Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan masuknya kuman-

kuman ke dalam organ genital pada saat kehamilan dan persalinan. Dinegara-

negara berkembang dengan pelayanan kebidanan belum sempurna kejadian

infeksi nifas masih besar. Infeksi nifas umumnya disebabkan oleh bakteri yang

dalam keadaan normal berada dalam usus dan jalan lahir. Menurut Watts, D. H.,

Krohn (1990) Vaginosis bakterial tampaknya menjadi faktor risiko penting untuk

endometritis postpartum dengan tindakan sesar. Salah satu contoh infeksi nifas

yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu endometritis. Endometritis yaitu

peradangan yang terjadi pada endometrium pada lapisan bagian dalam.

Sebagaimana kita ketahui bahwa peradangan endometrium pada masa nifas di

Indonesia masih tinggi karena kurangnya ketelitian dan kecermatan dalam

penanganan mengenai hal ini, baik dalam masa kehamilan maupun persalinan .

Manifestasi histopatologi dari endometritis dikaitkan dengan manifestasi klinis,

infeksi, dan faktor risiko spesifik, diantara wanita dengan penyakit radang panggul

(Eckert, 2002).

1
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Endometritis?

1.2.2 Apa saja penyebab Endometritis?

1.2.3 Bagaimana patofisiologi endometritis?

1.2.4 Apa saja klasifikasi endometritis?

1.2.5 Bagaimana penatalaksanaan endometritis?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari endometritis

1.3.2 Untuk mengetahui penyebab endometritis

1.3.3 Untuk mengetahui patofisiologi dari endometritis

1.3.4 Untuk mengetahui klasifikasi endometritis

1.3.5 Untuk mengetahui penatalaksanaan endometritis

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Endometritis adalah infeksi endometrium, desidua dan miometrium pasca

persalinan ( Morgan,Geri.obstetri dan ginekologi panduan praktis). Endometritis

adalah infeksi pada endometrium atau lapisan dalam dari rahim (Manuaba, I.B.

G.). Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium, merupakan

komplikasi postpartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan.

Endometritis adalah infeksi pada desidua endometrium, dengan ekstensi ke

miometrium dan jaringan parametrial. Endometritis dibagi menjadi obstetric dan

nonobstetric endometritis.

2.2 Penyebab

Mikroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya Campylobacter

foetus, Brucella sp., Vibrio sp. dan Trichomonas foetus. Endometritis juga dapat

diakibatkan oleh bakteri oportunistik spesifik seperti Corynebacterium pyogenes,

Eschericia coli dan Fusobacterium necrophorum. Organisme penyebab biasanya

mencapai vagina pada saat perkawinan, kelahiran, sesudah melahirkan atau

melalui sirkulasi darah.

Terdapat banyak faktor yang berkaitan dengan endometritis, yaitu retensio

sekundinarum, distokia dan faktor penanganan. Selain itu, endometritis biasa

terjadi setelah kejadian abortus, kelahiran kembar, serta kerusakan jalan kelahiran

sesudah melahirkan. Endometritis dapat terjadi sebagai kelanjutan kasus distokia

atau retensi plasenta yang mengakibatkan involusi uterus pada periode sesudah

3
melahirkan menurun. Endometritis juga sering berkaitan dengan adanya Korpus

Luteum Persisten

2.3 Patofisiologi

Kuman-kuman masuk endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta,

dan waktusingkat mengikut sertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan

kuman yang tidak seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium. Jaringan

desidua bersama-sama dengan bekuandarah menjadi nekrosis serta cairan. Pada

batas antara daerah yang meradang dan daerah sehatterdapat lapisan terdiri atas

lekosit-lekosit. Pada infeksi yang lebih berat batas endometriumdapat dilampaui

dan terjadilah penjalaran

Infeksi endometrium atau decidua biasanya hasil dari infeksi naik dari saluran

kelamin yang lebih rendah. Menurut Prawirohardjo, S. (2008) infeksi

endometrium (TBC) adalah Gangguan pada kompartemen I yang sering terjadi

pada keadaaan tindakan kuret yang terlalu dalam (sindroma Asherman). Dari

perspektif patologis, endometritis dapat diklasifikasikan sebagai akut dan kronis.

Endometritis akut dicirikan oleh kehadiran neutrofil dalam kelenjar endometrium.

