Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MOTIVASI INTELEKTUAL DALAM KITAB BIDAYATUL HIDAYAH


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur dalam Mata Kuliah Studi Naskah
Islam

Kelompok 2 PAI 4E
Ronatio NIM 2122171

Anggi Juwita NIM 2122172

Alvizaturrahma NIM 2122186

Dosen Pengampu :
Dewi Sartika

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SJECH M. DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
TA. 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas jelompok untuk mata kuliah Studi Naskah Islam dengan judul
Motivasi Intelektual Dalam Kitab Bidayatul Hidayah.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari
bantuan banyak pihak dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Kami selaku tim penyusun tentunya memiliki banyak kekurangan dan
kesalahan dalam pembuatan makalah ini, maka dari itu kami memohonkan kepada
pembaca untuk menyampaikan saran dan kritiknya kepada kami, agar kami dapat
memperbaiki makalah ini dan menjadi lebih baik lagi kedepannya, dan jikalaulah
ada kesalahan dan kekeliruan dalam pembuatan makalah ini kami memohon maaf.

Bukittinggi, 6 Maret 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Masalah .................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3

A. Biografi Al-Ghazali .............................................................................. 3


B. Teks Terkait Motivasi Intelektual Dalam Kitab Bidayatul Hidayah ... 6
C. Pemahaman Teks Terkait Motivasi Intelektual.................................... 8
D. Hasil Diskusi Kelompok ...................................................................... 10

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 13

A. Kesimpulan .......................................................................................... 13
B. Saran..................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Bidayatul Hidayah adalah kitab yang menyebutkan motivasi
intelektual dalam pendidikan akhlak. Al-Ghazali, penulis kitab ini,
menyebutkan bahwa motivasi dalam mendidik dan mengajar tidak harus
karena Allah, tetapi hanya untuk popularitas. Namun, ia sadar bahwa
motivasinya mengajarkan ilmu hanya untuk memperoleh jabatan dan
popularitas, yang akhirnya ia meninggalkan.
Al-Ghazali juga menaruh perhatian pada motivasi dalam menuntut
ilmu, yang harus dilakukan dengan niat yang ikhlas dan berpengaruhan
kepada Allah. Beliau menaruh perhatian pada perilaku hati dan jiwa,
sebelum menuntut ilmu, agar tidak dipengaruhi oleh kemaksiatan dan
kemalasan.
Kitab Bidayatul Hidayah juga mencakup adab-adab yang perlu
dipahami oleh umat Islam, termasuk adab-adab pergaulan dengan Allah
SWT sebagai penciptanya.
Strategi pembelajaran dalam mengajar Bidayatul Hidayah harus
disesuaikan dengan perilaku dan motivasi peserta didik, agar dapat
membangun akhlak dan meningkatkan pemahaman tentang akhlak,
tasawuf, dan ibadah.
B. Rumusan Masalah
1. Seperti riwayat hidup Imam Al-Ghazali?
2. Apa saja teks terkait dalam kajian Motivasi Intelektual?
3. Bagaimana bentuk pemahaman mengenai Motivasi Intelektual
dalam Kitab Bidayatul Hidayah
4. Bagaimana pendapat dan kesimpulan yang di dapat dalam kita
tersebut?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk memahami dan mengetahui riwayat hidup Imam Al-Ghazali

1
2. Untuk memahami dan mengetahui teks terkait Motivasi Intelektual
3. Untuk memahami dan mengetahui pemahaman dalam teks Motivasi
Intelektual
4. Untuk memahami dan mengetahui kesimpulan dari pembahasan
terkait teks Motivasi Intelektual

