Anda di halaman 1dari 26

PENGARUH KEBIJAKAN MONETER DAN FISKAL

TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT

Dosen Pengampu Mata Kuliah Ekonomi Makro:

Dr. Made Dwi Setyadhi Mustika,SE.M.Si

Oleh:
Kelompok 2

Putri Puspita (2207521020)


Gita Amalia (2207521037)
Ni Kadek Wahyu Sandita Dewi (2207521056)
Ni Made Diah Putri Maharani (2207521143)
Gusma Sadewa Putra (2207521271)
I Wayan Bayu Krisna Mahastya Putra (2207521302)
I Gusti Ayu Agung Candraswari (2207521343

PROGRAM STUDI SARJANA MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingkat aktivitas ekonomi suatu negara dipengaruhi oleh permintaan agregat atau total
permintaan atas barang dan jasa di pasar. Permintaan agregat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti pendapatan masyarakat, harga barang dan jasa, tingkat bunga, dan kebijakan
pemerintah.
Kebijakan moneter dan fiskal adalah dua jenis kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk
mempengaruhi aktivitas ekonomi melalui pengaruh terhadap permintaan agregat. Kebijakan
moneter dilakukan oleh bank sentral suatu negara dengan mengatur jumlah uang yang
beredar di pasar melalui instrumen-instrumen seperti suku bunga, cadangan minimum bank,
dan operasi pasar terbuka. Sedangkan kebijakan fiskal dilakukan oleh pemerintah dengan
mengatur pengeluaran dan penerimaan negara melalui instrumen-instrumen seperti pajak,
subsidi, dan belanja publik.
Dalam teori Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal terhadap Permintaan Agregat, terdapat
hubungan antara kebijakan moneter dan fiskal dengan permintaan agregat. Kebijakan moneter
yang menurunkan suku bunga akan meningkatkan investasi dan konsumsi masyarakat,
sehingga meningkatkan permintaan agregat. Sedangkan kebijakan fiskal yang menurunkan
pajak atau meningkatkan belanja publik akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan
konsumsi, sehingga juga meningkatkan permintaan agregat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana kebijakan moneter mempengaruhi permintaan agregat?

1.2.2 Bagaimana kebijakan fiskal mempengaruhi permintaan agregat?

1.2.3 Bagaimana menggunakan kebijakan untuk menstabilkan perekonomian?


1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas dapat ditarik beberapa tujuan
diantaranya sebagai berikut:

1.3.1 Untuk mengetahui kebijakan moneter mempengaruhi permintaan agregat.

1.3.2 Untuk mengetahui kebijakan fiskal mempengaruhi permintaan agregat.

1.3.3 Untuk mengetahui penggunaan kebijakan untuk menstabilkan


perekonomian.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan Moneter Mempengaruhi Permintaan Agregat

Kurva permintaan agregat menunjukkan jumlah total barang dan jasa yang diminta
dalam perekonomian untuk setiap tingkat harga. Bab sebelumnya membahas tiga alasan
mengapa kurva permintaan agregat miring ke bawah:
• Pengaruh kekayaan: Tingkat harga yang lebih rendah meningkatkan nilai riil uang
yang dipegang oleh rumah tangga, yang merupakan bagian dari kekayaan mereka. Kekayaan
riil yang lebih tinggi merangsang belanja konsumen dan dengan demikian meningkatkan
jumlah barang dan jasa yang diminta.
• Pengaruh suku bunga: Tingkat harga yang lebih rendah mengurangi jumlah uang yang
ingin dipegang orang. Ketika orang mencoba meminjamkan kelebihan uang mereka, tingkat
bunga turun. Tingkat bunga yang lebih rendah merangsang pengeluaran investasi dan dengan
demikian meningkatkan jumlah barang dan jasa yang diminta.
• Pengaruh nilai tukar: Ketika tingkat harga yang lebih rendah mengurangi tingkat
bunga, investor memindahkan sebagian dana mereka ke luar negeri untuk mencari
pengembalian yang lebih tinggi. Pergerakan dana ini menyebabkan nilai riil mata uang
domestik jatuh di pasar pertukaran mata uang asing. Barang dalam negeri menjadi lebih
murah relatif terhadap barang luar negeri. Perubahan kurs riil ini merangsang pengeluaran
untuk ekspor neto dan dengan demikian meningkatkan jumlah barang dan jasa yang diminta.
Ketiga pengaruh ini terjadi secara bersamaan untuk meningkatkan jumlah barang dan
jasa yang diminta ketika tingkat harga turun dan menurunkannya ketika tingkat harga naik.
Meskipun ketiga efek tersebut bekerja sama untuk menjelaskan kemiringan kurva
permintaan agregat ke bawah, ketiganya tidak sama pentingnya. Karena kepemilikan uang
adalah bagian kecil dari kekayaan rumah tangga, efek kekayaan adalah yang paling tidak
penting dari ketiganya. Selain itu, karena ekspor dan impor hanya mewakili sebagian kecil
dari PDB AS, efek nilai tukar tidak besar bagi perekonomian AS. (Efek ini lebih penting untuk
negara-negara kecil, yang biasanya mengekspor dan mengimpor bagian yang lebih tinggi dari
PDB mereka.) Untuk ekonomi AS, alasan paling penting untuk penurunan kurva permintaan
agregat adalah efek suku bunga.
Untuk lebih memahami permintaan agregat, kita sekarang mempelajari penentuan
suku bunga jangka pendek secara lebih rinci. Pada BAB ini mengembangkan teori preferensi
likuiditas. Teori suku bunga ini membantu menjelaskan kemiringan ke bawah kurva
permintaan agregat, serta bagaimana kebijakan moneter dan fiskal dapat menggeser kurva
ini. Dengan menyoroti permintaan agregat, teori preferensi likuiditas memperluas
pemahaman kita tentang apa yang menyebabkan fluktuasi ekonomi jangka pendek dan apa
yang berpotensi dilakukan oleh pembuat kebijakan untuk mengatasinya.

