PROPOSAL SKRIPSI
Oleh
NIM. K3114015
A. Latar Belakang
Sering kali yang menjadi tujuan dalam bimbingan dan konseling yaitu
fokus pada pengembangan Pribadi-Sosial prestasi Akademik, pengembangan
Karir, dan pengembangan Agama atau Religius. Namun dengan adanya
program dari bimbingan dan konseling komprehensif guru pembimbing dapat
berpedoman pada need assessment yang dapat menunjang penyusunan program
kegiatan layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan kebutuhan
siswa. Uman Suherman (2011) menegaskan bimbingan komprehensif
merupakan pandangan mutakhir yang bertitik tolak dari asumsi yang positif
tentang potensi manusia. Berdasarkan asumsi inilah bimbingan dipandang
sebagai suatu proses memfasilitasi perkembangan yang menekankan kepada
upaya membantu semua peserta didik dalam semua fase perkembangan.
Kata remaja berasal dari bahasa Inggris Adolescence yang diadopsi dari
bahasa Latin adolescere yang artinya bertumbuh (to grow) dan menjadi matang
(to mature). Kata bendanya Adolesceantia yang berarti remaja, mengandung
arti “tumbuh menjadi dewasa”. Lerner, Boyd dan Du (2010:1) mengartikan
remaja sebagai periode kehidupan dengan karakteristik biologis, kognitif,
psikologis dan sosial yang sedang berubah dalam pola yang saling berkaitan
dari sebelumnya disebut bersifat anak-anak ke kondisi yang kini disebut
bersifat dewasa. Siswa sebagai subyek bimbingan dan konseling yang
memasuki tahap perkembangan remaja memiliki beberapa perubahan dalam
bentuk fisik (biologis), perubahan kognitif atau cara berfikir, perubahan emosi,
dan perubahan peran sosial. Menurut G. Stanley Hall (1904, dalam Santrock,
2010) menyatakan bahwa masa remaja merupakan waktu berlangsungnya
storm and stress. Lazarus dan Folkman (1984) mengungkapkan bahwa stres
sangat terkait antara manusia dengan ligkungannya. Stres yang dialami remaja
menimbulkan tekanan yang membutuhkan penyaluran agar tidak terjadi
kegagalan dalam proses perkembangan remaja. Remaja akan mengalami
kekecewaan, ketidakpuasan, bahkan frustasi dan pada akhirnya akan
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan remaja jika kebutuhannya tidak
terpenuhi (Ali, 2004). Watchers (dalam Asmarasari, 2010) mengungkapkan
bahwa tidak adanya dukungan sosial, keterasingan tanpa memiliki seseorang
sebagai tempat bercerita bisa menjadi salah satu faktor pendorong stres. Salah
satu penyaluran stres yang dilakukan remaja adalah dengan mengungkapkan
diri dan perasaannya kepada orang-orang terdekat. Self-disclosure adalah
kegiatan membagi perasaan yang akrab dengan orang lain (Taylor, 1997).
2. Definisi Operasional
Pengembangan Emotion Focus Coping Pada Siswa Introvert dengan
Menggunakan Teknik Menulis
Panduan Pengembangan Emotion Focus Coping adalah pentujuk yang
berisi informasi untuk guru pembimbing dalam memberikan layanan
bantuan kepada siswa, khususnya siswa introvert. Panduan ini terdiri dari
tahapan-tahapan untuk mengelola Emotion Focus Coping, tahapan tersebut
meliputi 1) Pengenalan introvert dan ekstrovert, 2) Perbedaan antara
introvert dan ekstrovert, 3) Mengelola Emotion Focus Coping sebagai
pengatur emosi terhadap situasi yang menekan. Maka dengan
dilaksanakannya tahap-tahap tersebut siswa introvert mampu mengelola
hubungan sosialnya dengan baik, bahkan dengan orang-orang yang tidak
dekat dengan dirinya. Sedangkan untuk siswa, partisi layanan, akan
dibagikan berupa lembar evaluasi yang akan digunakan untuk
mengevaluasi kegiatan layanan yang telah diberikan. Produk panduan
yang dihasilkan disusun berdasarkan kajian empirik dan kajian teoritik
yang siap duji validitas, keefektifitasan da kepeaktisannya.