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Al-Ghazali
Imam Al Ghazaliy adalah imam Abu Hamid Muhammad Al
Ghazaliy yang digelari Hujjat al Islam Zain ad Din ath Thusiy, seorang
pakar ilmu fiqih dari aliran madzhab, dilahirkan di Thus tahun empat ratus
lima puluh Hijriyah.
Diceritakan bahwa orang tuanya adalah seorang yang saleh yang
tidak mau makan kecuali dari hasil tangannya sendiri. Dia bekerja memintal
bulu domba lalu menjualnya di tokonya sendiri. Ketika kematian datang
menjemputnya, dia berpesan tentang dia dan saudara lelakinya yang
bernama Ahmad kepada seorang sahabatnya yang merupakan seorang ahlu
tasawwuf dan suka melakukan kebajikan, dimana dia berkata kepadanya:
“Sesungguhnya aku kesulitan yang sangat besar tentang pelajaran menulis
dan aku akan sangat senang untuk menemukan apa yang terlewat dariku di
dalam kedua orang nakku ini. Dan tidaklah mengapa bagimu jika kamu
menghabiskan semua yang aku tinggalkan untuk mereka berdua dalam hal
ini.” Ketika dia meninggal dunia, mulailah sang sufi mengajar mereka
berdua sampai habis warisan yang secuil yang telah ditinggalkan oleh bapak
mereka berdua, maka dia berkata kepada mereka: “Ketahuilah oleh kalian
berdua bahwa sesungguhnya aku benar-benar telah membelanjakan apa
yang menjadi hak kalian berdua untuk kalian berdua sementara aku
hanyalah seorang lelaki miskin. Tidak ada hartaku yang dengan- nya aku
dapat membantu kalian berdua. Hendaknya kalian berdua berlindung
kepada sebuah madrasah karena sesungguh-nya kalian berdua adalah
penuntut ilmu sehingga kalian akan mendapatkan kekuatan yang akan
membantu kalian di atas waktu kalian.” Kemudian keduanya melakukan hal
itu dan itulah yang menjadi sebab kebahagiaan dan tingginya tingkatan
mereka, Al Ghazaliy menceritakan hal tersebut dengan mengatakan: “Kami

3
menuntut ilmu karena selain Allah SWT lalu aku menolak agar itu hanya
karena Allah SWT.”
Diceritakan bahwa orang tua Al Ghazaliy sering mengunjungi para
ahli fiqih, duduk-duduk bersama mereka, meluangkan diri untuk melayani
mereka, menemukan kebaikan dalam diri mereka dan membelanjakan apa
yang mungkin baginya untuk mereka. Jika dia mendengar ucapan mereka,
dia menangis dan tertunduk dan selalu memohon kepada Allah swt. Agar
dia diberi rizki berupa seorang anak yang dapat memberi tuntunan dan
menjadikannya seorang pakar ilmu fiqih. Maka Allah swt. Mengabulkan
do’anya. Adapun Imam Abu Hamid merupakan seorang yang paling ahli
ilmu fiqih di masanya dan merupakan pemuka orang segenerasinya. Adapun
Imam Ahmad merupakan seorang pemberi tuntunan yang dapat
melunakkan gendang telinga ketika mendengar wejangannya dan
menggetarkan sanubari para hadirin dalam pertemuan dzikinya.
Dimasa kecilnya Al Ghazaliy mengaji sebagian kecil dari ilmu fiqih
kepada Ahmad Muhammad ar Radzikaniy kemudian setelah itu dia menuju
Naisabur dan menetap di kediaman Imam Al Haramain Abu al Ma’aliy al
Juwainiy, dimana dia berusaha dengan tekun dan kesungguhan hati sampai
dia betul-betul menguasai bidang madzhab, khilafiyah, perdebatan,
manthiq, membaca ilmu hikmah dan filsafat, mengambil hikmah dari semua
itu, memahami ucapan semua pakar ilmu tersebut, memberikan sanggahan
dan menggagalkan berbagai klaim yang mereka ajukan, dan untuk setiap
bidang dari berbagai ilmu pengetahuan itu dia mengarang banyak kitab yang
mempunyai susunan dan tematis yang sangat menawan.
Al Ghazaliy merupakan figur seorang yang sangat genius,
pandangan luas, kuat daya hafalnya, jauh dari tipu daya, begitu mendalam
melihat suatu pengertian dan memiliki berbagai pandangan yang betul-betul
beralasan.
Ketika Imam Al Haramain al Juwainiy meninggal dunia dia keluar
melangkah ke arah wazir Nidham al Mulk, dimana tempat perjamuannya
merupakan tempat berkumpulnya para pakar ilmu pengetahuan. Kemudian

