Anda di halaman 1dari 4

Teori Infiltrasi dalam Tafsir al-Khâzin Pada Q.S.

Hud [11]: 38
Dalam menafsirkan Al-Qur’an, terdapat banyak corak atau ciri khas yang
dihadirkan oleh para mufasssir. Corak yang dimaksud adalah suatu bidang khusus
yang lebih sering dibahas dalam kitab-kitab tafsir. Salah satu corak yang sering
digunakan oleh beberapa mufassir adalah corak historis.

Kitab-kitab tafsir yang menggunakan corak tersebut lebih sering membahas


tentang sejarah di dalam penafsirannya dibandingkan dengan corak-corak lain,
seperti fiqh, falsafi dan lain-lain. Salah satu sejarah yang termasuk dalam beberapa
penafsiran al-Qur’an yang bercorak historis adalah peristiwa perahu Nabi Nuh.
Salah satu penggalan ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang sejarah tersebut
adalah Q.S. Hud [11]: 38.

‫أَل ِّم ن َقۡو ِم ِهۦ َسِخ ُروْا ِم ۡن ُۚه َقاَل ِإن َتۡس َخ ُروْا ِم َّن ا َفِإَّن ا َنۡس َخ ُر ِم نُك ۡم‬ٞ ‫َو َيۡص َنُع ٱۡل ُفۡل َك َو ُك َّلَم ا َم َّر َع َلۡي ِه َم‬
٣٨ ‫َك َم ا َتۡس َخ ُروَن‬

Pada umumnya, Kitab Tafsir bercorak historis ini memiliki beberapa kekurangan
karena pembahasan tentang suatu peristiwa dalam sejarah berpeluang untuk
memiliki beberapa versi atau riwayat. Dari fakta tersebut, timbul sebuah
problematika dalam penafsiran. Problematika tersebut biasa dikenal dengan istilah
‘Teori Infiltrasi’.

Berdasarkan KBBI, infiltrasi memiliki makna ‘penyusupan’. Kata ‘penyusupan’


tersebut memiliki makna negatif dan merugikan. Apabila dihubungkan dengan
penafsiran al-Qur’an, teori infiltrasi memiliki peran buruk karena dalam teori
tersebut mengandung informasi yang salah dan berisiko bagi pembaca kitab tafsir.
Pada umumnya, teori infiltrasi terkandung pada dua hal, yakni israilliyat dan
maudhu’at.

Pada artikel ini, Kitab Tafsir yang akan digunakan sebagai bahan kajian adalah
kitab Tafsir al-Khâzin karangan ‘Ala’ al-Din ‘Ali Ibn Muhammad al-Baghdadi.
Jenis penafsiran kitab tersebut adalah tahlili. Sedangkan corak yang digunakan
adalah historis. Penafsiran yang terdapat pada kitab tersebut banyak menggunakan
cerita sejarah dan kisah-kisah untuk memperkuat argumentasinya.
Dalam penafsiran Q.S. Hud [11] : 38 yang mengisahkan tentang peristiwa perahu
Nabi Nuh dalam Tafsir al-Khâzin terdapat penyelundupan kisah israilliyat. Hal
tersebut dapat ditemukan pada penafsiran lafadz ‫يصنع الفلك‬. Penafsiran kisah
tersebut merupakan pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh beberapa tokoh,
yakni:

1. Ahlu as-sai>r
Ketika Allah memerintah Nabi Nuh untuk membuat kapal, seketika itu Nabi
Nuh menerimanya dan langsung mempersiapkan semua hal untuk
membangun kapal seperti memotong kayu, memukul besi dan lain-lain.
Ketika Nabi Nuh membangun kapal tersebut, terdapat beberapa kaumnya
lewat dan melihat Nabi Nuh kemudian menghinanya. Kaumnya berkata
“Wahai Nuh, kamu telah menjadi tukang kayu setelah kau menjadi Nabi dan
Tuhanmu telah memandulkan seluruh wanita di sini sehingga kami tidak
bisa mempunyai keturunan.”
2. Al Baghawi
Pendapat ini merupakan anggapan yang disampaikan oleh Ahlu at-Taurah
yang hanya diceritakan oleh Imam Al Baghawi. Pada cerita tersebut
dijelaskan bahwa Allah memerintah Nabi Nuh untuk membuat sebuah kapal
dengan beberapa kriteria. Diantaranya adalah kapal terbuat dari kayu jati
dan dicat dari dalam dan luar. Panjang kapal tersebut 80 dhira’. Lebarnya 50
dhira’. Tingginya 30 dhira’. Di dalam kapal tersebut juga terdapat tiga
lantai, yakni bawah, tengah dan atas. Dengan kriteria tersebut, kemudian
Nabi Nuh segera membuat kapal sesuai dengan yang diperintahkan Allah.
3. Ibnu Abbas
Nabi Nuh membuat kapal selama dua tahun. Kapal tersebut memiliki
panjang 300 dhira’, lebar 50 dhira’ dan tinggi 30 dhira’. Kapal tersebut
terbuat dari kayu jati dan memiliki tiga lantai. Adapun lantai bawah
ditempati oleh binatang liar dan binatang buas. Lantai tengah ditempati oleh
binatang melata dan binatang ternak. Lantai atas ditempati oleh Nabi Nuh
dan kaumnya. Di dalam kapal tersebut, telah tersedia segala kebutuhan bagi
makhluk hidup yang menempatinya.
4. Qatadah
Di dalam kitab, Qatadah berpendapat bahwa di dalam kapal tersebut
terdapat sebuah pintu yang sangat lebar.
5. Hasan
Dalam kitab dijelaskan bahwa Hasan berasumsi panjang dari kapal Nabi
Nuh adalah 1100 dhira’, lebarnya mencapai 600 dhira’ dan tingginya tidak
tertulis dalam kitab. Namun, menurut mufassir pendapat yang paling benar
adalah pendapat yang pertama (yang menyatakan panjangnya 300 dhira’.
6. Zaid bin Aslam
Pendapat yang disampaikan oleh Zaid bin Aslam sedikit berbeda dari
pendapat yang disampaikan oleh tokoh-tokoh di atas. Zaid bin Aslam
berpendapat bahwa Nabi Nuh menanam pohon selama 100 tahun kemudian
memotongnya. Setelah itu, kayu pohon tersebut dibuat menjadi kapal
dengan proses pengerjaan selama 100 tahun juga.
7. Ka’ab al-Ahbâr
Ka’ab al-Ahbâr meriwayatkan dalam kitab Tafsir al-Khâzin bahwa Nabi
Nuh membuat kapal yang diperintahkan oleh Allah selama 30 tahun.
8. Riwayat lain
Terdapat beberapa riwayat lain yang mengatakan bahwa kapal tersebut
memiliki tiga lantai. Lantai bawah dihuni oleh binatang liar dan binatang
melata. Sedangkan lantai Tengah dihuni oleh para manusia, yakni Nabi Nuh
dan umatnya dan lantai atas dihuni oleh burung.

Pada riwayat-riwayat tersebut, terdapat dua kasus teori infiltrasi berupa kisah
israilliyat yang ditemukan. Kasus pertama ditemukan dalam riwayat yang
disampaikan oleh Ka’ab al-Ahbâr. Menurut al-Dhahabi dalam kitabnya yang
berjudul Israilliyat fi al-tafsir wa al-hadith, sumber israiliyat dari kalangan
tabi’in didapatkan dari riwayat Wahab ibn Munabbih dan Ka’ab al-Ahbâr.

Sedangkan pada kasus yang kedua yakni anggapan ahl at-taurah yang diceritakan
oleh Imam Al Baghawi. Kasus ini cukup jelas termasuk kisah israilliyat karena
Ahlu at-Taurah adala pakar dalam Taurat yang menerangkan hukum Taurat bagi
agama Yahudi dan israilliyat sangat kental dengan Yahudi.

Kesimpulan yang dapat diambil dari artikel ini adalah adanya bukti tentang teori
infiltasi pada Q.S. Hud [11] : 38 dalam Kitab Tafsir al-Khâzin. Teori tersebut
berupa cerita israilliyat yang dikemukakan oleh Ka’ab al-Ahbâr dan Ahlu at-
Taurah. Walaupun pada dasarnya, penyusupan cerita tersebut tidak berakibat fatal
karena tidak menyangkut dengan hukum Islam.

Anda mungkin juga menyukai