2.1.1 Teori Preferensi Likuiditas


John Maynard Keynes mengajukan teori preferensi likuiditas untuk menjelaskan
faktor-faktor yang menentukan suku bunga dalam perekonomian. Teori tersebut, pada
dasarnya tidak lebih dari penerapan penawaran dan permintaan. Menurutbeliau, suku bunga
berubah-ubah untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan.
Suku bunga dibagi menjadi dua macam yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil.
Suku bunga nominal adalah suku bunga yang umum dilaporkan atau rate yang dapat diamati
dan suku bunga riil adalah suku bunga yang telah dikoreksi denganpengaruh inflasi. Bagian
pertama dari teori likuiditas yaitu jumlah uang yang beredar. Dalam bagian ini akan
menjelaskan jumlah uang yang beredar dan permintaan uang serta bagaimana masing-masing
bergantung pada suku bunga.
Sekarang mari kita kembangkan teori preferensi likuiditas dengan mempertimbangkan
penawaran dan permintaan uang dan bagaimana masing- masing bergantung pada tingkat
bunga yaitu:
1. Penawaran Uang
Jumlah uang yang beredar dikendalikan oleh bank sentral. Bank sentral biasanya
mengubah jumlah uang yang beredar terutama dengan mengubah jumlah cadangan dakam
sistem perbankan melalui pembelian dan penjualan obligasi pemerintah dalam operasi pasar
terbuka.
Gambar di atas menunjukan keseimbangan di pasar uang. Menurut teori preferensi
likuiditas, suku bunga berubah-ubah untuk menyeimbangkan jumlah uang yang beredar
dengan jumlah permintaan uang. Jika suku bunga berada di atas titik keseimbangan
(misalnya r1), jumlah uang yang ingin dipegang oleh orang pada (Md1)lebih kecil daripada
jumlah yang dibuat oleh bank sentral dan surplus uang ini menekansuku bunga ke bawah.
Sebaliknya, jika suku bunga berada di bawah titik keseimbangan(misalnya r2), jumlah uang
yang ingin dipegan oleh orang pada (Md2) lebih besar daripada jumlah uang yang dibuat
oleh bank sentral dan deficit uang ini menekan sukubunga ke atas. Dengan demikian, daya
penawaran dan permintaan di pasar yang menekan suku bunga kea rah suku bunga
keseimbangan, yaitu di tingkat orang merasapuas dengan memiliki jumlah uang yang dibuat
oleh bank sentral.

2. Permintaan Uang
Likuiditas segala aset adalah kemudahan aset tersebut diubah menjadi alat pertukaran
dalam perekonomian. Uang merupakan alat pertukaran dalamperekonomian sehingga sesuai
dengan definisiny merupakan aset paling likuid yang tersedia. Likuiditas uang menjelaskan
permintaan uang, orang lebih memilih untuk memiliki uang daripada aset lain yang
memberikan tingkat hasil lebih tinggi karena uang dapat digunakan untuk membelu barang
dan jasa.
Meskipun terdapat banyak faktor yang menentukan jumlah permintaan uang, fakator
yang digarisbawahi oleh teori preferensi likuiditas adalah suku bunga. Alasannya karena
suku bunga merupakan biaya kesempatan untuk memiliki uang. Artinya, apabila kita
memiliki kekayaan berupa uang tunai di dompet, bukan berupa obligasi berbunga, kita
kehilangan bunga yang seharusnya kita peroleh. Kenaikan suku bunga menaikkan biaya
kepemilikan uang sehingga mengurangi jumlah permintaan uang. Penurunan suku bunga
mengurangi biaya kepemilikan uang dan menaikkan jumlah permintaan. Oleh karena itu,
seperti yang terlihat pada figur sebelumnya, kurva permintaan uang miring ke bawah.

3. Keseimbangan di Pasar Uang


Menurut teori preferensi likuiditas, suku bunga berubah-ubah untuk
menyeimbangkan jumlah uang yang beredar dan permintaan uang. Ada jenis suku bunga
yang disebut dengan suku bunga keseimbangan yang menyebabkan jumlah permintaan uang
tepat seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Apabila suku bungaberada di tingkat lain,
ornag akan berusaha menyesuaikan portofolio aset mereka sehingga mendorong suku bunga
ke titik keseimbangannya.
Sebagai contoh, misalkan suku bunga berada di atas titik keseimbangan,
1
yaitu 𝑟1
pada figur. Di sini jumlah uang yang ingin dipegang masyarakat 𝑀$% , lebih kecil daripada
jumlah yang ditetapkan oleh bank sentral. Maka yang memiliki surplus uang akan berusaha
menghabiskannya dengan membeli obligasi berbunga atau dengan menyimpannya untuk
memperoleh bunga. Karena pihak penerbit surat berharga dan bank lebih suka untuk
membayar suku bunga yang lebih rendah, mereka merespon surplus uang ini dengan
menurunkan suku bunga yang mereka tawarkan. Pada saat suku bunga turun, biasanya
masyarakat menjadi lebih bersedia untuk memegang uang sampai ketika suku bunga
keseimbangan.
Sebaliknya, pada saat suku bunga di bawah titik keseimbangan seperti 𝑟2, jumlah
uang yang ingin dipegang oleh masyarakat, 𝑀&% , lebih besar daripada
2 jumlah penawaran oleh
bank sentral. Akibatnya, masyarakat berusaha untuk memperbanyak kepemilikan uang
mereka dengan mengurangi kepemilikan surat berharga dan aset bunga lainnya. Karena
masyarakat mengurangi kepemilikan surat berharga mereka, para penerbit surat berharga
harus menawarkan suku bunga yang lebih tinggi untuk menarik pembeli. Dengan demikian,
suku bunga naik dan mendekati titik keseimbangan.

2.1.2 Kemiringan Ke Bawah kurva permintaan agregat

Tingkat harga merupakan satu penentu jumlah permintaan uang. Pada harga yang lebih
tinggi, lebih banyak uang yang dipertukarkan setiap kali barang atau jasa dijual. Akibatnya,
orang akan memilih untuk memegang uang dalam jumlah yang lebihbesar. Artinya, tingkat
harga yang lebih tinggi meningkatkan jumlah uang yang dimintauntuk tingkat bunga tertentu.
Jadi, kenaikan tingkat harga dari P menggeser kurva permintaan uang P ke 1 kekanan dari
MD1 ke MD2. pergeseran permintaan uang ini mempengaruhi ekuilibrium di pasar uang.
Agar jumlah uang yang beredar tetap/tidak berubah, suku bunga harus naik untuk
menyeimbangkan jumlah uang beredar dan permintaan uang. Karena tingkatharga yang lebih
tinggi telah meningkatkan jumlah uang yang ingin dipegang orang, hal itu telah menggeser
kurva permintaan uang ke kanan. Namun jumlah uang yang beredar tidak berubah, sehingga
suku bunga harus naik dari r1 ke r2 untuk mengurangipermintaan tambahan

Kenaikan suku bunga ini tidak hanya mempengaruhi pasar uang, tetapi juga jumlah
permintaan barang dan jasa. Pada tingkat suku bunga yang lebih tinggi, biaya peminjaman
dan pengembalian tabungan juga akan lebih tinggi. Jadi orang yang akan meminjam uang
untuk melakukan pembelian akan berkurang. Oleh karena itu, ketika tingkat harga naik dari
p1 ke p2, menyebabkan permintaan uang naik sehingga suku bunga pun naik dan
menyebabkan jumlah permintaan barang dan jasa turun dari y1 ke y2.

Dengan demikian, analisis pengaruh suku bunga dapat dirangkum menjadi 3 langkah.
Pertama, tingkat harga yang lebih tinggi menyebabkan permintaan uang naik. Kedua,
Permintaan uang yang lebih tinggi mendorong naiknya suku bunga. Ketiga, Suku bunga yang
lebih tinggi menyebabkan permintaan akan barang dan jasa berkurang. Begitu juga
sebaliknya saat tingkat harga rendah. Inilah yang disebut dengan hubungan negatif antara
tingkat harga dengan jumlah barang dan jasa yang diminta, seperti yang digambarkan oleh
kurva permintaan agregat yang miring ke bawah.
2.1.3 Perubahan Jumlah Uang yang Beredar

Satu variabel penting yang menggeser kurva permintaan agregat adalah kebijakan
moneter. Anggap bahwa bank sentral meningkatkan jumlah uang yang beredar dengan
membeli surat obligasi pemerintah melalui pasar operasi terbuka.

Kenaikan jumlah uang yang beredar menggeser kurva jumlah uang yang beredar dari ms1
ke ms2. Karena kurva permintaan uang belum berubah, suku bunga turun dari r1 menjadi r2
untuk menyeimbangkan permintaan dan penawaran uang. Artinya, suku bunga harus turun
agar orang memiliki uang tambahan yang dibuat olehbank sentral.

Suku bunga mempengaruhi permintaan akan barang dan jasa. Suku bunga yanglebih
rendah menurunkan biaya peminjaman dan pengembalian tabungan. Banyak orang akan
meminjam uang untuk melakukan pembelian ataupun perusahaan akan mendorong
investaasi bisnis. Akibatnya, jumlah permintaan barang dan jasa pada tingkat tertentu naik
dari y1 ke y2.Suntikan moneter meningkatkan permintaan agregat barang dan jasa pada
semua tingkat harga. Oleh karena itu kurva permintaan agregat bergeser ke kanan.
Ketika bank sentral meningkatkan jumlah uang beredar, itu menurunkan tingkat bunga
dan meningkatkan jumlah barang dan jasa yang diminta untuk setiap tingkat harga tertentu,
menggeser kurva permintaan agregat ke kanan. Sebaliknya, ketika bank sentral menurunkan
jumlah uang beredar, suku bunga naik dan mengurangi jumlah barang danjasa yang diminta
untuk setiap tingkat harga tertentu, menggeser kurva permintaan agregat ke kiri.
2.1.4 Peranan Tingkat Suku Bunga Dalam Kebijakan Moneter

Keputusan Bank sentral untuk menargetkan suku bunga pada dasarnya tidak mengubah
analisis terhadap kebijakan moneter. Apanila bank sentral telah menetapkan target suku
bunga, bank sentral berkomitmen untuk menyesuaikan jumlah uang yang beredar untuk
membuat keseimbangan di pasar uang guna mencapai target tersebut.
Perubahan kebijakan moneter dapat dipandang sebagai tingkat suku bunga yang
berubah ubah ataupun perubahan jumlah uang yang beredar. Jadi perubahan kebijakan
moneter yang bertujuan untuk memperluas permintaan agregat dapat dipandang sebagai
kenaikan jumlah uang yang beredar dan penurunan tingkat suku bunga. Begitu juga dengan
kebijakan moneter yang bertujuan untuk menurunkan permintaan agregat dapat dipandang
dengan penurunan jumlah uang yang beredar maupun kenaikan tingkat suku bunga.
2.1.5 Batas Bawah Nol

Dalam Resesi Hebat tahun 2008 dan 2009, tingkat dana federal turun menjadi sekitar
nol. Dalam situasi ini, jika ada, apa yang dapat dilakukan kebijakan moneter untuk
merangsang ekonomi?. Beberapa ekonom menggambarkan situasi ini sebagai jebakan
likuiditas. Menurut teori preferensi likuiditas, kebijakan moneter ekspansif bekerja dengan
mengurangi bunga suku bunga dan merangsang belanja investasi. Tetapi jika suku bunga
sudah turun sekitar nol, kebijakan moneter mungkin tidak lagi efektif. Suku bunga nominal
tidak bisa jatuh jauh di bawah nol: Daripada melakukan pinjaman dengan nominal negative
suku bunga, seseorang hanya akan memegang uang tunai. Di lingkungan ini, ekspansif
kebijakan moneter menaikkan pasokan uang, membuat portofolio aset public lebih likuid,
tetapi karena suku bunga tidak bisa turun lebih jauh, likuiditas ekstra mungkin tidak
berpengaruh. Permintaan agregat, produksi, dan lapangan kerja mungkin“terjebak” pada
level rendah.
Ekonom lain skeptis tentang relevansi perangkap likuiditas dan percaya bahwa bank
sentral terus memiliki alat untuk memperluas ekonomi, bahkan setelahnya target suku bunga
mencapai batas bawah nol. Salah satu opsi adalah memiliki pusat bank berkomitmen untuk
mempertahankan suku bunga rendah untuk jangka waktu yang lama. Kebijakan semacam itu
terkadang disebut panduan ke depan. Bahkan jika target suku bunga bank sentral saat ini tidak
dapat turun lebih jauh lagi, bunga itu menjanjikan suku bunga akan tetap rendah dapat
membantu merangsang pengeluaran investasi.
Opsi kedua adalah meminta bank sentral melakukan pasar terbuka yang ekspansif
operasi menggunakan berbagai instrumen keuangan yang lebih besar. Biasanya, Fed
melakukan operasi pasar terbuka ekspansif dengan membeli pemerintah jangka pendek
obligasi. Tapi itu juga bisa membeli sekuritas yang didukung hipotek dan obligasi pemerintah
jangka panjang untuk menurunkan suku bunga pinjaman semacam ini. Jenis ini Kebijakan
moneter yang tidak konvensional kadang-kadang disebut pelonggaran kuantitatif karena itu
meningkatkan jumlah cadangan bank. Selama Resesi Hebat, The Fed terlibat dalam panduan
maju dan pelonggaran kuantitatif.
Beberapa ekonom telah menyarankan bahwa kemungkinan memukul nol lebih rendah
terikat pada suku bunga membenarkan pengaturan tingkat target inflasi jauh di atas nol. Di
bawah inflasi nol, tingkat bunga riil, seperti tingkat bunga nominal, tidak pernah bisa jatuh
di bawah nol. Tetapi jika tingkat inflasi normal, katakanlah, 4 persen, maka bank sentral
dapat dengan mudah mendorong tingkat bunga riil menjadi negatif 4 persen dengan
menurunkan tingkat bunga nominal menjadi nol. Dengan demikian, target inflasi lebih tinggi
memberi pembuat kebijakan moneter lebih banyak ruang untuk merangsang ekonomi saat
dibutuhkan, mengurangi risiko mencapai batas bawah nol dan membuat ekonomi jatuh ke
dalam jebakan likuiditas.

2.2 Kebijakan Fiskal Mempengaruhi Permintaan Agregat


Pemerintah memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku ekonomi bukan
hanya melalui kebijakan moneter, tetapi juga melalui kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal
mencakup keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah terkait tingkat pengeluaran
atau pajak secara keseluruhan. Pada bagian awal buku ini, kita telah mempelajari bagaimana
kebijakan fiskal berdampak pada tabungan, investasi, dan pertumbuhan jangka panjang.
Namun, dalam jangka pendek, pengaruh utama kebijakan fiskal adalah terhadap permintaan
keseluruhan barang dan jasa.
2.1.2 Perubahan dalam Pembelanjaan Negara

Saat mengubah jumlah uang yang beredar atau tingkat pajak, pemerintah mengubah
kurva permintaan agregat dengan mempengaruhi keputusan belanja perusahaan atau rumah
tangga. Sebaliknya, ketika pemerintah mengubah belanja barang dan jasa langsung, kurva
permintaan agregat juga berubah secara langsung. Misalkan Departemen Pertahanan
memesan proyek senilai US$20 miliar kepada perusahaan konstruksi lokal bernama Buildit
untuk membangun markas tentara baru. Pesanan ini meningkatkan permintaan akan output
yang diproduksi oleh Buildit, yang berarti perusahaan tersebut mempekerjakan lebih banyak
pegawai dan meningkatkan produksi. Karena Buildit merupakan bagian dari perekonomian,
peningkatan permintaan konstruksi oleh perusahaan tersebut berarti peningkatan total
permintaan barang dan jasa pada setiap tingkat harga. Dampaknya adalah kurva permintaan
agregat bergeser ke kanan
Berapa besar pergeseran kurva permintaan agregat yang dihasilkan oleh pesanan
senilai US$20 miliar oleh pemerintah ini? Pada awalnya, kita mungkin mengira bahwa kurva
permintaan agregat bergeser ke kanan sebesar US$20 miliar secara tepat. Namun, hal ini
ternyata tidak benar. Ada dua efek makroekonomi yang menyebabkan pergeseran kurva
permintaan agregat berbeda dengan perubahan belanja pemerintah. Pertama, efek pengganda
menyatakan bahwa pergeseran permintaan agregat dapat lebih besar dari $20 miliar. Kedua,
efek pembatasan paksa menyatakan bahwa pergeseran permintaan agregat ini dapat lebih
kecil dari
$20 miliar. Dalam pembahasan ini, kita akan membahas kedua dampak tersebut secara
terpisah.
2.2.2 Efek Penggandaan

Ketika pemerintah membeli barang senilai $20 miliar dari Buildit, pembelian ini
memiliki konsekuensi. Dampak langsung dari peningkatan permintaan pemerintah adalah
adanya peningkatan jumlah pekerjaan dan keuntungan yang diperoleh oleh Buildit.
Kemudian, ketika para pekerja mendapatkan upah yang lebih tinggi dan pemilik perusahaan
melihat keuntungan yang lebih besar, mereka merespons peningkatan pendapatan ini dengan
meningkatkan belanja konsumen mereka sendiri. Akibatnya, belanja pemerintah dari Buildit
meningkatkan permintaan terhadap produk dari banyak perusahaan lain dalam perekonomian.
Karena setiap dolar yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat meningkatkan permintaan
agregat barang dan jasa lebih dari satu dolar, belanja pemerintah dikatakan memiliki efek
penggandaan terhadap permintaan agregat.
Efek penggandaan ini berlanjut, bahkan setelah siklus pertama tersebut. Ketika belanja
konsumen meningkat, perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang konsumen akan
mempekerjakan lebih banyak orang dan meraih lebih banyak keuntungan. Peningkatan
pendapatan dan keuntungan ini kemudian mendorong belanja konsumen lebih lanjut, dan
siklus ini terus berlanjut. Oleh karena itu, terdapat umpan balik positif terhadap peningkatan
permintaan yang mengakibatkan peningkatan pendapatan dan mendorong peningkatan
permintaan
secara keseluruhan. Ketika efek-efek ini digabungkan, efek total terhadap permintaan barang
dan jasa dapat lebih besar daripada rangsangan awal dari belanja pemerintah yang lebih besar.

Gambar di atas menggambarkan efek penggandaan ini. Peningkatan belanja pemerintah


sebesar $20 miliar pada awalnya menggeser kurva permintaan agregat ke kanan dari AD
menjadi AD, sebesar $20 miliar. Namun, ketika konsumen merespons dengan meningkatkan
belanja mereka, kurva permintaan agregat akan bergeser lebih jauh ke AD,
Efek penggandaan yang muncul akibat respons belanja konsumen ini dapat diperkuat
melalui respons investasi terhadap peningkatan permintaan yang lebih tinggi. Sebagai contoh,
Buildit dapat merespons peningkatan permintaan konstruksi dengan memutuskan untuk membeli
lebih banyak peralatan. Dalam kasus ini, peningkatan permintaan pemerintah mendorong
permintaan barang investasi yang lebih tinggi. Umpan balik positif dari permintaan investasi
ini terkadang disebut sebagai akselerator investasi.
2.2.3 Rumus Penggandaan Belanja

Dengan menggunakan sedikit aljabar, kita dapat mendapatkan rumus yang menjelaskan
efek penggandaan yang timbul dari belanja konsumen. Salah satu angka penting dalam rumus
ini adalah kecenderungan konsumsi marginal (marginal propensity to consume - MPC), yaitu
bagian dari pendapatan tambahan yang dikonsumsi oleh rumah tangga daripada ditabung.
Sebagai contoh, jika MPC adalah 3/4, artinya setiap dolar tambahan yang diterima rumah tangga
akan dihabiskan sebesar $0,75 (3/4 dari satu dolar) dan sisanya ditabung sebesar $0,25. Dengan
MPC sebesar 3/4, ketika para pegawai dan pemilik Buildit menerima pendapatan sebesar $20
miliar dari kontrak pemerintah, mereka akan meningkatkan belanja konsumen sebesar 3/4 x
$20 miliar, atau setara dengan $15 miliar.
Untuk mengukur dampak perubahan belanja pemerintah terhadap permintaan agregat,
kita dapat melihat dampaknya secara bertahap. Proses ini dimulai saat pemerintah
menghabiskan $20 miliar, yang berarti pendapatan nasional (pendapatan dan keuntungan) juga
meningkat sebesar jumlah tersebut. Peningkatan pendapatan ini kemudian akan mendorong
peningkatan belanja konsumen sebesar MPC x $20 miliar, yang pada gilirannya akan
meningkatkan pendapatan para pegawai dan pemilik perusahaan yang memproduksi barang
konsumsi. Peningkatan pendapatan kedua ini akan kembali mendorong peningkatan belanja
konsumen, kali ini sebesar MPC x (MPC x $20 miliar). Efek umpan balik ini akan terus
berlanjut.
Untuk mengetahui dampak total terhadap permintaan barang dan jasa, kita
menambahkan seluruh efek ini:
Perubahan belanja pemerintah = $20 miliar Perubahan pertama pada
konsumsi = MPC x $20 miliar Perubahan kedua pada
konsumsi = MPC2 x $20 miliar Perubahan ketiga pada
konsumsi = MPC3 x $20 miliar
Jumlah perubahan permintaan = (1+ MPC+ MPC+
MPC+...) x $20 miliar.
*(…): Melambangkan angka tidak terhingga yang sejenis
Maka dengan ini, kita dapat menuliskan rumus penggandaan sebagai berikut,
Pengganda = 1 + MPC + MPC2 + MPC3

