2
Pendidikan di sekolah maupun di keluarga sangatlah menentukan karakter
dan sikap dari seorang anak. Di sekolah guru akan mengajarkan ilmu yang dominan
pada teoritis. Sedangkan dirumah orangtua akan mengajarkan segala hal yang
dominan pada hal praktis. Maka dari itu, keseimbangan dari keduanya akan
menghasilkan sosok yang sehat secara fisik dan mental menuju manusia yang
berakhlakul karimah. Beranjak dari pendidikan yang telah diajarkan oleh orangtua
dan guru, terjadi sebuah fenomena yang tidak berbanding lurus dengan konsep
tersebut. pada saat ini tidak sedikit anak dan peserta didik yang mengalami
degradasi moral sehingga timbulnya beberapa masalah dilingkungan keluarga dan
masyarakat. Diantara masalah tersebut ialah terjadi bullying.
3
lingkungan di perkampungan tidak menjanjikan peserta didiknya terbiasa dengan
pengaplikasian akhlak terpuji maupun terjaga dari akhlak tercela. Hal ini terjadi
tentu karena berbagai faktor baik dari dalam maupun dari luar diri peserta didik itu
sendiri.
2. Pengertian Pembelajaran
Kata “pembelajaran” dipakai sebagai padanan kata dari bahasa inggris
instruction. Kata instruction mempunyai pengertian yang lebih luas dari
pada pengajaran, jika pengajaran ada dalam konteks guru-murid di kelas
(ruang) formal, pembelajaran, atau instruction mencakup pula kegiatan
belajar mengajar tidak dihadiri guru secara fisik, oleh karna itu dalam
instruction yang ditekankan adalah proses belajar, maka usaha-usaha yang
terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses
belajar mengajar dalam diri siswa kita sebut pembelajaran.
Menurut Andi Setiawan (2017:21), pembelajaran merupakan proses
perubahan yang disadari dan disengaja, mengacu adanya kegiatan sistemik
untuk berubah menjadi lebih baik dari seorang individu. Sedangkan menurut
Sudjana (2012: 28), pembelajaran merupakan usaha yang disengaja oleh
7
pendidik untuk memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan belajar.
Sedangkan menurut Komalasari (2013: 3), pembelajaran adalah suatu
sistem atau proses belajar mengajar dimana siswa dan guru dilaksanakan dan
dinilai secara sistematis sehingga pembelajaran dapat mencapai tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien. Pembelajaran adalah proses
pembelajaran yang ditentukan oleh guru untuk mengembangkan berpikir
kreatif, meningkatkan kemampuan berpikir siswa, dan meningkatkan
kemampuannya untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dalam meningkatkan
penguasaan mata pelajaran.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah kondisi dengan
situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar yang efektif
dan efesien ,bagi peserta didik atau siswa. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pembelajaran
4. Konsep Ahlak
Istilah akhlak sudah tidak jarang lagi terdengar di tengah kehidupan
masyarakat. Mungkin hampir semua orang sudah mengetahui arti kata akhlak
tersebut, karena perkataan akhlak selalu dikaitkan dengan tingkah laku
manusia. Akan tetapi agar lebih meyakinkan pembaca sehingga mudah untuk
dipahami maka kata akhlak perlu diartikan secara bahasa maupun istilah.
Dengan demikian, pemahaman terhadap akhlak akan lebih jelas
substansinya. Secara bahasa kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang sudah
di-Indonesiakan. Ia merupakan akhlaaq jama‟ dari khuluqun yang berarti
“perangai, tabiat, adat, dan sebagainya.1Kata akhlak ini mempunyai akar kata
yang sama dengan kata khaliq yang bermakna pencipta dan kata makhluq yang
artinya ciptaan, yang diciptakan, dari kata khalaqa, menciptakan. Dengan
demikian, kata khulq dan akhlak yang mengacu pada makna “penciptaan”
segala yang ada selain Tuhan yang termasuk di dalamnya kejadian manusia.
Sedangkan pengertian akhlak menurut istilah adalah kehendak jiwa
manusia yang menimbulkan suatu perbuatan dengan mudah karena kebiasaan
tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
8
Menurut Aminuddin mengutip pendapat Ibnu Maskawah (w. 421 H/
1030 M) yang memaparkan defenisi kata akhlak ialah kondisi jiwa yang
senantiasa mempengaruhi untuk bertingkahlaku tanpa pemikiran dan
pertimbangan.
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat dimengerti bahwa akhlak
adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih, sehingga
dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-
angankan terlebih dahulu. Dapat dipahami juga bahwa akhlak itu harus
tertanam kuat/tetap dalam jiwa dan melahirkan perbuatan yang selain benar
secara akal, juga harus benar secara syariat Islam yaitu al-Quran dan al-Hadits.
Adapun pembagian akhlak menurut Ulil Amri Syafri mengutip pendapat
Nashiruddin Abdullahyang menyatakan bahwa : secara garis besar dikenal dua
jenis akhlak; yaitu akhlaq al karimah (akhlak terpuji), akhlak yang baik dan
benar menurut syariat Islam, dan akhlaq al mazmumah (akhlak tercela), akhlak
yang tidak baik dan tidak benar menurut syariat Islam. Akhlak yang baik
dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik pula, demikian sebaliknya akhlak yang
buruk terlahir dari sifat yang buruk. Sedangkan yang dimaksud dengan akhlaq
al mazmumah adalah perbuatan atau perkataan yang mungkar, serta sikap dan
perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat Allah, baik itu perintah maupun
larangan_Nya, dan tidak sesuai dengan akal dan fitrah yang sehat.
Manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih, dalam keadaan
seperti ini manusia akan mudah menerima kebaikan dan keburukan. Karena
pada dasarnya manusia mempunyai potensi untuk menerima kebaikan atau
keburukan. Hal ini dijelaskan Allah dalam al-Quran surat Assyam, sebagai
berikut:
َاب َم ْن دَسَّاهَا َ س َّواهَا فَأ َ ْل َه َم َها فُ ُج
َ ورهَا َوت َ ْق َواهَاقَدْ أ َ ْفلَ َح َم ْن زَ َّكاهَا َوقَدْ خ َ َونَ ْف ٍس َو َما
9
orang yang membersihkan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya”.(91: 7-10)
Ayat tersebut mengindikasikan bahwa manusia mempunyai kesempatan
sama untuk membentuk akhlaknya, apakah dengan pembiasaan yang baik atau
dengan pembiasaan yang buruk.
5. Konsep Afirmasi Positif
a. Pengertian Afirmasi Positif
Afirmasi Positif berasal dari dua kata yaitu kata afirmasi dan
positif. Afirmasi sangat erat berkaitan dengan alam bawah sadar untuk
mengubah pemikiran. Menurut KBBI, afirmasi adalah penetapan positif,
peneguhan, dan penegasan. Afirmasi berupa pernyataan positif yang membantu
mengubah pemikiran seseorang. Pernyataan positif ini dapat mengubah
pemikiran dan menjauhkan dari keterbatasan. Afirmasi memang selalu identik
dengan positif atau kebaikan, dengan kata lain, akan cukup rancu bila ada
Afirmasi Negatif. Sebagian orang menganggap cukup menyebutkan Afirmasi
untuk mengungkapkan afirmasi positif.
Afirmasi adalah pernyataan pendek dan sederhana yang dilakukan terus
menerus dan berkali-kali yang dapat dilakukan sendiri atau oleh orang lain,
diucapkan dalam hati atau diucapkan keras-keras. Afirmasi dapat dilakukan
kapanpun dan dimanapun.
Teknik afirmasi dapat didefinisikan sebagai teknik yang dilakukan secara
sadar oleh individu untuk mengubah tingkah lakunya dengan cara mengucapkan
berulang-ulang kata-kata positif sebagai bentuk perintah kepada pikiran bawah
sadarnya untuk melakukan tingkah laku positif untuk mengganti atau merubah
tingkah laku negatifnya.
Pada saat melakukan afirmasi sesungguhnya individu sedang
mempengaruhi alam pikiran bawah sadarnya. Perlu diingat bahwa pikiran bawah
sadar hanya mampu menerima satu pikiran saja pada satu saat. Individu dapat
membuat satu harapan atau kepercayaan baru yang diinginkannya dengan
menggunakan afirmasi yang tepat. Untuk memperoleh hasil optimal dapat
10
melakukan afirmasi secara rutin dan terus menerus sampai seakan-akana telah
terjadi dalam hidup individu.
Manfaat teknik afirmasi adalah dapat dilakukan oleh siswa atau tiap
individu secara mandiri, lebih praktis karena tidak membutuhkan waktu yang
lama, individu atau siswa bebas menentukan kalimat positif yang diinginkannya
sebagai teknik afirmasi, dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun, serta teknik
afirmasi dapat merubah tingkah laku dan self concept sehingga mampu
mempengaruhi perubahan sikap yang lain seperti rasa percaya diri dan
keberanian.
Ada beberapa prinsip untuk berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar
yang perlu dilakukan saat afirmasi yaitu menentukan tingkah laku yang akan
dirubah, individu tidak perlu mempercayai afirmasinya, gunakan kata-kata
positif, dilakukan dengan penghayatan atau penjiwaan, lakukan terus menerus,
gunakan kata pribadi seperti aku dan saya, dan akan lebih efektif jika afirmasi
dilakukan dengan diiringi musik.
b. Cara-Cara Afirmasi dalam Pembelajaran
Beberapa cara yang biasanya dilakukan ketika afirmasi dalam
pembelajaran antara lain:
1) Kisah singkat, guru bisa menceritakan kisah singat tentang seseorang yang
menginspirasi, hal ini untuk memotivasi siswa dengan mengambil
pelajaran dari kisah singat itu.
2) Menjabarkan Quotes, pengggalan quote atau kata-kata bijak bisa
dijabarkan oleh guru dengan lebih mendetil, bisa pula dengan memberikan
contoh dalam pengaplikasiannya.
3) Mendengarkan Puisi, memperdengarkan atau membacakan sebuah puisi
juga bisa digunakan guru untuk memberikan afirmasi kepada siswa.
4) Mendengarkan lagu atau musik, penggunaan multimedia juga
diperkenankan dikelas sebagai sebuah afirmasi dan inspirasi untuk siswa.
5) Mengajak siswa untuk bercerita, mengajak untuk menceritakan
pengalaman yang inspiratif didepan teman-temannya juga bisa menjadi
11
afirmasi untuk siswa itu sendiri sekaligus dibubuhi dengan afirmasi dari
guru.
c. Kalimat Afirmasi
Dalam memberikan afirmasi, seorang guru bisa menekankan kata-kata
afirmasi dengan banyak cara. Beberapa kalimat afirmasi yang dapat digunakan
antara lain:
1) Aku anak baik
2) Aku sayang ayah dan ibuku
3) Aku sayang teman-temanku
4) Aku tidak akan membuat ayah, ibu dan teman-temanku sedih
5) Aku suka berbagi
6) Aku bisa belajar dari kesalahan
7) Aku memaafkan diri sendiri karena aku merasa aku tidak sempurna
8) Aku memiliki kendali untuk fikiran, perasaan dan pilihan
9) Aku memperlakukan orang yang lebih tua dengan hormat dan
menghargai orang lebih muda
10) Aku mampu untuk memberikan dampak positif untuk mereka
11) Aku memiliki sifat sabar, pemaaf, dan berjiwa besar
Hal yang terpenting dalam melakukan afirmasi adalah kondisi psikis dan
kondisi hati dari pemberi afirmasi itu sendiri, jangan sampai tujuannya
memberikan afirmasi tapi kondisi guru tidak tenang, sedang emosi dengan
masalah diluar kelas atau sedang emosi terhadap keadaan tertentu. Menenangkan
diri terlebih dahulu akan menjadi lebih baik daripada saat emosi berusaha untuk
memberikan afirmasi, keadaan akan semakin berat apabila ternyata siswa justru
seolah menolak afirmasi itu.
4. Konsep Perundungan (Bullying)
a. Pengertian Bulyying
Bullying berasal dari kata ”bully” yang artinya penggertak atau orang
yang mengganggu orang lain yang lemah. Bullying secara umum juga diartikan
sebagai perploncoan, penindasan, pengucilan, pemalakan, dan sebaginya.
Definisi bullying sendiri, menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak adalah
12
kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang
atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri.
Bullying dilakukan dalam situasi dimana ada hasrat untuk melukai, menakuti,
atau membuat orang lain merasa tertekan, trauma, depresi, dan tak berdaya.
Bullying menurut Olweus (1999) adalah suatu perilaku negatif yang
dilakukan secara berulang-ulang dan bermaksud menyebabkan
ketidaksenangan atau menyakitkan yang dilakukan oleh orang lain (satu atau
beberapa orang) secara langsung terhadap seseorang yang tidak mampu
melawannya. Dan definisi tersebut dapat diketahui bahwa karakteristik dari
perilaku bullying adalah dilakukan secara berulang-ulang, dengan tujuan untuk
untuk menyakiti, dan ada pihak yang lemah dan yang kuat.
Menurut Siswati dan Widayanti (2009) perilaku bullying merupakan
salah satu bentuk dari perilaku agresi. Seperti ejekan, hinaan, dan ancaman
seringkali merupakan sebagai suatu pancingan yang dapat mengarah ke agresi.
Berdasarkan pemaparan para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa
bullying adalah perilaku negatif yang dilakukan secara berulang-ulang oleh
seorang atau lebih terhadap korban. baik secara fisik, verbal, sosial maupun
cyberbullying yang berdampak pada korban baik secara psikologis maupun di
kehidupan pribadinya kini dan mendatang.
b. Jenis-jenis Bullying
Menurut Riauskina, perilaku bullying dikelompokkan ke dalam lima
bentuk, yaitu sebagai berikut:
1) Bentuk bullying dalam kontak fisik langsung, yaitu memukul, mendorong,
menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan,
mencubit, mencakar, termasuk memeras, dan merusak barang-barang
milik orang lain.
2) Bentuk bullying dalam kontak verbal langsung, yaitu mengancam,
mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan,
merendahkan, mencela atau mengejek, memaki, dan menyebarkan gosip.
13
3) Bentuk bullying dalam perilaku non verbal langsung, yaitu melihat dengan
sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan,
dan mengejek.
4) Perilaku bullying non verbal tidak langsung, yaitu mendiamkan seseorang,
memanipulasi persahabatan hingga pecah, mengucilkan, dan mengabaikan
seseorang. Pelecehan seksual, yaitu kadang dikategorikan sebagai perilaku
agresif fisik atau verbal.
c. Bullying Pada Peserta Didik
Masalah bullying sebenarnya bukan wacana yang baru dan merupakan
masalah yang semakin parah, setiap tahunnya selalu ada kasus-kasus anak yang
berperilaku menyimpang yang dilakukan dengan cara sengaja dengan niat untuk
mengintimidasi seseorang yang lebih lemah secara berulang-ulang.
Bullying dapat terjadi dimana saja, baik di sekolah swasta yang mahal
sampai sekolah negeri yang gratis, disekolah sekuler maupun sekolah agama, di
sekolah berkurikulum nasional juga yang berkurikulum internasional, di
sekolah bermurid homogen atau heterogen, di sekolah yang sudah lama berdiri
sampai di sekolah “baru” bahkan belum mempunyai lulusan. Jenis sekolah tidak
membuatnya bebas dari perilaku bullying. Anak-anak berfikir bahwa bullying
ialah suatu hal yang sudah biasa mereka lakukan dengan sikap agresif antar
siswa, tanpa mereka sadari bahwa yang dilakukan tersebut merupakan perilaku
bullying, padahal dampak dari bullying sangat berbahaya untuk korbannya.
d. Gejala-gejala Dampak Bullying
Permasalahan apapun pasti memiliki dampak bagi pelaku ataupun
korban begitu pula dampak bullying bagi siswa di sekolah. Oleh karena itu
gejala-gejala dampak bullying perlu diketahui guru ketika di sekolah yang
diantaranya yaitu, mengurung diri (school phobia), menangis, minta pindah
sekolah, konsentrasi anak berkurang, prestasi belajar menurun, tidak mau
bermain/bersosialisasi, suka membawa barang-barang tertentu (sesuai yang
diminta “bully”), anak jadi penakut, marah-marah, gelisah, menangis,
berbohong, melakukan perilaku bullying terhadap orang lain, memar, tidak
bersemangat, menjadi pendiam, mudah sensitif, menjadi rendah diri,
14
menyendiri, menjadi kasar dan dendam, ngompol, berkeringat dingin, tidak
percaya diri, mudah cemas, cengeng (untuk yang masih kecil), mimpi buruk,
dan mudah tersinggung.
e. Ciri-Ciri Pelaku Bullying
Pelaku bullying tidak hanya didominasi oleh anak yang berbadan besar
dan kuat, anak bertubuh kecil maupun sedang yang memiliki dominasi yang
besar secara psikologis dikalangan teman-temannya juga dapat menjadi pelaku
bullying. Alasan yang paling jelas mengapa seseorang menjadi pelaku bullying
adalah bahwa pelaku bullying merasakan kepuasan apabila ia “berkuasa” di
kalangan teman sebayanya. Ciri-ciri pelaku bullying, pelaku umumnya
memiliki kekuasaan diantara teman-temannya sehingga korban tidak berani
untuk melawan atau menghindar, kebanyakan pelaku adalah korban bullying
atau kekerasan dirumah. Pola perilaku dirumah ditransformasikan dalam
perilaku di sekolah.
Pelaku bullying melakukan modeling terhadap perilaku yang dilakukan
orang tua yang telah diterimanya. Pelaku bullying memiliki kepedulian yang
rendah terhadap teman-temannya, sehingga pelaku bullying tidak peka dengan
penderitaan yang dialami korban. Perilaku bullying memiliki berbagai ciri
diantaranya yaitu hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa di
sekolah, menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah atau sekitarnya,
merupakan tokoh populer di sekolah, gerak geriknya seringkali dapat ditandai:
Sering berjalan di depan, Sengaja menabrak, Berkata kasar, Menyepelekan atau
melecehkan.
f. Ciri-ciri Korban Bullying
Korban bullying memiliki ciri-ciri yaitu pemalu, pendiam, penyendiri,
bodoh atau dungu, mendadak menjadi penyendiri atau pendiam, sering tidak
masuk sekolah oleh alasan tak jelas, berperilaku aneh atau idak bisa (takut,
marah tanpa sebab, mencoret-coret dan sebagainya.
g. Faktor-Faktor Bullying
Menurut Ariesto bullying terjadi karena terdapat beberapa faktor yaitu:
1) Faktor Keluarga
15
Pelaku bullying yang berasal dari keluarga yang penuh masalah yaitu
orang tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, orang
tua yang bercerai, pola asuh yang lemah atau terlalu ketat, situasi rumah
yang penuh stress, agresi, serta permusuhan. Anak akan mempelajari
perilaku bullying ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada
orang tua mereka, dan kemudian menirukannya terhadap teman-
temannya. Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari lingkungan
terhadap perilaku coba-cobanya itu, maka ia akan belajar bahwa
“mereka yang memiliki kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku
agresif dan perilaku agresif itu dapat meningkatkan status dan
kekuasaan seseorang”.
2) Faktor Sekolah
Pihak sekolah yang sering mengabaikan terjadinya perilaku bullying
akibatnya, anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan
penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi
terhadap anak-anak yang lain. Bullying berkembang dengan pesat
dalam lingkungan sekolah sering memberikan masukan negatif pada
siswanya, misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga
tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama
anggota sekolah.
3) Faktor Teman Sebaya
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di
lingkungan sekitar rumah, maka terdorong untuk melakukan bullying.
Beberapa anak melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan
bahwa meraka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka
sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.
4) Faktor Lingkungan Sosial
Kondisi lingkungan sosial dapat menjadi penyebab terjadinya perilaku
bullying, salah satunya adalah kemiskinan. Mereka yang hidup dalam
kemiskinan akan berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidupnya,
16
sehingga tidak heran lagi jika dilingkungan sekolah sering terjadi
pemalakan antar siswa.
5) Tayangan Televisi dan Gadget
Tayangan televise atau gadget membentuk pola perilaku bullying dari
segi tayangan yang mereka tampilkan. Hasil survei yang telah
dilakukan Saripah memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan-
adegan film yang mereka tonton, umumnya mereka meniru gerakannya
64% serta kata-katanya 43%.
h. Penyebab Perilaku Bullying di Sekolah
Permasalahan dalam dunia pendidikan tidaklah sedikit sehingga sebagai
seorang pendidik harus mampu mengklarifikasi permasalahan yang ada,
khususnya pada perilaku bullying di sekolah. Sehingga guru harus mengetahui
penyebab perilaku bullying di sekolah diantaranya yaitu, lingkungan sekolah
yang kurang baik, senioritas tidak pernah diselesaikan, guru memberikan
contoh kurang baik pada siswa, ketidak harmonisan di rumah dan karakter anak.
i. Tindakan Untuk Mengatasi Perilaku Bullying di Sekolah
Dalam mengatasi perilaku bullying pihak sekolah harus mampu
mengurangi atau meniadakan tindakan bullying (baik yang dipengaruhi atau
dilakukan oleh siswa, guru atau orang tua dan melihat kembali sistem
pendidikan dan sosialisasi sekolah serta menyelenggarakan jaringan komunitas
sekolah yang efektif.
j. Cara Menangani Pelaku Bullying
Sebagai seorang guru hadapilah pelaku bullying dengan sabar dan jangan
menyudutkannya dengan pertanyaan yang interogatif. Peliharalah harga dirinya,
perlakukan ia dengan penuh hormat, dan tanyakan mengenai apa yang ia lakukan
pada anak lain. Jika ia mengelak atau membantah, tetaplah tenang dan katakana
bahwa kita mengetahui secara pasti ia telah melakukan bullying karena kita
melihatnya sendiri atau karena ada orang dewasa lain yang melaporkannya pada
kita atau karena saksi lain yang kita anggap dapat dipertanggung jawabkan
pelapornya. Jangan pernah menyebut nama korban atau anak lain sebagai
pelapor meskipun memang merekalah sumber informasi kita.
17
Guru mengajak sang pelaku bullying untuk merasakan perasaan sang
korban saat menerima perlakuan bullying, tumbuhkan empatinya. Angkatlah
kelebihan atau bakat sang pelaku bullying dibidang yang positif yang kita
ketahui, ushakan untuk mengalihkan energinya pada bidang yang positif. Kita
mungkin bisa pelan-pelan mengajak sang pelaku bullying membantu korban
bullying mengatasi kelemahan dan kekurangannya. Ini bisa menjadi jalan untuk
memperdayakannya dan meningkatkan kepercayaan dirinya.
Proses ini mungkin tidak terjadi sekali dan harus dilakukan terus
menerus. Lakukanlah secara konsisten. Pelaku bullying seperti halnnya anak-
anak lain, memerlukan perhatian dan kepercayaan orang dewasa bahwa ia pun
bisa menjadi seseorang yang bersikap, berperilaku dan bahkan berprestasi di
bidang positif.
18
Kerangka Berpikir/Kajian teoritik
Harapan : Kenyataanya :
Peserta didik mampu Rendahnya akhlak
menerapkan atau peserta didik yang
mengimplementasikan diakibatkan oleh
pembelajaran akhlak beberapa faktor salah
dalam kehidupan satunya penggunaan
sehari-hari salah gadget media social
satunya di sekolah yang terlalu berlebihan
dengan mengamalkan serta faktor keluarga,
nilai-nilai agama dan lingkungan sekolah,
moral yaitu akhlak lingungan teman
islami untuk mencegah sebaya dll.
perilaku perundungan Masalah :
bulyying
Terjadinya
Perundungan
(Bulyying) di
Dampak : sekolah Penyebab :
memicu lingkungan sekolah
timbulnya yang kurang baik,
gangguan emosi, Solusi : senioritas tidak
masalah mental, pernah diselesaikan,
Melakukan penerapan
gangguan tidur,
pembiasaan melalui guru memberikan
penurunan
afirmasi positif oleh contoh kurang baik
prestasi, dan lain
guru maupun siswa pada siswa, ketidak
sebagainya.
Salah satu teknik harmonisan di
pemberian afirmasi rumah dan karakter
dapat menggunakan
anak,penggunaan
kalimat positif, pujian,
gadget media social
apresiasi, atau hadiah
visual sederhana berlebihan yang
bisa meniru
perbuatan yang
buruk
Hasil :
19 Tidak berhasil
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan jenis
kualitatif yaitu penelitian yang sistematis yang digunakan untuk mengkaji
atau meneliti suatu objek pada latar alamiah tanpa ada manipulasi di
dalamnya dan tanpa ada pengujian hipotesis, dengan metode-metode yang
alamiah ketika hasil penelitian yang diharapkan bukanlah generalisasi
berdasarkan ukuran-ukuran kuantitas, namun makna (segi kualitas) dari
fenomena yang diamati. Disebut kualitatif karena sifat-sifat data yang
dikumpulkan berupa data narasi dan tidak menggunakan alat ukur data
kuantitatif.
Penelitian kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang
mendalam, suatu data yang mengandung data sebenarnya, data yang pasti
yang merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak. Penelitian ini
menggunakan kata-kata dan rangkaian kalimat, bukan merupakan deretan
angka atau statistik. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan implementasi
pembelajaran ahlak melalui afirmasi positif dalam upaya mencegah
perundungan (bullying) pada siswa di sekolah.
2. Sumber Data Penelitian
Sumber data Menurut Lofland (dalam Moleong, 2013: 157) “Sumber
data dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya
adalah tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. Sumber data akan diambil
dari dokumen, hasil wawancara, catatan lapangan dan hasi dari observasi.
Dalam penelitian ini, sumber data dibagi menjadi dua yaitu data primer dan
data sekunder
a. Sumber data primer adalah sumber data yang langsung dari informan atau
narasumber seperti: kepala madrasah, guru pembimbing (wali kelas), dan
siswa. Data primer ini diperoleh untuk memperoleh data atau informasi
terkait dengan pelaksanaan atau implementasi, faktor pendukung dan
penghambat implementasi pembelajaran akhlak melalui afirmasi positif
dalam mencegah perilaku bulyying siswa kelas IV.
20
b. Sumber data sekunder adalah data pelengkap seperti: sarana prasarana
serta kondisi rill yang ada di lokasi penelitian.
3. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di DTA Nurul Khoer. Madrasah
ini merupakan salah satu lembaga pendidikan nonformal yang terletak di
kampung Cipetir, desa Cipetir, Kecamatan Cibeber, kabupaten Cianjur.
Peneliti memilih lokasi ini karena peneliti mengajar di madrasah tersebut dan
menemukan sebuah permasalahan dan ingin mengkaji meneliti lebih dalam
mengenai permasalahan tersebut serta lokasi penelitian dekat dengan rumah.
21
peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara
yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan
ditanyakan.
Dari jenis interview diatas, penulis menggunakan wawancara tidak
terstruktur, artinya bahwa penginterview memberikan kebebasan kepada
orang yang interview untuk memberikan tanggapan atau jawaban sendiri.
Penulis menggunakan cara ini karena untuk mendapatkan data yang relevan
dan juga tidak menginginkan adanya kekakuan antara penulis sebagai
penginterview dengan orang yang diinterview. Dalam pelaksanaannya
penulis akan mewawancarai kepala sekolah dan juga guru untuk
mendapatkan data tentang implementasi pembelajaran ahlak melalui
afirmasi positif dalam mencegah perundungan (bullying) pada siswa kelas
IV DTA Nurul Khoer Cibeber Cianjur.
b. Observasi
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen,
22
rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.
Metode dokumentasi ini penulis gunakan sebagai metode
pendukung untuk melengkapi data-data yang diperoleh. Adapun dokumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis tentang
implementasi pembelajaran ahlak melalui afirmasi positif dalam mencegah
perundungan (bullying) pada siswa kelas IV DTA Nurul Khoer Cibeber
Cianjur.
5. Teknik Analisis Data
Menganalisis data sangat diperlukan dalam penelitian ini agar
memperoleh hasil penelitian yang dapat digunakan sabagai hasil penelitian.
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, data dokumentasi dengan
cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-
unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting
dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami
oleh diri sendiri maupun orang lain.”
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwasannya analisa data
kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisa berdasarkan data yang
diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi
hipotesis. Untuk menganalisis data yang diperoleh dalam penelitian, terlebih
dahulu diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti menerangkan, memilih hal-hal
pokok,memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan membuang
yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti
mengumpulkan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.
Jadi reduksi data merupakan proses penyederhanaan dan
pengkategorian data. Proses ini merupakan upaya penemuan tema-tema,
konsep-konsep dan berbagai gambaran mengenai data-data, baik mengenai
data-data, baik gambaran mengenai hal-hal yang serupa maupun yang
23
bertentangan. Reduksi data merupakan berpikir intesif yang memerlukan
kecerdasan dan keluasaan dan kedalaman wawasan yang tinggi.
Dengan demikian dapat dipahami dalam penyajian data ini akan
dianalisis data yang bersifat deskriktif kualitatif yaitu dengan menguraikan
seluruh konsep yang ada hubungannya dengan pembahasan penelitian.
Oleh karena itu semua data-data dilapangan yang berupa dokumen hasil
wawancara, dokumen hasil observasi dan lain sebagainya, akan
menganalisis sehinggan dapat memunculkan deskripsi tentang
implementasi pembelajaran ahlak melalui afirmasi positif dalam mencegah
perundungan (bullying) pada siswa kelas IV DTA Nurul Khoer Cibeber
Cianjur.
b. Data Display (penyajian data)
Dalam penelitian kualitatif setelah data direduksi, maka langkah
selanjutnya adalah mendisplay data. Proses ini dilakukan untuk
mempermudah peneliti dalam mengkonstruksi data kedalam sebuah
gambaran sosial yang utuh, selalin itu untuk memeriksa sampai mana
kelengkapan data yang tersedia. Selanjutnya dalam mendisplaykan data
selain dengan teks naratif, juga dapat berupa grafik, matrik, network, dan
chart. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi merencanakan kerja selanjutnya berdasaran
apa yang telah difahami tersebut.
c. Verifikasi (penarikan kesimpulan)
Langkah ketiga dalam analisa data kualitatif menurut Milles
Hubberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan
dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan yang baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Kesimpulan awal yang di kemukakanmasih
bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-buktiyang kuat
yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Dalam menganalisis data hasil penelitian ini, penulis menggunakan
cara analisis deskriptif kualitatif. Setelah data terkumpul dengan lengkap
dari lapangan, perlu mengadakan penelitian sedemikian rupa untuk
24
mendapatkan suatu kesimpulan yang berguna menjawab persoalan-
persoalan yang diajukan dalam penelitian.
Setelah data diperoleh, baik hasil penelitian kepustakaan maupun
hasil penelitian lapangan, maka data itu diolah kemudian dianalisis,
sehingga menghasilkan kesimpulan akhir. Dalam pengolahan data yang
diolah adalah hal-hal yang tercantum dan terekam dalam catatan lapangan
hasil wawancara atau pengamatan. Hal tersebut dikarenakan dalam
penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, jadi data yang dihasilkan
berupa kata-kata, kalimat, gambar atau simbol.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini adalah terdiri dari :
1. BAB I Pendahuluan
2. BAB II Kajian Pustaka
3. BAB III Metodologi Penelitian
4. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
5. BAB V Penutup
6. Daftar Pustaka
25
DAFTAR PUSTAKA
Arya Lutfi, Melawan Bullying, Mojokerto: CV. Sepilar Publishing House Anggota
IKAPI, 2018. Asiah Nur, “Analisis Kemampuan Praktik Strategi
Pembelajaran Aktif (Active Learning) Mahasiswa PGMI Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan IAIN Raden Intan Lampung”, Jurnal Terampil Vol. 4 No. 1,
Juni 2017.
Astuti Retno Ponny, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan
pada Anak, Jakarta: PT. Grasindo, anggota IKAPI, 2018.
Busyairi. A, Alawiyah Mafidatul, “Peran Guru Dan Lingkungan Sosial Terhadap
Tindakan Bullying Siswa Sekolah Dasar” Joyful Learning Journal Vol. 7
No. 2, Juni 2018.
Chakrawati Fitria, Bullying Siapa Takut?, Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2015.
Daryanto dan Suryatri Darmiatun. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah.
Yogyakarta: Gava Media, 2013.
Irwansyah, Tati Riang Dewi Andi, Nurhaedah, “Strategi Guru dalam Mengatasi
School Bullying Siswa di Sekolah Dasar”, Jurnal Publikasi Pendidikan Vol.
10 No. 1, Februari 2020
Rusman. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.
2016.
Sapitri, Widya Ayu. 2020. Cegah dan Stop Bullying Sejak Dini. Semarang :
Guepedia.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D, Cet1. Bandung:
Alfabeta, 2019.
Ulfa, Ardila. 2018. Perilaku Bullying Siswa dan Upaya Guru PAI dalam
Mengatasinya (Studi Kasus SMP N 01 Tropos),Skripsi (Bengkulu : IAIN
Curup).
Ustman, Faqih. 2019. Upaya Guru Aqidah Akhlak Dalam Mengantisipasi
Perilaku Bullying di MI Al Islam Giwangan Yogyakarta, Skripsi
(Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga)
26