Disusun Oleh :
Ketua :
Sekretaris :
Anggota : 1.
2.
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKIT
Mutu harus berorientasi pada kepuasan pelanggan. Hal ini membawa dampak pada
persaingan yang semakin ketat (akibat kemajuan teknologi informasi, produksi, dan
transportasi) yang menyebabkan persaingan antarindustri benar-benar ditentukan oleh
kemampuan mutu mereka. Namun, usaha pemenuhan spesifikasi mutu yang diinginkan oleh
konsumen kadang-kadang sulit untuk dilakukan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan karena
konsumen sulit untuk mendefinisikan spesifikasi keinginannya secara benar, jelas, dan
produsen tidak mudah menerjemahkan kebutuhan konsumen dalam spesifikasi produk yang
terukur.
Mutu adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan
dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah
ditetapkan (Azwar,2010).
Menurut Garvin (1988) mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Selera atau harapan konsumen pada suatu
produk juga harus berubah atau disesuaikan (Nasution, 2001).
Mutu adalah Nilai total suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan
kemampuan produk dan pelayanan tersebut dalam memenuhi kebutuhan pasien (American
Society for Quality Control). Peningkatan Mutu Pelayanan adalah memberikan pelayanan
secara efisien dan efektif sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan yang dilaksanakan
secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien, memanfaatkan teknologi tepat guna
dalam mengembangkan pelayanan kesehatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang
optimal (Nursalam,2011).
Menurut Goetsch dan Davis (1994:4) yang dikutip dari Siswanto 2010, mutu (quality)
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses,
dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Definisi ini didasarkan atas elemen
sebagai berikut:
Kramer dan Twigg (1983) mendefinisikan mutu sebagai gabungan karakteristik atau
atribut organoleptik yang memberikan identitas khusus suatu produk (warna, tekstur, rasa,
atau flavor). Amerine et al (1965) menyatakan bahwa mutu merupakan
karakteristik/keistimewaan menyeluruh suatu produk yang menunjukkan kemampuannya
memenuhi kebutuhan.
ISO – 9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik produk
atau jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan atau diwajibkan (Suardi,
2001). ISO menambahkan kata diwajibkan untuk menitikberatkan bahwa mutu produk, selain
bertujuan memenuhi keinginan konsumen, juga harus memperhatikan standar yang dibuat
atau ditetapkan oleh negara. Menurut definisi tersebut, mutu tidak ditentukan oleh satu atau
dua karakteristik saja, tetapi merupakan gabungan keseluruhan karakteristik, termasuk
karakteristik nonfungsional produk. Untuk lebih meningkatkan pemahaman pembaca,
perhatikan ilustrasi beberapa kasus mutu produk pangan di bawah ini.
B. DEFINISI MUTU BERDASARKAN KESESUAIAN TERHADAP PERSYARATAN
Sejalan dengan yang disampaikan oleh Crosby, ahli mutu yang lain, yaitu Gatchallan (1989),
mendefinisikan mutu sebagai suatu persyaratan yang diinginkan pengguna (konsumen) dan
apa yang dapat diberikan produsen. Menurut Ishikawa (1985), mutu ditentukan oleh sebaik
apa karakteristik mutu sebenarnya (kebutuhan pelanggan/bahasa pelanggan) diwakili oleh
karakteristik pengganti yang terukur dan yang dapat dihasilkan oleh perusahaan (spesifikasi
produk).
Sementara itu, Kolarik (1995) menyatakan bahwa dua unsur mendasar mutu:
pengalaman pelanggan dan kreativitas produsen mengenai mutu. Menurut Tenner & Detoro
(1992), mutu mencakup pula suatu strategi bisnis dengan menghasilkan produk/jasa yang
secara lengkap memuaskan pelanggan internal dan eksternal dengan memenuhi harapan yang
eksplisit ataupun implisit. Berdasarkan definisi tersebut, mutu dititikberatkan pada
kemampuan perusahaan untuk memenuhi (kalau bisa diupayakan untuk melebihi) persyaratan
yang diinginkan konsumen. Jika harapan dan kebutuhan konsumen terpenuhi, kemungkinan
besar konsumen akan melakukan pembelian berulang dan menjadi konsumen yang loyal.
