Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS PATOLOGI SOSIAL DALAM CERPEN SETAN MURAT

KARYA AYU UTAMI

Fina Tryas Nordiantika


211010700191

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA


FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS PAMULANG

Email: vinatika27@gmail.com

Abstrak

Patologi sosial merupakan suatu penyakit atau gejala-gejala yang timbul di dalam masyarakat. Penyakit
masyarakat adalah gejala atau tindakan seseorang yang melanggar norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Patologi sosial didefinisikan sebagai sebuah tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas
lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin,
kebaikan, dan hukum formal. Patologi sosial yang terdapat dalam cerpen Setan Muratberupa korupsi dan
kriminalitas.
Kata kunci: korupsi, kriminalitas, patologi social, dan setan murat.

Abstract

Social pathology is deseases which appear in a society. A social illness is one’s behaviour against norms in a
society. Social pathology is defined as behaviour against norms of goodness, local stability, patterns simplicity,
moral, proprietary right, kinship solidarity, living in harmony, discipline, goodness, and law. Social pathology in
the Short Story Setan Muratare corruption and crime.
Keywords: corruption, crime, social pathology, and setan murat.
Pendahuluan

Cerpen Setan Murat karya Ayu Utami yang sarat akan metafora ini mengisahkan
sseorang tokoh yang memang sengaja tidak diberi nama yang lebih spesifik oleh pengarangnya,
namun justru menimbulkan suasana yang menggelitik bagi pembacanya untuk terus membaca
cerpen ini hingga tuntas karena rasa penasaran yang diciptakannya. Bermula dari kepindahan
sang tokoh ke kota kerabatnya setamat ia SMA, tokoh kita mendengar tentang rumor
kemunculan Setan Muratyang digambarkan oleh orang-orang sebagai tukan bakso yang memiliki
muka yang rata: tanpa telinga, tanpa mata, tanpa hidung, dan tanpa mulut.
Baru saja ingin mencari pekerjaan, krisis ekonomi melanda. Semua orang kehilangan
pekerjaan Termasuk Tokoh Kita. Sepupunya pindah ke ujung negeri, untuk mata pencaharian
baru. Tokoh kita bertahan di kota itu, menetap di sudut kumuh yang tak jauh. Bersama Mat
Bakso. Ia telah menjadi akrab dengan si tukang bakso sejak ia langganan jajan di gerobak yang
mangkal di ujung jalan di belakang tangsi militer, sebelum krisis terjadi. Lelaki itu sebaya
ayahnya dan belum lama kehilangan putra tunggal oleh suatu sebab yang tak jelas. Anaknya
hilang. Mungkin pergi, mungkin bunuh diri, sebuah rahasia keluarga—di zaman ini banyak anak
muda bunuh diri karena tak bisa bayar uang sekolah dan ditolak kekasih hati. Tukang bakso dan
tokoh kita saling menemukan pengganti ayah dan anak. Ia ikut dengan Mat Bakso sebagai
asisten. Tugasnya mengambil bahan-bahan dari pemasok langganan, terutama daging yang
menjadi bahan dasarnya. Namun belakangan harga daging melangit, dari sinilah tindak kriminal
bermula, dan terungkapnya korupsi yang dilakoni Menteri Urusan Perdagingan, hingga
terbongkarnya sekolah rahasia khusus menampung anak-anak nakal yang menentang
pemerintahan yang ternyata ikutan bisnis perdagingan. Tak main-main, yang diperdagangkan
adalah daging anak-anak nakal itu yang jasadnya tidak dikebumikan.
Para serdadu militer yang mengetahui tindak kejahatan yang dilakukan oleh Mat Bakso
dan tokoh kita yang menggunakan daging celeng, anjing, kucing, dan tikus sebagai pengganti
daging sapi untuk bahan dasar bakso, tidak butuh waktu lama untuk memberikan Tindakan bagi
mereka berdua. Mat Bakso sebagai dalangnya harus rela kehilangan nyawa. Alih-alih
dikebumikan, jasad Mat Bakso tidak luput dari label daging KW. Tokoh kita yang bernasib
mujur dianjurkan oleh para serdadu untuk meneruskan bisnis itu. Benteng tempat mereka
menjagal Mat Bakso akan menjual daging KW jika pasokan sedang tersedia seperti saat itu, saat
di mana jasad Mat Bakso dijadikan daging KW.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk membahas cerpen Setan Murat dengan
judul “Analisis Patologi Sosial Dalam Cerpen Setan MuratKarya Ayu Utami”. Patologi sosial
merupakan ilmu tentang gejalagejala penyakit. Ada empat macam patologi sosial yaitu: korupsi,
kejahatan, pelacuran, dan mental disorder. Keempat macam tersebut diuraikan sebagai berikut.

Korupsi

Korupsi merupakan segala penggunaan dan salah urusan dari kekuasaan demi
keuntungan pribadi atau salah urus terhadap sumber kekayaan Negara dengan menggunakan
wewenang dan kekuatan formal (misalnya dengan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk
memperkaya diri sendiri.
Kejahatan

Kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar norma-norma
sosial sehingga masyarakat menentangnya. Secara yuridis formal kejahatan adalah bentuk
tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusian (immoril) merugikan masyarakat
sosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang Pidana.

Pelacuran

Pelacuran atau prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang harus
dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikannya.

Mental Disorder

Mental Disorder merupakan totalitas kesatuan dari pada ekspresi mental yang patologis
terhadap stimulasi sosial, dikombinasikan dengan faktorfaktor penyebab sekunder lainnya
(Kartono, 2009:229). Gejala-gejala dari gangguan mental dapat berupa banyaknya konflik batin,
komunikasi sosial terputus, serta adanya gangguan intelektual dan gangguan emosional yang
serius.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu sebuah metode yang digunakan
untuk mengolah data dengan tidak mengutamakan angka-angka, tetapi mengunakan kedalaman
penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris (Semi, 1988:23).
Peneliti menggunakan Cerpen Setan Murat sebagai objek kajian yang diteliti. Objek tersebut
untuk mengungkapkan makna cerpen, baik yang terkait dengan unsur struktur cerpen serta aspek
patologi sosial. Penelitian kualitatif dilakukan dengan menggunakan empat langkah yaitu:
1. Memperoleh data dengan membaca kemudian menandai data yang disesuaikan dengan
kebutuhan;
2. Mengolah data dengan mengklasifikasikan data yang berhubungan dengan unsur
struktural dan patologi sosial;
3. Menganalisis dengan menggunakan pendekatan struktural dengan meneliti keterkaitan
dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan
makna menyeluruh;
4. Langkah yang terakhir adalah pendekatan pragmatik yang ditekankan pada analisis
patologi sosial yang meliputi korupsi dan kriminalitas.
PEMBAHASAN

Analisis patologi sosial dalam Cerpen Setan Murat karya Ayu Utami berupa korupsi dan
kriminalitas.

Korupsi

Praktik-praktik yang dapat dimasukkan dalam perbuatan korupsi antara lain:


penggelapan, penyogokan, penyuapan, kecerobohan administrasi dengan intensi mencuri
kekayaan negara, pemerasan, penggunaan kekuatan hukum dan atau kekuatan bersenjata untuk
imbalan dan upah materiil (Kartono, 2009: 92-93). Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), pasal yang mengatur tentang korupsi adalah sebagai berikut.

* Pasal 419 Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun, seorang pejabat:
a) yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji itu diberikan
untuk menggerakkannya supaya melakukan atau tidak melakukan suatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajiban;
b) yang menerima hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai akibat atau oleh karena
si penerima telah melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

* Pasal 420 Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun:
a) seorang hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui bahwa hadiah atau janji itu
diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang menjadi tugasnya;
b) barang siapa yang menurut peraturan undang-undang ditunjuk menjadi pembicara atau
penasihat untuk menghadiri siding pengadilan, ataupun jaksa, yang menerima hadiah atau
perjanjian itu diberikan, padahal diketahui bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk
mempengaruhi nasehat perkara yang harus diputus oleh pengadilan itu (Rizki, 2008:139).

Tindak korupsi juga ditemukan dalam cerpen Setan Murat, yakni dilakukan oleh Menteri
Urusan Perdagingan. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan berikut:
Suatu hari tokoh kita melihat di televisi, Menteri Urusan Kedagingan ditangkap karena korupsi
daging sapi. Ia menggosok-gosok matanya, sebab Pak Menteri itu sungguh mirip dengan
pemasok yang dari tenggorokannya terdengar suara geram dan grok. Sosok tambun dengan
rambut-rambut hitam di kepala, dagu, dan barangkali di kuduknya. Lelaki itu menunjuk ke atas
sambil berkata demi Allah. Jari-jarinya begitu gemuk, tak seperti milik manusia lagi: dua jari di
depan, dua di telapak, mirip celeng….

Kriminalitas
Crime atau kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar
normanorma sosial, sehingga masyarakat menentangnya (Kartono, 2009:140).

Tindakan kriminalitas yang terdapat dalam cerpen Setan Murat berupa penipuan yang
dilakukan oleh Mat Bakso yang dengan sengaja mengganti bahan dasar dagangannya dengan
daging KW dikarenakan harga daging sapi yang melonjak tinggi akibat krisis ekonomi yang
melanda negeri. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan berikut:
“Tapi harga daging sapi asli sekarang mahal sekali, Nak,” kata ayah angkatnya. “Kita terpaksa
mencampur dengan daging KW.” … Tapi… barangkali terpaksa dijelaskan bagi pembaca yang
naif seperti tokoh kita. Tukang daging menyebut daging celeng, anjing, kucing, dan tikus sebagai
“daging sapi KW”.
... Tapi, sesungguhnya tukang bakso itu telah mengatur kualitas daging. Untuk Pak Komandan
dan relasinya diberinya KW super. Untuk para perwira KW 1. Untuk para bintara KW 2. Para
tamtama KW 3. Dan untuk pembeli umum, ah… sungguh tergantung pasokan daging yang ada.

Selain penipuan, di dalam cerpen Setan Murat juga terdapat tindak kriminalitas yang lain,
yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh Tentara Serdadu terhadap anak-anak muda penentang
pemerintah. Parahnya lagi, Serdadu Tentara tersebut bertindak bengis dengan menjual daging
dari jasad-jasad yang tidak dikebumikan sebagai daging KW, pengganti daging sapi yang
harganya tidak terbeli oleh pedagang bakso seperti halnya tokoh kita, tokoh utama cerpen ini.
Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut:
Pun militer menyebut “di-Sukabumi-kan” untuk dikebumikan. Ya, Tuhan! Masa kau masih tak
faham juga bahwa dikebumikan itu sama dengan dimakamkan? Apa yang dimakamkan, masa
harus kuterangkan? Jadi, anak-anak yang lulus “sekolah” dalam benteng itu dikembalikan ke
dunia, dan yang tidak lulus dikembalikan ke bumi! Si ayah angkat termenung, teringat anak
kandungnya yang hilang.
... Yang terjadi kemudian terlalu mengerikan untuk dikisahkan dengan rinci. Dua serdadu itu
membawa si ayah angkat ke dalam benteng. Tiga hari kemudian, mereka kembali kepada si anak
angkat dengan pilihan sandi baru: “dikecualikan” atau “di-KW-kan”. Semuanya berhubungan
dari bunyi “kuali” atau “kwali”. Dikecualikan artinya dikekualikan atau dikualikan. Di-KW-kan
artinya di-“kwalitas”-kan atau dibuat sebagai KW. Mereka menepuk bahu si anak angkat dan
menganjurkan ia meneruskan bisnis itu. Benteng akan menjual daging KW jika pasokan sedang
tersedia seperti hari ini.

Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pasal yang mengatur tentang
pembunuhan yang terdapat dalam cerpen Setan Murattersebut diuraikan sebagai berikut:
a) Pasal 338 Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (Rizki, 2008:115).
b) Pasal 340 Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas
nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun
(Rizki, 2008:116).
Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari analisis patologi sosial adalah dalam suatu masyarakat
pasti terdapat kelompok atau salah satu orang yang melakukan penyimpangan-penyimpangan
norma yang terdapat dalam masyarakat. Hal tersebut memberikan pemahaman baru bahwa
sebagai masyarakat yang memiliki moral baik dan beragama, jangan sampai terjerumus ke dalam
tindakan yang akan melanggar norma-norma yang ada dalam masyarakat. Tindak dan korupsi
yang terdapat dalam Cerpen Setan Murat memberikan manfaat kepada pembaca untuk
menghindari perbuatan-perbuatan mengambil sesuatu yang bukan menjadi hak milik pribadi.
Segala sesuatu yang telah menjadi milik pribadi sudah tentu hal tersebut atas kehendak Tuhan.
Sebagai manusia harus berusaha keras dengan cara yang baik untuk mendapatkan yang
diinginkan.
Tindak kriminalitas dalam cerpen Setan Murat memberikan pemahaman kepada pembaca
untuk menjauhi perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Tindak kriminalitas melakukan pembunuhan; penyerangan, intimidasi, dan pemerasan;
penculikan; dan perdagangan organ tubuh manusia illegal sudah tentu merupakan bentuk
pelanggaran terhadap hukum. Pelakunya dapat dikenai sanksi pidana dan denda, namun pada
kenyataannya, hukum justru diselewengkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab
yang hanya mengutamakan keuntungan pribadi.