4
para imam membentuk sebuah forum diskusi di kediamannya dan di sinilah
tampak pandangan Al Ghazaliy kepada mereka, dimana mereka juga
mengetahui keutamaannya serta memberikan kekaguman dan ketakjuban di
hati sang pemilik rumah sehingga beliau berkenan memberikan mandat
bidang akademis madrasah dan Nidhamiyah di Baghdad kepadanya pada
tahun 484 H. Hadirlah dia dengan membawa perbaikan yang sangat besar.
Orang-orang pun mencoba mengujinya dan keluarlah ucapan-ucapannya
dengan lancar sehingga kharismanya menjadi besar bahkan mengalahkan
kharisma para pejabat dan menteri. Manusia pun kagum akan bagusnya
perkataannya, sempurnanya keutamaan-nya, fasihnya lisan, kajiannya yang
mendalam, isyarahnya yang lembut dan mereka pun menyukainya. Dia pun
menunaikan tugas mengajarkan ilmu dan menyebarkannya dengan-berbagai
pengajian, fatwa dan dalam bentuk kekurangan-kedudukan yang luhur,
tingkatan yang tinggi, kata-kata yang enak didengar, nama yang terkenal
membuat berbagai contoh dengan semua itu, dan keaktifan, sehingga
menjadikan dia lebih utama ketimbang semua kedudukan yang ada. Dan
diapun meninggalkan semua itu di belakang punggungnya, berangkatlah dia
ke Bait Allah al Haram di Makkah al Mukarramah. Berangkatlah dia
menunaikan ibadah haji pada bulan Dzul Hijjah tahun 488 H dan dia
mengangkat saudaranya sebagai penggantinya untuk mengajar di Baghdad.
Dia memasuki kota Damaskus -sekembalinya menunaikan ibadah
haji- pada tahun 489 H. Menetap di sana sebentar kemudian menuju Bait al
Maqdis. Dia pun mengunjunginya beberapa waktu lalu kembali lagi ke
Damaskus dan beri’tikaf di menara sebelah barat masjid Jami’ dan disanalah
dia bermukim.
Secara kebetulan suatu hari dia memasuki madrasah al Aminah dan
menemukan sang kepala berkata: “Al Ghazaliy berkata .....-dimana sang
kepala sedang mengupas perkataan Al Ghazaliy-Maka Al Ghazaliy
khawatir akan timbulnya kebanggaan dalam dirinya dan dia pun kemudian
meninggalkan kota Damaskus. Lalu berkelana ke berbagai negeri sehingga
dia memasuki negeri Mesir dan menuju ke Iskandariyah, bermukim di sana

5
beberapa waktu. Dikatakan, bahwa dia berkeinginan untuk melanjutkan
perjalanan menghadap Sulthan Yusuf bin Tasyifin, raja Maroco, ketika dia
mendengar berita tentang keadilannya, namun kemudian sampai pula berita
tentang kematiannya. Lalu kemudian dia melanjutkan pengembaraannya ke
berbagai negeri sampai dia kembali ke Khurrasan, mengajar di madrasah
Nidhamiyah di Naisabur sebentar lalu kembali ke Thus. Dia menjadikan sisi
rumahnya sebagai madrasah bagi para ahli fiqih, mengkaji tentang kesufian
dan membagi waktunya untuk berbagai tugas seperti meng-hatamkan Al
Qur’an, berdiskusi dengan para ulama, mengkaji untuk para penuntut ilmu,
melanggengkan shalat, puasa dan ibadah-ibadah yang lain sampai dia
beralih kepada rahmat dan keridlaan Allah swt.
Dia wafat di Thus pada hari Senin 14 Jumadil Akhir tahun 505 H
dalam usia 55 tahun.
Abu al Faraji bin al Jauziy-dalam kitab An Nabat inda al Mamat-
berkata: “Berkata Imam Ahmad-saudara lelaki Al Ghazaliy: “Ketika itu hari
Senin, waktu subuh, saudara lelakiku-Abu Hamid- melakukan wudlu, shalat
dan berkata: “Beri aku kain kafan.” Kemudian dia mengambil dan
menciumnya lalu meletakkan pada kedua matanya sembari berkata:
“Dengan mendengar dan patuh untuk menghadap sang Raja.” Kemudian dia
menjulurkan kedua kakinya, menghadap kiblat dan wafat sebelum terang
tanah. Semoga Allah swt. Menyucikan rohnya.”
Abu al Mudhaffar Muhammad Abyuwardiy -seorang pujangga
termasyhur-menggambarkan tentang dirinya dalam berbagai syair, di
antaranya: “Berlalu dan hilanglah suatu yang paling agung sehingga aku
menjadi kelaparan karenanya. Seorang yang tiada bandingnya dalam
manusia, untuk menggantikannya.”
Al Ghazaliy dimakamkan di luar kebun Thabiran, yaitu pohon tebu
di daerah Thus, semoga Allah swt. Selalu melimpahkan rahmat kepadanya. 1
B. Teks Terkait Motivasi Intelektual Dalam Kitab Bidayatul Hidayah

