Anda di halaman 1dari 13

pISSN: 2301-8267 | eISSN: 2540-8291

Vol. 06, No.01 Agustus 2018

Pengaruh Pelatihan Komunikasi Interpersonal Terhadap Kohesivitas Kelompok


pada Divisi Food and Beverage Product Hotel X Bintang 5 Yogyakarta
Ammy Novita Setiawati1, Bagus Riyono2
1
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia
e-mail: 1ammy031189@gmail.com

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas pelatihan komunikasi


interpersonal terhadap kohesivitas kelompok dalam divisi food & beverage product hotel
X bintang 5 Yogyakarta. Materi dan desain pelatihan yang digunakan dalam penelitian ini
disusun dengan menggunakan unsur-unsur komunikasi interpersonal menurut Devito
(1989) yaitu: keterbukaan, sikap empati, sikap mendukung, sikap positif serta kesetaraan.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain penelitian untreated
control group design with pretest and posttest. Responden terdiri dari 32 subjek yang
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Pengukuran kohesivitas kelompok menggunakan skala kohesivitas kelompok yang
disusun berdasarkan teori kohesivitas kelompok Widmeyer (Paola & Carless, 2000)
dalam 4 dimensi yaitu, yaitu integrasi kelompok tugas, integrasi kelompok sosial,
ketertarikan individu kepada kelompok tugas, dan ketertarikan individu kepada kelompok
sosial. Hasil analisis data dengan menggunakan wilcoxon t-test ditemukan perbedaan
yang signifikan sebelum dan sesudah dilakukannnya pelatihan komunikasi
interpersonaldengan nilai z = -3,519 dan signifikansi 0,000 (p < 0,05).
Kata Kunci: Pelatihan komunikasi interpersonal, kohesivitas kelompok
Abstract. This study aims to look at the effectiveness of the training of interpersonal
communication on group cohesiveness in the division of food & beverage product X 5
star hotel in Yogyakarta. The materials and design of training used in this study have
been prepared using the elements of interpersonal communication according to DeVito
(1989), namely: openness, empathy, being supportive, positive attitude and equality. This
research used experimental research design untreated control group design with pretest
and posttest. Respondents consisted of 32 subjects were divided into two groups: the
experimental group and the control group. Measurement of group cohesiveness using
group cohesiveness scale which is based on the theory of group cohesiveness Widmeyer
(Paola & Carless, 2000) in four dimensions, namely the integration of the task group, the
integration of social groups, interest groups of individuals to the task, and the interest of
the individual to the social group.The results of data analysis using Wilcoxon t-test found
significant difference before, after and follow up after the perpetration of interpersonal
communication training with a value of Chi Square = 5,200 and 0,000 significance ( p <
0,05 ).
Keywords: Training of interpersonal communication, group cohesiveness

Pada sebuah organisasi terdapat kelompok-kelompok kerja yang didalamnya terdapat


individu-individu. Individu-individu tersebut memiliki kinerja atau performa masing-
masing demi mencapai efektivitas kelompok. Keefektifan kelompok itu sendiri nantinya

