Anda di halaman 1dari 26

I.

PENDAHULUAN
Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi
secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan
partner kebijakan fiskal dalam mengendalikan stabilitas ekonomi dan mendorong
pertumbuhan ekonomi. Permintaan agregat yang diartikan sebagai tingkat pengeluaran yang
dilakukan dalam ekonomi pada berbagai tingkat harga merupakan penerima dampak dari
perubahan

kebijakan moneter dan fiskal dalam hal perekonomian di suatu negara.

Pergerakan dari permintaan agregat mengalami suatu perubahan dari satu periode ke periode
berikutnya sebagai wujud dari pengaruh kebijakan fiskal dan kebijakan moneter itu sendiri.
Kebijakan moneter dan fiskal masing-masing memengaruhi permintaan agregat dimana
salah satu dari kedua kebijakan ini dapat menyebabkan fluktuasi produk dan harga jangka
pendek atau dapat dikatakan bahwa perangkat-perangkat kebijakan moneter dan fiskal
pemerintah memengaruhi posisi kurva permintaan agregat. Sehingga hal tersebut membuat
pemerintah ingin mengantisipasi pengaruh ini dan, mungkin, menyesuaikan kebijakan lain
sebagai bentuk tanggapan pemerintah terhadap perubahan permintaan agregat tersebut.
II.

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada pendahuluan diatas, maka rumusan masalah yang akan dibahas

dalam paper ini adalah sebagai berikut:


1.
2.
3.
4.
III.

Bagaimana pengaruh kebijakan moneter terhadap permintaan agregat?


Bagaimana pengaruh kebijakan fiskal terhadap permintaan agregat?
Bagaimana pemerintah menggunakan kebijakan untuk menstabilkan perekonomian?
Bagaimana studi kasus mengenai pengaruh kebijakan moneter dan fiskal terhadap

permintaan agregat?
PEMBAHASAN
III.1
Kebijakan Moneter Memengaruhi Permintaan Agregat
Kurva Permintaan Agregat menunjukkan jumlah permintaan barang dan jasa
dalam perekonomian untuk sembarang tingkat harga. Kemiringan kurva permintaan
agregat bergerak menurun karena tiga alasan, yaitu :

Pengaruh Kekayaan : Tingkat harga yang lebih rendah menaikkan nilai riil
uang yang dipegang oleh rumah tangga, sedangkan kesejahteraan yang lebih

tinggi ini mendorong belanja konsumen.


Pengaruh suku bunga : Tingkat harga yang lebih rendah menurunkan suku
bunga karena orang berusaha meminjamkan kelebihan uang yang mereka
pegang, sedangkan suku bunga yang lebih rendah mendorong pengeluaran
untuk investasi.

Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

Pengaruh nilai tukar : Apabila tingkat harga yang rendah menurunkan tingkat
suku bunga, investor memindahkan sebagian dari dana mereka keluar negeri
dan menyebabkan mata uang domestik mengalami depresiasi relatif dengan
mata uang asing. Depresiasi ini membuat barang barang di dalam negeri
menjadi lebih murah dibandingkan dengan barang barang luar negeri dan,
akibatnya, mendorong belanja ekspor neto.
Ketiganya terjadi secara bersamaan untuk meningkatkan jumlah permintaan

barang dan jasa ketika tingkat harga turun dan menurunkannya ketika harga naik.
Namun ketiga pengaruh tersebut tidak sama pentingnya dan berbeda-beda menurut
jenis perekonomian. Karena kepemilikan uang umunya sebagian kecil dari kekayaan
rumah tangga, maka dapat dikatakan bahwa efek kekayaan adalah yang paling tidak
penting dari ketiga pengaruh tersebut. Selain itu, pengaruh nilai tukar akan besar
bagi perekonomian asia yang kecil dan terbuka, seperti Singapura, Hong Kong, dan
Malaysia karena ketiga negara tersebut bisa mengekspor dan mengimpor bagian
yang lebih besar dari PDB mereka daripada negara lain di Asia, termasuk Thailand
dan Indonesia.
III.1.1 Teori Preferensi Likuiditas
Jhon Maynard Keynes mengajukan teori preferensi likuiditas untuk
menjelaskan factor-faktor yang menentukan suku bunga dalam perekonomian. Teori
tersebut pada dasarnya tidak lebih dari penerapan penawaran dan permintaan.
Menurut Keynes, suku bunga berubah-ubah untuk menyeimbangkan penawaran dan
permintaan uang.
Para ekonom membagi suku bunga menjadi dua macam, yaitu suku bunga
nominal adalah suku bunga yang umum dilaporkan dan suku bunga riil adalah suku
bunga yang telah dikoreksi dengan pengaruh inflasi. Dalam analisis yang akan kita
lihat, tingkat inflasi harapan diasumsikan konstan. (Asumsi ini sesuai untuk
mempelajari perekonomian jangka pendek). Oleh karena itu, apabila suku bunga
nominal naik atau turun, suku bunga riil yang diinginkan oleh orang juga naik atau
turun, jadi apabila terjadi perubahan suku bunga maka suku bunga riil dan suku
bunga nominal bergerak ke arah yang sama.
III.1.2 Jumlah Uang yang Beredar

Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

Jumlah uang yang beredar dikendalikan oleh bank sentral. Bank sentral
biasanya mengubah jumlah uang yang beredar terutama dengan mengubah jumlah
cadangan dalam sistem perbankan melalui pembelian dan penjualan obligasi
pemerintah dalam operasi pasar terbuka, mengubah persyaratan cadangan yang
harus dimiliki oleh bank-bank terhadap simpanan atau tingkat diskonto. Namun
dalam hal ini, kita memiliki tujuan untuk mengkaji bagaimana perubahan-perubahan
pada jumlah uang yang beredar memengaruhi permintaan agregat barang dan jasa.
Maka, jumlah uang yang beredar dalam perekonomian ditetapkan disembarang
tingkat yang diputuskan oleh bank sentral.
3.1.2.1 Keseimbangan di Pasar Uang
Menurut Teori Preferensi Likuiditas suku bunga berubah-ubah untuk
menyeimbangkan jumlah uang yang beredar dengan jumlah permintaan uang.
Jika suku bunga berada di atas titik keseimbangan (misalnya r 1), jumlah uang
d
yang ingin dipegang oleh orang ( M 1 ) lebih kecil daripada jumlah yang

dibuat oleh bank sentral dan surplus uang ini menekan suku bunga ke bawah.
Sebaliknya, jika suku bunga berada di bawah titik keseimbangan (misalnya r 2),
d
jumlah uang yang ingin dipegang oleh orang ( M 2 ) lebih besar daripada

jumlah yang dibuat oleh bank sentral dan defisit uang ini menekan suku bunga ke
atas. Dengan demikian, daya penawaran dan permintaan di pasar uang menekan
suku bunga ke arah suku bunga keseimbangan, yaitu di tingkat orang merasa
puas dengan memiliki jumlah uang yang dibuat oleh bank sentral.
FIGUR