Pengganda ini mengindikasikan jumlah permintaan barang dan jasa yang dihasilkan
oleh setiap dolar belanja pemerintah. Untuk mempermudah persamaan pengganda ini, ingatlah
bahwa rumus tersebut adalah sebagai berikut. Merupakan deret geometris tak hingga. Untuk x
antara -1 dan +1.
1
1 + x + x2 + x3 + ⋯ =
(1 − x)

Dalam kasus ini, x= MPC, Sehingga

1
Pengganda =
(1 − MPC)

Sebagai contoh, jika MPC adalah 3/4, maka penggandanya adalah 1/(1-3/4), yang setara
dengan 4. Dalam kasus ini, belanja pemerintah sebesar $20 miliar akan menghasilkan
permintaan barang dan jasa sebesar $80 miliar.
Rumus penggandaan ini memberikan kesimpulan yang penting: Besar pengganda
tergantung pada kecenderungan konsumsi marginal. Meskipun MPC sebesar 3/4 menghasilkan
pengganda sebesar 4, MPC sebesar 1/2 hanya menghasilkan pengganda sebesar 2. Oleh karena
itu, semakin besar MPC, semakin besar pula penggandanya. Untuk menguji kebenaran
pernyataan ini, perhatikan bahwa pengganda muncul karena pendapatan yang lebih tinggi
mendorong peningkatan belanja konsumen. Semakin besar MPC, semakin besar pengaruhnya
terhadap konsumsi, dan semakin besar penggandanya.

2.2.4 Penerapan Lain dan Efek Penggandaan

Akibat efek penggandaan, satu dolar belanja pemerintah dapat menghasilkan lebih dari satu
dolar permintaan agregat Namun, dasar pemikiran dari efek penggandaan ini tidak terbatas pada
perubahan belanja pemerintah. Sebaliknya, logika tersebut berlaku terhadap segala peristiwa
yang mengubah semua komponen PDB-konsumsi, investasi, belanja pemerintah, atau ekspor
neto. Sebagai contoh, anggap bahwa resesi di luar negeri menurunkan permintaan ekspor neto
negara Anda sebesar $10miliar. Penurunan belanja ini menekan pendapatan nasional yang
menurunkan belanja konsumen domestic. Apabila kecenderungan mengonsumsi marginal
adalah ¾ dan pengganda 4 maka penurunan ekspor neto sebesar $10miliar tersebut berarti
penurunan permintaan agregat sebesar $40miliar Penggandaan merupakan konsep penting
dalam ekonomi makro karena memperlihatkan bagaimana perekonomian dapat
menggandakan dampak perubahan belanja. Perubahan awal yang kecil dalam konsumsi,
investasi, belanja pemerintah, atau ekspor neto dapat berdampak besar terhadap permintaan
agregat
Begitu pula dengan produksi barang dan jasa dalam perekonomian.

2.2.5 Efek Pembatasan Paksa

Efek penggandaan kelihatannya menunjukkan bahwa jika pemerintah melakukan


belanja kontrak konstruksi dengan Buildit sebesar $20 miliar, ekspansi permintaan agregat yang
ditimbulkan pasti lebih besar dari $20 miliar. Namun, ada efek lain yang muncul dari arah
berlawanan. Meskipun mendorong permintaan agregat barang dan jasa, kenaikan belanja
pemerintah juga menyebabkan suku bunga naik, sedangkan suku bunga lebih tinggi
menurunkan belanja investasi dan menghambat permintaan agregat. Penurunan permintaan
agregat yang terjadi apabila ekspansi fiskal menaikkan suku bunga disebut dengan efek
pembatasan paksa (crowding-out effect).
Untuk melihat mengapa efek pembatasan paksa terjadi, mari amati apa yang terjadi di
pasar uang ketika pemerintah membayar kerja konstruksi oleh Buildit. Seperti telah dibahas,
kenaikan permintaan ini meningkatkan pendapatan para pekerja dan pemilik perusahaan (dan,
akibat efek pengganda, juga perusahaan- perusahaan lain). Dengan meningkatnya pendapatan,
rumah tangga berencana untuk membeli lebih banyak barang sehingga memilih untuk
memiliki kekayaan

mereka yang lebih banyak dalam bentuk likuid. Artinya, kenaikan pendapatan yang disebabkan
oleh ekspansi fiskal meningkatkan permintaan uang.
Pengaruh peningkatan permintaan uang diperlihatkan pada panel
(a) Figur 5. Karena bank sentral belum mengubah jumlah uang yang beredar, kurva
penawaran vertikal tidak berubah. Apabila tingkat pendapatan yang lebih tinggi menggeser
kurva permintaan uang ke kanan dari MD, ke MD,, suku bunga harus naik dari r, ke r, untuk
menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Sebaliknya, kenaikan suku bunga ini
menurunkan jumlah permintaan barang dan jasa. Khususnya, karena pinjaman lebih mahal,
permintaan rumah baru dan barang- barang investasi untuk keperluan bisnis menurun. Artinya,
kenaikan belanja pemerintah meningkatkan permintaan barang dan jasa, dan secara bersamaan
mendesak investasi. Efek pembatasan paksa ini sebagian mengimbangi dampak belanja
pemerintah terhadap permintaan agregat, seperti diilustrasikan pada panel
(b) Figur 5. Dampak awal kenaikan belanja pemerintah menggeser kurva permintaan agregat
dari AD, ke AD,, namun setelah muncul efek pembatasan paksa, kurva permintaan agregat
kembali turun ke AD.
2.2.5 Perubahan-perubahan dalam Perpajakan
Perangkat kebijakan fiskal penting lainnya, selain tingkat belanja pemerintah, adalah
tingkat perpajakan. Apabila pemerintah menurunkan pajak pendapatan perseorangan, misalnya,
pendapatan bersih rumah tangga pun menjadi meningkat. Rumah tangga akan menabung
sebagian dari pendapatan tambahan ini, namun mereka juga akan membelanjakan sebagian
untuk barang-barang konsumsi. Karena meningkatkan belanja konsumen, penurunan pajak
menggeser kurva permintaan agregat ke kanan. Serupa dengan hal itu, kenaikan pajak menekan
belanja konsumen dan menggeser kurva permintaan agregat ke kiri. Besarnya pergeseran
permintaan agregat yang ditimbulkan oleh perubahan pajak juga dipengaruhi oleh efek
penggandaan dan pembatasan paksa. Ketika pemerintah menurunkan pajak dan mendorong
belanja konsumen, penghasilan dan keuntungan meningkat yang juga mendorong belanja
konsumen. Ini merupakan efek penggandaan. Pada saat yang bersamaan, pendapatan lebih
tinggi meningkatkan permintaan uang yang cenderung menaikkan suku bunga. Suku bunga
yang lebih tinggi membuat pinjaman lebih mahal sehinngga menurunkan belanja investasi. Ini
merupakan efek pembatasan paksa. Tergantung besar efek penggandaan dan efek pembatasan
paksa, pergeseran permintaan agregat dapat lebih besar atau lebih kecil Daripada pajak
perubahan yang menyebabkannya. Selain efek penggandaan dan pembatasan paksa, ada
penentu besar pergeseran permintaan agregat penting lainnya yang ditimbulkan oleh perubahan
pajak, yakni persepsi rumah tangga tentang apakah perubahan pajak bersifat sementara atau
permanen. Sebagai contoh, anggap bahwa pemerintah mengumumkan penurunan pajak sebesar
$1.000 per rumah tangga. Dalam memutuskan bagaimana jumlah sebesar $1.000 tersebut akan
dibelanjakan, rumah tangga harus bertanya berapa lama pendapatan ekstra ini dapat bertahan.
Jika rumah tangga memperkirakan bahwa penurunan pajak itu bersifat permanen maka mereka
akan menganggapnya sebagai tambahan besar bagi sumber keuangan mereka sehingga
meningkatkan belanja mereka sebesar jumlah itu. Dalam kasus ini, penurunan pajak tersebut
akan berdampak besar terhadap permintaan agregat. Sebaliknya, jika rumah tangga
memperkirakan bahwa perubahan pajak tersebut bersifat sementara, mereka akan
memandangnya sebagai tambahan kecil bagi sumber keuangan mereka sehingga akan
meningkatkan belanja mereka sedikit saja. Dalam kasus ini, penurunan pajak tersebut akan
berdampak kecil terhadap permintaan agregat.

