Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL PENELITIAN

“Fenomena Toxic Parents Dalam Keluarga (Studi di Kecamatan Cileles,


Kabupaten Banten)”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian Kualitatif

Dosen Pengampu: Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si

Disusun Oleh:

Bintang Anugrah 11210520000030

5B

BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas anugerah dan kasih sayang-
Nya, yang memungkinkan penulis menyelesaikan tugas proposal ini yang berjudul
"Fenomena Toxic Parents Dalam Keluarga". Doa serta salam penulis haturkan kepada
junjungan kita, Nabi Muhammad SAW. Semoga kami semua mendapatkan syafa'at beliau
di akhirat nanti.

Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang terlibat
dalam penyelesaian tugas proposal ini, terutama kepada Ibu Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si.
sebagai Dosen pembimbing dalam mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif yang telah
memberikan arahan dan panduan sehingga penulis berhasil menyelesaikan tugas proposal
ini. Harapannya, isi tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, pendengar, dan
pembaca. Aamiin.

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................I


DAFTAR ISI.....................................................................................................................................II
PENDAHULUAN ............................................................................................................................1
A. Latar Belakang ......................................................................................................................1
B. Pembatasan Masalah .............................................................................................................3
C. Perumusan Masalah ...............................................................................................................3
D. Tujuan Penelitian ...................................................................................................................3
E. Manfaat Penelitian .................................................................................................................4
KAJIAN TEORI ...............................................................................................................................5
A. Deskripsi Teoretik .................................................................................................................5
1. Toxic Parents .....................................................................................................................5
2. Keluarga ..........................................................................................................................11
B. Hasil Penelitian Relevan......................................................................................................15
METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................................................18
A. Paradigma Penelitian ...........................................................................................................18
B. Pendekatan Penelitian ..........................................................................................................18
C. Subyek dan Obyek penelitian ..............................................................................................18
D. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................................................18
E. Teknik Analisis Data ...........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................................20

II
III
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga merupakan lembaga sosial yang memiliki peran sentral dalam
membentuk karakter dan perkembangan individu. Di dalam lingkungan keluarga,
anak-anak memperoleh pengalaman pertama mereka dalam berinteraksi sosial,
mengembangkan nilai-nilai, dan membangun fondasi kesehatan mental yang kokoh.
Namun, sayangnya, tidak semua pengalaman dalam keluarga bersifat positif.
Fenomena toxic parents atau perilaku orang tua yang bersifat merugikan dan dapat
membahayakan kesehatan mental anak, muncul sebagai tantangan serius di tengah
masyarakat, termasuk di Kecamatan Cileles.
Toxic parenting merujuk pada praktik pengasuhan yang tidak tepat, yang
berpotensi menghasilkan dampak negatif pada anak. Orang tua yang tergolong
sebagai Toxic Parents diartikan sebagai mereka yang tidak mampu memperlakukan
anak-anak mereka sesuai dengan kebutuhan yang seharusnya. Mereka enggan untuk
menghormati, berkomitmen, dan memberikan perlakuan yang baik kepada anak-
anak mereka. Toxic Parents cenderung merasa selalu benar dan fokus hanya pada
keinginan mereka sendiri, tanpa peduli terhadap kebutuhan dan keinginan anak.
Mereka mungkin menerapkan berbagai tindakan dan hukuman jika anak-anak
mereka tidak mematuhi perintah mereka, tanpa mempertimbangkan konsekuensi
yang mungkin timbul bagi masa depan anak.
Orang tua dengan pola asuh yang tidak sehat dapat melakukan tindakan kasar
terhadap anak, baik itu dalam bentuk kekerasan fisik maupun kekerasan psikis.
Kekerasan fisik melibatkan perilaku yang menyebabkan rasa sakit, seperti mencubit,
mendorong, dan memukul. Sementara itu, kekerasan psikis melibatkan tindakan
kekerasan yang dilakukan melalui bahasa tubuh, seperti menghina, merendahkan,
dan mempermalukan anak.
Anak dianggap sebagai amanah yang diberikan kepada kedua orang tuanya.
Oleh karena itu, kedua orang tua memiliki tanggung jawab yang besar terhadap
amanah tersebut. Prinsip ini juga tercermin dalam ajaran Islam, di mana keluarga
atau orang tua dianggap memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan anak.
Fungsi utama keluarga, menurut ajaran Islam, adalah memberikan segala kebutuhan
anak secara menyeluruh.

1
Dalam konteks ajaran Islam, Allah mengharuskan setiap manusia untuk
berbakti kepada orang tua. Namun, kewajiban ini juga diiringi dengan tanggung
jawab orang tua untuk berbuat baik, menghargai, dan mendidik anak dengan sebaik
mungkin. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar anak terhindar dari kesesatan dan
dapat tumbuh menjadi individu yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat.
Sehingga, dalam ajaran Islam, peran orang tua bukan hanya sebagai penerima
berbakti, tetapi juga sebagai pelaku kebaikan dan pendidikan yang optimal terhadap
anak. Seperti yang dijelaskan pada Q.S At-Tahrim ayat 6 yaitu:
ٰۤ
ٓ‫ّللآ َما‬
َ ٰ َٓ‫ص ْون‬ ُ ‫علَ ْي َها َمل ِٕىك َٓة غ ََِلظٓ ِشدَادٓ َّلٓ َي ْع‬ َ ‫اس َوا ْلحِ َج‬
َ ُ ‫ار ٓة‬ ُٓ َ‫َارا َوقُ ْودُهَا الن‬ َ ُ‫ياَيُّ َها الَ ِذيْنَٓ ا َمنُ ْوا قُ ْوا ا َ ْنف‬
ً ‫سكُ ْمٓ َوا َ ْه ِل ْيكُ ْمٓ ن‬
َٓ‫ا َ َم َرهُ ْٓم َويَ ْفعَلُ ْونَٓ َما يُؤْ َم ُر ْون‬
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka” [At-Tahrim:6]1
Pada dasarnya setiap orang tua diberikan tanggung jawab untuk menjalankan hak
dan kewajibannya kepada anak karena hal tersebut termasuk pada bagian dari
menunaikan amanah Allah SWT.
Ayat di atas menjelaskan mengenai amanat yang telah diberikan Allah
kepada orang tua untuk menjaga anak dari kesesatan dan perilaku tidak baik serta
Allah memberikan larangan untuk mengkhianati amanat yang telah dipercayakan
Berdasarkan data yang diperoleh dari SIMFONI, pada 1 januari 2023 hingga
26 September 2023, terdapat sejumlah 14.845 kasus kekerasan ynag melibatkan
anak, yang bilamana dijabarkan adanya 3.449 kasus kekerasan yang terdapat pada
fisik, 3.752 kasus kasus kekerasan yang dilakukan secara psikis, dan 8.995 kasus
kekerasan secara seksual. Kasus kekerasan yang sudah dijabarkan terjadi hanya
dalam kurun waktu kurang lebih 11 bulan dan mendapatkan angka yang sangat
tinggi.2
Fenomena toxic parents tentu saja berpotensi merugikan anak, tidak hanya
dari segi kesehatan mental atau psikis, tetapi juga dapat berakibat fatal hingga
menyebabkan kematian pada anak. Banyak orang tua dengan perilaku toksik yang,
akibat frustrasi terhadap kesalahan anak, bisa tergelap mata dan melakukan tindakan