Tingkat
suku
bunga

Jumlah
uang
beredar

r
1

Suku bunga
keseimbang
an

Permintaan
uang

r
2

M d1 Jumlah yg
0

di tetapkan
bank
sentral

M d2

Jumlah
uang

Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

Karena ditetapkan oleh kebijakan bank sentral, jumlah uang yang beredar
tidak bergantung pada variabel variabel ekonomi lainnya. Secara khusus
jumlah uang yang beredar tidak bergantung pada suku bunga. Setelah bank
sentral memutuskan kebijakannya, jumlah uang beredar tidak berubah, tanpa
memandang suku bunga yang berlaku. Seperti terlihat pada Figur 1, yang
menggambarkan jumlah uang yang beredar tetap dengan kurva penawaran
vertikal.
3.1.3 Permintaan Uang
Bagian kedua dari teori preferensi likuiditas adalah permintaan uang.
Likuiditas segala aset adalah kemudahan aset tersebut diubah menjadi alat
pertukaran dalam perekonomian. Uang merupakan alat pertukaran dalam
perekonomian sehingga merupakan aset paling likuid yang tersedia, jadi orang lebih
memilih untuk memiliki uang daripada aset lainnya yang memberikan tingkat hasil
lebih tinggi karena uang dapat digunakan untuk membeli barang dan jasa.
Faktor utama yang memengaruhi permintaan uang dalam teori preferensi
likuiditas adalah tingkat suku bunga karena suku bunga merupakan biaya
kesempatan untuk memiliki uang, maksudnya apabila kita memiliki kekayaan
berupa uang tunai di dompet, bukan berupa obligasi berbunga, kita kehilangan
bunga yang seharusnya kita peroleh. Kenaikan suku bunga menaikkan biaya
kepemilikan uang sehingga mengurangi jumlah permintaan uang. Penurunan suku
bunga mengurangi biaya kepemilikan uang dan menaikkan jumlah permintaan. Oleh
karena itu, seperti terlihat pada Figur 1, kurva permintaan uang miring ke bawah.
3.1.4

Keseimbangan dalam Pasar Uang


Menurut teori preferensi likuiditas, suku bunga berubah-ubah untuk

menyeimbangkan jumlah uang yang beredar dan permintaan uang. Suku bunga
keseimbangan menyebabkan jumlah permintaan uang tepat seimbang dengan jumlah
uang beredar. Apabila suku bunga berada di tingkat lain, orang akan berusaha
menyesuaikan portofolio aset mereka sehingga mendorong suku bunga ke titik
keseimbangan.
Misalkan suku bunga berada di atas titik keseimbangan, ini berarti jumlah
uang yang ingin dipegang masyarakat lebih kecil daripada yang ditetapkan bank
sentral. Mereka yang memiliki surplus uang akan berusaha untuk menghabiskannya
dengan membeli obligasi berbunga atau dengan menyimpannya untuk memperolah
Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

bunga. Karena pihak penerbit surat berharga dan bank-bank lebih suka untuk
membayar suku bunga yang lebih rendah, maka mereka merespon hal ini dengan
menurunkan suku bunga yang ditawarkan. Pada saat suku bunga turun, biasanya
masyarakat menjadi lebih bersedia untuk memegang uang sampai ketika suku bunga
keseimbangan, mereka puas karena memiliki jumlah tepat uang yang dibuat oleh
bank sentral, begitu juga sebaliknya.
3.1.5

Kemiringan ke Bawah Kurva Permintaan Agregat

3.1.5.1 Pasar Uang dan Kemiringan Kurva Permintaan Agregat


Kenaikan tingkat hara dari P1 menjadi P2 menggeser kurva permintaan uang
ke kanan, seperti terlihat pada panel (a). Kenaikan permintaan uang ini
menyebabkan suku bunga naik dari r1 menjadi r2. Karena suku bunga merupakan
biaya pinjaman, kenaikan suku bunga menurunkan jumlah permintaan barang
dan jasa dari Y1 menjadi Y2. Hubungan negative antara tingkat harga dan jumlah
permintaan ini ditunjukkan kurva permintaan agregat ke bawah, seperti terlihat
pada panel (b).
(a) Pasar Uang
FIGUR
Tingkat
suku
bunga

Jumlah
uang
yang
beredar

2.menaikkan
permintaan uang..

r2
Permintaan uang pada
tingkat harga P2MD2

r1
3..yang
meningkatk
an tingkat
suku bunga
keseimbang
an..

Permintaan uang pada


tingkat harga P1MD1

Jumlah uang yang


ditetapkan oleh bank
sentral

Jumla
h
Uang

(b) Kurva Permintaan


Agregat
Tingka
t
Harga
Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

p
2

p
1

Permintaa
n agregat

1.. Kenaikan
Tingkat

4.yang kemudian
mengurangi jumlah

Jumlah
Output

Tingkat harga merupakan satu penentu jumlah permintaan uang. Pada harga
lebih tinggi, uang yang dipertukarkan semakin banyak setiap kali barang barang
atau jasa dijual. Akibatnya orang akan memilih untuk memiliki lebih banyak
uang. Artinya tingkat harga yang tinggi menaikkan jumlah permintaan pada setiap
suku bunga yang berlaku. Oleh karena itu tingkat harga menggeser kurva
permintaan kekanan dari MD1 menjadi MD2, terlihat pada gambar (a).
Pergeseran kurva permintaa uang ini memengaruhi keseimbangan di pasar
uang. Agar jumlah uang yang beredar tidak berubah, suku bunga harus naik untuk
menyeimbangkan jumlah uang yang beredar dan permintaan uang. Tingkat harga
yang lebih tinggi menaikkan jumlah uang yang ingin dimiliki oleh masyarakat
dan menggeser kurva permintaan uang ke kanan. Namun karena jumlah uang
yang beredar tidak berubah, sehingga suku bunga harus naik dari r1 menjadi r2
untuk mencegah permintaan tambahan.
Ketika tingkat harga naik dari P1 menjadi P2 yang menyebabkan permintaan
uang naik MD1 menjadi MD2 dan menaikkan suku bunga dari r1 menjadi r2 jumlah
permintaan barang dan jasa turun jadi Y1 menjadi Y2.
Jadi, kesimpulannya adalah pertama tingkat harga yang lebih tinggi
menaikkan permintaan uang. Kedua permintaan uang yang lebih tinggi
menyebabkan suku bunga menjadi lebih tinggi. Ketiga bunga yang lebih tinggi
mengurangi permintaan barang dan jasa, begitu juga sebalikya. Maka terdapat
hubungan negative antara tingkat harga dan jumlah permintaan barang dan jasa
yang diilustrasikan oleh kurva permintaan agregat yang miring ke bawah.

Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

3.1.6

Perubahan Jumlah Uang Beredar

3.1.6.1 Suntikan moneter


Pada panel (a), kenaikan jumlah uang yang beredar dari MS 1 menjadi MS2
menurunkan suku bunga keseimbangan dari r1 menjadi r2 karena suku bunga
merupakan biaya pinjaman, penurunan suku bunga menaikkan jumlah
permintaan barang dan jasa pada tingkat harga tertentu dari Y 1 menjadi Y2. Oleh
karena itu, pada panel (b), kurva permintaan agregat bergeser ke kanan dari AD 1
ke AD2.

(a) Pasar Uang

FIGUR
Tingkat
suku
bunga

Jumlah uang
yang beredar

r1
2. .. tingkat
suku bunga
keseimban
gan turun ..

1. apabila bank
sentral
menaikkan
jumlah uang
yang beredar.

r2

Permintaan uang
pada tingkat harga
P

MS

MS1

FIGUR

Jumla
h
Uang

Tingka
t
Harga

(b) Kurva Permintaan


Agregat

AD
2

Permintaan
agregat, AD1

3. yang menaikkan jumlah permintaan barang dan jasa pada tingkat


Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Jumlah
Output
Page

Seperti pada panel (a) Figur 3, kenaikan jumlah uang yang beredar
menggeser kurva jumlah uang yang beredar menggeser kurva jumlah uang yang
beredar kekanan dari MS1 menjadi MS2 . Karena kurva permintaan uang belum
berubah, suku bunga turun dari r1 ke r2 untuk menyeimbangkan permintaan uang.
Artinya, suku bunga harus turun agar orang memiliki uang tambahan yang dibuat
oleh bank sentral.
Sekali lagi, suku bunga memengaruhi jumlah permintaan barang dan jasa,
seperti terlihat pada panel (b) Figur 3. Suku bunga yang lebih rendah menurunkan
biaya pinjaman dan tingkat pengembalian dari tabungan. Rumah tangga membeli
rumah lebih banyak dan besar yang mendorong permintaan investasi perumahan.
Perusahaan-perusahaan mengeluarkan biaya lebih banyak untuk membangun
pabrik dan peralatan baru yang mendorong investasi bisnis. Akibatnya, jumlah
permintaan barang dan jasa pada tingkat harga tertentu,P, naik dari Y1 menjadi Y2.
Tentu saja tidak ada yang istimewa dengan P : Suntikan moneter meningkatkan
jumlah permintaan barang dan jasa pada semua tingkat harga. Oleh karena itu,
kurva permintaan agregat secara keseluruhan bergesar ke kanan.
Apabila bank sentral menaikkan jumlah uang yang beredar, suku bunga
turun dan jumlah permintaan barang dan jasa untuk tingkat harga tertentu naik
yang menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser ke kanan. Sebaliknya,
apabila bank sentral menurunkan jumlah uang yang beredar, suku bunga naik
dan jumlah permintaan barang dan jasa untuk tingkat harga tertentu menurun,
yang menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser ke kiri.
3.1.7