Harapan dan keinginan konsumen lebih sering tidak terungkapkan, tetapi hanya ada
dalam benak konsumen. Perusahaan harus mampu menangkap keinginan tersebut melalui
kemampuan jaringan pemasaran dan inteligen konsumen. Semakin perusahaan mampu
menangkap keinginan tersebut, perusahaan semakin punya peluang untuk memenangkan
persaingan pasar karena produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan konsumen.
Kebutuhan yang dinyatakan konsumen sering kali berbeda dengan kebutuhan yang
diinginkan. Apabila perusahaan tidak mampu membedakan dua jenis kebutuhan ini, hal
tersebut dapat mengakibatkan masalah yang serius.
J.M. Juran mendefinisikan mutu sebagai fitness for use (cocok atau layak untuk
digunakan). Artinya, suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan
pelanggan berdasarkan tujuan penggunaan produk atau jasa tersebut (Tunggal, 1993). Untuk
memahami definisi mutu yang disampaikan Juran, perhatikan ilustrasi di bawah ini.
1. Pada produk beras, beras (nasi) aking dianggap memiliki mutu yang rendah karena
nasi aking dipersepsikan dalam benak konsumen sebagai nasi sisa yang dikeringkan,
kemudian dimasak kembali. Protein telah banyak yang rusak dan karbohidrat telah
berubah menjadi pati resistant sehingga sulit diserap tubuh. Akan tetapi, pada
penderita diabetes melitus, nasi aking lebih bermutu karena mengandung pati resistant
yang sulit berubah menjadi gula di dalam tubuh dan tubuh akan mengambil gula
dalam darah sehingga cocok untuk penderita diabetes.
2. Air putih lebih bermutu dibandingkan kopi ketika digunakan sebagai minuman oleh
seseorang yang sedang berolahraga. Akan tetapi, kopi menjadi lebih bermutu
dibandingkan air putih ketika disajikan dalam acara bersantai di antara orang-orang
yang menyukai kopi.
3. Susu kedelai yang berbau langu dianggap kurang bermutu untuk konsumsi orang
Indonesia. Namun, di Jepang, justru susu kedelai yang berbau langu yang dianggap
bermutu karena menunjukkan keaslian susu kedelai tersebut.
KONSEP MUTU
Konsep mutu adalah penjelasan yang lebih mendasar (lebih perinci) mengenai
pengertian, gagasan, dan pemikiran berkaitan dengan mutu. Konsep ini dimunculkan oleh
para penulis (ahli mutu) untuk memerinci faktor-faktor yang terkait dengan mutu produk.
Penekanan konsep mutu dari para ahli mutu bermacam-macam. Van den Berg dan Delsing
menekankan pada kemampuan pemasok (perusahaan) untuk menyampaikan produk yang
memenuhi harapan spesifik pelanggan atau konsumen (Model ZIP). Juran menekankan
bahwa mutu dimulai sejak dari rancangan produk (quality of design), dilanjutkan dengan
tingkat kemampuan perusahaan untuk memenuhi kesesuaian rancangan produk tersebut
(quality of conformance). Mutu produk yang tinggi pada rancangannya belum tentu memiliki
mutu yang tinggi pula ketika masuk di pasar karena tergantung dari mutu kesesuaian pula.
