Anda di halaman 1dari 12

TUGAS INDIVIDU

RESUME MATERI PENGAWASAN MUTU PANGAN


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengawasan Mutu Keamanan Pangan

Dosen Pengampu :
Fitriani, SKM, MKM

Disusun Oleh :
Nama : T. Roch Hayyu Condrodhari
NIM : P1337431221018
Kelas : Sarjana Terapan Reguler A

JURUSAN GIZI
PROGAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIK
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
Pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar karena berpengaruh
terhadap eksistensi dan ketahanan hidup manusia. Manusia membutuhkan energi dalam
menjamin keberlangsungan proses kehidupannya dan untuk memperoleh energi tersebut maka
manusia harus mengkonsumsi makanan yang berasal dari bahan pangan dengan berbagai
kandungan zat gizi di dalamnya. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati
dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumen manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan
bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan pembuatan makanan dan
minuman.
Definisi mutu secara umum adalah kesesuaian serangkaian karakteristik produk atau jasa
dengan standar yang ditetapkan perusahaan berdasarkan syarat, kebuttuhan, dan keinginan
konsumen. Setiap orang membutuhkan pangan yang bermutu dan bergizi karena sangat penting
dalam menunjang kebutuhan hidup sehari-hari. Makanan yang bermutu dan bergizi adalah
makanan yang diperlukan seorang untuk dapat hidup sehat dan produktif. Mutu atau kualitas
adalah kumpulan sifat-sifat atau karakteristik bahan/produk yang mencerminkan tingkat
penerimaan konsumen terhadap bahan tersebut. Apabila beberapa sifat bahan atau produk
tersebut dinilai baik oleh konsumen, maka mutu bahan/produk dikategorikan baik pula.
Mutu pangan bersifat multi dimensi dan mempunyai banyak aspek. Aspek-aspek mutu
pangan tersebut antara lain adalah aspek gizi (kalori, protein, lemak, mineral, vitamin, dan lain-
lain), aspek selera (indrawi, enak, menarik, segar), aspek bisnis (standar mutu, kriteria mutu)
serta aspek kesehatan (jasmani dan rohani) kepuasan konsumen berkaitan dengan mutu.

a. Definisi Mutu Berdasarkan Gabungan (Komposisi) Atribut Produk


Kramer dan Twigg (1983) mendefinisikan mutu sebagai gabungan karakteristik
atau atribut organoleptik yang memberikan identitas khusus suatu produk (warna,
tekstur, rasa, atau flavor). Amerine et al (1965) menyatakan bahwa mutu merupakan
karakteristik/keistimewaan menyeluruh suatu produk yang menunjukkan
kemampuannya memenuhi kebutuhan.
ISO – 9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik
produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan atau
diwajibkan (Suardi, 2001). ISO menambahkan kata diwajibkan untuk menitikberatkan
bahwa mutu produk, selain bertujuan memenuhi keinginan konsumen, juga harus
memperhatikan standar yang dibuat atau ditetapkan oleh negara.
Menurut definisi tersebut, mutu tidak ditentukan oleh satu atau dua karakteristik
saja, tetapi merupakan gabungan keseluruhan karakteristik, termasuk karakteristik non
fungsional produk. Terdapat ilustrasi dibawah ini :
1. Produk Kecap dalam Botol
Mutu produk tidak hanya ditentukan oleh rasa, warna, dan kekentalan
kecap. Akan tetapi, mutu kecap juga ditentukan oleh kemudahan membuka botol,
menuang kecap, menyimpan setelah pemakaian, keawetan produk (biasanya
tidak habis sekali pakai), dan kemudahan mendapatkan produk di toko atau
warung.

2. Makanan di Restoran
Mutu tidak hanya ditentukan oleh rasa makanan dan harga, tetapi juga
tergantung pada kecepatan penyajian, keramahan pelayanan, fasilitas fisik
restoran, kemudahan parkir kendaraan, dan sebagainya.