1
Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Jakarta Timur: PT Surya Prisma Energi, n.d.).
2
KEMENPPA https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan diakses pada 20 September 2023 pada
pukul 10.30

2
marah, penghinaan, hingga kekerasan fisik, bahkan membunuh anak mereka.
Menurut Forward (1990), dampak dari fenomena toxic parents ini sangat bervariasi,
termasuk rasa takut terhadap perlakuan kasar dan ketidakpedulian dari orang
terdekat, kesulitan mengenali diri sendiri dan menyadari perasaan, sering merasa
marah tanpa alasan yang jelas, memiliki kecenderungan ingin segalanya menjadi
sempurna, sering merasa cemas dan sulit untuk rileks dan menikmati waktu. Anak
yang menjadi korban perilaku toxic parents cenderung menutup diri dari interaksi
sosial, menyimpan segala masalah dan pengalaman pahitnya sendirian. Hal ini dapat
menyebabkan anak kehilangan kepercayaan pada orang-orang di sekitarnya, bahkan
menghilangkan rasa saling ketergantungan dengan orang lain. Dalam banyak kasus,
anak yang mengalami dampak toxic parents akan mengalami ketakutan yang
mendalam terhadap orang-orang di sekitarnya dan kehilangan kebutuhan untuk
berhubungan dengan orang lain.

Dari permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai


“Fenomena Toxic Parents dalam Keluarga (Studi di Kecamatan Cileles,
Kabupaten Lebak)”.

B. Pembatasan Masalah
Penelitian ini akan difokuskan pada identifikasi dan pemahaman mengenai
fenomena toxic parents dalam keluarga di Kecamatan Cileles, Kabupaten Banten.
Penelitian ini tidak akan membahas aspek hukum terkait kasus-kasus kekerasan anak
yang melibatkan perilaku toxic parents. Selain itu, penelitian ini juga tidak akan
membahas aspek medis terkait dampak kesehatan fisik dari perilaku toxic parents.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan beberapa informasi yang telah disajikan, maka dapat dirumuskan
masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang terjadinya toxic parents dalam keluarga di Kecamatan
Cileles?
2. Bagaimana pengasuhan toxic parents dalam keluarga di Kecamatan cileles?
D. Tujuan Penelitian
Dari pemaparan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan
penelitianٓ denganٓ judulٓ “Fenomenaٓ Toxic Parents dalam Keluarga (Studi di
Kecamatan Cileles, Kabupaten Lebak)”ٓadalahٓsebagaiٓberikut:

3
1. Untuk memahami latar belakang terjadinya toxic parents dalam keluarga di
kecamatan Cileles
2. Untuk mengetahui pengasuhan toxic parents dalam keluarga di kecamatan
Cieleles
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis:
Penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam literatur ilmiah dengan
menyediakan referensi tambahan mengenai fenomena toxic parents dalam
keluarga, sehingga dapat menjadi sumber rujukan bagi peneliti lain yang
tertarik pada topik serupa.
2. Manfaat Praktis:
a) Bagi Peneliti Sendiri:
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan bagi
peneliti sendiri terkait fenomena toxic parents dalam keluarga
b) Bagi Orang Tua:
1) Meningkatkan pemahaman orang tua terkait penerapan pola
asuh yang tepat.
2) Mendorong terciptanya keharmonisan antara orang tua dan
anak.
c) Bagi Masyarakat:
1) Memperluas pengetahuan masyarakat mengenai
implementasi pola asuh yang baik untuk anak.
2) Mendorong terciptanya keharmonisan dalam hubungan antara
orang tua dan anak di masyarakat.

4
KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teoretik

1. Toxic Parents
a. Definisi Parenting
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola asuh atau gaya pengasuhan
merupakan strategi yang diimplementasikan melalui berbagai tindakan untuk
melindungi, mendidik, merawat, dan membimbing anak-anak sehingga dapat
mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan tahapan yang sesuai.
3
Dari segi etimologi, kata "pengasuhan" berasal dari kata "asuh" yang merujuk pada
pengelolaan dan bimbingan, sehingga "pengasuh" dapat diartikan sebagai individu
yang menjalankan tanggung jawab untuk mengelola, memimpin, dan membimbing.
Pengertian dari kata "pengasuhan" di sini adalah proses merawat dan membimbing
perkembangan seorang anak.
Menurut Amal dalam Mutia Sari, pola asuh mencakup cara orang tua
menjalin hubungan dengan anak-anak mereka.4 Euis mendefinisikan pola asuh
sebagai manifestasi karakter dan sikap orang tua dalam interaksi guna memberikan
pendidikan dan bimbingan kepada anak-anak agar sukses dalam menjalani
kehidupan. Selanjutnya, mu'tadin menjelaskan pola asuh sebagai interaksi antara
orang tua dan anak ketika mendidik dan menciptakan generasi yang disiplin, serta
melindungi anak-anak agar dapat mencapai semua tugas perkembangannya.5
Sunarti menyatakan bahwa pola asuh memiliki makna sebagai jenis
interaksi yang paling terlihat dalam kehidupan sehari-hari orang tua saat merawat
anak-anak mereka. Dalam konteks ini, pola pengasuhan orang tua mencakup
pembentukan perilaku taat, disiplin, penanaman nilai-nilai moral, pemberian bekal
hidup, dan pengajaran cara mengontrol emosi secara baik sebagai dasar
pembentukan konsep diri. Dengan merinci bagaimana orang tua memberikan
pendidikan dan bimbingan serta memberikan arahan kepada anak-anak untuk

3
Anggraini, Pudji Hartuti, and Afifatus Sholihah. 2018. “HubunganٓPolaٓAsuhٓOrangٓTuaٓDenganٓ
KepribadianٓSiswaٓSmaٓDiٓKotaٓBengkulu,”ٓConsilia :ٓJurnalٓIlmiahٓBimbingan dan Konseling 1, no. 1 h.
10–18.
4
Mutia Sari and Nuzulul Rahmi. 2017. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua
PadaٓAnakٓBalitaٓDiٓDesaٓBatohٓKecamatanٓLuengٓBataٓKotaٓBandaٓAceh”ٓ3,ٓno.ٓ1ٓh. 94–107
5
Husnatul Jannah. 2012. “BentukٓPolaٓAsuhٓOrangٓTuaٓDalamٓMenanamkanٓPerilakuٓMoralٓPadaٓ
AnakٓUsiaٓDiٓKecamatanٓAmpekٓAngkek,”ٓPesonaٓPAUDٓ1ٓh. 257–258.

5
mencapai perkembangan mereka.6Dengan merujuk pada penjelasan para ahli di
atas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh dapat diartikan sebagai bentuk interaksi
orang tua terhadap anak-anak mereka dengan tujuan memberikan pendidikan,
membimbing, dan mengarahkan agar mencapai perkembangan yang diinginkan.
b. Jenis-Jenis Parenting
Hurlock, seperti yang dijabarkan oleh Rabiatul, mengkategorikan pola
pengasuhan anak menjadi tiga bentuk, yaitu:7
1) Pola Pengasuhan Otoriter
Pengasuhan otoriter merujuk pada bentuk pengasuhan yang mengharuskan
anak-anak untuk mematuhi aturan dan batasan tanpa memberikan mereka
kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya. Dalam pola pengasuhan
otoriter, anak-anak diancam dan diberi hukuman jika mereka tidak mematuhi
peraturan tersebut.
2). Pola Pengasuhan Permisif
Pengasuhan ini dapat diartikan sebagai pendekatan yang fleksibel di mana
orang tua memberikan kebebasan dan kelonggaran kepada anak-anak untuk
melakukan apa pun yang mereka inginkan tanpa adanya batasan dan peraturan
yang diberlakukan oleh orang tua. Tidak ada pertimbangan dan bimbingan
yang diberikan oleh orang tua terhadap anak-anak, sehingga orang tua
memberikan kebebasan penuh kepada mereka.
3). Pola Pengasuhan Demokratis
Pengasuhan demokratis diartikan sebagai bentuk pengasuhan di mana orang
tua memberikan bimbingan penuh terhadap perkembangan anak. Pola ini
menanamkan sikap disiplin dengan memberikan contoh, menghargai, dan
memberikan kebebasan yang diiringi dengan bimbingan dari orang tua.
Anggraini dkk mengungkapkan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orang
tua bervariasi dan dapat membentuk kepribadian serta karakter anak secara
berbeda. Sebagai contoh, pola asuh otoriter cenderung membentuk anak menjadi
pribadi yang pasif, sementara pola asuh demokratis dapat membentuk anak

6
Delfriana Ayu A. 2016. “PolaٓAsuhٓOrangٓTua,ٓKonsepٓDiriٓRemajaٓDanٓPerilakuٓSeksual,”ٓ
Media Konservasi 2, no. 1 h. 11–40.
7
Rabiatul Adawiah. 2017. “PolaٓAsuhٓOrangٓTuaٓDanٓImplikasinyaٓTerhadapٓPendidikanٓAnak,”ٓ
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan 7, no. 1 h. 33–48.

6
menjadi pribadi yang asertif.8 Selanjutnya, Santrock menyatakan bahwa terdapat
beberapa jenis pola asuh yang diterapkan oleh keluarga, antara lain: 9
1) Authotarian Parenting
Pola asuh yang ditandai oleh pembatasan dan pemberian hukuman pada anak.
Orang tua cenderung mengendalikan tanpa memberikan ruang bagi anak
untuk berbicara. Fokus pola asuh ini lebih pada keinginan dan kebutuhan
orang tua, melatih ketaatan anak melalui pemberian hukuman. Hasilnya, anak
dapat mengalami ketidakstabilan emosi, mudah marah, sedih, takut, murung,
dan sulit bersosialisasi.
2) Authoritative Parenting
Orang tua yang membimbing dan memberi dukungan pada anak. Pola asuh
ini menginginkan anak berkembang menjadi individu yang mandiri namun
tetap dalam batasan dan pengawasan orang tua. Orang tua memberikan
peraturan dan kesepakatan, dijelaskan dengan rasionalitas kepada anak, serta
memberikan kesempatan untuk bertukar pikiran.
3) Neglectful Parenting
Orang tua yang acuh terhadap segala aktivitas anak mereka. Pola asuh ini
ditandai dengan ketidakperhatian dan ketidakketerlibatan orang tua dalam
kehidupan anak.
4) Indulgent Parenting
Pola asuh di mana orang tua terlibat aktif dalam kehidupan anak, namun tanpa
memberikan batasan atau kendali terhadap perilaku anak. Hal ini dapat
mengakibatkan anak sulit mengontrol perilakunya sendiri karena kurangnya
pemantauan dan pertimbangan terhadap perkembangan anak.
Berdasarkan penjelasan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang
diterapkan pada anak melibatkan pola asuh demokratis, otoriter, dan permisif.
c. Faktor Yang Mempengaruhi Parenting
Pola asuh yang diberikan oleh orang tua dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yang selanjutnya akan berdampak pada pola asuh anak. Hurlock
menyatakan bahwa pendidikan dan pengalaman orang tua memiliki peran

8
Anggraini,ٓHartuti,ٓandٓSholihah,ٓ“HubunganٓPolaٓAsuhٓOrangٓTuaٓDenganٓKepribadianٓSiswaٓ
SmaٓDiٓKotaٓBengkulu.”
9
Wardatul Asfiyah. 2020. “PolaٓAsuhٓOrangٓTuaٓDalamٓMotivasiٓBelajarٓAnak,”ٓEdificationٓ
Journal 2, no. 2 h. 37–50.

7
penting dalam membentuk pola asuh anak, yang kemudian memengaruhi
persiapan dan perjalanan asuhan. Di sisi lain, Anwar, seperti yang dikutip oleh
Mutia Sari, mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi pola asuh balita,
yaitu pendidikan, pendapatan, pengetahuan, dan status gizi.10
a) Usia Orang Tua
Perbedaan usia antara orang tua dan anak memiliki dampak signifikan
pada pengasuhan anak. Jika usia orang tua terlalu muda atau terlalu tua,
hal ini dapat mempengaruhi peran pengasuhan secara suboptimal, baik
dari segi fisik maupun psikososial.
b) Keterlibatan Orang Tua
Keterlibatan kedua orang tua menjadi elemen kunci dalam membentuk
hubungan yang baik dengan anak. Keterlibatan baik dari ayah maupun
ibu memiliki peran yang sama pentingnya dalam pengasuhan anak, dan
oleh karena itu, keterlibatan kedua orang tua sangat berpengaruh dalam
proses pengasuhan.
c) Pendidikan Orang Tua:
Tingkat pendidikan orang tua memainkan peran vital dalam kesiapan
mereka dalam mengasuh anak.
d) Pengalaman Sebelumnya dalam Pengasuhan
Pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak memberikan pengaruh
besar terhadap pola pengasuhan yang diadopsi oleh orang tua.
Pengalaman ini membuat mereka lebih siap dan memahami cara yang
efektif dalam mengasuh anak.
e) Tingkat Stress Orang Tua
Tingkat stres yang dialami oleh orang tua dapat memengaruhi kesiapan
mereka dalam pengasuhan. Stres ini tidak hanya berdampak pada
kemampuan mereka dalam membimbing anak tetapi juga dapat
dipengaruhi oleh kondisi anak.
f) Hubungan Suami-Istri
Hubungan harmonis antara suami dan istri dalam keluarga menciptakan
lingkungan yang positif. Sebaliknya, hubungan yang kurang harmonis

Sari and Rahmi, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua Pada Anak Balita Di
10

Desa Batoh Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh”

8
dapat membawa dampak negatif, mempengaruhi kemampuan orang tua
dalam mengatasi tantangan pengasuhan anak.
d. Pengertian Toxic Parenting
Pengertian Toxic Parenting yang diuraikan oleh I Putu Adi dan Ulio
menyatakan bahwa orang tua yang bersifat "toxic" adalah mereka yang tidak
memperlakukan anak mereka sebagai individu dengan sewajarnya dan enggan
menghormati mereka. Akibatnya, perilaku tersebut dapat memicu tindakan
kekerasan yang berpotensi mengganggu kondisi psikologis dan kesehatan mental
anak.11 Psikolog Sri Juwita Kusumawardhani, sebagaimana dikutip oleh Latifa,
menyatakan bahwa istilah "toxic parents" umumnya digunakan untuk merujuk
pada keluarga yang tidak mampu menjalankan fungsi keluarga dengan baik dan
tidak mampu menciptakan rasa aman bagi anak-anaknya.12
Mikulincer dan rekan-rekannya mendefinisikan "toxic parents" sebagai orang
tua yang menunjukkan gaya hidup dan interaksi yang merusak kemampuan anak-
anak untuk membentuk hubungan yang sehat dengan anggota keluarga, teman,
dan pasangan. Dunham dan Dermer menambahkan bahwa ketika anak-anak dari
orang tua yang beracun mengalami kerusakan pada hubungan emosional dengan
orang tua, hal ini dapat menciptakan warisan beracun yang terus berlanjut melalui
generasi.13
Forward lebih lanjut menggambarkan orang tua dalam keluarga disfungsional
sebagai "Toxic Parents" atau orang tua yang beracun, yang dapat menyakiti dan
bahkan merugikan anak-anak mereka, menyebabkan luka fisik dan psikis yang
dapat menimbulkan trauma.14 Perilaku "toxic parents" bisa disebabkan oleh pola
asuh yang kurang baik yang mereka peroleh dari lingkungan sekitar, atau perilaku
tersebut bisa diwariskan dari generasi sebelumnya.

11
I Putu Adi Saskara and Ulio SM. 2020. “Peran Komunikasi Keluarga Dalam Mengatasi ‘Toxic
Parents’ Bagi Kesehatan Mental Anak,”ٓPratama Widya: Jurnal Pendidikan Usia Dini 5, no. 2 h. 125–134,
https://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PW/article/view/1820/1493
12
Oktariani. 2021. “Dampak Toxic Parents Dalam Kesehatan Mental Anak Impact of Toxic Parents
on Children ’ٓsٓMentalٓHealth,”ٓJurnal Penelitian Pendidikan, Psikologi Dan Kesehatan 2, no. 3, h. 215–
222.
13
Shea M. Dunham, Shannon B. Dermer, and Jon Carlson. 2012. Poisonous Parenting: Toxic
Relationships between Parents and Their Adult Children, Poisonous Parenting: Toxic Relationships Between
Parents and Their Adult Children
14
Endang Sri Indrawati et al. 2015. “Profil Keluarga Disfungsional Pada Penyandang Masalah
Sosial Di Kota Semarang,”ٓJurnal Psikologi Undip 13, no. 2 h. 120–132.

9
Berdasarkan penjelasan dari para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
"toxic parenting" merujuk kepada orang tua yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan fisik, psikologis, dan emosional anak, yang pada akhirnya dapat
menghambat perkembangan anak sepanjang hidupnya.
Dunham dan Dermer menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis orang tua yang
dapat dianggap sebagai toxic parents, yaitu "Pageant parents, dismissive parents,
dan contemptuous parents who are insulting." Ini mengindikasikan bahwa jenis
toxic parents dapat dibagi menjadi orang tua yang mencoba membentuk anak
sesuai dengan keinginan mereka, yang sering meremehkan anak, dan yang
menghina anak. Penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga jenis tersebut adalah
sebagai berikut:

1). Pageant Parents:

Pageant parents adalah orang tua yang berupaya keras untuk membentuk
anak sesuai dengan keinginan mereka. Mereka meyakini bahwa
kesuksesan anak mencerminkan keberhasilan orang tua. Orang tua ini
mendorong anak untuk menerima keinginan mereka sebagai keinginan
anak itu sendiri.

2). Dismissive Parents

Dismissive Parents adalah orang tua yang sering meremehkan anak.


Meskipun mereka mungkin berada di rumah setiap hari, namun mereka
tidak aktif terlibat dalam kehidupan anak. Meskipun kebutuhan dasar
anak dapat terpenuhi, tetapi tidak terjalin hubungan emosional yang
hangat.

3). Contemptuous Parents

Contemptuous Parents adalah orang tua yang sering menghina anak.


Mereka memiliki harapan dan impian yang tergantung pada anak mereka.

10
Seringkali, mereka mengkritik, mengutuk, dan merendahkan secara
emosional anak.15

Dengan merinci jenis-jenis tersebut, dapat disimpulkan bahwa toxic


parenting memiliki ciri-ciri seperti memaksakan kehendak kepada anak,
meremehkan, dan menghina anak.

2. Keluarga
a. Definisi Keluarga
Keluarga merupakan tempat dimana individu tumbuh, berkembang dan
belajar mengenai nilai-nilai yang dapat membentuk kepribadiannya kelak. Proses
belajar tersebut berjalan terus-menerus sepanjang individu tersebut hidup.
Ahmadi mengemukakan bahwa keluarga adalah wadah yang sangat penting
diantara individu dan grup, dan merupakan kelompok sosial yang pertama
dimana anak-anak menjadi anggotanya, keluarga sudah barang tentu yang
pertama-tama pula menjadi tempat untuk mengadakan sosialisasi kehidupan
anak-anak.16
Menurut Duvall, keluarga dapat dijelaskan sebagai sekelompok individu
yang terikat oleh hubungan pernikahan, adopsi, atau kelahiran, dengan tujuan
menciptakan dan mempertahankan budaya bersama. Fokus utama keluarga
adalah meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial setiap
anggota. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memegang peran
krusial dalam aspek-aspek seperti asuhan, kesehatan anggota keluarga, serta
kualitas kehidupan keluarga. Selain itu, keluarga berada di posisi yang berada di
antara individu dan masyarakat, memainkan peran penting dalam keseimbangan
ini.17
Menurut Latipun, keluarga merupakan suatu lingkungan sosial yang
terbentuk secara erat karena sekelompok individu tinggal bersama dan
berinteraksi, memainkan peran dalam pembentukan pola pikir serta kebudayaan,

15
Pratiwiٓetٓal.,ٓ“Assessing the Toxic Levels in Parenting Behavior and Coping Strategies
Implemented During the COVID-19 Pandemic.
16
Irma Rostiana, Wilodati, Mirna Nur Alia A, Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi
Anak untuk Bersekolah, Jurnal Sosietas, Vol. 5 No 2 h. 1.
17
Indra Amarudin Setiana. 2016. “Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Masalah TBD Pada
Keluarga Tn.S di Desa Srowot RT 01/ RW 03 Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas”,Skripsi,
Purwokerto : Fakultas Ilmu Kesehatan, h.10.

11
dan berfungsi sebagai mediator dalam hubungan anak dengan lingkungan
sekitarnya. Lebih jauh, Latipun menyatakan bahwa keluarga yang utuh dan
berfungsi dengan baik dapat meningkatkan kesehatan mental dan stabilitas
emosional dari setiap anggota keluarganya.18
Menurut Lestari, keluarga dapat diidentifikasi sebagai rumah tangga yang
terhubung melalui ikatan darah, perkawinan, atau menyediakan pelaksanaan
fungsi-fungsi dasar dan ekspresif bagi anggotanya yang terjalin dalam suatu
jaringan. Tambahan dari Coleman dan Cressey (sebagaimana dikutip oleh Muadz
dkk, 2010:205) menyebutkan bahwa keluarga adalah sekelompok individu yang
terkait melalui pernikahan, keturunan, atau adopsi, dan mereka hidup bersama
dalam satu rumah tangga.19
Menurut para pendidik, keluarga merupakan arena pendidikan utama
yang dipegang oleh kedua orang tua sebagai pendidik alami. Orang tua, baik
bapak maupun ibu, dianggap sebagai pendidik yang berasal dari kodrat. Mereka
memiliki peran sebagai pendidik bagi anak-anak mereka karena secara alami
diberikan naluri sebagai orang tua oleh Tuhan. Naluri ini menghasilkan rasa kasih
sayang yang tumbuh antara orang tua dan anak-anaknya, sehingga secara moral,
keduanya merasa bertanggung jawab untuk merawat, mengawasi, melindungi,
dan membimbing keturunan mereka.20
Dalam suatu keluarga, ada dua tokoh yang berpengaruh dalam
perkembangan anak, yaitu ayah dan ibu. Menurut Freud (dalam Dagun, 2002:7),
hubungan anak dengan ibunya memainkan peran besar dalam pembentukan
kepribadian dan sikap sosial anak di masa depan, karena ibu dianggap sebagai
tokoh utama dalam proses sosialisasi anak. Di sisi lain, penelitian oleh beberapa
ahli psikologi menunjukkan bahwa peran ayah juga sangat penting. Anak yang
tidak mendapat perhatian dan asuhan dari ayah dapat mengalami dampak negatif,
seperti perkembangan yang terhambat, penurunan kemampuan akademis,
keterbatasan aktivitas sosial, dan kaburnya ciri maskulin pada anak laki-laki.21

18
Latipun, 2005 “Psikologi Konseling”. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang, h. 124
19
Lestari, Sri. 2012. “Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik Dalam
Keluarga”. Jakarta: Kencana, h. 6
20
Jalaludin. 2010. “Psikologi Agama”. Jakarta: Rajawali, h. 294
21
Dagun, M. S. 2002. “Psikologi Keluarga”. Jakarta : Rineka, h. 13

12
Berdasarkan konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah
kelompok individu yang tinggal bersama dalam satu rumah, didasarkan pada
ikatan pernikahan yang sah, dan saling berhubungan serta berinteraksi untuk
menjaga keharmonisan rumah tangga.
b. Struktur Keluarga
Menurut Yatmini (2011:25), struktur keluarga merujuk pada kumpulan
dua orang atau lebih yang terikat dalam ikatan perkawinan, baik melalui
hubungan darah atau adopsi, dan tinggal dalam satu rumah tangga. Mereka saling
berinteraksi dalam peran mereka untuk menciptakan dan mempertahankan
budaya keluarga. Pandangan Lestari (2012:27) menggambarkan struktur
keluarga sebagai serangkaian tuntutan fungsional yang tidak terlihat, mengatur
interaksi antaranggota keluarga. Ada dua tipe struktur keluarga menurut Lestari,
yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga batih.
Menurut Setyawan (2012:7), struktur keluarga mencerminkan bagaimana
keluarga melaksanakan fungsinya dalam masyarakat. Ia membedakan struktur
keluarga menjadi sepuluh tipe, termasuk keluarga tradisional nuclear, keluarga
dengan dua orang tua yang sudah berusia (Niddle Age/Aging Couple), keluarga
single parent, keluarga dengan dua orang tua yang bekerja (Dual Carrier), dan
lain-lain.
Sementara Lee (dalam Lestari, 2012:7) menegaskan bahwa kompleksitas
struktur keluarga bukan ditentukan oleh jumlah individu, melainkan oleh
banyaknya posisi sosial yang ada dalam keluarga.
c. Fungsi keluarga
Keluarga memainkan peran penting dalam membentuk kepribadian individu
melalui beberapa fungsi khusus. Fungsi-fungsi tersebut mencakup aspek kasih
sayang, ekonomi, sosialisasi dan pendidikan, perlindungan, serta rekreasi. Dalam
konteks sosialisasi dan pendidikan, keluarga menjadi lingkungan tempat individu
mengalami proses belajar yang dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Tiap orang
tua memiliki metode dan pola asuh masing-masing, yang sesuai dengan nilai-
nilai dan keyakinan pribadi mereka, dengan tujuan untuk mengajarkan nilai-nilai
positif kepada anak-anaknya.22ungsi keluarga mencerminkan bagaimana suatu

22
Irma Rostiana, Wilodati, Mirna Nur Alia A, Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi
Anak untuk Bersekolah, Jurnal Sosietas, Vol. 5 No 2 h. 1.

13
keluarga beroperasi sebagai satu kesatuan dan bagaimana interaksi antara
anggota keluarga terjadi. Fungsi ini mencakup gaya pengasuhan, konflik
keluarga, dan kualitas hubungan keluarga, yang semuanya memengaruhi
kesehatan dan kesejahteraan seluruh anggota keluarga.23 Terdapat delapan fungsi
keluarga yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Fungsi Keagamaan
Keluarga berperan sebagai tempat pertama bagi anak-anak untuk
mengenal, menanamkan, dan mengembangkan nilai-nilai agama.
Tujuannya adalah agar mereka dapat menjadi individu yang agamis,
berakhlak baik, dan memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
2) Fungsi Sosial Budaya
Keluarga memberikan kesempatan kepada seluruh anggota keluarga
untuk mengembangkan kekayaan sosial budaya bangsa dalam keragaman
yang menyatukan mereka dalam satu kesatuan.
3) Fungsi Cinta dan Kasih Sayang
Keluarga memberikan fondasi yang kokoh untuk hubungan antara suami
dan istri, orang tua dan anak, serta hubungan kekerabatan antar generasi.
Keluarga menjadi tempat utama bagi kehidupan yang penuh dengan cinta
kasih, baik lahir maupun batin.
4) Fungsi Perlindungan
Keluarga berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi anggota-anggota
keluarganya, menciptakan rasa aman, ketenangan, dan kehangatan.
5) Fungsi Reproduksi
Keluarga memiliki fungsi dalam perencanaan untuk melanjutkan
keturunan, sesuai dengan fitrah manusia, yang pada akhirnya mendukung
kesejahteraan umat manusia secara umum.
6) Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan
Keluarga memberikan peran dan arahan kepada anggota keluarganya
dalam mendidik keturunannya, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri
dengan kehidupan di masa depan.

23
Wilda Husaini. 2017. “Hubungan Fungsi Keluarga Dengan Pemberian ASI Eksklusif Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kartasura”. Skripsi. Surakarta : Fakultas Kedokteran. h. 4.

14
7) Fungsi Ekonomi
Keluarga berperan sebagai pendukung kemandirian dan ketahanan
keluarga dalam aspek ekonomi.
8) Fungsi Pembinaan Lingkungan:
Keluarga membekali setiap anggota keluarganya dengan kemampuan
agar dapat menyesuaikan diri secara serasi, selaras, dan seimbang sesuai
dengan aturan dan daya dukung alam serta lingkungan yang selalu
berubah secara dinamis.24
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fungsi keluarga memiliki
dampak besar terhadap pembentukan perkembangan kepribadian individu dalam
konteks masyarakat.
B. Hasil Penelitian Relevan
Skripsi dengan judul Dampak Toxic Parent bagi perilaku Bullying anak di
sekolah kelas IV SDN Rejang Lebong (2023) yang ditulis oleh Hendarti Suprobo.
Temuan dari penelitian menunjukkan bahwa penanganan yang kurang tepat dalam
mendidik anak dapat menghasilkan orang tua yang bersifat toksik. Seorang anak yang
terpapar oleh pola asuh toksik ini tanpa sadar akan menyerap dampak negatifnya,
menyebabkan dia meniru perilaku buruk yang berasal dari orang tuanya. Akibatnya,
perilaku tersebut dapat diulang dan diterapkan pada teman-temannya, yang kemudian
dapat mengakibatkan anak tersebut menjadi pelaku intimidasi. Persamaan dalam
penelitian ini yaitu sama-sama mengkaji tentang toxic parent, dan sama-sama
menggunakan pendekatan kualitatif. Perbedaannya penelitian ini membahas tentang
dampak Toxic Parent bagi perilaku Bullying.
Skripsi dengan judul Pengaruh Toxic Parenting Terhadap Perilaku Emosional
Anak Usia Dini di Kecamatan Pondok Aren Tahun 2021 yang ditulis oleh Sherina
Riza Chairunnisa. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai apakah
terdapat pengaruh yang berarti antara toxic parenting dan pola perilaku emosional
anak usia dini di Kecamatan Pondok Aren pada tahun 2021. Temuan dari penelitian
mengindikasikan bahwa nilai r hitung lebih besar daripada r tabel (-0,608 > 0,195)
dengan tingkat signifikansi kurang dari 0,05, dan nilai KD sebesar 36,97% diperoleh.
Hasil ini menunjukkan penerimaan Hipotesis Alternatif (Ha) dan penolakan Hipotesis

15
Nol (Ho), menyiratkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara toxic parenting dan
perilaku emosional anak usia dini di Kecamatan Pondok Aren pada tahun 2002.
Persamaan dalam penelitian ini yaitu sama-sama meneliti mengenai toxic parents
sedangkan perbedaannya terdapat pada jenis penelitiannya yaitu kuantitatif.

Skripsi dengan judul Dampak Toxic Parents Terhadap Respons Belajar


Peserta Didik di SMK Muhammadiyah 2 Karanganyar yang ditulis oleh Nur Ayu
Setyariza tahun 2022. Hasil penelitian menunjukkan dampak dari perilaku toxic
parents terhadap respons belajar siswa di SMK Muhammadiyah 2 Karanganyar, yang
mencakup: pertama, Anak merasakan tekanan akibat perilaku orang tua. Kedua,
Potensi cedera diri meningkat, seperti upaya bunuh diri karena mengalami kekerasan
fisik dari orang tua. Ketiga, minat belajar menurun karena kurangnya akses untuk
mengembangkan potensi individu. Keempat, siswa menjadi lebih kuat dan mandiri.
Persamaan dalam penelitian ini yaitu sama-sama meneliti mengenai toxic parents
sedangkan perbedaannya penelitian ini membahas tentang dampak toxic parents
terhadap respon belajar.

Jurnal dengan judul Dampak Toxic Parents Terhadap Karakter dan Moral
Anak yang ditulis oleh Safardi Bugi dkk. (2023) Tujuan dari penelitian ini adalah (1)
untuk memahami efek dari perilaku orang tua yang bersifat toksik terhadap
perkembangan karakter dan moral anak, dan (2) untuk mengidentifikasi langkah-
langkah pencegahan yang dapat diambil oleh orang tua untuk menghindari perilaku
toksik terhadap anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) dampak dari perilaku
orang tua yang bersifat toksik pada anak mencakup dampak pada mentalitas anak,
yang dapat menyebabkan trauma akibat pola asuh yang memaksa anak untuk
mengikuti kemauan orang tua, dan (2) kurangnya upaya keluarga dalam menghindari
perilaku beracun terhadap anak seharusnya menjadi fokus utama karena memiliki
peran penting dalam pembentukan kepribadian anak yang sehat.

Jurnal dengan judul Dampak ToxicParents dalam Kesehatan Mnetal Anak


ImpactٓofٓToxicٓParentsٓonٓChildren’sٓMentalٓHealthٓyangٓditulisٓolehٓOktrianiٓtahunٓ
2021. Penelitian ini menyajikan pandangan bahwa dalam pola toxic parenting, orang
tua tidak memberikan penghormatan kepada anak sebagai individu. Contohnya adalah
ketidakpujian terhadap prestasi anak atau meremehkan pencapaian anak dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu, orang tua mungkin suka membanding-bandingkan

16
anak dengan yang lain atau dengan saudara kandungnya, yang dapat menurunkan rasa
percaya diri anak. Orang tua yang menerapkan pola asuh ini, atau yang dikenal
sebagai toxic parents, dapat menunjukkan perilaku buruk seperti kekerasan fisik dan
verbal. Sayangnya, ini dapat menjadi racun dalam kepribadian anak, seringkali tanpa
disadari oleh orang tua. Perbedaan dengan penelitian saya adalah metodenya, yang
menggunakan metode perpustakaan atau library research, dan teknik pengumpulan
data sekunder.

Jurnal dengan judul Makna Toxic Parents di Kalangan Remaja Kabaret


SMAN 01 Bandung (2020) yang ditulis oleh Carelina & Suherman. Tujuan dari
penelitian ini adalah: 1) Untuk menggambarkan fenomena Strict Parents terhadap
anak yang terjadi di Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek. 2) Untuk
melakukan analisis dari perspektif Psikologi Keluarga Islam terhadap fenomena Strict
Parents terhadap anak di Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek. 3) Untuk
melakukan analisis dari perspektif Hak Asasi Manusia terhadap fenomena Strict
Parents terhadap anak di Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek. Hasil
penelitian ini mencakup beragam makna, dengan mayoritas dari keenam subjek
menyatakan bahwa istilah toxic parents mengacu pada sikap orang tua yang tidak
memperhatikan dan melakukan perbandingan, menyebabkan trauma pada anak.

17
METODOLOGI PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah
paradigma kualitatif. Paradigma kualitatif menekankan pemahaman mendalam
tentang pengalaman dan perspektif individu, yang sesuai dengan kompleksitas dan
konteks fenomena seperti pola pengasuhan toxic parents. Dalam paradigma
kualitatif, peneliti berfokus pada pemahaman mendalam terhadap fenomena yang
diteliti, dan menggunakan pendekatan seperti wawancara dan observasi untuk
mengumpulkan data yang deskriptif dan kontekstual. Dengan demikian, paradigma
kualitatif dapat memberikan wawasan yang kaya dan mendalam tentang fenomena
toxic parents dalam keluarga.
B. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan metode analisis


wawancara dan observasi. Pendekatan analisis wawancara digunakan untuk
menghimpun data-data subyektif, seperti pendapat dan perilaku narasumber yang
terkait dengan fenomena yang sedang diteliti.25 pendekatan ini dapat digunakan
secara mandiri atau bersama-sama dengan metode lainnya. Penelitian ini melibatkan
pengumpulan data kualitatif.

C. Subyek dan Obyek penelitian


Subyek penelitian ini adalah orang tua dan anak yang terlibat dalam pola
pengasuhan yang toxic. Sedangkan obyek penelitian ini yaitu fenomena toxic parents
itu sendiri.
D. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merujuk pada berbagai metode yang dapat digunakan
oleh peneliti untuk mengumpulkan serta menganalisis data deskriptif kualitatif yang
diperoleh melalui observasi dan wawancara.

Observasi adalah kegiatan panca indera utama manusia untuk memperoleh


informasi. Observasi berhubungan dengan manusia dan objek alam lainnya.26
sedangkan wawancara menurut Moleong adalah percakapan dengan maksud

25
Seng Hansen. 2020. “Investigasi Teknik Wawancara Dalam Penelitian Kualitatif Manajemen
Konstruksi,” Jurnal Teknik Sipil 27, no. 3, h. 283.
26
B Burhan Bungin. 2007. “Penelitian Kualitatif”.Jakarta: Pernada Media Grup, h.

18
tertentu. Wawancara bisa terlaksana apabila ada dua belah pihak seperti penanya dan
pemberi jawaban.27Wawancara dalam penelitian ini menggunakan wawancara
terarah. Wawancara terarah dilaksanakan secara bebas dan juga mendalam (in-depth)
tetapi kebebasan ini tetap tidak terlepas dar pokok permasalahan yang ditanyakan
kepada responden dan telah dipersiapkan sebelumnya oleh pewawancara28

E. Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, lebih terfokus pada uraian


hasil wawancara dan studi dokumentasi. Data yang dikumpulkan akan diolah secara
kualitatif dan disajikan dalam bentuk deskriptif. Menurut definisi Patton, analisis
data melibatkan proses pengaturan data, pengorganisasian mereka ke dalam pola,
kategori, dan uraian dasar. Kegunaan analisis data sangat vital, terutama ketika
dilihat dari perspektif tujuan penelitian. Prinsip utama dalam penelitian kualitatif
adalah mengembangkan teori dari data yang ditemukan.29

Langkah-langkah analisis data kualitatif sebagai berikut:

a. Reduksi Data Pada tahap ini dipilih relevan tidaknya antara data dengan
tujuan penelitian. Informasi dari lapangan diolah seperti diringkas dan
disusun sehingga mudah dikendalikan.
b. Display data atau penyajian data Tahap ini digunakan untuk melihat
gambaran keseluruhan, kemudian peneliti mengklasifikasikan dan
menyajikan data sesuai permasalahan.
c. Verifikasi data Pada tahap ini mencari hubungan, persamaan atau perbedaan
dengan maksud mencari makna data, yang dilakukan dengan cara
membandingkan kesesuaian pernyataan dari subyek penelitian dengan makna
yang terkandung dengan konsep dasar penelitian. Verivikasi dimaksud agar
kesesuaian data yang terkandung dalam penelitian lebih tepat.30

