Anda di halaman 1dari 23

KONSEP MUTU DAN DIMENSI MUTU

TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN MUTU


Drg. Nining Handayani SpPros.,MM

Disusun Oleh :
Ketua :
Sekretaris :
Anggota : 1.
2.

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKIT

UNIVERSITAS ADHIRAJASA RESWARA SANJAYA


BANDUNG
2023
KONSEP MUTU DAN DIMENSI MUTU

Menurut Armand V. Feigenbaum (1989: 7) mutu adalah keseluruhan gabungan


karakteristik produk dan jasa dari pemasaran rekayasa, pembuatan dan pemeliharaan yang
membuat produk dan jasa yang digunakan untuk memenuhi harapan-harapan pelanggan.
Sedangkan menurut Supriono (2002: 377), mutu adalah tingkat baik buruknya sesuatu. Mutu
dapat didefinisikan sebagai tingkat keunggulan. Jadi mutu adalah ukuran relatif kebaikan.
Secara operasional, produk bermutu adalah produk-produk yang memenuhi harapan
pelanggan.

Mutu harus berorientasi pada kepuasan pelanggan. Hal ini membawa dampak pada
persaingan yang semakin ketat (akibat kemajuan teknologi informasi, produksi, dan
transportasi) yang menyebabkan persaingan antarindustri benar-benar ditentukan oleh
kemampuan mutu mereka. Namun, usaha pemenuhan spesifikasi mutu yang diinginkan oleh
konsumen kadang-kadang sulit untuk dilakukan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan karena
konsumen sulit untuk mendefinisikan spesifikasi keinginannya secara benar, jelas, dan
produsen tidak mudah menerjemahkan kebutuhan konsumen dalam spesifikasi produk yang
terukur.

Mutu adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan
dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah
ditetapkan (Azwar,2010).

Menurut Garvin (1988) mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Selera atau harapan konsumen pada suatu
produk juga harus berubah atau disesuaikan (Nasution, 2001).

Mutu adalah Nilai total suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan
kemampuan produk dan pelayanan tersebut dalam memenuhi kebutuhan pasien (American
Society for Quality Control). Peningkatan Mutu Pelayanan adalah memberikan pelayanan
secara efisien dan efektif sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan yang dilaksanakan
secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien, memanfaatkan teknologi tepat guna
dalam mengembangkan pelayanan kesehatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang
optimal (Nursalam,2011).

Menurut Goetsch dan Davis (1994:4) yang dikutip dari Siswanto 2010, mutu (quality)
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses,
dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Definisi ini didasarkan atas elemen
sebagai berikut:

1. Mutu meliputi usaha untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan


2. Mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan
3. Mutu merupakan kondisi yang selalau berubah (misalnya apa yang dianggap
merupakan mutu saat ini mungkin dianggap kurang bermutu pada masa yang akan
datang).

A. DEFINISI MUTU BERDASARKAN GABUNGAN (KOMPOSISI) ATRIBUT


PRODUK

Kramer dan Twigg (1983) mendefinisikan mutu sebagai gabungan karakteristik atau
atribut organoleptik yang memberikan identitas khusus suatu produk (warna, tekstur, rasa,
atau flavor). Amerine et al (1965) menyatakan bahwa mutu merupakan
karakteristik/keistimewaan menyeluruh suatu produk yang menunjukkan kemampuannya
memenuhi kebutuhan.

ISO – 9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik produk
atau jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan atau diwajibkan (Suardi,
2001). ISO menambahkan kata diwajibkan untuk menitikberatkan bahwa mutu produk, selain
bertujuan memenuhi keinginan konsumen, juga harus memperhatikan standar yang dibuat
atau ditetapkan oleh negara. Menurut definisi tersebut, mutu tidak ditentukan oleh satu atau
dua karakteristik saja, tetapi merupakan gabungan keseluruhan karakteristik, termasuk
karakteristik nonfungsional produk. Untuk lebih meningkatkan pemahaman pembaca,
perhatikan ilustrasi beberapa kasus mutu produk pangan di bawah ini.
B. DEFINISI MUTU BERDASARKAN KESESUAIAN TERHADAP PERSYARATAN

Philips B. Crosby mendefinisikan mutu sebagai conformance to requirement. Dengan


definisi ini, Crosby menitikberatkan kegiatan mutu perusahaan untuk (1) mencoba mengerti
harapan-harapan konsumen dan (2) memenuhi harapan-harapan tersebut sehingga (3) perlu
pandangan eksternal mengenai mutu agar penyusunan sasaran mutu lebih realistis dan sesuai
dengan permintaan atau keinginan konsumen (Tenner, 1992). Requirement yang disampaikan
konsumen kemudian diterjemahkan menjadi spesifikasi industri (requirement to
specification).

Sejalan dengan yang disampaikan oleh Crosby, ahli mutu yang lain, yaitu Gatchallan (1989),
mendefinisikan mutu sebagai suatu persyaratan yang diinginkan pengguna (konsumen) dan
apa yang dapat diberikan produsen. Menurut Ishikawa (1985), mutu ditentukan oleh sebaik
apa karakteristik mutu sebenarnya (kebutuhan pelanggan/bahasa pelanggan) diwakili oleh
karakteristik pengganti yang terukur dan yang dapat dihasilkan oleh perusahaan (spesifikasi
produk).