Peranan Target Suku Bunga dalam Kebijakan Moneter


Keputusan bank sentral untuk menargetkan suku bunga pada dasarnya tidak

mengubah analisis kita terhadap kebijakan moneter. Teori preferensi likuiditas


memberi satu prinsip penting : kebijakan moneter dapat dijelaskan, baik dalam
terminologi jumlah uang yang beredar maupun terminologi suku bunga. Apabila
target suku bunga telah ditetapkan, misalnya 6 persen, penjual obligasi bank sentral
seakan akan diberi tahu : lakukan segala operasi pasar terbuka yang diperlukan
untuk memastikan bahwa suku bunga keseimbangan sama dengan 6 persen.
Dengan kata lain, apabila bank sentral menetapkan target suku bunga, bank sentral

Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

berkomitmen untuk menyesuaikan jumlah uang yang beredar untuk membuat


keseimbangan di pasar uang guna mencapai target tersebut.
Perubahan kebijakan moneter yang bertujuan untuk memperluas permintaan
agregat dapat dijabarkan, baik sebagai kenaikan jumlah uang yang beredar atau
sebagai penurunan suku bunga. Perubahan kebijakan moneter yang bertujuan untuk
menurunkan permintaan agregat dapat dijabarkan, baik sebagai penurunan jumlah
uang yang beredar maupun sebagai kenaikan suku bunga.
3.2 Kebijakan Fiskal Memengaruhi Permintaan Agregat
Pemerintah dapat memengaruhi perilaku ekonomi tidak hanya melalui kebijakan
moneter, tetapi juga melalui kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal mengacu pada pilihan
pemerintah mengenai tingkat keseluruhan pembelian atau pajak pemerintah. Kebijakan
fiskal memengaruhi

tabungan, investasi, dan pertumbuhan jangka panjang. Namun

dalam jangka pendek, kebijakan fiskal terutama memengaruhi permintaan agregat barang
dan jasa.
3.2.1 Perubahan-perubahan dalam Pembelanjaan Negara
Ketika mengubah jumlah uang yang beredar atau tingkat pajak, pemerintah
mengubah kurva permintaan agregat dengan memengaruhi keputusan belanja
perusahaan atau rumah tangga. Sebaliknya, ketika mengubah belanja barang dan
jasanya sendiri, pemerintah mengubah kurva permintaan agregat secara langsung.
Misalnya bahwa Departemen Pertahanan melakukan pemesanan senilai $20 miliar
kepada Buildit, perusahaan konstruksi lokal untuk membangun markas tentara baru.
Pesanan ini meningkatkan permintaan output yang diproduksi oleh Buildit yang
menyebabkan perusahaan itu mempekerjakan lebih banyak pegawai dan
meningkatkan produksi. Karena Buildit adalah bagian dari perekonomian, kenaikan
permintaan konstruksi oleh Buildit berarti kenaikan jumlah total permintaan barang
dan jasa pada setiap tingkat harga. Akibatnya, kurva permintaan agregat bergeser ke
kanan. Ada dua efek ekonomi makro yang menyebabkan pergeseran kurva
permintaan agregat berbeda dengan perubahan belanja pemerintah. Pertama, efek
penggandaan menyatakan bahwa pergeseran permintaan agregat dapat lebih besar
daripada $20 miliar. Kedua, efek pembatasan paksa menyatakan bahwa pergeseran
permintaan agregat ini dapat lebih kecil dari $20 miliar.

Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

3.2.2 Efek Penggandaan


Belanja pemerintah yang dikatakan memiliki efek penggandaan pada
permintaan agregat adalah pergeseran tambahan pada permintaan agregat yang
muncul

jika

kebijakan

fiskal

ekspansif

meningkatkan

pendapatan

yang

menyebabkan kenaikan belanja konsumen. Ketika belanja konsumen meningkat,


perusahan-perusahan yang memproduksi barang-barang konsumen mempekerjakan
lebih banyak orang dan meraih keuntungan. Pendapatan dan keuntungan yang lebih
tinggi kembali mendorong belanja konsumen, dan begitu seterusnya.
Oleh karena itu, ada umpan balik positif terhadap permintaan yang
meningkat yang menimbulkan kenaikan pendapatan dan menyebabkan permintaan
menjadi lebih meningkat. Apabila seluruh efek ini digabungkan, efek totalnya
terhadap jumlah permintaan barang dan jasa dapat lebih besar daripada rangsangan
awal dari belanja pemerintah yang lebih besar. Sehingga setiap dolar yang
dibelanjakan oleh pemerintah dapat meningkatkan permintaan agregat untuk barang
dan jasa oleh lebih dari satu dolar, belanja pemerintah inilah dikatakan menimbulkan
efek penggandaan (multipler effect) terhadap permintaan agregat.
3.2.3 Rumus Penggandaan Belanja
Angka penting dalam rumus ini adalah kecenderungan konsumsi marginal
(marginal propensity to consume MPC).
Penggandaan = 1 / (1 MPC)
Rumus penggandaan ini memberikan kesimpulan penting yaitu besarnya
pengganda bergantung pada kecenderungan konsumsi marginal. Oleh karena itu,
MPC lebih besar berarti pengganda lebih besar. Untuk melihat kebenaran dari
pernyataan ini, ingat bahwa pengganda muncul karena pendapatan yang lebih besar
menyebabkan belanja konsumen meningkat. Semakin besar MPC, semakin besar
pula pengaruh yang ditimbulkan terhadap konsumsi dan semakin besar pula
penggandanya.
Untuk mengukur dampak perubahan belanja pemerintah terhadap permintaan
agregat, maka dapat ditelusuri dampaknya tahap demi tahap. Proses ini diawali
ketika pemerintah membelanjakan sejumlah $20 miliar, yang berarti bahwa
pendapatan nasional (pendapatan dan keuntungan) juga naik sebesar jumlah ini.
Kenaikan pendapatan ini kemudian meningkatkan belanja konsumen sebesar MPC x
Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

