Anda di halaman 1dari 33

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peraturan atau Undang – Undang Tentang Analisis Dampak Lalu Lintas &
Manajemen Rekayasa Lalu Lintas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 75
Tahun 2015.
Analisis dampak lalu lintas adalah serangkaian kegiatan kajian mengenai dampak
lalu lintas dari pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang hasilnya
dituangkan dalam bentuk dokumen hasil analisis dampak lalu lintas. Berdasarkan
ketentuan yang berlaku, setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan
infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan
Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan wajib dilakukan analisis dampak Lalu Lintas.
(UU no 22 tahun 2009 tentang lalu Lintas Angkutan Jalan Pasal 99, Juncto PP No 32 tahun
2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Manajemen Kebutuhan Lalu
Lintas pasal 47 serta PM No. 75 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Anilisis Dampak
Lalu Lintas)
Tabel 2.1. Ukuran Minimal Peruntukan Lahan Yang Wajib Melakukan ANDALALIN

Ukuran Minimal Kawasan Yang Wajib


No Jenis Rencana Pembangunan
Andalalin
Pusat Kegiatan
a. Kegiatan Perdagangan dan Pusat
500 m² Luas Lantai Bangunan
Perbelanjaan/Ritail
b. Kegiatan Perkantoran 1000 m² Luas Lantai Bangunan
c. Kegiatan Industri 2500 m2 Luas Lantai Bangunan
d. Fasilitas Pendidikan
1) Sekolah/Universitas 1) 500 siswa
2) Lembaga Kursus 2) Bangunan dengan 50 siswa/waktu
e. Fasilitas Pelayanan Umum
1) Rumah Sakit 1) 50 tempat tidur
1.
2) Klinik Bersama 2) 10 ruang praktek dokter
3) Bank 3) 500 m2 luas lantai bangunan
f. Stasiun Pengisian Bahan Bakar 1 dispenser
g. Hotel 50 Kamar
h. Gedung Pertemuan 500 m2 luas lantai bangunan
i. Restauran 100 tempat duduk
j. Fasilitas olah raga (Indoor atau Kapasitas penonton 100 orang dan/atau luas
Outdoor) 10.000 m2
k. Bengkel kendaraan bermotor 2.000 m3 luas lantai bangunan
l. Pencucian mobil 2.000 m3 luas lantai bangunan
2. Pemukiman
a. Perumahan dan Pemukiman
1) Perumahan sederhana. 1) 150 unit.
2) Perumahan menengah -atas. 2) 50 unit.
Ukuran Minimal Kawasan Yang Wajib
No Jenis Rencana Pembangunan
Andalalin
b. Rumah Susun dan Apartemen
a. Rumah Susun Sederhana. 1) 100 unit
b. Apartemen. 2) 50 unit
c. Asrama 50 kamar
d. Ruko Luas Lantai Keseluruhan 2.000 m2
Infrastruktur
a. Akses ke dan dari Jalan Tol. Wajib
b. Pelabuhan Wajib
c. Bandar udara Wajib
d. Terminal Wajib
3. e. Stasiun kereta api Wajib
f. Pool kendaraan Wajib
g. Fasilitas parkir untuk umum Wajib
h. Jalan layang (flyover) Wajib
i. Lintas bawah (underpass) Wajib
j. Terowongan (tunnnel) Wajib
Bangunan/Pemukiman/Infrastuktur lainya :
Wajib dilakukan studi analisis dampak lalu lintas apabila ternyata diperhitungkan telah
4. menimbulkan 75 perjalanan (kendaraan) baru pada jam padat dan atau menimbulkan rata-rata
500 perjalanan (kendaraan) baru setiap harinya pada jalan yang dipengaruhi oleh adanya
bengunan atau permukiman atau infrastruktur yang dibangun atau dikembangkan.
Sumber : PM No. 75 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu Lintas

2.2. Teori dan Model (Four Step Moda).


2.3.3. Bangkitan dan Tarikan Perjalanan (Trip Generation).
Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah tahapan pemodelan yang
memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan atau
jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona (Tamin, 1997).
Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah jumlah perjalanan yang terjadi dalam satuan
waktu pada suatu zona tata guna lahan (Hobbs, 1995) Menurut Tamin (2000).
Tarikan pergerakan adalah jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan
atau zona tarikan pergerakan. Tarikan pergerakan dapat berupa tarikan lalulintas yang
mencakup lalulintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi. Tarikan pergerakan menurut
Wells (1975) dalam Tamin (2000) seperti gambar di bawah ini:
Gambar 2.1. Ilustrasi Bangkitan dan Tarikan Perjalanan
Sumber : Thamin (2000).
Hasil keluaran dari perhitungan tarikan lalu lintas berupa jumlah orang, kendaraan,
atau angkutan barang persatuan waktu misalnya kendaraan per jam. Menurut Ortuzar
(1994), bahwa tarikan perjalanan dapat berupa suatu perjalanan berbasis rumah yang
mempunyai tempat asal dan atau tujuan bukan rumah atau perjalanan yang tertarik oleh
perjalanan berbasis bukan rumah.
2.2.2. Distribusi Perjalanan (Trip Distribution).
Distribusi perjalanan (trip distribution) adalah suatu tahapan yang mendistribusikan
berapa jumlah pergerakan yang menuju dan berasal dari suatu zona. Sebaran pergerakan
sangat berkaitan dengan bangkitan pergerakan. Bangkitan pergerakan memperlihatkan
banyaknya lalulintas yang dibangkitkan oleh setiap tata guna lahan, sedangkan sebaran
pergerakan ke mana dan dari mana lalu lintas tesebut. Ilustrasinya terlihat pada berikt
(Wells, 1975), (dalam Tamin,2000).

Gambar 2.2. Ilustrasi Distribusi Perjalanan Antar 2 Zona

2.2.3. Jenis Angkutan (Moda Split)


Model ini bertujuan untuk mengetahui proporsi orang yang akan menggunakan setiap
moda. Semakin menigkat pendapatan, banyak orang cenderung menggunakan mobil pribadi.
Dilain pihak moda angkutan umum menggunakan ruang jalan jauh lebih efisien daripada
moda angkutan pribadi.
2.2.4. Pembebanan Jalan (Trip Assignment).
Pembebanan lalulintas (trip assignment) adalah suatu proses dimana permintaan
perjalanan (yang didapat dari tahap distribusi) dibebankan ke jaringan jalan. Tujuan trip
assignment adalah untuk mendapatkan arus di ruas jalan dan/atau total perjalanan di dalam
jaringan yang ditinjau.

