Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

GENETIKA

PERCOBAAN 2

ANALISIS PEDIGREE

NAMA : SITI ROFIQOH ATHIYYAH

NIM : H041201078

HARI/TANGGAL : JUMAT/2 APRIL 2021

KELOMPOK : V (LIMA)

ASISTEN : JESIKA BANGKARAN

LABORATORIUM GENETIKA
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

J.G. Mendel menyimpulkan bahwa pada individu-individu (atau pada ciri-ciri

heterozygot, satu alela dominan sedangkan yang lainnya resesif). Dari

kenyataannya bahwa ciri-ciri induk muncul kembali pada turunan tanaman ercis

yang tumbuh dari biji heterozygote, J.G. Mendel menyimpulkan bahwa kedua

faktor untuk kedua ciri tidak bergabung (tidak bercampur) dalam cara apapun kedua

faktor itu tetap berdiri sendiri selama hidupnya individu dan memisah ada waktu

pembentukan gamet-gamet (Firdauzi., 2014).

Sel tubuh tidak hanya disusun oleh kromosom tubuh tetapi juga kromosom

kelamin. Sel kelamin juga disusun oleh kromosom tubuh kromosom kelamin hanya

jumlahnya saja yang berbeda yakni haploid (Nusantari., 2013). Sifat dan ciri khas

tersendiri atau unik dari setiap makhluk hidup didapat dari parental yang mengikuti

pola penurunan tertentu. Sifat-sifat manusia yang terkait autosom dapat disebabkan

oleh gen dominan ataupun resesif (Mirayanti dkk., 2017). Prinsip tentang pewarisan

sifat pertama kali dikemukan oleh Gregor Mendel, dikatakan bahwa gen anak

merupakan perpaduan (persilangan) dari gen dari kedua orangtuanya. Beberapa

jenis penyakit atau kelainan akan menunjukkan adanya kejadian berulang yang

dialami oleh lebih dari satu orang yang memiliki hubungan saudara satu sama lain

(Perkasa dkk., 2012). Berdasarkan hal tersebut, maka percobaan ini dilakukan untuk

mengetahui bagaimana pewarisan sifat autosomal dominan ataupun autosomal

resesif serta melihat bagaimana analisis pedigree pada sebuah keluarga.

20
I.2. Tujuan Praktikum

1. Untuk menganalisis silsilah keluarga karakter menggulung lidah

2. Mencoba untuk mengetahui genotip diri sendiri untuk masing-masing karakter

I.3. Waktu Dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 2 April 2021 pukul 10.00-

13.00. Praktikum ini dilaksanakan jarak jauh, di rumah masing-masing praktikan,

karena pandemi Covid-19.

21
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Kebakaan

Penemuan hukum Mendel menjelaskan bahwa pewarisan sifat pada dasarnya

adalah pewarisan kromosom dari induk kepada individu keturunannya. Selain itu

pada proses penentuan jenis kelamin, telah dijabarkan pula bagaimana kromosom

baik kromosom kelamin maupu kromosom autosom berperan penting dalam

menentukan jenis kelamin individu. Namun ditunjukkan pula bahwa proporsi

jumlah kromosom yang tidak normal baik sesama kromosom kelamin maupun

kromosom autosom, menimbulkan munculnya kelainan perkembangan dari

individu yang mengalaminya (Effendi., 2020).

Penelaahan tentang genetika pertama kali dilakukan oleh seorang ahli botani

bangsa Austria, Gregor Mendel pada tanaman kacang polongnya. Pada tahun 1860-

an ia menyilangkan galur-galur kacang polong dan mempelajari akibat-akibatnya.

Hasilnya antara lain terjadi perubahan-perubahan pada warna bentuk, ukuran, dan

sifat-sifat lain dari kacang polong tersebut. Penelitian inilah ia mengembangkan

hukum-hukum dasar kebakaan. Hukum kebakaan berlaku umum bagi semua bentuk

kehidupan (Nusantari., 2015).

II.2. Pewarisan Sifat Autosomal

Pewarisan sifat-sifat herediter memiliki basis molekular pada replikasi DNA

secara tepat, yang menghasilkan salinan gen-gen yang dapat diwariskan dari

orangtua kepada anak. Pada hewan dan tumbuhan, sel-sel reproduksi yang disebut

gamet (gamete) merupakan wahana yang meneruskan gen dari satu generasi ke

22
generasi berikutnya. Selama fertiiisasi, gamet jantan dan betina (sperma dan sei

telur) bergabung, sehingga meneruskan gen-gen dari kedua induk ke anaknya

(Campbell dkk., 2008).

Yang dimaksud dengan sifat autosomal ialah sifat keturunan yang ditemukan

oleh gen pada autosom. Gen ini ada yang dominan dan ada yang resesif. Oleh

karena laki-laki dan perempuan mempunyai autosom yang sama, maka sifat

keturunan yang ditentukan oleh gen autosomal dapat dijumpai pada laki-laki

maupun perempuan (Suryo., 2016).

II.2.1. Pewarisan Gen Autosomal Dominan

Gangguan Warisan Dominan Autosomal adalah sindrom di mana individu

yang terkena menerima dari satu orang tua (heterozigot) atau keduanya (homozigot)

gen penyandi penyakit, dan bahwa individu yang terkena memiliki orang tua yang

terkena (kecuali dalam kasus gen yang sangat bisa berubah). Pria dan wanita

memiliki kemungkinan yang sama untuk mewariskan gen yang terpengaruh ke

generasi berikutnya (Nogueira dkk., 2015). pewarisan gen autosomal dominan

memiliki beberapa contoh penyakit yang diwariskan dari induk ke anaknya.

Penyakit Huntington memiliki sifat autosomal dominan, yang berarti bahwa

penyakit ini diturunkan oleh salah satu orangtua. Alel mutan akan diturunkan dari

induk kepada keturunnya dengan probabilitas 50%. Gen ini sangat berkaitan dengan

jenis kelamin, apabila penyakit ini diturunkan oleh seorang ibu ke anak, maka

pengulangan trinukleotida CAG dalam anak tidak mengalami ekspansi, dalam arti

tetap dalam jumlah yang sama dengan ibu. Namun apabila diturunkan oleh seorang

ayah, maka jumlah pengulangan trinukleotida CAG ini akan meningkat pada

anaknya. Pada tipe warisan genetik autosomal dominan penyakit Huntington akan

mengakibatkan seorang individu dengan gen Huntingtin mewariskan alel mutasi


23
gen tersebut sebesar 50%, sehingga keturunan mereka memiliki penyakit

Huntington (Tjan dkk., 2016).

Polidaktili adalah suatu kelainan yang diwariskan oleh gen autosomal dominan

P sehingga orang mempunyai tambahan jari pada satu atau dua tangan dan/atau

pada kakinya. Yang umum dijumpai ialah terdapatnya jari tambahan pada satu atau

kedua tangan. Tempatnya jari tambahan itu berbed-beda, ada yang terdapat di ibu

jari, dan ada pula yang terdapat di dekat jari kelingking. Juga tampak jelas bahwa

sifat ini diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara vertical. Suatu

ciri khas untuk pewarisan sifat keturunan yang ditentukan oleh gen dominan

autosomal. Walaupun polidaktili itu ditentukan oleh sebuah gen dominan

autosomal, namun dalam kenyataan seorang polidaktili kerap kali mempunyai

ayanh dan ibu berjari normal. (Suryo., 2016).

Anonychia adalah kelainan yang menyebabkan kuku dari beberapa jari tangan

atau kaki tidak tumbuh dengan baik. Kuku biasanya sama sekali tidak terdapat pada

jari telunjuk dan jari tengah, juga kadang-kadang dari ibu jari. Penyebab kelainan

ini adalah gen dominan An pada autosom (Suryo., 2016).

II.2.2. Pewarisan Gen Autosomal Resesif

Pewarisan sifat yang diatur oleh alel resesif pada autosorn diwariskan secara

seimbang pada keturunan wanita ataupun laki-laki. Anak yang memiiliki sifat/

penyakit umumnya lahir dari dua orang tua yang normal. Penyakit tidak ditemukan

pada setiap generasi atau terjadi skip-generation. Penyakit Iebih sering muncul pada

keturunan dari hasil perkawinan sedarah (Goldstein dan Prystowsky., 2017).

Suatu sifat keturunan yang ditentukan oleh gen resesif pada autosom baeu akan

tampak apabila suatu individu menerima gen itu dari kedua orang tuanya. Biasanya

24
kedua orang tua itu Nampak normal, meskipun sebenarnya mereka carrier atau

membawa sifat tapi tidak menderita sifat tersebut (Suryo., 2016). Beberapa contoh

penyakit atau kelaina pada pewarisan sifat autosomal resesif yaitu mata biru, Cystic

fibrosis dan Tay-Sachs.

Mata biru yaitu kelainan akibat kurang banyaknya granula melanin yang

dibentuk oleh gen. warna mata timbul sebagai hasil pantulan cahaya dari granula

melanin yang terdapat dalam iris. Orang yang memiliki genotip bb hanya mampu

membentuk sedikit melanin, sehingga matanya berwarna biru. Orang yang

memiliki genotip homozigot dominan BB mampu membentuk melanin dalam

jumlah besar sehingga matanya berwarna coklat tua sampai hitam (Suryo., 2016).

Cystic fibrosis atau biasa disingkat CF adalah penyakit yang ditandai dengan

adanya kelainan dalam metabolisme protein, sehingga mengakibatkan kerusakan

pada beberapa organ. Kebanyakan penderita biasanya meninggal dunia pada umur

18 tahun. Penyakit ini timbul pada individu yang homozigot resesif, sehingga kedua

orang tua dari anak yang menderita ini tentunya memiliki genotip heterozigot

(Suryo., 2016).

Penakit Tay-Sachs memiliki homozigot resesif. Urat sarafnya mengalami

kemunduran dan akibatnya biasanya timbul saat berumur 6 bulan. Penyakit ini

menyebabkan penderita kehiilangan kemampuan intelektualnya dan otot-ototnya

menjasi lemah. Apabila penderita mengalami gangguan sistem saraf dan mengenai

indera penglihatan dapat menyebabkan kebutaan. Penyakit ini banyak terdapat pada

orang-orang Yahudi Ashkenazy (Suryo., 2016).

II.3. Analisis Pedigree

Salah satu cara yang dipakai untuk mempelajari karakter (sifat) menurun pada

manusia adalah dengan membuat suatu daftar silsilah keluarga (pedigree) yang
25
menyangkut sebanyak mungkin generasi dan memperlihatkan individu yang

normal maupun yang menampakkan sifat yang hendak diteliti. Sebuah pedigree

merupakan diagram yang mengandung semua hubungan kekerabatan yang

diketahui, baik dari generasi sekarang maupun generasi terdahulu dan memuat data-

data tentang sifat atau keadaan yang akan dipelajari. Individu yang ada kelainan

herediter menjadi sumber informasi bagi penyusunan sebuah pedigree disebut

probandus atau propositus. Prosedur umum yang dilakukan dalam menganalisa

pedigree adalah meneliti setiap generasi dari keluarga yang sedang dipelajari

(Arsal., 2012).

Hasil analisis silsilah memberikan nilai yang diharapkan dari peningkatan

homozigositas dan penurunan heterozigositas untuk seluruh genom dan dapat

dianggap sebagai strategi yang tepat untuk memantau populasi untuk program

kawin dan untuk pengelolaan variabilitas genetik. Analisis silsilah memungkinkan

untuk menilai tingkat perkawinan sedarah dan penataan populasi. Hasil analisis

tersebut dapat menunjukkan pemulia populasi tertutup yang relatif kecil ukuran

kerugian genetik yang berpotensi muncul (Pjontek dkk., 2012). Bagan silsilah

menunjukkan anggota keluarga yang dipengaruhi oleh sifat genetik. Silsilah

menarik karena mereka dapat digunakan untuk melakukan pekerjaan detektif dan

digunakan untuk mempelajari genetika penyakit bawaan. Analisis silsilah dapat

digunakan untuk memprediksi cara transfer genetik penyakit (Gowri dkk., 2019).

26
BAB III

METODE PERCOBAAN

III.1. Alat Dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat yang digunakan yaitu alat tulis berupa pensil atau pulpen dan kertas untuk

mencatat data

III.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah bagian tubuh, yaitu telinga, lidah jari tangan,

pipi, gigi dan dagu praktikan.

III.2. Prosedur Kerja

1. Menggulung lidah sendiri dan mencatat hasilnya.

2. Melipat lidah sendiri dan mencatat hasilnya.

3. Lakukan kedua hal di atas pada seluruh keluarga anda, dan buat silsilah

keluarga anda.

4. Tentukan pola penurunan masing-masing karakter.

27
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1 Hasil

IV.1.1. Kebakaan

1. Data Individu
No. Sifat Baka Genotip Fenotip

1. Lesung Dagu (D) d Tidak

Ujung Daun Telingan


2. e Tidak
Menggantung (E)

3. Ibu Jari Kiri Keatas (F) F Ya

4. Rambut Pada Jari (M) M Ya

5. Lesung Pipi (P) p Tidak

6. Gigi Seri Bercelah (G) g Tidak

2. Data Kelompok
No. Sifat baka Dominan Resesif

1. Lesung Dagu (D) 1 13

Ujung Daun Telingan


2. 4 10
Menggantung (E)

3. Ibu Jari Kiri Keatas (F) 8 6

4. Rambut Pada Jari (M) 13 1

5. Lesung Pipi (P) 5 9

6. Gigi Seri Bercelah (G) 2 12

28
IV.1.2. Analisis Pedigree

1. Melipat Lidah

Aa aa Aa Aa

aa aa aa Aa aa Aa aa aa Aa aa

aa aa Aa aa aa aa

2. Menggulung lidah

Bb bb Bb bb

bb Bb Bb Bb bb Bb bb Bb Bb Bb

bb Bb Bb Bb bb BB

Keterangan :

= Individu tidak bisa menggulung dan melipat lidah

= Individu bisa menggulung atau melipat lidah

= Individu yang sudah Meninggal

= Individu yang dimaksud

29
IV.2 Pembahasan

Pada percobaan ini dilakukan pengamatan pada diri sendiri dan juga pada

teman kelompok. Praktikan mencatat data teman kelompok. Data yang dicatat yaitu

terkait lesung dagu (D), ujung daun telingan menggantung (E), ibu jari kiri keatas

(F), rambut pada jari (M), lesung pipi (P), dan gigi seri bercelah (G). Selanjutnya,

dilakukan juga Analisis pedigree yang berkaitan dengan melipat dan menggulung

lidah. Analisis silsilah (pedigree) dalam suatu keluarga adalah cara mengumpulkan

informasi tentang sejarah sifat tertentu dalam suatu keluarga dan menyusun

informasi tersebut menjadi pohon keluarga yang mendeskripsikan sifat-sifat

orangtua dan anak pada beberapa generasi. Salah satu manfaat mempelajari analisis

pedigree adalah memperbaiki keturunan seseorang.

Pada tabel data individu diperoleh hasil yaitu tidak memiliki lesung dagu (d),

hal ini dapat terjadi karena ibu dan ayah tidak meiliki lesung dagu. Ujung daun

telinga tidak menggantung (e), hal ini karena kedua orang tua memiliki ujung daun

telinga tidak menggantung. Memiliki ibu jari kiri keatas (F), hal ini karena ayah

atau ibu atau keduanya memiliki ibu jari kiri keatas. Memiliki rambut pada jari (M),

hal ini karena ayah atau ibu atau keduanya rambut pada jari. Tidak memiliki lesung

pipi (p), hal ini terjadi karena kedua orang tua tidak memiliki lesung pipi, dan tidak

memiliki gigi seri bercelah (g) yang juga terjadi karena orang tua tidak memiliki

gen tersebut.

Pada tabel data kelompok diperoleh hasil teman yang tidak memiliki lesung

dagu atau resesif sebanyak 13 orang, dan yang dominan sebanyak 1 orang.

Selanjutnya yaitu ujung daun telinga menggantung, sebanyak 10 orang resesif dan

4 orang dominan. Ibujari kiri ke atas, diperoleh hasil 6 orang resesif dan 8 orang

30
doinan. Rambut pada jari, diperoleh hasil 1 orang resesif dan 13 orang dominan.

Pada tabel lesung pipi diperoleh data 9 orang resesif dan 5 orang dominan. Dan

terakhir yaitu pada data gigi seri bercela di peroleh hasil 12 orang resesif dan 2

orang dominan. Selanjutnya yaitu analisis pedigree pada sifat menggulung dan

melipat lidah yang merupakan salah satu contoh pewarisan gen autosomal dominan,

kedua sifat tersebut merupakan pewarisan sifat yang diturunkan dari generasi

sebelumnya. Data pewarisan sifat dicatat dengan menggunakan diagram pohon atau

diagram silsilah pada tiga generasi dapat diketahui fenotip menggulung dan melipat

lidah. Pada diagram silsilah keluarga menlipat lidah, terdapat kakek dari pihak ayah

yang heterozogot bisa menggulung lidah dan nenek dan pihak ibu yang normal

homozigot melahirkan 3 orang anak. Anak pertama perempuan memiliki genotip

homozigot resesif yang menikah dengan seorang pria bergenotipp homozigot

resesif. Anak kedua seorang pria (ayah) memiliki genotip homozigot resesif yang

menikah dengan perempuan (ibu) bergenotip dominan heterozigot. Anak ketiga

perempuan memiliki genotip dominan heterozigot menikah dengan pria bergenotip

homozigot resesif. pada diagram silsilah kakek dan nenek dari pihak ibu memiliki

genotip dominan heterozigot. Memiliki tiga anak perempuan dengan anak pertama

bergenotip dominan heterozigot, anak kedua homozigot resesif dan anak ketiga

dominan heterozigot. Anak perempuan pertama (ibu) menikah dengan pria

bergneotip homozigot resesif menghasilkan keturunan 3 orang anak dengan anak

pertama (praktikan) dan kedua bergenotip homozigot resesif, serta anak ketiga

bergenotip dominan heterozigot. Anak perempuan kedua menikah dengan pria

bergenotip homozigot resesif sehinggan memiliki keturunan dua anak laki-laki

dengan genotip homozigot resesif. anak perempuan terakhir menikah dengan pria

31
bergenotip homozigot resesif dan memiliki keturunan dengan genotip homozigot

resesif.

Pada diagram silsilah keluarga menggulung lidah, terdapat kakek dari pihak

ayah yang heterozigot bisa menggulung lidah dan nenek dan pihak ibu yang normal

homozigot melahirkan 3 orang anak. Anak pertama perempuan memiliki genotip

dominan heterozigot yang menikah dengan seorang pria bergenotipp homozigot

resesif. Anak kedua seorang pria (ayah) memiliki genotip dominan heterozigot yang

menikah dengan perempuan (ibu) bergenotip dominan heterozigot. Anak ketiga

perempuan memiliki genotip dominan heterozigot menikah dengan pria bergenotip

homozigot resesif. pada diagram silsilah kakek dari dari pihak ibu bergenotip

dominan homozigot dan pada nenek bergenotip homozigot resesif. Memiliki tiga

anak perempuan dengan anak pertama bergenotip dominan heterozigot, anak kedua

homozigot resesif dan anak ketiga dominan heterozigot. Anak perempuan pertama

(ibu) menikah dengan pria bergneotip dominan heterozigot dan menghasilkan

keturunan 3 orang anak dengan anak pertama (praktikan) bergenotip homozigot

resesif, serta anak kedua dan anak ketiga bergenotip dominan heterozigot. Anak

perempuan kedua menikah dengan pria bergenotip dominan heterozigot dan

memiliki keturunan anak laki-laki pertama bergenotip dominan heterizigot dan

anak laki-laki kedua dengan genotip homozigot resesif. anak perempuan terakhir

menikah dengan pria bergenotip homozigot resesif dan memiliki keturunan anak

perempuan dengan genotip dominan homozigot.

32
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Pada analisis sislsilah keluarga, di dapatkan hasil yaitu kakek dari pihak ayah,

orang tua dari pihak ibu, adik perempuan ayah, adik perempuan ibu dan anak

terakhir dari orang tua praktikan dapat melipat lidah. Sedangakn untuk

menggulung lidah di dapatkan hasil, kakek dari pihak ayah, nenek dari pihak

ibu, semua anak dari orang tua pihak ayah, ibu, adik terakhir ibu, kesua adik

laki-laki praktikan dan anak dari adik ibu dapat menggulung lidah.

2. Dari percobaan di dapatkan data pribadi individu yaitu tidak memiliki lesung

dagu (d), ujung daun telinga tidak menggantung (e), memiliki ibu jari kiri keatas

(F), memiliki rambut pada jari (M), tidak memiliki lesung pipi (p), dan tidak

memiliki gigi seri bercelah (g).

V.2 Saran

V.2.1 Saran untuk Laboratorium

Laboratorium sebaiknya dijaga kebersihan dan keamanannya agar praktikan

dapat melakukan percobaan dengan baik

V.2.2 Saran untuk Asisten

Penjelasan yang diberikan asisten sangat jelas, asisten sudah memberikan

pemahaman dengan baik. Sebaiknya dipertahankan bahkan ditingkatkan

V.2.3 Saran untuk Praktikum

Praktikum sebaiknya dilakukan secara offline agar praktikan dapat lebih paham

dan bisa mengerjakan langsung percobaan.

33
Daftar Pustaka
Arsal, A. F., 2012. Analisis Pedigree Cadel (Studi Kasus Beberapa Kabupaten di
Sulawesi Selatan). Jurnal Sainsmat. (1) 2:164.
Campbell, N. A., Reece, J. B., Urry, L. A., Cain, M. L., Wasserman, S. A.,
Minorsky, P. V., & Jackson, R. B. (2008). Biologi Edisi Kedelapan Jilid 1,
diterjemahkan oleh Damaring Tyas Wulandari. Jakarta: Erlangga.
Firdauzi, N. S., 2014, Rasio Perbandingan F1 Dan F2 Pada Persilangan Starin N X
B, Dan Strain N X Tx Serta Resiproknya, Jurnal Biology Science &
Education, 3(2): 197-204.
Goldstein, D. Y., dan Prystowsky, M., 2017, Educational Case: Autosomal
Recessive Inheritance: Cystic Fibrosis, Academic Pathology, 4: 1–4.
Gowri, P., Hari P. R. K., Pavithra, S., Karthick, A., dan Sundarsingh, S., 2019, A
Case Study On Down Syndrome Using Pedigree Analysis, International
Journal of Advanced Science and Technology, 28(20): 1202-1209.
Mirayanti. Y, Junita. I. K, Suaskara. I. B. M., 2017, Frekuensi Gen Cuping Melekat,
Alis Menyambung, Lesung Pipi, Lidah Menggulung Pada Masyarakat Desa
Subaya, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Jurnal Simbiosis 5(1):
32-37.
Nogueira, B. M. L., Da Silva, T. N., Nogueira, B. C. L., Da Silva, W. B., De
Menezes, S. A. F. Dan Menezes, T. O. A., 2015, Genetic autosomal
dominant disorders: A knowledge, Int. J. Odontostomat., 9(1): 153-158.
Nusantari. E., 2013, Jenis Miskonsepsi Genetika yang Ditemukan pada Buku Ajar
di Sekolah Menengah Atas, Jurnal Pendidikan Sains, 1(1): 52-64.
Nusantari, E., 2015, Genetika, Deepublish, Yogyakarta.
Perkasa, M. F., Punagi, A. Q., dan Khaeruddin, 2012, Analisis pedigree gangguan
pendengaran dan ketulian pada penduduk dusun Sepang, Polewali Mandar,
Sulawesi Barat, ORLI, 42(1):1-5
Pjontek, J., Kadlečík, O., Kasarda, R., dan Horný, M., 2012, Pedigree analysis in
four Slovak endangered horse breeds, Czech J. Anim. Sci., 57(2): 54–64.
Suryo., 2016, Genetika Manusia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tjan, A., Widhiasih, N.M., dan Sitanggang, F. P., 2016, Penyakit Pre-Huntington
Dan Huntington: Kajian Molekuler & Neuroradiologi, Jurnal Radiologi
Indonesia 2(1): 29-65.
Lampiran Referensi

Anda mungkin juga menyukai