Sementara itu, Kolarik (1995) menyatakan bahwa dua unsur mendasar mutu:
pengalaman pelanggan dan kreativitas produsen mengenai mutu. Menurut Tenner & Detoro
(1992), mutu mencakup pula suatu strategi bisnis dengan menghasilkan produk/jasa yang
secara lengkap memuaskan pelanggan internal dan eksternal dengan memenuhi harapan yang
eksplisit ataupun implisit. Berdasarkan definisi tersebut, mutu dititikberatkan pada
kemampuan perusahaan untuk memenuhi (kalau bisa diupayakan untuk melebihi) persyaratan
yang diinginkan konsumen. Jika harapan dan kebutuhan konsumen terpenuhi, kemungkinan
besar konsumen akan melakukan pembelian berulang dan menjadi konsumen yang loyal.

Harapan dan keinginan konsumen lebih sering tidak terungkapkan, tetapi hanya ada
dalam benak konsumen. Perusahaan harus mampu menangkap keinginan tersebut melalui
kemampuan jaringan pemasaran dan inteligen konsumen. Semakin perusahaan mampu
menangkap keinginan tersebut, perusahaan semakin punya peluang untuk memenangkan
persaingan pasar karena produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan konsumen.
Kebutuhan yang dinyatakan konsumen sering kali berbeda dengan kebutuhan yang
diinginkan. Apabila perusahaan tidak mampu membedakan dua jenis kebutuhan ini, hal
tersebut dapat mengakibatkan masalah yang serius.

C. DEFINISI MUTU BERDASARKAN KELAYAKAN PENGGUNAAN (FITNESS FOR


USE)

J.M. Juran mendefinisikan mutu sebagai fitness for use (cocok atau layak untuk
digunakan). Artinya, suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan
pelanggan berdasarkan tujuan penggunaan produk atau jasa tersebut (Tunggal, 1993). Untuk
memahami definisi mutu yang disampaikan Juran, perhatikan ilustrasi di bawah ini.

1. Pada produk beras, beras (nasi) aking dianggap memiliki mutu yang rendah karena
nasi aking dipersepsikan dalam benak konsumen sebagai nasi sisa yang dikeringkan,
kemudian dimasak kembali. Protein telah banyak yang rusak dan karbohidrat telah
berubah menjadi pati resistant sehingga sulit diserap tubuh. Akan tetapi, pada
penderita diabetes melitus, nasi aking lebih bermutu karena mengandung pati resistant
yang sulit berubah menjadi gula di dalam tubuh dan tubuh akan mengambil gula
dalam darah sehingga cocok untuk penderita diabetes.
2. Air putih lebih bermutu dibandingkan kopi ketika digunakan sebagai minuman oleh
seseorang yang sedang berolahraga. Akan tetapi, kopi menjadi lebih bermutu
dibandingkan air putih ketika disajikan dalam acara bersantai di antara orang-orang
yang menyukai kopi.
3. Susu kedelai yang berbau langu dianggap kurang bermutu untuk konsumsi orang
Indonesia. Namun, di Jepang, justru susu kedelai yang berbau langu yang dianggap
bermutu karena menunjukkan keaslian susu kedelai tersebut.

KONSEP MUTU

Konsep mutu adalah penjelasan yang lebih mendasar (lebih perinci) mengenai
pengertian, gagasan, dan pemikiran berkaitan dengan mutu. Konsep ini dimunculkan oleh
para penulis (ahli mutu) untuk memerinci faktor-faktor yang terkait dengan mutu produk.
Penekanan konsep mutu dari para ahli mutu bermacam-macam. Van den Berg dan Delsing
menekankan pada kemampuan pemasok (perusahaan) untuk menyampaikan produk yang
memenuhi harapan spesifik pelanggan atau konsumen (Model ZIP). Juran menekankan
bahwa mutu dimulai sejak dari rancangan produk (quality of design), dilanjutkan dengan
tingkat kemampuan perusahaan untuk memenuhi kesesuaian rancangan produk tersebut
(quality of conformance). Mutu produk yang tinggi pada rancangannya belum tentu memiliki
mutu yang tinggi pula ketika masuk di pasar karena tergantung dari mutu kesesuaian pula.

David Garvin memberikan perincian yang lebih detail pada konsep mutu, yaitu
menjadi delapan dimensi mutu. Dimensi mutu tersebut adalah performance (kinerja), feature
(ciri khas), reliability (keterandalan), conformance (kesesuaian), durability (keawetan),
serviceability (kemudahan perbaikan), aesthetics (estetika sensori), dan perceived quality
(reputasi). Sementara itu, Berry et al (1985) menjelaskan bahwa karakteristik mutu jasa
(pelayanan) yang terdiri atas lima karakteristik, yaitu reliability, assurance, tangible,
empathy, dan responsiveness. Konsep mutu berikutnya adalah konsep mutu berdasarkan
atribut mutu produk tersebut (atribut mutu intrinsik dan atribut mutu ekstrinsik). Atribut mutu
intrinsik didefinisikan sebagai atribut mutu yang berkaitan langsung dengan sifat-sifat fisik
produk pangan dan merupakan bagian dari produk secara fisik. Atribut mutu ekstrinsik tidak
memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat fisik produk, tetapi dapat memengaruhi daya
terima konsumen terhadap produk.