1
Al Imam Al Ghazali, Terj. Achmad Sunarto, Tuntunan Menggapai Hidayah Allah SWT:
Terjemah Bidayatul Hidayah, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 2015), Hal.164-167

6
1. Memiliki Niat Baik dalam Menuntut Ilmu

َ ‫ش إِلَْيْهِ إِن‬
ْ‫َّك‬ ِْ َّ‫َّعط‬ َْ ‫الر ْغبَْةِ َوفَ ْر‬
َ ‫ط الت‬ َّ ‫ص ْد ِْق‬ ِِ ِ ِ ِْ ‫اعلَْم أَلَيُّهْا ا ْْل ِريصْ الْم ْقبِلْ َعلَى اقْتِب‬
َ ‫اس الْعلْ ِْم الْمظْ ِه ِْر م ْْن نَ ْفسْه‬َ َ َ ْ ْ َ‫ف‬
ْ‫ك َوَجَْ َع‬ ِْ ‫استِ َما لَةْ َوج ْوهِ الن‬
َْ ‫َّاس إِلَْي‬ ِْ ‫َّم َعلَى ْاْلَقْ َر‬
ْ ‫ان َو‬
ِ ِ ِْ َ‫ص ْد بِطَل‬
َ َ‫ب الْعلْ ِْم الْمنَافَ َسْةَ َوالْمب‬
َْ ‫اهاْةَ َوالتَّ َقد‬ ِ ‫ت تَ ْق‬
َْ ْ‫إِ ْن كن‬

َْ ِ‫آخ َرت‬
َْ َ‫ك بِدنْي‬
‫اك‬ ِ ‫ك ْو ب ي ِْع‬ ِ ِ َْ ِ‫ف َه ْدِْم دِين‬
َْ َ َْ ‫ك َو ْاه ََل ْك نَ ْفس‬ ْ ْ‫حطَ ِْام الدُّنْيَْا فَان‬
ْ ِ ْ‫ت َساع‬

Artinya: “Seorang pencari ilmu, harus memiliki niat baik yang


tertancap dalam hatinya. Bukan untuk mencari popularitas,
kebanggaan dan menarik simpati banyak kalangan. Karena hal
tersebut adalah hal yang rendah, yakni menukar kebahagiaan
akhirat yang kekal dengan kebahagiaan dunia”.2
2. Mengingat Allah
َْ ‫ك َولِ َسْا‬
‫نك‬ َْ ِ‫ع الْ َف ْج ِْر َوالْيَك ْْن أ ََّو َْل َما ََْيرِي َعلَى قَلْب‬ َْ ‫اجتَ ِه ْد أَ ْن تَ ْستَ ْي ِق‬
ِْ ‫ظ قَْب َْل طلو‬ ِ ِ ْ ْ‫فَإِذَا استَي َقظ‬
ْ َ‫ت م َْن الن َّْوْم ف‬
َ ْْ
َْ ‫اّللِ تَ َع‬
‫ال‬ َّْ ْ‫ِذ ْكر‬

