Anda di halaman 1dari 5

HADITS ARBAIN NAWAWI

Hadits Arbain Ke 9 – Kerjakan


Perintah Semampunya dan
Jangan Banyak Bertanya
Hadits Arbain Ke 9 – Kerjakan Perintah Semampunya dan Jangan Banyak
Bertanya merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Anas Burhanuddin,
M.A. dalam pembahasan Al-Arba’in An-Nawawiyah (‫ )األربعون النووية‬atau kitab Hadits
Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi rahimahullahu ta’ala. Kajian ini disampaikan pada 12
Dzul Hijjah 1440 H / 13 Agustus 2019 M.

CERAMAH AGAMA ISLAM TENTANG HADITS ARBAIN KE 9


– KERJAKAN PERINTAH SEMAMPUNYA DAN JANGAN
BANYAK BERTANYA
Kita akan mempelajari bersama hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu yang
merupakan hadits ke 9 dari rangkaian Al-Arba’in An-Nawawiyah. Dalam hadits ini
Abu Hurairah mengatakan:

َ ‫ َما نَ َهيْتك ُْم‬: ُ‫سلَّ َُم َيق ْول‬


‫ع ْن ُه‬ َ ُ‫صلَّى للا‬
َ ‫علَيْهُ َو‬ َ ُ‫ل للا‬ َُ ‫سم ْعتُ َرس ْو‬ َ
‫ك‬ َ َ ‫ َو َما أ َ َم ْرتك ُْم بهُ َفأْتوا م ْنهُ َما ا ْست‬،‫اجتَنب ْوه‬
َُ َ‫ فَإنَّ َما أ َ ْهل‬،‫ط ْعت ْم‬ ْ َ‫ف‬
‫علَى أ َ ْنبيَائه ُْم‬ َ ‫اختالَفه ُْم‬ ْ ‫سائلُه ُْم َو‬ َ ‫ن قَ ْبلَك ُْم َكثْ َرةُ َم‬ ُْ ‫ الَّذيْنَُ َم‬.
‫َر َواهُ البخَاريُ َوم ْسل ُم‬

“Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: apa-apa yang aku
larang hendaknya kalian menjauhinya dan apa-apa yang aku perintahkan kepada kalian
hendaknya kalian melakukannya semampu kalian. Karena sesungguhnya orang-orang
sebelum kalian telah binasa karena banyaknya pertanyaan mereka dan perselisihan mereka
kepada Nabi-Nabi mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

SIRAH SINGKAT ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ‘ANHU


Hadits ini adalah hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim dan diriwayatkan dari Abu
Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu. Dan ini adalah hadits pertama Abu Hurairah dalam
Arba’in An-Nawawiyah. Beliau adalah Abdurrahman bin Sakhr Ad-Dausi
Radhiyallahu ‘Anhu yang merupakan salah satu sahabat mulia, sahabat penuntut
ilmu. Dan saking giatnya beliau akhirnya beliau menjadi sahabat dengan riwayat
hadits paling banyak.
Makanya kita sering mendengar di berbagai kajian tentang hadits, “dari Abu
Hurairah, dari Abu Hurairah, dari Abu Hurairah”. Sering sekali nama beliau disebut
karena memang beliau adalah sahabat dengan riwayat hadits paling banyak. Riwayat
hadits beliau mencapai lebih dari 5.000 hadits.
Uniknya, beliau mengumpulkan semua hadits itu hanya dalam 4 tahun saja. Karena
beliau baru masuk Islam pada tahun 7 Hijriyah. Yakni 4 tahun sebelum meninggalnya
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Namun karena kegigihan beliau akhirnya
beliau bisa mengejar ketertinggalan bahkan bisa mengalahkan para sahabat senior
dari sisi pengumpulan hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan
riwayat hadits dari beliau.
Sungguh pada kisah beliau ini ada pelajaran penting bagi kita bahwasanya kalau ada di antara
kita yang agak terlambat dalam mencintai ilmu agama, baru tertarik belajar ilmu agama saat
usia kita sudah tidak belia lagi, maka jangan pesimis, jangan putus asa, anda bisa menjadi
seperti Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu. Dia terlambat tapi akhirnya bisa mengejar bahkan
mengalahkan orang-orang yang sebelumnya. Itu kalau kita bersungguh-sungguh dan
menggunakan metode yang benar dalam menuntut ilmu. Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu
meninggal pada tahun ke-59 Hijriah. Ini adalah sedikit tentang sirah beliau.