2.3 Menggunakan kebijakan untuk menstabilkan perekonomian

Kita telah melihat bagaimana kebijakan moneter dan fiskal dapat mempengaruhi
permintaan agregat barang dan jasa. Pemahaman teoritis ini menimbulkan sejumlah pertanyaan
penting tentang kebijakan, yaitu haruskah para pembuat kebijakan benar-benar menggunakan
berbagai perangkat tersebut untuk mengendalikan permintaan agregat dan menstabilkan
perekonomian? Jika iya, kapan hal tersebut harus dilakukan? Jika tidak, mengapa?

2.3.1 Pendukung kebijakan stabilisasi aktif

Apabila pemerintah mengurangi belanja pemerintah, bagaimana seharusnya respon


bank sentral? Seperti telah kita ketahui, belanja pemerintah merupakan
penentu posisi kurva permintaan agregat. Apabila pemerintah memangkas belanja pemerintah,
permintaan agregat akan turun yang akan menekan produksi dan lapangan kerja dalam jangka
pendek. Jika ingin mencegah dampak merugikan dari kebijakan fiskal ini, bank sentral dapat
bertindak guna memperluas permintaan agregat dengan meningkatkan jumlah uang yang
beredar. Ekspansi moneter dapat menurunkan suku bunga, mendorong belanja investasi, dan
memperluas permintaan agregat. Jika respon kebijakan moneter tepat, gabungan perubahan
kebijakan moneter dan fiskal tidak ada membuat permintaan agregat barang dan jasa
terpengaruh.
Analisis inilah yang sebenarnya digunakan oleh banyak bank sentral. Bank- bank sentral
ini mengetahui bahwa kebijakan moneter merupakan penentu penting permintaan agregat.
Mereka juga mengetahui bahwa ada juga penentu penting lainnya, termasuk kebijakan fiskal
yang ditetapkan pemerintah. Oleh karena itu, bank sentral menyimak perdebatan tentang
kebijakan fiskal dengan cermat.
Hal ini memiliki dua implikasi bagi kebijakan ekonomi makro. Implikasi pertama dan
yang tidak begitu serius adalah pemerintah seharusnya tidak boleh menjadi penyebab fluktuasi
ekonomi. Dengan demikian, mayoritas ekonom memperingatkan perubahan kebijakan moneter
dan fiskal secara besar-besaran dan mendadak karena perubahan semacam itu besar
kemungkinan menyebabkan fluktuasi permintaan agregat. Selain itu, apabila perubahan besar-
besaran telah terjadi, pembuat kebijakan moneter dan fiskal perlu menyadari dan merespon
tindakan pihak-pihak lain.
Implikasi kedua dan yang lebih ambisius adalah pemerintah harus merespon perubahan
ekonomi swasta untuk menstabilkan permintaan agregat. Pandangan ini berakar pada tulisan
Keynes, The General Theory of Employment, Interest, and Money, yang diterbitkan pada 1936,
yang menggarisbawahi peran utama permintaan agregat terlihat tidak cukup untuk
mempertahankan produksi pada tingkat pekerjaan penuhnya.
Keynes (dan pengikutnya) berpendapat bahwa permintaan agregat berfluktuasi akibat
gelombang pesimisme dan optimisme yang irasional. Ia memakai istilah "naluri kebinatangan"
(animal spirit) untuk menyebut perubahan sikap yang semena-mena tersebut. Apabila
pesimisme melanda, rumah tangga mengurangi belanja konsumsi, sedangkan perusahaan-
perusahaan mengurangi belanja investasi. Hasilnya adalah permintaan agregat menurun,
produksi berkurang, dan pengangguran meningkat. Sebaliknya, apabila optimisme melanda,
rumah tangga dan perusahaan-perusahaan meningkatkan belanja. Hasilnya adalah permintaan
agregat meningkat, produksi bertambah, dan muncul tekanan inflasi. Perlu diingat bahwa
perubahan sikap ini, sedikit banyak terjadi sesuai dengan prediksi.
Pada prinsipnya, pemerintah dapat mengubah kebijakan moneter dan fiskal untuk
merespon gelombang optimisme dan pesimisme ini sehingga menstabilkan perekonomian.
Sebagai contoh, ketika orang bersikap pesimis secara berlebihan, bank sentral dapat
meningkatkan jumlah uang yang beredar untuk menurunkan suku bunga dan meningkatkan
permintaan agregat. Ketika mereka bersikap optimis secara berlebihan, bank sentral dapat
mengurangi jumlah uang yang beredar untuk meningkatkan suku bunga dna menurunkan
permintaan agregat.