Endometritis kronis dicirikan oleh kehadiran plasma sel dan limfosit dalam stroma

endometrium

Dalam populasi nonobstetric, penyakit radang panggul dan prosedur tindakan

invasive ginekologi adalah prekursor-prekursor yang paling umum untuk

endometritis akut. Dalam populasi obstetri, infeksi setelah bersalin adalah

penyebab yang paling umum

4
Endometritis kronis dalam populasi obstetri biasanya berhubungan dengan produk

kehamilan atau konsepsi. Dalam populasi nonobstetric, endometritis kronis telah

terlihat infeksi kuman (misalnya, klamidia, tuberkulosis, bakterial vaginosis) pada

organ uterus

2.4 Klasifikasi

Menurut Kitaya (2018) Endometritis dibagi menjadi dua kategori. Endometritis

akut bergejala dan ditandai dengan pembentukan mikroabses dan invasi neutrofil

di epitel superfisial endometrium, lumina kelenjar, dan rongga rahim.

Endometritis kronis ditandaii infiltrasi plasmacyte yang tidak biasa di daerah

stroma endometrium. Selama dekade terakhir, penelitian telah mengungkapkan

hubungan potensial antara hasil reproduksi yang buruk dan endometritis, terutama

endometritis kronis.

a. Endometritis akut

Pada endometritis post partum regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9,

sehingga endometritis post partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9.

Endometritis post abortus terutama terjadi pada abortus provokatus

Pada endometritis akut, endometrium mengalami edema dan pada pemeriksaan

mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit berinti polimorf yang

banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab yang paling penting ialah

infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus.Infeksi gonorea mulai sebagai

servisitis akut, dan radang menjalar ke atas dan menyebabkan endometritis akut.

Infeksi gonorea pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke

5
miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah limfe dapat menjalar ke

parametrium, ketuban dan ovarium, dan ke peritoneum sekitarnya.

Gejala-gejala endometritis akut dalam hal ini diselubungi oleh gejala- gejala

penyakit dalam keseluruhannya:

1. Penderita panas tinggi

2. Kelihatan sakit keras

3. Keluar leukorea yang bernanah

4. Uterus serta daerah sekitarnya nyeri pada perabaan

Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar

partus atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus,

memasukan IUD (intra uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya.

Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah

endometritis akut tetap berbatas pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di

sekitarnya.

Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa

patogen pada umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu

dengan pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam

pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah berusaha mencegah,

agar infeksi tidak menjalar.

Manifestasi klinis

1. Demam

2. Lochea berbau : pada endometritis post abortus kadang- kadang keluar flour

yang purulent.

3. Lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi.

6
4. Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak nyeri.

Terapi :

1. Uterotonika.

2. Istirahat, letak fowler.

3. Antibiotika.

4. Endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus

carsinoma. Dapat diberi estrogen.

Cravello, L., (1992) Radang selaput rahim (endometritis) dapat disebabkan

oleh bakteri vagina yang masuk ke dalam rahim (uterus) saat persalinan dan

menyebabkan infeksi dalam waktu enam minggu setelah lahir (endometritis

postpartum). Endometritis pascapartum terjadi setelah sekitar 1% hingga 3%

kelahiran pervaginam, dan hingga 27% kelahiran sesar. Ketuban pecah dalam

waktu lama dan beberapa pemeriksaan vagina selama kelahiran juga

tampaknya meningkatkan risiko tersebut.

b. Endometritis kronik

Endometritis kronik tidak seberapa sering terjadi, oleh karena itu infeksi yang

tidak dalam masuknya ke miometrium, tidak dapat mempertahankan diri, karena

pelepasan lapisan fungsional darn endometrium pada waktu haid. Pada

pemeriksaan mikroskopik ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit.

Penemuan limfosit saja tidak besar artinya karena sel itu juga ditemukan dalam

keadaan normal dalam endometrium.

Endometritis kronik adalah leukorea dan menorargia. Pengobatan tergantung dari

penyebabnya. Endometritis kronis ditemukan:

7
1. Pada tuberkulosis.

2. Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.

3. Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.

