Anda di halaman 1dari 14

PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM TURUT MEMPERKOKOH

INDONESIA SEBAGAI NEGARA DEMOKRASI

MAKALAH

Oleh :
- Anastasia Callista Zahra (233020062)
- Khazza Azka Hermawan Putri (233020063)
- Bimantoro Dwi Cahyo (233020067)
- Sinta Bungaiyana Putri (233020074)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
MATA KULIAH KEWARGANEGARAAN

Dosen Pengampu:
Drs. Tatang Sudrajat, S.Ip.,M.Si.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan negara demokrasi. Hal tersebut dapat dilihat dalam
Pancasila sila ke-4 yakni, “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan”. Dalam rumusan pertama Pancasila yang
diusulkan oleh Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945 saat sidang BPUPKI sila ke-3
adalah “mufakat atau demokrasi”. Indonesia adalah negara demokrasi juga
ditunjukkan dalam kebebasan berpendapat, kebebasan pers, dan juga pemilihan
umum yang sudah kita rasakan. Menurut Franz Magnis – Suseno (2014: 138)
menyatakan bahwa: “Demokrasi adalah satu-satunya hasil dari apa yang disebut
reformasi, bahwa yang sekarang dituntut dari kita bukan defaitisme terhadap
demokrsi, melainkan tekad untuk meyelamatkan, atau lebih baik, mensukseskan
demokrasi kita. Demokrasi – tentu bukan sembarang demokrasi, melainkan
demokrsi yang sesuai – cocok untuk bangsa Indonesia atau bahwa bangsa
Indonesia sudah jelas harus keluar dari situasi di mana hanya seorang strongman,
atau seorang benevolent dictator (yang dalam kenyataan jarang betul-betul
benevolent) yang dapat memimpin rakyat Indonesia.”
Mahasiswa merupakan salah satu bagian dari sumber daya manusia
Indonesia dan sekaligus merupakan aset bangsa yang kelak akan menjadi generasi
penerus dalam pembangunan bangsa. Dalam upaya mewujudkan bangsa dan
masyarakat Indonesia yang maju, mandiri dan sejahtera lahir dan batin sebagai
landasan menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, peranan
pendidikan tinggi amat penting dan strategis. Mahasiswa sebagai generasi muda
yang setidaknya mempunyai dua kedudukan yang penting di dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pertama, mahasiswa sebagai generasi muda intelektual.
Kedudukan ini memberikan mahasiswa dalam posisi penting dan terhormat di
dalam kehidupan masyarakat, sebab bagaimana pun juga mahasiswa sebagai
mahluk yang terpelajar dan diharapkan mampu memberikan sumbangsih yang
nyata sesuai dengan kemampuan akademisnya.
Kedudukan yang kedua, yaitu mahasiswa sebagai agent of change yang
mana menjadi kunci pokok dalam pelaksanaan pengawasan kegiatan roda
pemerintahan. Kedudukan yang kedua ini menempatkan mahasiswa sebagai
bagian dari proses perubahan dan stabilitator sosial suatu wilayah dimana dia
berada. Mahasiswa adalah agent of change yang merupakan salah satu kunci dari
pola kehidupan suatu masyarakat. Maka dari itu perlu adanya pendidikan
demokrasi yang diberikan untuk mewujudkan itu. Berdasarkan uraian di atas,
mahasiswa tentu harus mendapatkan pendidikan demokrasi agar dapat menjadi
warga negara yang baik dan cerdas yang turut aktif dalam mengawasi
pemerintahan.
Pendidikan Kewarganegaraan salah satu wujud nyata dalam
mengimplementasikan proses berdemokrasi berbangsa dan bernegara. Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran/kuliah yang memfokuskan pada
pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak
dan kewajibannya sebagai warganegara Indonesia yang cerdas, terampil dan
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Standar Isi Mata
Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan). Pendidikan Kewarganegaraan juga
menjadi salah satu wahana pendidikan demokrasi agar tercipta masyarakat
Indonesia yang demokratis. Pendidikan demokrasi salah satu bagian dari
pendidikan kewarganegaraan yang diberikan di Universitas. Secara holistic
pendidikan kewarganegaraan bertujuan agar setiap warga negara muda (young
citizens) memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam konteks nilai dan
moral Pancasila, nilai dan norma Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, nilai dan komitmen Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen
bernegara kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena itu secara sadar dan terencana peserta didik sesuai dengan
perkembangan psikologis dan konteks kehidupannya secara sistematik difasilitasi
untuk belajar berkehidupan demokrasi secara utuh, yakni belajar tentang
demokrasi (learning about democracy), belajar dalam iklim dan melalui proses
demokrasi (learning through democracy), dan belajar untuk membangun
demokrasi (learning for democracy). (Winataputra, 2012: 64).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