3. Kopi Bubuk dalam Kemasan


Mutu produk kopi juga ditentukan oleh kemudahan membuka kemasan,
informasi dan kemudahan cara penyajian, ketersediaan di toko, konsistensi rasa
dari waktu ke waktu, dan sebagainya.

b. Definisi Mutu Berdasarkan Kesesuaian Terhadap Persyaratan


Philips B. Crosby mendefinisikan mutu sebagai conformance to requirement.
Dengan definisi ini, Crosby menitikberatkan kegiatan mutu perusahaan untuk (1)
mencoba mengerti harapan-harapan konsumen dan (2) memenuhi harapan-harapan
tersebut sehingga (3) perlu pandangan eksternal mengenai mutu agar penyusunan
sasaran mutu lebih realistis dan sesuai dengan permintaan atau keinginan konsumen
(Tenner, 1992). Requirement yang disampaikan konsumen kemudian diterjemahkan
menjadi spesifikasi industri (requirement to specification).
Sejalan dengan yang disampaikan oleh Crosby, ahli mutu yang lain, yaitu
Gatchallan (1989), mendefinisikan mutu sebagai suatu persyaratan yang diinginkan
pengguna (konsumen) dan apa yang dapat diberikan produsen. Menurut Ishikawa
(1985), mutu ditentukan oleh sebaik apa karakteristik mutu sebenarnya (kebutuhan
pelanggan/bahasa pelanggan) diwakili oleh karakteristik pengganti yang terukur dan
yang dapat dihasilkan oleh perusahaan (spesifikasi produk).
Sementara itu, Kolarik (1995) menyatakan bahwa dua unsur mendasar mutu :
pengalaman pelanggan dan kreativitas produsen mengenai mutu. Menurut Tenner &
Detoro (1992), mutu mencakup pula suatu strategi bisnis dengan menghasilkan
produk/jasa yang secara lengkap memuaskan pelanggan internal dan eksternal dengan
memenuhi harapan yang eksplisit ataupun implisit.
Berdasarkan definisi tersebut, mutu dititikberatkan pada kemampuan perusahaan
untuk memenuhi (kalau bisa diupayakan untuk melebihi) persyaratan yang diinginkan
konsumen. Jika harapan dan kebutuhan konsumen terpenuhi, kemungkinan besar
konsumen akan melakukan pembelian berulang dan menjadi konsumen yang loyal.
Harapan dan keinginan konsumen lebih sering tidak terungkapkan, tetapi hanya
ada dalam benak konsumen. Perusahaan harus mampu menangkap keinginan tersebut
melalui kemampuan jaringan pemasaran dan inteligen konsumen. Semakin perusahaan
mampu menangkap keinginan tersebut, perusahaan semakin punya peluang untuk
memenangkan persaingan pasar karena produk yang dihasilkan sesuai dengan yang
diinginkan konsumen. Kebutuhan yang dinyatakan konsumen sering kali berbeda
dengan kebutuhan yang diinginkan. Apabila perusahaan tidak mampu membedakan dua
jenis kebutuhan ini, hal tersebut dapat mengakibatkan masalah yang serius. Di bawah ini
diberikan contoh mengenai kebutuhan yang dinyatakan dan kebutuhan yang diinginkan.

Produk yang dinyatakan Kebutuhan yang diinginkan


Mi instan Kepraktisan makanan
Teh botol Kepraktisan minuman
Gedung bioskop Hiburan
Sepatu Kenyamanan kaki dan penampilan
Hair net Menjaga bentuk rambut

Konsumen mengatakan bahwa ingin membeli mi instan yang mempunyai rasa


yang enak. Ketika diberikan mi yang harus dimasak selama 10 menit sebelum dimakan,
kemungkinan besar konsumen tidak akan membeli produk mi instan tersebut. Faktor lain
yang menjadi dasar pembelian oleh konsumen adalah kepraktisan penyiapan produk.
Ketika muncul minuman teh dalam botol, banyak orang yang mengira faktor
utama yang mendorong konsumen membeli produk teh botol adalah rasa yang enak.
Kemudian, muncul air minum dalam kemasan yang jauh melebihi jumlah penjualan teh
botol. Kita menjadi sadar dan tahu bahwa ternyata faktor utama yang diinginkan
konsumen adalah kepraktisan, bukan rasa.
Produk hair net yang terbuat dari benang-benang halus berwarna hitam sekarang
sudah tidak ada lagi di pasaran. Produk tersebut tergeser oleh produk jenis baru yang
memiliki fungsi sama dengan produk hair net (menjaga bentuk rambut), yaitu produk
hair spray.
c. Definisi Mutu Berdasarkan Kelayakan Penggunaan (Fitness For Use)
J.M. Juran mendefinisikan mutu sebagai fitness for use (cocok atau layak untuk
digunakan). Artinya, suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi kebutuhan dan
keinginan pelanggan berdasarkan tujuan penggunaan produk atau jasa tersebut (Tunggal,
1993). Untuk memahami definisi mutu yang disampaikan Juran, terdapat ilustrasi di
bawah ini.
1) Pada produk beras, beras (nasi) aking dianggap memiliki mutu yang rendah karena
nasi aking dipersepsikan dalam benak konsumen sebagai nasi sisa yang
dikeringkan, kemudian dimasak kembali. Protein telah banyak yang rusak dan
karbohidrat telah berubah menjadi pati resistant sehingga sulit diserap tubuh. Akan
tetapi, pada penderita diabetes melitus, nasi aking lebih bermutu karena
mengandung pati resistant yang sulit berubah menjadi gula di dalam tubuh dan
tubuh akan mengambil gula dalam darah sehingga cocok untuk penderita diabetes.
2) Air putih lebih bermutu dibandingkan kopi ketika digunakan sebagai minuman
oleh seseorang yang sedang berolahraga. Akan tetapi, kopi menjadi lebih bermutu
dibandingkan air putih ketika disajikan dalam acara bersantai di antara orang-orang
yang menyukai kopi.
3) Susu kedelai yang berbau langu dianggap kurang bermutu untuk konsumsi orang
Indonesia. Namun, di Jepang, justru susu kedelai yang berbau langu yang dianggap
bermutu karena menunjukkan keaslian susu kedelai tersebut.