David Garvin memberikan perincian yang lebih detail pada konsep mutu, yaitu
menjadi delapan dimensi mutu. Dimensi mutu tersebut adalah performance (kinerja), feature
(ciri khas), reliability (keterandalan), conformance (kesesuaian), durability (keawetan),
serviceability (kemudahan perbaikan), aesthetics (estetika sensori), dan perceived quality
(reputasi). Sementara itu, Berry et al (1985) menjelaskan bahwa karakteristik mutu jasa
(pelayanan) yang terdiri atas lima karakteristik, yaitu reliability, assurance, tangible,
empathy, dan responsiveness. Konsep mutu berikutnya adalah konsep mutu berdasarkan
atribut mutu produk tersebut (atribut mutu intrinsik dan atribut mutu ekstrinsik). Atribut mutu
intrinsik didefinisikan sebagai atribut mutu yang berkaitan langsung dengan sifat-sifat fisik
produk pangan dan merupakan bagian dari produk secara fisik. Atribut mutu ekstrinsik tidak
memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat fisik produk, tetapi dapat memengaruhi daya
terima konsumen terhadap produk.
Van den Berg dan Delsing (1999) menjelaskan mutu sebagai hubungan antara pemasok
(perusahaan) yang menyampaikan produk yang memenuhi harapan spesifik pelanggan atau
konsumen. Hal ini diilustrasikan pada Gambar berikut.
Konsep Mutu Model ZIP (Van den Berg dan Delsing, 1999)
Pada konsep mutu Model ZIP, mutu digambarkan sebagai kemampuan produk yang
dihasilkan oleh industri untuk memenuhi seluruh harapan konsumen. Karakteristik produk
digambarkan sebagai “tonjolan” dan “lekukan” dari ZIP tersebut. Semakin cocok “tonjolan” dan
“lekukan” ZIP- nya dapat dikatakan bahwa industri semakin mampu memenuhi harapan konsumen.
Untuk menjelaskan konsep mutu ZIP ini, dapat dibuat ilustrasi antara kancing baju dan lubangnya.
Harapan konsumen diibaratkan lubang kancing, sedangkan kancing adalah karakteristik produk yang
dihasilkan oleh industri. Semakin cocok antara kancing baju dengan lubangnya, mutu produk
dikatakan semakin bermutu.
Juran menjelaskan arti fitness for use sebagai quality of design (mutu rancangan) dan
quality of conformance (mutu kesesuaian).
Mutu rancangan adalah mutu (karakteristik) produk yang dihasilkan dari proses merancang.
Proses ini membutuhkan upaya yang serius dan yang berdampak pada biaya yang harus
dikeluarkan. Formula atau komposisi bahan, kemasan, rasa, ukuran, fitur, dan karakteristik
lainnya dirancang dengan cermat. Bahkan, pada mutu rancangan yang baik, prototipe atau
model produk juga dibuat. Konsumen dapat memahami produk dengan mudah. Perancangan
ini dilakukan melalui riset yang cukup serius, baik riset proses maupun riset konsumen.
Mutu rancangan ini kemudian diterjemahkan dalam perangkat-perangkat yang jelas, terukur,
dan mudah dimengerti oleh karyawan. Perangkat yang dimaksud, misalnya, spesifikasi bahan
baku, SOP dan instruksi kerja, spesifikasi mesin, spesifikasi kemasan, print kemasan, label,
dan sebagainya.
Merupakan tingkat kesesuaian produk atau jasa terhadap rancangan yang sudah dibuat.
Produk atau jasa dapat mempunyai rancangan yang baik, tetapi dalam pembuatannya ada
kemungkinan memiliki ketidaksesuaian (kekurangan).
1. Scrap (waste)
2. Pekerjaan ulang
3. Penurunan mutu (grade 1 menjadi grade 2)
4. Jika lolos ke pasar, tidak akan laku atau malah menimbulkan citra negatif.
Tingkat kesesuaian yang tinggi akan menurunkan biaya produksi per unit produk. Jika
produk yang dihasilkan semakin sesuai dengan mutu rancangan (spesifikasi produk), dapat
dikatakan bahwa mutu kesesuaian semakin tinggi.