A. KONSEP MODEL ZIP

Van den Berg dan Delsing (1999) menjelaskan mutu sebagai hubungan antara pemasok
(perusahaan) yang menyampaikan produk yang memenuhi harapan spesifik pelanggan atau
konsumen. Hal ini diilustrasikan pada Gambar berikut.
Konsep Mutu Model ZIP (Van den Berg dan Delsing, 1999)

Pada konsep mutu Model ZIP, mutu digambarkan sebagai kemampuan produk yang
dihasilkan oleh industri untuk memenuhi seluruh harapan konsumen. Karakteristik produk
digambarkan sebagai “tonjolan” dan “lekukan” dari ZIP tersebut. Semakin cocok “tonjolan” dan
“lekukan” ZIP- nya dapat dikatakan bahwa industri semakin mampu memenuhi harapan konsumen.
Untuk menjelaskan konsep mutu ZIP ini, dapat dibuat ilustrasi antara kancing baju dan lubangnya.
Harapan konsumen diibaratkan lubang kancing, sedangkan kancing adalah karakteristik produk yang
dihasilkan oleh industri. Semakin cocok antara kancing baju dengan lubangnya, mutu produk
dikatakan semakin bermutu.

B. KONSEP MUTU JURAN (1988)

Juran menjelaskan arti fitness for use sebagai quality of design (mutu rancangan) dan
quality of conformance (mutu kesesuaian).

1. Quality of Design (Mutu Rancangan)


Quality of design sering disebut sebagai mutu absolut artinya mutu yang direncanakan
atau dirancang. Menaikkan mutu rancangan akan meningkatkan biaya, tetapi dapat
meningkatkan harga (nilai jual) menjadi lebih tinggi. Misalnya, mobil biasa dengan
mobil mewah.

Suatu perbedaan spesifikasi untuk penggunaan fungsional yang sama merupakan


perbedaan mutu rancangan (quality of design). Hal ini sering juga diterjemahkan sebagai
tingkatan mutu (grade). Sebagai contoh, Ayam Goreng Mbok Berek dan Kentucky Fried
Chicken secara fungsional penggunaannya sama, tetapi berbeda dalam beberapa karakteristik
khusus dalam rancangannya, antara lain jenis ayam, bumbu, cara penggorengan, dan cara
penyajian. Ada juga ahli mutu yang menyebutkan sebagai “mutu absolut” karena
menggambarkan berbagai keistimewaan (keunggulan) karakteristik fungsional suatu produk.

Mutu rancangan adalah mutu (karakteristik) produk yang dihasilkan dari proses merancang.
Proses ini membutuhkan upaya yang serius dan yang berdampak pada biaya yang harus
dikeluarkan. Formula atau komposisi bahan, kemasan, rasa, ukuran, fitur, dan karakteristik
lainnya dirancang dengan cermat. Bahkan, pada mutu rancangan yang baik, prototipe atau
model produk juga dibuat. Konsumen dapat memahami produk dengan mudah. Perancangan
ini dilakukan melalui riset yang cukup serius, baik riset proses maupun riset konsumen.

Mutu rancangan ini kemudian diterjemahkan dalam perangkat-perangkat yang jelas, terukur,
dan mudah dimengerti oleh karyawan. Perangkat yang dimaksud, misalnya, spesifikasi bahan
baku, SOP dan instruksi kerja, spesifikasi mesin, spesifikasi kemasan, print kemasan, label,
dan sebagainya.

2. Quality of Conformance (Mutu Kesesuaian)

Merupakan tingkat kesesuaian produk atau jasa terhadap rancangan yang sudah dibuat.
Produk atau jasa dapat mempunyai rancangan yang baik, tetapi dalam pembuatannya ada
kemungkinan memiliki ketidaksesuaian (kekurangan).

Jika terjadi, hal ini mengakibatkan :

1. Scrap (waste)
2. Pekerjaan ulang
3. Penurunan mutu (grade 1 menjadi grade 2)
4. Jika lolos ke pasar, tidak akan laku atau malah menimbulkan citra negatif.

Tingkat kesesuaian yang tinggi akan menurunkan biaya produksi per unit produk. Jika
produk yang dihasilkan semakin sesuai dengan mutu rancangan (spesifikasi produk), dapat
dikatakan bahwa mutu kesesuaian semakin tinggi.

Untuk produk-produk yang berumur panjang, karakteristik fitness for use ditambah lagi
dengan :

1. Availability
2. Reliability
3. Maintainability.

1. Quality of availability

Produk disukai konsumen jika jumlah “waktu aktif” produk tinggi. Waktu aktif (uptime)
adalah :

(1) waktu aktif produk digunakan

(2) waktu tunggu produk untuk digunakan.

Sementara itu, “waktu tidak aktif” (downtime) adalah :

(1) waktu perbaikan, termasuk diagnosis dan penyetelan

(2) waktu tunggu untuk mendapatkan spare parts (suku cadang).

2. Quality of reliability

Reliability adalah peluang produk untuk digunakan tanpa kerusakan fungsi tertentu pada
kondisi tertentu dan untuk periode waktu tertentu. Contoh untuk produk pangan adalah
self life (umur kedaluwarsa).