Artinya: “Ketika bangun dari tidur, maka harus bangun sebelum


keluarnya Matahari, dan permulaan yang keluar dari hati kamu,
dan dari mulut kamu harus selalu mengingat Allah Swt”.3
3. Akhlak peserta didik menjaga kesopanan terhadap pendidik.
َْ َْ‫الس ََلِْم َوأَ ْن ي َقلِلْ ب‬
ْ‫ي يَ َديْهِْ الْ َك ََل َْم َوَْل يَتَ َكلَّمْ َما َْلْ يَ ْسأَله‬ ِ ‫ادابْ الْمتَعلِْم م ْع الْع ِْال أَ ْن ي ب َدأَهْ ِِبلت‬
َّ ‫َّحيَّةِْ َو‬ َْ َ ََ َ َ َ‫ف‬
ِ‫ت وَْل ي ِشيْ َعلَيْه‬
ْ ِْ ‫ال ف ََلنْ ِِِب ََل‬
َ َْ ْ‫ف َما ق ل‬ َْ َ‫ضْةِ قَ ْولهْ ق‬ ْ ِ ْ‫استَاذهْ َوَْل يَ ْسأَلْ أ ََّولْ َما َْلْ يَ ْستَأْذِ ْن َوَْل يَقول‬
َ ‫ف م َع َار‬ ْ
ْ‫ب‬ َْ ِ‫ف ََْملِ ِسْهِ َوَْل يَلْتَ ِفتْ إ‬
ِ ِ‫ل ا ْْلََوان‬ ْ ِ ْ‫استَاذِْهِ َوَْل ي َشا ِورْ َحلِْي َسه‬ ِ ِْ ‫لصو‬
ْ ‫اب م ْْن‬ ِ ِْ ‫ِِِب ََل‬
َ َّ ‫ف َرأْيه َف َيَى أَنَّهْ أ َْعلَ ْْم َْي‬
ِ‫الص ََلْةِ وَْل يكْثِرْ عَلَيْهِ عِنْ َْد ملَلِْه‬ ْ ِ ْ‫بَ ْْل ََْيلِسْ مطْ ِرقا َساكِنَا متَأَدِِبْ َكأَنَّه‬
َ ْ َ َّ ‫ف‬
Artinya: “Sedangkan akhlak peserta didik terhadap guru adalah
bersikap sopan dengan cara: 1) mengucapkan salam kepada
pendidik terlebih dahulu, 2) tidak banyak bicara di hadapannya, 3)
tidak berbicara selama tidak ditanya, 4) bertanya setelah meminta
izin terlebih dulu, 5) tidak menentang ucapan guru dengan pendapat
orang lain, 6) tidak menampakkan pertentangan pendapatnya

2
Imam Al-Ghazali, Terj. Achmad Sunarto, Kiat Menggapai Hidayah, (Surabaya: Al-
Miftah, 2013), Hal. 8
3
Imam Al-Ghazali, Terj. Achmad Sunarto, Ibid, Hal. 34

7
terhadap guru, dan tidak merasa lebih pandai, 7) tidak berbisik
dengan teman lain ketika guru berada di tempat tersebut, 8) tidak
sering menoleh, namun bersikap menundukkan kepala dengan
tenang, 9) tidak banyak bertanya kepada guru saat dalam keadaan
letih, 10) berdiri saat gurunya berdiri dan tidak berbicara
dengannya saat ia meninggalkan tempat duduknya, 11) tidak
mengajukan pertanyaan di tengah perjalanan guru, 12) tidak
berprasangka buruk terhadap guru”.4
4. Menjaga etika terhadap orang tua
‫ادابْ ال َْولَدِْ َم َْع ال َْوالِ َديْ ِْن أَ ْن يَ ْس َم َْع َك ََلمه َمْا َويَقومْ لِِقيَ ِام ِه َما َوَيَْتَئِ َْل َل ِِهَْا َوَْل َيَْ ِشي أ ََم َامه َما َوَْل يَْرفَ َْع‬
َ َ‫ف‬
ِِْ‫الذ ِْل َوَْل ََي َّْن َعلَْي ِه َما ِِبل‬
‫ْب‬ ُّ ‫اح‬ ْْ ‫ضاَتِِ َما َوَيَْ ِف‬
َْ َ‫ض ََل َما َجن‬ َ ‫ص َعلَى َم ْر‬ ‫َص َواِنِِ َما َويلب‬
َْ ‫ِْ َد ْع َو ََت َمْا َو ُْي ِر‬ ْ ‫ص ْوتهْ فوق أ‬
َ
‫وو ْج ِه َها َوَلي َسافَِْر إَِّْل ِبِِذِْنِِ َما‬ َْ ‫ََل َما َوَْل ِِبل ِْقيَ ِْام ِْل َْم ِرِِهَا َوَْل يَنْظ َْر إِلَْي ِه َمْا َش ْرزا َوَْل ي َق ِط‬
َ ‫ب َو ْج َههْ ف‬
Artinya: “Seorang anak wajib berbuat baik kepada kedua orang
tuanya (birr alwalidayn). Dengan menunjukkan dedikasi dan
akhlak-akhlak yang baik, dapat membahagiakan dan menentramkan
hatinya. Diantara hal-hal yang harus dilakukan kepada kedua
orang tua adalah: 1) mendengar ucapan mereka, 2) berdiri ketika
mereka berdiri (menghormatinya), 3) mematuhi semua perintah
mereka, 4) tidak berjalan di depan mereka, 5) tidak bersuara keras
dan. Membentak, 6) memenuhi panggilannya, 7) berusaha
menyenangkan hati mereka, 8) bersikap tawadu, 9) tidak
mengungkit kebaikan orang tua kepadanya, 10) tidak menyinggung
perasaan mereka, 11) tidak menunjukkan raut wajah cemberut, 12)
meminta izin sebelum pergi/keluar rumah”.5
C. Pemahaman Teks Terkait Motivasi Intelektual
1. Dasar Kitab Bidayatul Hidayah
Kitab Bidayatul Hidayah adalah kitab karangan Imam abu
Hamid al-Ghazali. Beliau adalah salah satu ulama terkenal yang