Untuk produk-produk yang berumur panjang, karakteristik fitness for use ditambah lagi
dengan :
1. Availability
2. Reliability
3. Maintainability.
1. Quality of availability
Produk disukai konsumen jika jumlah “waktu aktif” produk tinggi. Waktu aktif (uptime)
adalah :
2. Quality of reliability
Reliability adalah peluang produk untuk digunakan tanpa kerusakan fungsi tertentu pada
kondisi tertentu dan untuk periode waktu tertentu. Contoh untuk produk pangan adalah
self life (umur kedaluwarsa).
3. Quality of maintainability
David Garvin, dalam konsep mutunya, memberikan delapan dimensi mutu terhadap
produk seperti berikut.
1. Performance (Kinerja)
Kinerja merupakan tingkat kemampuan karakteristik utama produk atau jasa.
Karakteristik ini tidak dapat ditawar lagi (harus dipenuhi) jika ingin diterima konsumen.
Merupakan karakteristik kedua yang menjadi ciri khas dan keunggulan yang ditawarkan
oleh produk yang bersangkutan. Persaingan antarproduk biasanya lebih disebabkan
karakteristik kedua ini.
3. Reliability (Keterandalan)
Didefinisikan sebagai konsistensi kinerja produk pada periode waktu tertentu. Pada
produk pangan, konsistensi rasa produk dari waktu ke waktu masa produksi. Produksi bulan
ini sama dengan bulan kemarin.
Didefinisikan sebagai konsistensi kinerja produk pada periode waktu tertentu. Semakin
lama produk dapat digunakan tanpa ada perubahan fungsi, produk tersebut semakin disukai
konsumen.
a. Televisi : perpaduan warna yang indah, pengerjaan halus, bentuk antena dalam
yang indah.
b. Mobil : desain bentuk yang indah (misal sporty), warna metalik.
c. Teh botol : desain botol, tutup, dan desain label.
Merupakan ukuran tidak langsung karena informasi produk/jasa tidak lengkap. Reputasi
biasanya merupakan pengakuan orang-orang (konsumen) terhadap kinerja produk.
Di luar industri manufaktur, terdapat industri pangan yang termasuk industri jasa,
misalnya restoran atau catering. Khusus untuk industri semacam itu, Berry et al (1985)
menjelaskan bahwa karakteristik mutu jasa (pelayanan) terdiri atas lima karakteristik, yaitu
reliability, assurance, tangible, empathy, dan responsiveness. Kelima karakteristik mutu jasa
ini kemudian dengan dikenal dengan RATER.
Menurut Wykof, mutu atau kualitas jasa adalah taraf keunggulan yang selalu didesain
dengan baik dan pengendalian taraf keunggulan juga dilakukan dengan tepat untuk
memenuhi harapan pelanggan. Sehingga dapat disimpulkan adanya dua hal yang
mempengaruhi mutu pelayanan yaitu pelayanannyang diterima dan harapan pelanggan,
apabila pelayanan yang diterima oleh pelanggan telah sesuai dengan harapannya atau bahkan
melebihi harapannya, maka jasa pelayanan kesehatan dapat dikatakan bermutu serta para
pengguna jasa pelayanan akan merasa puas (Iman, 2017).
Pelayanan yang diberikan kepada orang lain tentunya harus selalu dipantau agar
tercipta mutu pelayanan yang baik, hal tersebut dapat kita ukur menggunakan dimensi mutu
pelayanan yang terdiri dari lima alat pengukuran yaitu bukti fisik (tengibles), keandalan
(reliability), daya tanggap (responsiveness), kepedulian (emphaty), dan jaminan (assurance)
(Purwata et al., 2020). Dikarenakan suatu bentuk jasa tidak mampu dilihat, tidak bisa dicium
dan tidak bisa diraba maka aspek wujud fisik menjadi penting sebagai ukuran dari pelayanan.
Pasien akan menggunakan indera penglihatan untuk menilai suatu kulitas pelayanan. Bukti
fisik yang baik akan mempengaruhi persepsi pasien. Pada saat yang bersamaan aspek ini juga
merupakan salah satu sumber yang mempengaruhi harapan pasien. Dikarenakan dengan bukti
fisik yang baik maka harapan pasien akan menjadi lebih tinggi. Oleh karenanya merupakan
hal yang penting bagi rumah sakit untukkmengetahui seberapa jauh aspek wujud fisik
yang_paling tepat, yaitu masih memberikan impresi positif terhadap kualitas pelayanan yang
diberikanntetapi tidak menyebabkan harapan pasien yang terlalu tinggi sehingga dapat
memenuhi kebutuhan pasien dan memberikan kepuasan kepada pasien (Kosnan, 2020).
Menurut Azwar (2010), pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan yang
menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan Kesehatan yang diselenggarakan, yang di
satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.
Tuntutan pasien terhadap pelayanan yang bermutu merupakan salah satu tantangan
yang harus dihadapi oleh rumah sakit, karena dikatakan bermutu jika penyampaiannya yang
dirasakan melebihi harapan para penggunaannya atau pelayanan yang memuaskan. Pasien
adalah pelanggan utama rumah sakit yang menjadi fokus semua bentuk pelayanan rumah
sakit dan pasien akan memberikan penilaian berdasarkan pelayanan yang diterimanya dan
bertindak atas dasar kepuasannya. Puas atau tidak puasnya pasien tergantung pada
penampilan jasa pelayanan yang ditawarkan dalam hubungannya dengan harapannya.
(Wijono,2008).
Mutu pelayanan yang rendah akan mengakibatkan ketidakpuasan pelanggan yang
berakibat munculnya berbagai keluhan. Keluhan yang terjadi disebabkan karena
ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dan kenyataan yang dialaminya.
Menurut Wijono (1997) Mutu pelayanan kesehatan yang sering juga diartikan mutu
pemeliharaan kesehatan atau mutu perawatan yang menjadi acuan pelaksanaan operasional
sehari-hari adalah derajat terpenuhinya standar profesi yang baik dalam pelayanan pasien dan
terwujudnya hasil seperti yang diharapkan yang menyangkut pelayanan diagnosa, prosedur
atau tindakan pemecahan masalah klinis. Mutu pelayanan rumah sakit menurut Direktorat
Pelayanan medik adalah suatu derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan Kesehatan yang sesuai dengan standar
profesi sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta
diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen
(Depkes,1988)
1. Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan seperti
tenaga, dana, obat, fasilitas peralatan, teknologi, organisasi, dan informasi
2. Proses adalah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien
dan masyarakat). Dan setiap tindakan pelayanan harus selalu mempertimbangkan nilai
yang dianut pada diri pasien.
3. Output adalah hasil pelayanan kesehatan berupa perubahan yang terjadi pada konsumen
termasuk kepuasan dari konsumen.
(Nursalam,2011)
Menurut Azwar (2010), beberapa batasan mutu pelayanan yang dipandang cukup penting
adalah:
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati
b. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program
c. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa, yang didalamnya
terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna
d. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan
Dalam Azwar (2010), menyatakan bahwa masalah mutu akan muncul apabila unsur
masukan, proses, lingkungan serta keluaran menyimpang dari standar yang telah ditetapkan.
