Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KETEKNIKAN

DISUSUN OLEH :
Nama : FAHRIAN
Nim : 09320230087
Kelas : C3

Mata Kuliah : DASAR-DASAR REKAYASA DAN DESAIN


Dosen : Ir. Alam Budiman Thamsi, S.T., M.T., IPP.

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
2023
Karakterisasi Geokimia Pasir Silika
Keberadaan pasir silika di daerah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pendapatan
baru, baik bagi masyarakat setempat maupun bagi pendapatan asli daerah. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui komposisi geokimia pasir silika di daerah Sidenreng Rappang
dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dan X-Ray Fluorescence (XRF). Metode
penelitian dilakukan dengan menggabungkan penelitian kualitatif dengan penelitian induktif,
yaitu menggabungkan data lapangan dan data analisis laboratorium. Tahap studi literatur terlebih
dahulu dilakukan sebelum tahap pengambilan data lapangan dan tahap analisis laboratorium
sehingga diperoleh kesimpulan dari hasil ketiga analisis tersebut. Berdasarkan hasil analisa XRD
sampel, rata-rata kandungan mineral pembawa SiO2 meliputi mineral kuarsa (Bakri, 2023).
Salah satu komoditas potensial yang patut mendapat perhatian adalah pasir kuarsa atau
pasir silika. Pasir silika merupakan salah satu bahan mineral yang keberadaannya di alam sangat
melimpah dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi. Pasir kuarsa merupakan bahan galian
yang terdiri dari kristal silika (SiO 2) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama
proses pengendapan. Pasir kuarsa yang juga dikenal sebagai pasir putih merupakan hasil
pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti kuarsa dan feldspar.
Komoditas ini memiliki manfaat yang sangat dibutuhkan oleh dunia industri modern.
Sejumlah pengusaha dari China, Korea Selatan dan India yang bergerak di bidang industri
pengolahan mineral akhir-akhir ini sedang gencar-gencarnya memburu pasir yang satu ini di
beberapa daerah di Indonesia. Penggunaan pasir kuarsa banyak digunakan pada industri semen,
kaca, pengecoran baja, keramik dan lain-lain. Dapat diperkirakan kebutuhan pasir kuarsa akan
terus meningkat sesuai dengan pertumbuhan industri-industri di atas. Cadangan pasir kuarsa
terbesar terdapat di Sumatera Barat, potensi lainnya terdapat di Kalimantan Barat, Jawa Barat,
Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Pulau Bangka dan Belitung serta Pulau Sulawesi.
Di daerah Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, terdapat deposit pasir silika yang
melimpah. Keberadaan pasir silika di daerah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pendapatan baru, baik bagi masyarakat setempat maupun bagi pendapatan asli daerah. Sebelum
dilakukan penambangan lebih lanjut, karakter pasir silika perlu diketahui. Oleh karena itu,
penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui komposisi geokimia pasir silika di
daerah Sidenreng Rappang dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dan X-Ray
Fluorescence (XRF).
Pengambilan sampel pasir silika dilakukan dengan menggunakan metode channel
sampling, dengan mengambil sampel di tiga lokasi berbeda yang dianggap mewakili seluruh
wilayah penelitian. Masing-masing diambil sebanyak 5 kg/sampel dan dideskripsikan secara
fisik. Preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Pengolahan Bahan Galian Teknik
Pertambangan UMI Laboratorium. Persiapan dimulai dari penimbangan, pengecilan ukuran dan
pengayakan. Ketiga sampel pasir silika yang lolos ayakan 200 mesh kemudian ditimbang ulang
sebelum dilakukan analisis geokimia. Analisis geokimia dilakukan dengan metode X-Ray
Diffraction (XRD) untuk mengetahui komposisi mineral dan X-Ray Fluorescence (XRF) untuk
mengetahui kadar unsur mineral yang terkandung di dalam sampel pasir silika daerah penelitian
(Bakri, 2023).
Analisis XRD dan XRF dari ketiga sampel dilakukan di Laboratorium Pengolahan Material
UNHAS. Laboratorium Pengolahan Bahan UNHAS. Hasil analisis sampel, baik dengan metode
XRD, maupun dengan metode XRF kemudian diolah dan dianalisis. Data yang diperoleh dibuat
dalam bentuk tabel dan grafik sehingga mudah untuk dianalisa. Hasil analisis kemudian dibuat
menjadi suatu kesimpulan yang dapat menunjukkan karakter geokimia dari sampel tersebut.
Ketiga sampel fisik tersebut secara umum berwarna putih kehitaman, hal ini disebabkan oleh
komposisi warna mineral pengotor yang menyusun pasir silika di daerah penelitian. Sampel 1
berwarna lebih gelap dibandingkan sampel 2 dan sampel 3, perbedaan warna ini disebabkan oleh
lokasinya yang berada di area perkebunan.
Diperkirakan telah terkontaminasi dengan mineral lempung dari pelapukan sedimen akibat
rumput dan akar tanaman. Kekerasan 7,0 pada skala mohs, berat jenis 2,63, garis-garis putih,
kilap seperti kaca dan fragmen konkoid. Hasil analisis XRD sampel 1 menunjukkan bahwa
mineral pembawa silika (SiO2) meliputi mineral kuarsa sebesar 59,29%; albit 23,20%; piroksen
17,6%. Mineral kuarsa mengandung silika yang cukup besar dibandingkan dengan dua mineral
lainnya, yaitu mineral albit dan piroksen. Hasil analisa XRD dari sampel 2, juga diperoleh
mineral pembawa silika (SiO2) antara lain mineral kuarsa sebesar 54,30%; albit 32,10%;
piroksen 13,5%. Mineral kuarsa mengandung silika yang cukup besar dibandingkan dengan dua
mineral lainnya, yaitu mineral albit dan piroksen. Hasil XRD sampel 3 juga memperoleh mineral
pembawa silika (SiO2) yang didominasi oleh mineral kuarsa kemudian diikuti oleh mineral albit
dan piroksen dengan persentase 44,80% kuarsa; 38,20% albit; 17,00% piroksen. Hasil analisa
XRF dari ketiga sampel tidak jauh berbeda dengan hasil XRD, yaitu mineral SiO 2 sebagai
mineral dominan penyusun pasir silika daerah penelitian. Hasil rata-rata persentase kandungan
mineral dari ketiga sampel diperoleh (SiO2) 69,14%; (Al2O3) 22,92%; (Fe2O3) 3,04; (K2O)
2,55%; (CaO) 1,63% dan mineral dengan kadar di bawah 1% (RuO 2; TiO2; SrO; MnO; V2O5;
Cr2O3; Rb2O; dan ZnO). Dapat diperkirakan bahwa mineral pengotor utama yang ada dalam
sampel adalah mineral aluminium dan mineral besi (Bakri, 2023).