4
Ibid, Hal. 344-347
5
Ibid, Hal. 348-350

8
memiliki gelar Syaikh al Ajal al Imam al Zahid, al Said al Muwafaq
Hujjatul Islam. Singkatnya beliau sering disebut dengan ebutan al-
Ghazali atau Abu Hamid. Kitab Bidayatul Hidayah adalah kitab
yang begitu fenomenal serta sangat penting untuk dikaji, di dalami
serta dijadikan sebagai rujukan dalam melaksanakan aktifitas syariat
ruhaniah sehari-hari seperti ibadah. Kitab ini berisikan adab
beribadah dalam bab-bab yang berbeda. Seperti adab wudlu, adab
mandi, adab tayamum, adab keluar menuju masjid, adab masuk
masjid, adab tidur, adab sholat, dan lain sebagainya yang tentunya
masih berhubungan dengan permasalahan adab ibadah.
Melalui kitab ini, Imam besar Al Ghazali ingin memberikan
suatu bimbingan kepada umat manusia, untuk senantiasa menjadi
manusia yang baik dan utuh di hadapan Allah SWT dan juga
dihadapan manusia. Karena dalam kitab ini mengajarkan tentang
petunjuk-petunjuk melaksanakan suatu ketaatan, menjauhi segala
macam maksiat, serta membasmi segala macam bentuk penyakit
hati, yang secara umum menuntun manusia untuk selalu
membersihkan jiwa untuk menjadi manusia yang di Ridhoi oleh
Allah SWT, di dunia maupun di dalam akhirat.6
Al-Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah mengemukakan
13 macam konsep etika murid didik terhadap guru. Secara umum
konsep etika yang dikemukakan menekankan pada perilaku murid
ketika berinterkasi dengan guru, mulai dari cara berbicara, cara
bertanya, berdiskusi, sikap di hadapan guru, kesabaran dan
penghormatan terhadap guru.
Pemikiran etika al-Ghazali bercorak agamis (religius). Corak
inilah yang merupakan ciri spesifik pendidikan Islam yang
dirumuskan al-Ghazali. Selain itu, tampak pula kecenderungan Al-

6
Lutfie Fachur Razie, Peran Kajian Kitab Bidayatul Hidayah Sebagai Pedoman Ibadah
Santri, Al-Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 4, No 2, 2019, Hal. 125

9
Ghazali pada sisi keruhanian (akhlak). Kecenderungan ini tentunya
sejalan dengan pemikiran al-Ghazali yang bercorak tasawuf.7
2. Defenisi Motivasi Intelektual
Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan
seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang
yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan
dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang
didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan
motivasi yang mendasarinya.8
Sedangkan intelektual adalah orang yang menggunakan
kecerdasan otaknya untuk bekerja, belajar, membayangkan, dan
menjawab persoalan tentang berbagai gagasan atau ide.9
Dengan demikian, motivasi intelektual merujuk pada
dorongan yang mendorong seseorang untuk menggunakan
kecerdasan dan kemampuan berpikirnya dalam proses belajar,
mengeksplorasi gagasan, dan menyelesaikan masalah. Ini mencakup
keinginan intrinsik untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman
yang lebih dalam tentang berbagai konsep dan ide.
D. Hasil Diskusi Kelompok
1. Memiliki Niat Baik dalam Menuntut Ilmu
Makna dari kitab Al-Ghazali mengenai Niat Baik dalam
Menuntut Ilmu ini melihat pentingnya niat yang tulus dalam
menuntut ilmu, menekankan bahwa tujuan utama dari proses
menuntut ilmu adalah untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat yang
kekal, bukan hanya untuk duniawi seperti kepopoleran ataupun
sebuah kebanggaan. Dengan demikian, kesimpulan dari penulis
adalah motivasi yang mendasari pencarian ilmu harus berasal dari