41
pISSN: 2301-8267 | eISSN: 2540-8291
Vol. 06, No.01 Agustus 2018

akan berpengaruh pada efektivitas organisasi. Gibson, Ivancevich, Donnelly, dan


Konopaske (2003) memandang bahwa konsep keefektifan organisasi terdiri dari tiga
perpektif, yaitu keefektifan individu, keefektifan kelompok, dan keefektifan organisasi.
Ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lain. Individu didalam sebuah kelompok
memang harus menunjukkan performa terbaik dalam melakukan pekerjannya, hal ini
masuk dalam ranah kefektifan individu, hanya saja individu faktanya di dalam organisasi
jarang bekerja sendirian melainkan bekerja sama dengan orang lain (kelompok). Jadi,
selain pandangan keefektifan individu, terdapat pula pandangan keefektifan dari segi
kelompok.
Carron dan Brawley (dalam Sanchez & Yurrebaso, 2009) mengungkapkan bahwa
kohesivitas kelompok telah dianggap sebagai sebagai penentu keberhasilan kinerja dan
efektivitas suatu kelompok, hal tersebut diperkuat oleh pendapat yang telah dilakukan
oleh Forsyth (dalam Sanchez & Yurrebaso, 2009) yang memandang bahwa kohesivitas
dianalogikan sebagai lem yang merekatkan suatu kelompok, dengan demikian,
kohesivitas sebagai daya pengikat bagi suatu kelompok dan sebagai tolok ukur anggota
seberapa kuat keinginan mereka untuk berada dalam kelompok tersebut.
Food and Baverage Product atau disingkat menjadi F & B Product merupakan salah satu
divisi terpenting dalam binis perhotelan terutama pada hotel X yang merupakan salah
satu hotel bintang lima diYogyakarta. Food and Baverage Product adalah suatu divisi
yang bertanggung jawab atas pusat kegiatan proses bahan baku makanan di hotel, pusat
kegiatan pengolahan makanan, pusat kegiatan masak-memasak makanan di hotel, tempat
menghasilkan resep yang baku suatu hidangan di hotel, alat pengukur reputasi dan image
hotel melalui pengolahan makanan, sehingga bisnis perusahaan berjalan lancar dan dapat
menunjang pencapaian sasaran dan target perusahaan, secara aman, efektif dan efisien
serta dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, efektivitas dan
kohesivitaskelompok pada divisi ini sangat dibutuhkan oleh perusahaan.
Berdasarkan hasil wawancara awal yang peneliti lakukan pada Assistant chef pastry
Hotel X, dan executive chef, peneliti mendapatkan beberapa informasi yang terkait
dengan kohesivitas kelompok yaitu rasa kepemilikan atau perasaan menjadi bagian dari
kelompok di dalam divisi food and beverage product mengindikasikan adanya
permasalahan dan hambatan. Permasalahan pertama yang diutarakan dan dialami oleh
YA yang saat ini menjabat sebagai assistant pastry chef, YA yang sebelumnya menjabat
sebagai pastry chef harus merelakan jabatannya turun menjadi assistant pastry chef,
dikarenakan kurang optimal dalam menjalankan tugas sebagai supervisi, misalkan kurang
tegas dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin serta menurunnya kinerja YA sebagai
pastry chef. Setelah dilakukan wawancara lebih mendalam, peneliti memperoleh
informasi bahwa yang mengakibatkan menurunnya kinerja YA dikarenakan YA kurang
memiliki rasa aman dalam divisinya, yaitu adanya ancaman yang sering muncul dari
bawahannya yang sulit diatur yang pada akhirnya membuat YA merasa tidak nyaman
bekerja dalam divisi dan kurang optimal dalam menjalankan pekerjaannya. Permasalahan
yang hampir sama diutarakan oleh SP selaku demy chef bahwa karyawan dalam divisi
food and beverage product belum mampu membuat rekan kerja satu sama lain merasa
aman dan optimal dalam menjalankan pekerjaan, seperti kasus yang diceritakan oleh SP
bahwa ada salah seorang karyawan yang mengundurkan diri sebelum habis kontrak
karena merasa tidak nyaman dengan perlakuan dan perkataan anggota divisi yang lain.

42
pISSN: 2301-8267 | eISSN: 2540-8291
Vol. 06, No.01 Agustus 2018

Selain itu PB selaku yang dan beberapa karyawan yang kurang menghargai yang
termasuk dalam mendapatkan informasi bahwa pada divisi F & B product masih ada
beberapa karyawan yang kurang peduli baik dengan pekerjaannya maupun dengan
masalah dalam divisi, misalkan ketika Executive chef di food and beverage product
memaparkan bahwa, apabilaperusahaan sedang dalam keadaan occupancy yang tinggi,
para anggota divisi akan saling melemparkan pekerjaan satu sama lain antar
section,sehingga mengakibatkan suasana dalam divisi food and beverage productmenjadi
kurang nyaman bagi para anggotanya. Hal lain yang dijelaskan oleh executive chef yaitu
ada beberapa karyawan yang kurang memiliki kesadaran untuk menyapa terlebih dahulu,
walaupun dengan para supervisor dan hampir 50% presentase dari anggota divisi merasa
percaya diri dengan rutinitas yang telah dilakukan, sehingga membuat para anggota
tersebut kurang menunjukkan keterbukaan terhadap masukan yang diberikan. Mengingat
kebersamaan dan kepedulian terhadap kelompok yang baik sangat dibutuhkan oleh
karyawan Hotel X, apabila hal ini terjadi terus menerus maka akan mengakibatkan
terjadinya suatu permasalahan dalam lingkungan kerja terutama dalam pelaksanaan kerja
serta menurunya kohesivitas yang dimiliki oleh divisi F&B Product.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa dengan pelatihan komunikasi
interpersonal diharapkan dapat meningkatkan kohesivitas kelompok karyawan divisi
Food and Beverage Product Hotel X Yogyakarta. Manfaat teoritis yang didapat dari
penelitian ini adalah memperkaya khasanah ilmu pengetahuan bidang psikologi pada
umumnya, dan psikologi industri dan organisasi pada khususnya. Manfaat praktis yang
didapat dari penelitian ini adalah Memberikan rekomendasi pentingnya pelatihan
komunikasi interpersonal untuk meningkatkan kohesivitas kelompok untuk Hotel X
Yogyakarta khususnya pada divisi Food and beverage product.

METODE
Desain eksperimen yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen
kuasi.Eksperimen kuasi merupakan eksperimen yang dilakukan tanpa randomisasi
(Shadish, Cook, dan Campbell, 2002). Eksperimen kuasi ini digunakan untuk
pertimbangan praktis dan etis. Walaupun dilakukan tanpa proses randomisasi,
eksperimen kuasi tetap melakukan kontrol terhadap beberapa variabel non-
eksperimental dan menggunakan kelompok kontrol sebagai kelompok komparatif untuk
memahami efek perlakuan (Latipun, 2002). Berikut tabel yang dapat menjelaskan desain
penelitian sebagai berikut:

(KE) R O1 X O2 O3
(KK) R O1 O2 O3
Gambar 1. Rancangan untreated control group design with pretest and posttest
(Sumber: Shadish, Cook & Campbel, 2002)

43
pISSN: 2301-8267 | eISSN: 2540-8291
Vol. 06, No.01 Agustus 2018

Keterangan :
KE = kelompok eksperimen
KK = kelompok kontrol
R = Random
O1 = pengukuran sebelum diberi perlakuan
O2 = pengukuran setelah diberi perlakuan
O3 = pengukuran 1 bulan setelah diberi perlakuan
X = perlakuan
Subjek penelitian ini adalah karyawan hotel x Yogyakarta pada divisi F&B
productberjumlah 32orang. Subjek dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol.Dengan karakteristik, memiliki kohesivitas
kohesivitas dalam kategori sedang dan rendah setelah mengisi skala kohesivitas
kelompok sebagai data pre-test subjek, berusia minimal 20 tahun, berjenis kelamin laki-
laki dan perempuan, serta tingkat pendidikan minimal Sekolah Menengah
Atas/Kejuruan hingga Strata Satu (S1).
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kohesivitas kelompok.Skala
kohesivitas kelompok bertujuan untuk mengukur kohesivitas kelompok pada karyawan
hotel x Yogyakarta. Skala ini dirancang berdasarkan deskripsi perilaku spesifik yang
diungkapkan oleh Widmeyer (Paola & Carless, 2000) dalam 4 (empat) dimensi yaitu,
yaitu integrasi kelompok tugas, integrasi kelompok sosial, ketertarikan individu kepada
kelompok tugas, dan ketertarikan individu kepada kelompok sosial.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis non parametric karena
jumlah sampelnya kecil (Ghozali dan Castellan, 2002). Pengujian perbedaan kohesivitas
kelompok sebelum dan sesudah diberi pelatihan komunikasi interpersonal untuk antar
kelompok menggunakan tekhnik analisis Wilcoxon T- Test yaitu untuk mengetahui
signifikansi perbedaan rata-rata (μ) antara kelompok sampel yang satu dengan yang lain
(Sugiyono, 2007), analisis ini dapat dilakukan dengan bantuan program SPSS 16 For
Windows.

HASIL
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis Wilcoxon t-Test Analisis
ini digunakan untuk mengetahui perbedaan pengaruh pelatihan komunikasi
interpersonal terhadap peningkatan kohesivitas kelompok karyawan food and beverage
product di Hotel X sebelum dan setelah diberikan perlakuan.
1) Pretest, Posttest dan Follow Up kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Analisis pertama dilakukan dengan menguji perbedaan pretest, posttest dan follow
up pada kelompok eksperimen dan kelompok control. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan One Way-Kruskall Wallis. Hasil perhitungan uji beda kedua rata-rata
adalah sebagai berikut:

44
pISSN: 2301-8267 | eISSN: 2540-8291
Vol. 06, No.01 Agustus 2018

Tabel 1.
Uji Beda Pretest, Posttest dan Follow Up Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Uji Beda Asymp Sig Chi Square Keterangan

Pretest 0,663 0,190 Tidak Signifikan


Posttest 0,009 6,795 Signifikan
Follow Up 0,001 11,804 Signifikan

Hasil Analisis uji One Way- Kruskall Wallis pada kelompok eksperimen dan kelompok
control untuk uji beda pretest diperoleh Chi square = 0,190 dan skor Asymp Sig> 0,05.
Berdasarkan analisis uji One Way- Kruskall Wallis tersebut diketahui bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan kohesivitas kelompok pada kelompok eksperimen dan control
sebelum diadakan pelatihan komunikasi interpersonal. Artinya kohesivitas kelompok
pada kelompok eksperimen dan control sebelum pelatihan komunikasi interpersonal tidak
ada perbedaan.
Hasil Analisis uji One Way- Kruskall Wallis pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol untuk uji beda posttest diperoleh Chi square = 6,795 dan skor Asymp Sig< 0,05.
Berdasarkan analisis uji One Way- Kruskall Wallis tersebut diketahui bahwa ada
perbedaan yang signifikan kohesivitas kelompok pada kelompok eksperimen dan control
setelah diadakan pelatihan komunikasi interpersonal. Artinya kohesivitas kelompok pada
kelompok eksperimen dan control setelah pelatihan komunikasi interpersonal ada
perbedaan.
Hasil Analisis uji One Way- Kruskall Wallis pada kelompok eksperimen dan kelompok
control untuk uji beda follow up diperoleh Chi square = 11,804 dan skor Asymp Sig<
0,05 . Berdasarkan analisis uji One Way- Kruskall Wallis tersebut diketahui bahwa ada
perbedaan yang signifikan kohesivitas kelompok pada kelompok eksperimen dan control
dalam jangka panjang setelah diadakan pelatihan komunikasi interpersonal. Artinya
kohesivitas kelompok pada kelompok eksperimen dan control dalam jangka panjang
komunikasi interpersonal ada perbedaan.
2) Uji Beda Pretest, Posttest, dan Follow Up pada masing-masing kelompok
Analisis kedua dilakukan dengan menguji perbedaan Pretest, Posttest, dan Follow Up
pada masing-masing kelompok, yaitu eksperimen dan kelompok control. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan Friedman Test Hasil perhitungan uji beda kedua rata-
rata adalah sebagai berikut:

45
pISSN: 2301-8267 | eISSN: 2540-8291
Vol. 06, No.01 Agustus 2018

Tabel 2.
Uji Beda Pretest, Posttest, dan Follow Up Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol

Kelompok Asymp Sig Chi Square Keterangan

Eksperimen 0,000 5,200 Signifkan


Kontrol 0,074 25,581 Tidak Signifikan

Hasil analisis uji Friedman Test skorPretest, Posttest, dan Follow Up pada kelompok
kontrol diperoleh Chi Square = 5,200 dan skor p=>0,01. Berdasarkan analisis uji
Friedman Test tersebut diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang sangat signifikan
kohesivitas kelompok pada kelompok eksperimen baik dalam Friedman Test untuk
Pretest, Posttest, dan Follow Up. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kohesivitas
kelompok pada kelompok control dalam keadaan Pretest, Posttest, dan Follow Up tidak
ada peningkatan.
Hasil analisis uji Friedman Test skorPretest, Posttest, dan Follow Up pada kelompok
eksperimen diperoleh Chi Square = 25,581 dan skor p=<0,01. Berdasarkan analisis uji
Friedman Test tersebut diketahui bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan
kohesivitas kelompok pada kelompok eksperimen baik dalam Friedman Test untuk
Pretest, Posttest, dan Follow Up. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kohesivitas
kelompok pada kelompok eksperimen dalam keadaan Pretest, Posttest, dan Follow Up
ada peningkatan setelah diberikan pelatihan komunikasi interpersonal.
3) Uji Beda Pretest-Posttest dan Posttest-Follow Up pada kelompok eksperimen.
Analisis ketiga dilakukan dengan menguji perbedaan Pretest-Posttest dan Posttest-
Follow Up pada kelompok eksperimen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Post
Hoc Wilcoxon T-Test. Hasil perhitungan uji beda rata-rata adalah sebagai berikut:
Tabel 3.
Uji Beda Pretest-Posttest dan Posttest-Follow Up pada kelompok eksperimen

Kelompok Asymp Sig Z Keterangan

Pretest- Posttest 0,000 -3,519 Signifkan


Posttest- Folow Up 0,026 -2,234 Signifkan

Hasil analisis uji Post Hoc Wilcoxon T-Test skor Prettest- Posttest pada kelompok
eksperimen diperoleh Z = -3,519 skor Asymp Sig=<0,01. Berdasarkan analisis uji Post
Hoc Wilcoxon T-Test tersebut diketahui bahwa ada perbedaan yang signifikan
kohesivitas kelompok pada kelompok eksperimen pada saat pretest- posttest.Artinya
kohesivitas kelompok pada kelompok eksperimen mengalami peningkatan setelah
diberikan pelatihan komunikasi interpersonal.

46
pISSN: 2301-8267 | eISSN: 2540-8291
Vol. 06, No.01 Agustus 2018

Hasil analisis uji Post Hoc Wilcoxon T-Test skor Posttest- Follow Up pada kelompok
eksperimen diperoleh Z = -2,234 skor Asymp Sig=<0,01. Berdasarkan analisis uji Post
Hoc Wilcoxon T-Test tersebut diketahui bahwa ada perbedaan yang signifikan
kohesivitas kelompok pada kelompok eksperimen pada saat posttest- follow up. Artinya
kohesivitas kelompok pada kelompok eksperimen tetap mengalami peningkatan dalam
jangka panjang setelah diberikan pelatihan komunikasi interpersonal.
4) Pretest, Posttest dan Follow Up Kelompok Eksperimen

200

150
Pretest
100
Postest
50
Follow Up
0

S15
S10
S11
S12
S13
S14

S16
S4
S1
S2
S3

S5
S6
S7
S8
S9

Gambar 2. Grafik Nilai Subjek Pretest-Postest-Follow UpKelompok


Eksperimen Skala Kohesivitas Kelompok
Dari grafik diatas dapat dilihat perubahan kohesivitas kelompok pada masing-masing
subjek kelompok eksperimen pada saat pretest dan posttest.Dimana terjadi peningkatan
nilai kohesivitas kelompok yang signifikan antara dan sebelum dan sesudah perlakuan
diberikan kepada kelompok eksperimen, kemudian pada saat posttest dan follow up tidak
ada perbedaan nilai kohesivitas kelompok yang signifikan dala kelompok eksperimen,
artinya setelah dua bulan pelatihan, kohesivitas kelompok para peserta masih konsisten.