$20 miliar yang kemudian meningkatkan pendapatan para pegawai dan pemilik
perusahaan yang memproduksi barang-barang konsumsi. Kenaikan pendapatan
kedua ini kembali meningkatkan belanja konsumen, kali ini sebesar MPC x (MPC x
$20 miliar). Efek umpan balik ini berlangsung terus menerus.
Untuk mengetahui dampak total terhadap permintaan barang dan jasa, kita
menambahkan seluruh efek ini :
Perubahan belanja pemerintah
=
$ 20 miliar
Perubahan pertama pada konsumsi =
MPC x $ 20 miliar
Perubahan kedua pada konsumsi =
MPC2 x $ 20 miliar
Perubahan ketiga pada konsumsi =
MPC3 X $ 20 miliar
dst
dst
Jumlah perubahan permintaan
=
(1+MPC+MPC1+MPC2+MPC3+) x $ 20 miliar.
Disini, melambangkan angka tidak terhingga yang sejenis. Dengan
demikian, kita dapat menuliskan rumus penggandaan sebagai berikut
Penggandaan = 1+ MPC+MPC1+MPC2+MPC3+
Penggandaan ini memberitahukan permintaan barang dan jasa yang
dihasilkan oleh setiap dolar belanja pemerintah.
Untuk menyederhanakan persamaan pengganda ini, ingat kembali bahwa
ungkapan ini merupakan deret geometris tak hingga. Untuk x antara -1 dan +1,
1+ x + x2 + x3 + = 1/(1- x).
Dalam kasus kita, x = MPC sehingga
Pengganda = 1/1(1-MPC).
Sebagai contoh, jika MPC adalah 3/4 maka penggandanya adalah 1/(1-3/4),
yaitu 4. Dalam kasus ini, belanja pemerintah sebesar $ 20 miliar menghasilkan
permintaan barang dan jasa senilai $ 80 miliar.
Rumus penggandaan ini memberikan kesimpulan penting : Besar pengganda
bergantung pada kecenderungan mengonsumsi marginal. Meskipun MPC sebesar
3/4 menghasilkan pengganda sebesar 4, MPC sebesar 1/2 hanya menghasilkan
pengganda sebesar 2. Oleh karena itu, MPC lebih besar berarti pengganda lebih
besar. Untuk melihat kebenaran dari pernyataan ini, ingat bahwa pengganda muncul
karena pendapatan yang lebih besar menyebabkan belanja konsumen meningkat.
Semakin besar MPC, semakin besar pula pengaruh yang ditimbulkan terhadap
konsumsi, dan semakin besar pula penggandanya.
3.2.3.1 Efek Penggandaan
Kenaikan belanja pemerintah sebesar $20 miliar dapat menggeser kurva
permintaan agregat ke kanan sebesar lebih dari $ 20 miliar. Efek penggandaan
ini timbul akibat kenaikan pendapatan agregat mendorong belanja tambahan
oleh konsumen.
Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

FIGUR

Page

tetapi efek penggandaan dapat


memperbesar pergeseran permintaan
agregat

Tingkat
Harga

$ 20
miliar

AD3
AD2
Permintaan Agregat, AD1

1. Kenaikan belanja pemerintah sebesar $ 20 miliar


awalnya meningkatkan permintaan agregat sebesar $ 20

3.2.4

Jumlah
Output

Penerapan Lain dari Efek Penggandaan


Akibat efek penggandaan, satu dolar belanja pemerintah dapat menghasilkan

lebih dari satu dolar permintaan agregat. Namun, dasar pemikiran dari efek
penggandaan ini tidak terbatas pada perubahan belanja pemerintah. Sebaliknya,
logika tersebut berlaku terhadap segala peristiwa yang mengubah semua komponen
PDBkonsumsi, investasi, belanja pemerintah, atau ekspor neto.
Sebagai contoh, anggap bahwa ledakan pasar saham meningkatkan kekayaan
rumah tangga dan meningkatkan belanja barang dan jasa mereka sebesar $20 miliar.
Tambahan belanja rumah tangga ini meningkatkan pendapatan nasional yang
kemudian

menghasilkan

lebih

banyak

lagi

belanja

konsumen.

Apabila

kecenderungan mengonsumsi marginal adalah 3/4 dan penggandanya 4 maka


rangsangan awal belanja konsumen sebesar $20 miliar diterjemahkan menjadi
peningkatan permintaan agregat sebesar $80 miliar.
Penggandaan merupakan konsep penting dalam ekonomi makro karena
memperlihatkan bagaimana perekonomian dapat menggandakan dampak perubahan
belanja. Perubahan awal yang kecil dalam konsumsi, investasi, belanja pemerintah
atau ekspor neto dapat berdampak besar terhadap permintaan agregat. Begitu pula
dengan produksi barang dan jasa dalam perekonomian.
3.2.5

Efek Pembatasan Paksa

Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

Kebijakan fiskal mungkin tidak memengaruhi perekonomian sekuat seperti


yang diperkirakan oleh multiplier. Kenaikan belanja pemerintah menyebabkan
tingkat bunga naik. Tingkat bunga lebih tinggi mengurangi pengeluaran investasi.
Penurunan permintaan yang terjadi ketika ekspansi fiskal meningkatkan tingkat
bunga disebut efek pembatasan paksa (crowding-out effect). Efek pembatasan
paksa cenderung mengurangi dampak kebijakan fiskal terhadap permintaan agregat.
Pengaruh peningkatan permintaan uang diperlihatkan pada panel (a). Karena
bank sentral belum mengubah jumlah uang yang beredar, kurva penawaran vertikal
tidak berubah. Apabila tingkat pendapatan yang lebih tinggi menggeser kurva
permintaan uang ke kanan dari MD1 ke MD2, suku bunga harus naik dari r1 ke r2
untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan.
Sebaliknya, kenaikan suku bunga ini menurunkan jumlah permintaan barang
dan jasa. Khususnya, karena pinjaman lebih mahal, permintaan rumah baru dan
barang-barang investasi untuk keperluan bisnis menurun. Artinya, kenaikan belanja
pemerintah meningkatkan permintaan barang dan jasa, dan secara bersamaan
mendesak investasi. Efek pembatasan paksa ini sebagian mengimbangi dampak
belanja pemerintah terhadap permintaan agregat dari AD1 ke AD2, namun setelah
muncul efek pembatasan paksa, kurva permintaan agregat kembali turun ke AD3.
Sebagai rangkuman: apabila negara menaikkan belanja sebesar $ 20 miliar,
permintaan agregat barang dan jasa dapat naik sebesar lebih atau kurang dari $ 20
miliar, tergantung apakah efek penggandaan atau efek pembatasan paksa lebih besar.
3.2.5.1 Efek Pembatasan Paksa
Panel (a) memperlihatkan situasi di pasar uang. Apabila pemerintah
menaikkan belanja barang dan jasa, kenaikan pendapatan yang ditimbulkan
meningkatkan permintaan uang dari MD1 ke MD2, dan ini menyebabkan suku
bunga keseimbangan naik dari r1 menjadi r2. Panel (b) memperlihatkan efek
tersebut terhadap permintaan agregat. Dampak awal pembelanjaan pemerintah
menggeser kurva permintaan agregat dari AD1 ke AD2. Namun, karena suku
bunga merupakan biaya pinjaman, kenaikan suku bunga cenderung menurunkan
jumlah permintaan barang dan jasa, terutama barang-barang investasi.
Sebagian dari investasi yang mendesak mengimbangi ekspansi fiskal permintaan
agregat. Pada akhirnya, kurva permintaan agregat hanya bergeser ke AD3.

Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

(a) Pasar Uang


FIGUR

Tingka
t Suku
Bunga

Jumlah uang
yang
beredar
2. kenaikan belanja
meningkatkan permintaan
uang

r2
3. yang
meningkat
kan tingkat
suku
bunga
keseimban

r1
MD2

PPPermintaan uang,
MD1
Jumlah yang ditetapkan oleh bank
Jumlah
sentral
Uang

(b) Pergeseran Permintaan

FIGUR

Agregat

Tingk
atHar
ga

yang sebagiannya
kemudian mengimbangi
kenaikan awal
permintaan agregat

$20
miliar

AD2
AD3
Permintaan agregat,
AD1

Jumlah
Output

Apabila kenaikan belanja pemerintah meningkat permintaan agregat

3.2.6 Perubahan-perubahan dalam Perpajakan


Perangkat kebijakan fiskal lainnya selain tingkat belanja pemerintah adalah
tingkat

perpajakan.

Apabila

pemerintah

menurunkan

pajak

pendapatan

perseorangan, misalnya, pendapatan bersih rumah tangga pun menjadi meningkat.