27
E. Satria and Syafni Gustina Sari. 2018. “PenggunaanٓAlatٓPeragaٓDanٓKITٓIPAٓOlehٓGuruٓDalamٓ
PembelajaranٓDiٓBeberapaٓSekolahٓDasarٓDiٓKecamatanٓPadangٓUtaraٓDanٓNanggaloٓKotaٓPadang,”ٓIkraith-
Humaniora 2, no. 2, h. 1–8
28
Burhan Bungin. 2007. “Penelitian Kualitatif”.Jakarta: Pernada Media Grup, h. 113
29
Sugiyono.2013. “Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D /
Sugiyono” Jakarta: Alfabeta
30
AٓJenis,ٓDesainٓPenelitian,ٓandٓJenisٓPenelitian,ٓ“BABٓIIIٓMetodeٓPenelitianٓA.ٓJenisٓDanٓDesainٓ
Penelitianٓ1.ٓJenisٓPenelitian,”ٓ2007,ٓ52–77.

19
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Jakarta Timur: PT Surya Prisma Energi, n.d.).

Anggraini, Pudji Hartuti, and Afifatus Sholihah. 2018. “HubunganٓPolaٓAsuhٓOrangٓTuaٓ


Denganٓ Kepribadianٓ Siswaٓ Smaٓ Diٓ Kotaٓ Bengkulu,”ٓ Consilia :ٓ Jurnalٓ Ilmiahٓ
Bimbingan dan Konseling 1, no. 1

Burhan Bungin. 2007. “Penelitian Kualitatif”. Jakarta: Pernada Media Grup

Dagun, M. S. 2002. Psikologi Keluarga. Jakarta : Rineka.

Delfriana Ayu A. 2016. “PolaٓAsuhٓOrangٓTua,ٓKonsepٓDiriٓRemajaٓDanٓPerilakuٓSeksual,”ٓ


Media Konservasi 2, no. 1

E. Satria and Syafni Gustina Sari. 2018. “PenggunaanٓAlatٓPeragaٓDanٓKITٓIPAٓOlehٓGuruٓ


Dalam Pembelajaran Di Beberapa Sekolah Dasar Di Kecamatan Padang Utara Dan
NanggaloٓKotaٓPadang,” Ikraith-Humaniora 2, no. 2

Endang Sri Indrawati et al., 2015. “Profil Keluarga Disfungsional Pada Penyandang
Masalah Sosial Di Kota Semarang,” Jurnal Psikologi Undip 13, no. 2

Husnatul Jannah. 2012. “Bentuk Pola Asuh Orang Tua Dalam Menanamkan Perilaku Moral
PadaٓAnakٓUsiaٓDiٓKecamatanٓAmpekٓAngkek,”ٓPesonaٓPAUDٓ1

I Putu Adi Saskara and Ulio SM, “Peran Komunikasi Keluarga Dalam Mengatasi ‘Toxic
Parents’ Bagi Kesehatan Mental Anak,” Pratama Widya: Jurnal Pendidikan Usia
Dini 5, no. 2 (2020),
https://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PW/article/view/1820/1493

Indraٓ Amarudinٓ Setiana,ٓ “Asuhanٓ Keperawatanٓ Keluargaٓ Denganٓ Masalahٓ TBDٓ Padaٓ
Keluarga Tn.S di Desa Srowot RT 01/ RW 03 Kecamatan Kalibagor Kabupaten
Banyumas”,Skripsi, (Purwokerto : Fakultas Ilmu Kesehatan 2016).

Jalaludin. 2010. Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali.

Lestari, Sri. (2012). Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik Dalam
Keluarga. Jakarta: Kencana.

Irma Rostiana, Wilodati, Mirna Nur Alia A, Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan
Motivasi Anak untuk Bersekolah, Jurnal Sosietas, Vol. 5 No 2

Latipun, 2005 “Psikologi Konseling”.ٓMalangٓ:ٓUniversitasٓMuhammadiyahٓMalang.

MutiaٓSariٓandٓNuzululٓRahmi,ٓ“Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua


PadaٓAnakٓBalitaٓDiٓDesaٓBatohٓKecamatanٓLuengٓBataٓKotaٓBandaٓAceh”ٓ3,ٓno.ٓ1ٓ
(2017): 94–107

Oktariani, “Dampak Toxic Parents Dalam Kesehatan Mental Anak Impact of Toxic Parents
on Children ’ٓ sٓ Mentalٓ Health,” Jurnal Penelitian Pendidikan, Psikologi Dan
Kesehatan 2, no. 3 (2021)

20
Pratiwi et al., “Assessing the Toxic Levels in Parenting Behavior and Coping Strategies
Implemented During the COVID-19 Pandemic.
[1]
RabiatulٓAdawiah,ٓ“PolaٓAsuhٓOrangٓTuaٓDanٓImplikasinyaٓTerhadapٓPendidikanٓAnak,”ٓ
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan 7, no. 1 (2017)

Sari and Rahmi, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua Pada Anak
Balita Di Desa Batoh Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh”

Sengٓ Hansen,ٓ “Investigasiٓ Teknikٓ Wawancaraٓ Dalamٓ Penelitianٓ Kualitatifٓ Manajemenٓ


Konstruksi,”ٓJurnalٓTeknikٓSipilٓ27,ٓno.ٓ3ٓ(2020)

Shea M. Dunham, Shannon B. Dermer, and Jon Carlson, Poisonous Parenting: Toxic
Relationships between Parents and Their Adult Children, Poisonous Parenting:
Toxic Relationships Between Parents and Their Adult Children, 2012.

Sugiyono,ٓMetodeٓPenelitianٓPendidikan :ٓPendekatanٓKuantitatif,ٓKualitatif,ٓDanٓR&Dٓ/ٓ
Sugiyono (Jakarta: Alfabeta, 2012).

Wilda Husaini, Hubungan Fungsi Keluarga Dengan Pemberian ASI Eksklusif Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kartasura, Skripsi, (Surakarta : Fakultas Kedokteran 2017)

Wardatulٓ Asfiyah,ٓ “Polaٓ Asuhٓ Orangٓ Tuaٓ Dalamٓ Motivasiٓ Belajarٓ Anak,”ٓ Edificationٓ
Journal 2, no. 2 (2020)

KEMENPPA https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan diakses pada 20 September


2023 pada pukul 10.30

21

Anda mungkin juga menyukai