Anda di halaman 1dari 10

Gama Ihatra ; Perjalanan Di Dunia Ini

Sudah pukul tiga dini hari di Yogyakarta,ia duduk dijembatan kota Yogyakarta
dan menatapi langit – langit diatas yang gemelintang indah.Kehidupan menjadi seorang
mahasiswa kesenian adalah hal yang seni didalam hidupku.Ini adalah kisah seorang perempuan
yang beranjak dewasa yang memasuki Fakultas ISI(Institut Seni Indonesia).Narshita Dianara ia
biasa dipanggil Nara, ia adalah seorang anak perempuan yang hidup sendirian di Yogyakarta
alias merantau.Disini ia mengambil jurusan Film dan Televisi(Jenjang Sarjana).Ia mempunyai
kelompok untuk jurusan tersebut,di sore hari dengan senja Anindya nan dikara kami masih
berdiam lama di Studio yang hampa ini dengan mengambil video untuk film kami yang berjudul
“Laut Bercerita”.

“Hei Nara!, lo udah cari sound buat durasi yang ke 3 menit belum?” tanya
Alvine,teman Nara.

“Oh udah kok ini tinggal diekspor aja sih” ucap Nara yang sedang termenung
lesu.

“Alvin! Objek selanjutnya situasi dalam senja tolong lightningnya diatur!


Jangan ngobrol aja fokus dong!” ucap Giantara dengan raut wajah yang tampak emosi.

“Maaf gian! ,akan kuatur sekarang”. Ucap Alvine.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 8 malam,karena sudah malam Narshita


memutuskan untuk pulang, ia mengemas barang barangnya, ia dan teman temannya Kembali
pulang kerumahnya masing masing.Saat sudah sampai di apartemen serta mengambil segelas
cangkir kopi dan duduk mendekati perapian hangat dan menatapi langit gelap gulita yang
diterangi oleh bintang yang i seperti permata, ia berjalan ke kamarnya untuk merebahkan seluruh
badannya saat ia menghembuskan nafas tertiba notifikasi hp muncul.

“Guys! Deadline filmnya lagi 2 hari kita harus mulai ngedit besok!” ucap
Giantara di grup chat.

“kita besok ke studio pagi dong?, ahh penatnya..” ucap Alvine.

“okeoke guys,besok pagi jam 5 kurang kita semua udah harus di studio.” Ucap
Nara.
Setelah chat di grup tersebut,ia mematikan ponselnya dan menutup kedua netranya untuk
beristirahat.Pada subuh hari ia terbangun dan membuka kedua netranya lalu ia teringat ia harus
bergegas pergi ke studio.Sesampainya di studio,teman teman yang lain sudah datang lebih awal.

“Nar lo gapapa kan?” ucap Giantara melihat wajah lesu Nara.

“Ahh.. gapapa kok gue aman” ucap Nara.

Setelah saat semuanya selesai.Saatnya ekspor video dan mengirimkannya ke Dosen karena
deadline sudah dekat.Kala swastamita kembali hilang dan tergantikan malam,malam yang Lara
ini aku menatapi bunga mawar pekatku di samping jendela begitu berjuta juta bintang dilangit
berkilau seperti pertama.Keesokan harinya ia mengajak teman temannya pergi ke pantai,dibawah
arutala senja anindya.

Di sore hari yang indah ini kami menatapi laut biru yang sandykala nan
dikara.Kami berbincang riang,mendengar suara ombak disana kemari dengan angin laut yang
berhembuskan sejuk.Lewati awan dan angkasa tak berbayang ia tak sadar ternyata kita sudah
selama ini menjadi teman,Alvine menatapi sepasang netra yang indah didepannya,Nara tertawa
sembari bercanda dengan Giantara.

“Rumah, ku pulang, ternyata ada di sini.Salah satu dari kita jangan sampai hilang
ya!” ucap Giantara dengan wajah tersenyum riang sembari tertawa kecil.