2.3. Karakteristik Lalu Lintas.


Menurut Abubakar (1997), ada dua karakteristik arus lalu lintas yaitu karakteristik
primer dan sekunder, dengan penjelasan sbb :
1. Karakteristik primer.
Tiga karakteristik primer dari arus lalu lintas adalah volume, kecepatan dan kepadatan:
a. Volume adalah jumlah kendaraan yang melalui satu titik yang tetap pada jalan dalam
satuan waktu. Volume biasanya dihitung dalam kendaraan/hari atau kendaraan/jam.
Volume dapat juga dinyatakan dalam periode waktu yang lain;
b. Kecepatan adalah perubahan jarak dibagi dengan waktu. Kecepatan dapat diukur
sebagai kecepatan titik, kecepatan perjalanan, kecepatan ruang dan kecepatan gerak.
Kelambatan merupakan waktu yang hilang pada saat kendaraan berhenti, atau tidak
dapat berjalan sesuai dengan kecepatan yang diinginkan karena adanya sistem
pengendali atau kemacetan lalu lintas; dan
c. Kepadatan adalah rata-rata jumlah kendaraan per satuan panjang jalan dengan
persamaan :
n
k=
l
dengan :
k = kepadatan lalu lintas (kendaraan/km).
n = jumlah kendaraan pada lintasan l (kendaraan).
l = panjang lintasan (km).
Dalam arus lalu lintas, ke tiga karakteristik ini akan terus bervariasi, karena jarak antara
kendaraan yang acak. Untuk merangkum dan menganalisis arus lalu lintas, maka nilai rata-
rata dari volume, kecepatan dan kepadatan terus dihitung dalam suatu periode waktu,
sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 2.3.
Arus LL

Arus LL
Arus LL
Kecepatan

Kepadatan

Gambar 2.3. Hubungan antara volume, kecepatan dan kepadatan lalu lintas
Sumber : Abubakar, (1997).
2. Karakteristik sekunder
Karakteristik sekunder yang terpenting adalah jarak-antara (headway). Ada dua parameter
dari jarak-antara, yaitu :
a. Waktu-antara kendaraan, adalah waktu yang diperlukan antara satu kendaraan dengan
kendaraan berikutnya untuk melalui satu titik tertentu yang tetap. Waktu-antara
kendaraan rata-rata = 1/volume; dan
b. Jarak antara kendaraan, adalah jarak antara bagian depan satu kendaraan dengan
bagian depan kendaraan berikutnya. Jarak antara kendaraan rata-rata = 1/kepadatan.
Besarnya jarak antara menentukan kapan seorang pengemudi harus mengerem dan
kapan dia dapat mempercepat kendaraan. Jarak-antara dimana kendaraan yang berada
di depan mempengaruhi pengemudi yang di belakangnya disebut jarak antara yang
mengganggu (interference headway). Studi yang pernah dilakukan menunjukkan
jarak-antara yang mengganggu berkisar 6 – 9 detik.

2.3.1 Karakteristik Volume Lalu Lintas.


Volume lalu lintas pada suatu jalan akan bervariasi tergantung pada volume total dua
arah, arah lalu lintas, volume harian, bulanan dan tahunan dan pada komposisi kendaraan
(Abubakar, 1997). Untuk mendesain jalan dengan kapasitas yang memadai, maka volume
lalu lintas yang diperkirakan akan menggunakan jalan harus ditentukan lebih dulu. Sebagai
langkah awal, maka volume lalu lintas yang ada (eksisting) harus ditentukan dan dianalisis
adalah :
1. Variasi harian : arus lalu lintas bervariasi sesuai dengan hari dalam seminggu selama
enam hari, dan di jalan antar kota akan menjadi sibuk di hari sabtu dan minggu sore;
2. Variasi jam-an : volume lalu lintas umumnya rendah pada malam hari, tetapi meningkat
secara cepat sewaktu orang mulai pergi ke tempat kerja. Volume jam sibuk biasanya
terjadi di jalan perkotaan pada saat orang melakukan perjalanan ke dan dari tempat kerja
atau sekolah. Volume jam sibuk pada jalan antar kota lebih sulit untuk diperkirakan;
3. Variasi arah : Volume arus lalu lintas dalam satu hari pada masing-masing arah biasanya
sama besar, tetapi pada waktu-waktu tertentu di jam sibuk banyak orang akan melakukan
perjalanan dalam satu arah;
4. Distribusi lajur : bila dua atau lebih lajur lalu lintas disediakan pada arah yang sama,
maka distribusi kendaraan pada masing-masing lajur tersebut akan tergantung dari
volume, kecepatan dan proporsi dari kendaraan yang bergerak lambat. Standar jalan dan
aturan perundangan lalu lintas mungkin akan dapat mengatur pengemudi untuk
menggunakan lajur kiri, sedangkan lajur kanan hanya untuk menyalip. Kendaraan lambat
mungkin dengan sendirinya akan mendapatkan hambatan dalam memilih lajur. Semua
faktor ini dapat menyebabkan variasi di dalam pendistribusian lalu lintas dan dapat
mengurangi kapasitas potensial jalan.
2.3.2. Kinerja Jalan Antar Kota (Interurban Road).
Variabel – variable yang akan dicari dalam menentukan kinerja jalan antar kota antara
lain :
a. Kecepatan Arus Bebas, FV
b. Kapasitas, C
c. Derajat Kejenuhan, DS
d. Derajat iringan, DB (hanya untuk 2/2 UD).
Berikut ini adalah istilah – istilah yang ada pada dalam jalan luar kota di “Manual
Kapasitas Jalan Indonesia” MKJI 1997.
2.3.3. Kecepatan Arus Bebas.
Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan pada saat tingkatan arus nol,
sesuai dengan kecepatan yang akan dipilih pengemudi seandainya mengendarai kendaraan
bermotor tanpa halangan kendaraan bermotor lai di jalan.
Persamaan untuk penentuan kecepatan arus bebas mempunyai bentuk umum berikut :
FV = (FV0 + FVW) X FFVRC X FFVSF
Dimana
FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada konsdisi lapangan
(km/jam)
FV0 = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan dan
aliyemen yang diamati (lihat bagaian 2,4 di bawah (km/jam).
FVW = penyesuaian kecepatan akibat lebar jalan (km/jam)
FFVSF = factor penyesuaian akibat hambatan samping dan lebar bahu.
FFVRC = factor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan guna lahan.
a. Kecepatan Arus Bebas Dasar FV0.
Besaran harga FV0 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.2. Kecepatan Arus Bebas Dasar Jalan Antar Kota.
Kecepatan arus bebas dasar (km/jam)
Tipe Jalan/Tipe Kendaraan
Alinyemen/ (Kelas Kendaraa Speda
Berat Bus lebar Truck
Jarak pandang) n ringan Motor
Menengah LB besar LT
LV MC
MHV
Enam Lajur Terbagi
Datar 83 67 86 62 64
Bukit 71 56 68 52 58
Gunung 62 45 55 40 55
Empat Lajur Terbagi
Datar 78 65 81 62 64
Bukit 68 55 66 51 58
Gunung 60 44 -53 39 55
Empat Lajur Tak Terbagi
Datar 74 63 78 60 60
Bukit 66 54 65 50 56
Gunung 58 43 52 39 53
Dua Lajur Tak Terbagi
Datar SDC A 68 60 73 58 55
Datar SDC B 65 57 69 55 54
Datar SDC C 61 54 63 52 53
Bukit 61 52 62 49 53
Gunung 55 42 50 38 51
Sumber : MKJI 1997.

b. Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Dasar (FVw).