7
Jainal Abidin, Etika Murid Terhadap Guru Perspektif Kitab Bidayatul Hidayah Karya Al-
Ghazali, Jurnal Paradigma, Vol. 14, No. 01, 2022, Hal. 282
8
Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengekurannya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Hal.
1
9
Fatmi Sarah, “Kebebasan Intelektual di Perpustakaan”, Jurnal Iqra’, Vol. 09, No. 02,
2015, Hal. 30

10
niat yang tulus dan kesadaran diri akan akhirat, bukan untuk
kepentingan duniawi semata.
Pendapat penulis mengenai Bidayatul Hidayah tersebut
adalah kitab ini mengajarkan pentingnya menegakkan nilai-nilai
spiritual dan moral dalam setiap tindakan ataupun perbuatan yang
kita lakukan, termasuk dalam mencari ilmu pengetahuan. Kitab
Bidayatul Hidayah ini menekan bahwa pencarian ilmu harus
didasarkan pada keikhlasan dan tujuan yang mulia, serta menolak
hal-hal yang diluar tujuan kita seperti popularitas atau kebanggaan.
Karena itu kita tidak bisa melihat nilai-nilai duniawi saja, tetapi kita
juga harus mengutamakan nilai-nilai untuk akhirat kelak.
2. Mengingat Allah
Penulis menyimpulkan bahwa maksud dari kitab Bidayatul
Hidayah ini adalah bahwa kita diingatkan untuk memulai hari
dengan semangat dan kesadaran yang baik. Bangun sebelum
terbitnya matahari adalah untuk menekankan pentingnya
memanfaatkan waktu pagi dengan baik, sementara "permulaan yang
keluar dari hati kamu" mengutamakan pentingnya memiliki niat
yang baik dalam melakukan setiap tindakan. Selanjutnya, "dari
mulut kamu harus selalu mengingat Allah Swt" menekankan
pentingnya menjaga tutur kata dan kesadaran akan kehadiran Allah
dalam setiap aspek kehidupan.
Pendapat penulis, bahwa pernyataan ini memberikan
pengingat kepada kita tentang pentingnya memulai hari dengan niat
yang baik, menjaga tutur kata, dan mengingat Allah dalam setiap
aspek kehidupan. Dengan memulai hari dengan semangat yang baik
dan kesadaran akan kehadiran Allah, kita dapat menjalani hari
dengan lebih bermakna dan lebih baik. Ini juga mengajarkan bahwa
sikap dan tindakan kita harus berasal dari hati yang tulus dan
dipenuhi dengan kesadaran nilai-nilai spiritual.
3. Akhlak peserta didik menjaga kesopanan terhadap pendidik