DISKUSI
Permasalahan utama yang diteliti dalam penelitian ini adalah apakah pelatihan
komunikasi interpersonal memiliki pengaruh terhadap meningkatnya kohesivitas
kelompok karyawan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat
pengaruh positif pelatihan komunikasi interpersonal dalam upaya peningkatan
kohesivitas kelompok karyawan Hotel X. Dimana diharapkan setelah dilakukannya
proses pelatihan pada karyawan tersebut diharapkan hasil berupa adanya peningkatan
kohesivitas terhadap karyawan.
Berdasarkan analisis data pretest dan posttest yang menggunakan uji non-parametrik
Wilcoxon t-tes dengan melakukan perhitungan skor kohesivitas kelompok antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan melihat nilai mean masing-masing
kelompok. Hasil Analisis uji One Way- Kruskall Wallis pada kelompok eksperimen dan
kelompok control untuk uji beda pretest diperoleh Chi square = 0,190 dan skor Asymp
Sig> 0,05. Berdasarkan analisis uji One Way- Kruskall Wallis tersebut diketahui bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan kohesivitas kelompok pada kelompok eksperimen
dan kontrol sebelum diadakan pelatihan komunikasi interpersonal. Artinya kohesivitas

47
pISSN: 2301-8267 | eISSN: 2540-8291
Vol. 06, No.01 Agustus 2018

kelompok pada kelompok eksperimen dan kontrol sebelum pelatihan komunikasi


interpersonal tidak ada perbedaan.
Hasil Analisis uji One Way- Kruskall Wallis pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol untuk uji beda posttest diperoleh Chi square = 6,795 dan skor Asymp Sig< 0,05.
Berdasarkan analisis uji One Way- Kruskall Wallis tersebut diketahui bahwa ada
perbedaan yang signifikan kohesivitas kelompok pada kelompok eksperimen dan
control setelah diadakan pelatihan komunikasi interpersonal. Artinya kohesivitas
kelompok pada kelompok eksperimen dan kontrol setelah pelatihan komunikasi
interpersonal ada perbedaan.
Hasil Analisis uji One Way- Kruskall Wallis pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol untuk uji beda follow up diperoleh Chi square = 11,804 dan skor Asymp Sig <
0,05. Berdasarkan analisis uji One Way- Kruskall Wallis tersebut diketahui bahwa ada
perbedaan yang signifikan kohesivitas kelompok pada kelompok eksperimen dan
kontrol dalam jangka panjang setelah diadakan pelatihan komunikasi interpersonal.
Artinya kohesivitas kelompok pada kelompok eksperimen dan kontrol dalam jangka
panjang komunikasi interpersonal ada perbedaan. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis
awal yang berbunyi ada pengaruh positif pemberian pelatihan komunikasi interpersonal
terhadap peningkatan kohesivitas kelompok karyawan diterima.
Tujuan diadakannya pelatihan komunikasi interpersonal adalah untuk membantu
anggota tim agar mampu mengenal anggota tim satu sama lain, mengurangi konflik
antar sesama anggota tim dan meningkatkan kekompakan serta kesolidan dalam tim
kerja dalam mencapai tujuan perusahaan yang akhirnya akan memberikan profit pada
perusahan. Materi pembentukan tim yang diberikan membantu peserta untuk
mengoptimalkan kekuatan tim dalam menghadapi tantangan-tantangan yang terjadi,
mampu mengatasi tantangan secara tim, mengurangi konflik antar sesama anggota tim
dan mampu meninngkatkan kohesivitas tim untuk bangkit bersama.
Kohesivitas diartikan sebagai rasa kepemilikan atau perasaan menjadi bagian dari
kelompok dan tingkat moril dan antusiasme untuk menjadi bagian dari suatu kelompok
(Dyaram dan Kamalanbhan, 2005). Kohesivitas sebagai suatu daya tarik atau kekuatan
yang memaksa para anggotanya untuk tetap berada didalam kelompok.Kekuatan ini
lebih besar daripada kekuatan yang menarik para anggotanya keluar dari kelompok
(Davis dan Newstrom, 1992). Sehingga dapat dipahami apabila kohesivitas diartikan
sebagai daya tarik menarik anggota kelompok satu dengan yang lain dan keinginan
mereka untuk menjadi bagian dari kelompok.
Widmeyer, Brawley, dan Carron dalam (Paola dan Carless, 2000) Kohesivitas tugas
merupakan tingkat motivasi dalam mencapai tujuan organisasi. Sebuah kelompok
dengan kohesi tugas yang tinggi terdiri dari anggota yang berbagi dalam mencapai
tujuan bersama dan termotivasi untuk mengkoordinasi upaya agar mencapai tujuan
tersebut.Serupa dengan ini, kekompakan sosial mengacu pada motivasi untuk
mengembangkan dan memelihara hubungan sosial dalam kelompok. Kekompakan sosial
terlihat sejauh mana anggota kelompok saling menyukai, memilih untuk menghabiskan
waktu secara bersama, dan merasa dekat secara emosional satu dengan yang lain.