3. Quality of maintainability

Merupakan tingkat kemudahan untuk merawat (mencegah kerusakan) dan memperbaiki


kerusakan, termasuk juga kemudahan pemasangan dan penggunaan. Contoh untuk produk
pangan adalah kecap dalam botol kaca lebih sulit untuk di-maintain (sulit membuka dan sulit
menjaga produk kalau tidak sekaligus habis) dibandingkan dengan kecap dalam kemasan
botol plastik.

C. KONSEP MUTU DAVID GRAIN (1987)

David Garvin, dalam konsep mutunya, memberikan delapan dimensi mutu terhadap
produk seperti berikut.

1. Performance (Kinerja)
Kinerja merupakan tingkat kemampuan karakteristik utama produk atau jasa.
Karakteristik ini tidak dapat ditawar lagi (harus dipenuhi) jika ingin diterima konsumen.

a. Televisi : gambar, warna, dan suara baik.


b. Mobil : laju kencang, aman, dan nyaman dikendarai.
c. Teh botol : rasa manis, warna asli seduhan teh, bebas mikroba, dan bahan tambahan
yang berbahaya.

2. Feature (Ciri Khas)

Merupakan karakteristik kedua yang menjadi ciri khas dan keunggulan yang ditawarkan
oleh produk yang bersangkutan. Persaingan antarproduk biasanya lebih disebabkan
karakteristik kedua ini.

a. Televisi : layar datar, sub woofer, dan remote.


b. Mobil : tape mobil, AC, kunci otomatis, dan alarm.
c. Teh botol : tidak menggunakan bahan tambahan lain (meskipun aman), adanya
rasa buah (fruit tea).

3. Reliability (Keterandalan)

Didefinisikan sebagai konsistensi kinerja produk pada periode waktu tertentu. Pada
produk pangan, konsistensi rasa produk dari waktu ke waktu masa produksi. Produksi bulan
ini sama dengan bulan kemarin.

4. Durability (Daya Tahan)

Didefinisikan sebagai konsistensi kinerja produk pada periode waktu tertentu. Semakin
lama produk dapat digunakan tanpa ada perubahan fungsi, produk tersebut semakin disukai
konsumen.

a. Televisi : lima tahun masih baik gambar, warna, dan suaranya.


b. Mobil : 10 tahun masih normal, belum ada perubahan kemampuan.
c. Teh botol : masih aman setelah disimpan selama enam bulan pada suhu kamar.
5. Conformance (Kesesuaian)

Merupakan tingkat kesesuaian produk yang dihasilkan (actual product) dengan


spesifikasi yang sudah direncanakan/ditetapkan. Jika dimensi ini tidak dipenuhi, berarti
banyak produk yang cacat.

a. Televisi : semua fungsi sesuai dengan spesifikasi yang direncanakan.


b. Mobil : semua fungsi sesuai dengan spesifikasi yang direncanakan.
c. Teh botol : semua fungsi sesuai dengan spesifikasi yang direncanakan.

6. Serviceability (Kemudahan Perbaikan)

Merupakan tingkat kemudahan produk untuk diperbaiki. Termasuk dalam


karakteristik ini (pada industri otomotif) adalah tersedianya suku cadang (spare parts) dan
tersebarnya bengkel resmi untuk perbaikan. Untuk teh botol, jaringan pedagang yang
sampai ke pelosok dan terjamin ketersediaannya. Kemudahan minta ganti ketika
konsumen membeli produk yang cacat juga termasuk dalam dimensi ini.

7. Aesthetics (Estetika Sensori)

Merupakan estetika sifat-sifat sensori (diukur dengan pancaindra). Meskipun dimensi


mutu ini tidak terkait langsung dengan isi produk, biasanya hal itu sangat memengaruhi
tingkat penjualan.

a. Televisi : perpaduan warna yang indah, pengerjaan halus, bentuk antena dalam
yang indah.
b. Mobil : desain bentuk yang indah (misal sporty), warna metalik.
c. Teh botol : desain botol, tutup, dan desain label.

8. Perceived Quality (Reputasi)

Merupakan ukuran tidak langsung karena informasi produk/jasa tidak lengkap. Reputasi
biasanya merupakan pengakuan orang-orang (konsumen) terhadap kinerja produk.

a. Televisi : Sony, Philips.


b. Mobil : BMW, Honda, Toyota.
c. Teh botol : Sosro.
D. KONSEP MUTU INDUSTRI JASA

Di luar industri manufaktur, terdapat industri pangan yang termasuk industri jasa,
misalnya restoran atau catering. Khusus untuk industri semacam itu, Berry et al (1985)
menjelaskan bahwa karakteristik mutu jasa (pelayanan) terdiri atas lima karakteristik, yaitu
reliability, assurance, tangible, empathy, dan responsiveness. Kelima karakteristik mutu jasa
ini kemudian dengan dikenal dengan RATER.