Besaran harga FVw dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.3. Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Dasar (FVw), Jalan Antar Kota
FVW (km/jam)
Lebar Efektif
Datar : SDC
Tipe Jalan Jalur Lalu Datar : SDC =
= A,B Datar : Gunung
Lintas (Wc) A,B
SDC =C
Per Lajur
Empat Lajur 3 -3 -3 -2
dan Enam 3,25 -1 -1 -1
Lajur Terbagi 3,5 0 0 0
3,75 2 2 2
Per Lajur
3 -3 -2 -1
Empat lajur
3,25 -1 -1 -1
tak Terbagi
3,5 0 0 0
3,75 2 2 2
Total
5 -11 -9 -7
6 -3 -2 -1
Dua Lajur 7 0 0 0
Tak Terbagi 8 1 1 0
9 2 2 1
10 3 3 2
11 3 3 2
Sumber : MKJI 1997

c. Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Hambatan Samping dan Lebar Bahu
(FFVSF) Jalan Antar Kota.
Berikut ini adalah harga dari penyesuaian akibat hambatan samping dan lebar bahu
yang akan dijelaskan di tabel dibawah ini.
Tabel 2.4. Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Hambatan Samping dan Lebar
Bahu (FFVSF) Jalan Antar Kota
Faktor Penyesuaian FFSF
Kelas
Tipe Lebar Bahu Jalan Efektif Rata -
hambatan
Jalan Rata Ws (m)
Samping
<0,5 m 1m 1,5 m >2m
Sangat
1 1 1 1
Rendah
Empat Rendah 0,98 0,98 0,98 0,99
Lajur Sedang 0,95 0,95 0,96 0,98
Terbagi Tinggi 0,91 0,92 0,93 0,97
Sangat
0,86 0,87 0,89 0,96
Tinggi
Empat Sangat
1 1 1 1
Lajur Rendah
Tak Rendah 0,96 0,97 0,97 0,98
Terbagi Sedang 0,92 0,94 0,95 0,97
Tinggi 0,88 0,89 0,9 0,96
Sangat 0,81 0,83 0,85 0,95
Faktor Penyesuaian FFSF
Kelas
Tipe Lebar Bahu Jalan Efektif Rata -
hambatan
Jalan Rata Ws (m)
Samping
<0,5 m 1m 1,5 m >2m
Tinggi
Sangat
1 1 1 1
Rendah
Dua
Rendah 0,96 0,97 0,97 0,98
Lajur
Sedang 0,91 0,92 0,93 0,97
Tak
Tinggi 0,85 0,87 0,88 0,95
Terbagi
Sangat
0,76 0,79 0,82 0,93
Tinggi
Sumber : MKJI 1997

d. Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas terhadap Klasifikasi Jalan (FFVRC)


Besaran harga FFVRC untuk jalan dengan bahu dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
Tabel 2.5. Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Kjasifikasi Jalan (FFVRC)
Faktor Penyesuaian FFRC
Tipe
Pengembangan Samping Jalan (%)
Jalan
0 25 50 75 100
Empat Lajur Terbagi
Arteri 1 0,99 0,98 0,96 0,95
Koleltor 0,99 0,98 0,97 0,95 0,94
Lokal 0,98 0,97 0,96 0,94 0,93
Empat Lajur Tak Terbagi
Arteri 1 0,99 0,97 0,96 0,945
Koleltor 0,97 0,96 0,94 0,93 0,915
Lokal 0,95 0,94 0,92 0,91 0,895
Dua Lajur Tak Terbagi
Arteri 1 0,98 0,97 0,96 0,94
Koleltor 0,94 0,93 0,91 0,9 0,88
Lokal 0,9 0,88 0,87 0,86 0,84
Sumber : MKJI 1997
Untuk jalan dengan lebih dari empat lajur (banyak lajur), FFVRC dapat diambil
sama seperti untuk jalur 4- lajur dalam Tabel.
2.3.4. Kapasitas.
Kapasitas jalan merupakan sebagai arus maksimum yang dapat dipertahankan
persatuan jam yang melewati suatu titik di jalan di dalam kondisi yang ada. Berikut ini
adalah persamaan kapasitas
C = CO x FCW x FCSP x FCSF
Dimana :
C = kapasitas (smp/jam)
CO = kapasitas dasar (smp/jam)
FCW = factor penyesuaian lebar jalan.
FCSP = factor penyesuaian pemisah arah (hanya untuk jalan tak terbagi)
FCSF = factor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan.
a. Kapasitas Dasar.
Harga kapasitas dasar tergantung pada type jalan sebagaimana terlihat pada Tabel
dibawah ini.
Tabel 2.6. Kapasitas Dasar Pada Jalan Luar Kota 4 Lajur 2 Arah (4/2)
Kapasitas Dasar
Tipe Jalan/Tipe Total Kedua
Alinyemen Arah
(smp/jm/lajur)
Empat Lajur Terbagi
Datar 1900
Bukit 1850
Gunung 1800
Empat Lajur Tak Terbagi
Datar 1700
Bukit 1650
Gunung 1600
Sumber : MKJI 1997
Tabel 2.7. Kapasitas Dasar Pada Jalan Luar Kota 2 Lajur 2 Arah (2/2UD)
Kapasitas Dasar
Tipe Jalan/Tipe
Total Kedua Arah
Alinyemen
(smp/jm/lajur)
Dua Lajur Tak Terbagi
Datar 3100
Bukit 3000
Gunung 2900
Sumber : MKJI 1997

b. Faktor Penyesuaian Lebar Jalur (FCW).


Harga factor penyesuaian terhadap kapasitas akibat lebar lajur sebagaimana terlihat
pada dibawah ini
Tabel 2.8. Faktor Penyesuaian Akibat Lebar Lajur (FCW) Jalan Antar Kota
Lebar Lalu Lintas
Tipe Jalan FCw (km/jam)
Efektif (Wc), m
Per Lajur
Empat lajur terbagi
3 0,91
(4/2D) atau enam lajur
3,25 0,96
terbagi & Enam Lajur
3,5 1
Terbagi
3,75 1,03
Empat lajur Tak terbagi Per Lajur
(4/2UD) atau enam lajur 3 0,91
terbagi 3,25 0,96
3,5 1
3,75 1,03
Total Kedua Arah
5 0,69
6 0,91
7 1
Dua Lajur Tak Terbagi
8 1,08
9 1,15
10 1,21
11 1,27
Sumber : MKJI 1997
c. Faktor Penyesuaian Terhadap Pemisah Arah FCSP.
Harga factor penyesuaian kapasitas terhadap pemisah arah sebagaimana terlihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.9. Faktor Penyesuaian Terhadap Pemisah Arah (FCSP).
Pemisahan, SP % 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
2/2 (Dua /Dua) 1 0,97 0,94 0,91 0,88
FCSP 4/2(Empat/
1 0,975 0,95 0,925 0,9
Dua)
Sumber : MKJI 1997.
d. Faktor Penyesuaian Terhadap Hambatan Samping dan Lebar Bahu (FCSF).
Besaran harga FCSF untuk jalan dengan bahu dapat dilihat pada tabel 2.13 dibawah
ini.
Tabel 2.10. Faktor Penyesuaian Terhadap Hambatan Samping (FCSF).
Kelas Faktor Penyesuaian Akibat
Tipe Hambata Hambatan Samping (FCSF)
Jalan n Lebar Bahu Efektif ws
Samping <0,5 1 1,5 >2,0
VL 0,99 1 1,01 1,03
L 0,96 0,97 0,99 1,01
4/2D M 0,93 0,95 0,96 0,99
H 0,9 0,92 0,95 0,97
VH 0,88 0,9 0,93 0,96
VL 0,97 0,99 1 1,02
L 0,93 0,95 0,97 1
2/2 UD,
M 0,88 0,91 0,94 0,98
4/2 UD
H 0,84 0,87 0,91 0,95
VH 0,8 0,83 0,88 0,93
Sumber : MKJI 1997.