“Apasi lo ga mungkin lah hahaha!” ucap Alvine dengan tertawa riang.

“Ga mungkin banget lah aneh banget si lo Gian!” ucap Nara sambil bercanda gurau
dengan menepuk bahu Gian pelan.

Hari – hari telah berlalu.Paginya ia berjalan ditepian kota mendengar kicau burung dipagi hari
untuk menuju ke Fakultas.Dan Dosen film kami diterima,dengan pengumuman tersebut kami
serentak menangis terharu bersama sama.Di kemudian bulan depan kami merencanakan untuk
pergi berlibur ke Banda Neira.Karena kami sudah mendapatkan libur musim panas kami
memutuskan untuk pergi liburan bersama sama.Pada malam harinya Nara beraktivitas seperti
biasa didalam apartemennya,ia duduk di sofa yang hangat nan lembut sembari menyelimuti
punggungnya dan membuka komputernya untuk memindahkan tugas – tugasnya kedalam folder
yang baru.Lalu tertiba ponselnya berdering dan Nara sentak kaget.
“Ngapain Alvine call gue malam jam segini dah?” ucap Nara dengan raut wajah
kebingungan dan mengangkat ponselnya yang berdering.

“Halo Alvine,kenapa telpon gue malem begini?” ucap Nara dengan nada
kebingungan dan sedikit emosional karena ia sedang fokus dengan tugasnya.

“Sorry Nar,gue ga bermaksut ganggu lo, gue cuman mau ngajak lo jalan
hehe,bantuin gue cari baju buat liburan nanti” ucap Alvine.

“Ohh hahaha,iya siapp gue bakal bantuin cari,besok jam 1 siang ya Alvin.” ucap
Nara.

“Oke siap makasi Nar!” ucap Alvine dan menutup telponnya.

Nara melanjutkan tugas – tugasnya.Dan setelah semua aktivitasnya selesai ia memasuki


kamarnya dan pergi ke teras.Lalu Ia menyiram bunga mawar putihnya yang tumbuh segar.

“Tumbuhlah bungaku.Tumbuhlah sampai akhir hayat menjemputku.” Ucap Nara


menyiram dan merawat bunga kesayangannya.

Keesokan harinya.Siang hari telah tiba,Nara berjalan dengan Alvine untuk pergi
mencari baju untuk liburan ini,sembari berbincang tentang the next project untuk tugas Fakultas
tersebut.

“Untuk project film selanjutnya,kayanya gue belum ada bayangan sih,nanti diskusi
sama Gian aja” ucap Nara.

“Iya juga ya,btw lo kemarin ngapain malem malem masih online?” ucap Alvine
dengan nada kebingungan.

“Ohh, gue nyiram mawar kesayanganku hehe itu mawar biar hidup sampe akhir
hayat jemput gue sih,sayang kalo gak dirawat soalnya pemberian Ibu hehe” ucap Nara.
Alvine seketika teringat apa yang disukai oleh Narshita.
Alvine melanjutkan perjalanan dengan Nara untuk pergi ke toko yang menjual pakaian dengan
lengkap, Sesampainya di toko Alvine menyuruh Nara untuk duduk terlebih dahulu karena ia akan
memilih baju serta pakaian – pakaian yang lainnya untuk dibawa pergi liburan.Di sisi lain Nara
sedang dalam kondisi tidak memungkinkan alias sakit.Dengan wajahnya yang lesu ia
memaksakan untuk terlihat baik baik saja didepan semua orang.

“Nar gue udah selesai beli nih,yuk kita jalan ke pantai dulu gimana? Sebelum lagi 3
hari berangkat ke Banda Neira” ucap Alvine.

“Ayo!!,gue suka banget sama pantai!”