MUTU PELAYANAN KESEHATAN

Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan


kepada setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
yang sebagaimana telah ditetapkan berdasarkan standar dan kode etik profesi. Mutu
pelayanan kesehatan dapat memenuhi seluruh harapan pelanggan melalui peningkatan yang
dilakukan berkelanjutan melalui proses yang dijalankan. Pelanggan yaitu, pasien, keluarga,
dan lainnya yang datang untuk mendatkan pelayanan (Azwar, 1996 dan Zimmerman dalam
Satrianegara, 2014).
Menurut Pohan, 2007 layanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan
yang selalu berupaya memenuhi harapan pasien sehingga pasien merasa puas dan akan
merasa berhutang budi dan sangat berterima kasih karena semua yang diharapkan sesuai
dengan kebutuhan pasien. Oleh sebab itu, pasien akan pasien akan menyebarluaskan kepada
setiap orang mengenai pelayanan kesehatan yang baik, sehingga pasien atau masyarakat akan
berperan menjadi petugas hubungan masyarakat dari setiap organisasi layanan kesehatan
yang baik mutunya. Organisasi layanan kesehatan yang bermutu bukan saja menarik bagi
pasien, tetapi juga menarik bagi profesi layanan kesehatan sehingga menjadi tempat bekerja
profesi layanan kesehatan yang mempunyai kompetensi dan perilaku baik. Menurut Supranto,
2011 tingkat kepuasan pelanggan sangat tergantung pada mutu suatu produk. Suatu produk
dikatakan bermutu bagi seseorang kalau produk tersebut dapat memenuhi kebutuhannya.
Kepuasan pelanggan ditentukan oleh kualitas jasa yang dikehendaki sehingga jaminan
kualitas menjadi prioritas utama dan dijadikan tolok ukur keunggulan daya saing perusahaan.

Mutu pelayanan kesehatan merupakan pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan


setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
penduduk dan penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi. Mutu
pelayanan serta kepuasan pasien adalah dua hal paling penting di dalam pelayanan rumah
sakit. Pasien merasa tidak puas akan pelayanan kesehatan pada rumah sakit antara lain
perawat dan dokter tidak memberikan perhatian terhadap keluhan pasien serta keluarga,
kemudian dokter serta perawat yang tidak bersikap ramah, serta sulitnya berinteraksi dengan
petugas kesehatan(TORUAN, 2017). Tingkat kepuasan pasien akan sangat dipengaruhi oleh
mutu pelayanan, hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Roy Rocky Suprapto
Baan (2020) bahwa dimensi kualitas pelayanan (tangible, reliability, assurance dan emphaty)
berpengaruh terhadap peningkatan kepuasan pasien pada RS. Bahagia Makassar, dengan
dimensi assurance yang lebih dominan berpengaruh terhadap peningkatan kepuasan pasien
dikarenakan memberikan jaminan yang dapat memuaskan dari bidan RS. Bahagia Makassar
(Baan, 2020).

Mutu pelayanan kesehatan merupakan kesempurnaan suatu produk dalam pelayanan


kesehatan yang dapatmmemuaskan setiap pengguna jasa. Pelayanan yang bermutu
merupakan penyelenggaraan pelayanan yang diberikan sesuai dengan prosedur dan standar
pada kode etik profesi yang telah ditetapkan, dengan menyesuaikan potensi dari sumber daya
yang tersedia secara aman serta memuaskan yang dilakukan dengan wajar, efisien dan efektif
dengannmemperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah serta masyarakat
konsumen(Anggraini et al., 2021).

Menurut Wykof, mutu atau kualitas jasa adalah taraf keunggulan yang selalu didesain
dengan baik dan pengendalian taraf keunggulan juga dilakukan dengan tepat untuk
memenuhi harapan pelanggan. Sehingga dapat disimpulkan adanya dua hal yang
mempengaruhi mutu pelayanan yaitu pelayanannyang diterima dan harapan pelanggan,
apabila pelayanan yang diterima oleh pelanggan telah sesuai dengan harapannya atau bahkan
melebihi harapannya, maka jasa pelayanan kesehatan dapat dikatakan bermutu serta para
pengguna jasa pelayanan akan merasa puas (Iman, 2017).
Pelayanan yang diberikan kepada orang lain tentunya harus selalu dipantau agar
tercipta mutu pelayanan yang baik, hal tersebut dapat kita ukur menggunakan dimensi mutu
pelayanan yang terdiri dari lima alat pengukuran yaitu bukti fisik (tengibles), keandalan
(reliability), daya tanggap (responsiveness), kepedulian (emphaty), dan jaminan (assurance)
(Purwata et al., 2020). Dikarenakan suatu bentuk jasa tidak mampu dilihat, tidak bisa dicium
dan tidak bisa diraba maka aspek wujud fisik menjadi penting sebagai ukuran dari pelayanan.
Pasien akan menggunakan indera penglihatan untuk menilai suatu kulitas pelayanan. Bukti
fisik yang baik akan mempengaruhi persepsi pasien. Pada saat yang bersamaan aspek ini juga
merupakan salah satu sumber yang mempengaruhi harapan pasien. Dikarenakan dengan bukti
fisik yang baik maka harapan pasien akan menjadi lebih tinggi. Oleh karenanya merupakan
hal yang penting bagi rumah sakit untukkmengetahui seberapa jauh aspek wujud fisik
yang_paling tepat, yaitu masih memberikan impresi positif terhadap kualitas pelayanan yang
diberikanntetapi tidak menyebabkan harapan pasien yang terlalu tinggi sehingga dapat
memenuhi kebutuhan pasien dan memberikan kepuasan kepada pasien (Kosnan, 2020).