Pemahaman Mengenai Mutu


Tujuan dan Ruang Lingkup Pengawasan Mutu Pangan
Menurut Hubeis (1999), konsep mutu pada bidang pangan erat kaitannya dengan era
mutu, dimulai dengan inspeksi atau pengawasan pada tahun 1920-an yang menekankan pada
pengukuran. Pada tahun 1960 mengarah ke pengendalian mutu dengan pendekatan teknik
statistika berupa grafik, histogram, tabel, diagram pencar dan perancangan percobaan.
Sedangkan tahun 1980-an berorientasi pada jaminan mutu (quality assurance) dan tahun 1990-
an terfokus pada manajemen mutu total (Total Quality Management atau TQM).
Pengawasan mutu merupakan program atau kegiatan yang tidak dapat terpisahkan
dengan dunia industri, yaitu dunia usaha yang meliputi proses produksi, pengolahan dan
pemasaran produk. Industri mempunyai hubungan yang erat sekali dengan pengawasan mutu
karena hanya produk hasil industri yang bermutu yang dapat memenuhi kebutuhan pasar, yaitu
masyarakat konsumen. Seperti halnya proses produksi, pengawasan mutu sangat berlandaskan
pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Makin modern tingkat industri, makin kompleks ilmu
pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk menangani mutunya. Demikian pula, semakin
maju tingkat kesejahteraan masyarakat, makin besar dan makin kompleks kebutuhan masyarakat
terhadap beraneka ragam jenis produk pangan. Oleh karena itu, sistem pengawasan mutu
pangan yang kuat dan dinamis diperlukan untuk membina produksi dan perdagangan produk
pangan.
Pengawasan mutu mencakup pengertian yang luas, meliputi aspek kebijaksanaan,
standardisasi, pengendalian, jaminan mutu, pembinaan mutu dan perundang-undangan.
Pengendalian mutu pangan ditujukan untuk mengurangi kerusakan atau cacat pada hasil
produksi berdasarkan penyebab kerusakan tersebut. Pengawasan mutu pangan juga mencakup
penilaian pangan, yaitu kegiatan yang dilakukan berdasarkan kemampuan alat indera. Cara ini
disebut penilaian inderawi atau organoleptik. Disamping menggunakan analisis mutu
berdasarkan prinsip-prinsip ilmu yang makin canggih, pengawasan mutu dalam industri pangan
modern tetap mempertahankan penilaian secara inderawi/organoleptik. Nilai-nilai kemanusiaan
yaitu selera, sosial budaya dan kepercayaan, serta aspek perlindungan kesehatan konsumen baik
kesehatan fisik yang berhubungan dengan penyakit maupun kesehatan rohani yang berkaitan
dengan agama dan kepercayaan juga harus dipertimbangkan.
Keamanan Pangan
Masyarakat sebagai konsumen mempunyai peran dalam memastikan keamanan pangan.
BPOM RI mengatakan salah satu cara yang paling efektif untuk memastikan keamanan
pangan adalah dengan upaya membangun masyarakat cerdas sebagai konsumen akhir
produk pangan. Upaya membangun masyarakat cerdas demi keamanan pangan bukan
tanpa hambatan. Tantangan yang dihadapi adalah tingkat edukasi dan latar belakang sosial
budaya masyarakat.
Permasalahan pangan di Indonesia seringkali diwarnai adanya kasus keracunan makanan
sehingga keamanan pangan seringkali terabaikan. Dewasa ini masalah keamanan pangan
sudah merupakan masalah global, sehingga perlu mendapatkan perhatian utama. Keamanan
pangan adalah kondisi dan upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran
biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan
kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. (Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2012 Tentang Pangan). Ada empat (4) masalah utama keamanan pangan yang
pertama cemaran mikroba karena rendahnya higiene dan sanitasi. Persoalan kedua adalah
cemaran kimia karena bahan baku yang sudah tercemar. Persoalan ketiga penyalahgunaan
bahan berbahaya pada pangan, sedangkan persoalan keempat adalah penggunaan bahan
tambahan pangan melebihi batas maksimum yang diizinkan. Oleh karena itu perlu intervensi
untuk mengatasi masalah utama keamanan pangan yang sering ditemukan.
Pengawasan mutu barang mempunyai arti sangat penting baik bagi masyarakat
konsumen, perusahaan industri, pemasaran maupun pemerintahan. Secara umum baik ditingkat
petani, industri, daerah maupun nasional, pengawasan mutu digunakan untuk berbagai tujuan,
yaitu :
1) Memberi pedoman mutu bagi produsen
2) Membina pengembangan pemasaran komoditas termasuk
ekspor
3) Membina pengembangan industri
4) Melindungi konsumen
5) Mengendalikan proses pengolahan di tingkat industri
Masing-masing penggunaan pengawasan mutu tersebut perlu disertai sistem standarisasi
dan ditopang dengan kebijaksanaan, perundangundangan, kelembagaan dan mekanisme
operasional yang baik. Penggunaan pengawasan mutu pada berbagai tingkat produksi
mempunyai sistem standarisasi yang berbeda. Hal ini tidak akan menyebabkan simpang siur
