Hadits Arbain Nawawi
Hadits Arbain Nawawi
“Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: apa-apa yang aku
larang hendaknya kalian menjauhinya dan apa-apa yang aku perintahkan kepada kalian
hendaknya kalian melakukannya semampu kalian. Karena sesungguhnya orang-orang
sebelum kalian telah binasa karena banyaknya pertanyaan mereka dan perselisihan mereka
kepada Nabi-Nabi mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam kehidupan sehari-hari kita kalau ada orang yang mengatakan, “Jangan masuk
ke rumah ini.” Maka kita bisa dikatakan bahwasanya semua orang bisa menjauhi
perintah itu. Sangat mudah sekali. Dengan diam saja/tidak masuk ke rumah itu, kita
sudah menjauhi larangan tersebut.
Sebaliknya, kalau dikatakan kepada kita, “Angkatlah barang ini.” Maka kita tidak bisa
menjalankan perintah tersebut kecuali dengan mengangkat barang itu, tidak bisa
hanya diam saja. Kalau barang tersebut berat, belum tentu kita bisa melakukannya.
Kalau barang tersebut banyak, belum tentu kita membawa semuanya.
Itu dalam kehidupan kita sehari-hari. Demikian juga dalam ajaran-ajaran agama Islam. Kalau
kita dilarang untuk melakukan syirik, melakukan bid’ah, melakukan dosa-dosa dan maksiat
seperti minum khamr, berzina, berjudi, kalau kita tidak melakukan apa-apa (diam saja), tidak
melakukan perbuatan yang termasuk syirik, tidak melakukan perkara-perkara bid’ah, tidak
berjudi, tidak minum khamr, tidak berzina, kita hanya duduk di masjid saja, kita berdo’a
kepada Allah, melakukan ibadah sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam atau diam di rumah kita, maka kita sudah melakukan apa yang dituntut dari kita
dalam menyikapi larangan tersebut. Diam pun kita sudah melakukan apa yang diminta dalam
larangan tersebut. Yaitu untuk meninggalkan apa yang dilarang.
Sebaliknya, kalau kita diperintahkan untuk shalat, puasa atau zakat atau haji, maka
belum tentu kita bisa melakukannya. Tidak semua kita bisa haji, tidak semua kita
memiliki harta yang cukup untuk menunaikan zakat, tidak semua kita mampu untuk
berpuasa.
Maka di sini kita diperintahkan untuk menjalankan perintah tersebut semampu
kita. Kalau kita tidak bisa shalat dengan berdiri karena kondisi kita sedang sakit -
misalnya- maka kita boleh untuk shalat dengan duduk, tidak bisa duduk bisa shalat
dengan terlentang. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang lain.
Kalau kita tidak bisa berpuasa saat kita sedang safar, kita boleh berpuasa semampu
kita. Bagaimana caranya? Yaitu dengan tidak berpuasa pada hari safar itu tapi
menggantinya dihari yang lain.
Ketika kita diperintahkan untuk membayar zakat fitrah tapi kita tidak memiliki kadar
yang cukup, kita tidak memiliki satu sha’, kita hanya memiliki setengah sha’ saja.
Maka di sini berlaku:
Itu cara seorang muslim mendapatkan pahala dari hadits-hadits dan ayat-ayat Al-
Qur’an. Karenanya para ulama menjelaskan bahwasanya
konsekuensi Syahadat Muhammad Rasulullah, konsekuensi aku bersaksi bahwa Nabi
Muhammad adalah hamba dan utusan Allah adalah 4 hal: (1) mentaati beliau dalam
perintah beliau, meninggalkan apa yang beliau larang, (3) mempercayai beliau dalam
apa yang beliau kabarkan, (4) dan kita tidak beribadah kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala kecuali dengan apa yang beliau syariatkan.
Kata para ulama bahwa riwayat-riwayat itu saling menafsirkan satu dengan yang lain.
Kemudian dengan atsar dari sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Itu bisa
membantu kita untuk menafsirkan Al-Qur’an sehingga kita tidak salah dalam
menafsirkan Al-Qur’an.
Ayat tersebut ditafsirkan oleh hadits yang sedang kita bahas ini. Maka hadits yang kita
baca ini memperjelas apa yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an. Terkadang penjelasan
ini didapatkan dari ashar para sahabat atau perkataan para Tabi’in.
Hal ini disinggung oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits ini: