BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya aktivitas dan tuntutan pekerjaan membuat masyarakat Indonesia lebih
memilih mengonsumsi produk makanan jadi (instan). Produk makanan jadi (instan) digemari
oleh masyarakat Indonesia karena praktis, mudah di dapat, harga relatif murah, memiliki umur
simpan yang relatif lama, dan memiliki variasi rasa disetiap produk. Tingginya tingkat
konsumsi makanan jadi (instan) dan besarnya pangsa pasar bisnis di Indonesia, sehingga
menyebabkan banyaknya bermunculan berbagai merek produk makanan yang bervariasi.
Untuk menyikapi hal tersebut, kita harus perlu memperhatikan tingkat kesadaran konsumen
terhadap suatu merek (brand awareness). Meningkatkan kesadaran suatu merek dianggap
sebagai cara yang efektif alam mengembangkan pangsa pasar dari suatu merek tersebut. Pada
mulanya mutu produk ditentukan oleh produsen. Selanjutnya, mutu produk ditentukan oleh
konsumen. Untuk menghadapi era globalisasi pada saat ini, setiap produsen harus mampu
menghasilkan produk dengan mutu yang baik, harga yang lebih murah dan juga pelayanan yang
lebih baik dibanding dengan para pesaingnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan
perbaikan mutu semua aspek dan pelayanan yang memuaskan bagi konsumen, sehingga
konsumen menjadi pelanggan yang setia.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi mutu dan konsep mutu
2. Untuk mengetahui berbagai macam konsep mutu
3. Untuk mengetahui karakteristik mutu pangan dan kelayakan penggunaan produk
4. Untuk mengetahui atribut mutu pangan
1.3 Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Mutu
1. Menurut Gaspersz dalam ISO 8402 (Quality Vocabulary), mutu didefinisikan sebagai
totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuanya untuk memuaskan
kebutuhan yang dispesifikkan atau ditetapkan
2. Dessler mengartikan mutu sebagai totalitas tampilan dan karakteristik sebuah produk atau
pelayanan yang berhubungan dengan kemampuanya untuk memenuhi kebutuhan yang
dicari. Dengan kata lain, mutu mengukur bagaimana baiknya sebuah produk atau jasa
memenuhi kebutuhan pelangganya.
3. Menurut Tjiptono dan Diana (1995) Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah
(misalnya yang dianggap merupakan bermutu saat ini mungkin dianggap kurang bermutu
pada masa mendatang).
4. Gatchallan (1989) dalam Hubeis (1994) Mutu dianggap sebagai derajat penerimaan
konsumen terhadap produk yangdikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam
standar dan spesifikasi),terutama sifat organoleptiknya.
5. ISO/DIS 8402 – 1992 dalam Fardiaz (1997) Mutu didefinsilkan sebagai karakteristik
menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia,
yang menunjukkankemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan.
Gambar 1.3 Konsep Mutu Model ZIP (Van den Berg dan Delsing, 1999)
Pada konsep mutu Model ZIP, mutu digambarkan sebagai kemampuan produk yang
dihasilkan oleh industri untuk memenuhi seluruh harapan konsumen. Karakteristik produk
digambarkan sebagai “tonjolan” dan “lekukan” dari ZIP tersebut. Semakin cocok “tonjolan”
dan “lekukan” ZIPnya dapat dikatakan bahwa industri semakin mampu memenuhi harapan
konsumen.
Untuk menjelaskan konsep mutu ZIP ini, dapat dibuat ilustrasi antara kancing baju
dan lubangnya. Harapan konsumen diibaratkan lubang kancing, sedangkan kancing adalah
karakteristik produk yang dihasilkan oleh industri. Semakin cocok antara kancing baju dengan
lubangnya, mutu produk dikatakan semakin bermutu.
1. Performance (Kinerja)
Kinerja merupakan tingkat kemampuan karakteristik utama produk atau jasa.
Karakteristik ini tidak dapat ditawar lagi (harus dipenuhi) jika ingin diterima konsumen.
Seperti, teh botol : rasa manis, warna asli seduhan teh, bebas mikroba, dan bahan
tambahan yang berbahaya.
2. Feature ( Ciri Khas)
Merupakan karakteristik kedua yang menjadi ciri khas dan keunggulan yang
ditawarkan oleh produk yang bersangkutan. Persaingan antarproduk biasanya lebih
disebabkan karakteristik kedua ini. Seperti Teh botol yakni tidak menggunakan bahan
tambahan lain (meskipun aman), adanya rasa buah (fruit tea).
3. Reliability (Keterandalan)
Didefinisikan sebagai konsistensi kinerja produk pada periode waktu tertentu. Pada
produk pangan, konsistensi rasa produk dari waktu ke waktu masa produksi. Produksi
bulan ini sama dengan bulan kemarin.
4. Durability (Daya Tahan)
Didefinisikan sebagai konsistensi kinerja produk pada periode waktu tertentu. Semakin
lama produk dapat digunakan tanpa ada perubahan fungsi, produk tersebut semakin
disukai konsumen. Seperti, Teh botol : masih aman setelah disimpan selama enam
bulan pada suhu kamar.
5. Conformance (Kesesuaian)
Merupakan tingkat kesesuaian produk yang dihasilkan (actual product) dengan
spesifikasi yang sudah direncanakan/ditetapkan. Jika dimensi ini tidak dipenuhi, berarti
banyak produk yang cacat. Seperti, Teh botol : semua fungsi sesuai dengan spesifikasi
yang direncanakan.
6. Serviceability (Kemudahan Perbaikan)
Merupakan tingkat kemudahan produk untuk diperbaiki. Untuk teh botol, jaringan
pedagang yang sampai ke pelosok dan terjamin ketersediaannya. Kemudahan minta
ganti ketika konsumen membeli produk yang cacat juga termasuk dalam dimensi ini.
7. Aesthetics (Estetika Sensori)
Merupakan estetika sifat-sifat sensori (diukur dengan pancaindra). Meskipun dimensi
mutu ini tidak terkait langsung dengan isi produk, biasanya hal itu sangat memengaruhi
tingkat penjualan. Seperti, Teh botol : desain botol, tutup, dan desain label.
8. Perceived Quality (Reputasi)
Merupakan ukuran tidak langsung karena informasi produk/jasa tidak lengkap.
Reputasi biasanya merupakan pengakuan orang-orang (konsumen)terhadap kinerja
produk. Seperti, Teh botol : Sosro.
1. Karakteristik fisik/tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat
fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari
kombinasi bau dan cicip
2. Karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Nilai gizi
sangat menentukan mutu pangan, karena dengan mengukur nilai gizi suatu pangan,
konsumen dapat mengetahui kandungan apa saja yang terdapatdalam pangan tersebut
dan berapa jumlah makanan atau minuman yang harus dikonsumsi untuk memenuhi
kecukupan gizi seseorang. Keamanan biologis juga sangat penting dalam menentukan
mutu pangan, sehingga dapat ditentukan apakah pangan tersebut layak untuk
dikonsumsi atau tidak. Ada banyak uji yang dilakukan untuk mengetahui tingkat
pencemaran makanan oleh mikroorganisme.
Berdasarkan karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnyaditentukan oleh ciri
organoleptik kritis, misalnya kerenyahan, kelembutan, kekentalanatau kekenyalan suatu
pangan. Namun, ciri organoleptik lainnya seperti bau, aroma,rasa dan warna juga ikut
menentukan. Pada produk pangan, pemenuhan spesifikasidan fungsi produk yang
bersangkutan dilakukan menurut standar estetika (warna,rasa, bau, dan kejernihan), kimiawi
(mineral, logam – logam berat dan bahan kimiayang ada dalam bahan pangan), dan
mikrobiologi (tidak mengandung bakteri Eschericia coli dan patogen lainnya)
3.2.3 Karakteristik Fitness for Use (Kelayakan Penggunaan)
a. Quality of availability
Produk disukai konsumen jika jumlah “waktu aktif” produk tinggi. Waktu aktif
(uptime) adalah (1) waktu aktif produk digunakan dan (2) waktu tunggu produk untuk
digunakan. Sementara itu, “waktu tidak aktif” (downtime) adalah (1) waktu perbaikan,
termasuk diagnosis dan penyetelan, dan (2) waktu tunggu untuk mendapatkan spare
parts (suku cadang).
b. Quality of reliability
Reliability adalah peluang produk untuk digunakan tanpa kerusakan fungsi tertentu
pada kondisi tertentu dan untuk periode waktu tertentu. Contoh untuk produk pangan
adalah self life (umur kedaluwarsa).
c. Quality of maintainability
Merupakan tingkat kemudahan untuk merawat (mencegah kerusakan) dan
memperbaiki kerusakan, termasuk juga kemudahan pemasangan dan penggunaan.
Contoh untuk produk pangan adalah kecap dalam botol kaca lebih sulit untuk di-
maintain (sulit membuka dan sulit menjaga produk kalau tidak sekaligus habis)
dibandingkan dengan kecap dalam kemasan botol plastik.
2. Aspek lingkungan
Implikasi lingkungan dari produk pangan terutama berkaitan dengan penggunaan bahan
kemasan dan pengelolaan limbah industri pangan. Menurut Wandel dan Bugge dalam Luning
et al (2002), atribut mutu intrinsik, seperti rasa atau nilai gizi, berkaitan dengan kepentingan
pribadi, sedangkan atribut mutu ekstrinsik lingkungan dapat berkaitan dengan kepentingan
masyarakat luas. Di Eropa, sejak tahun 1997, industri pengemasan pangan telah menerapkan
peraturan pemerintah agar bertanggung jawab untuk menggunakan bahan kemasan daur ulang
dan mengurangi jumlah penggunaan bahan kemasan.
3. Aspek Pemasaran
Pengaruh pemasaran terhadap mutu produk pangan bersifat kompleks. Van Trijp dan
Steenkamp (1998) dalam model petunjuk mutu (quality guidance model) menyatakan bahwa
upaya-upaya pemasaran, seperti komunikasi melalui merek dagang, penentuan harga, dan
pelabelan, menentukan atribut mutu ekstrinsik dan memengaruhi harapan mutu konsumen
sebelum membeli suatu produk pangan. Akan tetapi, upaya pemasaran juga dapat
memengaruhi atribut mutu yang dipercaya (credence attributes), terutama untuk atribut yang
tidak dapat diperiksa oleh konsumen, seperti penggunaan bahan tambahan pangan, nilai gizi,
kandungan vitamin, kolesterol, dan sebagainya.
Harga berpengaruh positif terhadap mutu yang diharapkan konsumen. Semakin tinggi
harga, semakin tinggi pula harapan mutu konsumen (Acebron dan Dopito, 2000). Fakta adanya
pengaruh harga terhadap persepsi mutu ini telah banyak digunakan produsen atau pemasar
untuk membidik segmen konsumen tertentu yang tingkat ekonominya tinggi. Mereka membuat
produk eksklusif bermutu relatif tinggi dan menjual dengan harga yang cukup tinggi.
Beberapa petunjuk mutu yang wajib dicantumkan dalam label (mandatory), seperti
keberadaan GMO (genetically modified organism rekayasa genetika), senyawa yang dapat
menimbulkan alergi dan sebagainya. Meskipun ini merupakan petunjuk yang berdampak
negatif terhadap harapan konsumen, harus dicantumkan untuk melindungi konsumen. Caswell
(2000) menyebutkan bahwa untuk GMO, negara-negara Uni Eropa, Australia/New Zealand,
dan Jepang mewajibkan pencantuman keberadaan GMO apabila terdapat pada produk pangan
yang dijual.
BAB IV
KESIMPULAN
Definisi mutu terdiri atas berbagai macam yang dititikberatkan pada aspek yang
berbeda. Dasar pendefinisian tersebut adalah (1) gabungan atribut mutu, (2) kesesuaian dengan
penggunaan, dan (3) kelayakan penggunaan. Dari semua definisi mutu yang ada, dapat
disimpulkan bahwa mutu merupakan tingkat kesesuaian karakteristik produk dengan
kebutuhan, keinginan, dan persyaratan konsumen. Konsep mutu adalah penjelasan yang lebih
mendasar (lebih perinci) mengenai pengertian, gagasan, dan pemikiran berkaitan dengan mutu.
Konsep mutu dari para ahli mutu bermacam-macam, yakni (1) Model ZIP adalah
kemampuan pemasok (perusahaan) untuk menyampaikan produk yang memenuhi harapan
spesifik pelanggan atau konsumen. (2) Konsep Mutu Juran menekankan bahwa mutu dimulai
sejak dari rancangan produk (quality of design), dilanjutkan dengan tingkat kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kesesuaian rancangan produk tersebut (quality of conformance).
(3) Konsep Mutu David Garvin memberikan perincian yang lebih detail pada konsep mutu,
yaitu menjadi delapan dimensi mutu. Dimensi mutu tersebut adalah performance (kinerja),
feature (ciri khas), reliability (keterandalan), conformance (kesesuaian), durability (keawetan),
serviceability (kemudahan perbaikan), aesthetics (estetika sensori), dan perceived quality
(reputasi). (4) Konsep Mutu industri jasa terdiri atas lima karakteristik, yaitu reliability,
assurance, tangible, empathy, dan responsiveness. (5) Konsep mutu berdasarkan atribut mutu
produk tersebut (atribut mutu intrinsik dan atribut mutu ekstrinsik).