Berdasarkan hasil analisa XRD terhadap sampel diperoleh hasil rata-rata kandungan
mineral pembawa SiO2 mineral pembawa SiO2, termasuk mineral kuarsa, dan piroksen,
sedangkan hasil rata-rata persentase kandungan mineral sampel diperoleh (SiO 2) 69,14%;
(Al2O3) 22,92%; (Fe2O3) 3,04; (K2O) 2,55%; (CaO) 1,63% dan mineral dengan kadar di bawah
1% (RuO2; TiO2; SrO; MnO; V2O5; Cr2O3; Rb2O; dan ZnO). Dapat diperkirakan bahwa mineral
pengotor utama yang ada dalam sampel adalah mineral aluminium dan mineral besi. Penulis
berterima kasih kepada semua pihak yang terlibat sehingga penelitian dan artikel ini dapat
diselesaikan, terutama kepada pemerintah daerah atas izin pengambilan sampel dan rekan-rekan
peneliti atas segala sumbangsih pemikirannya. Semoga kedepannya penulis selalu diberikan
kesempatan untuk melanjutkan penelitian ini.
Strategi Penanggulangan Banjir
Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika volume aliran air yang berlebihan merendam
daratan. Bandar Lampung merupakan salah satu daerah yang berpotensi terjadi banjir. Banjir
yang terjadi di daerah Rajabasa disebabkan oleh terganggunya keseimbangan alam akibat ulah
manusia. Dalam hal ini, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi penanggulangan
sebelum terjadi banjir di wilayah Rajabasa, untuk mengetahui strategi penanggulangan ketika
terjadi banjir di wilayah Rajabasa dan yang terakhir adalah untuk mengetahui strategi
penanggulangan bencana setelah terjadi banjir di wilayah Rajabasa. Metode penelitian yang
digunakan adalah studi literatur seperti jurnal dan artikel mengenai banjir sebagai sumber
penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi mengenai banjir dan
kegiatan survei dengan menyebarkan kuesioner kepada masyarakat menggunakan google form
serta wawancara singkat dan terfokus kepada masyarakat yang terdampak banjir. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa strategi penanggulangan banjir di wilayah Rajabasa Kota
Bandar Lampung berdasarkan sudut pandang masyarakat termasuk dalam kategori sedang, yaitu
masyarakat sudah memahami strategi penanggulangan sebelum banjir terjadi, saat banjir terjadi
dan setelah banjir terjadi.
Banjir merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh air yang tidak tertampung oleh
jaringan drainase-drainase di suatu daerah, sehingga menyebabkan genangan yang merugikan.
Kerugian yang diakibatkan oleh banjir seringkali sulit untuk diatasi, baik oleh masyarakat
maupun instansi terkait. Banjir disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu kondisi daerah tangkapan
hujan, durasi dan intensitas hujan, tutupan lahan, kondisi topografi, dan kapasitas jaringan
drainase. Banjir dalam bahasa populer biasanya diartikan sebagai aliran atau genangan air yang
menyebabkan kerugian ekonomi atau bahkan menyebabkan hilangnya nyawa, sedangkan dalam
istilah teknis 'banjir' adalah aliran air sungai yang mengalir melebihi kapasitas sungai.
Ada lima faktor penting yang menyebabkan banjir, yaitu faktor hujan, faktor kerusakan
daerah aliran sungai (DAS), faktor kerusakan daerah tangkapan air (DTA), faktor kesalahan
perencanaan pembangunan alur sungai, faktor pendangkalan sungai dan faktor kesalahan
perencanaan tata ruang dan pembangunan sarana dan prasarana.
Banjir menurut Haryono & Erdianto dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan penyebab
utamanya, antara lain:
a) Banjir kiriman, banjir kiriman adalah banjir yang disebabkan oleh limpasan air hujan
dari daerah hulu ke daerah hilir sehingga beban tampungan air yang harus ditanggung
oleh daerah hilir semakin besar.
b) Banjir genangan/banjir lokal, banjir genangan/banjir lokal adalah banjir yang
disebabkan oleh genangan yang berasal dari air hujan lokal yang terjadi di daerah
tersebut. Banjir kiriman adalah banjir yang disebabkan oleh limpasan yang terjadi di
daerah tersebut.
c) Banjir rob/ROB, banjir rob/ROB adalah banjir yang biasanya terjadi di daerah pesisir
yang memiliki elevasi lebih rendah dari permukaan laut.
Banjir di wilayah tersebut disebabkan oleh kondisi geografis wilayah yang rendah,
intensitas hujan yang relatif tinggi, pembuangan sampah di sungai, pendangkalan sungai, dan
penyempitan aliran Sungai. Kegiatan survei dan studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan
data dan informasi mengenai banjir di wilayah Rajabasa, yaitu dengan melakukan wawancara
singkat dan terarah kepada masyarakat sekitar yang terkena dampak banjir dan menyebarkan
kuesioner kepada masyarakat sekitar melalui Google Form yang berisi pertanyaan-pertanyaan
mengenai upaya mitigasi banjir. Penelitian ini dilakukan di daerah Rajabasa, Kecamatan
Rajabasa, Provinsi Lampung karena daerah ini sering terjadi banjir saat hujan deras (Sekar
Winahyu dkk, 2023).
Hasil Diskusi
Strategi Mitigasi Sebelum Banjir Terjadi
Strategi penanggulangan bencana pra-banjir yang dapat dilakukan adalah dengan
mengedukasi masyarakat setempat mengenai risiko banjir, langkah-langkah kesiapsiagaan, dan
respon yang tepat saat terjadi banjir. Hal ini dapat mencakup program pelatihan, lokakarya, dan
kampanye kesadaran untuk memastikan bahwa penduduk memiliki informasi yang cukup dan
siap untuk mengambil tindakan yang diperlukan jika terjadi banjir. Menerapkan peraturan zonasi
dan peraturan bangunan yang membatasi pembangunan di daerah berisiko tinggi dapat
membantu mengurangi paparan masyarakat terhadap banjir.
Strategi Mitigasi Saat Terjadi Banjir
Strategi yang dapat dilakukan ketika banjir terjadi adalah jika banjir masih tergolong
dangkal, masyarakat sebaiknya memindahkan barang-barang berharga ke tempat yang lebih
tinggi yang tidak terjangkau oleh banjir. Kemudian jika banjir tergolong tinggi, masyarakat perlu
mengungsi ke tempat yang lebih tinggi atau lebih aman.
Strategi Tanggap Darurat Setelah Banjir Terjadi
Strategi yang dapat dilakukan setelah terjadinya bencana banjir adalah dengan membangun
struktur fisik seperti tanggul penahan banjir, dan saluran drainase yang dapat membantu
menahan air banjir dan mengalihkannya dari daerah yang rentan karena letak geografisnya yang
berada di dataran rendah dan curah hujan yang tinggi. Memperbaiki sistem drainase yang ada di
daerah Rajabasa sangat penting untuk pengelolaan air yang efisien. Hal ini dapat mencakup
pembersihan dan pengurasan saluran air yang ada, membangun saluran air baru, dan memastikan
pemeliharaan yang tepat. Pembuatan ruang terbuka hijau juga sangat penting untuk dapat
membantu proses penyerapan air karena tanpa adanya area terbuka hijau maka sumur resapan air
tidak berfungsi dengan maksimal.
Strategi Berdasarkan Perspektif Masyarakat
Perbaikan infrastruktur seperti saluran air dan sosialisasi mitigasi penanggulangan bencana
banjir sangat penting dilakukan untuk mengurangi dampak atau risiko bencana banjir.
Kesimpulan
1. Sebelum terjadinya banjir yang terjadi di daerah Rajabasa masih kurangnya sosialisasi kepada
masyarakat sekitar, dan masyarakat masih cuek dengan lingkungan sekitar, sehingga belum
terkoordinir dengan baik di lingkungan tersebut dan kurangnya peran pemerintah setempat.
2. Ketika terjadi banjir di daerah Rajabasa, pemerintah langsung mengirimkan bantuan ke daerah
yang terkena banjir.
3. Setelah banjir di Rajabasa melakukan proses tanggap darurat banjir dan mencari penyebab
terjadinya banjir.
4. Berdasarkan sudut pandang masyarakat, masih banyak masyarakat yang kurang peduli
terhadap kebersihan sekitar seperti dengan membuang sampah ke sungai atau ke saluran air,
dan di daerah Rajabasa juga masih banyak masyarakat yang mendirikan bangunan di daerah
sekitar sungai, terdapat saran yang disampaikan oleh masyarakat yaitu pengerukan sungai,
pembersihan saluran air, dan memperbesar dimensi saluran air.
Rencana Reklamasi di Lahan Batu Bekas Penambangan Nikel
Isu lingkungan dan keselamatan kerja dalam bisnis pertambangan di dunia selalu menjadi
isu yang paling penting. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tahapan kegiatan
reklamasi, mengetahui luasan lahan reklamasi, dan mengetahui cara reklamasi pada tanah
berbatu. Metode penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan antara lain. Tahap persiapan
meliputi studi literatur, proposal penelitian, dan administrasi. Pengumpulan data langsung dari
lokasi penelitian berupa data area reklamasi, peta titik lokasi, foto drone, dan topografi serta
dokumentasi lapangan. Selain itu, data sekunder yang juga menjadi data pendukung dalam
penelitian ini adalah data jenis tanaman dan prediksi tanah pucuk. Pengolahan data secara
komputerisasi dengan bantuan software pertambangan. Tahap penyajian data. Seluruh data yang
telah diolah dan dianalisis disajikan dalam bentuk laporan penelitian. Proses kegiatan reklamasi
dimulai dari survei lokasi, penataan lahan, perataan lahan, pembuatan jalan akses, pembuatan
saluran drainase, penebaran tanah pucuk dan pembuatan saluran kontur, pembuatan lubang
tanam, dan proses revegetasi. Dapat dilihat bahwa luas area yang akan direklamasi adalah 1,24
Ha. Khusus pada tanah berbatu, proses perataan tanah diawali dengan proses peledakan.
Penaburan tanah pucuk dilakukan di Konde Central Pinnacle.
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka pengelolaan
dan pengusahaan mineral atau nikel yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, pengembangan, pemanfaatan,
pengangkutan dan penjualan serta kegiatan pascatambang. Isu lingkungan dan keselamatan kerja
dalam bisnis pertambangan di dunia selalu selalu menjadi isu yang paling penting. Permasalahan
utama yang muncul pada area bekas tambang antara lain perubahan lingkungan yang meliputi
perubahan kimiawi, perubahan fisika dan perubahan biologi. Perubahan kimiawi mempengaruhi
keberadaan air tanah dan air permukaan, berlanjut secara fisik yaitu mengakibatkan perubahan
iklim mikro yang disebabkan oleh perubahan morfologi dan topografi lahan (Al Faruqi dkk,
2023).