PEMBAHASAN HADITS ARBAIN KE 9


Hadits ini firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

َ ‫سو ُل فَ ُخذُوهُ َو َما نَ َها ُك ْم‬


‫ع ْنهُ فَانت َ ُهوا‬ َّ ‫َو َما آتَا ُك ُم‬
ُ ‫الر‬
“Apa-apa yang Allah bawa kepada kalian maka ambilah dan apa-apa yang beliau
larang maka jauhilah.” (QS. Al-Hasyr[59]: 7)
Hadits ini menafsirkan dengan beberapa tambahan. Karena di sini Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

َ ‫َما نَ َه ْيت ُ ُك ْم‬


ْ َ‫ع ْنهُ ف‬
ُ‫اجتَنِبُ ْوه‬
Beliau dahulukan larangan dahulu.. Apa apa yang aku larang, maka jauhilah. Dan apa-
apa yang aku perintahkan maka lakukanlah semampu kalian. Beliau membedakan
antara larangan dengan perintah. Untuk larangan, beliau memerintahkan kita untuk
menjauhinya secara mutlak. Sedangkan untuk perintah, beliau memerintahkan kita
untuk melakukan perintah tersebut semampu kita.

Kenapa demikian? Karena untuk menghindari larangan kita semuanya bisa.


Sedangkan untuk menjalankan suatu perintah maka sebagian kita bisa dan sebagian
tidak. Maka kita hanya dituntut untuk melakukan perintah tersebut semampu kita.

Dalam kehidupan sehari-hari kita kalau ada orang yang mengatakan, “Jangan masuk
ke rumah ini.” Maka kita bisa dikatakan bahwasanya semua orang bisa menjauhi
perintah itu. Sangat mudah sekali. Dengan diam saja/tidak masuk ke rumah itu, kita
sudah menjauhi larangan tersebut.

Sebaliknya, kalau dikatakan kepada kita, “Angkatlah barang ini.” Maka kita tidak bisa
menjalankan perintah tersebut kecuali dengan mengangkat barang itu, tidak bisa
hanya diam saja. Kalau barang tersebut berat, belum tentu kita bisa melakukannya.
Kalau barang tersebut banyak, belum tentu kita membawa semuanya.

Maka di sini Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membedakan antara


perintah dan larangan dimana dalam perintah kita diperintahkan untuk menjalankan
semampu kita saja. Kalau kemudian kita hanya bisa membawa setengah barang yang
diperintahkan untuk dibawa atau membawanya pelan-pelan, maka itulah yang harus
kita lakukan. Semampu kita. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

َ َ ‫فَاتَّقُوا اللَّـهَ َما ا ْست‬


‫ط ْعت ُ ْم‬
“Maka bertakwalah kalian kepada Allah dengan semampu kalian.” (QS. At-
Taghabun[64]: 16)

Itu dalam kehidupan kita sehari-hari. Demikian juga dalam ajaran-ajaran agama Islam. Kalau
kita dilarang untuk melakukan syirik, melakukan bid’ah, melakukan dosa-dosa dan maksiat
seperti minum khamr, berzina, berjudi, kalau kita tidak melakukan apa-apa (diam saja), tidak
melakukan perbuatan yang termasuk syirik, tidak melakukan perkara-perkara bid’ah, tidak
berjudi, tidak minum khamr, tidak berzina, kita hanya duduk di masjid saja, kita berdo’a
kepada Allah, melakukan ibadah sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam atau diam di rumah kita, maka kita sudah melakukan apa yang dituntut dari kita
dalam menyikapi larangan tersebut. Diam pun kita sudah melakukan apa yang diminta dalam
larangan tersebut. Yaitu untuk meninggalkan apa yang dilarang.