Untuk jalan dengan enam lajur, factor penyesuaian kapasitas dapat ditentukan
dengan menggunakan nilai FCSF untuk jalan empat lajur yang diberikan dalam tabel diatas
dengan modifikasi seperti dibwah ini.
FC6SF = 1 – 0,8 x (1- FC4SF)
Dimana :
FC6SF = factor penyesuaian kapasitas untuk jalan enam lajur (km/jam)
FC4SF = factor penyesuaian kapasitas untuk jalan empat lajur (km/jam)
2.3.5. Derajat Kejenuhan (DS).
Didefinisakan sebagai rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai factor kunci
dalam penentuan perilaku lalu lintas pada suatu simpang dan juga segmen jalan. Berikut ini
adalah formulasi dari DS (derajat kejenuhan).
DS = Q/C
Q = arus lalu lintas per satuan per jam.
C = merupakan kapasitas jalan.
2.3.6. Kecepatan.
Ukuran utama kinerja segmen jalan, karena ini mudah dimengerti dan diukur , dan
merupakan masukan yang penting bagi biaya pemakai jalan dalam analisais ekonomi.
V = L/TT
V = kecepatan ruang rata – rata kendaraan ringan (km/jam)
L = Panjang segmen (km)
TT = waktu tempuh rata -rata dari kend ringan sepanjang segmen (jam).
2.3.7. Penentuan Ekivalensi Mobil Penumpang (emp).
Berikut ini adalah ekivalensi kendaraan penumpang (emp), untuk kendaraan
menengah (MHV), Bus Besar (LB), Truck Besar (LT) (termasuk truck kombinasi).
Tabel 2.11. Jalan Dua Lajur Dua Arah Tak Terbagi (2/2UD)
emp
Tipe Arus total MC
Alinyeme (kend/jam MH Lebar Jalur Lalu
LB LT
n ) V Lintas (m)
< 6m 6-8 m >8m
0 1,2 1,2 1,8 0,8 0,6 0,4
800 1,8 1,8 2,7 1,2 0,9 0,6
Datar
1350 1,5 1,6 2,5 0,9 0,7 0,5
>1900 1,3 1,5 2,5 0,6 0,5 0,4
0 1,8 1,6 5,2 0,7 0,5 0,3
650 2,4 2,5 5 1 0,8 0,5
Bukit
1100 2 2 4 0,8 0,6 0,4
>1600 1,7 1,7 3,2 0,5 0,4 0,3
0 3,5 2,5 6 0,6 0,4 0,2
450 3 3,2 5,5 0,9 0,7 0,4
Gunung
900 2,5 2,5 5 0,7 0,5 0,3
>1350 1,9 1,9 4 0,5 0,4 0,3
Sumber : MKJI 1997.
2.4. Simpang Tak Bersinyal.
Pada simpang tak bersinyal kapasitas tidak bisa dipisahkan per kaki simpang. Hal ini
dikarenakan operasi simpang tak bersinyal di Indonesia tidak berlangsung atas aturan tertentu
(walaupun peraturan lalu lintasnya ada dan di beberapa tempat dilengkapi dengan rambu –
rambu dan marka terkait). Akibatnya kendaraan yang dikemudikan oleh pengemudi yang
paling berani yang cenderung lebih dahulu masuk sistem simpang dalam kondisi simpang
jauh dari jenuh.
2.4.1. Kapasitas.
Kapasitas total untuk seluruh lengan simpang adalah hasil perkalian antara kapasitas
dasar (CO) yaitu kapasitas pada kondisi tertentu atau ideal dan faktor – factor penyesuaian
dengan memperhitungkan faktor pengaruh kondisi lapangan/faktor koreksi terhadap
kapasitas. Berdasarkan MKJI (1997) perhitungan kapasitas persimpangan tidak berlalu lintas
ditentukan dengan persamaan berikut :
C = CO x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI ………………………................................... (2.1)
C : Kapasitas (smp/jam).
CO : Kapasitas dasar (smp/jam).
FW : Faktor koreksi kapasitas untuk lebar lengan persimpangan.
FM : Faktor koreksi kapasitas jika ada pembatas median pada lengan
Persimpangan.
FCS : Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk).
FRSU : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya tipe lingkungan jalan,
Gangguan samping, dan kendaraan tidak bermotor.
FLT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kiri.
FRT : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kanan.
FMI : Faktor koreksi kapasitas akibat adanya arus lalu lintas pada jalan minor.
1. Kapasitas Dasar (CO).
Kapasitas dasar merupakan kapasitas persimpangan jalan total untuk suatu kondisi
tertentu menyesuaikan lebar geometri simpang di lapangan (kondisi dasar). Kapasitas
dasar (smp/jam) ditentukan oleh tipe simpang. Untuk dapat menentukan besarnya
kapasitas dasar
Tabel 2.12. Kapasitas Dasar Menurut Tipe Simpang
Kapasitas Dasar
Tipe Simpang (IT)
(smp/jam)
322 2700
342 2900
324 atau 344 3200
422 2900
424 atau 444 3400
Sumber : MKJI (1997)

2. Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat (FW).


Faktor penyesuaian lebar pendekat/lebar lengan/masukan (F W) merupakan faktor
penyesuaian untuk lebar masuk dalam persimpangan jalan sesuai kapasitas dasarnya.
Tabel 2.13. Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat
Kapasitas Dasar
Tipe Simpang
(smp/jam)
422 0,7 + 0,0866 Wi
424 atau 444 0,61 + 0,074 Wi
322 0,076 Wi
324 0,62 + 0,0646 Wi
342 0,0698
Sumber : MKJI (1997)

Gambar 2.4. Grafik Rata – Rata Lebar Pendekat Persimpangan


Sumber : MKJI (1997)

3. Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama (FM).