Dalam sebuah penelitian, landasan teori digunakan untuk membantu peneliti
menganalisis data yang didapatkan dalam lapangan dengan menggunakan teori –
teori yang telah ada pada penelitian sebelumnya. Dengan adanya teori – teori yang
di dapat, peneliti mendapatkan pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian
yang dilakukan. Pada peneliti ini teori yang dijelaskan adalah teori mengenai
Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.

2. 2 Pengertian Pancasila
Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta.
Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa Sansekerta Pancasila memiliki 2
macam arti secara leksikal yaitu: panca artinya “lima”, syila vokal i pendek
artinya “batu sendi”, syiila vokal I panjang artinya “peraturan tingkah laku yang
baik, yang penting atau yang senonoh”.1 Kata-kata tersebut kemudian diserap ke
bahasa Indonesia yaitu “Susila” yang berkaitan dengan moralitas. Oleh karena hal
tersebut secara etimologis diartikan sebagai “Panca Syila” yang memiliki makna
berbatu sendi lima atau secara harafiah berarti “dasar yang memiliki lima unsur”.
Berdasarkan Penjelasan di atas maka secara etimolgis Pancasila dapat diartikan
sebagai dasar/landasan hidup yang berjumlah lima unsur atau memiliki lima
unsur.
Makna atau peran pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia adalah
sebagai berikut:
a. Dasar berdiri tegaknya negara
b. Dasar kegiatan penyelenggara negara
c. Dasar partisipasi warga negara
d. Dasar pergaulan antar warga negara
e. Dasar dan sumber hukum nasional
2. 3 Pengertian UUD 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (disingkat
UUD 1945; kadang-kadang juga disingkat UUD ’45, UUD RI 1945 atau UUD
NRI 1945) adalah konstitusi dan sumber hukum tertinggi yang berlaku di negara
Republik Indonesia. UUD 1945 merupakan perwujudan ideologi (ideology)
negara Indonesia yaitu Pancasila yang secara jelas dinyatakan dalam pembukaan
UUD 1945.
Penyusunan UUD 1945 diawali dengan pembentukan negara Pancasila pada
tanggal 1 Juni 1945 pada sidang pertama BPUPKI. Perumusan UUD sendiri
sebenarnya dimulai pada tanggal 10 Juli 1945, saat sidang kedua BPUPKI untuk
menyusun konstitusi dimulai. UUD 1945 secara resmi disahkan oleh PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945 sebagai konstitusi Negara Indonesia.
Masa berlakunya ditangguhkan selama 9 tahun dengan berlakunya UUD
RIS Tahun 1950 dan UUD. UUD 1945 ditetapkan kembali sebagai konstitusi
negara melalui keputusan Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959. Setelah
masa reformasi, dilakukan empat amandemen (revisi) terhadap UUD 1945 pada
tahun 1999-2002. UUD 1945 merupakan kekuasaan hukum tertinggi dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia, oleh karena itu semua lembaga negara Indonesia harus
tunduk pada UUD 1945 dan penyelenggaraan negara harus tunduk pada ketentuan
UUD 1945.
Selain itu, semua peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak boleh
bertentangan dengan UUD 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang menguji
undang-undang, sedangkan Mahkamah Agung berwenang menangani undang-
undang yang melanggar ketentuan UUD 1945.