Perubahan iklim mikro disebabkan oleh perubahan kecepatan angin, gangguan habitat
biologis berupa flora dan fauna, dan penurunan produktivitas tanah akibat lahan menjadi tandus
atau gundul. Reklamasi merupakan kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha
pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem
agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Pengambilan data primer diperoleh dengan
menggunakan handphone sebagai bukti pelaksanaan kegiatan penelitian untuk data lokasi
penelitian, lokasi reklamasi diambil dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) dan
drone.
Data sekunder diberikan langsung dari pengawas di perusahaan. Penataan lahan
dimaksudkan untuk memperoleh permukaan akhir yang stabil dan memiliki bentuk alami
sehingga selaras dengan bentuk bentang alam yang masih asli, mendukung keberhasilan
pertumbuhan tanaman, memudahkan akses pekerjaan selanjutnya di seluruh areal, dan
meningkatkan nilai estetika lahan. Semua timbunan yang tidak beraturan dirapikan dan
diratakan, endapan yang berpotensi membentuk kumpulan air diisi dengan hasil pendorongan
material dari timbunan yang telah diratakan. Lahan bekas tambang dengan medan yang tidak
beraturan dan tidak rata (berlubang-lubang, lereng yang relatif curam) harus ditata sedemikian
rupa agar stabil dengan potensi bahaya longsor dan erosi yang rendah. Penimbunan batuan
menggunakan tanah pucuk setebal 50 cm pada tanah berbatu. Kegiatan yang tidak kalah penting
adalah penaburan tanah pucuk, pembuatan saluran kontur dan pembuatan lubang tanam, kegiatan
ini dilakukan dengan melakukan penataan pembuatan drainase dan kolam saku yang telah selesai
dibuat. Untuk mengetahui bagaimana proses kegiatan reklamasi dalam menangani lahan yang
topografinya cenderung keras dan berbukit serta berbatu, tentunya akan sangat jauh berbeda
dengan proses kegiatan reklamasi di lahan yang topografinya cenderung lunak dan hanya diisi
tanah tanpa batu.
Tahapan-Tahapan
Beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini, antara lain :
1. Tahap persiapan meliputi tinjauan literatur, proposal penelitian, dan administrasi.
2. Langsung dari lokasi penelitian berupa data area reklamasi, peta titik lokasi, foto drone dan
topografi serta dokumentasi lapangan. Selain itu, data sekunder yang juga merupakan data
pendukung dalam penelitian ini adalah data jenis tanaman dan estimasi tanah pucuk.
3. Pengolahan data secara komputerisasi dengan bantuan perangkat lunak pertambangan.
4. Tahap penyajian data. Seluruh data yang telah diolah dan dianalisis disajikan dalam bentuk
laporan penelitian
Hasil Diskusi
Lanskap
Untuk memastikan keberhasilan upaya pemulihan lahan pascatambang dengan akses
terbuka, diperlukan pengelolaan lahan yang baik yang baik diperlukan. Penataan lahan
dimaksudkan untuk memperoleh permukaan akhir yang stabil dan memiliki bentuk alami
sehingga selaras dengan bentuk bentang alam yang masih asli, mendukung keberhasilan
pertumbuhan tanaman, memudahkan akses untuk pekerjaan lanjutan di seluruh areal dan
meningkatkan nilai estetika lahan. Pengelolaan lahan bekas kegiatan pertambangan perlu
mempertimbangkan beberapa hal, seperti urutan akuifer yang terpotong air, peningkatan air
limpasan, terjadinya erosi dan sedimentasi, ketidakstabilan, kelerengan lereng, kerusakan
struktur tanah, vegetasi dan lain-lain. Pembuatan desain peta topografi sangat penting dilakukan
sebagai tahap pertama setelah peninjauan lokasi, tujuannya adalah untuk menunjukkan tingkat
kecuraman lereng, sebagai peta dasar untuk pembuatan peta-peta lainnya dan membantu
menentukan lokasi pembangunan jalan reklamasi di lokasi Puncak Konde Tengah. Setelah desain
topografi dibuat, langkah selanjutnya adalah menentukan desain jalan, drainase dan drainase di
lokasi Konde Central Pinnacle, menentukan desain jalan di lokasi dengan memperhatikan semua
spesifikasi penting.
Perataan Tanah
Semua timbunan yang tidak dilapisi dirapikan dan diratakan, dan genangan air yang
berpotensi membentuk genangan diisi dengan material dari timbunan yang telah diratakan.
Dalam melakukan perataan, penekanan yang berulang-ulang harus dihindari karena dapat
menyebabkan pemadatan tanah yang berlebihan, terutama pada area tanah berbatu di Konde
Central Pinnacle yang diawali dengan proses peledakan.
Jalan Reklamasi
Dimensi dan ketebalan konstruksi jalan yang sebenarnya diperoleh dari pengamatan
langsung di lapangan dengan menggunakan meteran untuk mengukur lebar dan ketebalan batuan.
Dalam pembuatan jalan di lahan reklamasi terlebih dahulu tentukan perhitungan lebar dumptruck
yang akan dilalui dan ketentuan jumlah jalur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jalan di Konde
Central Pinnacle sudah ideal dan berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Al Faruqi dkk, 2023).
Pembuatan Drainase
Drainase dibuat berdasarkan topografi akhir setelah lansekap, umumnya bentuk drainase
mengikuti kaki lereng sehingga terbentuk saluran air berkelok-kelok yang mengikuti kaki lereng
dan terlihat alami sekaligus juga mengurangi laju aliran air. Ada tiga jenis saluran pengendali
erosi di lokasi reklamasi, termasuk saluran anak cabang , saluran cabang, dan saluran utama.
Saluran air yang digunakan ada 3, yaitu :
1. Saluran pembuangan cabang, Saluran cabang adalah air berdimensi kecil dengan
lebar permukaan atas 3 m, dengan kedalaman 0,8 m dan lebar permukaan dasar 1
m. Saluran cabang ini akan mengalirkan air limpasan permukaan dari dua lereng
menuju saluran cabang.
2. Saluran pembuangan cabang, Saluran cabang adalah saluran air dimensi sedang
dengan lebar permukaan atas 3,5 m dengan kedalaman 1 m dan lebar permukaan
dasar 1,5 m. Saluran cabang ini juga bisa menjadi pertemuan dua garis lereng
belakang. Saluran cabang ini akan bermuara di saluran utama.
3. Saluran air utama, Saluran air utama adalah saluran air berdimensi sedang dengan
lebar permukaan atas 5,5 m dengan kedalaman 2 m dan lebar permukaan dasar 2 m.
Bentuk saluran ini juga mengikuti kaki lereng, sehingga terlihat alami. Saluran
utama ini adalah pembuangan akhir yang bermuara di kolam pengendapan atau
saluran alami.
Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dari teknis reklamasi, kesimpulan dapat ditarik :
1. Proses kegiatan reklamasi diawali dengan peninjauan lokasi, penataan lahan, perataan
tanah, pembuatan jalan akses, pembuatan saluran drainase, penyebaran top soil dan
pembuatan saluran air kontur, pembuatan lubang tanam dan proses revegetasi.
2. Dapat dilihat bahwa area yang akan direklamasi adalah 1,24 Ha.
3. Khusus pada lahan berbatu, proses perataan tanah diawali dengan proses peledakan.
Penaburan tanah lapisan atas dilakukan di Konde Central Pinnacle.
Alterasi Dan Mineralisasi
Perubahan hidrotermal dapat digunakan untuk menafsirkan dan mengidentifikasi
mineralisasi yang belum ditemukan, dan dapat mengarah pada penemuan mineralisasi tersebut.
Di daerah penelitian, ditemukan bahwa ada singkapan yang diubah dengan karakteristik fisik
singkapan lapuk. Lokasi penelitian berada pada Formasi Camba Anggota Batuan Gunung Berapi,
dan terdapat indikasi mineralisasi sulfida, secara megaskopik penelitian ini mengambil 3 (tiga)
sampel alterasi, dipilih berdasarkan perbedaan warna dan tekstur batuan yang ditemukan. Sampel
kami analisis ulang untuk menentukan perkumpulan mineral alterasi menggunakan metode
analisis petrografi dan XRD, kemudian untuk menentukan jenis alterasi deposit sulfida di daerah
penelitian menggunakan klasifikasi oleh Corbett dan Leach, 1996. Hasil analisis petrografi
menunjukkan bahwa sampel 1 terdiri dari klorit, epidot, kuarsa dan kumpulan mineral. mineral
buram, sampel 2 terdiri dari mineral plagioklas, feldspar, mineral lempung dan jenis perubahan
argillic.
Kepulauan Indonesia merupakan wilayah yang dilalui oleh tiga lempeng yang dilewati
lempeng tektonik, lempeng Indo-Australia, Pasifik dan Asia disebut juga dengan cincin api.
Ketiga lempeng yang membentuk jalur subduksi ini bermula Sumatera Utara, bergeser ke utara,
melewati Nusa Tenggara hingga Sulawesi dan Maluku. Keberadaan zona Subduksi inilah yang
menyebabkan terbentuknya gunung berapi dan mengaktifkan aktivitas vulkanisme dan
magmatisme, terutama di Pulau Jawa yang membentang di sepanjang pantai selatan. Aktivitas
magmatisme suatu daerah berkaitan erat dengan proses alterasi hidrotermal batuan Pembentuk
mineral dan alterasi bijih mineral. Proses perubahan dan mineralisasi sangat erat kaitannya
dengan fenomena proses kimia dan fisika yang terjadi pada batuan akibat interaksi batuan
dengan larutan hidrotermal. Larutan hidrotermal adalah cairan bersuhu tinggi (100-500°C), sisa
pendinginan magma, mampu mengubah mineral yang ada sebelumnya dan membentuk mineral,
perubahan pada batuan asli dan pembentukan endapan mineral, logam sulfida dalam kondisi
tertentu.
Perubahan hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi karena interaksi antara fluida panas
dan batuan samping yang dilaluinya, sehingga mineral primer yang terpapar akan diubah
menjadi seri mineral sekunder yang kemudian disebut mineral alterasi dan dalam keadaan dan
kondisi tertentu akan menghasilkan koleksi mineral tertentu yang disebut juga mineral
assemblage atau kumpulan mineral, sehingga mencerminkan kondisi kimia dan fisik pada saat
pembentukannya. Perubahan hidrotermal merupakan proses yang kompleks karena terjadi 4 kali
perubahan mineralogi, kimia dan tekstur akibat interaksi larutan hidrotermal dengan batuan
dinding yang lewat di bawah kimia fisik kondisi. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses
alterasi hidrotermal adalah: suhu, kimia fluida (pH), komposisi batuan samping, durasi aktivitas
hidrotermal dan permeabilitas. Namun, kimia fluida (pH) dan suhu adalah faktor yang paling
berpengaruh (Wakila dkk, 2023).
Peneliti sebelumnya yang telah melakukan penelitian terkait perubahan jenis dalam sulfida
endapan terdapat mineral sulfida yaitu: pirit, kalkopirit, sfalerit, galena, bornit, tenantit,
tetrahidrit, arsenopirit, dan kovilet, dan jenis perubahannya adalah propilitik dan argilik lanjutan.
Di daerah penelitian, perubahan ditemukan dengan karakteristik fisik singkapan lapuk.