Merupakan faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar sehubungan dengan tipe
median jalan utama. Factor ini hanya digunakan pada jalan utama dengan lajur 4 (empat).
Tabel 2.14. Faktor Penyesuaian Media Jalan Utama.
Faktor Penyesuaian
Uraian Tipe M
Median (FM)
Tidak ada median jalan utama Tidak ada 1,00
Ada median jalan utama, lebar <
Sempit 1,05
3m.
Ada median jalan utama, lebar <
Lebar 1,20
3m.
Sumber : MKJI (1997)

4. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCS).


Faktor penyesuaian ukuran kota ini merupakan ukuran besar kecilnya jumlah
penduduk suatu kota yang akan di analisis.
Tabel 2.15. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota.
Ukuran Kota Faktor Penyesuaian
Penduduk (Juta)
(CS) Ukuran Kota
Sangat Kecil < 0,1 0,82
Kecil 0,1 – 0,5 0,88
Sedang 0,5 – 1,0 0,94
Besar 1,0 – 3,0 1,00
Sangat Besar >3,0 1,05
Sumber : MKJI (1997)

5. Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan, Kelas Hambatan Samping dan Kendaraan Tak
Bermotor (FRSU).
Faktor yang menyesuaikan tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan
tak bermotor. Variable masukan adalah tipe lingkungan jalan RE, kelas hambatan
samping SF dan rasio kendaraan tak bermotor UM/MV.
Tabel 2.16. Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping Kendaraan Tak
Bermotor (FRSU).
Kelas tipe Rasio Kendaraan Tak Bermotor
Kelas Hambatan
lingkungan
Samping SF 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 >0,25
jalan RE
Tinggi 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70
Komersial Sedang 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,70
Rendah 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,71
Tinggi 0,96 0,91 0,86 0,82 0,77 0,72
Pemukiman Sedang 0,97 0,92 0,87 0,82 0,77 0,73
Rendah 0,98 0,93 0,88 0,83 0,78 0,74
Akses Tinggi/Sedang/
1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75
Terbatas Rendah
Sumber : MKJI (1997)

6. Faktor Penyesuaian Belok Kiri (FLT).


Variable penyesuaian belok kiri ditentukan dari grafik dibawah ini. Variable yang
dimasukan adalah belok kiri P LT, batas nilai yang diberikan untuk P LT adalah rentang dasar
empiris dari manual.
Gambar 2.5. Faktor Penyesuaian Belok Kiri (FLT).
Sumber : MKJI (1997)

7. Faktor Penyesuaian Belok Kanan (FRT).


Faktor penyesuaian arus belok kanan ditentukan dari gambar dibawah ini untuk
simpang 3 – lengan. Batas nilai yang diberikan untuk belok kanan P RT pada gambar
adalah rentang dasar empiris dari manual. Untuk simpang 4 – lengan FRT = 1,0.

Gambar 2.6. Faktor Penyesuaian Belok Kanan (FRT).


Sumber : MKJI (1997)

8. Faktor Penyesuaian Rasio Arus Minor (FMI).


Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor ditentukan dari gambar dibawah ini.
Variable masukan adalah rasio arus jalan minor P MI dari formulir USIG – 1 Baris 24,
Kolom 10 dan tipe simpang IT (USIG-II kolom 11). Batas nilai yang diberikan untuk P MI
pada gambar adalah rentang dasar empiris dari manual.
Gambar 2.7. Faktor penyesuaian Rasio Arus Minor (FMI).
Sumber : MKJI (1997)

Tabel 2.17. Faktor Penyesuaian Arus Jalan Minor


IT FMI PMI
422 1,9 x PMI2 – 1,19 x PMI + 1,19 0,1 – 0,9
16,6 x PMI4 – 33,3 x PMI3 + 25,3 x PMI2 – 8,6 x PMI
424 0,1 – 0,3
+ 1,95
444 1,11 x PMI2 – 1,11 x PMI + 1,11 0,3 – 0,9
2
1,19 x PMI – 1,19 x PMI + 1,19 0,1 – 0,5
322
0,595 x PMI + 0,59 x PMI3 +0,74 0,5 – 0,9
2
1,19 x PMI – 1,19 x PMI + PMI + 1,19 0,1 – 0,5
342
2,38 x PMI2 – 2,28 x PMI3 + 149 0,5 – 0,9
4 3 2
16,6 x PMI – 33,3 x MI + 25,3 x PMI – 8,6 x PMI
324 0,1 – 0,3
+ 1,95
1,11 x PMI2 – 11,1 x PMI + 1,11 0,3 – 0,5
344
0,555 x PMI2 + 0,555 x PMI + 0,69 0,5 – 0,9
Sumber : MKJI (1997)

2.4.2. Derajat Kejenuhan.


Derajat kejenuhan untuk seluruh simpang, (DS), dihitung sebagai berikut :
DS = Qsmp / C,
Dimana :
Qsmp = arus total (smp/jam) dihitung sebagai berikut : Qsmp = Qkend x Fsmp
Fsmp = faktor smp, dihitung sebagai berikut :
Fsmp (empLV x LV% + empHV x HV% empMC x MC% adalah emp dan komposisi lalu lintas
untuk kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor.
C = Kapasitas smp/jam
2.4.3. Tundaan.
1. Tundaan Lalu Lintas Simpang (DT1).
Tundaan lalu lintas simpang adalah tundaan lalu lintas rata – rata untuk semua
kendaraan bermotor yang masuk simpang. DT, ditentukan dari kurva empiris antara DT,
Clan DS, lihat gambar dibawah :

Gambar 2.8. Tundaan lalu Lintas VS Derajat Kejenuhan (DT1)


Sumber : MKJI (1997)
2. Tundaan Lalu Lintas Rata – Rata Untuk Jalan Major (DTMA).
Tundaan lalu lintas jalan utama adalah tundaan lalu lintas rata – rata semua
kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan utama DT MA ditentukan dari
kurva empiris antara DTMA dan DS.

Gambar 2.9. Tundaan lalu Lintas VS Derajat Kejenuhan DTMA


Sumber : MKJI (1997)
3. Penentuan Tundaan lalu Lintas Jalan Minor (DT).
Tundaan lalu lintas pada jalan minor rata – rata, ditentukan berdasarkan tundaan
simpang rata – rata dan tundaan jalan utama rata – rata.
DTMI = (QTOT x DT1 –QMA x DTMA) / QMI. ………………………......................................(2.2)

4. Tundaan Geometrik Simpang (DG).


Tundaan geometrik simpang adalah tundaan geometrik rata – rata seluruh
kendaraan bermotor yang masuk kedalam simpang atau akibat perlambatan dan
percepatan lalu lintas yang terganggu dan yang tidak terganggu. DG dihitung dari rumus
berikut.
Untuk DS < 1,0
DG = (1-DS) x (PT x 6 + (1-PT)x3)+DSx4(det/smp)…………………………..(2.3)
Untuk DS > 1,0 ; DG = 4
Dimana :
DG = Tundaan geometric simpang
DS = Derajat Kejenuhan
PT = Rasio belok total
5. Tundaan Simpang (D).
Waktu untuk menunggu (Arus Lalu Lintas) akibat pertemuan titik konflik.
Tundaan simpang dihitung sebagai berikut
D = DG + DT1(det/smp) ……………………………………..................................................... (2.4)
Dimana :
DG = Tundaan geometrik simpang.
DT1 = tundaaan lalu lintas simpang.