4. Pada polip uterus dengan infeksi.

5. Pada tumor ganas uterus.

Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik. Endometritis tuberkulosa terdapat

pada hampir setengah kasus-kasus TB genital. Pada pemeriksaan mikroskopik

ditemukan tuberkulosa pada tengah-tengah endometrium yang meradang

menahun. Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus

terdapat desidua dan vili korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium.

Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat

peradangan dan organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan

terbentuklah apa yang dinamakan polip plasenta. Endometritis kronik yang lain

umumnya akibat infeksi terus-menerus karena adanya benda asing atau

polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.

Gejalanya :

 Flour albus yang keluar dari ostium.

 Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi.

Terapi: :

Perlu dilakukan kuretase.

Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi kuman,

daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lokhea

tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini

8
dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkankenaikan suhu yang segera hilang

setelah rintangan dibatasi. Uterus pada endometrium agak membesar, serta nyeri

pada perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada

hari-hari pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3

suhumeningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi

menurun, dandalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali,

lokhea pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal

yang terakhir ini tidak boleh menimbulkananggapan bahwa infeksinya berat.

Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokheayang sedikit dan tidak

berbau. Gambaran klinik dari endometritis:

 nyeri abdomen bagian bawah.


 Mengeluarkan keputihan (leukorea).
 Kadang terjadi pendarahan.
 Dapat terjadi penyebaran.
- Miometritis (pada otot rahim).
- Parametritis (sekitar rahim).
- Salpingitis (saluran otot).
- Ooforitis (indung telur).
- Pembentukan penahanan sehingga terjadi abses.(Manuaba, I. B. G.,
1998)
Menurut Varney, H (2001), tanda dan gejala endometritis meliputi:
- Takikardi 100-140 bpm.
- Suhu 30 ± 40 derajat celcius.
- Menggigil.-
- Nyeri tekan uterus yang meluas secara lateral.
- Peningkatan nyeri setelah melahirkan.
- Sub involusi.

9
- Distensi abdomen.
- Lokea sedikit dan tidak berbau/banyak, berbau busuk, mengandung
darah seropurulen.
- Jumlah sel darah putih meningkat.

2.5 Penatalaksanaan

1. Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran terapi.

Evaluasi klinis dari organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga

pengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya,

memberikan petunjuk untuk terapi antibiotik.

2. Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi

ditambah terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu

mentoleransi makanan lewat mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit per

oral untuk memberikan nutrisi yang memadai.

3. Transfusi darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus

atau post partum.

4. Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak

manfaatnya.

5. Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan

plasenta yang tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai

sangat penting. Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase

perlahan-lahan dan hati-hati. Histerektomi dan salpingo – oofaringektomi

bilateral mungkin ditemukan bila klostridia telah meluas melampaui

endometrium dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok,

hemolisis, gagal ginjal)

10
Winata, I. G. S., & Taufiq, M. (2021) menuturkan tatalaksana penyakit radang

panggul sebelum dan selama pandemi tidak berubah. Metode pelayanan kesehatan

dan follow up cenderung dilakukan secara virtual. Pelayanan kesehatan berbasis

tekonologi untuk penyakit radang panggul selama pandemi penyakit coronavirus

2019 menjanjikan dan telah terbukti sebagai metode yang efektif, sehingga

pelayanan kesehatan untuk penyakit radang panggul secara virtual dapat

diaplikasikan secara aman. Jika ditemukan adanya indikasi kegawatdaruratan

selama pelayanan telemedicine, pasien sebaiknya melakukan konsultasi tatap

muka atau mengunjungi instalasi gawat darurat.

11
BAB III

ASUHAN KEBIDANAN VARNEY

STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “S” POST PARTUM HARI KE 5


DENGAN ENDOMETRITIS
DI RSUD DR SOESELO SLAWI
No. Register : 26xxxx

Tanggal partus : 2 April 2021 , Pukul :13.20 wib

Tanggal pengkajian : 7 April 2021, pukul : 09.00 wib

Langkah I. Identifikasi Data Dasar

Identitas Istri/Suami

Nama : Ny”K” / Tn. “A”

Umur : 37 Tahun / 38 Tahun

Nikah : 1 kali / 15 tahun

Suku : Jawa Suku : Jawa

Agama : Islam / Islam

Pendidikan : SMP / SMP

Pekerjaan : IRT / Wiraswasta

Alamat : kebunsari

A. Keluhan Utama

Ibu mengeluh keluar darah berbau dan nyeri perut bagian bawah ibu mengatakan

suhu badannya terasa panas sejak 2 hari

12
B. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas

Ini merupakan persalinan pertama ibu dan tidak pernah keguguran. Ibu melahirkan

tanggal 02 April 2021 pukul 13.20 wib, dengan jenis kelamin laki-laki, berat badan

lahir 3100 gram, dan ditolong oleh bidan di puskesmas Kebunsari

C. Riwayat kesehatan/ penyakit yang lalu dan sekarang

Ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit jantung, hipertensi, asma dan diabetes

mellitus, ibu mengatakan tidak riwayat penyakit menular, ibu mengatakan tidak ada

riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan.

D. Riwayat reproduksi

Ibu menarche pada umur 14 tahun, siklus haid 28-30 hari, lamanya haid 5-7 hari dan

ibu tidak merasakan nyeri ketika haid.

E. Riwayat keluarga

berencana Ibu akseptor KB suntik setelah anak ke2 daan sekarang belum KB

F. Pola Kebiasaan sehari-hari

1. Nutrisi Selama hamil:

Ibu mengatakan makan 2-3 kali sehari, porsi sedang dengan nasi, sayur, ikan dan

kadang-kadang buah, serta minum 7-8 gelas sehari dengan air putih, susu dan

teh. Selama nifas: Ibu mengatakan sudah makan 3 kali, porsi sedang dengan nasi,

sayur, ikan, buah dan minum 6-8 gelas air putih dan teh.

2. Personal hygiene

Selama hamil: Ibu mandi 2x sehari, gosok gigi 2 kali sehari, keramas 2x seminggu

dan ganti baju 2x sehari. Selama nifas: Ibu mandi 2x sehari, gosok gigi tiap kali

selesai mandi, ganti baju 2x sehari dan ganti pembalut tiap hari 3-4x.

13
3. Eliminasi

Selama hamil:

- BAB: ibu BAB 1xsehari, warna kuning kecoklatan, lunak dan tidak ada keluhan. -

BAK: ibu BAK 6-7x sehari, warna urine kuning jernih, bau khas.

Selama nifas:

- BAB: ibu BAB 1x sehari, warna kuning kecoklatan, lunak dan tidak ada keluhan.

- BAK: ibu BAK 4-5x sehari, warna kuning jernih, bau khas

4. Istirahat

Selama hamil:

Ibu mengatakan tidur siang 2 jam dan tidur malam 8 jam.

Selama nifas: Ibu mengatakan tidur siang 1-2 jam dan tidur malam 5-6 jam.

5.Keadaan psikologis

Ibu mengatakan merasa bahagia dan sangat senang dengan kelahiran anak

ketiganya dalam keadaan sehat.

6.Spiritual :

Ibu mengatakan solat 5 waktu,baca Alquran.

G. Riwayat psikososial, ekonomi, dan spiritual

1. Suami maupun keluarga merasa senang dengan kelahiran anak pertamanya

2. Pengambil keputusan dalam keluarga adalah suami

3. Ibu mengerjakan urusan rumah tangga dibantu oleh keluarga

4. Ibu dan keluarga beragama islam

5. Hubungan keluarga dan tetangga baik

6. Suami sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya

14
H. Pemeriksaan fisik

1. Pemeriksaan umum

a. Keadaan umum : baik

b. Kesadaran : composmentis

2. Pemeriksaan tanda-tanda vital

a. Tekanan darah : 120/ 70 mmHg

b. Nadi : 90x/ menit

c. Suhu badan : 38,5 OC

d. Pernapasan : 22x/ menit

3. Pemeriksaan head to toe

a. Mata Konjungtiva merah muda, tidak ada icterus

b. Mulut/gigi Mulut tampak bersih,mukosa tampak lembab, tidak ada karies

pada gigi 42

c. Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, limfe, dan vena jugularis

d. Payudara: puting susu menonjol, hiperpigmentasi pada areola mammae

e. Abdomen Tidak ada bekas operasi, tampak striae livide, linea nigra, TFU

(Tinggi Fundus Uteri) 1 jari bawah pusat, nyeri tekan pada perut bagian

bawah

f. Genetalia Tampak pengeluaran darah berbau tidak sedap, tidak tampak luka

jahitan, dan tidak ada varices

g. Ekstremitas Tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada varises

15
LANGKAH II. Merumuskan Diagnosa/ Masalah Aktual

Diagnosa: Ny “K” post partum hari ke 5

Masalah aktual: keluar darah bau busuk dari jalan lahir,nyeri perut bagian bawah

1. Post partum Hari Ke5

Data subjektif:

Ibu mengatakan melahirkan tanggal 2 april 2021 pukul 13.20 wib

Data objektif:

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TFU 1 jrbpst, tampak pengeluaran darah

berbau

Analisa dan interpretasi data:

Setelah proses persalinan berakhir normalnya terjadi proses involusi uteri

yang ditandai dengan penurunan tinggi fundus uteri yang terjadi berangsur-

angsur. Hari kelima, pada sepertiga antara pusat dan simphysis. Lokia adalah

cairan atau sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina selama masa

nifas, lokia sanguinolenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir

yang keluar pada hari ke-3 sampai ke-7 pasca persalinan.

2. Keluar darah berbau, Nyeri perut bagian bawah dan demam sejak 2 hari

yang lalu.

a. Data Subyektif

Ibu mengatakan keluar darah dari jalan lahir berbau busuk dan nyeri perut

serta demam sejak 2 hari yang lalu

16
b. Data obyektif :

dari inspeksi tampak keluar darah -+ 20cc bau busuk, palpasi terdapat nyeri

tekan perut bagian bawah. Dari pemeriksaan suhu tubuh didapatkan hasil

38,50C. Analisa dan interpretasi data dasar: pengeluaran pervaginam

berbau busuk dan nyei tekan perut disertai demam merupakan tanda

adanya infeksi .

Langkah III. Merumuskan Diagnosa/ Masalah Potensial

Potensial terjadi endometriitis.

LANGKAH IV. Identifikasi Perlunya Tindakan Segera dan Kolaborasi

Kolaborasi dokter SPOG

LANGKAH V. Rencana Asuhan Kebidanan

1. Tujuan endometritis teratasi.

2. Kriteria keberhasilan

a. Nyeri perut teratasi

b. Pengeluaran Lokea Normal

c. Tanda-tanda vital dalam batas normal

1. Tekanan darah : sistole 100-120 mmHg Diastole 70- 90 mmHg

2. Nadi : 60- 80x/ menit

3. Suhu : 36,5- 37,5 C

4. Pernapasan : 16- 20x/ menit

17
3. Rencana asuhan

a. Sampaikan kepada ibu tentang kondisinya sekarang bahwa ibu

mengalami bendungan ASI.

Rasional : dengan menjelaskan mengenai keadaan yang dialaminya maka

ibu akan mengerti sehingga ibu akan bersifat kooperatif terhadap

tindakan dan anjuran petugas kesehatan.

b. Observasi tanda-tanda vital Rasional: tanda-tanda vital dapat

memberikan gambaran dalam menetukan tindakan selanjutnya.

c. Berikan penjelasan kepada ibu cara mengatasi keluhan nyeri yang

dirasakan

Rasional : dengan menjelaskan cara mengatasi keluhan kepada ibu, ibu

akan tidak terlalu merasakan keluhan nyeri yang dialami dan petugas

kesehatan akan membantu dalam proses penyembuhannya, dengan cara

teknik relaksasi

d. Bidan melakukan tindakan sesuai SOP pengelolaan endometritis di

rumah sakit yaitu

1) Melakukan pemeriksaan penunjang laboorat darah rutin, GDS,

HbSAg Urin rutin,

2) Pasang Infus, RL 30 tpm,

3) Berikan Antibiotik sampai 48 jam bebas demam (sesuai advis dokter)

4) Periksa kondisi Umum TTV, malaise, nyeri perut dan cairan per

vaginam setiap 4 jam

18
5) Periksa darah rutin setiap 48 jam

6) Persiapan USG untuk menyingkirkan kemungkinan adanya sisa

plasenta atau masa abdomen pelvik

7) Dokumentasi tindakan yang dilakukan

Rasional: pencatatan yang baik dapat menjadi pegangan petugas

jika terjadi sesuatu pada pasien.