Perubahan hidrotermal dapat digunakan untuk menafsirkan dan mengidentifikasi mineralisasi
yang belum ditemukan di daerah penelitian, dan dapat mengarah pada penemuan mineralisasi
tersebut. Tidak adanya informasi awal tentang jenis perubahan dan mineralisasi adalah penting
sehingga penelitian ini dilakukan.
Tahapan
Secara umum, tahapan penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu pengumpulan data
lapangan dan analisis laboratorium. Tahap penelitian ini dimulai dengan pengambilan sampel di
lokasi singkapan batuan alterated. Kemudian ambil sampel alterasi seukuran tangan Spiceman
sebanyak 3 sampel dengan menggunakan metode chip sampling. Selain koleksi sampel di
beberapa titik juga diamati pada kondisi geologi di sekitar wilayah penelitian, dan deskripsi
sampel batuan untuk memperoleh informasi berupa posisi batuan, arah distribusi batuan,
koordinat singkapan, dan kandungan mineral batuan secara megaskopis. Setelah pengambilan
sampel, analisis selanjutnya dilakukan Analisis Petrografi dan X-Ray Diffraction (XRD). Analisis
petrografi dilakukan untuk menentukan himpunan mineral, yang kemudian akan menjadi dasar
untuk menentukan jenis perubahan. Analisis XRD dilakukan untuk menentukan nama mineral
yang terkandung dalam sampel dan nilainya (persentase). Mineral yang diubah diindikasikan
untuk diubah dianalisis oleh XRD. Hasil dari kedua metode akan digabungkan untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik (Wakila dkk, 2023).
Hasil diskusi
Analisis Megaskopik
Sampel 1, menunjukkan warna putih lapuk hingga abu-abu kehijauan di batu dan menunjukkan
tekstur yang berubah. Mineral yang terlihat adalah kuarsa, dan plagioklas.
Sampel 2, secara megaskopis, sampel batuan ini menunjukkan tekstur yang telah mengalami
perubahan dengan warna putih hingga kecoklatan lapuk, mineral yang terlihat adalah mineral
kuarsa, dan mineral lempung seperti kaolinit, illite, montmorilonite dan lain-lain.
Sampel 3, secara megaskopis, sampel batuan ini menunjukkan tekstur yang telah mengalami
perubahan dengan warna putih lapuk hingga coklat kekuningan, terlihat mineral yaitu mineral
kuarsa dan lempung seperti kaolinit, illite, dan lain-lain.
Analisis Petrografi
Analisis petrografi dilakukan untuk menentukan mineral yang terkandung dalam sampel
dengan menggunakan mikroskop polarisasi. Mikroskop polarisasi juga dapat mengidentifikasi
tekstur mineral melalui sayatan tipis dari sampel batuan. Hasil analisis petrografi menggunakan
mikroskop menghasilkan penampakan mineral dengan bidang pandang yang berbeda untuk
memperjelas penggunaan nikel silang dan nikel paralel pada mikroskop, sehingga perubahan
bentuk mineral dalam sampel dapat dilihat.
Sampel 1, sayatan tipis sampel 1, menunjukkan kumpulan mineral alterasi, yaitu klorit (chl)
hadir sebagai mineral yang mencirikan alterasi dan dielakkan dalam sampel batuan yang pudar
hijau, epidot (ep) hadir sebagai Mineral alterasi dari feldspar ditandai sebagai konstituen batuan
beku, kuarsa (qtz) hadir sebagai mineral terkait dalam sampel batuan dan mineral buram (opq)
yang sampel 1 dicirikan sebagai mineral logam yang membawa sulfida mineralisasi di daerah
penelitian.
Sampel 2, sayatan tipis sampel 2, menunjukkan koleksi mineral Plagioklas (plg) hadir sebagai
mineral umum pembentuk batuan beku dan mendominasi sampel batuan, K-feldspar merupakan
bagian dari mineral Plagioklas hadir sebagai fenokris pada sampel batuan, mineral lempung
adalah mineral yang telah mengalami perubahan dari plagioklas dan mineral kuarsa (qtz) hadir
sebagai mineral ikutan yang biasa ditemukan pada sampel batuan.
Sampel 3, sayatan tipis sampel 3, menunjukkan koleksi mineral Epidot (EP) hadir sebagai
mineral alterasi feldspar yang dicirikan sebagai penyusun batuan beku, kalsit (Cal) sebagai
mineral karbonat ditemukan dalam alterasi dan mineral buram (OPQ) yang terkandung dalam
sampel 3 serta ditandai sebagai mineral logam yang membawa mineralisasi sulfida di area
penelitian.
Analisi XRD
Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral sampel batuan. Mineral yang
tidak dapat dilihat pada mikroskop selanjutnya yang dianalisis menggunakan metode XRD (X-
Ray Diffraction). Sebagian besar penjelasan teknik alamat XRD untuk menganalisis dan
mengidentifikasi fase kristal material. Bentuk kristal sangat bervariasi di setiap bahan atau
mineral, sehingga ini digunakan sebagai karakteristik anomali mineral tertentu (Wakila dkk,
2023).
Sampel 1, hasil sampel analisis XRD menunjukkan adanya mineral alterasi seperti: kuarsa
(34,2%), klorit (36,2%), epidot (27,0%), dan pirit (2,6%).
Sampel 2, hasil analisis XRD menunjukkan adanya mineral kaolinit (54,6%) dan illite (16,4%)
yang merupakan mineral berbahan mineral lempung dan pirit (29,0%) yang merupakan mineral
bijih sulfida.
Sampel 3, hasil analisis XRD menunjukkan adanya mineral kuarsa (52,2%), klorit (24,2%),
dolomit (19,2%) sebagai mineral karbonat, epidot (4,1%) dan auricuprite (0,3%) sebagai mineral
Au pembawa bijih, pirit (0,5%) yang merupakan bijih mineral sulfida dan sfalerit (0,3%) sebagai
bijih seng sulfida.