2.4.4. Peluang Antrian


Peluang antrian dapat ditentukan dari kurva peluang antrian dan derajat kejenuhan
secara empiris.
Gambar 2.10. Rentang Peluang Antrian (QP%) terhadap derajat kejenuhan (DS).
Sumber : MKJI (1997)

2.5.5. Tingkat pelayanan lalu lintas (level of service/LOS)


Tingkat pelayanan lalu lintas adalah kemampuan ruas jalan dan persimpangan untuk
menampung lalu lintas. Dasar penentuannya dengan mendapatkan volume lalu lintas dibagi
dengan kapasitas jalan.
Untuk mengukur kualitas pelayanan ruas jalan adalah dengan menggunakan tingkat
pelayanan (Abubakar, 1997). Parameter kualitas ruas jalan tersebut antara lain adalah
1. Kecepatan;
2. VC ratio, yaitu perbandingan antara volume lalu lintas dengan kapasitas ruas jalan; dan
3. Tingkat pelayanan (level of service/LOS), yaitu kemampuan ruas jalan untuk menampung
lalu lintas dengan tetap memperhatikan faktor kecepatan dan keselamatan.
Untuk menentukan kualitas pelayanan jalan selanjutnya dikategorikan dalam tabel
berikut.
Tabel 2.18. Tingkat Pelayanan Jalan (PM 96 Tahun 2015).
Tingkat
No Karakteristik
Pelayanan
1. Arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan
sekurang – kurangnya 80 (Delapan Puluh) Kilometer per jam.
1 A 2. Kepadatan lalu lintas sangat rendah.
3. Pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkan
tanpa atau dengan sedikit tundaan.
1. Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan
sekurang – kurangnya 70 (tujuh puluh) kilometer per jam.
2. Kepadatan lalu lintas rendah hambatan internal lalu lintas belum
2 B
mempengaruhi kecepatan.
3. Pengemudi masih punya cukup kebebasan untuk memilih
kecepatannya dan lajur jalan yang digunakan.
Tingkat
No Karakteristik
Pelayanan
1. Arus stabil tetapi pergerakan kendaraan dikendalikan oleh volume
lalu lintas yang lebih tinggi dengan kecepatan sekurang-
kurangnya 60 (Enam Puluh) Kilometer per jam.
3 C 2. Kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas
meningkat.
3. Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memulih kecepatan,
pindah lajur atau mendahului.
1. Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan
kecepatan sekurang-kurangnya 50 (Lima Puluh) Kilometer per
jam.
2. Masih ditolelir namun sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi
arus.
4 D 3. Kepadatan lalu lintas sedang namun fluktuasi volume lalu lintas
dan hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan
yang besar.
4. Pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam
menjalankan kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini
masih dapat ditolerir untuk waktu yang singkat.
1. Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas mendekati
kapasitas jalan dan kecepatan sekurang – kurangnya 30 (Tiga
Puluh) kilometer per jam pada jalan antar kota dan sekurang –
kurangnya 10 (sepuluh) kilometer per jam pada jalan perkotaan.
5 E
2. Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas
tinggi.
3. Pengemudi mulai merasakan kemacetan – kemacetan durasi
pendek.
1. Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang dengan
kecepatan kurang dari 30 (Tiga Puluh) kilometer per jam.
2. Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta
6 F
terjadi kemacetan untuk durasi yang cukup lama.
3. Dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0
(nol)
Tabel 2.19. Tingkat Pelayanan Pada Persimpangan
Tingkat
No Karakteristik
Pelayanan
1 A Dengan kondisi tundaan kurang dari 5 detik per kendaraan.
2 B Kondisi tundaan lebih dari 5 detik sampai 15 detik perkendaraan.
Dengan kondisi tundaan antara lebih dari 15 detik sampai 25 detik
3 C
perkendaraan.
Dengan kondisi tundaan lebih dari 25 detik sampai 40 detik
4 D
perkendaraan.
Dengan kondisi tundaan lebih dari 40 detik sampai 60 detik per
5 E
kendaraan.
6 F Dengan kondisi tundaan lebih dari 60 detik per kendaraan.
Sumber : PM 96 Tahun 2015.
2.5.6. Sistem Pengaturan Persimpangan
Berdasarkan buku “Menuju Lalu lintas Angkutan Jalan yang Tertib” yang di terbitkan
oleh Departemen Perhubungan Direktorat Jendral Perhubungan Darat dalam menentukan
jenis pengaturan persimpangan yang haarus digunakan berdasarkan volume lalu lintas masing
– masing kaki persimpangan. Dalam menentukan sistem pengaturan dapat digunakan
pedoman pada gambar berikut :