dalam hal mutu, asal masing-masing pihak menggunakan sistem standarisasi yang jelas
tujuannya, sasarannya, cara operasinya serta dilaksanakan dengan professional.
Dalam penyelenggaraan makanan agar menciptakan makanan yang berkualitas dan
aman, penerapan higiene sanitasi makanan perlu dilakukan. Dalam penerapannya, makanan
harus diperhatikan mutunya selama proses produksi. Selain makanan yang diperhatikan,
penjamah makanan juga harus diperhatikan sanitasinya agar dapat meminimalisir terjadinya
pencemaran baik biologi, kimia, maupun fisik yang dapat terjadi. Dalam penerapan higiene
sanitasi makanan, terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan. Terdapat enam aspek dalam
penerapan higiene sanitasi makanan, dimulai dari pemilihan bahan baku makanan hingga
penyajian makanan matang.
a. Pemilihan Bahan Baku Makanan Saat Penerimaan Bahan Makanan
Menurut Kusmayadi (2008), kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat
melalui ciri-ciri fisik dan mutunya. Kualitas bahan makanan yang baik yaitu bahan
makanan yang terbebas dari pencemaran termasuk pencemaran kimia seperti
pestisida dan juga kerusakan.
b. Penyimpanan Bahan Makanan
Menurut Kusmayadi (2008), proses penyimpanan makanan merupakan suatu
proses agar suatu bahan makanan tidak mudah rusak dan kehilangan kandungan
gizinya7 . Sebelum dilakukan penyimpanan, bahan makanan harus dibersihkan
terlebih dahulu. Cara membersihkan bahan makanan yang dapat dilakukan salah
satunya adalah dengan mencuci bahan makanan, kemudian dikeringkan agar tidak
terdapat air pada bahan makanan, dan kemudian dibungkus menggunakan
pembungkus yang bersih dan disimpan di ruangan dengan suhu rendah.
Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2004, bahan
makanan yang telah diterima harus segera dilakukan penyimpanan yang sesuai untuk
meminimalisir terjadinya pencemaran yang disebabkan oleh mikroorganisme karena
kesalahan penyimpanan yang dapat dapat berakibat fatal pada penurunan mutu dan
keamanan pangan. Terdapat empat cara penyimpanan yang dapat dilakukan untuk
meminimalisir kerusakan dan kehilangan zat gizi berdasarkan suhunya, yaitu:
Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu penyimpanan dengan suhu 10OC-15OC untuk
jenis minuman, buah, es krim, dan sayuran. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu
penyimpanan dengan suhu 4 OC-10OC untuk bahan makanan yang berprotein yang
akan segera diolah kembali. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu
penyimpanan dengan suhu 0OC-4 OC untuk bahan protein yang mudah rusak untuk
jangka waktu sampai 24 jam. Penyimpanan beku (frozen), yaitu penyimpanan
dengan suhu <0o C untuk bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka
waktu >24 jam.
c. Pengolahan Makanan
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004), pengolahan
makanan merupakan suatu proses perubahan bentuk dari bahan mentah menjadi
makanan yang siap dikonsumsi1 . Untuk menciptakan makanan yang baik, maka
proses pengolahan harus mengikuti prinsip-prinsip higiene sanitasi makanan. Dalam
pengolahan makanan terdapat hal yang harus diperhatikan kebersihannya, yaitu
penjamah makanan, cara pengolahan makanan, dan tempat pengolahan makanan.
Penjamah makanan merupakan seorang pekerja yang betugas untuk menjamah
makanan dimulai dari persiapan bahan baku hingga penyajian makanan. Kualitas
makanan yang disajikan dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, dan tindakan dari
penjamah makanan. Untuk mencegah terjadinya pencemaran, terdapat syarat untuk
penjamah makanan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004),
yaitu menutup luka terbuka, menggunakan hairnet atau penutup kepala, sedang tidak
menderita penyakit menular seperti flu, batuk, influenza, diare, dan lainlain, menjaga
kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian, mencuci tangan setiap kali akan
menangani makanan, menggunakan alat saat menjamah makanan agar tidak
bersentuhan langsung dengan kulit, tidak merokok atau menggaruk anggota badan,
dan tidak batuk maupun bersin di depan makanan tanpa menutupnya.
d. Penyimpanan Makanan Matang
Menurut Depkes RI, 2004 makanan yang telah matang harus menggunakan
wadah yang bersih dan aman bagi kesehatan dan tutup makanan dan minuman harus
dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan. Selain itu makanan matang
harus disimpan secara terpisah sesuai dengan jenisnya1 . Di PT. Aerofood
Indonesia, makanan yang telah matang dan sudah di dishing selanjutnya akan
diproses di dalam chiller. Setelah dari blast chiller, makanan yang telah jadi akan
disimpan di chiller. Sebelum didishing, meal akan disortir terlebih dahulu untuk
memastikan tidak terdapat foreign object atau objek asing pada makanan.