Jenis Alterasi
Jenis perubahan hidrotermal umumnya dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan
perubahan set mineral. Hasil analisis kemudian menunjukkan beberapa mineral dapat
diklasifikasikan sebagai karakterisator tipe alterasi.
Kesimpulan
Himpunan mineral alterasi di daerah penelitian, yaitu mineral klorit, epidot, kuarsa, pirit,
plagioklas, k-feldspar, kaolinit, illite, dolomit dan aurikuprit. Jenis perubahan yang berkembang
di daerah penelitian berdasarkan set mineral adalah propilitik dan argilik.
Analisis Kualitas Air Tanah
Air tanah merupakan bagian dari air yang berada di bawah permukaan tanah, air tanah
merupakan kebutuhan yang diperlukan bagi masyarakat, sehingga kualitas air tanah sangat
diperlukan untuk dijaga dan dipelihara. Tahap pengumpulan data adalah kegiatan mengambil
semua data lapangan yang diperlukan. pengambilan sampel air kemudian dilakukan pengujian
nilai pH, warna, rasa, bau, kekeruhan, cuaca, kedalaman sumur, ketinggian air, diameter sumur,
data wawancara warga dan foto dokumentasi penelitian, kemudian beberapa sampel dilakukan
uji laboratorium untuk mengetahui kandungan kimia dalam sumur warga.
Diketahui bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan TDS, DO, kalsium, besi
dan klorida masih di bawah ambang batas, hanya kekeruhan yang memiliki nilai di atas ambang
batas yang diizinkan, kelayakan air tanah dangkal didasarkan pada Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No.22 pasal 1 ayat 37 tahun 2021 di wilayah penelitian berdasarkan hasil
analisis kimia dan uji fisika yang dilakukan. Masuk dalam kategori Kelas (Andri dkk, 2023).
Salah satu sumber energi penting di dunia adalah air. Air merupakan kebutuhan yang
sangat vital bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, jika kebutuhan air belum terpenuhi maka
dapat berdampak besar bagi kesehatan, seperti diare, kebingungan timbal, polio dan lain-lain.
Pada sel hidup, baik tumbuhan maupun hewan, sebagian besar terdiri dari air, seperti pada sel
tumbuhan terkandung lebih dari 75% atau pada sel hewan terkandung lebih dari 67%. Dari 40
juta mil kubik air di permukaan dan di dalam tanah, ternyata tidak lebih dari 0,5% (0,2 juta mil
kubik) dapat langsung digunakan untuk keperluan manusia. Menurut Departemen Kesehatan
(1994), di Indonesia kebutuhan air rata-rata adalah 60 liter per kapita, antara lain: 30 liter untuk
keperluan mandi, 15 liter untuk keperluan minum dan sisanya untuk keperluan lain.
Dilihat dari tempat penyimpanannya, sumber air dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
jenis sumber air, yaitu air hujan, air permukaan, air tanah, dan air laut. Masing-masing sumber
air ini secara alami memiliki karakteristik kualitas airnya sendiri, hal ini terjadi karena kualitas
air sangat dipengaruhi oleh kondisi alam dimana air tersebut berada dan kondisi tempat-tempat
yang dilewatinya. Air tanah merupakan kebutuhan yang diperlukan bagi masyarakat. Semakin
bertambahnya jumlah penduduk dan seiring dengan kebutuhan yang terus bertambah, membuat
kualitas air tanah sangat perlu dijaga dan dipelihara. Air tanah adalah sumber utama cadangan air
tawar yang bekerja dalam siklus hidrostatik. Air tanah disediakan untuk konsumsi manusia,
pertanian, industri dan banyak ekosistem bergantung pada air tanah, terutama selama musim
kemarau.
Tahapan
Penulis melakukan observasi berupa orientasi lapangan dalam rangka memahami situasi
dan kondisi daerah pengumpulan data. Dalam pengambilan data terdiri dari dua jenis data yang
digunakan, antara lain. Data primer berupa suhu udara sekitar, pengambilan sampel air kemudian
dilakukan pengujian nilai pH, warna, rasa, bau, kekeruhan, cuaca, kedalaman sumur, tinggi muka
air, diameter sumur, data wawancara penduduk dan foto dokumentasi penelitian. Data sekunder
adalah data yang diperoleh dari jurnal ilmiah dan buku-buku hasil penelitian sebelumnya yang
berhubungan langsung dengan tujuan penelitian.
Hasil diskusi
Analisis Sampel
Titik pengambilan sampel terletak dekat dengan sawah dan juga dekat dengan saluran air
irigasi, pada saat pengambilan sampel cuaca cerah dengan suhu udara 32° celcius dengan
kedalaman sumur ± 5 meter, Sampel diambil dalam bentuk sampel air sumur yang dibuat oleh
warga dan mata air ditemukan di dalam sumur. Sampel penelitian diuji menggunakan analisis
fisik, untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung di air sumur warga yang digunakan
sebagai kebutuhan sehari-hari. Hasil data analisis fisika yang menunjukkan beberapa unsur
sebagai karakteristik air asam tambang, dengan nilai unsur Fe dan Mn.
Tes fisika air adalah mengetahui sifat-sifat air. Dengan demikian, jika ada fisik parameter
yang berada di luar batas yang telah ditentukan, mereka dapat dikontrol segera. Tes fisik meliputi
pH, TDS dan kekeruhan. Nilai pH, TDS dan kekeruhan adalah termasuk dalam mutu air tanah
yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan rumah tangga, dengan nilai uji pada
sampel menunjukkan hasil yang sesuai dari nilai baku mutu. Selain tes fisik, tes kimia juga
dilakukan pada sampel, peneliti melakukan uji kimia pada sampel karena dekat dengan sawah
dan tanggul saluran irigasi. Peneliti melakukan tes pada kima di Laboratorium Politeknik
Kesehatan Masyarakat.