Gambar 2.1. Pedoman Jenis Pengaturan Persimpangan


Sumber : Dirjen Perhubungan Darat 1996

2.5.7. Analisis U-Turn


Jalan arteri dan jalan kolektor yang mempunyai lajur lebih dari empat dan dua arah
biasanya menggunakan median jalan untuk meningkatkan faktor keselamatan dan waktu
tempuh pengguna jalan. Pada umumnya, kondisi U-Turn selalu dapat dipergunakan untuk
melakukan berputarnya arah kendaraan, akan tetapi ada juga pada lokasi U-Turn yang
dilarang dipergunakan misalnya dengan adanya rambu lalu lintas yang dilengkapi dengan alat
bantu seperti patok besi berantai, seperti pada jalan bebas hambatan yang fungsinya hanya
untuk petugas atau pada saat kendaraan darurat.
Karakteristik umum dari U-Turn yang berpengaruh terhadap perencanaan adalah:
a. Dimensi bukaan U-Turn (panjang dan lebar bukaan).
b. Jarak terdekat dari persimpangan.
c. Jarak terdekat dari signal.
d. Karakteristik lingkungan jalan.
e. Tingkat aktifitas pedestrian.
Median jalan merupakan bagian dari jalan yang tidak dapat dilalui oleh kendaraan
dengan bentuk memanjang sejajar jalan, terletak di sumbu/tengah jalan, dimaksudkan untuk
memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan. Median dapat berbentuk median yang di
tinggikan, median yang diturunkan, atau median datar. Dalam perencanaan median disediakan
pula bukaan median yang memungkinan kendaraan merubah arah kendaraan dengan
melakukan putaran balik (u-turn). Putaran balik (u-turn) merupakan gerak lalu lintas
kendaraan untuk berputar kembali atau berbelok 180°.
Perencanaan lokasi putaran balik harus memperhatikan aspek-aspek perencanaan geometri
jalan dan lalu lintas, yaitu :
1. Fungsi jalan
2. Klasifikasi jalan
3. Lebar median
4. Lebar lajur lalu lintas
5. Lebar bahu jalan
6. Volume lalu lintas per lajur
7. Jumlah kendaraan berputar balik per menit
Putaran balik diizinkan pada lokasi yang memiliki lebar jalan yang cukup untuk
kendaraan melakukan putaran tanpa adanya pelanggaran/kerusakan pada bagian luar
perkerasan. Putaran balik seharusnya tidak diizinkan pada lalu lintas menerus karena dapat
menipada lalu lintas menerus karena dapat menimbulkan dampak pada operasi lalu lintas,
antara lain berkurangnya kecepatan dan kemungkinan kecelakaan.
Pada Pedoman Perencanaan Putar Balik tahun 2005, terdapat beberapa jenis putaran
balik dan persyaratannya dalam hal kriteria lokasi dan tata guna lahan seperti pada Tabel 3.33.
Tabel 2.20. Jenis Putaran Balik Serta Persyaratannya
Tata Guna
Jenis Putaran Balik Kriteria Lokasi
Lahan
- Lebar median memenuhi Jalan arteri
kriteria lebar median ideal sekunder
- Volume lalu lintas pada Daerah jalan
jalur a dan jalur b tinggi antar kota
Putaran Balik di Tengah Ruas
- Frekuensi perputaran < 3
dengan Lebar Median Ideal
perputaran/menit
- Lebar median memenuhi
kriteria lebar median ideal
- Volume lalu lintas pada
Putaran Balik di Tengah Ruas jalur a sangat tinggi dan
Tata Guna
Jenis Putaran Balik Kriteria Lokasi
Lahan
dengan Gerakan Putaran Balik
jalur b tinggi
dari Lajur Dalam ke Lajur Dalam
- Frekuensi perputaran > 3
Jalur Lawan dengan Penambahan
- perputaran/menit
Lajur Khusus.
- Lebar median memenuhi
kriteria lebar median
dengan gerakan putaran
balik dari lajur dalam ke
lajur kedua jalur lawan
Putaran Balik di Tengah Ruas
- Volume lalu lintas pada
dengan Gerakan Putaran Balik
jalur a dan jalur b sedang
dari Lajur Dalam ke Lajur Kedua
- Frekuensi perputaran < 3
Jalur Lawan
- perputaran/menit
- Lebar median memenuhi
kriteria lebar median
dengan gerakan putaran Daerah
balik dari lajur dalam ke perkotaan
bahu jalan (4/2D) atau dengan
lajur ketiga (6/2D) jalur aktivitas umum
Putaran Balik di Tengah Ruas
lawan (Rumah Sakit,
dengan Gerakan Putaran Balik
- Volume lalu lintas pada perkantoran,
dari Lajur Dalam ke Bahu Jalan
jalur a tinggi dan jalur b perdagangan,
(4/2D) atau Lajur Ketiga (6/2D)
rendah sampai sedang sekolah,
Jalur Lawan
- Frekuensi perputaran < 3 jalan akses
perputaran/menit. permukiman)

- Lebar median memenuhi


kriteria lebar median
dengan gerakan putaran
balik dari lajur dalam ke
Putaran Balik di Tengah Ruas lajur kedua jalur lawan
dengan - Volume lalu lintas pada
Gerakan Putaran Balik dari Lajur jalur a dan jalur b sedang
Dalam ke Lajur Kedua Jalur - Frekuensi perputaran > 3
Lawan - perputaran/menit
dengan Penambahan Jalur Khusus
Keterangan:
Volume lalu lintas tinggi : rata volume lalu lintas/lajur > 900 smp/jam/lajur
Volume lalu lintas sedang : rata volume lalu lintas/lajur 300-900 smp/jam/lajur
Volume lalu lintas rendah : rata volume lalu lintas/lajur < 300 smp/jam/lajur
Sumber : Pedoman Perencanaan Putar Balik, 2005
Bukaan median diperlukan untuk mencapai keseimbangan seperti:
a. Mengoptimasikan akses setempat dan memperkecil gerakan kendaraan yang melakukan U-
Turn oleh penyediaan bukaan-bukaan median dengan jarak relatif dekat.
b. Memperkecil gangguan terhadap arus lalu lintas menerus dengan membuat jarak yang
cukup panjang diantara bukaan median.
Dengan tercapainya keseimbangan bukaan median maka dapat mengurangi gangguan
terhadap arus lalu lintas menerus yang disebabkan oleh bukaan median pada persimpangan
kondisi ruas jalan yang benar-benar diperlukan adanya bukaan median.
Menurut tipe pergerakannya U-Turn dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: U-Turn tunggal, U-
Turn Ganda, dan U-Turn Multipel. Tetapi dalam pembatasan masalah studi telah dibatasi,
hanya gerakan U-Turn tunggal yang akan diteliti.

Gambar 2.2. Tipe Pergerakan U-Turn


2.5.8. Perencanaan Putar Balik (U-Turn)
Dalam perencanaan lokasi putaran balik harus memperhatikan beberapa aspek
perencanaan geometrik dan lalu lintas. Ketentuan umum dari lokasi u-turn yang
berpengaruh terhadap perencanaan seperti dalam Pedoman Perencanaan Putaran Balik
Tahun 2005 adalah :
a. Fungsi dan klasifikasi jalan
Fungsi dan klasifikasi jalan di sekitar area fasilitas putaran balik akan mempengaruhi
volume dan pemanfaatan fasilitas putaran balik. Perencanaan putaran balik yang tidak
sesuai dengan fungsi dan klasifikasi jalan, harus dilengkapi dengan studi khusus yang
mengantisipasi kemungkinan dampak lalu lintas yang akan timbul.
b. Dimensi kendaraan rencana
Persyaratan bukaan median disesuaikan dengan dimensi kendaraan yang direncanakan
akan melalui fasilitas tersebut. Dimensi kendaraan rencana dapat dilihat pada Tabel 3.34

Tabel 2.21. Dimensi Kendaraan Rencana untuk Jalan Perkotaan


Kendaraan Dimensi Kendaraan (m) Radius Putar(m)
Rencana Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang
Kendaraan
1,3 2,1 5,8 4,2 7,3
Kecil
Kendaraan
4,1 2,6 12,1 7,4 12,8
Sedang
Kendaraan
4,1 2,6 21 2,9 14,0
Berat
Sumber : PPPB, 2005

Persyaratan bukaan median di sajikan dalam gambar berikut.

Gambar 2.3. Persyaratan Bukaan Median.