Makanan yang sudah di dishing paling lama disimpan dalam chiller adalah selama 3
hari. Apabila sudah melebihi waktu yang telah ditentukan, maka makanan tersebut
akan dibuang. Untuk mengetahui kapan makanan tersebut dimasukkan ke chiller,
pada tray makanan tersebut akan diberi label sesuai dengan harinya.
e. Pengangkutan Makanan
Pengangkutan makanan berperan dalam pencegahan terjadinya pencemaran
makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai
dari persiapan sampai kendaraan yang digunakan dalam pengangkutan makanan itu
sendiri.
f. Penyajian Makanan
Penyajian makanan yang menarik akan memberikan nilai tambah dalam menarik
pelanggan. Teknis penyajian makanan untuk konsumen memiliki berbagai cara
selama tetap mengikuti prinsip hygiene sanitasi makanan yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Hariyadi, P. (2010). Penanganan Kontaminan Pangan Dalam Rangka Menjamin Keamanan

Pangan1.

Kadarisman, I. D., & Muhandri, T. (2013). Definisi dan Konsep Mutu. Modul, 1, 1-39

LukmanA. S., & KusnandarF. (2015). Keamanan Pangan untuk Semua. Jurnal Mutu Pangan :

Indonesian Journal of Food Quality, 2(2), 152-156. Retrieved from

https://journal.ipb.ac.id/index.php/jmpi/article/view/27471

Mamuaja, 2016. Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan. Unsrat Press

Njatrijani, R. (2021). Pengawasan Keamanan Pangan. Law, Development and Justice

Review, 4(1), 12-28.

Pudjirahayu, 2018. Pengawasan Mutu Pangan. BPPPSDM Kemenkes RI

Rahmadhani, D., & Sumarmi, S. (2017). Gambaran Penerapan Prinsip Higiene Sanitasi

Makanan Di PT Aerofood Indonesia, Tangerang, Banten The Description of

Food Sanitation and Hygiene At PT Aerofood Indonesia, Tangerang,

Banten. Open Access under CC BY–SA License, 291-299.

Suardi, R. (2001). Sistem Manajemen Terpadu. ISO 9000: 2000.

Anda mungkin juga menyukai