2. 4 Pengertian NKRI
NKRI adalah kependekan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. NKRI
memiliki berbagai macam ciri khas, yakni kebhinekaan suku, kebudayaan, dan
agama. Kebhinekaan tersebut tercermin dalam satu ikatan “Bhinneka Tunggal
Ika”, yang artinya berbeda-beda namun tetap satu juga.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang kedaulatannya
berada di tangan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan,
serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Suatu negara dengan kedaulatan rakyat memberi keadilan bagi seluruh
rakyatnya karena pemilik kekuasaan tidak akan sewenang-wenang, aktivitas
pemerintah pusat diawasi dan dibatasi oleh undang-undang. Negara kesatuan
dapat dibedakan dalam 2 bentuk, yakni: negara kesatuan dengan sistem
sentralisasi dan negara kesatuan dengan sistem desentralisasi. Negara kesatuan
dengan sistem sentralisasi berarti segala sesuatu dalam negara langsung diatur dan
diurus oleh pemerintah pusat.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kesatuan
berbentuk republik dengan sistem desentralisasi, yang mana pemerintah daerah
menjalankan otonomi daerah.

2. 5 Pengertian Bhineka Tunggal Ika


Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan bangsa Indonesia yang
tertulis pada lambang negara Indonesia yaitu Garuda Pancasila. Semboyan negara
ini menggambarkan kondisi Indonesia yang mempunyai banyak
keragaman suku, budaya, adat dan agama namun tetap menjadi satu bangsa
utuh.[1] Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya adalah “Walupun
berbeda-beda tetapi tetap satu jua”. Indonesia merupakan
negara kepulauan terbesar di dunia, dengan demikian sangat wajar apabila
mempunyai banyak suku, agama, ras, dan antar golongan. Keragaman tersebut
hidup saling menghormati dan menghargai dalam semangat Bhinneka Tunggal
Ika.
Kata bhinnêka berasal dari dua kata yang mengalami sandi,
yaitu bhinna 'terpisah, berbeda' dan ika 'itu'. Kata tunggal berarti 'satu'. Secara
harfiah, Bhinneka Tunggal Ika secara eksplisit dapat diartikan "Berbeda itu tetap
satu", yang bermakna meskipun dalam aneka keberanekaragaman — pada
hakikatnya bangsa Indonesia tetap merupakan satu kesatuan utuh nan kokoh.
Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan
Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka
ragam adat, istiadat dan budaya, serta bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan
serta kepercayaan. Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa
Kuno yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular sekitar abad ke-14, di
bawah pemerintahan Raja Rājasanagara, yang juga dikenal sebagai Hayam
Wuruk. Kakawin ini istimewa karena mengajarkan toleransi antara
umat Hindu Siwa dengan umat Buddha.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pembahasan
Membahas kedudukan Pancasila sebagai dasar negara. Pokok pembahasan
ini mengkaji hubungan antara 4 Pilar yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhineka
Tunggal Ika. Pada bab ini mahasiswa diajak untuk memahami konsep, hakikat,
dan pentingnya 4 Pilar tersebut sebagai dasar negara, ideology negara, atau dasar
filsafat negara Republik Indonesia dalam berkehidupan bernegara. Hal tersebut
penting mengingat peraturan perundang – undangan yang mengatur organisasi
negara, mekanisme penyelenggaraan negara, hubungan warga negara dengan
negara, yang semuanya harus sesuai dengan Pancasila, UUD 194, NKRI, dan
Bhineka Tunggal Ika.
Mahasiswa diajak untuk mengetahui dan membahas bahwa Pancasila
sebagaidasar negara yang autentik termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
Intiesensi nilai-nilai Pancasila tersebut, yaitu ketuhanan, kemanusiaan,persatuan,
kerakyatan, dan keadilan sosial. Bangsa Indonesia semestinya telah dapat
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesiasebagaimana yang
dicita-citakan, tetapi dalam kenyataannya belum sesuaidengan harapan. Hal
tersebut merupakan tantangan bagi generasi muda,khususnya mahasiswa sebagai