48
pISSN: 2301-8267 | eISSN: 2540-8291
Vol. 06, No.01 Agustus 2018

Berdasarkan dari berbagai hasil penelitian diketahui bahwa pelatihan komunikasi


interpersonal Komunikasi merupakan elemen penting dalam organisasi untuk
membangun hubungan antara anggota organisasi dan pihak-pihak lain untuk mencapai
kerjasama yang diperlukan untuk pencapaian tujuan.Gibson dan Hodgetts (dalam
Siburian, 2013) berpendapat bahwa komunikasi adalah transfer makna atau
pemahamandari pengirim ke penerima, yang meliputi pengirim, penerima, dan
keberhasilan pengiriman makna.Scott dan Mitchell (dalam Siburian, 2013) berpendapat
bahwa komunikasi memiliki empat fungsi utama dalam sebuah organisasiyaitu: fungsi
kontrol, motivasi, ekspresi emosional, dan informasi. Komunikasi adalah
pertukaranpesan verbal dan non-verbal antara pengirim dan penerima pesan untuk
mengubah perilaku. Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (1996) menyatakankomunikasi
adalah proses penyampaian atau menerima pesan dari satu orang ke orang lain,
baiklangsung atau tidak langsung, secara tertulis, bahasa verbal dan non-verbal.
Selanjutnya, Barelson (dalam Siburian, 2013) menyatakankomunikasi sebagai
penyampaian informasi, gagasan, emosi, dan keterampilan lainnya melalui simbol-
simbol, kata-kata, gambar,angka, grafik, dan tanda lainnya. Berdasarkan pernyataan ini
dapat disimpulkan bahwa manusia pada dasarnyaberkomunikasi dengan tujuan untuk
menjadi tahu, membuat penilaian input dan output sesuatu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesa diterima. Penelitian berjalan dengan baik
dan memiliki manfaat terhadap subjek penelitian. Pelatihan yang dilakukan mampu
memberikan pengetahuan kepada subjek mengenai materi komunikasi interpersonal
yang selama ini masih belum diketahui secara jelas. Hal ini bisa terlihat dari hasil
evaluasi pengetahuan berupa tes kognitif yang dilakukan sebelum dan sesudah
pelatihan. Hasil skor tes kognitif meningkat dari sebelum pelatihan 6,25 % subjek dalam
kategori pengetahuan tinggi, 87,5% subjek dalam kategori pengetahuan sedang, dan
6,25% subjek dalam kategori pengetahuan rendah. Setelah dilakukan pelatihan
presentase meningkat 62,5% subjek dalam kategori pengetahuan tinggi dan 37,5%
subjek dalam kategori sedang. Kategorisasi diatas dapat terlihat bahwa tidak ada subjek
yang berada pada kategori rendah setelah dilakukan pelatihan.
Gambaran diatas yang telah diterapkan dalam pengetahuan dan perilaku-perilaku baru
pada pelatihan komunikasi interpersonal ini mendikasikan bahwa subjek eksperimen
dapat mempraktekan dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam dunia kerja. Secara
keseluruhan dalam evaluasi reaksi yang telah dilakukan sebanyak 81,25% subjek
pelatihan merasa sangat puas terhadap pelatihan komunikasi interpersonal. Hal ini
diungkapkan oleh peserta pelatihan S14yang mengungkapkan bahwa pelatihan
komunikasi interpersonal ini sangat baik bagi kinerja kedepan juga pada kehidupan
peserta. Peserta merasa lebih positif setelah mengikuti training. Peserta S16 Apa yang
disampaikan ditraining ini sangat berbeda dengan kondisi didepartment tempat peserta
bekerja, sehingga dengan adanya pelatihan ini sangat membantu memperbaiki kondisi
tersebut.
Pelatihan komunikasi interpersonal yang telah dilaksanakan terbukti mampu
memberikan hasil yang sesuai dalam meningkatkan kohesivitas kelompok
karyawan.Didukung dengan hasil analisa kuantitatif dan hasil wawancara HR
Coordinator.Hasil wawancara dengan HR Coordinator Hotel X juga mendukung hasil
penelitian ini yaitu terdapat perubahan yang signifikan pada kohesivitas