Tabel 2.22. Persyaratan Bukaan Median
Kendaraan Rencana L (m)
Kendaraan Kecil 4,5
Kendaraan Sedang *) 5,5
Kendaraan Berat 12
*) Untuk jalan perkotaan
c. Dimensi bukaan u-turn (panjang dan lebar bukaan)
Bukaan median perlu direncanakan agar efektif dalam penggunaannya termasuk
mempertimbangkan lebar jalan untuk kendaraan rencana melakukan putaran balik tanpa
adanya pelanggaran/kerusakan pada bagian luar perkerasan. Lebar bukaan median ideal
berdasarkan lebar lajur dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 2.23. Lebar Bukaan Median Ideal Berdasarkan Lebar Lajur dan Dimensi Kendaraan
Kend. Kend. Kend.
Kecil Sedang Besar
Lebar
Panjang Kend. Rencana
Jenis Putaran Lajur
5,8 m 12,1 m 21 m
(m)
Lebar Bukaan Median
Ideal
3,5 8,0 18,5 20,0

3 8,5 19,0 21,0

2,75 9,0 19,5 21,5

2.5.9. Penempatan U-Turn di Ruas Jalan


Kendaraan yang melakukan U-Turn harus menunggu antrian, maka perencanaan
bukaan median yang akan digunakan untuk kendaraan yang akan melakukan U-Turn berada
pada lokasi sebagai berikut:
a. Lokasi bukaan median pada ruas jalan hanya untuk kendaraan penting yang melakukan
U-Turn, seperti bukaan median di jalan tol yang digunakan hanya untuk petugas jalan tol
atau saat keadaan yang darurat.
b. Lokasi bukaan median pada ruas jalan hanya untuk sepeda motor dikarenakan lokasi
bukaan median yang kecil untuk mengurangi gangguan terhadap kendaraan lainnya.
c. Lokasi bukaan median pada ruas jalan hanya untuk kondisi arus lalu lintas tinggi,
dikarenakan lokasi bukaan median tersebut berdekatan dengan perkotaan, bangunan
sekolah dan tempat lainnya.
d. Lokasi bukaan median pada ruas jalan yang dapat mempermudah kendaraan yang akan
melakukan U-Turn, sehingga pada saat kendaraan melakukan U-Turn tidak menganggu
kendaraan lainnya.
e. Lokasi bukaan median yang satu dengan lokasi bukaan median yang lain berjarak 400
m-800 m atau tergantung dan letak disekitar ruas jalan tersebut.
Selain itu juga, penempatan bukaan median menurut pedoman perencanaan median
jalan dari Dep. Kimpraswil Pd T-17-2004-B, maka ketentuan bukaan median sebagai
berikut:
a. Lokasi bukaan median diluar kota, maka jarak bukaan median yang satu dengan lokasi
bukaan median yang lain berada pada ruas jalan berjarak 3-5 km dengan lebar bukaan
median 4-7 m.
b. Lokasi bukaan median diperkotaan, maka jarak bukaan median yang satu dengan lokasi
bukaan median yang lain berada pada ruas jalan berjarak 0,5-2,5 km dengan lebar bukaan
4 m.

Dalam pergerakan U-Turn di lokasi persimpangan bersinyal dan tidak bersinyal yang
ditandai rambu lalu lintas U-Turn yang terletak sebelum ujung simpang, maka terjadinya
pergerakan U-Turn pada simpang bersinyal saat lampu berwarna hijau atau pada simpang
tidak bersinyal kendaraan langsung U-Turn. Akan tetapi dengan adanya rambu lalu lintas U-
Turn di persimpangan mengakibatkan gangguan bagi kendaraan yang tidak akan melakukan
U-Turn, sehingga secara normal dalam melakukan U-Turn diusahakan tidak berada pada
lokasi persimpangan, karena mempengaruhi terhadap waktu tempuh perjalanan kendaraan.

2.5.10. Besaran Radius Putar Kendaraan


Masing – masing kendaraan dengan dimensi yang berbeda, akan membutuhkan
besaran radius yang berbeda untuk berbelok. Semakin panjang kendaraan, maka akan
semakin besar radius putar yang dibutuhkan oleh kendaraan agar dapat berbelok tanpa
hambatan. Berikut ini adalah tabel tentang besaran radius putar.
Tabel 2.24. Besaran Radius Putar Kendaraan

Sumber : Tata cara perencanaan geometrik jalan antar kotaii038/TBM/1997,


Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga
Gambar 2.4. Radius Putar Kendaran Kecil

Sumber : Tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota


i038/TBM/1997, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral
Bina Marga

Gambar 2.5. Radius Putar Kendaran Sedang


Sumber : Tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota i038/TBM/1997,
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga

Gambar 2.6. Radius Putar Kendaran Besar


Sumber : Tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota i038/TBM/1997, Departemen
Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga.

2.6. Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu merupakan suatu penentuan posisi penelitian yang akan
dilakukan saat ini, yang dapat ditinjau dari ide dasar penelitian dan perbandingan dari
penelitian lainnya yang sejenis. Penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya yang mendekati penelitian saya lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel
2.38
No Nama Peneliti Tahun Judul Tujuan Variabel Metodologi Hasil
1. Josef Sumajouw 2013 Analisis Dampak 1. Menginventarisasi data 1. Andalalin, 1. Inventarisasi Hasil dari
Lalu Lintas petak parkir di luar badan 2. Tataguna lahan kebutuhan data. penelitian ini
(ANDALALIN) jalan (off street parking) 3. Pengembangan 2. Survey analisis dampak
Kawasan Kampus mobil dan sepeda motor di kawasan Pengumpulan Data lalu lintas dari
Universitas SAM Universitas Sam Ratulangi. 4. Jaringan (Data Primer dan Data karakteristik lalu
Ratulangi 2. Model regresi hubungan transportasi. Sekunder). lintas seperti
antara Jumlah tarikan ke 3. Analisis Tarikan kecepatan,
Kampus Universitas Sam Lalu Lintas dan volume, hingga
Ratulangi. Analisis Lalu Lintas kapasitas parkir.
3. Mengukur kinerja lalu Sistem Jaringan.
lintas pada ruas jalan yang 4. Analisis Dampak
diperkirakan terpengaruh oleh Lalu Lintas (Analisis
adanya Kampus Universitas kinerja jaringan dan
Sam Ratulangi. ruas jaringan jalan
4. Memberikan solusi-solusi Kawasan kampus
penanganan yang mungkin universitas SAM
dilakukan untuk mengatasi Ratulangi.
masalah-masalah lalu-lintas
yang terjadi di jalan sekitar
Kampus Universitas Sam
Ratulangi.
2. Sukma Larastiti 2015 Kinerja Analisis Untuk mengetahui Andalalin, 1. Penelitian ini
Dampak Lalu bagaimana kondisi andalalin Kebijakan, menggunakan empat
Lintas yang telah Kinerja, Kota, sampel dokumen
(ANDALALIN) di diimplementasikan selama ini dan Lalu Lintas Andalalin yang telah
Kota Surakarta disetujui oleh
Pemerintah Kota
Surakarta.
2. Untuk mengetahui
kinerja Andalalin, maka
dilakukan pemeriksaan
terhadap kelengkapan
dokumen Andalalin
secara yuridis dan
teknis terhadap
pedoman yang ada;
pengujia kinerja lalu
lintas di kawasan studi
dibandingkan dengan
analisis kinerja dalam
dokumen.
3. Perbandingan kinerja
lalu lintas dilakukan
untuk mengetahui
kondisi lalu lintas
sebelum ada
pembangunan, saat
operasional, proyeksi
kinerja di masa yang
akan datang.
3

Anda mungkin juga menyukai