Beberapa batasan standar yang dipandang cukup penting adalah:
a. Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang
dipergunakan sebagai pusat penerimaan minimal
b. Standard adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai,
berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan
b. Standar adalah spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana
pelayanan agar pemakai jasa pelayanan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal
dari pelayanan yang diselenggarakan
c. Standar adalah tujuan produksi yang numerik, lasimnya ditetapkan secara sendiri namun
bersifat mengikat, yang dipakai sebagai pedoman untuk memisahkan yang tidak dapat
diterima atau buruk dengan yang dapat diterima atau baik
Menurut hasil penelitian Robert dan Prevost dalam buku (Azwar, 2010) terdapat
perbedaan dimensi dalam menilai masalah mutu pelayanan kesehatan, diantaranya:
Sedangkan menurut Pohan (2006) dalam bukunya “Jaminan mutu layanan kesehatan”,
menerangkan bahwa perspektif mutu pelayanan kesehatan dapat dipandang dari berbagai
sudut pandang yaitu:
a. Perspektif pasien/masyarakat
Pasien atau masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan
kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan diselenggarakan dengan
cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhannya
serta mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit. Pandangan pasien/masyarakat ini
sangat penting karena pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang
berobat kembali.
Mutu layanan kesehatan akan selalu menyangkut dua aspek, yaitu pertama, aspek teknis dari
penyedia layanan kesehatan itu dan kedua, aspek kemanusiaan yang timbul sebagai akibat
hubungan yang terjadi antara pemberi layanan kesehatan dan penerima layanan kesehatan.
Interaksi pribadi tersebut akan dapat memengaruhi penilaian terhadap mutu layanan
kesehatan yang diselenggarakan ( Pohan, 2006).
DIMENSI MUTU
Menurut Parasuraman et al. Dimensi mutu terbagi menjadi 5 dimensi (ukuran) kualitas
jasa/pelayanan, yaitu:
1. Realibility (keandalan): dimensi mutu pelayanan yang berupa kemampuan untuk memberikan
pelayanan/jasa yang telah dijanjikan secara konsisten dan dapat diandalkan (akurat).
2. Assurance (kepastian): dimensi mutu pelayanan yang mencakup pengetahuan dan keramah-
tamahan para karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan,
kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-
raguan
3. Tangible (berwujud): dimensi mutu pelayanan yang meliputi penampilan fisik dari fasilitas,
peralatan, karyawan dan peralatan komunikasi
4. Empaty (empati): dimensi mutu pelayanan yang meliputi pemahaman pemberian perhatian secara
individu kepada pelanggan, kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik, dan memahami
kebutuhan pelanggan (Asmita,2008)
5. Responsiveness (cepat tanggap): dimensi mutu pelayanan tentang kemauan untuk membantu
pelanggan (pasien) dan menyediakan jasa/pelayanan yang cepat dan tepat
Sedangkan menurut Hansen dan Mowen,1994, ada delapan dimensi mutu yaitu :
Dimensi mutu layanan kesehatan merupakan cara menganalisis suatu masalah mutu layanan
kesehatan yang sedang dihadapi dan kemudian mencari solusi yang diperlukan untuk dapat
mengatasinya. Jika terjadi ketidakpuasan pasien, analisis dilakukan terhadap setiap dimensi mutu
layanan kesehatan yang belum/tidak terpenuhi, solusi yang tepat akan ditentukan, kemudian dilakukan
analisis terhadap standar layanan kesehatan yang digunakan. Peranan yang penting dari setiap sistem
yaitu menjamin mutu layanan kesehatan yang diberikan. Dengan semakin meningkatnya perhatian
terhadap peningkatan mutu layanan kesehatan, pemahaman pendekatan jaminan mutu layanan
kesehatan menjadi semakin penting.
Menurut Teori L.D.Brown (Pohan,2006) Mutu layanan Kesehatan bersifat multidimensi dan Dimensi
Mutu layanan kesehatan itu antara lain:
a. Kompetensi Teknis
Akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi,
budaya, organisasi atau hambatan bahasa. Akses geografis dapat diukur dengan jenis transportasi,
jarak, waktu perjalanan dan hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang untuk memperoleh
pelayanan kesehatan. Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan memberikan pelayanan kesehatan
yang pembiayaannya terjangkau pasien (affordability). Akses sosial atau budaya berkaitan dengan
diterimanya pelayanan yang dikaitkan dengan nilai budaya, kepercayaan dan perilaku. Akses
organisasi berkaitan dengan sejauh mana pelayanan diatur untuk kenyamanan pasien, jam kerja klinik,
waktu tunggu. Akses bahasa berarti bahwa pelayanan diberikan dalam bahasa atau dialek setempat
yang dipahami pasien.
c. Efektifitas
Layanan kesehatan harus efektif, artinya harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang ada,
mencegah terjadinya penyakit serta berkembangnya dan atau meluasnya penyakit yang ada.