Saat mereka berdua hendak pergi ke dalam mobil Alvine,tertiba Giantara melihat dan
sedikit kesal dan cemburu, didalam benak Giantara “Kok gue gak diajak ya?.Mana sama Nara
lagi!” ,Lalu Giantara pergi meninggalkan mereka berdua dengan raut wajah emosi dan
melanjutkan tujuan yang ingin dia tuju.Setelah itu Nara dan Alvine pun sampai di Pantai.Mereka
duduk ditepian pesisir pantai dengan meminum secangkir gelas the dan kopi.

“Kok lo pengen pergi ke Banda Neira,padahal ke Jepang juga bisa hahaha” ucap
Alvine.

“Sejujurnya.. gue pengen ke Banda Neira sebelum gue jadi debu sih hahaha!, Banda
Neira adalah salah satu cita cita gue sih, gue pengen liat kota – kotanya yang indah.” ucap Nara.

“Jangan ngomong gitu lo,umur masi Panjang” ucap Alvine.

Dan mereka melanjutkan perbincangan – perbincangannya.Malam hari tiba Alvine mengantarkan


Nara untuk Kembali ke apartemennya.

“Thanks ya vin!, hati hati dijalan” ucap Nara tersenyum menatap surai Alvine.

“Iyaa,kalo ada apa apa kabarin gue ya” ucap Alvine.

“Hahaha bisa aja lo” ucap Nara dan memasuki apartemennya.

Saat Nara merebahkan seluruh badannya ia tidak lupa untuk menyiram bunga
kesayangannya.Mawar putih.Tertiba ada notifikasi di ponsel Nara yaitu Dosen memberitahukan
akan ada tugas selanjutnya yang akan dinilai Kembali.Nara hanya membaca pesan yang
diberikan Dosen dan tertiba jantungnya sakit seketika dan berdetak sangat kencang, ia
memegang dadanya yang sakit dan jatuh dari tempat duduknya.Ia hanya bisa mengambil nafas
dalam dalam dan merangkak mengambil obat – obatannya yang ada di laci.Ia langsung
meminum obat tersebut dan menghembuskan nafasnya dengan pelan.
“Aduh.. kayanya gue kumat lagi,gue mau kontrol ke dokter tapi besok ada kegiatan
mau ke studio buat edit voice over filmnya..” ucap Nara dengan wajah lesu tidak berenergi dan
memutuskan untuk berbaring di sofa dengan wajah yang lusuh.

Pagi harinya, Nara membuka kedua matanya dengan melihat sekitar dan membangunkan
tubuhnya dengan posisi duduk sembari memegang dadanya.Ia merasakan sedikit sakit di
dadanya dan mencoba untuk menghiraukannya.Ia pergi keluar dari apartemennya dan menghirup
udara segar dan melihat ke jendela apartemennya untuk melihat bunga mawar putih yang
dahayu,kesayangannya.Ia berjalan ke studio dan sesampainya di studio,ia mendengarkan suara
seseorang berkelahi.Dan tidak disangka Nara kaget melihat Giantara dan Alvine yang sedang
berkelahi.Ini adalah ekspetasi yang tidak diinginkan selama kami berteman.

“GIAN! ALVIN! LO BERDUA NGAPAIN SAMPE BABAK BELUR BEGINI!?”


ucap Nara sembari memisahkan mereka berdua.

“Ini cuma salah paham doang! gue sama Nara cuman minta tolong temenin dan
bantuin gue milih baju buat berangkat besok! gue gak ada apa apa sama dia!!” ucap Alvine
sembari menahan emosinya.

“AH BOHONG LO SEMUA,LO SAMA NARA PACARAN KAN!? JADI DISINI


GUE POSISINYA APA!??”

“Gian udah.. gue sama Alvine Cuma temen.., kita semua ini temen baik gian.. kita dari
SMA lho..,kalian berdua ikut gue di studio biar gue obtain kalian berdua.Gue gamau ada
pertengkaran lagi apalagi sampe darah berjatuhan begini.Ikut gue sekarang.” ucap Nara menarik
pergelangan tangan Giantara dan Alvine dan bergegas masuk ke dalam studio.Sembari menahan
sakit yang tak karuan di dadanya.