Rumah tangga akan menabung sebagian dari pendapatan tambahan ini, namun
mereka juga akan membelanjakan sebagian untuk barang-barang konsumsi. Karena
Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

meningkatkan belanja konsumen, penurunan pajak menggeser kurva permintaan


agregat ke kanan. Serupa dengan hal itu, kenaikan pajak menekan belanja konsumen
dan menggeser kurva permintaan agregat ke kiri.
Besarnya pergeseran agregat yang ditimbulkan oleh perubahan pajak juga
dipengaruhi oleh efek penggandaan dan pembatasan paksa. Ketika pemerintah
menurunkan pajak dan mendorong belanja konsumen, penghasilan dan keuntungan
meningkat yang juga mendorong belanja konsumen. Ini merupakan efek
penggandaan. Pada saat yang bersamaan, pendapatan lebih tinggi meningkatkan
permintaan uang yang cenderung menaikkan suku bunga. Suku bunga yang lebih
tinggi membuat pinjaman lebih mahal sehingga menurunkan belanja investasi. Ini
merupakan efek pembatasan paksa. Selain efek penggandaan dan pembatasan paksa,
ada penentu besar pergeseran permintaan agregat penting lainnya yang ditimbulkan
oleh perubahan pajak, yakni persepsi rumah tangga tentang apakah perubahan pajak
bersifat sementara atau permanen.
3.3 Menggunakan Kebijakan untuk Menstabilkan Perekonomian
Bagi banyak ekonom, masalah kebijakan pemerintah yang aktif adalah jelas
dan sederhana. Resesi adalah periode pengangguran tinggi, pendapatan rendah, dan
tekanan ekonomi meningkat. Model permintaan agregat dan penawaran agregat
menunjukkan bagaimana guncangan terhadap perekonomian dapat menyebabkan
resesi. Model tersebut juga menunjukkan bagaimana kebijakan moneter dan fiskal
dapat mencegah resesi dengan merespons guncangan ini. Para ekonom ini
menganggap suatu pemborosan bila tidak menggunakan instrumen kebijakan ini
untuk menstabilkan perekonomian. Ekonom lain bersikap kritis terhadap upaya
pemerintah untuk menstabilkan perekonomian. Mereka berpendapat pemerintah
seharusnya melakukan pendekatan lepas-tangan pada kebijakan makro ekonomi.
Pada awalnya, pandangan ini tampak mengejutkan. Jika model kita menunjukkan
bagaimana mencegah atau mengurangi keparahan resesi, mengapa mereka ingin
pemerintah tidak menggunakan kebijakan moneter dan fiskal untuk stabilisasi
ekonomi ?
Ekonom membedakan antara dua tipe kelambanan yang relevan untuk
melakukan kebijakan stabilisasi : kelambanan dalam (inside lag) dan kelambanan
luar (outside lag). Kelambanan dalam adalah waktu antara guncangan terhadap
perekono- mian dan tindakan kebijakan dalam menanggapinya. Kelambanan ini
Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

muncul karena para pembuat kebijakan butuh waktu untuk menyadari

bahwa

sebuah guncangan telah terjadi dan lalu mengeluarkan kebijakan untuk


menanganinya.
Kelambanan luar adalah waktu antara tindakan kebijakan dan pengaruhnya pada
perekonomian. Kelambanan ini muncul karena kebijakan tidak segera memengaruhi
pengeluaran, pendapatan dan kesempatan kerja.
3.3.1

Pendukung Kebijakan Stabilisasi Aktif


Belanja pemerintah merupakan penentu posisi kurva permintaan agregat.

Apabila pemerintah memangkas pengeluarannya, permintaan agregat akan turun


yang akan menekan produksi dan lapangan kerja dalam jangka pendek. Untuk
mencegah kerugian dari kebijakan fiskal ini, bank sentral dapat bertindak guna
memperluas permintaan agregat dengan meningkatkan jumlah uang yang beredar.
Ekspansi moneter dapat menurunkan suku bunga, mendorong belanja investasi, dan
memperluas permintaan agregat. Jika respons kebijakan moneter tepat, gabungan
perubahan kebijakan moneter dan fiskal tidak akan membuat permintaan agregat
barang dan jasa terpengaruh. Bank-bank sentral mengetahui bahwa kebijakan
moneter merupakan penentu penting permintaan agregat, selain itu ada juga penentu
penting lainnya, termasuk kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah.
Hal ini memiliki dua implikasi bagi kebijakan ekonomi makro. Implikasi
pertama dan yang tidak begitu serius adalah pemerintah seharusnya tidak boleh
menjadi penyebab fluktuasi ekonomi. Dengan demikian, mayoritas ekonom
memperingatkan perubahan kebijakan moneter dan fiskal secara besar-besaran dan
mendadak karena perubahan semacam itu besar kemungkinan menyebabkan
fluktuasi permintaan agregat. Selain itu apabila perubahan besar-besaran telah
terjadi, pembuat kebijakan moneter dan fiskal perlu menyadari dan merespons
tindakan pihak-pihak lain.
Implikasi kedua dan yang lebih ambisius adalah pemerintah harus merespons
perubahan ekonomi swasta untuk menstabilkan permintaan agregat. Pandangan ini
berakar pada tulisan Keynes, The General Theory of Employment, Interest, dan
Money. Dalam bukunya, Keynes menggaris bawahi peran utama permintaan agregat
dalam menjelaskan fluktuasi ekonomi jangka pendek. Keynes menyatakan bahwa
pemerintah harus aktif mendorong permintaan agregat apabila permintaan agregat
terlihat tidak cukup untuk mempertahankan produksi pada tingkat pekerjaan
penuhnya. Keynes berpendapat bahwa permintaan agregat berfluktuasi akibat
Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

gelombang pesimisme dan optimisme yang irasional. Apabila pesimisme melanda,


rumah tangga mengurangi belanja konsumsi, sedangkan perusahaan-perusahaan
mengurangi belanja investasi. Hasilnya adalah permintaan agregat menurun,
produksi berkurang dan pengangguran meningkat. Sebaliknya apabila optimisme
melanda, rumah tangga dan perusahaan-perusahaan meningkatkan belanja. Hasilnya
adalah permintaan agregat meningkat, produksi bertambah dan muncul tekanan
inflasi. Perubahan sikap ini, sedikit banyak, terjadi sesuai dengan prediksi.
Pada prinsipnya, pemerintah dapat mengubah kebijakan moneter dan fiskal
untuk merespons gelombang optimisme dan pesimisme ini sehingga menstabilkan
perekonomian. Sebagai contoh, ketika orang bersikap pesimis secara berlebihan,
bank sentral dapat meningkatkan jumlah uang yang beredar untuk menurunkan suku
bunga dan meningkatkan permintaan agregat. Ketika mereka bersikap optimis secara
berlebihan, bank sentral dapat mengurangi jumlah uang yang beredar untuk
meningkatkan suku bunga dan menurunkan permintaan agregat.
3.3.2 Penentang Kebijakan Stabilisasi Aktif
Beberapa ekonom menyatakan bahwa kedua perangkat kebijakan moneter
dan fiskal seharusnya dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang, misalnya
pertumbuhan ekonomi yang pesat dan inflasi yang rendah, dan bahwa perekonomian
harus dibiarkan menghadapi fluktuasi jangka pendek.
Argumen utama yang menentang kebijakan moneter dan fiskal aktif adalah
kedua kebijakan ini memengaruhi perekonomian dalam jangka panjang. Seperti kita
ketahui, kebijakan moneter dilakukan dengan mengubah suku bunga, yang
kemudian memengaruhi belanja investasi. Namun demikian, banyak perusahaan
telah membuat program investasi. Oleh karena itu, mayoritas ekonom percaya
bahwa kebijakan moneter memerlukan setidaknya enam bulan untuk benar-benar
memengaruhi output dan tingkat penyerapan tenaga kerja. Selain itu, setelah
muncul, dampak tersebut dapat berlangsung selama beberapa tahun. Para kritikus
kebijakan stabilisasi berpendapat bahwa karena keterlambatan selalu ada, bank
sentral seharusnya tidak berusaha untuk memperbaiki perekonomian. Mereka
menyatakan bahwa, bank sentral sering sekali lambat bereaksi terhadap perubahan
kondisi perekonomian sehingga sering menjadi penyebab alih-alih solusi bagi
fluktuasi ekonomi. Para kritikus ini mendukung kebijakan moneter pasif, seperti
pertumbuhan jumlah uang yang beredar yang lambat dan konstan.
Kebijakan fiskal juga dapat mengalami kelambanan yang sebagian besar
disebabkan oleh proses politik. Sebagian besar perubahan belanja pemerintah dan
Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