49
pISSN: 2301-8267 | eISSN: 2540-8291
Vol. 06, No.01 Agustus 2018

karyawan.Perubahan-perubahan pada kohesivitas karyawan dilihat dari karyawan sudah


mulai dapat bekerjasama dengan baik baik satu departemen maupun antar
departmen.Sehingga ketika ada acara dan grup tamu hotel semakin mudah dalam
melakukan koordinasi baik antara Food & Beverage, House Keeping dan Front
Office.Keluhan yang diterima pihak hotel oleh tamu pun berkurang. Dengan adanya
pelatihan ini masing-masing anggota tim dapat mengenal satu sama lain dan mengetahui
masing-masing karakter tim. Karyawan pun terlihat semakin solid dan menyatu sama
lain.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI


Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini, maka
dapat disimpulkan bahwa pelatihan komunikasi interpersonal dapat meningkatkan
kohesivitas kelompok karyawan Hotel X khususnya karyawan yang menjadi subjek
padakelompok eksperimen. Sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan
perlakuan tidak terjadi peningkatan terhadap skor kohesivitas kelompok dan bahkan
cenderung mengalami penurunan. Hal ini membuktikan bahwa, bahwa pelatihan
komunikasi interpersonal dapat meningkatkan kohesivitas kelompok karyawan Hotel X
dan dapat dijadikan sebagai salah satu alternative intervensi yang diberikan untuk dapat
meningkatkan kohesivitas kelompok karyawan
Beberapa hal yang perlu disempurnakan agar pelatihan komunikasi interpersonal pada
penelitian-penelitian selanjutnya dapat memberikan hasil yang lebih optimal, antara lain
sebagai berikut:
Bagi Organisasi: Perusahaan diharapkan ikut memfasilitasi karyawan dalam melakukan
perubahan setelah pelatihan berlangsung; Dukungan dari Top Management sangat
diperlukan untuk menciptakan perubahan yang diinginkan; Hendaknya pelatihan
karyawan diberikan waktu khusus untuk pelatihan dan tidak menggunakan jam kerja.
Hal tersebut akan mendukung fokus karyawan dalam mengikuti pelatihan.
Bagi peneliti selanjutnya: Penelitian sejenis sebaiknya juga dilakukan pada perusahaan
lain yang berbeda jenis dengan yang peneliti lakukan, karena penelitian dengan tipe
perusahaan yang berbeda belum tentu memperoleh hasil yang sama; Penelitian sejenis
sebaiknya dapat menggunakan metode lain seperti workshop dan outbound yang dapat
dilakukan dilapangan luas agar lebih maksimal; Penelitian sejenis lainya sebaiknya
dilakukan dengan pemberian perlakuan yang berbeda, tidak hanya berupa pelatihan
dengan memberikan teori saja tetapi juga pelatihan yang bersifat aktualisasi sehingga
perubahan yang diinginkan dapat terjadi; Peneliti selanjutnya perlu mengupayakan agar
semua pihak manajemen ikut terlibat dalam pelatihan agar hasil penelitian dapat lebih
optimal sesuai yang diinginkan; Peneliti selanjutnya hendaknya melakukan evaluasi
sikap atau perilaku agar dapat mengetahui perubahan perilaku peserta pelatihan setelah
pelatihan dilaksanakan; Dapat memfokuskan dan menggunakan teori psikologi islami
guna pengembangan psikologi islam.