Sebaliknya, kalau kita diperintahkan untuk shalat, puasa atau zakat atau haji, maka
belum tentu kita bisa melakukannya. Tidak semua kita bisa haji, tidak semua kita
memiliki harta yang cukup untuk menunaikan zakat, tidak semua kita mampu untuk
berpuasa.
Maka di sini kita diperintahkan untuk menjalankan perintah tersebut semampu
kita. Kalau kita tidak bisa shalat dengan berdiri karena kondisi kita sedang sakit -
misalnya- maka kita boleh untuk shalat dengan duduk, tidak bisa duduk bisa shalat
dengan terlentang. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang lain.

Kalau kita tidak bisa berpuasa saat kita sedang safar, kita boleh berpuasa semampu
kita. Bagaimana caranya? Yaitu dengan tidak berpuasa pada hari safar itu tapi
menggantinya dihari yang lain.

Ketika kita diperintahkan untuk membayar zakat fitrah tapi kita tidak memiliki kadar
yang cukup, kita tidak memiliki satu sha’, kita hanya memiliki setengah sha’ saja.
Maka di sini berlaku:

َ َ ‫فَاتَّقُوا اللَّـهَ َما ا ْست‬


‫ط ْعت ُ ْم‬
“Maka bertakwalah kalian kepada Allah dengan semampu kalian.” (QS. At-
Taghabun[64]: 16)
Demikian juga haji. Kalau kita tidak punya kemampuan untuk haji maka kita tidak wajib
untuk menjalankan perintah tersebut. Misalnya uang kita hanya bisa untuk haji kecil
yaitu umrah. Maka silakan menjalankan umrah dahulu. Ini merupakan penerapan hadits Abu
Hurairah ini dalam urusan agama kita.
MENYIKAPI PERINTAH DAN LARANGAN
Seorang muslim harus tahu bagaimana menyikapi perintah dan bagaimana menyikapi
larangan. Demikian juga satu bagian agama yang lain yaitu kabar-kabar berita.
Adapun kalau yang disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah
kabar-kabar berita, bukan hukum-hukum. Seperti kisah Nabi Yusuf dan Nabi-Nabi
yang lain, kejadian-kejadian yang terjadi di masa yang akan datang, turunnya Dajjal,
turunnya Nabi Isa ‘Alaihis Salam tentang sirath atau jembatan yang dibentangkan di
atas neraka jahanam, tentang timbangan amal kebaikan, tentang telaga
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang dinamai Al-Kautsar dan semacamnya,
sikap kita untuk kabar-kabar tersebut adalah dengan mengimani. Begitulah cara kita
mendapatkan pahala.
Jadi, kalau sifatnya larangan, kita meninggalkannya secara mutlak. Tidak ada alasan
untuk tidak meninggalkannya. Kalau berupa perintah maka kita menjalankannya
semampu kita. Kalau berupa kabar-kabar maka kita mempercayai dan mengimaninya.

Itu cara seorang muslim mendapatkan pahala dari hadits-hadits dan ayat-ayat Al-
Qur’an. Karenanya para ulama menjelaskan bahwasanya
konsekuensi Syahadat Muhammad Rasulullah, konsekuensi aku bersaksi bahwa Nabi
Muhammad adalah hamba dan utusan Allah adalah 4 hal: (1) mentaati beliau dalam
perintah beliau, meninggalkan apa yang beliau larang, (3) mempercayai beliau dalam
apa yang beliau kabarkan, (4) dan kita tidak beribadah kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala kecuali dengan apa yang beliau syariatkan.

AL-QUR’AN DAN HADITS SALING MENAFSIRKAN


Seorang muslim hendaknya menyibukkan diri dengan ayat-ayat Al-Qur’an, dengan
hadits-hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, memahaminya
semampu dia dengan bantuan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Karena hadits-hadits ini saling menafsirkan.