kaum intelektual, untuk berpartisipasiberjuang mewujudkan tujuan negara
berdasarkan Pancasila. Agar partisipasimahasiswa di masa yang akan datang
efektif, maka perlu perluasan danpendalaman wawasan akademik mengenai dasar
negara.
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat
menguasaikompetensi dasar; berkomitmen menjalankan ajaran agama dalam
konteksIndonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945; Sadar dan berkomitmen melaksanakan
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan
ketentuan hukum di bawahnya, sebagai wujud kecintaannya pada tanah
air;mengembangkan karakter Pancasilais yang teraktualisasi dalam sikap jujur,
disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, cinta
damai, responsif dan proaktif; bertanggung jawab atas keputusan yangdiambil
berdasar pada prinsip musyawarah dan mufakat; berkontribusi aktifdalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, berperan serta dalam pergaulandunia dengan
menjunjung tinggi penegakkan moral dan hukum;mengidentifikasi, mengkritisi,
dan mengevaluasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan negara, baik yang
bersifat idealis maupun praktis-pragmatis dalam perspektif sebagai dasar negara.
Komponen Pendukung dikelompokkan dalam lima suku komponen, yakni
Garda Bangsa, tenaga ahli sesuai dengan profesi dan bidang keahliannya, warga
negara lainnya, industri nasional, sarana dan prasarana, serta sumber daya buatan
dan sumber daya alam yang dapat digunakan untuk kepentingan pertahanan.
Intelektual muda menempati posisi sebagai komponen pendukung yang
sangat potensial dalam mengembangkan potensi pertahanan nir militer dimana
pertahanan dilakukan melalui usaha tanpa menggunakan kekuatan senjata,
melainkan dengan pemberdayaan faktor-faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, dan teknologi. Dalam masa damai maupun masa perang, sesungguhnya
kalangan intelektual muda sebagai garda bangsa dalam pertahanan nirmiliter,
memiliki peran yang vital dan krusial sebagai kekuatan potensial agen perubahan
dalam pembentukan watak dan karakter bangsa. Di tengah tantangan perubahan
yang membawa tata laku dan tata nilai baru, kalangan muda terpelajar harus
mampu membekali dan membentengi diri dengan wawasan kebangsaan yang
kuat.
Generasi muda, utamanya para intelektual muda harus mampu memilih
dan memilah tata nilai baru yang tidak sesuai dengan identitas dan jati diri bangsa
yang bercirikan semangat gotong royong. Beratnya tantangan yang dihadapi
generasi muda, harus pula disikapi dengan menjaga keseimbangan antara
kecerdasan intelektual dengan kecerdasan emosional maupun kecerdasan spiritual.
Keseimbangan ketiga faktor tersebut, diharapkan akan mewujudkan perilaku
kalangan muda yang senantiasa menjunjung tinggi moral dan etika, kejujuran dan
kebangsaan. Tanpa keseimbangan ketiga faktor tersebut, kecerdasan yang dimiliki
generasi muda justru akan menggerogoti sendi-sendi kehidupan bangsa.
Kemampuan inilah yang sesungguhnya merupakan wujud bela negara
dalam spektrum yang halus yang perlu dilakukan oleh kalangan muda di masa
damai. Dengan disertai karakter kebangsaan yang kuat, ilmu pengetahuan,
kecerdasan dan kompetensi yang dimiliki, merupakan modal utama kalangan
intelektual muda untuk menjalankan kewajiban bela negaranya dalam
memperkuat pertahanan negara di berbagai bidang kehidupan nasional.
Dalam perspektif Ketahanan Nasional, justru peran bela negara dalam
spektrum lunak inilah yang akan menentukan kualitas pertahanan dan ketahanan
bangsa kedepan. Oleh karena itu, kalangan muda harus menempatkan diri secara
cerdas dan mengambil peran aktifnya dalam berbagai proses pembangunan
nasional, utamanya dalam pembangunan watak dan karakter bangsa. Hal ini perlu
dilakukan mengingat profesi, pengetahuan dan keahlian, serta kecerdasan yang
dijiwai oleh semangat kebangsaan merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan
untuk mengelola berbagai potensi sumber daya alam secara efektif dalam
membangun perekonomian nasional. Berbekal dengan potensi yang sama,
kalangan muda dalam peran bela negaranya sebagai salah satu kekuatan
Komponen Pendukung, dapat berpartisipasi dalam membangun kemampuan dan
kemandirian industri strategis yang dibutuhkan dalam pertahanan negara.
Perguruan tinggi memiliki kontribusi yang cukup besar dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di sebuah negara. Peningkata
SDM ini dapat diarahkan dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang
pertahanan negara. Mengaju pada sistem pertahanan negara yang bersifat semesta
dimana melibatkan seluruh warga negara dan sumber daya nasional menjadikan
keharusan bagi setiap perguruan tinggi ikut berpartisipasi dalam sistem
pertahanan negara. Bentuk partisipasi tersebut dapat berupa pengembangan
kemampuan bela negara maupun aplikasi ilmu pengetahuan untuk meningkatkan
kemampuan alutsista pertahanan negara. Sejarah keikutsertaan Perguruan Tinggi
dalam pertahan negara adalah Pada tahun 1963 dikeluarkan 3 Keputusan Bersama
oleh Menteri PTIP (Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 1963 pada
Kabinet kerja III)[15] dan WAMPAHANKAM (Wakil Menteri
Pertama/Koordinator Pertahanan Keamanan tahun 1963 Kabinet Kerja III)[15]
yang menggambarkan pokok pikiran pada masa itu tentang adanya tiga bentuk
Dikhankamnas di lingkungan Pendidikan Tinggi yakni:Keputusan Bersama
Nomor: M/A/20/163, M/A/21/1963 dan M/A/19/1963 tentang Pengaturan Mata
Kuliah Pertahanan Negara ke dalam Kurikulum Perguruan Tinggi. Kemudian
pada tanggal 13 November 1996 Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud
No.522/DIKTI/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Satuan Resimen
Mahasiswa di Lingkungan Perguruan Tinggi. Pada tahun 2000, di keluarkan SKB
baru oleh Menham, Mendiknas, Mendagri Nomor: KB/14/M/X/2000, Nomor:
6/U/KB/2000, dan Nomor: 39 A Tahun 2000 tentang Pembinaan dan
Pemberdayaan Resimen Mahasiswa. Berdasarkan surat keputas bersama tentang
menwa di atas maka untuk mewujudkan pertisipasi perguruan tinggi dalam bidang
pengembangan SDM dan teknologi pertahanan untuk saat ini dan kedepan
diperlukan suatu langkah nyata, seperti:
1. Mengembangakan SDM berorientasi pembentukan kesadaran bela negara
melalui kurikulum pendidikan wajib. Seperti yang selama ini telah dilakukan
dengan memberikan pelajaran kewarganegaraan yang didalamnya terdapat
pelajaran bela negara. Perlu adanya suatu peningkatan kualitas dan kuantitas
pembelajaran sehingga materi yang dipelajari dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari mahasiswa dikampus, dilingkungan keluarga dan
masyarakat. Upaya mengubah sikap dan prilaku warga negara melalui
mahasiswa agar selalu tanggap terhadap berbagai permasalahan negara yang
dilandasi nilai-nilai bela negara sehingga terbentuk karakter nasional dimana
warga negara yang faham akan hak dan kewajibannya
2. Membentuk unit-unit kegiatan mahasiswa (UKM) bidang bela negara. Dalam
pengelolaan operasional pendidikan yang menunjang kegiatan mahasiswa
perlu dibentuknya unit kegiatan mahasiswa terkait dengan bela negara. Unit
kegiatan ini berfungsi sama dengan unit kegiatan mahasiswa yang lain seperti
beladiri, kesenian, keagamaan, kewiraswastaan dan penelitian. UKM ini
tempat mahasiswa menambah wawasan dan pengetahuan diluar kegiatan
belajar, disini mereka dapat mempelajari dan memperdalam serta
mempraktekkan tentang bela negara termasuk sistem pertahan negara, bahkan
dapat mengembangkan minat terkait pengembangan teknologi terkait bidang
pertahanan atau teknologi yang dapat mendukung sistem pertahan negara
dalam suatu penelitian. Hal ini penting, selama ini UKM bela negara belum
ada diperguruan tinggi, sedangkan secara kontitusi ini adalah panggilan bagi
setiap warga negara.
3. Membentuk Komunitas mahasiswa dalam pengembangan teknologi
pertahanan. Dengan adanya UKM bela negara diperguruan tinggi, akan