2.3.2 Kasus Yang Melawan Kebijakan Stabilisasi Aktif

Sebagian ekonom berpendapat bahwa pemerintah sebaiknya menghindari penggunaan


aktif kebijakan moneter dan fiskal untuk mencoba menstabilkan ekonomi. Mereka berpendapat
bahwa instrumen kebijakan ini sebaiknya ditetapkan untuk mencapai tujuan jangka panjang,
seperti pertumbuhan ekonomi yang cepat dan inflasi rendah, dan bahwa ekonomi sebaiknya
dibiarkan menangani fluktuasi jangka pendek dengan sendirinya. Para ekonom ini mungkin
mengakui bahwa kebijakan moneter dan fiskal dapat menstabilkan ekonomi dalam teori, tetapi
mereka meragukan apakah hal tersebut dapat terjadi dalam praktiknya.
Argumen utama melawan penggunaan kebijakan moneter dan fiskal yang aktif adalah
bahwa kebijakan-kebijakan ini mempengaruhi ekonomi dengan jeda waktu yang panjang.
Seperti yang telah kita lihat, kebijakan moneter bekerja dalam mengubah tingkat suku bunga,
kebijakan moneter berpengaruh pada pengeluaran investasi. Namun, banyak perusahaan
membuat rencana investasi jauh sebelumnya. Oleh karena itu, sebagian besar ekonom percaya
bahwa dibutuhkan setidaknya enam bulan agar perubahan kebijakan moneter memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap output dan lapangan kerja. Selain itu, setelah efek-efek ini
terjadi, mereka
dapat berlangsung selama beberapa tahun. Para kritikus terhadap kebijakan stabilisasi
berpendapat bahwa karena adanya jeda waktu ini, Bank Sentral seharusnya tidak mencoba
menyesuaikan ekonomi secara terperinci. Mereka berpendapat bahwa Bank Sentral sering kali
bereaksi terlambat terhadap perubahan kondisi ekonomi, dan akibatnya, justru menyebabkan
fluktuasi ekonomi daripada mengatasinya. Para kritikus ini menganjurkan kebijakan moneter
pasif, seperti pertumbuhan perlahan dan stabil dalam pasokan uang.
Kebijakan fiskal juga bekerja dengan jeda waktu, tetapi berbeda dengan jeda waktu
dalam kebijakan moneter, jeda waktu dalam kebijakan fiskal terutama terkait dengan proses
politik. Di Amerika Serikat, sebagian besar perubahan dalam pengeluaran pemerintah dan pajak
harus melalui komite-komite kongres baik di Dewan Perwakilan maupun Senat, lalu disahkan
oleh kedua lembaga legislatif, dan kemudian ditandatangani oleh presiden. Menyelesaikan
proses ini bisa memakan waktu berbulan-bulan atau, dalam beberapa kasus, bertahun-tahun.
Ketika perubahan kebijakan fiskal tersebut disahkan dan siap untuk dilaksanakan, kondisi
ekonomi mungkin telah berubah.
Jeda waktu dalam kebijakan moneter dan fiskal ini menjadi masalah terutama karena
proyeksi ekonomi yang tidak tepat. Jika para peramal dapat memprediksi kondisi ekonomi satu
tahun sebelumnya dengan akurasi tinggi, maka pembuat kebijakan moneter dan fiskal dapat
merencanakan kebijakan di masa depan. Dalam hal ini, para pembuat kebijakan dapat
menstabilkan ekonomi meskipun menghadapi jeda waktu. Namun, dalam praktiknya, resesi
besar dan depresi tiba tanpa peringatan yang cukup. Yang terbaik yang dapat dilakukan oleh
pembuat kebijakan adalah merespons perubahan ekonomi seiring terjadinya.

2.3.3 Stabiliser Otomatis

Semua ekonom, baik pendukung maupun kritikus kebijakan stabilisasi, sepakat bahwa
jeda waktu dalam implementasi mengurangi efektivitas kebijakan sebagai alat untuk stabilisasi
jangka pendek. Oleh karena itu, ekonomi akan lebih stabil jika pembuat kebijakan dapat
menemukan cara untuk menghindari beberapa jeda waktu ini. Faktanya, mereka telah
melakukannya. Stabilisator otomatis adalah perubahan dalam kebijakan fiskal yang
merangsang permintaan agregat ketika
ekonomi mengalami resesi, tetapi terjadi tanpa pembuat kebijakan harus mengambil tindakan
yang disengaja.
Stabilisator otomatis paling penting adalah sistem pajak. Ketika ekonomi mengalami
resesi, jumlah pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah secara otomatis turun karena hampir
semua pajak erat kaitannya dengan aktivitas ekonomi. Pajak penghasilan pribadi bergantung
pada pendapatan rumah tangga, pajak penggajian bergantung pada pendapatan pekerja, dan
pajak penghasilan perusahaan bergantung pada keuntungan perusahaan. Karena pendapatan,
penghasilan, dan keuntungan semuanya turun dalam resesi, pendapatan pajak pemerintah juga
turun. Potongan pajak otomatis ini merangsang permintaan agregat dan dengan demikian
mengurangi besaran fluktuasi ekonomi.
Sebagian pengeluaran pemerintah juga berperan sebagai stabilisator otomatis.
Khususnya, ketika ekonomi mengalami resesi dan pekerja di-PHK, lebih banyak orang
memenuhi syarat untuk mendapatkan tunjangan asuransi pengangguran, tunjangan
kesejahteraan, dan bentuk-bentuk lain dari dukungan pendapatan. Peningkatan otomatis dalam
pengeluaran pemerintah ini merangsang permintaan agregat pada saat yang tepat ketika
permintaan agregat tidak cukup untuk menjaga lapangan kerja penuh. Bahkan, ketika sistem
asuransi pengangguran pertama kali diberlakukan pada tahun 1930-an, para ekonom yang
menganjurkan kebijakan ini melakukannya karena mereka mengakui kekuatannya sebagai
stabilisator otomatis.
Stabilisator otomatis dalam ekonomi AS tidak cukup kuat untuk sepenuhnya mencegah
resesi. Meskipun demikian, tanpa stabilisator otomatis ini, output dan lapangan kerja
kemungkinan akan lebih fluktuatif daripada sekarang. Karena itu, banyak ekonom menentang
amandemen konstitusi yang akan mengharuskan pemerintah federal selalu menjalankan
anggaran seimbang, seperti yang beberapa politisi usulkan. Ketika ekonomi mengalami resesi,
pajak turun, pengeluaran pemerintah meningkat, dan anggaran pemerintah bergerak menuju
defisit. Jika pemerintah dihadapkan pada aturan anggaran seimbang yang ketat, mereka akan
terpaksa mencari cara untuk menaikkan pajak atau memotong pengeluaran dalam resesi.
STUDY CASE

BTN: Insentif Pajak Terbukti Dongkrak Penjualan


Rumah

Foto udara proyek pembangunan rumah subsidi di Banda Aceh, beberapa waktu lalu. BTN
menargetkan menyalurkan pembiayaan untuk 200 ribu rumah pada 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memberikan insentif bagi masyarakat yang


membeli rumah di bawah Rp 2 miliar. Bantuan ini berupa penggratisan PPN hingga insentif
biaya administrasi yang ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) menyambut positif kebijakan pemerintah
tersebut. Insentif ini diyakini akan berimbas positif terhadap kinerja penyaluran Kredit
Pemilikan Rumah (KPR).

"Dampaknya pasti akan membantu ke angka penjualan," kata Direktur Utama


Bank BTN Nixon LP Napitupulu saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (7/11/2023).

Nixon mengakui, selama ini pemberianinsentif pajak terbukti menaikkan penjualan rumah.
BTN pun menargetkan dapat menyalurkan pembiayaan untuk 200 ribu rumah baik subsidi
maupun nonsubsidi sepanjang 2023.