Nara mengobati luka teman – temannya dan ia mengomel seperti layaknya seorang ibu yang
memarahi anak anaknya.

“Haduhh kalian ini udah gede masa gabisa nerima satu sama lain,mana gabisa
nunggu klarifikasi kalian emang pantas dibilang bodoh,lain kali kalo kalian bikin rusuh kaya gini
lagi, gue ga segan – segan ninggalin kalian berdua dan gak akan mau punya urusan sama 2 orang
bodoh gini,muak gue muak.” ucap Nara dengan kesal yang menatapi mata Giantara dan Alvine
satu persatu.

“Maaf Narshita Dianara,gue salah seharusnya gue info ke Gian tapi gue lupa infoin
ke Gian,gue serius” ucap Alvine dengan raut wajah merasa bersalah atas kesalahannya.

“Gue juga minta maaf tapi gue ga terima Nara dibawa tanpa ngajak gue,gue
kemarin juga beli pakaian buat besok kenapa ga chat di grup coba?” ucap Giantara dengan nada
yang kesal.

“Udah astaga,kepala gue pening dengerin kalian ribut,mending kalian sekarang


pulang kerumah masing – masing,istirahat dan siapkan barang buat besok berangkat,oke guys?”

“Lah lo sendiri ga pulang Nar?” ucap Alvine dengan raut wajah kebingungan.

“Gue mau ngedit voice over buat film kita kemarin” ucap Nara.

“Ohh,yauda deh gue tinggal dulu ya kalo ada apa apa info ke gue ya Nar” ucap
Alvine sembari menggarukkan kepalanya.

“Perhatian amat lo ama gue hahaha” ucap Nara dengan tertawa kecil sembari
bercanda gurau dengan Alvine.

Situasi yang awalnya seperti canggung,diluluhkan dengan candaan riang gembira.Giantara dan
Alvine pulang setelah berpamitan dengan Nara,Nara melanjutkan tugas yang ia harus selesaikan
di studio.Sampai matahari terbenam tugas Nara pun selesai.Ia merapikan barang – barang yang
ada di studio untuk next project bersama teman – temannya.Ia keluar dari studio dan mengunci
studionya,diperjalanan menuju apartemennya ia merasakan sesak nafas tertiba,ditengah jalan ini
ia hanya bisa berjalan lurus kedepan mengikuti alur kakinya, nyeri dada pun muncul dan ia
hanya bisa berjalan lurus tidak tahu arah kemana yang dia tuju sebenarnya.

Nara menuju ke sebuah Lorong dimana Lorong itu sangat sepi,dimana Lorong itu berada
dibawah jembatan rel kereta api.Ia tidak kuat dengan sesak nafasnya dan nyeri di dadanya,ia
hanya bisa menepuk pelan dadanya menggunakan dua tangan agar nyeri ini hilang.Ia bersender
di dinding jembatan tersebut dan mulai lah detak jantungnya berdetak dengan tempo yang tidak
bisa ditebak alias cepat.Ia sudah lemas dan tidak bisa bersender lebih lama lagi, ia ingin
mengambil ponselnya tetapi sangat cukup terlambat dan disayangkan.Ia tergeletak ditanah dan
diposisi tersebut ponselnya menghubungi Alvine dan Giantara.Kelopak bunga mawar putih
kesayangannya satu persatu jatuh dan mulai sedikit layu.Pada kabarnya dimalam hari tiba derai
hujan gerimis yang membasahi semua tubuh seorang perempuan dibawah Lorong jembatan
gelap nan gulita.Di sisi lain Giantara menyibukkan diri dengan menyiapkan persiapan untuk
berangkat ke bandara di esok harinya dan memutuskan mematikan daya ponselnya agar ia tidak
diganggu oleh siapa pun itu.Di sisi lainnya yang terang Alvine mencoba menghubungi Nara terus
menerus sampai 20 panggilan tertolak.Ia berusaha agar memastikan bahwa Nara sedang baik –
baik saja.Sebegitu sayangnya ia dengan sosok perempuan yang dahayu, Narshita.Ia memutuskan
untuk mencari Narshita keliling Kota sampai pada akhirnya ia mengingat suatu pesan yang Nara
pernah sampaikan kepada Alvine dan Giantara. ‘Kalo cari gue,cari aja dijembatan dan pantai’
ucap nara.Alvine bergegas menuju ke jembatan karena itulah tempat yang sering dikunjungi
Nara, sesampainya dijembatan ia melihat kanan kiri dan pada akhirnya ia melihat kebawah
jembatan.Ia melihat sosok Wanita dengan rambut terurai dan bajunya yang sama persis dengan
Narshita.Alvine berlari dengan sangat cepat menuju turun ke Lorong jembatan dan menghampiri
apa yang ia lihat saat itu.