meningkatkan minat dan ketertarikan mahasiswa terhadap pengembangan
sistem bela negara dan pengembangan sistem pertahanan negara melalui
bidang keilmuan mereka masing-masing. Bagi yang menempuh pendidikan
bidang teknik dapat berkontribusi dalam penelitian dan pengembangan
teknologi bidang pertahanan. Diharapkan muncul komunitas-komunitas
mahasiswa yang tertarik dalam bidang tersebut. Tentunya peran perguruan
tinggi diperlukan untuk menjembatani dan memfasilitasi sarana dalam
kegiatan UKM tersebut.
4. Membangun pusat studi dan sarana dalam pengembangan teknologi
pertahanan. Adanya pusat-pusat studi itu dimaksudkan agar dalam
pengembangan penelitian terdapat kerja sama kelembagaan dan kekhasan
berdasarkan fungsinya. Fungsi pusat studi pada hakikatnya adalah sebagai
wadah yang tidak hanya menampung berbagai kegiatan penelitian dan
pengkajian dosen dari berbagai bidang ilmu, program studi dan fakultas di
lingkungan perguruan tinggi, melainkan juga sebagai ujung tombak
keberadaan dan peran perguruan tinggi tersebut terutama dalam hubungannya
dengan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian. Dengan
adanya panggilan konstitusi terhadap bela negara, perguruan tinggi dapat
berperan aktif mengembangkan sistem dan teknologi pertahanan negara
dengan melibatkan stakeholder melalui penelitian.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari semua pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa cara peran perguruan
tinggi dalam memperkokoh Indonesia yaitu:
a. Menolak serta tidak memberi ruang terhadap masuknya segala bentuk paham
radikal maupun upaya provokasi ke dalam lingkungan kampus yang dapat
mengancam kebinekaan dan keutuhan NKRI
b. Memberi dukungan penuh kepada pemerintah beserta TNI – Polri untuk tidak
ragu – ragu dalam menindak tegas segala bentuk ucapan dan tindakan yang
mengganggu: persatuan dan persaudaraan, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, serta
yang tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945
c. Mendukung Polri untuk melakukan tindakan hokum secara tegas kepada
orang atau kelompok yang dengan segala cara berupaya memecah belah –
bangsa Indonesia
4.2 Saran
a.) Perguruan Tinggi sebagai sumber daya nasional perlu di triggrer untuk ikut
serta dalam meningkatkan dan mengembangkan bela negara dan sistem
pertahanan negara melalui pembinaan sumber daya manusia dan teknologi
pertahanan melalui riset dan pengembangan alutsista pertahan
b.) Pada tataran pelaksanaan peran perguruan tinggi dalam bela negara dan sistem
pertahanan negara perlu adanya pembentukan unit kegiatan mahasiswa guna
menciptakan ketertarikan dan fokus minat mahasiswa dalam mengembangkan
diri sebagai subjek bela negara dan teknologi pertahanan sebagai sarana
pertananan negara dalam bela negara.
c.) Pengaruh global menyebabkan mahasiswa dapat mengembangkan dirinya, dan
berwawasan luas. Untuk itu perlu kerja sama antar instansi, baik swasta
maupun pemerintah, baik dalam maupun luar negeri sebagai wadah dan
payung hukum yang mengikat.
DAFTAR PUSTAKA

artikel_19_07_arief_hidayat.pdf (mkri.id) (diakses Mar 2024)


Bhinneka Tunggal Ika - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(diakses Mar 2024)
Makalah Demokrasi Indonesia | Dian Eka Pertiwi - Academia.edu (diakses Mar
2024)
Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi (Pancasila Education for Higher
Education) | Zofrano Ibrahimsyah Magribi Sultani - Academia.edu
(diakses Mar 2024)
Pengertian NKRI: Latar Belakang, Tujuan, Fungsi, Bentuk dan Pentingnya
Menjaga Keutuhan (wawasankebangsaan.id) (diakses Mar 2024)
Pengertian UUD 1945, Sejarah, Kedudukan, dan Strukturnya (gramedia.com)
(diakses Mar 2024)
Peranan Mahasiswa dalam Menerapkan Nilai-nilai Pancasila | The Columnist
(diakses Mar 2024)
“Empat Pesan Jokowi pada Forum Rektor Indonesia,” Jul 04, 2020.
https://www.republika.co.id
“Renstra-Dikti-2020-2024-rev-3.1.pdf,” 2020. https://dikti.kemdikbud.go.id/wp
content/uploads/2021/08/

Anda mungkin juga menyukai