Berdasarkan hasil analisis mengenai pengaruh mutu pelayanan kesehatan dengan


kepuasan pasien rawat inap pada rumah sakit dapat ditarik kesimpulan bahwa mutu
pelayanan kesehatan (asscurance, emphaty, responsiveness, tangible dan reliability)
berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat inap pada rumah sakit. Keempat variabel
tersebut merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat inap di
rumah sakit. Hendaknya rumah sakit agar senantiasa meningkatkan pelayanan guna
tercapainya kepuasan pasien, khusunya pada pasien rawat inap. Hal ini bisa dilakukan dengan
lebih memperhatikan terhadap kebutuhan dan keinginan pasien, peningkatan fasilitas sarana
dan prasarana, jaminan rasa aman dan nyaman, dan kepercayaan serta pelayanan yang
dijanjikan secara cepat, akurat dan pasti sehingga akan meningkatkan kepuasan pasien.

Menurut Azwar (2010), pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan yang
menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan Kesehatan yang diselenggarakan, yang di
satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

Tuntutan pasien terhadap pelayanan yang bermutu merupakan salah satu tantangan
yang harus dihadapi oleh rumah sakit, karena dikatakan bermutu jika penyampaiannya yang
dirasakan melebihi harapan para penggunaannya atau pelayanan yang memuaskan. Pasien
adalah pelanggan utama rumah sakit yang menjadi fokus semua bentuk pelayanan rumah
sakit dan pasien akan memberikan penilaian berdasarkan pelayanan yang diterimanya dan
bertindak atas dasar kepuasannya. Puas atau tidak puasnya pasien tergantung pada
penampilan jasa pelayanan yang ditawarkan dalam hubungannya dengan harapannya.
(Wijono,2008).
Mutu pelayanan yang rendah akan mengakibatkan ketidakpuasan pelanggan yang
berakibat munculnya berbagai keluhan. Keluhan yang terjadi disebabkan karena
ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dan kenyataan yang dialaminya.

Menurut Wijono (1997) Mutu pelayanan kesehatan yang sering juga diartikan mutu
pemeliharaan kesehatan atau mutu perawatan yang menjadi acuan pelaksanaan operasional
sehari-hari adalah derajat terpenuhinya standar profesi yang baik dalam pelayanan pasien dan
terwujudnya hasil seperti yang diharapkan yang menyangkut pelayanan diagnosa, prosedur
atau tindakan pemecahan masalah klinis. Mutu pelayanan rumah sakit menurut Direktorat
Pelayanan medik adalah suatu derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan Kesehatan yang sesuai dengan standar
profesi sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta
diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen
(Depkes,1988)

Menurut Donabedian, mutu pelayanan dapat diukur dengan menggunakan tiga


variabel, yaitu Input, Proses, dan Output/outcome, yang penjelasannya sebagai berikut:

1. Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan seperti
tenaga, dana, obat, fasilitas peralatan, teknologi, organisasi, dan informasi
2. Proses adalah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien
dan masyarakat). Dan setiap tindakan pelayanan harus selalu mempertimbangkan nilai
yang dianut pada diri pasien.
3. Output adalah hasil pelayanan kesehatan berupa perubahan yang terjadi pada konsumen
termasuk kepuasan dari konsumen.
(Nursalam,2011)

Menurut Azwar (2010), beberapa batasan mutu pelayanan yang dipandang cukup penting
adalah:

a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati
b. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program
c. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa, yang didalamnya
terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna
d. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan

Dalam Azwar (2010), menyatakan bahwa masalah mutu akan muncul apabila unsur
masukan, proses, lingkungan serta keluaran menyimpang dari standar yang telah ditetapkan.
Beberapa batasan standar yang dipandang cukup penting adalah:

a. Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang
dipergunakan sebagai pusat penerimaan minimal
b. Standard adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai,
berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan
b. Standar adalah spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana
pelayanan agar pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal
dari pelayanan yang diselenggarakan
c. Standar adalah tujuan produksi yang numerik, lasimnya ditetapkan secara sendiri namun
bersifat mengikat, yang dipakai sebagai pedoman untuk memisahkan yang tidak dapat
diterima atau buruk dengan yang dapat diterima atau baik

Menurut hasil penelitian Robert dan Prevost dalam buku (Azwar, 2010) terdapat
perbedaan dimensi dalam menilai masalah mutu pelayanan kesehatan, diantaranya:

a. Bagi pemakai jasa pelayanan


Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi
kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien, keprihatinan serta
keramah-tamahan petugas melayani pasien dan atau kesembuhan penyakit yang sedang
diderita oleh pasien.

b. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan


Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang
diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir dan atau profesi dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien.

c. Bagi penyandang dana kesehatan


Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efisiensi pemakai sumber dana,
kewajaran pembiayaan kesehatan, dan atau kemampuan pelayanan kesehatan mengurangi
kerugian penyandang dana pelayanan kesehatan.

Sedangkan menurut Pohan (2006) dalam bukunya “Jaminan mutu layanan kesehatan”,
menerangkan bahwa perspektif mutu pelayanan kesehatan dapat dipandang dari berbagai
sudut pandang yaitu:

a. Perspektif pasien/masyarakat
Pasien atau masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan
kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan diselenggarakan dengan
cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhannya
serta mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit. Pandangan pasien/masyarakat ini
sangat penting karena pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang
berobat kembali.

b. Perspektif pemberi layanan kesehatan


Pemberi layanan kesehatan (provider) mengaitkan layanan Kesehatan yang bermutu
dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam setiap
melakukan layanan Kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir dan bagaimana
keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan itu.

c. Perspektif penyandang dana


Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa layanan kesehatan yang
bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efisien dan efektif. Pasien diharapkan dapat
disembuhkan dalam waktu sesingkat mungkin sehingga biaya layanan kesehatan dapat
menjadi efisien. Kemudian upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit akan
digalakkan agar penggunaan layanan kesehatan penyembuhan semakin berkurang.

d. Perspektif pemilik sarana layanan kesehatan


Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan

e. kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan


pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan
tarif layanan kesehatan yang masih terjangkau oleh pasien/masyarakat, yaitu pada
tingkat biaya ketika belum terdapat keluhan pada pasein/masyarakat.
f. Perspektif administrator layanan kesehatan
Administrator layanan kesehatan walau tidak langsung memberikan layanan
kesehatan, ikut bertanggungjawab dalam masalah mutu layanan kesehatan. Kebutuhan akan
supervisi, manajemen keuangan dan logistik akan memberikan suatu tantangan dan kadang-
kadang administrator layanan kesehatan kurang memperhatikan prioritas sehingga timbul
persoalan dalam layanan kesehatan.

Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi mutu layanan kesehatan tertentu,


akan membantu administrator layanan kesehatan dalam Menyusun prioritas dan dalam
menyediakan fasilitas yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien serta pemberi layanan
kesehatan.

Mutu layanan kesehatan akan selalu menyangkut dua aspek, yaitu pertama, aspek teknis dari
penyedia layanan kesehatan itu dan kedua, aspek kemanusiaan yang timbul sebagai akibat
hubungan yang terjadi antara pemberi layanan kesehatan dan penerima layanan kesehatan.
Interaksi pribadi tersebut akan dapat memengaruhi penilaian terhadap mutu layanan
kesehatan yang diselenggarakan ( Pohan, 2006).

DIMENSI MUTU

Menurut Parasuraman et al. Dimensi mutu terbagi menjadi 5 dimensi (ukuran) kualitas
jasa/pelayanan, yaitu:

1. Realibility (keandalan): dimensi mutu pelayanan yang berupa kemampuan untuk memberikan
pelayanan/jasa yang telah dijanjikan secara konsisten dan dapat diandalkan (akurat).

2. Assurance (kepastian): dimensi mutu pelayanan yang mencakup pengetahuan dan keramah-
tamahan para karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan,
kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-
raguan

3. Tangible (berwujud): dimensi mutu pelayanan yang meliputi penampilan fisik dari fasilitas,
peralatan, karyawan dan peralatan komunikasi

4. Empaty (empati): dimensi mutu pelayanan yang meliputi pemahaman pemberian perhatian secara
individu kepada pelanggan, kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik, dan memahami
kebutuhan pelanggan (Asmita,2008)

5. Responsiveness (cepat tanggap): dimensi mutu pelayanan tentang kemauan untuk membantu
pelanggan (pasien) dan menyediakan jasa/pelayanan yang cepat dan tepat

Sedangkan menurut Hansen dan Mowen,1994, ada delapan dimensi mutu yaitu :

1. Kinerja (Performance), merupakan tingkat konsistensi dan kebaikan fungsi-fungsi


produk
2. Estetika (Aesthetic), berhubungan dengan penampilan wujud produk
3. Kemudahan perawatan dan perbaikan (service ability), berhubungan dengan tingkat
kemudahan merawat dan memperbaiki produk
4. Keunikan (features), menunjukan karakteristik produk yang berbeda secara fungsional
dari produk sejenis.
5. Reliabilitas (Reliability), berhubungan dengan probabilitas produk dan jasa
menjalankan fungsi dimaksud dalam jangka waktu tertentu.

6. Durabilitas (Durability), menunjukan umur manfaat dari fungsi produk.


7. Tingkat kesesuaian ( Quality of conformance), menunjukan ukuran mengenai apakah
sebuah produk atau jasa telah memenuhi spesifikasinya.
8. Pemanfaatan (fitness of use), menunjukan kecocokan dari sebuah produk menjalankan
fungsi-fungsi sebagaimana yang diiklankan.
Definisi lain yang diungkapkan oleh Juran dan Gryna adalah fitness for use (kepuasan
guna). Bagi konsumen mutu berarti kemudahan dalam memperoleh barang ,
keamanan dan kenyamanan dalam mempergunakan serta dapat memenuhi selera
(Juran and Gyrna, 1980: 1-2).
Dimensi Mutu Layanan Kesehatan

Dimensi mutu layanan kesehatan merupakan cara menganalisis suatu masalah mutu layanan
kesehatan yang sedang dihadapi dan kemudian mencari solusi yang diperlukan untuk dapat
mengatasinya. Jika terjadi ketidakpuasan pasien, analisis dilakukan terhadap setiap dimensi mutu
layanan kesehatan yang belum/tidak terpenuhi, solusi yang tepat akan ditentukan, kemudian dilakukan
analisis terhadap standar layanan kesehatan yang digunakan. Peranan yang penting dari setiap sistem
yaitu menjamin mutu layanan kesehatan yang diberikan. Dengan semakin meningkatnya perhatian
terhadap peningkatan mutu layanan kesehatan, pemahaman pendekatan jaminan mutu layanan
kesehatan menjadi semakin penting.

Menurut Teori L.D.Brown (Pohan,2006) Mutu layanan Kesehatan bersifat multidimensi dan Dimensi
Mutu layanan kesehatan itu antara lain:

a. Kompetensi Teknis

Kompetensi teknis terkait dengan keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas,


manajer, dan staf pendukung. Kompetensi teknis berhubungan dengan bagaimana cara petugas
mengikuti standar pelayanan yang telah ditetapkan dalam hal dapat dipertanggungjawabkan atau
diandalkan (dependability), ketetapan (accuracy), ketahanan uji (reliability) dan konsistensi
(consistency). Dimensi ini relevan untuk pelayanan klinis maupun non-klinis. Kurangnya kompetensi
teknis dapat bervariasi dari penyimpanan kecil dari prosedur standar sampai kesalahan yang besar
yang menurunkan efektivitas dan membahayakan pasien.

b. Keterjangkauan atau akses terhadap pelayanan

Akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi,
budaya, organisasi atau hambatan bahasa. Akses geografis dapat diukur dengan jenis transportasi,
jarak, waktu perjalanan dan hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang untuk memperoleh
pelayanan kesehatan. Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan memberikan pelayanan kesehatan
yang pembiayaannya terjangkau pasien (affordability). Akses sosial atau budaya berkaitan dengan
diterimanya pelayanan yang dikaitkan dengan nilai budaya, kepercayaan dan perilaku. Akses
organisasi berkaitan dengan sejauh mana pelayanan diatur untuk kenyamanan pasien, jam kerja klinik,
waktu tunggu. Akses bahasa berarti bahwa pelayanan diberikan dalam bahasa atau dialek setempat
yang dipahami pasien.

c. Efektifitas

Layanan kesehatan harus efektif, artinya harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang ada,
mencegah terjadinya penyakit serta berkembangnya dan atau meluasnya penyakit yang ada.
Efektifitas bergantung pada bagaimana standar layanan kesehatan digunakan dengan tepat, konsisten,
dan sesuai dengan situasi setempat.

d. Efisiensi

Efisiensi layanan kesehatan sangat penting. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih
banyak pasien atau masyarakat karena efisiensi akan mempengaruhi hasil pelayanan kesehatan,
apabila sumber daya pelayanan kesehatan pada umumnya terbatas. Pelayanan yang efesien akan
memberikan perhatian yang optimal daripada memaksimalkan pelayanan kepada pasien dan
masyarakat. Petugas akan memberikan pelayanan yang terbaik dengan sumberdaya yang dimiliki.
Pelayanan yang kurang baik karena norma yang tidak efektif atau pelayanan yang salah harus
dikurangi atau dihilangkan. Dengan cara ini, kualitas dapat ditingkatkan sambil menekan biaya.
Pelayanan yang kurang baik, disamping menyebabkan risiko yang tidak perlu terjadi dan kurang
nyamannya pasien, seringkali mahal dan memakan waktu lama untuk memperbaiki.

e. Keamanan

Sebagai salah satu dimensi dari mutu, keamanan (safety) berarti mengurangi resiko cedera, infeksi,
efek samping, atau bahaya lain yang berkaitan dengan pelayanan. Keamanan pelayanan melibatkan
petugas dan pasien. Dan Pasien harus dilindungi disamping itu, juga ada unsur keamanan dalam
pelayanan kesehatan di puskesmas atau

rumah sakit, misalnya jika ruang tunggu pasien yang punya risiko infeksi biasa ditulari pasien infeksi
lain jika tidak diambil Tindakan pengamanan.

f. Kenyamanan
Keramahan/kenikmatan berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung
dengan efektifitas klinis, tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien untuk kembali ke fasilitas
Kesehatan guna memperoleh pelayanan berikutnya. Kenyamanan juga penting karena dapat
mempengaruhi kepercayaan pasien dalam pelayanan kesehatan.

g. Informasi

Layanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa, siapa,
kapan, dimana, dan bagaimana layanan kesehatan itu akan dan/atau telah dilaksanakan. Dimensi
informasi ini sangat penting pada tingkat puskesmas dan rumah sakit.

h. Ketepatan Waktu

Agar berhasil, layanan kesehatan itu harus dilaksanakan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh
pemberi pelayanan yang tepat, dan menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta dengan biaya
yang efesien (tepat).

i. Hubungan Antar Manusia

Dimensi hubungan antar manusia berkaitan dengan interaksi antara petugas kesehatan dan pasien,
manajer dan petugas, dan antara tim kesehatan dengan masyarakat. Hubungan antar manusia yang
baik menanamkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara menghargai, menjaga rahasia,
menghormati, responsif, memberikan perhatian, mendengarkan keluhan dan berkomunikasi dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA :

1. http://e-journal.uajy.ac.id/2721/3/2EA14772.pdf

2. https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/PANG4412-M1.pdf
3. Machmud, R. (2008). Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas, 2(2), 186-190.
4. Toliaso, C. S., Mandagi, C. K., & Kolibu, F. K. (2018). Hubungan mutu pelayanan
kesehatan dengan kepuasan pasien di Puskesmas Bahu Kota Manado. Kesmas, 7(4).
5. Layli, R. (2022). Pengaruh Mutu Pelayanan Kesehatan dengan Kepuasan Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit: Literature Review. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(2),
12746-12752.
6.

Anda mungkin juga menyukai