LANGKAH VI. Implementasi Asuhan Kebidanan

a. Menyampaikan kepada ibu tentang kondisinya sekarang bahwa ibu

mengalami bendungan ASI Hasil: ibu telah mengetahui tentang

kondisinya sekarang

b. Mengobservasi tanda-tanda vital Hasil: tekanan darah 120/70 mmHg,

nadi 80x/menit, suhu 380C, pernapasan 22x/menit.

c. Mengajarkan Teknik relaksasi dengan cara napas panjang dan pengalihan

perhatian nyeri yang dialami

d. Laborat telah diambil,

e. Infus terpasang RL 30 tpm,

f. Antibiotik Ampicilin 2g, gentamicin 40 mg, mitronedasol 500 mg telah

diberikan (sesuai advis dokter)

g. Dokumentasi tindakan yang dilakukan tercatat dalam RM

Rasional: pencatatan yang baik dapat menjadi pegangan petugas jika

terjadi sesuatu pada pasien.

19
LANGKAH VII. Evaluasi Hasil Asuhan Kebidanan

a. Ibu merasa lebih tenang

b. Mengobservasi tanda-tanda vital Hasil: tekanan darah 120/70 mmHg, nadi

80x/menit, suhu 37 C, pernapasan 20x/menit.

c. Ibu merasa nyeri berkurang

d. Hasil Laborat leukosit = 21.000 Hb 11 gr/dl, trombosit 150.000 ( hasil

dilaporkan dokter)

e. Rencana evaluasi laborat ulang 48 jam setelah pemberin antibiotik

20
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan

oleh infeksi bakteri pada jaringan dan juga suatu infeksi yang terjadi di

endometrium, merupakan komplikasi postpartum, biasanya terjadi 48 sampai 72

jam setelah melahirkan. Endometritis sering ditemukan pada wanita setelah seksio

sesarea terutama bila sebelumnya ada riwayat koriomnionitis, partus lama, pecah

ketuban yang lama.Infeksi endometrium, atau decidua, biasanya hasil dari infeksi

naik dari saluran kelamin yang lebih rendah. Dari perspektif patologis,

endometritis dapat diklasifikasikan sebagai akut dan kronis.Endometritis paling

sering ditemukan setelah seksio sesarea, terutama bila sebelumnya pasien

menderita korioamnionitis, partus lama atau pecah ketuban yang lama. Penyebab-

penyebab lainnya endometritis adalah jaringan plasenta yang tertahan setelah

abortus atau melahirkan.

3.2 Saran

Kepada mahasisiwi kebidanan agar lebih dapat memahami jenis infeksi pada ibu

nifas terutama endometritis. Bagi petugas kesehatan khususnya bidan dapat

mengetahui tindak lanjut penanganan endometritis pada ibu nifas, dan bidan dapat

mengenali tanda dan gejala terjadinya endometritis.

21
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba,I.B.G.2011.Kuliah Obstetri.Jakarta:2010.

Morgan,Geri.2010.Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktis.Jakarta:EGC.

Prawirohardjo,Sarwono.2011.Ilmu Kebidanan.Jakarta:YayasanBina Pustaka.

Prawirohardjo, S. (2008). Ilmu kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Eckert, L. O., Hawes, S. E., Wölner-Hanssen, P. K., Kiviat, N. B., Wasserheit, J.


N., Paavonen, J. A., ... & Holmes, K. K. (2002). Endometritis: the clinical-
pathologic syndrome. American journal of obstetrics and gynecology, 186(4),
690-695.

Watts, D. H., Krohn, M. A., Hillier, S. L., & Eschenbach, D. A. (1990). Bacterial
vaginosis as a risk factor for post-cesarean endometritis. Obstetrics and
gynecology, 75(1), 52-58.

Kitaya, K., Takeuchi, T., Mizuta, S., Matsubayashi, H., & Ishikawa, T. (2018).
Endometritis: new time, new concepts. Fertility and sterility, 110(3), 344-350.

Cravello, L., Porcu, G., d'Ercole, C., Roger, V., & Blanc, B. (1997). Identification
and treatment of endometritis. Contraception, fertilite, sexualite (1992), 25(7-8),
585-586.

Winata, I. G. S., & Taufiq, M. (2021). Pelvic Inflammatory Disease (PID)


Management in Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Era. Indonesian Journal
of Obstetrics & Gynecology Science, 4(1), 34-41.

22

Anda mungkin juga menyukai