnya dibuat untuk kepentingan meraih
stabilitas politik di masa-masa awal kemerdekaan.

6. Mixed Practice
Dalam menjelaskan materi Demokrasi Terpimpin, Pai juga turut menyinggung garis besar
dari masalah Demokrasi Liberal. Kedua materi tersebut memang saling terkait dan tidak
dapat dipisahkan dalam penjelasannya. Pai memulai dengan menjelaskan secara singkat apa
yang membedakan antara Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin, dan bahwa periode-
periode sebelumnya seperti Revolusi dan RIS. ini menunjukan adanya upaya untuk
menggabungkan konsep dari materi lainnya untuk mencapai pemahaman yang efektif.
Improvement : Meskipun sudah menunjukan singgungan dengan materi sebelumnya, Pai
belum mengerucut pada pertanyaan yang memformulasikan konsep-konsep yang berbeda itu
ke dalam satu permasalahan yang kontekstual pada materi Demokrasi Liberal. Pai mungkin
bisa menambahkan variasi narasi dengan merujuk pada Demokrasi yang ada di Inggris,
Amerika, atau mungkin Republik Rakyat Cina sebagai perbandingan dengan pelaksanaan
Demokrasi yang ada di Indonesia, terutama pada masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi
Terpimpin.

7. App Feature Utilization


Pai sudah menunjukan bahwa dalam live class-nya, ia sudah memanfaatkan fitur-fitur
standard live seperti quiz, kolom QnA, dan kolom chat. Pai secara aktif membaca kolom chat
sebagai media interaksi dengan user. Pai juga mengadakan quiz, selain itu meng-asses
kemampuan user, quiz tersebut merupakan saran interaksi yang efektif antara tutor dan user.
Improvement : Meskipun sudah memanfaatkan fitur basic dari live, namun Pai belum
menunjukan adanya upaya mendorong user untuk menggunakan app Zenius secara maksimal.
Pai mungkin dapat mengarahkan siswa untuk memutar playlist dan mengerjakan latsol, sebab
Materi Demokrasi Terpimpin yang kompleks, tidak bisa di-cover semua dalam live class.

Anda mungkin juga menyukai