Efektifitas bergantung pada bagaimana standar layanan kesehatan digunakan dengan tepat, konsisten,
dan sesuai dengan situasi setempat.
d. Efisiensi
Efisiensi layanan kesehatan sangat penting. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih
banyak pasien atau masyarakat karena efisiensi akan mempengaruhi hasil pelayanan kesehatan,
apabila sumber daya pelayanan kesehatan pada umumnya terbatas. Pelayanan yang efesien akan
memberikan perhatian yang optimal daripada memaksimalkan pelayanan kepada pasien dan
masyarakat. Petugas akan memberikan pelayanan yang terbaik dengan sumberdaya yang dimiliki.
Pelayanan yang kurang baik karena norma yang tidak efektif atau pelayanan yang salah harus
dikurangi atau dihilangkan. Dengan cara ini, kualitas dapat ditingkatkan sambil menekan biaya.
Pelayanan yang kurang baik, disamping menyebabkan risiko yang tidak perlu terjadi dan kurang
nyamannya pasien, seringkali mahal dan memakan waktu lama untuk memperbaiki.
e. Keamanan
Sebagai salah satu dimensi dari mutu, keamanan (safety) berarti mengurangi resiko cedera, infeksi,
efek samping, atau bahaya lain yang berkaitan dengan pelayanan. Keamanan pelayanan melibatkan
petugas dan pasien. Dan Pasien harus dilindungi disamping itu, juga ada unsur keamanan dalam
pelayanan kesehatan di puskesmas atau
rumah sakit, misalnya jika ruang tunggu pasien yang punya risiko infeksi biasa ditulari pasien infeksi
lain jika tidak diambil Tindakan pengamanan.
f. Kenyamanan
Keramahan/kenikmatan berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung
dengan efektifitas klinis, tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien untuk kembali ke fasilitas
Kesehatan guna memperoleh pelayanan berikutnya. Kenyamanan juga penting karena dapat
mempengaruhi kepercayaan pasien dalam pelayanan kesehatan.
g. Informasi
Layanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa, siapa,
kapan, dimana, dan bagaimana layanan kesehatan itu akan dan/atau telah dilaksanakan. Dimensi
informasi ini sangat penting pada tingkat puskesmas dan rumah sakit.
h. Ketepatan Waktu
Agar berhasil, layanan kesehatan itu harus dilaksanakan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh
pemberi pelayanan yang tepat, dan menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta dengan biaya
yang efesien (tepat).
Dimensi hubungan antar manusia berkaitan dengan interaksi antara petugas kesehatan dan pasien,
manajer dan petugas, dan antara tim kesehatan dengan masyarakat. Hubungan antar manusia yang
baik menanamkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara menghargai, menjaga rahasia,
menghormati, responsif, memberikan perhatian, mendengarkan keluhan dan berkomunikasi dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA :
1. http://e-journal.uajy.ac.id/2721/3/2EA14772.pdf
2. https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/PANG4412-M1.pdf
3. Machmud, R. (2008). Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas, 2(2), 186-190.
4. Toliaso, C. S., Mandagi, C. K., & Kolibu, F. K. (2018). Hubungan mutu pelayanan
kesehatan dengan kepuasan pasien di Puskesmas Bahu Kota Manado. Kesmas, 7(4).
5. Layli, R. (2022). Pengaruh Mutu Pelayanan Kesehatan dengan Kepuasan Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit: Literature Review. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(2),
12746-12752.
6.