pajak harus melewati proses legislasi. Proses ini dapat memakan waktu berbulanbulan dan, dalam banyak kasus, bertahun-tahun. Ketika perubahan kebijakan fiskal
disahkan dan siap diterapkan, kondisi perekonomian mungkin telah berubah.
Kelambanan kebijakan moneter dan fiskal ini menjadi masalah karena
sebagian prakiraan ekonomi sangat tidak tepat. Apabila para peramal dapat
memprediksi kondisi perekonomian setahun sebelumnya maka pembuat kebijakan
moneter dan fiskal dapat memandang ke depan saat membuat kebijakan tersebut.
Dalam kasus ini, pemerintah dapat menstabilkan perekonomian meskipun
menghadapi kelambanan. Namun kenyataannya, resesi besar dan depresi terjadi
tanpa peringatan awal. Hal terbaik yang dapat dilakukan oleh pemerintah setiap saat
adalah merespons perubahan ekonomi ketika terjadi.
3.3.3 Stabilisator Otomatis
Stabilisator otomatis adalah perubahan-perubahan kebijakan fiskal yang
mendorong permintaan agregat ketika perekonomian mengalami resenri yang tidak
mengharuskan pemerintah melakukan tindakan yang disengaja.
Stabilisator otomatis terpenting adalah pajak. Apabila ekonomi mengalami
resesi, jumlah pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah menurun secara otomatis
karena hampir semua pajak terkait erat dengan kegiatan perekonomian. Penurunan
pajak secara otomatis ini mendorong permintaan agregat sehingga meringankan
fluktuasi ekonomi.
Belanja pemerintah juga bertindak sebagai stabilisator otomatis. Secara
khusus apabila perekonomian mengalami resesi dan para pekerja diberhentikan,
banyak orang mengajukan tunjangan pengangguran dan bentuk jaminan pendapatan
lain. Kenaikan belanja pemerintah secara otomatis ini mendorong permintaan
agregat tepat ketika permintaan agregat tidak memadai untuk memberikan pekerjaan
penuh.
Stabilisator otomatis tidak cukup tangguh untuk mencegah resesi
sepenuhnya. Meskipun demikian, tanpa stabilisator otomatis, output dan lapangan
kerja akan jauh lebih rawan. Oleh karena itu, banyak ekonom menentang legislasi
yang mengharuskan pemerintah menetapkan anggaran seimbang seperti yang
diusulkan oleh sebagian politisi. Ketika perekonomian mengalami resesi, pajak
menurun, belanja pemerintah meningkat, dan anggaran pemerintah besar
kemungkinan mengalami deficit. Jika pemerintah menghadapi aturan anggaran
Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

berimbang yang ketat maka pemerintah dapat terpaksa mencari cara untuk
menaikkan pajak atau mengurangi belanja selama resesi. Dengan kata lain, aturan
anggaran berimbang dapat menghapuskan stabilisator otomatis.
3.4 Studi Kasus
3.4.1 Mengapa Pemerintah Federal Mengawasi Pasar Saham (dan sebaliknya)
Antusiasme yang irasonal. Demikian Ketua The Fed, Alan Greenberg
menggambarkan ledakan pasar saham pada akhir 1990-an. Ia benar ketika
mengatakan bahwa pasar antusias. Harga saham rata-rata naik sekitar empat kali
lipat selama decade tersebut. Hal itu kemungkinan bahkan tidak rasional. Pada 2001
dan 2002, pasar saham mengambil kembali sebagaian keuntungan besar tersebut
dengan menurunnya harga saham.
Pandangan kita terhadap ledakan pasar menimbulkan pertanyaan, bagaimana
seharusnya Bank Sentral merespons fluktuasi pasar saham? Pada dasarnya Bank
Sentral tidak memiliki alasan untuk memedulikan harga saham, namun Bank Sentral
bertugas untuk mengawasi dan merespons perkembangan ekonomi secara
keseluruhan dan pasar saham dalah satu bagian dari masalah itu. Ketika pasar saham
meledak, rumah tangga menjadi lebih kaya dan peningkatan kekayaan ini
mendorong belanja konsumen. Selain itu kenaikan harga saham menarik perusahaan
unbtuk menjual saham-saham dan ini mendorong belanja investasi. Untuk kedua
alasan tersebut, ledakan pasar saham memperluas permintaan agregat barang dan
jasa.
Salah satu tujuan Bank Sentral adalah menstabilkan permintaan agregat oleh
karena permintaan agregat yang lebih stabil berrti tingkat output dan harga yang
lebih stabil. Untuk itu bank sentral dapat merespons ledakan pasar saham dengan
membuat jumklah uang yang beredar lebih rendah dan suku bunga lebih tinggi dari
biasanya. Pengaruh pengontraksi suku bunga yang lebih tinggi ini akan
mengimbangi pengaruh pengekspansi harga saham yang lebih tinggi.
Hal yang sebaliknya terjadi apabila pasar saham mengalami kelesuan.
Pengeluaran untuk konsumsi dan investasi menurun sehingga menekan permintaan
agregat dan mendorong ekonomi kearah resesi. Untuk menstabilkan permintaan
agregat, bank sentral perlu meningkatkan jumlah uang yang beredardan menurunkan
suku bunga.
Meskipun bank sentral mengawasi pasar saham, partisipan pasar saham juga
mengawasi bank sentral. Karena dapat memengaruhi suku bunga dan kegiatan
Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

perekonomian, bank sentral juga dapat mengubah nilai saham. Sebagai contoh,
ketika bank sentral menaikan suku bunga dengan menurunkan jumlah uang yang
beredar, bank sentral membuat kepemilikan saham menjadi kurang menarik karena
dua alasan. Pertama, suku bunga yang lebih tinggi berarti bahwa obligasi, sebagai
alternatif bagi saham, memberikan hasil yang lebih besar. Kedua kebijakan moneter
bank sentral mengetat mendorong ekonomi menuju arah resesi yang menurunkan
keuntungan. Akibatnya, harga saham sering turun jika bank sentral menaikkan suku
bunga.
3.4.2 Lembaga Mata Uang di Hong Kong dan Singapura
Hongkong dan Singapura keduanya memiliki catatan kinerja ekonomi makro
selama beberapa decade terakhir, dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat, inflasi
yang rendah menurut standar dunia, dan surplus pembayaran yang seimbang.
Sebagai bagaian dari warisan historis koloni Inggris, kedua Negara tersebut juga
memiliki lembaga mata uang yang menerbitkan uang kertas dan uang logam.
Namun, hanya Hongkong yang mengoperasikan sistem lembaga mata uang. Studi
kasus ini menjelaskan alasannnya.
Lembaga mata uang tidak lebih dari sebua oraganisasi, baik dibentuk sendiri
oleh pemerintah maupun diberi izin oleh pemerintah yang menerbitkan uang kertas
dan uang logam domestic (mata uang) untuk ditukar dengan mata uang lain (mata
uang cadangan) atau pesanan dengan tingkat yang bersifat tetap dan tidak berubah.
Lazimnya, demi kesederhanaan dan transparasi public, hanya satu mata uang
cadangan yang digunakan dan mata uang Internasional. Ada tiga bank penerbit mata
uang yang diberi izin untuk menerbitkan mata uang domestik sebagai alat tukar mata
uang asing di Exchange Fund resmi.
Meskipun telah menjalankan sistem lembaga mata uang sebelum tahun 1973
dan kini masih memiliki lembaga mata uang - Dewan Komisioner Mata Uang
Singapura (BCSS) - yang bertanggung jawab menerbitkan mata uang - Singapura
sebenarnya tidak menjalankan sistem lembaga mata uang. Keruntuhan efektif sistem
lembaga mata uang dapat ditelusuri sejak Juni 1973, ketika Singapura, seperti
negara-negara lain memutuskan untuk mengambangkan mata uangnya, dolar
Singapura. Agar mata uang dinyatakan sebagai mata uang lembaga mata uang, perlu
dijawab pertanyaan sedehana berikut: apa mata uang cadangannya: pada tingkat
berapa mata uang lokal dapat dikonversi menjadi mata uang tersebut, dan siapa yang
Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