Hasil Analisis Suhu Udara
Suhu merupakan faktor fisik yang penting, di mana kenaikan suhu dapat mempercepat
reaksi kimia. Suhu di daerah penelitian masih relatif stabil di daerah tropis.
Kedalaman Sumur Warga
Terlihat bahwa kedalaman sumur warga berkisar antara 4 sampai 7 meter di bawah
permukaan tanah, hal ini merupakan gambaran bahwa air yang digunakan warga untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari adalah air permukaan dangkal yaitu air yang bersumber dari
mata air bawah permukaan dan juga dari rembesan air permukaan yang diserap dan disaring oleh
lapisan tanah dan dicampur kembali ke dalam sumur.
Hasil Analisis TDS
TDS or total dissolved (total udara terlarut) merupakan indikator padatan terlarut, baik
dalam bentuk organik maupun senyawa non-organik, pengertian terlarut mengacu pada partikel
padat yang memiliki ukuran di bawah 1 nano-meter. TDS air di sumur warga berkisar antara 199
ppm hingga 271 ppm, artinya kondisi air di daerah yang diteliti berdasarkan parameter TDS baik
hingga cukup baik, yang berkisar antara 150-300 ppm, Dimana dapat disimpulkan TDS air di
daerah yang diteliti masih tergolong layak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Hasil Pengukuran Suhu Air
Suhu air merupakan salah satu parameter yang sering diukur, karena kegunaannya dalam
mempelajari proses fisika, kimia, dan biologi. Suhu secara langsung atau tidak langsung sangat
dipengaruhi oleh sinar matahari. Suhu air di Indonesia berkisar antara 25-32°C, diagram di atas
menunjukkan suhu air di daerah yang diteliti adalah suhu rata-rata di daerah beriklim tropis.
Hasil Pengukuran pH Air
Potensial hidrogen (pH) adalah derajat yang menentukan tingkat keasaman atau alkalinitas
suatu larutan atau cairan, kisaran satuan pH adalah 1-14 dengan pH netral 7 dimana semakin
rendah pH dalam air, semakin asam larutan atau cairan, dan semakin tinggi nilai pH, semakin
basa suatu cairan, pH ideal dalam air adalah 7, di daerah yang diteliti pH air berkisar antara 6-7.
Dimana titik 3, 4, dan 10 memiliki nilai pH 6, yaitu pH yang dapat dikategorikan asam namun
tetap layak digunakan.
Hasil Analisis Turbiditas
Kekeruhan air dipengaruhi oleh material halus yang mengapung di air berupa bahan
organik seperti plankton, tubuh mungil, detritus, atau berupa material anorganik seperti lumpur
dan pasir. hal ini dapat disebabkan oleh sifat tanah di daerah penelitian yang mudah terkikis oleh
aliran air, selain itu kedalaman sumur warga hanya berkisar antara 4 hingga 7 meter yang
membuat titik dasar sumur berupa pasir yang dapat meningkatkan tingkat kekeruhan dari air
sumur.
Hasil Analisis Dissolved Oxygen (DO)
Sumur di daerah penelitian adalah sumur gali, yaitu sumur yang menyediakan air yang
berasal dari air tanah yang relatif dekat dengan air tanah, yang rentan terkontaminasi oleh
rembesan sehingga berpotensi mengalami penurunan kualitas air. Oksigen Terlarut merupakan
parameter yang berbanding terbalik dengan kekeruhan, dimana semakin tinggi tingkat kekeruhan
dalam air, maka semakin rendah kandungan oksigen terlarut dalam air. Hal ini bisa terjadi karena
tangki saptic yang kurang permanen, air sawah atau irigasi sawah yang mengandung banyak zat
beracun, atau air limbah yang digunakan untuk mencuci dan lain-lain, yang masuk ke sumur
melalui rembesan dan bercampur dengan air sumur.
Hasil Analisis Besi
Besi adalah salah satu unsur kimia yang dapat ditemukan di hampir setiap tempat di bumi,
di semua lapisan geologi dan semua badan air.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis kualitas air tanah dangkal di wilayah penelitian berdasarkan PP
No. 22 Tahun 2021, kandungan TDS, DO, dan besi masih di bawah ambang batas, hanya
kekeruhan yang memiliki nilai di atas ambang batas yang diperbolehkan.
Kelayakan air tanah dangkal berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.22
pasal 1 ayat 37 tahun 2021 di wilayah penelitian didasarkan pada hasil analisis kimia dan uji
fisika yang dilakukan. Termasuk dalam kategori kelas 3, jika digunakan untuk kegiatan
memasak, tretmen (penyaringan) harus dilakukan terlebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
Al Faruqi, M. F., Yusuf, F. N., Anwar, H., & Thamsi, A. B. (2023).
Reclamation Plan on Stone Land of The Ex-Nickel Mining at PT
Vale Indonesia Tbk Central Pinnacle Condemnation. Journal of
Geology and Exploration, 2(1), 13–23.
https://doi.org/10.58227/jge.v2i1.46
Andri, W., Husain, J. R., & Yusuf, F. N. (2023). Groundwater Quality
Analysis In Sidomulyo Hamlet, Argomulyo Village, Kalaena District
East Luwu County. 2(1), 32–41.
Bakri, S. (2023). Geochemical Characterization of Silica Sand in the
Sidenreng. 2(1), 1–7.
Sekar Winahyu, P., Sugiarto, A. Z. P., Tabitha, T., Haerudin, N., &
Mulyasari, R. (2023). Flood Management Strategy Based on
Community Perception in Rajabasa Area, Bandar Lampung City.
Journal of Geology and Exploration, 2(1), 8–12.
https://doi.org/10.58227/jge.v2i1.44
Wakila, M. H., Jafar, N., & Fiqriansyah, A. (2023). Alteration and
Mineralization in the Coppo Village, Barru District, South Sulawesi
Province. 4(3), 289–299.

Anda mungkin juga menyukai