11
Penulis menyimpulkan bahwa dari pernyataan ini bahwa kita
sebagai peserta didik diajarkan untuk bersikap sopan dan
menghormati guru dengan cara-cara tertentu. Termasuk dengan
mengucapkan salam, bertanya dengan sopan setelah meminta izin,
dan tidak menunjukkan sikap yang tidak hormat atau menentang
pendapat guru.
Pendapat penulis, pesan ini menyoroti pentingnya menjaga
hubungan yang baik antara peserta didik dan guru. Dengan
mengajarkan adab-adab tersebut, peserta didik diharuskan untuk
dapat memperlakukan guru dengan hormat dan menghargai peran
serta pengetahuan mereka.
4. Menjaga Etika Terhadap Orang Tua
Penulis menyimpulkan bahwa dari pernyataan kitab
Bidayatul Hidayah ini lebih menekankan pada pentingnya berbuat
baik kepada kedua orang tua sebagai bagian dari ajaran agama islam.
Anak diminta untuk menunjukkan perilaku dan akhlak yang baik
sebagai cara untuk membahagiakan dan menentramkan hati kedua
orang tua. Ada berbagai tindakan konkret yang diharapkan dari
anak, seperti mendengarkan ucapan orang tua, menghormati orang
tua, mematuhi perintah orang tua, dan memperlakukan mereka
dengan hormat.
Pendapat penulis, pesan dalam kitab Bidayatul Hidayah ini
memberikan pengingat kepada kita mengenai penting nya nilai-nilai
keluarga dan kewajiban anak terhadap orang tua. Yaitu dengan
mengamalkan ajaran ini, diharapkan hubungan antara anak dan
orang tua dapat menjadi lebih harmonis dan penuh kasih sayang. Hal
ini juga mengajarkan bahwa menghormati orang tua bukan hanya
tentang tindakan fisik, tetapi juga tentang sikap dan perilaku yang
baik.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai motivasi intelektual ini penulis
menyimpulkabn:
1. Imam Al-Ghazali, atau Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, adalah
seorang ahli fiqih dan filsuf terkenal yang lahir di Thus pada tahun
450 Hijriyah. Orang tuanya adalah orang saleh yang bekerja keras
untuk membesarkan mereka. Setelah kematian orang tua mereka, dia
dan saudaranya diajarkan oleh seorang ahli tasawuf. Al-Ghazali
menekuni ilmu fiqih dengan tekun, hingga menjadi seorang pakar
dalam bidangnya. Dia juga dikenal sebagai pemikir yang cemerlang
dan kharismatik. Al-Ghazali mengajar di berbagai tempat dan
meninggalkan warisan intelektual yang besar. Dia meninggalkan
Baghdad setelah mengabdikan dirinya di sana untuk beribadah di
Mekah dan melakukan perjalanan ke berbagai tempat di dunia Islam.
Dia menghabiskan sisa hidupnya mengajar, menulis, dan beribadah
hingga wafat di Thus pada tahun 505 Hijriyah. Makamnya terletak
di luar kota Thus, dan dia dihormati oleh banyak orang sebagai salah
satu pemikir terbesar dalam sejarah Islam. Al-Ghazali dikenal
karena pemikirannya yang mendalam, dedikasinya dalam ilmu, dan
keteladanan spiritualnya.
2. Kitab Bidayatul Hidayah adalah karya Imam Al-Ghazali yang
penting dalam mempelajari adab beribadah. Tujuannya adalah
membimbing manusia untuk menjadi baik di hadapan Allah dan
sesama. Kitab ini mencakup etika murid terhadap guru, menekankan
sikap hormat dan kesabaran. Imam Al-Ghazali juga menekankan
aspek kerohanian dan akhlak dalam pendidikan Islam. Motivasi
intelektual adalah dorongan yang mendorong seseorang untuk
menggunakan kecerdasan dan kemampuan berpikirnya dalam

13
belajar dan menyelesaikan masalah. Ini mencakup keinginan
intrinsik untuk memahami konsep dan ide secara lebih dalam.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, karena keterbatasan dan sumber yang didapatkan untuk materi
pembelajaran Mata Kuliah Studi Naskah Islam. Penulis mengharapkan
kepada pembaca untuk memahami dan mengerti dengan kajian tentang
Motivasi Intelektual dalam Kitab Bidayatul Hidayah. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar
untuk kedepannya pembuatan makalah ini menjadi lebih baik.

14
DAFTAR PUSTAKA

Mashodir:
Al Imam Al Ghazali. Terj. Sunarto. A. 2015. Tuntunan Menggapai Hidayah
Allah SWT: Terjemah Bidayatul Hidayah. Surabaya: Mutiara Ilmu
Imam Al-Ghazali. Terj. Sunarto. A. 2013. Kiat Menggapai Hidayah.
Surabaya: Al-Miftah

Maraji’:
Abidin. J. (2022). “Etika Murid Terhadap Guru Perspektif Kitab Bidayatul
Hidayah Karya Al-Ghazali. Jurnal Paradigma. 14(1)
Razie. L. F. (2019). “Peran Kajian Kitab Bidayatul Hidayah Sebagai
Pedoman Ibadah Santri”. Al-Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal Pendidikan Islam. 4(2)
Sarah. F. (2015). “Kebebasan Intelektual di Perpustakaan”. Jurnal Iqra’.
09(02)
Uno. H. B. 2006. Teori Motivasi dan Pengekurannya. Jakarta: Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai