Khemas Aulia
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Swadaya Gunung Jati(UGJ), Cirebon, Indonesia
Abstrak ditulis secara ringkas dan faktual, meliputi latar belakang, tujuan penelitian, metode
penelitian, hasil penelitian, simpulan dan saran. Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan
Indonesia, panjang abstrak berkisar antara 200-250 kata dalam satu paragraf, huruf Times New
Roman 11 dan spasi 1.
Abstract is written concisely and factually, includes the background of research, the purpose of
research, the method of research, the result and conclusion of research. Abstract is written
inone paragraph, font Times New Roman11, italic and 1 spacing.
JURNAL SIGNAL Volume X, No. X, Juli 20XX, hlm X-XX| Ilmu Komunikasi – FISIP
Universitas Swadaya Gunung Jati
p-ISSN: 2580-1090, e-ISSN: 2337-4454 2
Website: http://jurnal.unswagati.ac.id/index.php/Signal
masing-masing media sosial memiliki di Indonesia (Nugroho, 2012; Lim,
kekuatannya masing-masing. Media 2014).
sosial yang mampu mengakomodasi Banyaknya jumlah pengguna media
sifat agresif, progresif serta sosial dan iklim demokrasi yang
menampilkan self performance akan memberikan kebebasan berpendapat di
menarik minat penggunanya. Indonesia menjadikan aktivitas di media
Sedangkan media sosial yang tidak sosial demikian cepat, tinggi dan real
sesuai dengan karakter konsumennya time. Sebab tinggi dan besarnya
maka akan ditinggalkan. aktivitas di media sosial tersebut
kerapkali memicu dan memacu
Karakteristik dari media sosial
ketegangan antar pengguna media
tersebutlah yang memungkinkan setiap
sosial, seperti facebook dan twitter.
orang dapat berbagi informasi pada
Ketegangan tersebut digerakkan oleh
khalayak atau pada siapa saja yang
kerja aktor yang dikenal sebagai
dikehendakinya. Dan setiap orang di
opinion maker di media sosial. Opinion
media sosial punya otoritas untuk
maker di media sosial berdiri sendiri
memilih dan membuat sendiri opini
akan tetapi mereka saling berhubungan
yang mereka inginkan. Di Indonesia,
antara satu dengan yang lainnya.
kemungkinan tersebut semakin lebih
Gagasan tentang opinion maker
leluasa karena didorong oleh iklim
mengacu pada konsep opinion leader
demokrasi yang membuat setiap orang
dalam teori Two-Step Flow
bebas menyampaikan opini dan
berpendapat di media sosial. Menurut Comunication diajukan oleh Ellihu Katz
dan Paul Lazarsfeld (Katz, 1957) untuk
Gordon (2017) Netizen dan media sosial
menggambarkan transfer informasi atau
dapat berperan sebagai agen sosial dan
pesan melalui dua tahap. Tahap
perubahan politik. Karakteristik media
pertama, informasi atau pesan yang
sosial yang spesifik dalam iklim
menyebar melalui media massa diterima
demokrasi yang bebas tersebut,
oleh seorang opinion leader yang
membuat aktivitas media sosial di
memiliki akses terhadap sumber
indonesia menjadi sangat dinamis.
infromasi atau pesan tersebut. Tahap
Tingginya aktivitas dalam media sosial
kedua, informasi atau pesan yang
tersebut bahkan dapat berdampak pada
diterima seorang opinion leader tersebut
pergerakan sosial dan perubahan politik
JURNAL SIGNAL Volume X, No. X, Juli 20XX, hlm X-XX| Ilmu Komunikasi – FISIP
Universitas Swadaya Gunung Jati
p-ISSN: 2580-1090, e-ISSN: 2337-4454 3
Website: http://jurnal.unswagati.ac.id/index.php/Signal
kemudian menyebar kepada berperan sebagai perantara dalam suatu
masyarakat. ikatan yang lemah dengan aktor lainnya.
Dalam pengertian yang lebih Walaupun lemah, namun mereka
luas konteks media sosial saat ini, intensif berhubungan di media sosial.
istilah opinion leader kemudian dapat Aktor sebagai perantara yang
dipahami sebagai orang yang memberi membuat aktivitas di media sosial
pengaruh atau mempengaruhi pengikut menjadi dinamis, yang mana hal itu
mereka (followers) terhadap suatu isu menstimulasi aktor lainnya. Saling
tertentu yang sedang viral di media stimulasi antar aktor dalam satu
sosial. Sebab berubahnya konteks kelompok kepentingan dengan aktor
tersebut, seorang opinion leader bukan lainnya yang melakukan hal serupa
lagi sebagai pihak yang menyampaikan pada kelompok yang berbeda pada titik
opini mereka karena memiliki akses tertentu dapat memicu perang siber
pada sejumlah sumber informasi, tetapi (cyberwar). Perang siber (cyberwar)
dapat beralih menjadi opinion maker. dapat dipahami sebagai suatu situasi
Konteks media sosial yang dinamis ini adanya proses penyangkalan,
memberi kemungkinan bagi siapapun pengrusakan, berbagai modifikasi
menjadi seseorang yang mendesain informasi dengan tujuan yang
opini yang diinginkannya. ditentukan si pengirim, seperti
Klien (dalam Porta, 2013) penyerangan, serangan balik,
menyebutkan potret media sosial seperti manipulasi, melalui berbagai cara yang
itu disebut sebagai ‘web like image’. mana hal itu dapat menggangu
Aktivitas di media sosial seperti jaring psikologis yang akan mempengaruhi
laba laba. Dalam jaringan tersebut ada pihak musuh dalam aspek infrastruktur
bagian inti (pusat jaringan) sebagai dan pengambilan keputusan. Selain itu
pusat dari seluruh aktivitas di media bisa juga dengan cara pengingkaran,
sosial. Pusat inti jaringan tersebut penipuan, penyangkalan, disinformasi,
dihubungkan oleh seorang aktor yang termasuk yang bersifat ancaman baik
berperan sebagai perantara (bridge). secara halus maupun kasar atas
Lalu aktor perantara ini informasi aktual yang telah disampaikan
menyebarkannya pada aktor jaringan oleh pihak pemerintah misalnya atau
yang lainnya. Borgatti dan Lopez- pihak lain yang relevan (Hutomo,
Kidwell (2011) menilai, Aktor yang 2016). Menurut Rid (2013) Perang siber
JURNAL SIGNAL Volume X, No. X, Juli 20XX, hlm X-XX| Ilmu Komunikasi – FISIP
Universitas Swadaya Gunung Jati
p-ISSN: 2580-1090, e-ISSN: 2337-4454 4
Website: http://jurnal.unswagati.ac.id/index.php/Signal
berbeda dengan perang konvensional, khalayak media sosial yang lazim
yang mana perang siber tidak disebut sebagai sebagai netizen
membutuhkan tempat (place), tetapi memiliki literasi dalam aktivitas mereka
membutuhkan ruang (space). di media sosial. Hal ini menjadi penting
Meski begitu, Menurut untuk diteliti agar perang status di
Lane(2003) perang informasi di media media sosial antara netizen tidak
sosial saat ini hanya terbatas pada terjerumus pada penyampaian berbagai
tingkat semantik. Mereka menyebutnya status ujaran kebencian.
“melibatkan keterlibatan dan pelemahan METODE PENELITIAN
norma-norma dan realitas diskursif dari Metode penelitian yang penulis
sistem secara keseluruhan”. Berbagai gunakan dalam membuat artikel ini
konten yang dibuat oleh aktor media yaitu secara riset kepustakaan (library
sosial sengaja diciptakan untuk research) dengan model analisis
menghancurkan wacana normatif dan induktif. Sumber data dan materi-materi
realitas sistem kekuasaan saat ini yang penulis butuhkan dalam
sebagai suatu kesatuan. Hal ini mirip mengerjakan hasil penelitian ini berasal
dengan pengertian US Army Field dari jurnal, ensiklopedia, E-Book, buku
Manual yang mendefinisikan perang dan lain sebagainya. Data yang
informasi sebagai tindakan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah
diambil untuk mencapai superioritas data yang bersifat kualitatif sebagai data
informasi, dengan mensikap informasi primer. Penulis akan lebih banyak
yang bermusuhan, proses berbasis mengarahkan analisis terhadap data
informasi dan sistem informasi, dan kualitatif karena berhubungan dengan
mempertahankan informasi yang aktivitas dan dinamika yang terjadi
dimiliki, proses–proses informasi dan dalam suatu lingkup kebudayaan
sistem-sistem informasi (Baklarz and virtual. Selain itu, penelitian ini juga
Fomo, 1999). menggunakan teknik studi dokumentasi
Dengan latar belakang, konteks dan literatur. Penggunaan dokumentasi
dan beberapa hasil kajian ini semata-mata untuk mendukung
mendorong penulis untuk membahas perolehan data yang berada dan tersebar
tentang perang siber di media sosial dan dalam realitas yang ada di media sosial.
pentingnya polarisasi netizen di Data dokumentasi yang dimaksud
Indonesia. Hal tersebut bertujuan agar dalam penelitian ini adalah mencari,
JURNAL SIGNAL Volume X, No. X, Juli 20XX, hlm X-XX| Ilmu Komunikasi – FISIP
Universitas Swadaya Gunung Jati
p-ISSN: 2580-1090, e-ISSN: 2337-4454 5
Website: http://jurnal.unswagati.ac.id/index.php/Signal
menemukan dan memeriksa kembali kelompok yang berlomba-lomba untuk
status di media sosial yang relevan dari memaksimalkan kepentingan mereka.
beberapa akun twitter netizen. Data ini Dalam relasi dan posisi tersebut, media
penting karena dokumentasi merupakan (baik media massa konvensional
sumber informasi yang lestari meskipun maupun media sosial) dapat berperan
ia tidak berlaku lagi, Selain itu, menjadi pembenutk opini publik.
dokumentasi tersebut merupakan bukti Sehingga dalam kehidupan media sosial
yang dapat dijadikan sebagai dasar saat ini, kekuatan daya tahan suatu
mempertahankan diri terhadap tuduhan negara dan politik sering diadu, diuji
atau kekeliruan interprestasi. Dan dan dipertentangkan di media sosial
dokumen merupakan sumber data yang oleh netizen (Fuchs and Trottier, 2015).
alami yang bukan hanya muncul dalam
Konteks demokrasi tersebut
konteksnya, tetapi juga menjelaskan
turut mempengaruhi masyarakat dalam
konteks itu sendiri.
menyampaikan pandangan mereka di
HASIL DAN PEMBAHASAN
media sosial, khususnya twitter dalam
Konsepsi demokrasi era digital menstimulasi kebencian. Dalam hal ini,
lahir dengan penguatan teknologi serta terdapat dua karakteristik kunci yang
minat masyarakat terhadap teknologi itu menentukan. Karakter tersebut adalah
sendiri. Masyarakat mulai terlena bentuk spesifik dari berbagai jenis
dengan teknologi sehingga media sosial. Pertama, setiap bentuk
memanfaatkan teknologi sebagai wadah spesifik tersebut memiliki kemampuan
dalam menuangkan aspirasi mereka. memobilisasi berbagai dukungan jika
(Fajriyah, n.d ,2019.)
digunakan sesuai karakter spesifiknya.
Dalam sistem demokrasi karena Twitter adalah jenis media sosial yang
penyelenggaraan negara bertumpu pada paling memberi pengaruh terhadap
partisipasi publik, maka pemerintah perubahan politik melalui pembentukan
pada dasarnya memiliki peran sebagai opini publik karena memiliki fitur tanda
wasit yang mengatur kehendak warga pagar (hastag). Hastag tersebut
negara. Kehadiran negara melalui memiliki tiga kekuatan sekaligus yaitu
pemerintah yang dibentuk berdasarkan melokalisir topik, memfokuskan topik
kehendak publik hanya mengatur dan memudahkan sistem pencarian
individu sebagai warga negara dan berbasis internet. Kedua, karena
JURNAL SIGNAL Volume X, No. X, Juli 20XX, hlm X-XX| Ilmu Komunikasi – FISIP
Universitas Swadaya Gunung Jati
p-ISSN: 2580-1090, e-ISSN: 2337-4454 6
Website: http://jurnal.unswagati.ac.id/index.php/Signal
berlangsung secara virtual dengan ujaran kebencian tersebut bisa
kapasitas kalimat yang terbatas, konten meningkat, masif, gencar dan terbuka
status dalam twitter memiliki menjadi perbincangan yang ekstrim.
kemampuan membangkitkan kemarahan Mengacu pada Pohjen dan Udupa
netizen. (2017), Berbagai ujaran kebencian yang
Kemarahan tersebut kemudian ekstrim dan tajam tidak hanya terjadi di
berubah menjadi kerumunan virtual. Indonesia saja, namun terjadi juga di
Kerumunan virtual tersebut dapat saling India dan Ethopia. Di Indonesia, hal ini
memicu dan mendorong ujaran disebabkan oleh masyarakat yang suka
kebencian di media sosial. Ujaran berkerumun, berkumpul dan bergunjing
kebencian (hate speech) merupakan membahas rumor atau isu tertentu
komunikasi dalam bentuk hasutan atau menjadi salah satu faktor ramainya
hinaan terhadap individu atau kelompok
dan menyangkut SARA
(Fajriyah, n.d, 2019.)
Menurut Wolfson (1997) Ujaran
kebencian (hate speech) merupakan
bentuk penghinaan, Neu (2009)
menjelaskan, Ujaran kebencian tidak
hanya sebagai penghinaan saja, akan
tetapi ujaran kebencian kerap digunakan
untuk menunjukkan superioritas dan
dominasi. Superioritas dan dominasi ini
tidak berhubungan langsung dengan
relasi mayoritas dan minoritas. Di
media sosial, kelompok mayoritas tidak aktivitas di media sosial seperti twitter.
serta merta menjadi superior dann Gambar 1
dominan terhadap minoritas. Di SIMPULAN
Indonesia, superioritas dan dominasi Isi dari simpulan hendaknya
melalui ujaran kebencian di media sosia merupakan jawaban atas pertanyaan dan
lebih memiliki relasi pada penguasaan tujuan penelitian. Simpulan dipaparkan
akses pada pusat kekuasaan dan dalam satu paragraf, bukan point-point,
wacana. Oleh karena itu, menjelang dan diungkapkan bukan dalam kalimat
pemilihan umum berbagai macam
JURNAL SIGNAL Volume X, No. X, Juli 20XX, hlm X-XX| Ilmu Komunikasi – FISIP
Universitas Swadaya Gunung Jati
p-ISSN: 2580-1090, e-ISSN: 2337-4454 7
Website: http://jurnal.unswagati.ac.id/index.php/Signal
statistik. Simpulan dilengkapi dengan Simmons, B. (2015, January 9). The
tale of two Flaccos. Diakses dari
satu paragraf saran hasil penelitian.
http://grantland.com/the-triangle/th
e-tale-of-two-flaccos/
JURNAL SIGNAL Volume X, No. X, Juli 20XX, hlm X-XX| Ilmu Komunikasi – FISIP
Universitas Swadaya Gunung Jati
p-ISSN: 2580-1090, e-ISSN: 2337-4454 8
Website: http://jurnal.unswagati.ac.id/index.php/Signal
Rosenberg, G. (1997, March 31).
Electronic discovery proves an
effective legal weapon. The New
York Times, p. D5.
Majalah Cetak
Tumulty, K. (2006, April). Should they
stay or should they
go? Time, 167(15), 3-40.
Majalah Online
Tumulty, K. (2006, April). Should they
stay or should they
go? Time, 167(15). Diakses
dari http://content.time.com/time/m
agazine/article/0,9171,1179361,00.
html
JURNAL SIGNAL Volume X, No. X, Juli 20XX, hlm X-XX| Ilmu Komunikasi – FISIP
Universitas Swadaya Gunung Jati
p-ISSN: 2580-1090, e-ISSN: 2337-4454 9
Website: http://jurnal.unswagati.ac.id/index.php/Signal