Anda di halaman 1dari 7

JOTTER: Journal of Teacher Training and Educational Research

e-ISSN XXXX-XXXX
Vol. x, No. x, 20xx, pp. xx – xx

DISKRIMINASI GENDER DALAM FILM BERJUDUL HABIBIE


& AINUN 3
Roslitha Uli Banjarnahor
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan, Indonesia
ppg.roslithabanjarnahor01030@program.belajar.id

ABSTRACT

Gender studies are currently very interesting for researchers to discuss literary
works which are related to discrimination against women. One of them is in the
film Habibie Ainun 3 which is related to the psychology of women experienced by
the main character. In this analysis, the researcher highlights the discrimination
carried out by male figures with the perspective of women that the position of
women to get an education or a bachelor's degree and freedom in life in society is
very limited. With this, the purpose of this research is to be able to analyze, and
describe how the discrimination contained in the film into the perspective of gender
psychology. Researchers used research methods in the form of qualitative
descriptive methods with appropriate data exposure. as well as calcification and
identification.
Keywords: gender, gender discrimination, gender inequality.

ABSTRAK
Kajian gender saat ini sangat menarik bagi para peneliti untuk membahas karya
sastra yang berkaitan dengan diskriminasi terhadap perempuan. Salah satunya pada
film Habibie Ainun 3 yang berkaitan dengan psikologi perempuan yang dialami
oleh tokoh utama. Dalam analisis ini peneliti menyoroti diskriminasi yang
Article History: dilakukan oleh tokoh laki-laki dengan perspektif perempuan bahwa kedudukan
Received yyyy-mm-dd perempuan untuk mendapatkan pendidikan atau gelar sarjana dan kebebasan hidup
Revised yyyy-mm-dd di masyarakat sangat terbatas. Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah untuk
Accepted yyyy-mm-dd dapat menganalisis, dan mendeskripsikan bagaimana diskriminasi yang terdapat
dalam film tersebut ke dalam perspektif psikologi gender. Peneliti menggunakan
metode penelitian berupa metode deskriptif kualitatif dengan paparan data yang
DOI: sesuai. serta kalsifikasi dan identifikasi.
10.31949/.vxix.xxxx
Kata Kunci: gender, diskriminasi gender, ketidaksetaraan gender.

PENDAHULUAN

Film merupakan bagian dari media komunikasi massa yang sering kali digunakan sebagai media yang
menggambarkan kehidupan sosial dalam masyarakat. Film sebagai salah satu atribut media massa
menjadi sarana komunikasi yang paling efektif. Film sebagai salah satu kreasi budaya, banyak yang
memberikan gambaran-gambaran hidup dan pelajaran penting bagi penontonnya. Film juga menjadi salah
satu media komunikasi yang yang sangat jitu. Dengan kualitas audio dan visual yang disuguhkan, film
menjadi media terpaan yang sangat ampuh bagi pola pikir kognitif masyarakat.

Menurut (Wibowo, Fred, 2006), film adalah alat untuk menyampaikan berbagai pesan kepada khalayak
melalui media cerita. Film juga merupakan medium ekspresi artistik sebagai suatu alat para seniman dan

This is an open access article under the CC BY-SA license.


Copyright © 2023 by Author
JOTTER: Journal of Teacher Training and Educational Research, x(x), 20xx, xx – xx 2

insan perfilman dalam rangka mengutarakan gagasan-gagasan dan ide cerita. Secara esensial dan
subtansial film memiliki power yang akan berimplikasi terhadap komunikan masyarakat.

Penelitian kali ini memilih film berjudul Habibie dan Ainun 3 yang akan dianalisis dari peresepsi
diskriminasi gender. Hal ini memiliki alasan karena film tersebut didalamnya mengandung unsur
kebudayaan patriarki atau diskriminasi wanita yang masih kental. Dan alasan peneliti mengambil film
tersebut karena film tersebut menceritakan kisah wanita yang harus berjuang lebih tanggung untuk
mendapatkan pendidikan yaitu sarjana dokter karena pada masa era baru perempuan seperti tidak layak
mendapatkan pendidikan maupun mendapatkan profesi dokter karena wanita dianggap tidak mampu
untuk mendapatkan profesi tersebut.

METODE PENELITIAN
Metode Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian adalah suatu proses di
mana kita melakukan susunan langkah-langkah logis (Umar & Choiri, 2019). Penelitian pada dasarnya
adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Harahap,
2020).Penelitian berarti mencari, menjelajahi atau menemukan makna kembali secara berulang-
ulang (Hadi et al., 2021). Hakekat penelitian adalah mencari kembali (Hadi et al., 2021). Artinya
bahwa penelitian adalah aktivitas yang dilakukan para peneliti dibidang tertentu yang dilakukan
dengan langkah-langkah yang logis dengan tujuan dan kegunaan tertentu yang berupa pengulangan
kembali atas penelitian yang telah dilakukan para peneliti terdahulu guna mencari makna kembali.
Hasil Penelitian dibutuhkan keshahihan dan ketepatan informasi melalui suatu proses dan prosedur
penelitian yang tepat dan secara kontinyu, berkesinambungan dan selalu disempurnakan (re-to
search) (Raihan, 2017).
Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh informasi mengenai suatu objek yang ingin dikaji
melalui pengalaman dan hasil mencermati / menyaksikan mengenai patriarki dalam sebuah film
Penelitian ini menggunakan jenis riset deskriptif kualitatif. Jenis penelitian deskriptif bertujuan untuk
mendeskripsikan suatu fenomena secara sistematis, faktual dan akurat (Kriyantono, 2016). Penekanannya
di sini bukan pada kuantitas (kuantitas) data, tetapi pada kedalaman (kualitas) data (Kriyantono,
2020). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yakni purposive sampling.
Peneliti menyeleksi atas dasar kriteria tertentu yang dibuat oleh periset (Kriyantono, 2016). Dalam
penelitian ini, peneliti menyeleksi sampel berdasarkan populasi yang telah menonton film Habibie &
Ainun 3.
Penelitian menganalisa dengan kriteria tertentu seperti membaca, melihat, menyimak, dan mencatat
hal-hal yang sekiranya mampu dalam menjawab rumusan masalah yang telah disusun oleh peneliti.
Membaca merupakan keterampilan yang kompleks yang melibatkan berbagai keterampilan
decoding, tata bahasa dan makna kata untuk mencapai tujuan membaca. Tujuan membaca yang utama
yaitu memahami isi bacaan (Asbari, et al., 2020).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan cara sebagai upaya untuk mengumpulkan data yakni
dengan melihat/menyimak terlebih dahulu film yang ingin dianalisis. Objek penelitian adalah Film
Habibie dan Ainun 3. Dari hasil menonton, mencermati, menelaah, dan mencatat tersebut, peneliti akan
menganalisis dan mendeskripsikan resepsi pengamat terhadap diskriminasi gender dalam film Habibie
dan Ainun 3. Kedudukan peneliti dianggap sangat penting karena peneliti berperan sebagai objek yang
berpengaruh dalam menganalisis dan menyimpulkan data yang ditemukan dalam film Habibie dan Ainun
3. Penelitian ini didukung dengan data sekunder berupa penelitian terdahulu, jurnal, dan internet.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1.Temuan Penelitian

Temuan penelitian merupakan inti dari seluruh proses penelitian untuk menjawab fokus
permasalahan yang diangkat, yaitu stereotip perempuan dalam film Habibie Ainun 3. Film Habibie Ainun
3 merupakan film yang menyajikan konflik tentang stereotip (pelabelan) terhadap perempuan. Peneliti
telah menemukan data valid mengenai stereotip perempuan dalam film Habibie Ainun 3, sesuai dengan

Open Access: https://ojs.literasiedu.org/index.php/jotter


JOTTER: Journal of Teacher Training and Educational Research, x(x), 20xx, xx – xx 3

analisis semiotika Roland Barthes dengan menyebutkan makna denotasi, konotasi, dan mitos (myth),
berikut hasil temuan penelitiannya :
1. Stereotip perempuan sebagian besar dibentuk dari budaya

Pada tahun 1950-an atau tahun pasca Indonesia merdeka, pola pikir sebagian besar masyarakat pada saat
itu masih belum sepenuhnya terbuka. Laki-laki masih memegang posisi paling tinggi didalam struktur
sosial, dan perempuan dianggap sebagai gender kedua yang memiliki sikap lemah, dan tidak bisa
memiliki hak dan kedudukan yang sama dengan laki-laki. Masyarakat yang menganut sistem sosial
dengan persepsi patriarki seringkali menganggap lakilaki memiliki peran yang besar dalam mengangkat
derajat perempuan (Bestari, 2017).

Budaya menjadi salah satu faktor yang melanggengkan ideologi patriarki, sehingga membentuk suatu
pemahaman gender. Gender sendiri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu feminism” dan “maskulin”.
Dimana feminism identik dengan perempuan, dan maskulin identik dengan laki-laki. Dari film tersebut
yang mengatakan bahwa, meskipun perempuan menjadi dokter, perempuan tidak akan lebih hebat dari
para laki- laki. Dari kalimat tersebut dapat disimpulkan bahwa, ideologi patriarki sangat menentang
feminism. Patriarki menganggap laki-laki dan perempuan tidak bisa memiliki hak dan kedudukan yang
setara.
2. Pemberian stereotip perempuan sebagai gender yang lemah

Secara alamiah (sejak lahir) perempuan memang identik dengan sikap lemah lembut, keibuan,
penyayang, dan lebih mengutamakan perasaan untuk segala sesuatu. Hal tersebut yang masih menjadi
acuan bagi masyarakat terutama kaum patriarki yang menganggap bahwa sikap alamiah perempuan
tersebut merupakan sebuah kelemahan dan hambatan bagi perempuan, sehingga perempuan tidak bisa
melakukan pekerjaan ataupun memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki. Meskipun pada saat itu
emansipasi perempuan sudah mulai berkembang, namun masih belum bisa membuat perempuan
mendapat kedudukan yang sama dengan laki-laki. Barth Frommel, Merie Claire (2017) menuliskan
bahwa laki-laki dilihat sebagai sosok yang kuat dan pemberani, sedangkan perempuan dilihat sebagai
sosok yang lemah, sosok penakut, dan sosok perasa.

Temuan dari analisis tersebut, dapat dilihat pada film tersebut dimana pesan dimunculkan oleh dialog
(teks) dan visual, menggambarkan bentuk stereotip terhadap perempuan, bahwa perempuan merupakan
makhluk yang lemah. Di bagian scene yang menampilkan mahasiswa kedokteran yang sedang melakukan
praktik bedah pingsan karena tidak kuat dengan bau dari mayat, dan profesor Husodo bertanya apakah
ada lagi perempuan yang mau menyusul, dimana maksud dari kata “menyusul” ini adalah apakah ada lagi
perempuan yang ikut pingsan, sama seperti mahasiswa yang lainnya. Profesor Husodo secara tidak
langsung menganggap bahwa perempuan memiliki mental yang lemah dibandingkan dengan laki-laki.
Hal ini juga menunjukkan pemberian stereotip kepada perempuan bahwa perempuan merupakan makhluk
yang lemah. Meskipun profesor Husodo mengetahui bahwa perempuan itu memiliki mental yang lemah,
profesor Husodo tetap menerapkan cara mendidik yang sama antara laki-laki dan perempuan. Hal ini
dapat diartikan bahwa perempuan dan laki-laki memang memiliki sifat alamiah yang berbeda. Namun, itu
bukan menjadi suatu penghalang terutama bagi perempuan untuk mendapatkan hak serta kedudukan yang
sama dengan laki- laki. Dalam hal ini adalah memperoleh didikan yang sama.
3. Pemberian Stereotip subordinasi perempuan

Perempuan juga mendapatkan diskriminasi gender dalam sektor pekerjaan. Kekerasan gender adalah
ekspresi maskulinitas hegemonik dan terjadi terutama dalam budaya tradisional yang tak mau berubah, di
mana laki-laki terdorong oleh emosi seperti kemarahan dan kecemburuan buta (Prabawaningrum, 2023).

Open Access: https://ojs.literasiedu.org/index.php/jotter


JOTTER: Journal of Teacher Training and Educational Research, x(x), 20xx, xx – xx 4

Secara umum, diskriminasi gender ini berasal dari pola pikir atau pandangan masyarakat yang keliru.
Perempuan dianggap memiliki sikap emosional, lemah, dan lain sebagainya, sehingga menjadikan mereka
tidak bisa mendapatkan atau mencapai posisi tertinggi dalam pekerjaan.

Dalam pekerjaan biasanya perempuan akan mendapatkan posisi dibawah laki-laki. Patriarki
melembagakan subordinasi, ketergantungan, atau pengan dalan perempuan kepada lakilaki dalam
masyarakat (Habiba et al., 2016). Perempuan biasanya ditempatkan di sub-bagian yang mengurus
masalah administrasi, surat- menyurat, pelayanan, dan lain sebagainya. Sedangkan laki-laki, ditempatkan
pada posisi yang lebih tinggi, misalnya kepala bagian, manager, hingga direktur. Meskipun ada beberapa
kasus dimana perempuan mendapatkan posisi tertinggi atau setara dengan laki-laki di dalam pekerjaan
tersebut, mereka akan tetap berada di posisi kedua. Perempuan dianggap tidak bisa mengalahkan laki-
laki. Karena penanaman mindset oleh masyarakat dan kebudayaan yang dilakukan secara terus menerus,
dimana perempuan itu dipandang sebagai makhluk yang lemah, kurang aktif, emosional, dan perasa.
Sedangkan, laki-laki dipandang sebagai makhluk yang agresif, tegas, kuat, dan aktif.

Temuan dari analisis tersebut melalui film tersebut, dimana pesan disampaikan melalui dialog (teks) dan
visual, saat Agus Sumarhadi mengatakan kepada Ainun bahwa, meskipun Ainun menjadi dokter, dia
tidak akan bisa lebih hebat daripada laki-laki. Hal ini merupakan salah satu bentuk stereotip kepada
perempuan yaitu subordinasi perempuan atau penomorduaan kepada perempuan. Dalam dialog Agus
Sumarhadi tersebut, dapat menggambarkan situasi di masyarakat saat ini, dimana masyarakat masih
menganggap bahwa kedudukan perempuan berada dibawah laki-laki.
2.Perspektif Teori

Pada tahap ini, peneliti mencoba mengkonfirmasi hasil penelitian yang telah dianalisis dengan
menggunakan metode analisis semiotika Roland Barthes dengan teori nurture. Teori nurture menganggap
bahwa perbedaan relasi gender antara laki-laki dan perempuan itu bukan berdasarkan faktor biologis
melainkan hasil dari bentukan atau konstruksi sosial di masyarakat. Pola pikir masyarakat yang
ditanamkan secara terus menerus dan turun temurun, pada akhirnya memunculkan sebuah budaya.
Budaya inilah yang kemudian memunculkan relasi gender. Gender dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
“feminim” untuk perempuan, dan “maskulin” untuk laki-laki. Relasi gender ini juga ikut mengatur
tentang mana yang pantas dan tidak pantas dilakukan oleh laki- laki dan perempuan. Bahkan, relasi
gender ini membagi tugas, peran, serta tanggung jawab dari masing-masing gender. Misalnya, perempuan
bertugas mengurus pekerjaan yang bersifat domestic. Misalnya seperti mengurus rumah tangga,
mengurus anak dan suami, memasak, mencuci, dan lain sebagainya. Sedangkan laki-laki, bertugas
mengurus pekerjaan yang bersifat publik.
Asumsi dari teori nurture ini jika kita hubungkan dengan temuan penelitian yang telah disebutkan
sebelumnya, maka akan terlihat bentuk stereotip perempuan dalam film Habibie Ainun 3 ini.
Pada film Habibie Ainun 3, menggambarkan adanya relasi gender antara laki-laki dan
perempuan. Sama seperti asumsi dari teori nurture, relasi gender dalam film ini dibentuk oleh pola pikir
masyarakat serta kebudayaan dari tempat dimana mereka tinggal. Film ini menggambarkan latar waktu
tahun 1950-an (pasca Indonesia merdeka), dapat diartikan bahwa pola pikir masyarakat pada saat itu
masih belum sepenuhnya terbuka luas. Film ini juga menggambarkan bahwa budaya menjadi salah satu
faktor yang melanggengkan ideologi patriarki. Ideologi patriarki menempatkan laki-laki sebagai
pemegang kekuasaan, dan mendominasi peran dalam masyarakat. Dari ideologi patriarki ini kemudian
memunculkan tindakan diskriminasi serta pemberian label negatif (stereotip) terhadap perempuan.
Pada konsep teori nurture, relasi gender akan membentuk pembeda antara laki-laki dan
perempuan. Perbedaan gender ini akan memunculkan kondisi dimana laki-laki dan perempuan

Open Access: https://ojs.literasiedu.org/index.php/jotter


JOTTER: Journal of Teacher Training and Educational Research, x(x), 20xx, xx – xx 5

mendapatkan posisi sebagai yang menindas (ordinat) atau yang tertindas (subordinat). Karena budaya
merupakan salah satu faktor yang ikut membentuk ideologi patriarki, sudah dipastikan bahwa perempuan
mendapat posisi sebagai subordinat. Dalam film Habibie Ainun 3 sendiri menggambarkan adanya
sterotype bahwa perempuan memiliki posisi subordinat atau posisi kedua setelah laki-laki.
Secara denotasi, tanda dalam film Habibie Ainun 3 ini telah ditunjukkan melalui dialog (teks) dan
visual (gambar), yang menggambarkan bentuk- bentuk stereotip terhadap perempuan. Secara konotasi,
film Habibie Ainun 3 ini menjelaskan, pada beberapa scene mengandung indikator- indikator yang
mencerminkan adanya pemberian stereotip terhadap perempuan.

Gambar 1. Kalimat yang menunjukan adanya stereotip gender dimana laki" menganggap dirinya lebih hebat atau
nomor satu dibandingkan perempuan yang di anggap sebagai paling lemah atau nomor dua.

Gambar 2. Menunjukkan Streotip gender yang ditemui berperan kalo


laki-laki menunjukkan sikap emosinya dan pada streotip gender ini tidak
seharusnya menunjukkan emosi.

Open Access: https://ojs.literasiedu.org/index.php/jotter


JOTTER: Journal of Teacher Training and Educational Research, x(x), 20xx, xx – xx 6

(Sumber: Film Habibie & Ainun).

SIMPULAN
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah stereotip terhadap perempuan bukan terjadi akibat perbedaan sifat
alamiah antara laki-laki dan perempuan, melainkan hasil konstruksi dari budaya di masyarakat. Film
Habibie Ainun yang menceritakan adanya diskriminasi gender yang didapatkan selama era orde baru
karena kehidupan wanita pada era tersebut tidak lah sama, untuk mengejar sarjana dokter Ainun harus
berjuang menjadi sosok wanita tangguh ditengah kepungan wacana bias gender kaum pemuda atau laki
laki. Jadi ketidaksetaraan gender sudah didapati sejak orde baru, konon sampe sekarang ketidaksetaraan
tersebut masih kita temukan dalam segi apapun. Tanda denotasi dimunculkan dalam scene-scene yang
menampilkan bentuk-bentuk stereotip terhadap perempuan dalam film Habibie Ainun 3, seperti,
perempuan lemah, subordinat perempuan, Perempuan tidak boleh sekolah tinggi, perempuan sebagai
minoritas, dan perempuan sebagai korban. Makna konotasi dalam film Habibie Ainun 3 adalah stereotip
tentang perempuan tersebut dibangun dari pola pikir masyarakat yang salah. Dan pola pikir tersebut telah
dibangun secara terus menerus dan turun temurun. Ideologi yang dapat disimpulkan berdasarkan mitos
dalam film Habibie Ainun 3 ini ditunjukkan adanya pelestarian ideologi patriarki dalam masyarakat.
Dimana kaum patriarki menganggap laki-laki memiliki kekuasaan serta memegang kendali atas diri
perempuan.

DAFTAR PUSTAKA

Almona,J., Zakarias, J,D., & Kawung,E.J.R (2017). Marginalisasi Gender Dalam Pengambilan
Keputusan (Studi Kualitatif Kaum Perempuan Di Lembaga Legislatif Kota Manado).
Holistik, X (20), 1–20. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/holistik/article/download/
18047/17573

Arrochmah, Y. A. (2021). Stereotip perempuan dalam Film Habibie Ainun 3: analisis semiotika
Roland Barthes.

Asbari, M., Nurhayati, W., Purwanto, A., & Putra, F. (2020). Pengaruh Genetic Personality
dan Authoritative Parenting Style terhadap Pendidikan Karakter diAya Sophia
Islamic School. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 4(1), 142–155.
https://doi.org/10.33487/edumaspul.v4i1.341

Barth-Frommel,Marie-Claire. (2017). Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.

Bestari, Shindi. (2017). Masalah Gender dan Lahirnya Ketidakadilan.

Hadi, A., Asrori, & Rusman. (2021). Penelitian Kualitatif Studi Fenomenologi, Case Study,
Grounded Theory, Etnografi, Biografi. CV.Pena Persada.

Harahap, N. (2020). Penelitian Kualitatif. Wal Ashri Publishing.

(Kriyantono, R. (2016). Teknik praktis riset komunikasi. Kencana Prenadamedia Group.

Kriyantono, R. (2020). Teknik Praktis Riset Komunikasi Kuantitatif dan Kualitatif. Kencana
Prenadamedia Group

Prabawaningrum WA, Kertati I. (2023) Reformasi Birokrasi Perspektif Gender. Mimbar


administrasi FISIP UNTAG Semarang. 20(2):188-217.

Raihan. (2017). Metodologi Penelitian. Universitas Islam Jakarta.

Open Access: https://ojs.literasiedu.org/index.php/jotter


JOTTER: Journal of Teacher Training and Educational Research, x(x), 20xx, xx – xx 7

Stereotip perempuan dalam Film Habibie Ainun 3: analisis semiotika Roland Barthes.
http://digilib.uinsby.ac.id/46076/%0Ahttp://digilib.uinsby.ac.id/46076/2/Yustika
AiniArrochmah_B75217151.pdf Representasi Feminisme Liberal Pada Film “ Habibie &
Ainun 3 .” (2022).

Wibowo, Fred. 2006. Tenik Program Televisi. Yogyakarta: Pinus Book Publisher. Hal:196

Umar, S., & Choiri, M. M. (2019). Metode Penelitian Kualitatif di Bidang Pendidikan. CV.
Nata Karya
Zuhri, Saifuddin, and Diana Amalia. (2022). Ketidakadilan gender dan budaya patriarki di
kehidupan masyarakat Indonesia. Murabbi 5.1.

Open Access: https://ojs.literasiedu.org/index.php/jotter

Anda mungkin juga menyukai