diizinkan untuk meperoleh mata uang cadangan dari penerbit mata uang lokal? Di
Hong Kong, jawabannya mudah: Dolar AS; 7,80 dolar Hong Kong perdolar AS; dan
tiga bank penerbit mata uang. Namun di Singapura, dolar Singapura tidak memiliki
nilai tetap terhadap mata uang cadangan dan Singapura tidak memiliki lembaga yang
bersedia untuk mengonversi sejumlah tak terbatas dolar singapura atas pesanan
dengan tingkat tetap dan tidak berubah.
Kesalahpahaman bahwa Singapura memiliki sistem lembaga mata uang
kemungkinan muncul karena kebijakan moneter Singapura yang hati-hati dan sangat
sukses sejak tahun 1981 yang berarti bahwa cadangan internasionalnya memang
melebihi uang yang diterbitkan dan penerbitan uang berdasarkan undang-undang
melalui BCCS (yang secara fisik kini berlokasi di gedung yang sama dengan Bank
Sentral) mencegah pemerintah agar tidak mencetak uang untuk mendanai deficit
anggaran. Namun, dari sudut pandangan kebijakan moneter dan nilai tukar
Singapura menjalankan rezim nilai tukar mengambang terkelola yang tujuan
utamanya membuat inflasi tetap rendah dan stabil. Pada dasarnya bank sentralotoritas Moneter Singapura (MAS) - mengawasi keranjang mata uang dengan patok
mata uang target berdasarkan inflasi aktual dan ekspektasi inflasi dan jika perlu
campur tangan untuk menjaga agar dolar Singapura berada di patok target tersebut.
Sistem ini bukan sistem nilai tukar tetap sepeti di Hong Kong karena pasar dapat
menggerakan mata uang dalam patok itu, bukan pula ambangan bersih.
Sistem mana yang lebih baik?
Sebenarnya, tidak ada rezim nilai tukar asing yang paling baik. sebaliknya,
suatu Negara seharusnya berupaya untuk menjalankan rezim mata uang yang paling
sesuai dengan kondisi perekonomiannya dan memberikan kinerja ekonomi terbaik.
Seperti halnya Hong Kong maupun Singapura telah mencapainya sejak pertengahan
tahun 1980-an.
Bagi Hong Kong, tujuan utamanya, setelah ekonomi menjadi tidak stabil
pada tahun1983, adalah memberikan nilai tukar yang stabil untuk menarik modal
asing dan mendorong perdagangan dan investasi jangka panjang. Akibat masa depan
politik Hong Kong yang tidak pasti, sistem lembaga mata uang yang terprediksi dan
berbasis peraturan telah memungkinkan disiplin lebih yang diperlukan untuk
menghasilkan kepercayaan dalam perekonomian dan, secara bersamaan, untuk

Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

menguatkan kredibilitas jangka panjang pemerintah dengan mencegah pendanaan


belanja pemerintah yang berlebihan dengan mencetak uang.
Namun, sistem Hong Kong bukan tanpapermasalahn. Dalam sistem lembaga
mata uang, bank sentral secara efektif tidak menjalankan kebijakan moneter karena
tidak dapat menetapkan tingkat suku bunganya sendiri. Akibatnya, suku bunga Hong
Kong ditetapkan oleh bank sentral ASCadangan Federal. Apabila investor ingin
mengonversi dolar Hong Kong menjadi dolar AS maka penawaran dolar Hong Kong
menurun secara otomatis. Ini seharusnya menyebakan suku bunga di Hong Kong
naik sampai kembali dapat menarik investor untuk memiliki mata uang lokal. Ini
dapat menjadi masalah jika inflasi di Hong Kong, lebih tinggi daripada di negara
mata uang cadangannya - Amerika Serikat yang menentukan suku bunga nominal karena suku bunga riil yang disesuaikan dengan inflasi di Hong Kong dapat menjadi
sangat rendah bahkan negatif, seperti terjadi pada awal 1990-an dan cheap money
ini dapat menimbulkan gelembung harga saham dan property yang tidak
diinginkan. Masalah ini akan semakin membesar jika siklus bisnis Hong Kong
menjadi lebih sinkron dengan siklus di Cina daratan dan kurang sinkron dengan
siklus di AS. Pada praktiknya Otoritas moneter Hong Kong mengintervensi pasar
uang untuk meringankan pergerakan suku bunga, sama seperti bank sentral lainnya,
namun tidak dapat melakukannya secara serius tanpa mengabaikan sistem lembaga
mata uang.
Masalah lain dengan sistem lembaga mata uang adalah karena pemerintah
tidak dapat mengubah tingkat mata uang, mata uang menjadi berlebih pada tingkat
tetap, sehingga ekspor menjadi kurang kompetitif di pasar internasional. Lebih
lanjut, sistem lembaga mata uang tidak dapat membantu ekonomi untuk
menyesuaikan diri dengan guncangan dari luar, seperti jatuhnya harga ekspor atau
arus keluar modal secara spekulatif. Sebaliknya, Hong Kong harus mengandalkan
penyesuaian harga domestic dan upah, yang dapat melekat, atau mengandalkan
kebijakan fiskal yang lebih aktif daripada yang dikehendaki.
Skenario terburuk Hong Kong adalah jika investor tidak lagi mempercayai
sistem lembaga mata uang yang menyebabkan arus keluar modal secara spekulatif,
deplesi cadangan nilai tukar asing, dan kemungkinan penutupan bank-bank. Karena
sistem lembaga mata uang tidak memperbolehkan bank sentral bertindak sebagai
pemberi pinjaman terakhir, otoritas moneter tidak akan mampu meredakan krisis
Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

perbankan akut. Hingga sekarang, hal ini belum terjadi dan sistem lembaga mata
uang mampu bertahan dari satudua krisis. Ini sebagiannya karena bank bank
diregulasi dan dikapitalisasi dengan baik, di samping karena Hong Kong memiliki
cadangan Internasional melimpah untuk mempertahankan nilai tukartetap, terutama
setelah kini dapat mengendalikan cadangan melimpah di Cina daratan.
Tidak seperti Hong Kong, sistem nilai tukar Singapura tidak membatasi
sistem lembaga mata uang. Secara spesifik, dolar Singapura dapat bergerak bebas
sepanjang patok target yang ditetapkan oleh MAS yang membantu mencegah salah
pemnidaaan (misalignment) dan memungkinkan pasar menyerap sebagian
guncangan eksternal.
3.5 Istilah-istilah Penting
Efek Pembatasan Paksa (crowding-out effect) merupakan penurunan
permintaan agregat yang terjadi apabila ekspansi fiskal menaikkan suku
bunga.
Efek Penggandaan (multiplier effect) merupakan pergeseran tambahan pada
permintaan

agregat

yang

muncul

jika

kebijakan

fiskal

ekspansif

meningkatkan pendapatan yang menyebabkan kenaikan belanja konsumen.


Stabilisator Otomatis (automatic stabilizers) merupakan perubahanperubahan kebijakan fiskal yang mendorong permintaan agregat ketika
perekonomian mengalami resesi yang tidak mengharuskan pemerintah
melakukan tindakan yang disengaja.
Teori Preferensi Likuiditas (theory of liquidity preference) yaitu teori yang
menyatakan bahwa tingkat bunga disesuaikan untuk menyeimbangkan
money supply dengan money demand, teori ini mengasumsikan penawaran
keseimbangan uang riil tetap, dan tidak tergantung pada tingkat bunga. Itu
IV.

kenapa kurva penawaran uang (money supply) vertikal.