“NAR! Ini gue.. Alvine nar ayo bangun nar jangan pergi ninggalin gue dengan waktu
yang singkat gini nar..” ucap Alvine.

Air mata yang satu persatu percikan air mata yang deras seperti lautan muncul,tangisan Alvine
dibawah langit – langit yang mendung dengan derai hujan gerimis yang turun membasuhi Alvine
dan Narshita.Dalam situasi seperti ini Alvine langsung membuat keputusan untuk pergi
membawa Nara ke rumah sakit.Ia berlari sekencang mungkin untuk menuju kerumah sakit, tanpa
ada rasa keberatan ia menyayangi Nara sepenuh hati hidupnya.Saat sesampainya di rumah sakit
Nara dibawa larikan ke ruangan yang khusus untuk menangani sakitnya. Hidupku hancur hanya
dalam beberapa menit. oleh Nara tempatku bercerita ia adalah teman baikku dari SMA sampai
memasuki fakultas ISI bersama – sama dan situasi seperti ini membuatku sangat lemas di tempat.
Di perjalanan pulang menuju rumah, ponsel ku bergetar. Setelah kulihat, ternyata pesan dari
Dokter. Isi pesan itu ialah pemberitahuan bahwa temanku Narshita Dianara butuh donoran
jantung untuk jantungnya sendiri . Aku semakin lemas dan hampir tubuhku jatuh ke jalan jika
tidak ada pohon untuk bersandar. Hidupku hari ini sangat dikagetkan dengan hal-hal yang
mendadak.Segera aku pergi menuju rumah sakit dengan mobil aku mentancapkan gas dengan
tinggi. Kulayangkan pandangan ke tepi jalan. Mobil-mobil bergerak dengan cepat, serupa
hidupku yang bergerak dengan cepat, tapi sakitnya terasa sangat menyayat.Ia pun menangis
tanpa tiada, tangisannya yang tidak bisa dihentikan membuat ia hari ini begitu depresi berat. Aku
bertemu dengan Dokter dan menyetujui Alvine yang akan mendonorkan jantung untuk Nara.
Alvine memberitahukan kepada Dokter untuk tidak memberi tahu kepada Nara.

“Selamat tinggal nara,bacalah suratku untuk terakhir kalinya.” ucap Alvine menyelipkan
surat di bawah bantal Nara.
Setelah operasi selesai lancar dan tuntas semua,Nara membuka sepasang netranya perlahan dan
melihat sekitar.

“Sus,yang mendonorkan jantung untuk saya siapa ya?” ucap Nara dengan kebingungan
dan sedikit panik.

“Saya juga kurang tau mbak” ucap perawat tersebut denga nisi didalam benaknya ‘maaf
saya tidak jujur kepadamu mbak’.

