Firya Maulida Uas Etika Dan Profesi
Firya Maulida Uas Etika Dan Profesi
NIM : A1011211289
Kelas : C (Reguler A)
Mata Kuliah : Hukum Etika dan Profesi
Dosen Pengampu : Dr. Aktris Nuryanti,SH.,M.Hum
1. a. Pelanggaran kode etik merujuk pada perilaku atau tindakan yang bertentangan dengan
norma-norma etika atau standar perilaku yang diakui dalam suatu profesi, organisasi, atau
masyarakat. Kode etik biasanya dibuat untuk memastikan bahwa anggota suatu profesi atau
kelompok mengikuti prinsip-prinsip moral yang tinggi dalam menjalankan tugas atau
aktivitas mereka. Dalam hal ini, Keputusan yang dibacakan oleh Majelis Kehormatan
Mahkamah Konstitusi (MKMK) terdapat Sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK)
terbukti telah melanggar kode etik dan perilaku hakim karena tidak dapat menjaga
keterangan atau informasi rahasia dalam Rapat Musyawarah Hakim (RPH) yang bersifat
tertutup.
b. Prinsip Kepantasan dan kesopanan merupakan norma kesusilaan pribadi dan kesusilaan
antar pribadi yang tercermin dalam perilaku setiap hakim konstitusi, baik sebagai pribadi
maupun sebagai pejabat negara dalam menjalankan tugas profesionalnya, yang menimbulkan
rasa hormat, kewibawaan, dan kepercayaan. Kepantasan tercermin dalam penampilan dan
perilaku pribadi yang berhubungan dengan kemampuan menempatkan diri dengan tepat, baik
mengenai tempat, waktu, penampilan, ucapan, atau gerak tertentu; sedangkan kesopanan
terwujud dalam perilaku hormat dan tidak merendahkan orang lain dalam pergaulan antar
pribadi, baik dalam tutur kata lisan atau tulisan; dalam bertindak, bekerja, dan bertingkah
laku; dalam bergaul dengan sesama hakim konstitusi, dengan karyawan, atau pegawai
Mahkamah, dengan tamu, dengan pihak-pihak dalam persidangan, atau pihak-pihak lain yang
terkait dengan perkara.
c. Tanggung jawab hukum dan moral hakim dalam menjaga informasi rahasia mencakup
sejumlah prinsip etika dan peraturan hukum yang dirancang untuk memastikan kepercayaan
masyarakat pada sistem peradilan.
2. a. Etika dalam bisnis memainkan peran yang sangat penting karena melibatkan berbagai
pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk karyawan, pelanggan, mitra bisnis,
pemegang saham, dan masyarakat secara umum. Alasan mengapa persoalan etika harus
dijunjung tinggi dalam menjalankan bisnis ialah karena untuk mempertahankan reputasi dan
kepercayaan,mencapai pertumbuhan jangka Panjang, daya saing yang lebih kuat,
pengembangan hubungan yang baik dengan karyawan, kepatuhan terhadap regulasi hukum,
responsibilitas sosial Perusahaan, pengurangan risiko reputasi, mendukung inovasi dan
kreativitas, dan meningkatkan pertumbuhan pasar yang lebih luas. Dengan menjunjung tinggi
etika dalam bisnis, perusahaan dapat mencapai kesuksesan jangka panjang dan memberikan
dampak positif pada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Etika bisnis bukan hanya tentang
mematuhi peraturan, tetapi juga tentang membangun budaya dan nilai-nilai yang mendukung
tanggung jawab sosial dan keberlanjutan.
b. Ada kaitan yang erat antara etika bisnis dan keadilan hukum. Keduanya saling terkait dan
saling mempengaruhi dalam konteks fungsi dan tanggung jawab mereka. Sistem hukum
memiliki peran dalam menegakkan standar etika bisnis. Jika sebuah perusahaan atau individu
melanggar prinsip-prinsip etika dalam bisnis, mereka dapat tunduk pada tindakan hukum.
Hukuman atau sanksi hukum dapat diterapkan untuk memastikan keadilan dan memberikan
penghargaan atau ganjaran kepada pihak yang dirugikan. Dalam Kasus Perusahaan AkuLaku
yang tidak melakukan pengawasan untuk perbaiki proses BNPL dan prinsip manajemen risk
merupakan suatu pelanggaran etika bisnis dan sebagai bentuk keadilan hukumnya OJK
memberikan sanksi bahwa AkuLaku dilarang melakukan kegiatan usaha penyaluran
pembiayaan baik kepada debitur eksisting maupun debitur baru dengan skema PayLater.
Oleh karena itu, etika bisnis dan keadilan hukum saling memperkuat. Menerapkan prinsip-
prinsip etika dalam bisnis membantu menciptakan lingkungan yang lebih adil dan
bertanggung jawab, sementara keadilan hukum memberikan kerangka kerja untuk
menegakkan dan menjaga standar etika tersebut.
3. a. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SE OJK) Nomor 19 Tahun 2023 tentang
Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi bukan
merupakan hukum formal, melainkan peraturan yang dikeluarkan oleh OJK sebagai panduan
bagi pelaku industri fintech peer-to-peer lending. SE OJK ini dapat dianggap sebagai
panduan dan standar yang harus diikuti oleh perusahaan fintech dalam menjalankan
bisnisnya, termasuk dalam aspek etika penagihan.
b. Jika terdapat pelanggaran terhadap SE OJK No 19 Tahun 2023, sanksi yang diberikan
dapat berupa sanksi moral dan sanksi hukum. Sanksi moral berupa peringatan atau larangan
terhadap praktik-praktik yang melanggar etika penagihan yang bertujuan untuk memberikan
peringatan atau pembelajaran kepada perusahaan fintech agar memperbaiki praktek bisnis
mereka sesuai dengan aturan yang berlaku. Sementara itu, sanksi hukum dapat mencakup
denda atau pembatasan kegiatan usaha yang bertujuan untuk menegakkan kepatuhan
terhadap peraturan dan dapat berdampak lebih serius, termasuk sanksi finansial yang
signifikan atau pembatasan kegiatan usaha. Dengan kombinasi sanksi moral dan hukum, OJK
berusaha menciptakan keseimbangan yang dapat mendorong perusahaan fintech untuk
mematuhi etika penagihan dan aturan yang berlaku, serta memberikan efek jera terhadap
pelanggar.