SIMPULAN
Dari hasil pembahasan diatas, maka dapat ditarik simpulan bahwa:
1. Kurva Permintaan Agregat menunjukkan jumlah permintaan barang dan jasa dalam
perekonomian untuk sembarang tingkat harga. Kemiringan kurva permintaan
agregat bergerak menurun karena tiga alasan, yaitu pengaruh kekayaan, pengaruh
suku bunga dan pengaruh nilai tukar. Ketiganya terjadi secara bersamaan untuk
meningkatkan jumlah permintaan barang dan jasa ketika tingkat harga turun dan
menurunkannya ketika harga naik. Dalam teori preferensi likuiditas menjelaskan

Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

faktor-faktor yang menentukan suku bunga dalam perekonomian. untuk mengkaji


bagaimana perubahan -perubahan pada jumlah uang yang beredar memengaruhi
permintaan agregat barang dan jasa. Maka, jumlah uang yang beredar dalam
perekonomian ditetapkan disembarang tingkat yang diputuskan oleh bank sentral.
Apabila bank sentral menaikkan jumlah uang yang beredar, suku bunga turun dan
jumlah permintaan barang dan jasa untuk tingkat harga tertentu naik yang
menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser ke kanan. Sebaliknya, apabila
bank sentral menurunkan jumlah uang yang beredar, suku bunga naik dan jumlah
permintaan barang dan jasa untuk tingkat harga tertentu menurun, yang
menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser ke kiri.
2. Kebijakan fiskal mengacu pada pilihan pemerintah mengenai tingkat pembelanjaan
atau pajak negara secara keseluruhan. Efek penggandaan cenderung menguatkan
efek kebijakan fiskal terhadap permintaan agregat. Sedangkan efek pembatasan
paksa cenderung melemahkan perubahan fiskal terhadap permintaan agregat.
Apabila pemerintah mengubah jumlah pembelanjaan negara atau pajak, maka
pergeseran permintaan agregat yang ditimbulkan dapat lebih besar dan dapat pula
lebih kecil daripada perubahan fiskal. Kenaikan pembelanjaan negara atau
penurunan pajak menggeser kurva permintaan agregat ke kanan. Namun, karena
suku bunga merupakan biaya pinjaman, maka kenaikan suku bunga cenderung
menurunkan jumlah permintaan barang dan jasa, terutama barang-barang investasi.
Sehingga penurunan pembelanjaan negara atau kenaikan pajak menggeser kurva
permintaan agregat ke kiri.
3. Kebijakan moneter dan fiskal dapat memengaruhi permintaan agregat, sehingga
pemerintah menggunakan kedua kebijakan tersebut untuk menjaga stabilitas
perekonomian. Sejauh ini para ekonom masih bersilang pendapat mengenai
seberapa aktif seharusnya peran dalam hal ini. Menurut para pendukung kebijakan
stabilitas aktif, perubahan sikap rumah tangga dan perusahaan menggeser
permintaan agregat dan jika pemerintah tidak merespon maka timbul hasil yang
tidak dikehendaki serta fluktuasi output dan lapangan kerja yang tidak perlu.
Sebaliknya, para penentang kebijakan stabilitas aktif menyatakan bahwa ada
keterlambatan yang tak terhindarkan dalam kebijakan moneter dan fiskal sehingga
supaya untuk menstabilkan perekonomian sering kali justru menyebabkan
ketidakstabilan. Stabilisator otomatis adalah perubahan-perubahan kebijakan fiskal
yang mendorong permintaan agregat ketika perekonomian mengalami resesi yang
Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

tidak mengharuskan pemerintah melakukan tindakan yang disengaja. Stabilisator


otomatis terpenting adalah pajak, belanja pemerintah juga bertindak sebagai
stabilisator otomatis. Stabilisator otomatis tidak cukup tangguh untuk mencegah
resesi sepenuhnya. Meskipun demikian, tanpa stabilisator otomatis, output dan
lapangan kerja akan jauh lebih rawan. Oleh karena itu, banyak ekonom menentang
legislasi yang mengharuskan pemerintah menetapkan anggaran seimbang seperti
yang diusulkan oleh sebagian politisi.
4. Kasus a : Mengapa Pemerintah Federal Mengawasi Pasar Saham (dan sebaliknya).
Pada dasarnya Bank Sentral tidak memiliki alasan untuk memedulikan harga
saham, namun Bank Sentral bertugas untuk mengawasi dan merespons
perkembangan ekonomi secara keseluruhan dan pasar saham adalah satu bagian
dari masalah itu. Ketika pasar saham meledak, rumah tangga menjadi lebih kaya
dan peningkatan kekayaan ini mendorong belanja konsumen. Selain itu kenaikan
harga saham menarik perusahaan untuk menjual saham-saham dan ini mendorong
belanja investasi. Untuk kedua alasan tersebut, ledakan pasar saham memperluas
permintaan agregat barang dan jasa. Salah satu tujuan Bank Sentral adalah
menstabilkan permintaan agregat oleh karena permintaan agregat yang lebih stabil
berarti tingkat output dan harga yang lebih stabil. Untuk itu bank sentral dapat
merespons ledakan pasar saham dengan membuat jumlah uang yang beredar lebih
rendah dan suku bunga lebih tinggi dari biasanya. Pengaruh pengontraksi suku
bunga yang lebih tinggi ini akan mengimbangi pengaruh pengekspansi harga saham
yang lebih tinggi.Hal yang sebaliknya terjadi apabila pasar saham mengalami
kelesuan. Pengeluaran untuk konsumsi dan investasi menurun sehingga menekan
permintaan agregat dan mendorong ekonomi kearah resesi. Untuk menstabilkan
permintaan agregat, bank sentral perlu meningkatkan jumlah uang yang beredar dan
menurunkan suku bunga.
Kasus b : Lembaga Mata Uang di Hong Kong dan Singapura. Lembaga mata uang
tidak lebih dari sebuah organisasi, baik dibentuk sendiri oleh pemerintah maupun
diberi izin oleh pemerintah yang menerbitkan uang kertas dan uang logam domestik
(mata uang) untuk ditukar dengan mata uang lain (mata uang cadangan) atau
pesanan dengan tingkat yang bersifat tetap dan tidak berubah. Lazimnya, demi
kesederhanaan dan transparasi publik, hanya satu mata uang cadangan yang
digunakan dan mata uang Internasional. Ada tiga bank penerbit mata uang yang
diberi izin untuk menerbitkan mata uang domestik sebagai alat tukar mata uang
Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

asing di Exchange Fund resmi. Meskipun telah menjalankan sistem lembaga mata
uang sebelum tahun 1973 dan kini masih memiliki lembaga mata uang Dewan
Komisioner Mata Uang Singapura (BCSS) -yang bertanggung jawab menerbitkan
mata uang-Singapura sebenarnya tidak menjalankan sistem lembaga mata uang.
Keruntuhan efektif sistem lembaga mata uang dapat ditelusuri sejak Juni 1973,
ketika Singapura, seperti negara-negara lain memutuskan untuk mengambangkan
mata uangnya, dolar Singapura. Kesalahpahaman bahwa Singapura memiliki sistem
lembaga mata uang kemungkinan muncul karena kebijakan moneter Singapura
yang hati-hati dan sangat sukses sejak tahun 1981 yang berarti bahwa cadangan
internasionalnya memang melebihi uang yang diterbitkan dan penerbitan uang
berdasarkan undang-undang melalui BCCS (yang secara fisik kini berlokasi di
gedung yang sama dengan Bank Sentral) mencegah pemerintah agar tidak mencetak
uang untuk mendanai defisit anggaran. Namun, dari sudut pandangan kebijakan
moneter dan nilai tukar Singapura menjalankan rezim nilai tukar mengambang
terkelola yang tujuan utamanya membuat inflasi tetap rendah dan stabil.

DAFTAR PUSTAKA
Mankiw,N.G.,Euston Quah,Peter Wilson.2008.Edisi Asia.Pengantar Ekonomi Makro.
Terjemahan oleh Biro Bahasa Alkemis. Salemba Empat. Jakarta. (Judul asli : Principles of
Economics: An Asian Edition).

Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat

Page

Anda mungkin juga menyukai