Kesimpulan

Analisis terhadap cerpen Setan Murat karya Ayu Utami menggunakan teori struktural
dan pragmatik yang ditekankan pada kajian patologi sosial. Setelah dilakukan analisis diperoleh
kesimpulan sebagai berikut.
Judul cerpen Setan Murat menunjuk pada singkatan dari setan muka rata: tanpa mata,
hidung, mulut, dan juga telinga. Hal ini untuk menggambarkan kondisi masyarakat saat ini yang
cenderung tidak mau tahu permasalahan social yang sedang terjadi serta tidak memiliki
kepedulian pada sekitarnya karena sibuk memikirkan kepentingan dirinya sendiri.
Tema dari cerpen Setan Murat adalah sosial. Ayu Utami sebagai pengarang dari cerpen
ini banyak menggunakan metafora untuk menyampaikan kritik sosial dan pesan tersirat yang
ingin disampaikannya. Maka tidak mengherankan bilamana kita harus membaca cerpen ini
dengan seksama untuk mampu memahami setiap makna yang terselip di dalamnya.

Tokoh dalam cerpen Setan Murat antara lain: tokoh kita (begitulah Ayu Utami menyebut
sang tokoh utama), Mat Bakso, Menteri Urusan Perdagingan, dan serdadu tentara. Uniknya,
masing-masing dari tokoh tersebut memiliki perwatakan yang mampu mewakili aneka ragam
karakteristik yang dimiliki masyarakat era kini, antara lain:
a) Tokoh Kita
Watak dari Tokoh Kita (sang tokoh utama) sangatlah naif, hal tersebut sesuai dengan data
berikut.
Tapi… barangkali terpaksa dijelaskan bagi pembaca yang naif seperti tokoh kita. Tukang daging
menyebut daging celeng, anjing, kucing, dan tikus sebagai “daging sapi KW”. Pun militer
menyebut “di-Sukabumi-kan” untuk dikebumikan. Ya, Tuhan! Masa kau masih tak faham juga
bahwa dikebumikan itu sama dengan dimakamkan? Apa yang dimakamkan, masa harus
kuterangkan? Jadi, anak-anak yang lulus “sekolah” dalam benteng itu dikembalikan ke dunia,
dan yang tidak lulus dikembalikan ke bumi!
b) Mat Bakso
Dalam cerpen Setan Murat, tokoh Mat Bakso adalah satu-satunya tokoh yang berwatak abu-abu.
Terlepas dari kepribadiannya yang kebapakan dan mampu menjadi sosok ayah angkat yang baik
bagi tokoh kita yang ditunjukkan dalam kutipan berikut.
Lelaki itu sebaya ayahnya dan belum lama kehilangan putra tunggal oleh suatu sebab yang tak
jelas. Anaknya hilang. Mungkin pergi, mungkin bunuh diri, sebuah rahasia keluarga—di zaman
ini banyak anak muda bunuh diri karena tak bisa bayar uang sekolah dan ditolak kekasih hati.
Tukang bakso dan tokoh kita saling menemukan pengganti ayah dan anak. Ia ikut dengan Mat
Bakso. Sebagai asisten.
Namun demikian, kondisi perekonomian yang tidak menentu dan memicu kenaikan bahan pokok
khususnya bahan baku bakso sebagai dagangannya membuat Mat Bakso gelap mata dan berbuat
licik dengan menipu para pelanggannya dengan menggunakan daging berkualitas rendah alias
KW. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan berikut.
“Tapi harga daging sapi asli sekarang mahal sekali, Nak,” kata ayah angkatnya. “Kita terpaksa
mencampur dengan daging KW.”
... Tapi, sesungguhnya tukang bakso itu telah mengatur kualitas daging. Untuk Pak Komandan
dan relasinya diberinya KW super. Untuk para perwira KW 1. Untuk para bintara KW 2. Para
tamtama KW 3. Dan untuk pembeli umum, ah… sungguh tergantung pasokan daging yang ada.
c) Menteri Urusan Perdagingan:
Menteri Urusan Perdagingan memiliki watak yang tamak, licik, sekaligus pendusta, sehingga
membuatnya rela melakukan tindak korupsi demi memenuhi hasratnya untuk memperkaya diri.
Hal tersebut sesuai dengan bukti kutipan berikut.
Suatu hari tokoh kita melihat di televisi, Menteri Urusan Kedagingan ditangkap karena korupsi
daging sapi. Ia menggosok-gosok matanya, sebab Pak Menteri itu sungguh mirip dengan
pemasok yang dari tenggorokannya terdengar suara geram dan grok. Sosok tambun dengan
rambut-rambut hitam di kepala, dagu, dan barangkali di kuduknya. Lelaki itu menunjuk ke atas
sambil berkata demi Allah. Jari-jarinya begitu gemuk, tak seperti milik manusia lagi: dua jari di
depan, dua di telapak, mirip celeng….
d) Serdadu Tentara:
Dalam cerpen Setan Murat, serdadu tentara digambarkan memiliki watak yang kejam dan
bengis, hal tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut.
Pun militer menyebut “di-Sukabumi-kan” untuk dikebumikan. Ya, Tuhan! Masa kau masih tak
faham juga bahwa dikebumikan itu sama dengan dimakamkan? Apa yang dimakamkan, masa
harus kuterangkan? Jadi, anak-anak yang lulus “sekolah” dalam benteng itu dikembalikan ke
dunia, dan yang tidak lulus dikembalikan ke bumi!
“Kami tahu bahwa selama ini kamu memberi kami makan bakso sapi palsu. Apakah kau hendak
mengikuti nasib anakmu, dikirim ke Sukabumi?”
... Yang terjadi kemudian terlalu mengerikan untuk dikisahkan dengan rinci. Dua serdadu itu
membawa si ayah angkat ke dalam benteng. Tiga hari kemudian, mereka kembali kepada si anak
angkat dengan pilihan sandi baru: “dikecualikan” atau “di-KW-kan”. Semuanya berhubungan
dari bunyi “kuali” atau “kwali”. Dikecualikan artinya dikekualikan atau dikualikan. Di-KW-kan
artinya di-“kwalitas”-kan atau dibuat sebagai KW. Mereka menepuk bahu si anak angkat dan
menganjurkan ia meneruskan bisnis itu. Benteng akan menjual daging KW jika pasokan sedang
tersedia seperti hari ini.

Latar yang digunakan dalam cerpen Setan Murat meliputi latar waktu, latar tempat, dan
latar social. Latar waktu yang digunakan adalah tengah malam. Latar tempat yang digunakan
antara lain: tempat kos, lapangan, warung bakso, dan tangsi (benteng) militer. Latar sosial dari
tokoh dalam cerpen Setan Murat adalah sama, yaitu mereka sedang mengalami kesulitan karena
kondisi krisis ekonomi yang melanda negeri. Hal itu menyebabkan para tokoh tersebut
melakukan tindakan kriminal dan korupsi dalam berbagai bentuk kejahatan. Ini sesuai dengan
kutipan berikut.
TAK berapa lama berselang, krisis ekonomi melanda negeri itu. Semua penghuni koskosan
kehilangan pekerjaan. Induk semang terjerat utang. Rumah yang ternyata digadaikan itu diambil
alih bank dan semua pemondoknya diusir. Termasuk tokoh kita. Sepupunya pindah ke ujung
negeri, untuk mata pencaharian baru. Tokoh kita bertahan di kota itu, menetap di sudut kumuh
yang tak jauh. Bersama Mat Bakso.

Konflik yang terdapat dalam cerpen Setan Murat antara lain: konflik antara manusia dan
manusia, manusia dan masyarakat, ide yang satu dan ide lain, serta seseorang dan kata hatinya.
A) Konflik antara manusia dan manusia terjadi pada Mat Bakso dan anak-anak muda yang
menentang pemerintah dengan para serdadu tentara yang dengan kejam/bengis
menghabisi nyawa mereka.
B) Konflik manusia dan masyarakat terjadi pada Menteri Urusan Perdagingan yang
melakukan tindak korupsi dengan masyarakat di seluruh negeri yang disengsarakannya.
c) Konflik antara ide yang satu dan ide lain terjadi pada tokoh kita dengan Mat Bakso, ayah
angkatnya, yang menggunakan daging KW sebagai bahan dasar dagangannya yang
sebenarnya ide tersebut tidak sesuai dengan hati Nurani sang tokoh utama, namun dia
tidak bisa berbuat apa-apa mengingat harga daging sapi memang sedang tidak
bersahabat.
d) Konflik antara seseorang dan kata hatinya terjadi pada Mat Bakso dengan rasa
kehilangannya terhadap putra kandungnya yang telah lama hilang entah ke mana. Usut
punya usut, sang putra tercinta ternyata telah dibunuh oleh serdadu tentara karena
menentang pemerintah.

Pesan moral dari cerpen Setan Murat karya Ayu Utami adalah agar kita senantiasa peka
dan peduli dengan segala permasalahan sosial yang terjadi di sekita kita, serta mengedepankan
nurani dalam mengambil keputusan dan tindakan sekalipun kita sedang terhimpit kesulitan.
Analisis pragmatik dalam cerpen Setan Murat difokuskan pada kajian patologi sosial.
Kajian tersebut diwujudkan dalam kasus korupsi dan kriminalitas yang merupakan
permasalahan cukup serius karena dapat dikenai tindakan pidana bagi pelanggarnya. Kasus-
kasus tersebut seharusnya mendapatkan penanganan dan perhatian dari pemerintah. Tindakan
yang bertentangan dengan norma-norma yang ada di masyarakat harus segera distabilkan agar
tidak menghasilkan tindakan-tindakan abnormal di masyarakat. Pada akhirnya, kejahatan dapat
dikalahkan dengan kebaikan.
Hasil penelitian patologi sosial menunjukkan bahwa dalam masyarakat pasti terdapat
individuindividu maupun kelompok masyarakat yang melakukan penyimpangan norma.
Penyimpangan tersebut dapat terjadi karena bermacam-macam faktor seperti kemiskinan, upaya
memperkuat kekuasaan, dendam, stress atau mengalami tekanan batin yang kuat. Penyimpangan
itu dapat diminimalisir dengan diberlakukannya hukum yang sesuai untuk pelanggaranya dan
pemberian sanksi yang tegas bagi oknum-oknum yang berusaha memperjual-belikan hukum.
Selain itu, upaya pembinaan dalam diri pelaku penyimpangan norma di masyarakat perlu
dilakukan. Upaya itu antara lain: meningkatkan pemahaman dan ilmu agama,
mempertimbangkan segala sesuatunya sebelum bertindak (keuntungan dan kerugian yang akan
didapatkan bagi dirinya sendiri maupun orang lain), kontrol diri, dan adanya kontrol sosial
(terutama dari keluarga). Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat mengurangi tindakan
penyimpanganpenyimpangan terhadap norma yang ada di masyarakat. Minimnya tindakan
penyimpangan yang terjadi, menunjukkan keberhasilan tatanan kehidupan sosial masyarakat.
Sebaliknya, banyaknya kasus penyimpangan norma menunjukkan bahwa hukum dan norma-
norma di masyarakat gagal dilaksanakan dengan baik oleh anggota masyarakat. Hal tersebut
mengakibatkan tindakan-tindakan abnormal yang dilakukan oleh anggota masyarakat.

Daftar Pustaka

Kartono, K. 2009. Patologi Sosial jilid I. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


Rizki, G. M. 2008. KUHP dan KUHAP. Jakarta: Permata Press.
Semi, M. A. 1988. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Teeuw, A. 1984. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: PT Gramedia.
Utami, Ayu. 2014. “Setan Murat- Cerpen-cerpen Koran Tempo”. Dalam TEMPO, 3 Agustus
2014.

Anda mungkin juga menyukai