Nara hanya bisa terdiam dan melanjutkan tidurnya,setelah beberapa hari tinggal di rumah sakit
tersebut ia tersadar bahwa ia melewatkan untuk pergi ke bandara .Di sisi lain ia kebingungan dan
bertanya - tanya siapa yang membawa ia kemari?,siapa yang membiayainya?,siapa yang
mendonorkan jantungnya untukku?. Ia terlihat kebingungan, pada siang harinya ia diizinkan
untuk pulang. Ia bergegas pergi menuju ke apartemennya dan ia merasakan ada yang janggal
dilehernya, ia mengambil sebuah surat yang ada didalam lehernya untuk dibawa masuk kedalam
apartemennya.Ia masuk kedalam aprtemennya dan mengambil barang – barang untuk dibawa
pergi ke bandara tetapi saat ia hendak pergi menuju bandara ia membuka suratnya terlebih
dahulu,dan tidak disangka isinya membuat Nara syok dan jatuh tergeletak dilantai dengan posisi
duduk,menangis dengan derasnya seperti hujan.Air mata yang langsung berjatuhan dilantai
membasahi isi surat tersebut.

‘Padamu yang sedang tertawa lepas ditumpukan awan – awan Aku yang tak sempat kau
rindukan sebab rasa lebih dulu kau palingkan, Ada dua ekor burung yang tengah sibuk bermain
dan bermesraan, Sembari menelanjangi masa lalu bersamaan, Daun-daun bergumam tentang
apakah itu sebuah keharusan, Tentang aku yang terpana terpaku pada senyumanMenjadikan
tempat persembunyian dari duka kesedihan. Pada hari kematianku,
Tuhan akan membuat matamu sayu atas penyesalan,

Teman-teman akan menebarkan cahaya dari lisan - lisanTeman-teman akan melantunkan doa
untuk menghiburku.

Dan jauh setelah hari kematianku Kau akan menemukan aku telah mengisahkan indah matamu

Yang tak pernah kau jamah sedalam apapun Nar, Dan jauh setelah hari kematianku,

Kau akan menemukan aku abadi, bersama Alvine Satya.’

Ia bergegas pergi menggunakan pakaian serba hitam menuju makam temannya, Alvine. Saat
sesampainya di makam tersebut ia sudah melihat Giantara duduk menatapi batu nisan yang
bertuliskan Alvine Satya.Nara berjalan dengan sekujur air matanya yang mengalir mendekati
Giantara.Narshita memeluk Giantara dengan erat dan membasahi pakaian Giantara dengan air

“Gian.. Alvine rela berkorban buat gue hanya demi seorang perempuan sakit-sakit an
seperti gue?.. Gian..” ucap Nara yang memegang batu nisan temannya dan meneteskan air mata
terus menerus.

“Alvine sayang lo nar,sayang kita semua.Gue anggep kalian sodara kandung gue sendiri”
ucap gian dengan kedua netranya yang mengeluarkan air mata.

Giantara mengajarkanku untuk menerima segala hal yang terjadi dan melanjutkan hidup.
Karena itulah satu-satunya alasan bertahan di dunia yang sendu ini.Nara dan Giantara hanya bisa
menerima temannya disisi lain. Kami menaburi bunga untuk terakhir kalinya kepada
Alvine.Nara mengambil setangkai bunga mawar putih kesayangannya untuk diberikan kepada
Alvin. Ia menaruhnya diatas bunga – bunga yang ditaburkan tadi. Ia rela memotong bunga
mawar putihnya karena teman yang ia sayangi telah hilang dalam waktu yang singkat ini.Nara
hanya bisa syok dengan atas kejadian yang ia alami. Nara kali ini merantau dengan melanjutkan
tugas project filmnya dengan Giantara, Ia hanya bisa menerima apa yang telah terjadi di hari –
hari kemudian. Dengan memajang foto kami bertiga dengan latar dipantai dengan Alvine.Kami
akan mengenang selalu teman baik kami. Diawali dengan kenangan manis, diakhiri dengan
pahitnya menerima kehidupan ini.
Terima Kasih, Alvine Satya.

Anda mungkin juga menyukai