Kata para ulama bahwa riwayat-riwayat itu saling menafsirkan satu dengan yang lain.
Kemudian dengan atsar dari sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Itu bisa
membantu kita untuk menafsirkan Al-Qur’an sehingga kita tidak salah dalam
menafsirkan Al-Qur’an.

Tadi kita menyebutkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

َ ‫سو ُل فَ ُخذُوهُ َو َما نَ َها ُك ْم‬


‫ع ْنهُ فَانت َ ُهوا‬ َّ ‫َو َما آتَا ُك ُم‬
ُ ‫الر‬
“Apa-apa yang Allah bawa kepada kalian maka ambilah dan apa-apa yang beliau larang
maka jauhilah.” (QS. Al-Hasyr[59]: 7)

Ayat tersebut ditafsirkan oleh hadits yang sedang kita bahas ini. Maka hadits yang kita
baca ini memperjelas apa yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an. Terkadang penjelasan
ini didapatkan dari ashar para sahabat atau perkataan para Tabi’in.

Misalnya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:


َ‫َو َمن لَّ ْم َي ْح ُكم ِب َما أَنزَ َل اللَّـهُ فَأُولَ ٰـئِ َك ُه ُم ْال َكافِ ُرون‬
“Barangsiapa yang berhukum dengan hukum selain Allah maka mereka adalah
orang-orang kafir.” (QS. Al-Maidah[5]: 44)
Ini kalau kita hanya membaca ayat Al-Qur’an begitu saja mungkin kita bisa salah memahami.
Kita menganggap bahwa itu adalah kufur besar. Tapi kalau kita merujuk kepada penafsiran
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu yang merupakan ahli tafsir Al-Qur’an, maka beliau
mengatakan bahwasannya yang dimaksud adalah kufur dibawah kekufuran yang lain atau
kufur kecil yang tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari Islam. Ini penting untuk kita
pelajari sehingga kita tidak memahami Al-Qur’an dengan berbagai keterbatasan yang kita
miliki. Tapi hendaknya kita menafsirkannya dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam dan mengejar hadits-hadits yang shahih karena pada hadits-hadits yang shahih ada
kecukupan sehingga kita tidak perlu pada hadits-hadits yang lemah. Juga pada atsar para
sahabat, penjelasan para Tabi’in yang shahih. Alhamdulillah khazanah keilmuan Islam sangat
luas.

JANGAN BANYAK BERTANYA


Kalau kita menyibukkan diri dengan itu semuanya dan diiringi dengan semangat
beramal, maka dengan cara itulah kita akan mencapai keselamatan. Kita akan selamat
dari hal-hal yang tidak berguna atau bahkan selamat dari perkara-perkara yang
membuat kita binasa seperti umat-umat terdahulu. Karena kalau kita menyibukkan
diri dengan bertanya, semangatnya adalah untuk tidak mengamalkan perintah atau
tidak menjauhi larangan dengan berbagai alasan, maka itulah yang dilakukan oleh
umat terdahulu.

Hal ini disinggung oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits ini:

‫علَى أ َ ْن ِبيَائِ ِه ْم‬


َ ‫اختِالَفُ ُه ْم‬ َ ‫فَإِنَّ َما أ َ ْهلَ َك الَّ ِذيْنَ َم ْن قَ ْبلَ ُك ْم َكثْ َرة ُ َم‬
ْ ‫سائِ ِل ِه ْم َو‬
Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian semangat mereka bukan beramal,
semangat mereka bertanya sehingga mereka tidak mengamalkan apa yang
diperintahkan dan tidak menjauhi apa yang dilarang. Mereka banyak bertanya dan
banyak menyelisihi para Nabi mereka. Umat Islam tidak boleh meniru hal yang sama.

Seperti apa pertanyaan-pertanyaan dan penyelesaian yang dilakukan oleh umat-umat


terdahulu ini? Simak pada menit ke-19:39

Anda mungkin juga menyukai