Hingga semester I 2023, BTN telah menyalurkan pembiayaan perumahan mencapai Rp 269,48
triliun. KPR subsidi masih mendominasi dengan porsi penyaluran Rp 152,17 triliun, sementara
porsi nonsubsidi Rp 90,83 triliun.
Nixon optimistis penyaluran KPR pada tahun depan juga akan mengalami pertumbuhan positif.
"Tahun depan kami ingin penyaluran KPR naik 10 persen-12 persen," ujar Nixon.

Direktur Consumer BTN, Hirwandi Gafar, mengatakan, insentif pajak untuk pembelian rumah
akan memberikan efek berlipat bagi perekonomian secara menyeluruh. Salah satunya menyerap
hingga 1 juta-1,5 juta tenaga kerja.

Selain itu, pembangunan rumah juga akan menciptakan 185 efek ke sektor ekonomi lainnya.
"Insentif yang diberikan juga akan menurunkan harga jual sehingga membantu masyarakat
untuk dapat membeli rumah," kata Hirwandi dalam sebuah wawancara.

Pembahasan

Insentif dapat termasuk dalam kategori kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal mencakup langkah-
langkah pemerintah yang berhubungan dengan pengeluaran dan pendapatan, dan insentif dapat
menjadi bagian dari strategi fiskal untuk merangsang aktivitas ekonomi atau mencapai tujuan
tertentu. Selain itu, permintaan terhadap pembelian rumah termasuk dalam konsep permintaan
agregat. Dalam konteks permintaan agregat, permintaan properti termasuk dalam komponen
investasi bisnis. Pembelian rumah oleh konsumen atau investor properti merupakan bagian dari
aktivitas ekonomi yang berkontribusi pada permintaan agregat.

Memberikan insentif untuk pembelian rumah, seperti kredit pajak atau pemotongan pajak
terkait pembelian rumah, merupakan contoh kebijakan fiskal yang mempengaruhi permintaan
agregat. Kebijakan ini bisa merangsang aktivitas ekonomi terkait dengan sektor perumahan dan
memiliki dampak pada permintaan agregat melalui komponen investasi bisnis. Dengan
memberikan insentif kepada individu atau rumah tangga untuk membeli rumah, pemerintah
berupaya mendorong belanja konsumen di sektor perumahan. Ini dapat memiliki efek domino
dengan meningkatkan permintaan terhadap properti, konstruksi, dan berbagai barang dan jasa
terkait.Seiring pemenuhan kebutuhan perumahan, kebijakan ini dapat menjadi salah satu cara
untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan mencapai tujuan tertentu, seperti mendukung
sektor konstruksi atau mengatasi penurunan aktivitas ekonomi.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Kebijakan moneter memiliki pengaruh terhadap permintaan agregat dalam


perekonomian. Ada tiga efek yang menjelaskan mengapa kurva permintaan agregat miring ke
bawah: efek kekayaan, efek suku bunga, dan efek nilai tukar. Meskipun ketiga efek tersebut
bekerja bersama untuk meningkatkan atau menurunkan permintaan agregat, efek suku bunga
dianggap sebagai alas an paling penting. Teori preferensi likuiditas digunakan untuk
menjelaskan bagaimana tingkat bung diatur untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan
uang.
Kebijakan fiskal, yang meliputi keputusan pemerintah tentang tingkat pengeluaran dan
pajak secara keseluruhan, mempengaruhi permintaan agregat dalam jangka pendek. Pemerintah
dapat mempengaruhi perilaku ekonomi dengan mengubah belanja pemerintah atau tingkat
pajak, yang pada gilirannya mempengaruhi keputusan belanja konsumen dan perusahaan.
Dampak dari kebijakan fiskal terhadap permintaan agregat dapat diperkuat melalui efek
penggandaan. Ketika pemerintah menghabiskan dolar tambahan, pendapatan yang meningkat
mendorong belanja konsumen yang lebih tinggi, yang pada gilirannya meningkatkan
pendapatan dan keuntungan perusahaan. Siklus ini berlanjut dan menciptakan umpan balik
positif yang mengakibatkan peningkatan permintaan barang dan jasa secara keseluruhan.
Besarnya efek penggandaan tergantung pada kecenderungan konsumsi marginal (MPC), yang
merupakan bagian dari pendapatan tambahan yang dikonsumsi oleh rumah tangga.
Namun, efek pembatasan paksa juga terjadi sebagai respons terhadap kenaikan belanja
pemerintah. Kenaikan belanja pemerintah meningkatkan permintaan uang, yang pada
gilirannya menyebabkan kenaikan suku bunga. Kenaikan suku bunga ini dapat mengurangi
belanja investasi dan menghambat permintaan agregat.
Kebijakan moneter dan fiskal dapat mempengaruhi permintaan agregat barang dan
jasa. Ada pendukung yang berargumen bahwa pemerintah haruss menggunakan kebijakan
untuk menstabilkan perekonomian dengan merespon perubahan ekonomi swasta dan
menghindari fluktuasi yang merugikan. Namun, ada juga pendapat yang menentang
penggunaan kebijakan aktif karena jeda waktu implementasi yang lama dan ketidakpastian
proyeksi ekonomi. Sebagai alternatif, stabilisator otomatis seperti perubahan pajak dan
pengeluaran pemerintah dapat merangsang permintaan agregat secara otomatis tanpa tindakan
yang disengaja dari pembuat kebijakan. Meskipun tidak sepenuhnya mencegah resesi,
stabilisator otomatis membantu menjaga stabilitas ekonomi.

3.2 SARAN

Terselesainya penyusunan paper mengenai Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal


terhadap Permintaan Agregat ini, kami sebagai penulis berharap agar para pembaca dapat
mengerti segala materi yang telah tertuang dengan benar dan baik, diharapkan agar para
pembaca dapat memahami pentingnya mengetahui tentang Pengaruh Kebijakan Moneter dan
Fiskal terhadap Permintaan Agregat dan nantinya dapat di implementasikan dalam kehidupan
ekonomi sehingga pemaparan dari materi ini dapat memiliki nilai guna dan bermanfaat. Dengan
adanya pemahaman mengenai materi tersebut melalui paper yang telah disajikan, kami berharap
pula dapat memperkaya pemahaman pembaca tentang Makroekonomi secara lebih luas.
Sebagai penyusun paper ini, kami mengetahui bahwasannya di dalam penyusunan paper
ini terdapat kesalahan dan kekurangan yang seharusnya diperbaiki sehingga jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami senantiasa menerima bimbingan dan arahan serta saran dan
kritik yang membangun dari para pembaca agar dapat menyusun paper yang lebih baik ke
depannya.
DAFTAR PUSTAKA

Mankiw, N. Gregory. (2019). PRINCIPLES OF ECONOMICS NINTH EDITION. United


States of America: Cengage Learning Inc.

Wulandhari, Retno & Yolanda, Friska (7 November 2023). BTN: Insentif Pajak Terbukti
Dongkrak Penjualan Rumah.. Republik.go.id Diakses dari
https://ekonomi.republika.co.id/berita/s3qtij370/btn-insentif-pajak-terbukti-dongkrak-
penjualan-rumah

Anda mungkin juga menyukai