50
pISSN: 2301-8267 | eISSN: 2540-8291
Vol. 06, No.01 Agustus 2018

REFERENSI
Ancok, D. (2002). Outbound Management Training: Aplikasi Ilmu Perilaku dalam
Pengembangan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: UII Press.
Bangun, W. (2012).Manajemen Sumber Daya Manusia. Erlangga; Jakarta.
Book, C.L. (1980).Human Communication-Principles, Contexts, and Skills. New York:
St. Martin’sPress, Inc.
Carron, A.V., Widmeyer, W.N., & Brawley, N.D. (1985).The Development of An
Instrument to Assess Cohesion in Sport Teams: The Group Environment
Questionnare. Journal Sport Psychology 7, 244-266.
Cummings, T.G. & Worley, C.G. (2005).Organization development and Change. 6th Ed.
South-Western: College Publishing.
De Vito, J. (1995). The Interpersonal Communication Book. Fourth Edition, New York :
Harper and Row Edition.
De Vito, J. (1997). Komunikasi Antar Manusia. Jakarta : Professional Books.
Forsyth, D.R. (2006).Group Dynamics 4th Edition. United States of America: Thomson
Learning Inc.
Grant K., David W.C., George S.L., & William C.M. (2001). The Role of Satisfaction
with Territory Design on the Motivation, Attitudes, and Work Outcomes of
Salespeople.Journal of the Academy of Marketing Sciene. 29 (2), 165-178.
Gibson, Ivancevich., Donnelly., & Konopaske. (2003). Organizational behavior structure
process.Fourteenth edition McGraw -Hill Higher Education.
Goble, F.G. (2000).The Third Force, The Psychology of Abraham Maslow (Terjemahan
Supratiknya, A.).Yogyakarta: Kanisius.
Gordon, J.R., Mondy, R., Sharplin, A., & Preumax, S.R. (1990).Management and
Organization Behaviour.Massachusetts : Simon& Schuster.
Ghozali, I & Castellan, N.J. (2002). Statistic Nonparametrik: Teori Aplikasi dengan
Program Spss. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Hadipranata, A.F. (1995). Pengaruh Kelompok Kecil Kerja Kompak Terhadap
Performansi Kerja Karyawan di Surabaya. Jurnal Psikologi, 2,49-56.
Hardjana M. Agus. (2001). Training SDM yang Efektif. Yogyakarta: Kanisius.
Johnson, D.W (1981). Reaching Out. Interpersonal effectiveness and
selfActualization.Englewood Cliffs : Prentice Hall.
Kirkpatrick, D. (1994) Evaluating Training Programs – The Four Level. Berret-Koehler
Publisher.Inc.

51
pISSN: 2301-8267 | eISSN: 2540-8291
Vol. 06, No.01 Agustus 2018

Latipun.(2009). Psikologi Eksperimen Edisi Pertama. Malang: UMM Press.


Levi, D. (2001). Group Dynamic for Teams. London: Sage Publications.
Lunandi, A.G. (1994). Komunikasi Mengenai : Meningkatkan Efektivitas Komunikasi
antar Pribadi. Kanisius: Yogyakarta.
Luthans, F. (2006). Perilaku Organisasi (Organizational Behavior 10th edition).
Yogyakarta: Andi Offset.
Mathew T, Shetty A, Shetty C, Narasinham D, Shetty S & Hedge N.M. (2015).
Comparison of communication skills between undergraduate dental students with
and without prior training in effective communication.Nitte university journal of
health science. 5 (2), 8-11.
Matin, Jandhagi, Karimi, & Hamidizadeh.(2010). Relationship between interpersonal
communication skills and organization commitment.European Journal of Social
Sciences. 13 (3), 387-398.
Marwansyah. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua. Bandung:
Alfabeta..
Munandar. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta : Universitas Indonesia
Press.
Muthiane C.M, Rintaugu E.G, & Mwisukha A. (2015). The relationship between team
cohesion and performance in basketball league in Kenya.International journal of
applied psychology. 5 (4), 85-90.
Noe. A. Raymond. (2010). Employee Training And Development. Mc-Graw-Hill Irwin:
The Ohio State University
Panuju.R. (2001). Komunikasi Organisasi dari Konseptual-Teoritis ke
Empirik.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Paola, C.D., & Carless, S.A. (2000).The Measurement of Cohesion in Work Teams.Small
Group Research; 31 (71).
Poerwandari, K. (2005). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Manusia.Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi
Fakultas Psikologi Univeritas Indonesia.
Raco, J.R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik, dan
Keunggulannya. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Rakhmat, J. (2005). Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Robbins, S.P. (2002). Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Jakarta: Erlangga.
Sandez, J.C & Yurrebaso, A. (2009). Group Cohesion: Relationship with work team
culture. Psichothama. 21 (1), 97-104.

52
pISSN: 2301-8267 | eISSN: 2540-8291
Vol. 06, No.01 Agustus 2018

Sears, D. O., Freedman, J. L., & Peplau, L. A. (1999). Social Psychology 5th Edition
(Alih Bahasa Andryanto, M. dan Soekrisno, S.). Jakarta: Erlangga.
Shadish, W.R., Cook, T.D. & Campbell, D.T. (2002).Experimental And Quasi-
Experimental Designs For Generalized Causal Inference. New York: Houghton
Mifflin Company.
Siburian. (2013). The effect of interpersonal communication, organizational culture, job
satisfaction, and achievement motivation to organizational commitment of state
high school teacher in the district Humbang Husundutan, North Sumatera,
Indonesia. International Journal of Humanities and Social Science. 3 (13), 247-
264.
Simmamora, H. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi 2. Yogyakarta: STIE
YKPN.
Sugiyono.(2007). Statistik Non Parametris untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Taylor, S.E., Peplau, L.A., & Sears, D.O. (2009).Social Psychology 12th Edition. (Alih
Bahasa TriWibowo B.S.). Jakarta: Prenada Media Group.
Wood, T.J. (2013). Komunikasi Interpersonal, Interaksi Keseharian. Jakarta; Salemba
Humanika.

53

Anda mungkin juga menyukai