Anda di halaman 1dari 103

1

DEMOKRASI DALAM TINJAUAN SYARI’AT:


KEHANCURAN DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Karya Tulis Ilmiah


diajukan untuk melengkapi persyaratan
kelulusan dari SMA

Oleh:
RADEN MUHAMMAD ABDURROFI

NIS : 202110115
Kelas : XII IPA D

SMA ISLAM TERPADU AL BINAA


PESANTREN AL BINAA
2023

1
HALAMAN PERSETUJUAN

Karya tulis ini telah dibaca dan disetujui oleh:

Guru Pembimbing,

Abdusshomad, Lc.
Tanggal: 1 November 2022

Wali Kelas,

Ruslan, M.Pd.
Tanggal: 3 November 2022

Judul : Demokrasi Dalam Tinjauan Syari’at:


Kehancuran Bagi Kehidupan Manusia
Nama : Raden Muhammad Abdurrofi
NIS : 202110115
Kelas : XII IPA D

2
HALAMAN PENGESAHAN

Karya tulis ini telah diujikan pada Kamis, 5 Desember 2022

Guru Penguji, Guru Pembimbing,

Ruslan, M.Pd. Abdusshomad, Lc.

Kepala Sekolah, Wali Kelas,

Agung Wahyu Adhy, Lc. Ruslan, M.Pd.

Judul : Demokrasi Dalam Tinjauan Syari’at: Kehancuran Bagi


Kehidupan Manusia
Nama : Raden Muhammad Abdurrofi
NIS : 202110115
Kelas : XII IPA D

3
HALAMAN MOTTO

‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْوا َما َل ُك ْم ِا َذا ِق ْي َل َل ُك ُم ا ْن ِفر ُْوا ِفيْ َس ِبي ِْل‬
‫ض ْي ُت ْم ِب ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْن َيا ِم َن‬ ۗ ِ ْ‫هّٰللا ِ َّاثا َق ْل ُت ْم ِا َلى ااْل َر‬
ِ ‫ض اَ َر‬
‫ااْل ٰ ِخ َر ۚ ِة َف َما َم َتا ُع ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْن َيا ِفى ااْل ٰ ِخ َر ِة ِااَّل َقلِ ْي ٌل‬
Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa apabila dikatakan kepada kamu,
“Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah,” kamu merasa berat dan ingin tinggal di
tempatmu? Apakah kamu lebih menyenangi kehidupan di dunia daripada kehidupan di
akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di
akhirat hanyalah sedikit. (QS.At-Taubah: 38)

4
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah atas
Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabat beliau. Aku bersaksi bahwa
sesungguhnya tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah saja tidak ada sekutu
bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah Azza wa Jalla karena atas
rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, KTI dengan judul “Demokrasi Dalam Tinjauan
Syari’at: Kehancuran Bagi Kehidupan Manusia” ini dapat diselesaikan.
Karya tulis ini diselesaikan demi melengkapi salah satu syarat kelulusan di
SMA IT Al Binaa, Bekasi. Karya ini penulis dedikasikan untuk orang tua tercinta,
Raden Muhammad Syarif Rusdi, S.E. dan Jimi Fitria Sari, S.Pd. atas segala doa,
motivasi, dan pengorbanan yang tiada berbatas.
Pada kesempatan yang baik ini, izinkan penulis menyampaikan apresiasi
dan ucapan terima kasih yang demikian tulus kepada pihak-pihak sebagai berikut,
1. Ustadz Aslam Muhsin Abidin, Lc., Mudir Pesantren Al Binaa.
2. Ustadz Agung Wahyu Adhy, Lc., Wakil Mudir Bidang Pendidikan dan
Pengasuhan.
3. Ustadz Abdul Somad, Lc., pembimbing KTI.
4. Ustadz Ruslan, M.Pd. sebagai wali kelas XII IPA D.
5. Sahabat seperjuangan di kelas XII IPA D dan angkatan XIV.
6. Seluruh ustadz dan karyawan Al Binaa.
Penulis menyadari sepenuhnya kekurangan yang mungkin terdapat dalam
karya ini. Oleh karena itu, saran dan kritik konstruktif tentu penulis terima dengan
tangan terbuka.

Pebayuran, 28 Desember 2022

Penulis

5
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN 2

HALAMAN PENGESAHAN 3

HALAMAN MOTTO 4

KATA PENGANTAR 5

DAFTAR ISI 6

DAFTAR LAMPIRAN 8

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 6

C. Tujuan Penelitian 6

D. Manfaat Penelitian 6

BAB II LANDASAN TEORI 8

A. Syari’at Islam 8

B. Demokrasi 10

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14

A. Waktu dan Tempat Penelitian 14

B. Metode Penelitian 14

C. Materi Penelitian 14

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 17

6
A. Kerusakan-Kerusakan dan Bantahan Syubhat Demokrasi 17

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 87

A. Kesimpulan 87

B. Saran 89

DAFTAR PUSTAKA 93

LAMPIRAN 94

7
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

8
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tahun 2024 nanti, di negeri kaum muslimin yang kita cintai ini,

semoga Allah meridhoi dalam menegakkan tauhid di bumi ini. Orang-orang

akan merayakan sebuah pesta yang mereka namakan dengan Pesta

Demokrasi. Yang pada dasarnya bagi seorang yang berpegang teguh dengan

tauhid, bahwasanya ini adalah pesta kesyirikan. Sebab salah satu pondasi dari

demokrasi adalah pemilu. Pemilu adalah sebuah acara seremonial-kolosal;

sebuah perhelatan akbar yang wajib diselenggarakan secara periodik dalam

satu negara yang menganut sistem demokrasi. Seluruh manusia, baik muslim

maupun kafir merasa wajib turut serta mensukseskan "pesta demokrasi".

Celakanya, kaum muslimin yang telah "termakan" propaganda orang-orang

kafir juga ikut-ikutan mempopulerkan demokrasi.

Mereka hendak mempersamakan demokrasi ini dengan sistem syura

(musyawarah) dalam syariat Islam. Mereka pun memanipulasi dalil-dalil

Al-Qur'an dan As-Sunnah agar tampak seolah-olah pemilu itu sesuai dengan

syariat Islam. Mereka, para hizbiyyun (orang-orang partai) terus menerus

mencari legitimasi dari Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam keikutsertaan

mereka dalam pemilu tersebut. Lantas, bagaimanakah sesungguhnya

pandangan syariat Islam terhadap pemilu? Apakah demokrasi merupakan

sistem yang absah dan dibenarkan secara syariat? Dan bagaimana sebenarnya

cara islam dalam perkara memilih pemimpin umat?


2

Dengan munculnya pesta demokrasi di negeri kaum muslimin, sehingga

hilangnya di dada-dada kaum muslimin ukhuwah imaniyah dan islamiyah

untuk menentukan nasib umat di suatu negeri; diganti dengan

ukhuwah-ukhuwah wathoniyah (nasionalisme) dalam partai yang mereka

dirikan. Sehingga bercampur lah antara orang-orang mukmin dan orang-orang

kafir, untuk mengatur umat di negeri mayoritas kaum muslimin berada.

Walaupun dalam membuat undang-undang yang mengatur tentang hajat kaum

muslimin seperti undang-undang haji, zakat, nikah dan yang lainnya, tetap

saja orang-orang kafir ikut campur didalamnya atas dasar kebebasan

berpendapat dan hak asasi manusia.

Salah satu contoh untuk ukhuwah wathoniyah (nasionalisme), jika ada

seorang muslim warga Malaysia memukul seorang kafir warga Indonesia

dalam sebuah keributan di perbatasan Kalimantan, maka tentu dengan

ukhuwah wathoniyah ini, aparat dari Indonesia akan membela warga kafir

Indonesia tersebut, walaupun aparat itu adalah seorang muslim. Maka inilah

yang membuat hilangnya ukhuwah islamiyah dan imaniyah, jika aparat itu

membela muslim yang warga malaysia tentu dia akan dianggap berkhianat

terhadap bangsanya.

Jika kita melihat ke belakang sejarah di masa-masa sebelumnya- terlebih

abad tiga belas dan empat belas hijriyah- (atau masa abad ke-19 dan abad

ke-20 masehi) terjadi serangan bertubi-tubi terhadap kaum muslimin lewat

berbagai cara, khususnya lewat perang pemikiran yang mengerikan.

Orang-orang yahudi dan nasrani memerangi Islam di setiap lini. Mereka


3

berusaha mengurai tali Islam seutas demi seutas. Mereka pun berusaha

meracuni kaum muslimin dengan memasukkan kerancuan-kerancuan didalam

Al-Qur’anul Karim, sunnah Nabi yang shahih, bahasa Arab, dan sejarah.

Mereka menikam umat Islam ketika mayoritas umat dalam keadaan lupa dan

lalai terhadap agama mereka. Tikaman terbesar yang ditimpakan kepada

kaum muslimin adalah makar penyebaran perbedaan pemahaman yang

dipasang oleh musuh-musuh Islam yaitu menyangkut perkara yang berkaitan

dengan syari’at yang ditegakkan oleh Kekhalifahan kaum muslimin. Ketika

mereka berhasil menyebarkan ikhtilaf pemahaman diantara orang-orang

tersebut, mereka pun mampu meruntuhkan Khilafah Islamiyah yang saat itu

berpusat di Konstantinopel yang runtuh pada tahun 1924 oleh pengkhianatan

seorang jenderal-sekuler yang bernama Mustafa Kemal Attaturk.

Orang-orang yahudi dan nasrani terus menerus memperluas jurang perbedaan

yang besar ini. Kemudian mereka jadikan negeri kaum muslimin

tersekat-sekat dan terpecah-belah yang dibatasi dengan hukum nasionalisme

(perjanjian sykes-picot). Setelah mereka sukses melakukan ini semua, mereka

pun berupaya memisahkan Islam dari kehidupan umat, aktivitas

pemerintahan dan yang lainnya; dengan menyusun undang-undang (qanun)

buatan (manusia) dan menggambarkannya seolah-olah sebagai “puncak

peradaban”.

Maka muncullah musibah yang menimpa kaum muslimin -pertama-tama-

di dalam perihal agama mereka. Kemudian diikuti oleh musibah pada

kehidupan dunia mereka, dan musibah demi musibah kian bertambah parah
4

dengan kemunculan sistem demokrasi ini dalam kehidupan manusia. Mereka

orang-orang sekuler mengatakan, bahwa demokrasi inilah yang relevan dalam

situasi kekinian, dalam hal kebebasan berpendapat dan dalam menegakkan

sesuatu yang disebut-sebut dengan hak asasi manusia (HAM).

Beberapa fitnah yang merusak ke dalam kehidupan manusia sejak

ditegakkannya sistem demokrasi di dalam negeri-negeri kaum muslimin

antara lain adalah adanya pemilihan umum (pemilu), membuat

undang-undang yang mengikat manusia yang hidup di dalam negeri kaum

muslimin, munculnya fanatisme golongan, kebebasan berbicara, persamaan

hak asasi manusia dan yang lainnya.

Contoh kerusakan yang terjadi dalam pemilu adalah kampanye, yaitu

supaya manusia memilih dirinya untuk mewakili manusia tersebut dalam

membuat hukum, yang disebut dengan pemilihan anggota legislatif (DPR,

MPR), dan kampanye untuk memilih pemimpin yang mana pemimpin terpilih

berdasarkan suara terbanyak dari perhitungan setiap suara, baik suara itu dari

orang yang baik maupun dari orang yang jahat (dalam hal ini suara seorang

ulama adalah sama dengan suara seorang preman ataupun seorang pelacur).

Begitu pula perempuan diperintahkan untuk keluar dari rumah-rumah mereka,

supaya mereka dipilih untuk mewakili perwakilan perempuan dalam rangka

mewujudkan persamaan gender, dalam hal ini seorang pelacur bisa terpilih

oleh pelacur lainnya sebagai anggota legislatif, yang akan mewakili

perempuan membuat undang-undang yang mengatur kehidupan manusia di

negeri kaum muslimin.


5

Contoh kerusakan dalam penerapan undang-undang adalah bahwasanya

orang muslim dan orang kafir sama dimata hukum undang-undang tersebut.

Padahal sesungguhnya di dalam negara Islam, seorang muslim sangat

diistimewakan kedudukannya, dan mereka, yaitu orang-orang kafir sangat

rendah di mata hukum Islam, sehingga diwajibkan untuk mereka membayar

jizyah dalam keadaan tunduk dan takluk, yang dimana jika mereka menolak

membayar, mereka akan diperangi.

Contoh kerusakan dalam fanatisme golongan adalah kaum muslimin

dipecah-pecah dalam banyaknya partai, sehingga hilanglah kebanggaan

mereka sebagai seorang muslim, tergantikan dengan kebanggaan mereka

menjadi anggota partai tersebut, sehingga rusaklah ukhuwah Islamiyah

diantara mereka.

Contoh kerusakan dalam kebebasan berbicara adalah manusia bebas

berbicara tentang ide-ide mereka, walaupun ide tersebut menyelisihi syari’at,

sehingga melecehkan aturan perintah dan larangan Allah.

Contoh kerusakan dalam persamaan hak asasi manusia adalah seorang

kafir punya hak yang sama dengan seorang muslim, termasuk punya hak

untuk terpilih sebagai pemimpin di lingkungan kaum muslimin.

Berikut adalah fitnah dan syubhat dalam negara yang menerapkan sistem

demokrasi antara lain sebagai berikut:

1. Bahwa sistem demokrasi selaras dengan Islam.

2. Pemilu sudah ada di awal sejarah Islam.

3. Boleh mengambil sebagian sistem jahiliyah.


6

4. Mendirikan negara Islam.

5. Menegakkan syariat secara bertahap.

6. Kami terpaksa masuk ke dalam pemilu dan parlemen demokrasi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang penelitian angkat

sebagai berikut:

1. Mengapa demokrasi merusak kehidupan manusia di negeri kaum

muslimin?

2. Bagaimana timbangan syari’at dalam meninjau sistem demokrasi

paganisme-yunani kuno ini diterapkan dalam negeri kaum muslimin?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk menyampaikan kebenaran syariat Islam dalam

mengatur kehidupan manusia dan menepis beberapa syubhat dan fitnah

sistem demokrasi yang diterapkan di negeri kaum muslimin.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan berguna untuk meluruskan pemikiran generasi

kaum muslimin terutama dengan perang pemikiran (ghazwul fikri) dalam

hal penegakkan syariat Islam secara kaffah di muka bumi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa, meluruskan pemikiran siswa terutama dengan perang

pemikiran (ghazwul fikri) dalam hal penegakkan syariat Islam

secara kaffah di muka bumi.


7

b. Bagi guru, meluruskan pemikiran guru terutama dengan perang

pemikiran (ghazwul fikri) dalam hal penegakkan syariat Islam

secara kaffah di muka bumi.

c. Bagi penulis, meluruskan pemikiran penulis terutama dengan

perang pemikiran (ghazwul fikri) dalam hal penegakkan syariat

Islam secara kaffah di muka bumi.


8

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Landasan Teori

Landasan teori yang dipaparkan dalam penelitian ini adalah acuan untuk

memperkuat dan mendukung penelitian yang dilakukan. Berdasarkan masalah

yang dikaji, maka dapat diuraikan dua landasan yang menjadi materi dalam

penelitian ini:

A. Syari’at Islam

a. Pengertian Syari’at Islam

Syariat islam adalah ucapan dari bahasa Arab "As-Syari’atu"

secara bahasa artinya jalan yang dilewati untuk menuju sumber air.

Secara bahasa, kata syariat juga digunakan untuk menyebut madzhab

atau ajaran agama. Atau dengan kata lebih ringkas, syariat berarti

aturan dan undang-undang.

Secara istilah, syariat islam adalah semua aturan yang Allah

turunkan untuk para hamba-Nya, baik terkait masalah aqidah,

ibadah, muamalah, adab, maupun akhlak. Baik terkait hubungan

makhluk dengan Allah, maupun hubungan antar sesama makhluk.

Allah berfirman, “Kemudian Aku jadikan kamu berada di atas

suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah

syariat itu…” (QS. Al-Jatsiyah: 18). Makna ayat tersebut adalah:

“Aku jadikan kamu berada di atas manhaj (jalan hidup) yang jelas
9

dalam urusan agama, yang akan mengantarkanmu menuju

kebenaran.” (Tafsir Al-Qurthubi, 16/163).

b. Sumber Syari’at Islam

Syariat islam adalah agama islam itu sendiri. Oleh karena

sumber-sumber syariat islam adalah sumber-sumber agama islam itu

sendiri, yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah. Al-Qur’an dan As-Sunnah

adalah sumber satu-satunya ajaran Islam. Baik Al-Quran maupun

As-Sunnah berasal dari wahyu Allah SWT, sehingga ia sempurna

dan terjaga kemurniannya.

c. Keutamaan Syari’at Islam

1. Bersumber dari Sang Pencipta, Tuhan semesta alam, sehingga

mutlak benar.

2. Terjaga dari perubahan, karena Allah menjaga sumbernya.

3. Mencakup semua aspek kehidupan.

4. Menjadi keputusan adil untuk setiap kasus sengketa manusia.

5. Layak diterapkan di setiap zaman dan tempat.

d. Manfaat dan Tujuan Syari’at Islam

Ada banyak manfaat dari adanya fungsi dan tujuan syariat islam,

baik untuk seorang muslim itu sendiri atau seorang non-muslim,

karena pada dasarnya islam datang sebagai rahmatan lil ‘alamin

yaitu rahmat untuk seluruh alam semesta.

Tujuan syari’at islam adalah untuk mengatur perbuatan dan

tingkah laku manusia, khususnya umat islam. Guna untuk


10

mewujudkan kemaslahatan manusia, baik untuk dunia maupun

akhirat.

Asy-Syatibi membagi kemaslahatan dalam fungsi dan tujuan

syariat islam menjadi tiga yaitu kebutuhan dharuriyah (kebutuhan

primer), kebutuhan hijaiyah (kebutuhan sekunder), dan kebutuhan

tahsiniyah (kebutuhan tersier). Asy-Syatibi juga membagi kebutuhan

primer menjadi tiga meliputi kebutuhan agama, memelihara jiwa,

memelihara akal, dan memelihara kehormatan/ keturunan.

Selain itu, fungsi dan tujuan syariat islam juga mengatur lain

dalam kebutuhan sekunder dimana kebutuhan ini merupakan

kebutuhan kedua setelah terpenuhinya kebutuhan primer.

Dengan begitu, fungsi dan tujuan syariat islam ternyata tidak

hanya untuk umat islam saja namun dalam penetapan syariat,

tujuannya adalah untuk kemaslahatan manusia.

B. Demokrasi

1. Pengertian Demokrasi

Kata Demokrasi berasal dari 2 kata bahasa Yunani, demos artinya

rakyat, dan krasi berasal dari kratos artinya kekuatan, kata itu

merupakan nama dari tokoh paganisme Kratos, dewa kekuatan.

Maka dari pengertian itu, demokrasi berarti kekuasaan rakyat oleh

rakyat. Rakyat adalah sumber kekuasaan.

2. Perkembangan Demokrasi
11

Demokrasi pertama kali diterapkan sebagai sistem negara-kota

paganisme Athena pada tahun 594 S.M. oleh Solon, 1.200 tahun

sebelum Rasulullah diutus, namun sistem ini berumur singkat, karena

runtuh setelah berkuasanya raja baru. Demokrasi kemudian muncul

lagi pada 508 S.M. oleh seorang aristokrat bernama Cleisthenes, ia

dibantu oleh raja Sparta, Cleomenes I untuk menggulingkan

penguasa di Athena. Namun negara demokrasi ini tidak lama

kemudian dihancurkan oleh kekaisaran majusi Persia sehingga sulit

untuk memperhatikan keberadaannya.

Setelah penghancuran negara demokrasi pertama oleh kaisar

Persia, seorang filsuf, Plato di abad ke-4 S.M. (yang merupakan guru

Aristoteles, guru Aleksander agung yang meruntuhkan Persia),

mencetuskan kembali ide teori demokrasi. Demokrasi kemudian

sering disebut-sebut pada abad ke-18 masehi, ketika orang-orang

yahudi dan nasrani sedang mengalami masa kejayaannya dalam

menjajah negeri-negeri kaum muslimin. Revolusi Inggris, Perancis

dan Amerika terhadap raja-raja mereka adalah awal dari

perkembangan demokrasi modern. Maka pada awal abad ke-20,

seluruh kerajaan-kerajaan terbesar di eropa runtuh dan diganti dengan

demokrasi, mulai dari Kekaisaran Jerman, Kekaisaran Rusia,

Kekaisaran Austria-Hungaria hingga Kekhalifahan Islamiyah.

Revolusi Prancis tercetus dengan semboyannya yang terkenal:

“kebebasan, persaudaraan dan persamaan (liberte, egalite,


12

fraternite).” Perancis memasukkan demokrasi ke dalam

undang-undang dasarnya dibawah judul “Hak-Hak Asasi Manusia”

pada pasal ketiga: “Rakyat adalah sumber dan gudang kekuasaan.

Setiap lembaga atau individu yang memegang kekuasaan, tidak lain

mengambil kekuasaannya dari rakyat.” Pasal ini dimasukkan kembali

pada undang-undang dasar tahun 1791 M. Di situ disebutkan bahwa

tahta kepemimpinan adalah milik rakyat. Sistem ini tidak mengakui

model pembagian kekuasaan, pengunduran diri ataupun meraih

kekuasaan dengan cara kudeta.

Kemudian paham demokrasi inipun dicantumkan di dalam

sebagian negara Arab dan Islam. Sebagai contoh, di Mesir ditetapkan

di dalam undang-undang kesatu tahun 1923, serta 1956. Dan pada

tahun 1971 di dalam undang-undang tersebut terdapat teks yang

menyebutkan antara lain bahwa: “Kepemimpinan adalah milik rakyat

dan rakyat adalah sumber kekuasaan menurut cara yang dijelaskan di

dalam undang-undang.” Pasal ini terdapat pada undang-undang

nyaris semua negara Arab dan Islam. Pasal semacam ini juga

termaktub di dalam undang-undang Indonesia. Pada pasal satu dan

dua puluh dua misalnya disebutkan: “Kedaulatan adalah di tangan

rakyat; dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat; yang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat,

ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan

golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan


13

undang-undang; Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih

anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,

Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.”

Dari sini dapat kita ketahui bahwasanya demokrasi adalah

“Rabb” yang berhak menetapkan syari’at.

Maka, tidak samar lagi bagi seorang muslim bahwa ini adalah

perbuatan kufur akbar, syirik akbar dan kezaliman yang besar. Allah

berfirman mengisahkan perkataan Luqman Al-Hakim, “Hai anakku,

janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya

mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang

besar.” (Luqman: 13)

Syirik apalagi yang lebih besar daripada meniadakan peribadatan

kepada Allah?

3. Unsur-unsur Demokrasi

Demokrasi memiliki sistem Trias Politica yaitu kekuasaan negara

dibagi menjadi 3 unsur,

1. Legislatif yang membuat hukum. Tidak ada yang berhak membuat

peraturan, kecuali demokrasi. Padahal Allah-lah Ahkamul Hakimin

(Hakim yang seadil-adilnya), dan Arhamur Rahimin (yang Maha

Penyayang), yang bagi-Nya kekuasaan, Dia Maha Kuasa atas

segala sesuatu. Tapi dalam demokrasi, hukum-hukum-Nya tidak

lagi berlaku. Dia tidak boleh membuat peraturan bagi

hamba-hamba-Nya. Membuat peraturan adalah ujung tombak dari


14

undang-undang. Karena itulah dibuat peraturan demi melestarikan

demokrasi.

2. Yudikatif yang memutuskan hukum. Tidak diperkenankan bagi

seorang hakim pun untuk memutuskan sesuatu kecuali berdasarkan

undang-undang yang telah disahkan Legislatif. Contoh UUD di

negeri Yaman pasal 147 yang berbunyi: “Para hakim adalah

independen, tidak ada atasan bagi mereka dalam menjatuhkan

vonis, kecuali undang-undang”. Contoh UUD di Indonesia pasal 24

yang berbunyi: “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah

mahkamah agung menurut undang-undang.”

3. Eksekutif yang melaksanakan hukum. Tidak boleh melaksanakan

suatu keputusan pun kecuali yang berasal dari undang-undang. Itu

berarti membekukan seluruh aturan-aturan Syari’at, dan kepada

Allah-lah tempat mengadukan segala urusan. Lihatlah pada pasal

104 yang berbunyi: “Yang menjadi pelaksana kekuasaan sebagai

ganti dari rakyat adalah presiden dan kementrian sesuai garis-garis

yang telah ditentukan di dalam undang-undang”.

4. Hukum Demokrasi

Dalam surat Al-Maidah ayat 50, Allah berfirman,

َ ُ‫ون ۚ َو َم ْن َأحْ َس ُن ِم َن ٱهَّلل ِ ُح ْك ًۭما لِّقَ ْو ۢ ٍم يُوقِن‬


٥٠ ‫ون‬ َ ‫َأفَ ُح ْك َم ْٱل َج ٰـ ِهلِيَّ ِة يَ ْب ُغ‬

“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum

siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang

yang yakin?”
15

Allah menjelaskan bahwa sesungguhnya hanya ada dua hukum:

hukum Allah dan hukum makhluk-Nya. Dan Allah menjelaskan

bahwa hukum selain-Nya adalah hukum jahiliyah walaupun manusia

memandangnya sebagai lambang kemajuan dan “lebih demokratis.”

Dan demokrasi adalah bentuk hukum jahiliyah.

Dalam surat Al-Maidah ayat 44, Allah berfirman:

َ ‫َو َمن لَّ ْم يَحْ ُكم بِ َمٓا َأن َز َل ٱهَّلل ُ فَُأ ۟ولَ ٰـِٓئ‬
َ ‫ك هُ ُم ْٱل َك ٰـفِر‬
٤٤ ‫ُون‬

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan

Allah, mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”


14

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 27 Desember 2022 hingga bulan

Januari 2023.

2. Tempat Penelitian

Pondok Pesantren Al Binaa, Jalan Raya Pebayuran, Desa Kertasari,

Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi.

B. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan teknik studi

kepustakaan (library research). Arikunto (2010: 234) menyatakan bahwa

penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan suatu variabel, gejala,

atau keadaan secara apa adanya.

C. Materi Penelitian

Materi dalam penelitian ini adalah tentang kerusakan yang terjadi di dalam

sistem demokrasi dan bagaimana penerapannya dalam timbangan syariat.

Dalam pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan melaksanakan studi pustaka. Studi pustaka membatasi penelitiannya

pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja, tanpa memerlukan riset

lapangan.

Studi ini mempunyai empat ciri utama, yaitu sebagai berikut.


15

1. Peneliti berhadapan langsung dengan teks berupa kalimat, kata, serta

angka dan bukan dengan pengetahuan langsung dari lapangan atau

saksi-saksi berupa kejadian, orang, atau benda-benda lainnya.

2. Data pustaka bersifat siap pakai.

3. Data pustaka umumnya bahan sekunder, bukan data asli dari tangan

pertama.

4. Kondisi data pustaka tidak berubah.

Dalam menganalisis data penilitian ini adalah dengan cara proses mencari

dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh lalu mengorganisasikan

data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, kemudian

menyimpulkan agar mudah dipahami. (Sugiyono, 2015: 244). Data yang

dikumpulkan dalam penelitian ini adalah kerusakan-kerusakan yang

ditemukan di dalam demokrasi dari tinjauan syariat Islam.

Data dianalisis dalam kerangka analisis berikut.

1. Membaca buku-buku referensi dalam penelitian ini dengan cermat dan

tuntas.

2. Memberi tanda bagian-bagian buku yang memuat materi yang diteliti.

3. Mencatat data yang diperoleh dalam pembahasan.

4. Mendeskripsikan data yang diperoleh secara spesifik berdasarkan poin

materi yang sesuai.

5. Menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan data dari hasil pembahasan.


17

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pembahasan Tentang Demokrasi dan Pemilu

Berdasarkan pembahasan-pembahasan yang telah disebutkan pada Bab

I tentang Latar Belakang, penulisan karya ilmiah ini bahwa penulis

menemukan beberapa poin kerusakan dan syubhat dari demokrasi dan

pemilu yang akan dijelaskan dalam pembahasan sebagai berikut.

1. Kerusakan-Kerusakan Demokrasi dan Pemilu

1) Syirik Kepada Allah

Di dalam demokrasi, sesungguhnya yang berhak menetapkan

hukum adalah Legislatif (anggota dewan) saja, sehingga hukum Allah

tidak dapat berlaku baik Al-Qur’an maupun As-Sunnah untuk

diterapkan kepada kaum muslimin. Karena kaum muslimin wajib

mentaati aturan yang telah ditetapkan oleh Legislatif.

Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 36,

َ ‫ضى ٱهَّلل ُ َو َرسُولُ ٓۥهُ َأ ْمرًا َأن يَ ُك‬


‫ون لَهُ ُم‬ َ َ‫ان لِ ُمْؤ ِم ۢ ٍن َواَل ُمْؤ ِمنَ ٍة ِإ َذا ق‬
َ ‫َو َما َك‬

٣٦ ‫ضلَ ٰـاًۭل ُّمبِي ۭنًا‬


َ ‫ض َّل‬ ِ ‫ْٱل ِخيَ َرةُ ِم ْن َأ ْم ِر ِه ْم ۗ َو َمن يَع‬
َ ‫ْص ٱهَّلل َ َو َرسُولَ ۥهُ فَقَ ْد‬

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi

perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah

menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang


18

lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah

dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”

2) Menuhankan Mayoritas Manusia

Pondasi utama dalam demokrasi adalah pemilu, yang mana

pemilu itu memilih anggota Legislatif berdasarkan suara terbanyak.

Maka berlakulah sebuah slogan demokrasi yaitu, suara rakyat adalah

suara Tuhan. Yang mana mayoritas suara itu mewakili suara Tuhan,

sehingga yang terpilih duduk sebagai anggota legislatif itu, dia

menjadi Tuhan dalam menetapkan hukum. Padahal Allah menyerukan

kaum muslimin agar tidak menuruti suara kebanyakan orang.

Allah berfirman dalam surat Al-An’am ayat 116,

‫ُون ِإاَّل ٱلظَّ َّن‬


َ ‫يل ٱهَّلل ِ ۚ ِإن يَتَّبِع‬ َ ‫ُضلُّو‬
ِ ِ‫ك َعن َسب‬ ِ ْ‫َوِإن تُ ِط ْع َأ ْكثَ َر َمن فِى ٱَأْلر‬
ِ ‫ضي‬

َ ‫َوِإ ْن هُ ْم ِإاَّل يَ ْخ ُرص‬


١١٦ ‫ُون‬

“dan jika kamu menuruti (suara) kebanyakan orang di bumi ini,

niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka

ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat

kebohongan.”

3) Menuduh Syariat Tidak Lengkap

Orang-orang yang merupakan antek-antek demokrasi meyakini

bahwasanya syariat yang diturunkan Allah itu tidak lengkap, tidak

update dan ketinggalan zaman.

Allah telah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 3 tentang

kesempurnaan syariatnya,
19

ۚ ‫يت لَ ُك ُم ٱِإْل ْسلَ ٰـ َم ِدي ۭنًا‬


ُ ‫ض‬ ُ ‫ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوَأ ْت َم ْم‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِى َو َر‬ ُ ‫ْٱليَ ْو َم َأ ْك َم ْل‬

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah

Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi

agama bagimu.”

4) Meremehkan Masalah Al-Wala’ dan Al-Bara’

Di Dalam demokrasi, kaum muslimin diikat dengan ikatan

wathoniyah sehingga Al-Wala’ wal Bara’ (mencintai orang mukmin

dan membenci orang kafir) menjadi hilang di dada kaum muslimin,

yang menyebabkan mereka berkasih sayang dengan orang-orang

kafir. Hal ini terjadi karena orang muslim dan orang kafir disatukan

dalam satu golongan partai. Padahal Allah memerintahkan kaum

muslimin untuk berlepas diri dari orang-orang kafir.

Allah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 55-56,

۟ ُ‫ين َءامن‬
َ ‫وا ٱلَّ ِذ‬
َ‫ون ٱل َّز َك ٰوة‬
َ ُ‫صلَ ٰوةَ َويُْؤ ت‬
َّ ‫ون ٱل‬
َ ‫ين يُقِي ُم‬ َ َ ‫ِإنَّ َما َولِيُّ ُك ُم ٱهَّلل ُ َو َرسُولُ ۥهُ َوٱلَّ ِذ‬

‫ب ٱهَّلل ِ هُ ُم‬ ۟ ُ‫ين َءامن‬


َ ‫وا فَِإ َّن ِح ْز‬ َ َ ‫ َو َمن يَتَ َو َّل ٱهَّلل َ َو َرسُولَ ۥهُ َوٱلَّ ِذ‬٥٥ ‫ُون‬
َ ‫َوهُ ْم ٰ َر ِكع‬

َ ‫ْٱل َغ ٰـلِب‬
٥٦ ‫ُون‬

“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan

orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan

zakat, seraya merasa tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa

mengambil Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman menjadi

penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah

yang pasti menang.”


20

Allah berfirman dalam surat Al-Fath ayat 29,

ِ َّ‫ين َم َع ٓۥهُ َأ ِش َّدٓا ُء َعلَى ْٱل ُكف‬


ۖ ‫ار ُر َح َمٓا ُء بَ ْينَهُ ْم‬ َ ‫ُّم َح َّم ۭ ٌد َّرسُو ُل ٱهَّلل ِ ۚ َوٱلَّ ِذ‬

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama

dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir dan berkasih

sayang di antara mereka.”

Allah berfirman dalam surat Al-Mujadalah ayat 22,

‫ون َم ْن َحٓا َّد ٱهَّلل َ َو َرسُولَ ۥهُ َولَ ْو‬ ِ َٔ‫ون بِٱهَّلل ِ َو ْٱليَ ْو ِم ْٱلـ‬
َ ‫اخ ِر يُ َوٓا ُّد‬ َ ُ‫اَّل تَ ِج ُد قَ ْو ًۭما يُْؤ ِمن‬

ۚ ‫َكانُ ٓو ۟ا َءابَٓا َءهُ ْم َأ ْو َأ ْبنَٓا َءهُ ْم َأ ْو ِإ ْخ ٰ َونَهُ ْم َأ ْو َع ِشي َرتَهُ ْم‬

“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah

dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang

menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu

bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun

keluarga mereka.”

Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 24,

‫ان َءابَٓاُؤ ُك ْم َوَأ ْبنَٓاُؤ ُك ْم َوِإ ْخ ٰ َونُ ُك ْم َوَأ ْز ٰ َو ُج ُك ْم َو َع ِشي َرتُ ُك ْم َوَأ ْم ٰ َو ٌل‬
َ ‫قُلْ ِإن َك‬

ِ ‫ض ْونَهَٓا َأ َحبَّ ِإلَ ْي ُكم ِّم َن ٱهَّلل‬


َ ْ‫ٱ ْقتَ َر ْفتُ ُموهَا َوتِ َج ٰـ َر ۭةٌ تَ ْخ َش ْو َن َك َسا َدهَا َو َم َس ٰـ ِك ُن تَر‬
۟ ‫َو َرسُولِِۦه َو ِجهَا ۢ ٍد فِى َسبيلِ ِهۦ فَتَ َربَّص‬
‫ُوا َحتَّ ٰى يَْأتِ َى ٱهَّلل ُ بَِأ ْم ِرِۦه ۗ َوٱهَّلل ُ اَل يَ ْه ِدى‬ ِ

َ ِ‫ْٱلقَ ْو َم ْٱلفَ ٰـ ِسق‬


٢٤ ‫ين‬

“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara,

istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,

perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah

tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada
21

Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka

tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah

tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”

5) Tunduk Kepada Undang-Undang Sekuler

Bahwasanya dengan adanya demokrasi ini, siapapun yang

terpilih mewakili dari rakyat, walaupun menyatakan dirinya

mengatasnamakan wakil dari kaum muslimin, mereka itu

sesungguhnya telah tunduk dengan undang-undang sekuler; produk

hasil demokrasi. Dan undang-undang yang mereka jadikan keputusan

untuk memutuskan hukum ini bukanlah dari Allah yang

diturunkan-Nya di Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Dalam surat Al-Maidah ayat 44, Allah berfirman,

َ ‫َو َمن لَّ ْم يَحْ ُكم بِ َمٓا َأن َز َل ٱهَّلل ُ فَُأ ۟ولَ ٰـِٓئ‬
َ ‫ك هُ ُم ْٱل َك ٰـفِر‬
٤٤ ‫ُون‬

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan

Allah, mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”

6) Mengelabui Kaum Muslimin Dengan Janji-Janji

Pada saat kampanye, calon anggota legislatif ini sebelum terpilih,

mereka memberikan janji-janji bahkan memberikan bantuan kepada

kaum muslimin, dengan harapan kaum muslimin dapat dibeli

suaranya, agar yang bersangkutan terpilih. Namun setelah kaum

muslimin memberikan suaranya dan yang bersangkutan terpilih, maka

apa yang diinginkankan kaum muslimin itu dilupakan. Mengapa


22

demikian? Sebab mereka mengatakan bahwasanya setiap warga harus

mengikuti segala peraturan dan undang-undang yang berlaku.

Namun, sebelum hasil diumumkan, adakah jaminan bagi yang

memilih dan yang dipilih untuk menang?

Tidak ada.

Calon-calon ini bahkan tidak bisa menjamin kesuksesan mereka

sendiri, lantas mengapa mereka berani melanggar batasan-batasan

Allah karena mengikuti persangkaan, terkaan dan kira-kira?!

Allah berfirman dalam surat An-Najm ayat 23,

ۖ ُ‫ُون ِإاَّل ٱلظَّ َّن َو َما تَ ْه َوى ٱَأْلنفُس‬


َ ‫ِإن يَتَّبِع‬

“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan apa yang

diingini hawa nafsu mereka.”

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Jauhilah oleh kalian berprasangka,

karena ia adalah perkataan yang paling dusta.” (Muttafaq ‘alaih dari

hadits Abu Hurairah)

7) Memberi Label Syar’i Terhadap Demokrasi

Orang-orang kafir ingin menjadikan kaum muslimin sebagai alat

untuk mewujudkan cita-cita mereka. Mereka mengatakan, “Kami

berikan kesempatan kepada kalian untuk ikut serta di dalam

pemerintahan, dan kalian mendatangi masalah-masalah tersebut

melalui jalurnya.” Mereka ingin agar kaum muslimin memberi

label-label syar’i terhadap demokrasi, bahwasanya sistem perbaikan

dan perubahan datang dari demokrasi. Mereka mengatakan, “Inilah


23

bukti bahwa aturan manusia mengambil peran yang besar dalam

memberi manfaat bagi manusia.”

Akibatnya, orang-orang partai yang mengaku beriman pun

menuruti sistem kesyirikan dan menyerukan kepada kaum muslimin

agar berpartisipasi dalam demokrasi dan mereka mengakui adanya

manfaat, disyariatkannya dan pentingnya demokrasi.

8) Bergotong Royong Dengan Orang-Orang Kafir

Termasuk dalam prinsip-prinsip demokrasi adalah orang-orang

muslim dan orang-orang non-muslim sama di mata hukum, sehingga

mereka dapat bergotong royong dengan kaum muslimin. Padahal

kaum muslimin tidak butuh harta sepeserpun dari mereka, karena

mereka akan memberikan harta mereka untuk kesesatan.

Allah berfirman dalam surat Al-Anfal ayat 36,

ُ ‫يل ٱهَّلل ِ ۚ فَ َسيُنفِقُونَهَا ثُ َّم تَ ُك‬


‫ون‬ ۟ ‫ص ُّد‬
ِ ِ‫وا َعن َسب‬ ُ َ‫ون َأ ْم ٰ َولَهُ ْم لِي‬ ۟ ‫ين َكفَر‬
َ ُ‫ُوا يُنفِق‬ َ ‫ِإ َّن ٱلَّ ِذ‬

َ ‫ين َكفَر ُٓو ۟ا ِإلَ ٰى َجهَنَّ َم يُحْ َشر‬


٣٦ ‫ُون‬ َ ‫ُون ۗ َوٱلَّ ِذ‬
َ ‫َعلَ ْي ِه ْم َح ْس َر ۭةً ثُ َّم يُ ْغلَب‬

“Sesungguhnya orang-orang kafir itu menafkahkan harta mereka

untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahi

harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan

dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannam lah orang-orang kafir

itu dikumpulkan.”

Ketika kaum muslimin berjalan dengan para musuh Allah, maka

kaum muslimin akan menjalankan program-program musuh-musuh

Allah. Sehingga tanpa ragu, kaum muslimin telah menyimpang dari


24

jalan Rasulullah ‫ﷺ‬, dan juga menyia-nyiakan harta umat dan

sumber dayanya dalam perkara yang tidak bermanfaat.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Sesungguhnya orang-orang

menceburkan diri di dalam harta Allah dengan tanpa hak, maka bagi

mereka adalah neraka pada hari kiamat.” (Riwayat Bukhari dan

Khaulah)

9) Menyelisihi Cara Rasulullah ‫ ﷺ‬Dalam Menghadapi Musuh

Demokrasi menuntut kaum muslimin untuk menerima dari

musuh-musuh Allah segala yang mereka bawa kepada kaum

muslimin, segala yang mereka tawarkan, dekat atau jauh.

Hal ini berbeda dengan cara Rasulullah ‫ ﷺ‬dalam menghadapi

musuh, beliau tidak mencari jalan keluar dengan melakukan

“pendekatan agama” khususnya terhadap orang-orang yahudi di

Madinah. Rasulullah ‫ ﷺ‬sangat keras dalam menyelisihi mereka.

Dahulu, Rasulullah ‫ ﷺ‬sangat merasa tidak senang ketika berkiblat

sama arahnya dengan kiblat orang-orang yahudi, yakni baitul maqdis.

Maka Allah memerintahkannya untuk berpaling ke arah ka’bah.

Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 144, “Sungguh

Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh

Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.

Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja

kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.”


25

Selain itu, Rasulullah ‫ ﷺ‬pun berusaha menyelisihi ibadah yang

sifat, waktu dan caranya sama dengan mereka.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Kalau aku masih hidup pada waktu

yang akan datang, niscaya aku akan puasa pada hari yang

kesembilan.” (Muslim dan lainnya dari hadits ‘Ibnu Abbas)

Sampai pada masalah lewat di jalan bertemu mereka, Rasulullah

‫ﷺ‬ menyerukan untuk menyempitkan jalan untuk mereka. Imam

Muslim di dalam “Shahih-”nya, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad,

meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

“Janganlah kalian dahului orang-orang yahudi dan orang nasrani

dengan salam. Dan apabila kalian bertemu dengan mereka maka

persempitlah jalan buat mereka.”

Karena demokrasi, perkara yang haq menjadi buram di mata

kaum muslimin, karena ada sesuatu yang menyerupainya dari

perkara-perkara yang batil. Maka Allah menetapkan kejelasan sikap

dan pemisahan terhadap orang-orang yang tidak beriman.

Allah berfirman dalam surat Al-Kafirun ayat 1-6, “Katakanlah:

Wahai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kalian

sembah. Dan kalian bukanlah penyembah apa yang aku sembah. Dan

aku bukan penyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian bukanlah

penyembah apa yang aku sembah. Bagimu agamamu, dan bagiku

agamaku.”
26

Demokrasi menginginkan agar kaum muslimin mau berdekatan

bersama orang-orang non-muslim dan berbasa-basi dengan mereka,

sama seperti orang musyrikin Quraisy yang menginginkan agar

Rasulullah ‫ ﷺ‬mau berdekatan dan berbasa-basi dengan mereka.

Allah menurunkan ayat-ayat di atas agar hamba-hamba-Nya yang

beriman meninggalkan segala sesuatu yang menjadi peribadatan

orang-orang non-muslim, Dan supaya hamba-hamba-Nya

menghadapkan peribadatan hanya kepada Allah sebagaimana yang

disyariatkan kepada hamba-hamba-Nya. Dan meninggalkan

sistem-sistem yang menyimpang dari syariat, dan menetapkan syariat

Allah sebagai sistem satu-satunya. Inilah yang menjadi batu pondasi

yang dibutuhkan kaum muslimin dan para ulama. Dan agar sabar

dalam menjalankannya berapapun lamanya.

Maka tidak ada pembaruan, pendekatan dan pertemuan dengan

orang-orang yang memerangi agama Allah. Dan jika mereka hendak

mendekat, maka kaum muslimin harus menjauhkan diri.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti

orang-orang sebelum kalian selangkah demi selangkah, sehasta demi

sehasta, hingga seandainya mereka menempuh lobang biawak,

niscaya kalian pun ikut menempuhnya.” Para sahabat bertanya,

“Apakah mereka orang-orang yahudi dan nasrani wahai

Rasulullah?” Beliau menjawab, “Kalau bukan mereka, siapa lagi?”

(Muttafaq ‘alaih dari hadits Abu Sa’id al-Khudri dan lainnya)


27

10) Pemilu Merupakan Sarana Yang Diharamkan

Pemilu merupakan sarana untuk memilih orang-orang yang duduk

di legislatif dan eksekutif. Pemilu adalah bagian dari yudikatif, yang

mana ketentuan pemilu sudah ditetapkan dalam sebuah

perundang-undangan. Hal ini pemilu menjadi sarana yang diharamkan

karena akan membenturkan kaum muslimin dengan kaum muslimin

yang lainnya, sehingga kaum muslimin akan terpecah belah dalam

golongan dan partai-partai.

Allah berfirman dalam surat Ali-’Imran ayat 72-73,

۟ ُ‫ين َءامن‬ ۟ ُ‫ب َءا ِمن‬


‫وا بِٱلَّ ِذ ٓ ُأ‬ ِ ‫َوقَالَت طَّٓاِئفَ ۭةٌ ِّم ْن َأ ْه ِل ْٱل ِكتَ ٰـ‬
َ‫وا َوجْ ه‬ َ َ ‫نز َل َعلَى ٱلَّ ِذ‬
ِ ‫ى‬

٧٢ ‫ُون‬ ِ ‫ار َوٱ ْكفُر ُٓو ۟ا َء‬


َ ‫اخ َر ۥهُ لَ َعلَّهُ ْم يَرْ ِجع‬ ِ َ‫ٱلنَّه‬
“Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya) :

“Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang

diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul)

pada permulaan siang dan ingkarilah pada akhirnya, supaya mereka

(orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran). Dan janganlah

kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikuti agamamu.”

Allah berfirman dalam surat Al-An’am ayat 108,

َ ِ‫ُّوا ٱهَّلل َ َع ْد ۢ ًوا بِ َغي ِْر ِع ْل ۢ ٍم ۗ َك ٰ َذل‬


‫ك َزيَّنَّا‬ ۟ ‫ون ِمن ُدون ٱهَّلل ِ فَيَ ُسب‬
ِ
۟ ‫َواَل تَ ُسب‬
َ ‫ُّوا ٱلَّ ِذ‬
َ ‫ين يَ ْد ُع‬
۟ ُ‫لِ ُكلِّ ُأ َّم ٍة َعملَهُ ْم ثُ َّم لَ ٰى َربِّ ِهم َّمرْ ِج ُعهُ ْم فَيُنَبُِّئهُم بما َكان‬
َ ُ‫وا يَ ْع َمل‬
١٠٨ ‫ون‬ َِ ‫ِإ‬ َ
28

“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka

sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan

melampaui batas tanpa pengetahuan.”

Allah berfirman dalam surat Ali-’Imran ayat 28,

َ ِ‫ين ۖ َو َمن يَ ْف َعلْ ٰ َذل‬


َ ‫ك فَلَي‬
‫ْس‬ ِ ‫ين َأ ْولِيَٓا َء ِمن ُد‬
َ ِ‫ون ْٱل ُمْؤ ِمن‬ َ ‫ون ْٱل َك ٰـفِ ِر‬
َ ُ‫اَّل يَتَّ ِخ ِذ ْٱل ُمْؤ ِمن‬
۟ ُ‫ِم َن ٱهَّلل ِ فِى َش ْى ٍء ٓاَّل َأن تَتَّق‬
ِ ‫وا ِم ْنهُ ْم تُقَ ٰى ۭةً ۗ َويُ َح ِّذ ُر ُك ُم ٱهَّلل ُ نَ ْف َس ۥهُ ۗ َوِإلَى ٱهَّلل‬ ‫ِإ‬

ِ ‫ْٱل َم‬
٢٨ ‫صي ُر‬

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir

menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin.

Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan

Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang

ditakuti dari mereka.”

11) Memecah Belah Persatuan Kaum Muslimin

Pemilu memiliki peran yang sangat besar dalam memecah belah

persatuan kaum muslimin, bahkan dengan fitnah hizbiyyah

menyebabkan perpecahan yang tidak ada lagi pertemuan sesudahnya,

kecuali dengan kehendak Allah. Bahkan Rasulullah memerintahkan

agar membunuh orang yang menyebabkan perpecahan.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Barangsiapa datang kepada kalian

dalam keadaan urusan kalian berkumpul pada satu orang, dan dia

ingin untuk memecah persatuan kalian, maka bunuhlah dimanapun

dia berada.” (Diriwayatkan Muslim dan lainnya dari hadits ‘Arfajah)


29

Sebagai contoh bahayanya berpecah belah, jika sudah ada seorang

khalifah yang memimpin kaum muslimin, maka tidak ada yang boleh

menobatkan diri sebagai khalifah baru, selama khalifah yang lama

masih hidup. Walaupun ia lebih pandai dalam memimpin sebagai

khalifah, tetap saja ia membuat perpecahan diantara kaum muslimin

karena kefanatikan mereka terhadapnya. Maka kaum muslimin

diperintahkan untuk membunuh khalifah baru yang satu ini.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Apabila dibai’at dua orang khalifah,

maka bunuhlah salah satunya.”(Muslim dari hadits Abu Said

Al-Khudri)

Sesungguhnya Allah memerintahkan kita agar menjauhi dan

berlepas diri dari hizbiyyah (partaisme). Karena ketika kaum

muslimin sudah terpecah belah agamanya, maka berpartai-partai jelas

sekali perannya dalam memecah belah persatuan kaum muslimin.

Allah berfirman dalam surat Al-An’am ayat 159,

ِ ‫ْت ِم ْنهُ ْم فِى َش ْى ٍء ۚ ِإنَّ َمٓا َأ ْم ُرهُ ْم ِإلَى ٱهَّلل‬ ۟ ُ‫وا ِدينَهُ ْم َو َكان‬
َ ‫وا ِشيَ ۭ ًعا لَّس‬ ۟ ُ‫ين فَ َّرق‬
َ ‫ِإ َّن ٱلَّ ِذ‬
۟ ُ‫ثُ َّم يُنَبُِّئهُم بما َكان‬
َ ُ‫وا يَ ْف َعل‬
١٥٩ ‫ون‬ َِ
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan

mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun

tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka

hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan

memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.”

12) Menghancurkan Ukhuwah Islamiyyah


30

Partai-partai dalam pemilu dapat menghancurkan ukhuwah

islamiyah yang Allah jadikan untuk tolong menolong dalam kebaikan

dan takwa dan untuk memperbaiki keadaan kaum muslimin. Mereka

membangun ukhuwah hizbiyyah dan wathoniyah di dalam hati sesama

partai dan atas kebangsaan mereka.

Ukhuwah Islamiyah adalah rukun kedua dalam menegakkan

agama, Allah telah mengumpulkan kedua rukun ini di dalam

firman-Nya.

Allah berfirman dalam surat Ali-’Imran ayat 103,

‫ت ٱهَّلل ِ َعلَ ْي ُك ْم ِإ ْذ ُكنتُ ْم‬ ۟ ‫وا ۚ َو ْٱذ ُكر‬


َ ‫ُوا نِ ْع َم‬ ۟ ُ‫وا ب َحب ِْل ٱهَّلل ِ َج ِمي ۭ ًعا َواَل تَفَ َّرق‬
۟ ِ َ‫َوٱ ْعت‬
ِ ‫ص ُم‬

َ َّ‫َأ ْع َدٓا ۭ ًء فََأل‬


‫ف بَي َْن قُلُوبِ ُك ْم فََأصْ بَحْ تُم بِنِ ْع َمتِ ِٓهۦ ِإ ْخ ٰ َو ۭنًا َو ُكنتُ ْم َعلَ ٰى َشفَا ُح ْف َر ۢ ٍة ِّم َن‬

١٠٣ ‫ون‬ َ ِ‫ار فََأنقَ َذ ُكم ِّم ْنهَا ۗ َك ٰ َذل‬


َ ‫ك يُبَي ُِّن ٱهَّلل ُ لَ ُك ْم َءايَ ٰـتِِۦه لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْهتَ ُد‬ ِ َّ‫ٱلن‬
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan

janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah

kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan,

maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena

nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada

di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya.

Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar

kamu mendapat petunjuk.”

Namun, orang-orang partai berdalil menggunakan ayat ini,

۟ ُ‫وا ب َحب ِْل ٱهَّلل ِ َج ِمي ۭ ًعا َواَل تَفَ َّرق‬


ۚ ‫وا‬ ۟ ِ َ‫َوٱ ْعت‬
ِ ‫ص ُم‬
31

(“Berpegang teguhlah kepada tali (agama) Allah, dan janganlah

kamu tercerai berai”) untuk menyeru manusia untuk bergabung ke

dalam partai mereka, mereka mengaku-ngaku bahwa partai mereka

adalah jamaah yang hak.

Allah telah menjadikan ukhuwah islamiyah sebagai nikmat

keselamatan agar manusia tidak terperosok ke dalam neraka

Jahannam. Nikmat Islam adalah nikmat paling agung. Allah telah

menjadikan manusia tidak mampu untuk menciptakan nikmat ini.

Allah berfirman dalam surat Al-Anfal ayat 62-63,

‫ت َما فِى‬ َ َّ‫ َوَأل‬٦٢ ‫ين‬


َ ‫ف بَي َْن قُلُوبِ ِه ْم ۚ لَ ْو َأنفَ ْق‬ َ ِ‫ك بِنَصْ ِر ِهۦ َوبِ ْٱل ُمْؤ ِمن‬
َ ‫ى َأيَّ َد‬
ٓ ‫هُ َو ٱلَّ ِذ‬

َ َّ‫ت بَي َْن قُلُوبِ ِه ْم َولَ ٰـ ِك َّن ٱهَّلل َ َأل‬


‫ف بَ ْينَهُ ْم ۚ ِإنَّ ۥهُ َع ِزي ٌز َح ِكي ۭ ٌم‬ ِ ْ‫ٱَأْلر‬
َ ‫ض َج ِمي ۭ ًعا َّمٓا َألَّ ْف‬

٦٣

“Dialah yang memperkuat mu dengan pertolongan-Nya dan dengan

para mukmin. dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang

yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan)

yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati

mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.

Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Allah berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 9-10,

۟ ‫وا فََأصْ لِح‬


ْ ‫ُوا بَ ْينَهُ َما ۖ فَِإ ۢن بَ َغ‬ ۟ ُ‫ين ٱ ْقتَتَل‬
َ ِ‫ان ِم َن ْٱل ُمْؤ ِمن‬
‫ت ِإحْ َد ٰىهُ َما َعلَى‬ ِ َ‫َوِإن طَٓاِئفَت‬
۟ ‫ت فََأصْ لِح‬
‫ُوا‬ ۟ ُ‫ٱُأْل ْخ َر ٰى فَقَ ٰـتِل‬
ْ ‫وا ٱلَّتِى تَ ْب ِغى َحتَّ ٰى تَفِ ٓى َء ِإلَ ٰ ٓى َأ ْم ِر ٱهَّلل ِ ۚ فَِإن فَٓا َء‬
32

َ ‫بَ ْينَهُ َما بِ ْٱل َع ْد ِل َوَأ ْق ِسطُ ٓو ۟ا ۖ ِإ َّن ٱهَّلل َ ي ُِحبُّ ْٱل ُم ْق ِس ِط‬
َ ُ‫ ِإنَّ َما ْٱل ُمْؤ ِمن‬٩ ‫ين‬
ٌ‫ون ِإ ْخ َو ۭة‬

۟ ُ‫ُوا بَي َْن َأ َخ َو ْي ُك ْم ۚ َوٱتَّق‬


َ ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُم‬
١٠ ‫ون‬ ۟ ‫فََأصْ لِح‬

“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang

maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua

golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka

perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu

kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali

(kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan

adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang

yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah

bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan

bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”

13) Fanatisme Partai

Mereka berlomba-lomba dalam kefanatikan partai, yang

merupakan kefanatikan jahiliyah. Padahal sesungguhnya kefanatikan

jahiliyah yang mereka bangun itu menyia-nyiakan waktu, harta dan

memelesetkan mereka dari jalan Allah dan menegakkan syariat-Nya.

Allah berfirman dalam surat Al-Fath ayat 26,

۟ ‫ين َكفَر‬
ُ‫ُوا فِى قُلُوبِ ِه ُم ْٱل َح ِميَّةَ َح ِميَّةَ ْٱل َج ٰـ ِهلِيَّ ِة فََأن َز َل ٱهَّلل ُ َس ِكينَتَ ۥه‬ َ ‫ِإ ْذ َج َع َل ٱلَّ ِذ‬

َّ ‫ين َوَأ ْل َز َمهُ ْم َكلِ َمةَ ٱلتَّ ْق َو ٰى َو َكانُ ٓو ۟ا َأ َح‬


ۚ ‫ق بِهَا َوَأ ْهلَهَا‬ َ ِ‫َعلَ ٰى َرسُولِِۦه َو َعلَى ْٱل ُمْؤ ِمن‬

٢٦ ‫ان ٱهَّلل ُ بِ ُكلِّ َش ْى ٍء َعلِي ًۭما‬


َ ‫َو َك‬
33

“Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka

kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan

ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan

Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka

berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah

Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Apabila mereka mati demi partainya dan demi menjaga

kehormatan dan kedaulatan negara demokrasi, mereka mati di bawah

bendera kesombongan, yakni kesombongan dari taat kepada perintah

Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Barangsiapa yang terbunuh di

bawah bendera kesombongan; membela rasa fanatik dan membenci

karena fanatik, maka terbunuhnya adalah jahiliyah.” (Muslim dan

Nasa’i dari hadits Jundub)

14) Membela Golongan/ Partai

Sesungguhnya di dalam demokrasi, setiap orang akan membela

partai nya masing-masing dan memilih calon yang dijagokan

partainya itu tidak peduli bagaimanapun penyimpangannya orang

tersebut. Ini diharamkan dalam Islam. Sesungguhnya amanat hanya

diberikan kepada yang ahlinya, yakni orang yang mampu

melaksanakan keadilan, keberanian dan kebaikan.

Abu Hurairah berkata, “Ada seorang badui datang kepada

Rasulullah ‫ ﷺ‬dan bertanya: ‘Wahai Rasulullah kapan terjadi hari


34

kiamat? Rasulullah ‫ ﷺ‬menjawab: ‘Apabila amanah sudah

disia-siakan maka tunggulah kiamat.’ Ditanyakan kepada beliau:

‘Apa yang dimaksud dengan menyia-nyiakan amanat? Beliau ‫ﷺ‬

menjawab: ‘Apabila suatu urusan diberikan kepada yang bukan

ahlinya maka tunggulah kiamat.’” (Shahih Bukhari dan Musnad

Ahmad)

Ketika orang-orang partai merasa puas dengan calon yang

dipilihnya, bagaimanapun buruknya calon tersebut, dan tidak memilih

calon yang lain, maka ini adalah termasuk kategori “mengangkat para

pemimpin yang bodoh”, yang terjadi ketika Allah mencabut ilmu dari

hamba-Nya sebagaimana sabda Rasulullah ‫ﷺ‬.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak akan

mencabut ilmu dari hamba-Nya satu kali cabut, tetapi mencabut ilmu

dengan cara mewafatkan para ulama. Apabila sudah tersisa seorang

‘alim pun, maka manusia akan mengangkat para pemimpin yang

bodoh. Maka mereka pun ditanya. Lalu mereka berfatwa dengan

tanpa ilmu, maka mereka pun sesat dan menyesatkan. (Shahih

Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah bin ‘Amr)

Orang-orang partai (hizbiyyun) mendoktrin kaum muslimin

bahwa mereka adalah satu-satunya pengemban Islam. Yang lain itu

tidak ada apa-apanya. Mereka menganggap bahwa mereka berpegang

teguh dengan al-haq, dan yang menyelisihi kelompok mereka adalah

para pemecah belah, dan yang berpegang teguh dengan hizbiyyun


35

yang mencerai berai kaum muslimin adalah tindakan persatuan.

Mereka menyesatkan kaum muslimin. Menyia-nyiakan agama Allah

dan jangan sampai kaum muslimin termasuk dari para pemilih.

15) Bersedekah Demi Kepentingan Partai

Manusia akan memilih calon pejabat yang paling banyak

memberinya harta, proyek, jabatan dan sejenisnya. Padahal perbuatan

itu hanya ia lakukan demi kepentingan partai, dan mereka tidak akan

melakukannya itu lagi ketika sudah tidak mengejar dunia. Maka

perbuatan ini haram menurut Islam.

Allah berfirman dalam surat Ali-’Imran ayat 77,

َ ‫ُون بِ َع ْه ِد ٱهَّلل ِ َوَأ ْي َم ٰـنِ ِه ْم ثَ َم ۭنًا قَلِياًل ُأ ۟ولَ ٰـِٓئ‬


َ ‫ك اَل َخلَ ٰـ‬
‫ق لَهُ ْم فِى‬ َ ‫ِإ َّن ٱلَّ ِذ‬
َ ‫ين يَ ْشتَر‬

ٌ‫اخ َر ِة َواَل يُ َكلِّ ُمهُ ُم ٱهَّلل ُ َواَل يَنظُ ُر ِإلَ ْي ِه ْم يَ ْو َم ْٱلقِيَ ٰـ َم ِة َواَل يُ َز ِّكي ِه ْم َولَهُ ْم َع َذاب‬
ِ َٔ‫ْٱلـ‬

٧٧ ‫َألِي ۭ ٌم‬

“Sesungguhnya orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan

sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak

mendapat bagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan

berkata-berkata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada

mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka.

Dan bagi mereka azab yang pedih.”

Sesungguhnya manusia yang diberi harta atau sembako dari sang

calon pejabat, kemudian mereka memilih sang calon karena demikian,

maka mereka akan celaka sebagaimana hadits berikut.


36

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Celaka hamba uang dinar. Celaka

hamba uang dirham. Celaka hamba baju yang terbuat dari sutera.

Celaka hamba baju yang terbuat dari bulu. Celaka hamba baju yang

terbuat dari kapas. Apabila diberi ia ridha dan apabila tidak diberi ia

benci. Celaka sekali dia. Apabila tertusuk duri, maka tidak dapat

dicabut.” (Riwayat Bukhari dari Abu Hurairah)

Calon-calon pejabat juga menggunakan agamanya untuk

kepentingan partai, yakni menjual ayat-ayat Allah.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Bersegeralah beramal karena akan

ada fitnah sebagaimana potongan-potongan malam. Suatu pagi

seseorang masih dalam keadaan muslim, pada sore harinya sudah

menjadi kafir. Pada waktu sore seseorang masih dalam keadaan

muslim, pada pagi harinya sudah menjadi kafir. Dia menjual

agamanya ditukar dengan sedikit dunia.” (Riwayat Muslim dari Abu

Hurairah)

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Barangsiapa menjadikan dunia

sebagai tujuannya, maka Allah akan memecah belah persatuannya.

Dan Allah jadikan kemiskinan di depan matanya. Dan tidak

memperoleh dunia kecuali apa yang telah ditentukan untuknya. Dan

barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka Allah

akan mengumpulkan persatuannya. Allah akan menjadikan kekayaan

di dalam hatinya. Dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan


37

hina.” (Riwayat Tirmidzi dari Anas, dan Ibnu Majah dari Zaid bin

Tsabit)

16) Calon Pejabat Mencari Keridhaan Rakyat

Calon pejabat akan mencari keridhaan masyarakat, agar mereka

memilihnya, karena mereka ridha kepada sang calon. Maka,

perbuatannya ini akan menjauhkannya dari beriman kepada Allah.

Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 62,

۟ ُ‫ق َأن يُرْ ضُوهُ ن َكان‬


َ ِ‫وا ُمْؤ ِمن‬
‫ين‬ ُّ ‫ون بِٱهَّلل ِ لَ ُك ْم لِيُرْ ضُو ُك ْم َوٱهَّلل ُ َو َرسُولُ ٓۥهُ َأ َح‬
َ ُ‫يَحْ لِف‬
‫ِإ‬

٦٢

”Mereka bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk

mencari keridhaanmu, padahal Allah dan Rasul-Nya itulah yang

lebih patut mereka cari keridhaannya jika mereka adalah

orang-orang yang mukmin.”

Di ayat selanjutnya, Allah menjadikan untuk mereka neraka

Jahannam. Allah berfirman,

َ ِ‫َألَ ْم يَ ْعلَ ُم ٓو ۟ا َأنَّ ۥهُ َمن يُ َحا ِد ِد ٱهَّلل َ َو َرسُولَ ۥهُ فََأ َّن لَ ۥهُ نَا َر َجهَنَّ َم َخ ٰـلِ ۭ ًدا فِيهَا ۚ ٰ َذل‬
‫ك‬

٦٣ ‫ى ْٱل َع ِظي ُم‬


ُ ‫ْٱل ِخ ْز‬

“Tidakkah mereka (orang-orang munafik itu) mengetahui

bahwasanya barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka

sesungguhnya neraka Jahannam-lah baginya, dia kekal di dalamnya.

Itu adalah kehinaan yang besar.”


38

Allah juga menjuluki orang-orang ini sebagai orang-orang yang

fasik. Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 96,

َ ْ‫ض ْو ۟ا َع ْنهُ ْم فَِإ َّن ٱهَّلل َ اَل يَر‬


‫ض ٰى َع ِن ْٱلقَ ْو ِم‬ َ ْ‫ض ْو ۟ا َع ْنهُ ْم ۖ فَِإن تَر‬ َ ُ‫يَحْ لِف‬
َ ْ‫ون لَ ُك ْم لِتَر‬

َ ِ‫ْٱلفَ ٰـ ِسق‬
٩٦ ‫ين‬

“Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada

mereka, maka sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang

yang fasik.”

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Barangsiapa mencari keridhaan

manusia dengan kebencian Allah, maka Allah akan membencinya dan

menjadikan manusia benci kepadanya. Dan barangsiapa mencari

keridhaan Allah hingga ia dibenci manusia, maka Allah akan

meridhoinya dan menjadikan manusia ridha kepadanya.” (Riwayat

Tirmidzi dari hadits Aisyah)

17) Kepalsuan, Kelicikan Demi Simpati Massa

Pesta demokrasi sangat lazim berisi kesaksian palsu, riya,

kelicikan, pengkhianatan dan kedustaan. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

“Barangsiapa menipu kami, maka tidak termasuk golongan kami.”

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Makar dan penipuan tempatnya di

neraka.” Allah berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 30,

٣٠ ‫ور‬ ۟ ‫س ِم َن ٱَأْل ْوثَ ٰـن َوٱجْ تَنِب‬


ُّ ‫ُوا قَ ْو َل‬ ۟ ‫فَٱجْ تَنِب‬
َ ْ‫ُوا ٱلرِّ ج‬
ِ ‫ٱلز‬ ِ
“Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah

perkataan-perkataan dusta.”
39

18) Menyia-Nyiakan Waktu Dengan Slogan Kosong

Demokrasi ditopang dengan banyaknya propaganda media cetak

dan elektronik. Pemilu menuntut para calon pejabat untuk memasang

spanduk-spanduk dan baliho-baliho yang berisi slogan-slogan kosong.

Pemerintah adalah pihak yang paling berkuasa dalam

mengendalikan media massa, mereka tidak peduli terhadap perkara

dusta dan halal-haram. Dan sebenarnya media massa itu memang

merupakan “politik kebohongan”. Sehingga mereka menyia-nyiakan

waktu kaum muslimin untuk ngobrol masalah pemilu siang dan

malam, di kendaraan, di kantor, di tempat jualan atau di whatsapp.

Kaum muslimin asyik membicarakan perhelatan pesta demokrasi

dengan kawan atau lawan, orang bodoh atau ulama, bersama

pembesar dan pemimpin atau orang yang dungu dan lalai.

Bukan itu saja, bahkan khutbah-khutbah, ceramah-ceramah dan

pelajaran di sekolah pun jadi membahas tentang pemilu. Kebenaran

yang dibutuhkan manusia pun dilupakan. Mereka berkata, “Tunda

dulu (masalah agama), sekarang ini kita ada pekerjaan penting.”

Sehingga dakwah tauhid terbengkalai. Seorang bapak lupa dengan

anak, istri dan kerabatnya. Seorang alim lupa dengan tujuan hidupnya.

Setelah sedikit membahas tentang berpalingnya manusia dari agama

dan menyia-nyiakan waktu dengan membicarakan pemilu, bukan

sehari dua hari, bahkan berbulan-bulan. Maka apakah patut

partai-partai “Islam” terjun ke dalam pemilu?


40

Inilah ringkasan intisari tentang pentingnya waktu dan

pemanfaatannya. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Peliharalah lima perkara

sebelum datang lima perkara yang lainnya: masa mudamu sebelum

masa tuamu, masa hidupmu sebelum masa matimu, masa sehatmu

sebelum masa sakitmu, masa cukupmu sebelum masa fakirmu dan

masa senggangmu sebelum masa sibukmu.” (Riwayat Al-Hakim dan

Baihaqi dari Ibnu ‘Abbas)

19) Menghamburkan Harta

Demokrasi yang berisi pemilu tidak lepas dari suap menyuap

dan jual-beli kehormatan. Maka ini adalah kerusakan yang besar

sekali. Menjauhkan manusia dari al-haq, dan menghalangi mereka

untuk mencari al-haq. Bahkan malah mendorong manusia untuk

memperkaya diri. Orang-orang berkeimanan kuat, beraqidah yang

lurus serta melihat kehormatan sebagai barang yang berharga pasti

akan meninggalkan demokrasi dan pemilu.

Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 29,

َ ‫وا اَل تَْأ ُكلُ ٓو ۟ا َأ ْم ٰ َولَ ُكم بَ ْينَ ُكم بِ ْٱلبَ ٰـ ِط ِل ِإٓاَّل َأن تَ ُك‬
‫ون تِ َج ٰـ َرةً َعن‬ ۟ ُ‫ين َءامن‬
َ َ ‫يَ ٰـَٓأيُّهَا ٱلَّ ِذ‬

َ ‫اض ِّمن ُك ْم ۚ َواَل تَ ْقتُلُ ٓو ۟ا َأنفُ َس ُك ْم ۚ ِإ َّن ٱهَّلل َ َك‬


٢٩ ‫ان بِ ُك ْم َر ِحي ًۭما‬ ٍ ۢ ‫تَ َر‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan

harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan

perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka diantara kamu.”

Maka dengan suap menyuap dan jual-beli kehormatan ini akan

menghasilkan harta yang haram. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Sungguh


41

akan datang suatu masa ketika seseorang tidak peduli dari mana dia

mendapatkan hartanya; apakah dari cara yang halal atau cara yang

haram.” (Riwayat Bukhari dari hadits Abu Hurairah)

Selama harta itu diperoleh dengan cara yang haram, maka pasti

harta yang haram itu akan memadamkan cahaya iman, memakan hati

dan menghapuskan harta yang baik dari seorang manusia dan akan

menyebabkan manusia terjerumus ke dalam neraka.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Bagian tubuh manapun yang tumbuh

dari barang yang haram, maka neraka adalah lebih utama untuknya.”

(Riwayat Ath-Thabrani dan Abu Nu’aim dari Abu Bakar, dan

diriwayatkan Imam Ahmad dari Jabir)

20) Calon Pejabat Terfitnah Oleh Harta

Seorang calon pejabat biasanya akan didanai oleh partainya, tapi

ada juga yang tidak diberi uang sehingga ia menjual harta yang

berharga seperti rumah, tanah atau dengan cara berhutang.

Orang-orang yang dicalonkan akan banyak diberi uang agar berhasil

dalam urusannya, harta yang banyak inilah yang akan mendorong

manusia untuk mencari peluang agar bisa ikut dicalonkan. Mereka

berkata, “Kalau aku berhasil, aku menang. Jika aku gagal, aku sudah

dapat banyak harta.” Orang-orang yang dicalonkan akan

menggunakan segala kemampuannya untuk berhasil dalam kampanye.

Sehingga banyak perbuatan yang dilarang yang ia lakukan seperti

basa-basi, bahkan beberapa dari mereka ada yang meninggalkan


42

sholat gara-gara mencari simpati masyarakat supaya memilihnya.

Riya, dusta, menipu, berbuat licik dan khianat sudah biasa terjadi di

dalam demokrasi. Dia juga terkadang dihadapkan agar harus mencela

partai lain, walaupun rival partainya itu merupakan seorang muslim.

Bahkan terkadang ada juga yang mencela ulama. Bukan karena

apa-apa, tetapi dia terpaksa untuk mengeluarkan seluruh

kemampuannya untuk mengumpulkan suara dari masyarakat

sebanyak mungkin.

Sesungguhnya Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Setiap umat memiliki

fitnah, dan fitnah umatku adalah harta.” (Diriwayatkan oleh Imam

Ahmad, Tirmidzi, Hakim dan Bukhari)

Karena nafsu perut yang serakah, ketika semakin diberi, mereka

akan lebih haus dan terus mencari yang lebih banyak, tidak peduli

darimana harta tersebut dia dapat.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Seandainya seorang manusia memiliki

satu lembah emas, niscaya dia ingin untuk memiliki dua lembah.

Seandainya dia memiliki dua lembah, niscaya dia ingin untuk

memiliki tiga lembah. Dan tidak akan bisa memenuhi perut seorang

manusia kecuali tanah. Dan Allah akan menerima taubat orang yang

taubat.” (Shahih Bukhari dan Muslim dari hadits Anas, Ibnu ‘Abbas

dan dari sahabat lainnya)

Tidak ada manusia satupun di dunia kecuali ada kecenderungan

kepada harta. Karena itu adalah naluri. Namun, seorang mukmin yang
43

kuat pasti akan memaksa dirinya untuk hanya mengambil harta dari

yang halal, dan menjauhi harta dari yang syubhat dan yang haram.

Seorang mukmin akan menghibur dirinya bahwa kepemilikan,

kekayaan dan kenikmatan yang sebenarnya ada di surga. Dan tidak

banyak memberikan perhatian untuk mencari dunia dan ketamakan

didalamnya. Maka, orang-orang yang terfitnah oleh harta ini ketika

mereka dihadapkan kepada Allah, bukan harta yang mereka

tinggalkan dan pujian yang mereka dapatkan, tetapi kehinaan di

hadapan Allah.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Tidak akan melangkah kedua kaki

seorang hamba pada hari kiamat sampai ditanya tentang empat hal;

tentang hartanya dari mana diperoleh dan diinfakkan dalam hal

apa……” (Riwayat Tirmidzi dari Abu Hurairah)

21) Yang Penting Kuantitas, Bukan Kualitas

Pemilu mementingkan kuantitas (suara yang paling banyak),

bukan kualitas. Sesungguhnya ini tercela dalam syariat.

Allah berfirman dalam surat Al-An’am ayat 116,

‫ُون ِإاَّل ٱلظَّ َّن‬


َ ‫يل ٱهَّلل ِ ۚ ِإن يَتَّبِع‬ َ ‫ُضلُّو‬
ِ ِ‫ك َعن َسب‬ ِ ْ‫َوِإن تُ ِط ْع َأ ْكثَ َر َمن فِى ٱَأْلر‬
ِ ‫ضي‬

َ ‫َوِإ ْن هُ ْم ِإاَّل يَ ْخ ُرص‬


١١٦ ‫ُون‬

“dan jika kamu menuruti (suara) kebanyakan orang di bumi ini,

niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak

lain hanya mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain

hanya berdusta (kepada Allah).”


44

Dan dari orang-orang kafir yang ikut dicalonkan. Sesungguhnya

Allah memberitahukan bahwa kebanyakan dari mereka tidak

memenuhi janji-janji mereka dan mereka adalah orang-orang fasik.

Allah berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 102,

َ ِ‫َو َما َو َج ْدنَا َأِل ْكثَ ِر ِهم ِّم ْن َع ْه ۢ ٍد ۖ َوِإن َو َج ْدنَٓا َأ ْكثَ َرهُ ْم لَفَ ٰـ ِسق‬
١٠٢ ‫ين‬

“Dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji.

Sesungguhnya Kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang

yang fasik.”

Dan telah banyak dijumpai dalam Al-Qur’an, kalimat

(kebanyakan manusia) ditutup dengan (tidak berakal), (tidak

mengetahui), (tidak beriman), (tidak bersyukur), (kebanyakan mereka

tidak tahu) dan (kebanyakan mereka orang-orang fasik).

Mereka campurkan suara orang-orang fasik dengan suara para

ulama, yaitu suara mereka setara. Itulah yang mereka sebut dengan

keadilan. Sesungguhnya Allah menyisihkan orang-orang yang

beriman sehingga hanya tersisa yang munafik atau yang mukmin.

Allah berfirman dalam surat ‘Ali ‘Imran ayat 179,

ۗ‫ب‬ َ ِ‫ان ٱهَّلل ُ لِيَ َذ َر ْٱل ُمْؤ ِمن‬


َ ِ‫ين َعلَ ٰى َمٓا َأنتُ ْم َعلَ ْي ِه َحتَّ ٰى يَ ِمي َز ْٱل َخب‬
ِ ِّ‫يث ِم َن ٱلطَّي‬ َ ‫َّما َك‬

“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman,

sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dan yang baik

(mukmin).”

22) Yang Penting Kursi, Tidak Peduli Soal Akidah


45

Yang penting kursi perwakilan dan permusyawaratan rakyat,

tanpa peduli soal akidah. Ini termasuk mendatangi urusan bukan

melalui pintu yang disyariatkan kepada kita.

Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 189,

۟ ُ‫َوْأت‬
َ ‫وا ْٱلبُي‬
ۚ ‫ُوت ِم ْن َأ ْب ٰ َوبِهَا‬

“Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya.”

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Kami memulai dengan apa yang Allah

memulai dengannya.” (Riwayat Ahmad)

Partai-partai Islam yang menyerukan berhukum dengan hukum

Islam tidak mendatangi urusan melalui pintunya. Tindakan ini

memunculkan penyelisihan dan penyimpangan syariat.

Asas yang shahih telah hilang, dakwahnya diabaikan oleh

partai-partai Islam. Asas ini adalah mentauhidkan Allah dengan ketiga

macamnya: tauhid rububiyyah, uluhiyyah dan asma’ was shifat. Asas

inilah yang telah dipilih Allah jadikan sebagai inti dakwah mereka.

Nabi Nuh selama sembilan ratus lima puluh tahun terus menerus

berdakwah kepada tauhid hingga kaumnya binasa dalam keadaan

tidak ada yang menerimanya kecuali sedikit. Belum pernah beliau

bercita-cita untuk berkuasa atas kaumnya, yang shalih maupun yang

jahat. Demikian juga Ibrahim, beliau terus-menerus berdakwah dan

tidak ada yang beriman kepada beliau kecuali Luth. Begitu pula

seluruh nabi dan rasul, mereka berdakwah kepada pokok yang besar

ini.
46

Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 36,

۟ ‫وا ٱهَّلل َ َوٱجْ تَنِب‬


َ ‫ُوا ٱلطَّ ٰـ ُغ‬
ۖ ‫وت‬ ۟ ‫َولَقَ ْد بَ َع ْثنَا فِى ُكلِّ ُأ َّم ۢ ٍة َّر ُسواًل َأن ٱ ْعبُ ُد‬
ِ
“Dan sungguh telah kami utus bagi setiap umat rasul (yang

menyerukan) agar beribadah kepada Allah saja dan menjauhi

thagut.”

Sebagai pimpinan mereka adalah penutup para nabi yaitu

Muhammad ‫ﷺ‬. Beliau terus berdakwah di Makkah selama tiga

belas tahun, menyeru untuk beribadah kepada Allah saja dam

meninggalkan sesembahan selain-Nya. Karena tauhid ini dan dakwah

yang terang-terangan serta yang benar inilah, kaumnya bangkit

dengan serentak; sampai-sampai mereka bersepakat dan berkeinginan

untuk membunuh beliau. Tetapi Allah menjaga Nabi-Nya ‫ﷺ‬. Beliau

terus menerus berdakwah kepada Allah, tidak pernah bertekuk lutut

dan patah semangat hingga Allah menegakkan agama-Nya.

Kelompok-kelompok dan partai-partai Islam tidak memperhatikan

dasar paling pokok ini yang tidak akan benar agama seseorang kecuali

dengannya. Apabila agama satu individu saja tidak beres, bagaimana

bisa tegak keinginan untuk berhukum dengan apa yang diturunkan

Allah (secara kolektif)? Mungkinkah individu yang tidak

mentauhidkan Allah dengan tauhid yang sah dan sempurna, bahkan

melihat bahwa dakwah kepada tauhid adalah upaya memecah belah

umat, bisa menegakkan hukum-hukum-Nya?


47

Disebabkan menolak prinsip ini, yaitu pilar bagi kehidupan

individu dan masyarakat serta cikal bakal kebahagiaannya di dunia

maupun akhirat -sebagaimana yang telah diterangkan Al-Quran dan

As-Sunnah, maka terjadilah perkara-perkara yang buruk, di antaranya

adalah:

1. Hilangnya kekuatan yang akan tegak di atasnya berlakunya syariat

Allah di muka bumi ini. Dan kekuatan tersebut adalah merupakan

dasar sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

2. Pemisahan tauhid, terutama tauhid uluhiyyah. Padahal tauhid

tersebut tidak bisa dipisah-pisah dalam keadaan apapun, di bawah

kondisi apapun.

3. Pernah terjadi bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬ditawari untuk menjadi raja

yang memiliki kekuasaan mutlak dengan syarat berhenti dari

dakwah tauhid. Sebab beliau tidaklah berdakwah di Makkah

kecuali kepada tauhid. Beliau ‫ ﷺ‬tidak menyambut seruan

mereka.

4. Kelompok-kelompok dan partai-partai Islam memprioritaskan

masalah penegakan hukum lebih daripada penegakan

prinsip-prinsip tauhid dan akidah. Ini jelas merupakan tindakan

yang serampangan. Karena, hukum Islam adalah salah satu bagian

saja dari tauhid uluhiyyah. Dan merupakan tahap terakhir dari

manifestasi tauhid uluhiyyah. Dalilnya adalah sejarah para rasul

‘alaihi sholatu wa as-salam. Juga bahwa masa berdakwah kepada


48

tauhid lebih lama daripada masa penerapan syariat dan penegakan

hukum Islam.

5. Kelompok-kelompok dan partai-partai Islam sibuk dan gencar

menuntut pemerintah agar menegakkan hukum Islam. Mereka

tampilkan semangat dan kecemburuan agama untuk itu. Namun

setelah mereka memperoleh jabatan dan pekerjaan, mereka tidak

lagi menegakkan Islam.

6. Bagaimana mungkin mereka menegakkan syariat Islam dalam

keadaan manusia tidak memiliki kesiapan? Dikarenakan tidak

terealisasinya tauhid, akidah yang benar dan manhaj yang

menyeluruh yang dibuat oleh Allah dan dijalani oleh pendahulu

umat, sehingga kelompok-kelompok Islam saling bertentangan satu

sama lain, saling menghancurkan. Yang menjadi fokus perhatian

kelompok-kelompok dan partai-partai Islam adalah mencari

kekuasaan, bukan kepemimpinan di dalam masalah agama.

7. Yang diperhatikan oleh kelompok-kelompok dan partai-partai

Islam yang aktif mendakwahkan untuk berhukum dengan syariat

Allah secara musiman. Apabila mereka terhalang untuk sampai

pada kekuasaan dan berputus asa darinya, mereka pun berpaling

dari urusan da’watu ilallah. Mereka merasa cukup dengan

rencana-rencana rahasia yang bisa menyampaikan mereka kepada

kekuasaan.
49

Seandainya dalam rentang waktu yang begitu panjang mereka

manfaatkan untuk mendidik manusia di atas Islam, menegakkan

dakwah kepada tauhid, akidah yang benar, manhaj yang telah

dibuat oleh Allah dan dijalani oleh pendahulu umat, niscaya

mereka telah memberi manfaat kepada manusia dan bisa

mewujudkan manusia yang memiliki kecakapan untuk

menegakkan hukum Allah di muka bumi.

23) Mengabaikan Kerusakan Akidah Sang Calon Pejabat

Di dalam demokrasi, pintu pencalonan pada pemilu terbuka bagi

siapa saja yang pro terhadap demokrasi. Masuklah orang-orang ba’ts,

nashiri, sekularis, kebatinan dan pengikut sekte-sekte yang lain. Hal

ini adalah haram menurut agama Islam. Karena cara-cara seperti

tidak lain dari aturan barat-kafir yang membina lembaga-lembaga dan

partai-partai jahat untuk bekerja melawan Islam. Allah

mengharamkan untuk memilih dan mencalonkan mereka. Allah

berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 124

َ ُ‫ت فََأتَ َّمه َُّن ۖ قَا َل ِإنِّى َجا ِعل‬


ِ َّ‫ك لِلن‬
ۖ ‫اس ِإ َما ًۭما‬ ٍ ۢ ‫۞ َوِإ ِذ ٱ ْبتَلَ ٰ ٓى ِإ ْب ٰ َر ِه ۧـ َم َربُّ ۥهُ بِ َكلِ َم ٰـ‬

َ ‫قَا َل َو ِمن ُذرِّ يَّتِى ۖ قَا َل اَل يَنَا ُل َع ْه ِدى ٱلظَّ ٰـلِ ِم‬
١٢٤ ‫ين‬

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Rabbnya dengan beberapa

kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah

berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi

seluruh manusia.” Ibrahim berkata, “(Dan saya mohon juga) dari


50

keturunanku”. Allah berfirman, “Janji-Ku (ini) tidak mengenai

orang-orang zalim.”

Allah telah memberikan kepemimpinan dalam masalah agama

kepada nabi Ibrahim. Lalu nabi Ibrahim memohon hak yang sama

kepada Rabb-nya untuk anak-anak keturunan beliau. Namun Allah

menganugerahkan kepemimpinan agama itu kepada Ibrahim dan

mengharamkannya bagi orang-orang yang zalim. Orang-orang zalim

tidak boleh dipilih oleh seorang muslim. Siapapun dari kaum

muslimin yang memilih orang-orang zalim, berarti dia adalah zalim.

Karena dengan ini ia telah memaksa manusia untuk ridha dengan

kezaliman. Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 141,

َ ِ‫ين َعلَى ْٱل ُمْؤ ِمن‬


١٤١ ‫ين َسبِياًل‬ َ ‫َولَن يَجْ َع َل ٱهَّلل ُ لِ ْل َك ٰـفِ ِر‬

“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang

kafir untuk berkuasa atas orang-orang beriman.”

Kalimat jalan (sabiila) di dalam ayat di atas berarti mencakup

semua jalan yang mungkin untuk berkuasa: departemen, kementrian,

kepemimpinan dan perkantoran.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Kami tidak meminta tolong kepada

orang musyrik.” (Shahih Muslim dari Aisyah)

Inilah ayat yang di dalam demokrasi, manusia tidak dapat

mengambilnya sebagai peraturan, tapi dianggap hanya sebagai

nasihat. Allah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 51,


51

ٓ ٰ ‫ص ٰـ َر‬
ُ ‫ى َأ ْولِيَٓا َء ۘ بَ ْع‬
‫ضهُ ْم َأ ْولِيَٓا ُء‬ ۟ ‫وا اَل تَتَّ ِخ ُذ‬
َ َّ‫وا ْٱليَهُو َد َوٱلن‬ ۟ ُ‫ين َءامن‬
َ َ ‫۞ يَ ٰـَٓأيُّهَا ٱلَّ ِذ‬

َ ‫ْض ۚ َو َمن يَتَ َولَّهُم ِّمن ُك ْم فَِإنَّ ۥهُ ِم ْنهُ ْم ۗ ِإ َّن ٱهَّلل َ اَل يَ ْه ِدى ْٱلقَ ْو َم ٱلظَّ ٰـلِ ِم‬
٥١ ‫ين‬ ٍ ۢ ‫بَع‬
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang

Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian

mereka adalah pemimpin bagi seseorang yang lain. Barangsiapa

diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka

sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.”

24) Menerima Seorang Calon Tanpa Peduli Syarat-Syarat Syar’i

Pemilu menerima calon-calon pejabat tanpa melihat syarat-syarat

syar’i. Ini jelas menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah serta perkataan

para pemimpin-pemimpin ulama yang membawa petunjuk. Masih

dengan ayat yang sama, Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat

124,

َ ُ‫ت فََأتَ َّمه َُّن ۖ قَا َل ِإنِّى َجا ِعل‬


ِ َّ‫ك لِلن‬
ۖ ‫اس ِإ َما ًۭما‬ ٍ ۢ ‫۞ َوِإ ِذ ٱ ْبتَلَ ٰ ٓى ِإ ْب ٰ َر ِه ۧـ َم َربُّ ۥهُ بِ َكلِ َم ٰـ‬

َ ‫قَا َل َو ِمن ُذرِّ يَّتِى ۖ قَا َل اَل يَنَا ُل َع ْه ِدى ٱلظَّ ٰـلِ ِم‬
١٢٤ ‫ين‬

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Rabbnya dengan beberapa

kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah

berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi

seluruh manusia.” Ibrahim berkata, “(Dan saya mohon juga) dari

keturunanku”. Allah berfirman, “Janji-Ku (ini) tidak mengenai

orang-orang zalim.”
52

Yang dimaksud dengan “zalim” di sini adalah kezaliman yang

tidak ada kesamaran lagi di dalamnya, kezaliman yang jelas dan

terang seperti perbuatan maksiat dan dosa. Ayat di atas juga

memberikan pengertian bahwa orang zalim tidak boleh diangkat

menjadi pemimpin, baik dalam urusan agama maupun dunia.

25) Menyalahgunakan Nas-Nas Syar’i

Ketika kampanye, mereka menggunakan nas-nas syar'i untuk

kepentingan politik demokrasi, contoh ayat yang sering mereka pakai

yaitu pada surat Al Ahzab ayat 23, surat Al-Hajj ayat 41 dan surat

Hud ayat 88,

۟ ‫وا ما َع ٰـهَ ُد‬


۟ َ ‫ين ر َجا ٌل‬
َ َ‫وا ٱهَّلل َ َعلَ ْي ِه ۖ فَ ِم ْنهُم َّمن ق‬
ُ‫ض ٰى نَحْ بَ ۥه‬ َ ُ‫ص َدق‬ ۭ ِ َ ِ‫ِّم َن ْٱل ُمْؤ ِمن‬
۟ ُ‫َو ِم ْنهُم َّمن يَنتَ ِظ ُر ۖ َوما بَ َّدل‬
٢٣ ‫وا تَ ْب ِدياًۭل‬ َ
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati

apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka

ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang

menunggu-nunggu dan mereka tidak sedikitpun merubah (janjinya).”

۟ ‫صلَ ٰوةَ َو َءاتَ ُو ۟ا ٱل َّز َك ٰوةَ َوَأمر‬ ۟ ‫ين ن َّم َّكنَّ ٰـهُ ْم فِى ٱَأْلرْ ض َأقَا ُم‬
‫ُوا‬ َ َّ ‫وا ٱل‬ ِ ‫ٱلَّ ِذ َ ِإ‬
‫ُأْل‬ ۟
ِ ‫ُوف َونَهَ ْوا َع ِن ْٱل ُمن َك ِر ۗ َوهَّلِل ِ َع ٰـقِبَةُ ٱ ُم‬
٤١ ‫ور‬ ِ ‫بِ ْٱل َم ْعر‬

“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di

muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan

zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan

yang mungkar.”
53

ُ ‫ِإ ْن ُأ ِري ُد ِإاَّل ٱِإْل صْ لَ ٰـ َح َما ٱ ْستَطَع‬


ۚ ‫ْت‬

“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku

masih berkesanggupan.”

Orang-orang partai menggunakan ayat-ayat ini supaya manusia

memilihnya. Propaganda semacam ini sama dengan mendustakan

Allah dan mendustakan Al-Qur’an. Sebab, tujuan orang ini bukanlah

membela Islam dan kaum muslimin -meskipun mereka mengaku

membela Islam- akan tetapi dia sedang mencari jabatan.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Wahai ‘Abdurrahman, janganlah kamu

meminta kekuasaan. Kalau kamu diberi kekuasaan karena meminta,

maka kamu akan digantungkan kepadanya. Dan apabila kamu diberi

kekuasaan karena tidak meminta, maka kamu akan ditolong dalam

menjalankannya.”

26) Tidak Memperhatikan Rambu-Rambu Syar’i Dalam Memberikan

Kesaksian

Maksud dari kesaksian di sini, yaitu ketika manusia di negara

demokrasi sedang melakukan pemungutan suara, seorang pemilih

memberikan suaranya untuk seorang yang dicalonkan. Menyumbang

“suara” ini adalah bentuk syahadah (persaksian). Dan orang pada

umumnya tidak memiliki patokan-patokan syar’i dalam bersaksi.

Syarat-syaratnya pun tidak terpenuhi. Itulah penyimpangan syar’i


54

yang menyebabkan orang ‘berbicara tanpa ilmu.’ Allah berfirman

dalam surat Al-Baqarah ayat 143,

۟ ‫ُأ‬ َ ِ‫َو َك ٰ َذل‬


ِ َّ‫ك َج َع ْلنَ ٰـ ُك ْم َّم ۭةً َو َس ۭطًا لِّتَ ُكونُوا ُشهَ َدٓا َء َعلَى ٱلن‬
‫اس‬

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikanmu (umat Islam),

sebagai umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas

(perbuatan) manusia.”

Allah berfirman dalam surat Ath-Thalaq ayat 2,

۟ ‫َوَأ ْش ِه ُد‬
‫وا َذ َوىْ َع ْد ۢ ٍل ِّمن ُك ْم‬

“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara

kamu.”

Adil adalah senantiasa berpegang teguh kepada ketakwaan.

Jumhur ulama menyatakan, “Orang yang adil adalah muslim mukallaf

yang tidak melakukan dosa dan tidak terus menerus melakukan

dosa-dosa kecil.” (Lihat “Fath Al-Bari” 5/52)

27) Prinsip Persamaan Yang Tidak Syar’i

Pemilu menganggap sama suara (hak pilih) laki-laki dan

perempuan, orang shalih dan orang jahat, muslim dan kafir, alim dan

jahil, ahlul halli wal ‘aqdi (ulama dan para cendekiawan) dengan

pemusik serta penari serta pelacur, sama suaranya. Dan juga hak

seorang muslim sama derajatnya dengan orang-orang kafir di mata

hukum. Hukum macam apa ini.

Inilah hakikat demokrasi. Dalam demokrasi tidak ada bedanya

antara singa dan anjing. Padahal sebagian hewan ada yang lebih
55

utama daripada orang-orang kafir di sisi Allah. Allah berfirman dalam

surat Al-A’raf ayat 179,

َ ‫ُأ ۟ولَ ٰـِٓئ‬


َ ‫ك َكٱَأْل ْن َع ٰـ ِم بَلْ هُ ْم َأ‬
ۚ ُّ‫ضل‬

“Mereka (orang-orang kafir) itu seperti binatang ternak, bahkan

mereka lebih sesat.”

Demokrasi adalah produk orang yang menganggap bahwa

“anjing” bisa lebih mulia dari bapak dan ibu, dari rakyat dan umat

secara keseluruhan. Dan itu adalah kejahatan menurut Islam.

Masih banyak dalil-dalil dari Al-Qur’an yang mengharamkan

prinsip persamaan suara yang mereka gunakan di dalam pemilu ini.

Allah berfirman dalam surat Al-Qalam ayat 35-36,

َ ‫ْف تَحْ ُك ُم‬


٣٦ ‫ون‬ َ ‫ين َك ْٱل ُمجْ ِر ِم‬
َ ‫ َما لَ ُك ْم َكي‬٣٥ ‫ين‬ َ ‫َأفَنَجْ َع ُل ْٱل ُم ْسلِ ِم‬

“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama

dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu

(berbuat demikian)? Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?”

Allah berfirman dalam surat Al-Jatsiyah ayat 21,

۟ ُ‫وا َو َع ِمل‬
‫وا‬ ۟ ُ‫ين َءامن‬
َ ‫ت َأن نَّجْ َعلَهُ ْم َكٱلَّ ِذ‬ ۟ ‫ين ٱجْ تَ َرح‬
ِ ‫ُوا ٱل َّسيِّـَٔا‬ َ ‫َأ ْم َح ِس‬
َ ‫ب ٱلَّ ِذ‬
َ

َ ‫ت َس َوٓا ۭ ًء َّمحْ يَاهُ ْم َو َم َماتُهُ ْم ۚ َسٓا َء َما يَحْ ُك ُم‬


٢١ ‫ون‬ َّ ‫ٱل‬
ِ ‫ص ٰـلِ َح ٰـ‬

“Apakah orang-orang yang berbuat kejahatan itu menyangka bahwa

Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman

dan mengerjakan amal yang saleh, yaitu sama antara kehidupan dan

kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.”


56

Betapa buruknya hukum yang mempersamakan orang zalim

seperti orang yang adil, orang yang rusak seperti orang yang baik dan

orang yang kafir seperti orang yang beriman kepada Allah. Bolehkah

mempersamakan tukang parkir jalanan dengan seorang menteri

negara dalam pangkat, gaji, dan tugasnya?

Apabila hal ini tidak boleh, maka bagaimana demokrasi

mengizinkan kamu melakukan perbuatan yang sia-sia dan kamu

berbuat kerusakan di muka bumi.

Allah berfirman dalam surat Al-Ankabut ayat 4,

َ ‫ت َأن يَ ْسبِقُونَا ۚ َسٓا َء َما يَحْ ُك ُم‬


٤ ‫ون‬ َ ُ‫ين يَ ْع َمل‬
ِ ‫ون ٱل َّسيِّـَٔا‬ َ ‫َأ ْم َح ِس‬
َ ‫ب ٱلَّ ِذ‬

“Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira

bahwa mereka akan luput dari (azab) kami? Amatlah buruk apa yang

mereka tetapkan.”

Dan Allah berfirman dalam surat Shad ayat 28,

‫ض َأ ْم نَجْ َع ُل‬ ۟ ُ‫وا َو َع ِمل‬


۟ ُ‫ين َءامن‬
َ ‫ت َك ْٱل ُم ْف ِس ِد‬
ِ ْ‫ين فِى ٱَأْلر‬ َّ ‫وا ٱل‬
ِ ‫ص ٰـلِ َح ٰـ‬ َ َ ‫َأ ْم نَجْ َع ُل ٱلَّ ِذ‬

ِ ‫ين َك ْٱلفُج‬
٢٨ ‫َّار‬ َ ِ‫ْٱل ُمتَّق‬

“Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan

mengerjakan amal yang shalih sama dengan orang-orang yang

berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap

orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat

maksiat?”

Allah berfirman dalam surat Al-A'raf ayat 179,


57

‫ْأ‬
َ ‫وب اَّل يَ ْفقَه‬
‫ُون بِهَا َولَهُ ْم‬ ِ ‫َولَقَ ْد َذ َر نَا لِ َجهَنَّ َم َكثِي ۭ ًرا ِّم َن ْٱل ِجنِّ َوٱِإْل‬
ٌۭ ُ‫نس ۖ لَهُ ْم قُل‬

َ ‫ُون بِهَٓا ۚ ُأ ۟ولَ ٰـِٓئ‬


‫ك َكٱَأْل ْن َع ٰـ ِم بَلْ هُ ْم‬ َ ‫ان اَّل يَ ْس َمع‬
ٌ ۭ ‫ُون بِهَا َولَهُ ْم َءا َذ‬ ِ ‫َأ ْعي ۭ ٌُن اَّل يُب‬
َ ‫ْصر‬

١٧٩ ‫ون‬ َ ‫ضلُّ ۚ ُأ ۟ولَ ٰـِٓئ‬


َ ُ‫ك هُ ُم ْٱل َغ ٰـفِل‬ َ ‫َأ‬

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam

kebanyakan jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak

dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka

mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat

(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga

(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah).

Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.

Mereka itulah orang-orang yang lalai.”

Inilah hukum Allah. Tidak ada persamaan selama-lamanya.

Derajat orang kafir tidak bisa disamakan dengan derajat orang

muslim selama-lamanya. Sesungguhnya orang-orang kafir hanya

layak disederajatkan dengan binatang. Bahkan lebih rendah lagi.

Allah berfirman dalam surat At Tin ayat 4-6,

َ ِ‫ ثُ َّم َر َد ْدنَ ٰـهُ َأ ْسفَ َل َس ٰـفِل‬٤ ‫لَقَ ْد َخلَ ْقنَا ٱِإْل ن َس ٰـ َن فِ ٓى َأحْ َس ِن تَ ْق ِو ۢ ٍيم‬
َ ‫ ِإاَّل ٱلَّ ِذ‬٥ ‫ين‬
‫ين‬

ٍ ۢ ُ‫ت فَلَهُ ْم َأجْ ٌر َغ ْي ُر َم ْمن‬


٦ ‫ون‬ ۟ ُ‫وا َو َع ِمل‬
َّ ‫وا ٱل‬
ِ ‫ص ٰـلِ َح ٰـ‬ ۟ ُ‫َءامن‬
َ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang

sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang

paling rendah. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal

shalih.”
58

28) Fitnah Wanita

Dalam sistem demokrasi, kaum hawa diperbolehkan memilih dan

mencalonkan diri. Dan ini terlarang dalam syariat Allah.

Pertama, ulama mana yang menyatakan bolehnya mencalonkan/

memilih kaum wanita?

Tidak ditemukan pendapat semacam ini dari Rasulullah ‫ ﷺ‬dan

para sahabat atau para ulama sejak tiga belas abad yang lampau.

Maka alangkah jauhnya ia dari kebenaran.

Seorang tidak bisa mengatakan bahwa perkara ini termasuk

perkara yang baru, karena pemilihan penguasa, hakim, dan qadhi

adalah perkara yang telah ada sejak kedatangan Islam. Bahkan telah

ada semenjak adanya kehidupan, baik dalam perkara yang benar

maupun yang batil. Ini sudah cukup menunjukkan batilnya memilih/

mencalonkan wanita. Terlebih hukum asal pemilu itu sendiri adalah

haram.

Orang-orang hizbiyyun (partai) tidak puas dan ridha terhadap apa

yang difatwakan oleh ulama. Mereka tidak menganggap ulama

sebagai rujukan umat. Ini sudah cukup menunjukkan penyimpangan

mereka. Adapun ulama-ulama hizbiyyun fatwa mereka tertolak.

Kedua, sesungguhnya mengangkat perempuan di pucuk pemimpin

tertinggi di kalangan umat termasuk dalam kategori sabda Rasulullah

‫ﷺ‬, “Tidak akan bahagia suatu kaum yang memberikan


59

kekuasaannya kepada seorang perempuan.” (Riwayat Bukhari dari

Abu Bakrah)

Ketiga, siapa yang membolehkan mereka menggambar perempuan

(baik dengan tangan ataupun foto)?

Hukum menggambar adalah haram, perempuan maupun laki-laki,

kecuali pada darurat-darurat tertentu. Sedangkan dalam hubungannya

dengan pemilu, tidak ada situasi darurat bagi seorang lelaki apalagi

bagi seorang perempuan. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Setiap orang

yang membuat gambar di neraka. Allah telah menjadikan satu nyawa

dari setiap gambar yang ia buat, untuk menyiksanya di neraka

jahannam.” (Riwayat Muslim dari Ibnu Abbas)

Keempat, terkadang petugas pencatat datang dan mengundang

para wanita untuk mengikuti pemilu tanpa meminta izin kepada

suami-suami atau wali-wali mereka.

Kelima, sudah ma’ruf (umum diketahui) bahwa persaksian

seorang perempuan adalah setengah persaksian seorang laki-laki.

Bagaimana boleh bagi mereka menyamakan persaksian seorang

laki-laki dengan persaksian seorang perempuan? Allah berfirman

dalam surat Al Baqarah ayat 282,

۟
ِ َ‫َوٱ ْستَ ْش ِه ُدوا َش ِهي َدي ِْن ِمن رِّ َجالِ ُك ْم ۖ فَِإن لَّ ْم يَ ُكونَا َر ُجلَي ِْن فَ َر ُج ۭ ٌل َوٱ ْم َرَأت‬
‫ان ِم َّمن‬

ۚ ‫ض َّل ِإحْ َد ٰىهُ َما فَتُ َذ ِّك َر ِإحْ َد ٰىهُ َما ٱُأْل ْخ َر ٰى‬
ِ َ‫ض ْو َن ِم َن ٱل ُّشهَ َدٓا ِء َأن ت‬
َ ْ‫تَر‬

“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki

diantaramu. Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang dan
60

dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhoi, supaya jika

seorang lupa maka seorang lagi akan mengingatkannya.”

Keenam, hal ini menjebloskan wanita ke dalam lumpur

hizbiyyah dan juga termasuk perbuatan membesarkan syiar hizbiyyah.

Tiap orang perempuan mendukung partai tertentu, maka terjadilah di

antara mereka “peperangan”, saling sikut sebab perkara-perkara ini.

29) Menganjurkan Orang Hadir Di Tempat-Tempat Kedustaan

Pemilu menyeru manusia dan menganjurkan mereka untuk hadir

ke pusat-pusat pendaftaran dan pencatatan, ini semua adalah

tempat-tempat yang tiada faedahnya. Allah berfirman dalam surat

Al-Furqan ayat 72,

۟ ُّ‫وا بٱللَّ ْغو مر‬


۟ َ ‫َوٱلَّ ِذ‬
َ ‫ين اَل يَ ْشهَ ُد‬
ُّ ‫ون‬
٧٢ ‫وا ِك َرا ًۭما‬ َ ِ ِ ُّ‫ٱلزو َر َوِإ َذا َمر‬
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan

apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan

perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja)

dengan menjaga kehormatan dirinya.”

Ayat ini adalah dalil yang menunjukkan bahwa mereka lari dan

menjauhkan diri dari mendengar kalimat-kalimat yang batil.

Umumnya, mendengarkan kebatilan hanya bisa dilakukan dengan

cara menghadirinya.

Ayat ini juga menjelaskan bahwa di antara sifat orang mukmin

adalah tidak menghadiri majlis yang di dalamnya ada perbuatan hara,


61

mungkar, dan batil. Dan sudah dimaklumi bahwa ini adalah sifatnya

orang yang beriman.

Ayat ini juga merupakan larangan untuk menghadiri tempat-tempat

al-laghwu (sia-sia) dan kebatilan. Mafhum mukhalafah (pengertian

sebaliknya) dari ayat ini adalah: orang yang menghadiri

tempat-tempat laghwu dan kebatilan berarti telah keluar dari

sifat-sifat orang yang beriman. Mereka dikenal dengan loyalitas dan

permusuhannya karena Allah. Hadir di majlis-majlis laghwu dan

kedustaan berarti memperbanyak majlis ahli maksiat.

Sementara orang-orang yang beriman berbuat baik dari dua sisi.

Sisi pertama, mereka tidak menghadiri majlis ahli kebatilan. Sisi

kedua, mereka tidak terbiasa dengan celaan, umpatan dan laknatan.

Allah berfirman dalam surat Al Qashash ayat 55,

۟ ُ‫ُوا َع ْنهُ َوقَال‬


‫وا لَنَٓا َأ ْع َم ٰـلُنَا َولَ ُك ْم َأ ْع َم ٰـلُ ُك ْم َسلَ ٰـ ٌم َعلَ ْي ُك ْم‬ ۟ ‫ُوا ٱللَّ ْغ َو َأ ْع َرض‬
۟ ‫َو َذا َس ِمع‬
‫ِإ‬

َ ِ‫اَل نَ ْبتَ ِغى ْٱل َج ٰـ ِهل‬


٥٥ ‫ين‬

“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat,

mereka berpaling dari padanya dan mereka berkata: ‘Bagi kami

amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas

dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.”

30) Kerja Sama Di Atas Dosa Dan Permusuhan

Demokrasi dibangun atas dasar penyelisihan syariat. Dan ini

hanya akan menghantarkan masyarakat manusia pada kebuntuan,

sebagaimana kenyataan yang terjadi di berbagai negara di dunia.


62

Apakah orang-orang yang terlibat dalam pemilu siap untuk

berlepas diri dari tindakan para “calon wakil rakyat”, bila mereka

tetap duduk di majlis menerapkan undang-undang (sekuler)? Dan

mengatakan, “Kami memilih kalian demi kebenaran semata, namun

kalian malah menolong kebatilan!”.

Karena apabila mereka, para pemilih tersebut tidak berlepas

diri dari perbuatan mereka, maka dosanya juga akan menimpa

mereka. Karena menjadi sebab terwujudnya kezaliman ini: kejahatan

dan pembelaan terhadap demokrasi.

Bila para pemilih tidak berlepas diri, maka mereka akan

dihukum sama dengan apa yang diperbuat oleh anggota majelis

legislatif dalam dosa. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Akan muncul para

pemimpin yang kalian kenal baik dan kalian ingkari. Barangsiapa

mencampakkan mereka selamat, dan barangsiapa menjauhi mereka

selamat, barangsiapa berbaur dengan mereka binasa.” (Riwayat

Thabrani dan Ibnu Abi Syaibah dari hadits Ibnu Abbas)

Bila manusia ridha dengan mereka maka manusia adalah sekutu

mereka. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Sesungguhnya akan menguasai

kalian para pemimpin yang kalian kenal baik dan kalian ingkari.

Barangsiapa mengingkari sungguh ia berlepas diri dan barangsiapa

yang benci sungguh dia telah selamat. Namun (binasa)lah orang

yang ridha dan mengikuti.” (Riwayat Muslim, Ahmad dan Tirmidzi

dari Ummu Salamah)


63

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Barangsiapa melihat kemungkaran

di antara kalian hendaklah mengubah dengan tangannya, bila tidak

sanggup maka dengan lisannya, bila tidak sanggup maka dengan

hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah iman.” (Riwayat Muslim,

Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Nasa’i dari Abi

Said Al-Khudri)

Maka tidak patut bagi seorang mukmin untuk bersekutu dengan

demokrasi dalam penyimpangan yang sangat berbahaya, dan karena

anggota legislatif membuat hukum dari selain Allah. Allah berfirman

dalam surat As-Syura ayat 21,

ۚ ُ ‫ِّين َما لَ ْم يَْأ َذ ۢن بِ ِه ٱهَّلل‬ ۟ ۟


ِ ‫َأ ْم لَهُ ْم ُش َر َك ٰـُٓؤ ا َش َر ُعوا لَهُم ِّم َن ٱلد‬
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang

mensyariatkan mereka agama yang tidak diizinkan Allah?”

31) Bekerja Keras Dalam Sesuatu Yang Tak Berfaidah

Wahai pemilih, apakah kalian memilih para calon legislatif agar

mereka mampu menegakkan syariat Allah? Sudahkah kalian

mengetahui bahwa teramat penting dan wajib adanya bahwa tanggung

jawab ini harus dipikul oleh seorang yang shalih (bithanah shalihah)?

Sesungguhnya perbuatan ini tidak berfaedah karena sesungguhnya

orang yang terpilih itu tidak akan mampu menegakkan syariat Allah,

karena umumnya sebagian besar orang-orang yang terpilih tersebut

adalah orang yang memiliki popularitas. Bukan orang-orang yang

memiliki pengetahuan tentang ilmu syariat. Sesungguhnya Allah


64

memerintahkan kita untuk tidak mengambil orang orang yang tidak

beriman menjadi teman kepercayaan.

Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 118,

۟ ‫وا بطَانَ ۭةً ِّمن ُدونِ ُك ْم اَل يَْألُونَ ُك ْم َخبَااًۭل َو ُّد‬


۟ ۟ َ ‫يَ ٰـَٓأيُّهَا ٱلَّ ِذ‬
‫وا َما‬ ِ ‫ين َءا َمنُوا اَل تَتَّ ِخ ُذ‬

ۚ ‫ص ُدو ُرهُ ْم َأ ْكبَ ُر‬


ُ ‫ضٓا ُء ِم ْن َأ ْف ٰ َو ِه ِه ْم َو َما تُ ْخفِى‬
َ ‫ت ْٱلبَ ْغ‬
ِ ‫َعنِتُّ ْم قَ ْد بَ َد‬

“Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi

teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu

(karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan

bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata

kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati

mereka lebih besar lagi.”

32) Janji-Janji Kosong

Umumnya para calon legislatif, ketika kampanye mereka

memberikan janji-janji manis yang membuat para pemilihnya tertarik

untuk memilih dirinya. Umumnya janji-janji manis itu tidak akan

direalisasikan, karena itu adalah janji-janji kosong belaka.

Mereka tidak berhak membuat janji-janji, karena janji-janji

mereka adalah janji-janji palsu. Sesungguhnya hanya Allahlah yang

berjanji kepada orang beriman. Allah berfirman dalam surat An Nur

ayat 55,

۟ ُ‫وا ِمن ُك ْم َو َع ِمل‬


۟ ُ‫ين َءامن‬
ِ ْ‫ت لَيَ ْستَ ْخلِفَنَّهُ ْم فِى ٱَأْلر‬
‫ض َك َما‬ َّ ‫وا ٱل‬
ِ ‫ص ٰـلِ َح ٰـ‬ َ َ ‫َو َع َد ٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذ‬

‫ض ٰى لَهُ ْم َولَيُبَ ِّدلَنَّهُم ِّم ۢن‬ َ ‫ف ٱلَّ ِذ‬


َ َ‫ين ِمن قَ ْبلِ ِه ْم َولَيُ َم ِّكنَ َّن لَهُ ْم ِدينَهُ ُم ٱلَّ ِذى ٱرْ ت‬ َ َ‫ٱ ْستَ ْخل‬
65

‫ك‬ َ ِ‫ون بِى َشئًْۭـا ۚ َو َمن َكفَ َر بَ ْع َد ٰ َذل‬


َ ‫ك فَُأ ۟ولَ ٰـِٓئ‬ َ ‫بَ ْع ِد َخ ْوفِ ِه ْم َأ ْم ۭنًا ۚ يَ ْعبُ ُدونَنِى اَل يُ ْش ِر ُك‬

َ ُ‫هُ ُم ْٱلفَ ٰـ ِسق‬


٥٥ ‫ون‬

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di

antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia

sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi,

sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum

mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka

agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar

akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam

ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku

dengan tiada mempersekutukan-Ku dengan suatu apapun. Dan

barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka

itulah orang-orang yang fasik.”

33) Menamakan Sesuatu dengan Cara yang Salah

Mereka di dalam kampanye, akan membuat sesuatu tampak

islami, supaya mereka dapat dipilih oleh kaum muslimin. Mereka pun

membuat istilah-istilah yang bukan peruntukannya. Kemudian mereka

melakukan ceramah-ceramah agama, padahal tujuannya untuk

kampanye, supaya yang mendengarkan ceramahnya memilih dirinya.

Misalnya mereka mengatakan, pilihlah saya karena saya akan

melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Kemudian mereka

menggunakan dalil-dalil amar ma’ruf nahi munkar di dalam

kampanye-kampanye mereka.
66

34) Koalisi Dan Oposisi Semu

Di dalam demokrasi, terdapat prinsip keseimbangan kekuasaan.

Tujuannya supaya tidak ada yang menyalahgunakan kekuasaan untuk

melakukan praktek korupsi. Maka untuk mencapai tujuan ini, partai

pemenang akan membentuk koalisi, supaya partai-partai lain

mendukung kekuasaannya. Kemudian partai yang bukan mendukung

disebut dengan ‘oposisi’. Koalisi dan oposisi ini hanyalah bersifat

semu, karena mereka umumnya seolah-olah pada pihak yang saling

berlawanan, padahal prinsipnya kedua-duanya, baik oposisi dan

koalisi, hanya menipu masyarakat luas pada umumnya. Mereka itu

sesungguhnya akan selalu bersatu atas nama demokrasi. Walaupun

masyarakat luas terpecah belah akibat provokasi yang mereka

lakukan, baik provokasi oposisi maupun provokasi koalisi. Mereka

menipu masyarakat 5 tahun sekali.

35) Memberikan Peluang Kepada Minoritas Non-Muslim Untuk Bisa

Mencapai Puncak Kekuasaan

Di dalam demokrasi, orang muslim dan non-muslim mempunyai

hak yang sama untuk memilih dan terpilih. Hal ini terjadi karena

demokrasi mempunyai prinsip persamaan hak asasi manusia dan hak

untuk menyampaikan pendapat, tanpa membedakan suku, agama, ras

dan antargolongan (SARA).

Allah berfirman dalam surat Al Qalam ayat 35-36,

َ ‫ْف تَحْ ُك ُم‬


٣٦ ‫ون‬ َ ‫ين َك ْٱل ُمجْ ِر ِم‬
َ ‫ َما لَ ُك ْم َكي‬٣٥ ‫ين‬ َ ‫َأفَنَجْ َع ُل ْٱل ُم ْسلِ ِم‬
67

“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama

dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu

(berbuat demikian), bagaimanakah kamu mengambil keputusan.”

Allah berfirman dalam surat Al Jatsiyah ayat 21,

۟ ُ‫وا َو َع ِمل‬
‫وا‬ ۟ ُ‫ين َءامن‬
َ ‫ت َأن نَّجْ َعلَهُ ْم َكٱلَّ ِذ‬ ۟ ‫ين ٱجْ تَ َرح‬
ِ ‫ُوا ٱل َّسيِّـَٔا‬ َ ‫َأ ْم َح ِس‬
َ ‫ب ٱلَّ ِذ‬
َ

َ ‫ت َس َوٓا ۭ ًء َّمحْ يَاهُ ْم َو َم َماتُهُ ْم ۚ َسٓا َء َما يَحْ ُك ُم‬


٢١ ‫ون‬ َّ ‫ٱل‬
ِ ‫ص ٰـلِ َح ٰـ‬

“Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa

Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman

dan mengerjakan amal yang saleh, yaitu sama antara kehidupan dan

kematian mereka?Amat buruklah apa yang mereka sangka itu?

Allah berfirman dalam surat An Nisa ayat 141,

َ ِ‫ين َعلَى ْٱل ُمْؤ ِمن‬


١٤١ ‫ين َسبِياًل‬ َ ‫َولَن يَجْ َع َل ٱهَّلل ُ لِ ْل َك ٰـفِ ِر‬

“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang

kafir di atas orang-orang yang beriman.”

36) Mengangkat Perempuan Menjadi Penguasa

Dalam sebuah artikel, disebutkan bahwa, “Keterwakilan Perempuan

di Parlemen Indonesia Masih Rendah”. Berikut isi artikel tersebut,

“Keterwakilan perempuan di parlemen Indonesia dinilai masih sangat

rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Sekretaris

Jenderal Kaukus Perempuan Parlemen Luluk Nur Hamidah

menyampaikan, bahkan keterwakilan perempuan Indonesia di

parlemen di bawah Timor Leste dan Rwanda yang mencapai 40

persen. "Indonesia mendapat catatan, sampai saat ini keterwakilan


68

perempuan di parlemen belum memenuhi minimal angka kritis yang

seharusnya bisa diwujudkan, yaitu 30.persen. Sementara disisi lain

ada dorongan dan komitmen dari komunitas internasional dan

kesepakatan pemerintahan Indonesia bahwa tahun 2030 Indonesia

didorong mewujudkan keterwakilan perempuan 50 persen di

parlemen,” kata Luluk dalam interupsinya pada Rapat Paripurna DPR

RI, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (8/2/2022).”

Dari sini kita dapat mengambil sebuah kesimpulan, bahwa sedikit

demi sedikit perempuan akan mengambil alih tugas laki-laki sebagai

pemimpin. Dan ini menyalahi fitrah, Allah berfirman dalam surat An

Nisa ayat 34,

۟ ُ‫ْض َوبمٓا َأنفَق‬ َ ‫ض َل ٱهَّلل ُ بَ ْع‬ َ ‫ٱلرِّ َجا ُل قَ ٰ َّو ُم‬


‫وا‬ َ ِ ٍ ۢ ‫ضهُ ْم َعلَ ٰى بَع‬ َّ َ‫ون َعلَى ٱلنِّ َسٓا ِء بِ َما ف‬

ِ ‫ت لِّ ْل َغ ْي‬
ۚ ُ ‫ب بِ َما َحفِظَ ٱهَّلل‬ ٌۭ ‫ت َح ٰـفِظَ ٰـ‬
ٌ ‫ت قَ ٰـنِتَ ٰـ‬ َّ ‫ِم ْن َأ ْم ٰ َولِ ِه ْم ۚ فَٱل‬
ُ ‫ص ٰـلِ َح ٰـ‬

“Laki-laki itu pelindung bagi perempuan, karena Allah telah

melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain

(perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah

dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah

mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (laki-laki)

tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).”

37) Tidak Adanya Syarat Yang Syar’i

Di dalam demokrasi, syarat-syarat yang syar’i seperti anggota

dewan yang terpilih wajib beragama Islam, tidak akan pernah menjadi

syarat yang syar’i. Karena justru syaratnya itu adalah anggota dewan
69

itu tidak boleh menyinggung masalah SARA (suku, agama, ras dan

antargolongan). Misalnya kalau anggota dewan wajib beragama

Islam, maka itu akan menyinggung SARA, dan ini tidak

diperbolehkan dalam demokrasi.

38) Loyal Kepada Orang Non-Muslim

Pada partai tertentu, bisa jadi pemimpin partai tersebut seorang

muslim. Anggota-anggota partai wajib untuk loyal kepada

pemimpin-pemimpinnya yang non-muslim tersebut. Dan ini sebuah

realita dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi. Allah

berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 51,

ٓ ٰ ‫ص ٰـ َر‬
ُ ‫ى َأ ْولِيَٓا َء ۘ بَ ْع‬
‫ضهُ ْم َأ ْولِيَٓا ُء‬ ۟ ‫وا اَل تَتَّ ِخ ُذ‬
َ َّ‫وا ْٱليَهُو َد َوٱلن‬ ۟ ُ‫ين َءامن‬
َ َ ‫۞ يَ ٰـَٓأيُّهَا ٱلَّ ِذ‬

َ ‫ْض ۚ َو َمن يَتَ َولَّهُم ِّمن ُك ْم فَِإنَّ ۥهُ ِم ْنهُ ْم ۗ ِإ َّن ٱهَّلل َ اَل يَ ْه ِدى ْٱلقَ ْو َم ٱلظَّ ٰـلِ ِم‬
٥١ ‫ين‬ ٍ ۢ ‫بَع‬
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang

Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian

mereka adalah pemimpin bagi seseorang yang lain. Barangsiapa

diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka

sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.”

39) Fitnah Gambar

Dalam kampanye-kampanye partai, salah satu yang menjadi

komitmen partai adalah keterpilihan perempuan sebagai wakil

anggota dewan terpilih. Oleh karena itu, banyak partai mencari

perempuan-perempuan untuk dicalonkan menjadi anggota parlemen.


70

Oleh karena itu, perempuan yang sudah dicalonkan sebagai anggota

dewan tadi, perempuan ini akan melakukan kampanye dan

membangun baliho-baliho gambar dirinya (perempuan tersebut), dan

fatalnya sebagian besar mereka tidak menutup aurat. Adapun yang

menutup aurat, hanya sebatas kampanye supaya terpilih oleh suara

kaum muslimin.

40) Mempersulit Manusia Dalam Masalah Pekerjaan

Hal ini terjadi ketika pada hari pencoblosan/ pesta demokrasi,

umumnya pemimpin perusahaan sudah mengintimidasi karyawannya

supaya memilih sesuai dengan pilihan pemimpin perusahaan tersebut

yang. Kalau dia tidak memilih seperti apa yang dipilih pemimpin

perusahaannya, maka ia akan mendapat masalah di dalam

pekerjaannya seperti potong gaji atau dipecat.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Barangsiapa yang mengurusi urusan

kaum muslimin lalu ia merintangi urusan kaum muslimin,

kefakirannya dan kebutuhannya, maka Allah akan merintanginya

pada hari kiamat dari hajat, kefakiran dan kebutuhannya.” (Imam

Ahmad)

2. Fitnah, Syubhat dan Bantahannya

1) Sistem Demokrasi Selaras Dengan Islam

Jika mereka ditanya, “Mengapa kalian memilih demokrasi?”

Mereka pun menjawab, “Demokrasi di negeri kami sama artinya

dengan syura. Di dalam Al-Qur’an sendiri ada surat yang bernama


71

Asy-Syura dan Allah ta’ala berfirman, “Bermusyawarahlah mereka

dalam urusan itu.” dan Allah berfirman, “Dan perkara mereka dengan

musyawarah di antara mereka.”

Kadang mereka mengatakan demokrasi itu ada dua macam,

pertama demokrasi yang menyelisihi syariat dan kami

mengingkarinya. Sebab demokrasi semacam ini merupakan bentuk

pelimpahan kekuasaan hukum kepada rakyat bukan kepada Allah.

Yang kedua demokrasi yang sesuai dengan syariat yaitu hak umat

untuk memilih pemimpinnya, mengawasi mereka, mengangkat

mereka dan memecat mereka. Yang kedua ini kami beriman padanya

dan kami berupaya untuk mengabdi Islam dari sisi ini.

Terkadang mereka mengatakan : "Kami semua dalam kondisi

terpaksa!" Atau mereka mengatakan demokrasi diambil dengan

mengikut kaidah (mengambil) bahaya yang paling ringan.

Sedangkan ucapan mereka bahwa demokrasi selaras dengan

Islam dari satu segi atau selaras dengan Islam secara global mereka

berdalil bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬tidak mengangkat penggantinya

sementara Abu Bakar mengangkat penggantinya yakni Umar. Dan

Umar mengangkat penggantinya yang terdiri dari enam orang dan

sepakat untuk memilih salah satu dari enam orang tersebut.

Kalaulah kita menerima bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬tidak pernah

mengeluarkan isyarat tentang kekhalifahan Abu Bakar setelahnya

tentu orang yang paham akan mengerti dan orang yang bodoh tetap
72

akan bodoh. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, "Allah dan orang-orang yang

beriman menolak semua calon pengganti Nabi kecuali Abu Bakar."

Dan Beliau ‫ ﷺ‬juga bersabda :"Berikan kepadaku suatu kitab

untuk saya tulis kepada kalian. Kalian tidak akan sesat setelahku dan

agar tidak mengangan-angankannya dan seterusnya ...." Kalaulah

benar bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬tidak mengangkat penggantinya,

manakah pendalilan atas celah perselisihan dari apa yang telah

mereka sebutkan?

Apakah umat memiliki hak untuk memilih penguasanya dengan

cara apa saja meski menyelisihi Al Quran, Nabi Shallallahu 'Alaihi

Wa Sallam, dan Sunnah?

Jika mereka mengatakan, “Iya.” maka jelaslah siapa sesungguhnya

mereka dan manusia akhirnya mengetahui pemikiran mereka yang

rusak. Maka dalil-dalil ini terarah kepada mereka maka runtuhlah

kebatilan ini dan kokohlah pancang-pancang kebenaran. Jika mereka

mengatakan, “Tidak.” maka umat tidak memiliki hak untuk memilih

penguasanya kecuali dengan cara yang syar'i dan benar atau minimal

dengan cara yang tidak ada larangannya dalam syariat.

Dari sini usailah perselisihan dengan disebutkannya dalil-dalil

yang begitu banyak yang menunjukkan kebatilan sebagian perkara

ini. Sesungguhnya sebagian perkara tersebut merupakan cabang dari

pohon yang busuk. Bahkan pemilu merupakan akar dari demokrasi

dan merupakan tangga yang dipakai untuk memperbudak manusia


73

sebagian atas sebagian yang lain dengan cara mengikuti apa yang

dihalalkan oleh para anggota dewan dan meninggalkan yang

diharamkan oleh mereka. Allah telah mencela orang yang

menjadikan ulama dan ahli ibadah sebagai pembuat hukum selain

Allah. Allah berfirman :"Mereka telah menjadikan pendeta dan pastur

mereka sebagai rabb-rabb selain Allah.”

Lalu bagaimana para pencari kayu bakar pada malam hari

(Maksudnya, orang mencari sesuatu namun dia tidak mempunyai

pengetahuan tentang yang dicarinya (asal ambil). (Pent.)) membuat

hukum dari selain Allah? Maha suci Allah, ini adalah kedustaan yang

besar! Adapun kalau dikatakan "terpaksa" sudah dimaklumi hal ini

ada syarat-syaratnya maka terpenuhikah syarat-syarat tersebut pada

mereka? Begitu pula tentang kaidah "mengambil mudharat yang

terkecil" apakah telah mereka jaga batasan-batasan yang telah

dijelaskan Ahlul Ilmi dan semuanya ini akan datang jawabannya

dengan rinci pada tempatnya, Insya Allah. Adapun terhadap

contoh-contoh yang logis maka jawabannya ialah bahwa akal yang

sehat tidak akan menyelisihi penukilan (dalil) yang shahih seperti

yang telah dijabarkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam

kitabnya yang tidak tertandingi, Dar'u Ta'arudh Al Aql wan Naql dan

seandainya dengan akal dikatakan cukup tentulah Allah Azza wa

Jalla tidak mengutus Rasul-Nya dan menurunkan Kitab-Kitab-Nya.

2) Pemilu Sudah Ada Di Awal Sejarah Islam


74

Mereka mengatakan, dulu Abu Bakar dipilih dan dibaiat.

Mereka juga menyebutkan pemilihan Umar dan Utsman.

Yang mereka katakan ini tidak benar dengan berbagai alasan.

Sudah merupakan hal yang jelas bagi seluruh kaum Muslimin bahwa

pemilu dibangun di atas banyak kerusakan dan hal itu telah

disebutkan pada kerusakan-kerusakan diatas. Maka mustahil para

sahabat telah melakukan salah satu dari

penyimpangan-penyimpangan tersebut apalagi kita katakan

seluruhnya. Para sahabat berkumpul dan bermusyawarah tentang

siapa yang pantas menjadi khalifah kaum Muslimin. Setelah terjadi

persilangan pendapat mereka pun bersepakat untuk membaiat Abu

Bakar sebagai khalifah tanpa ada seorang perempuan pun yang ikut

serta. Maka apa dalil mereka setelah ini?!

Abu Bakar mewasiatkan agar khalifah setelahnya adalah

Umar. Kemudian para sahabat pun menunaikan wasiat beliau.

Adapun Umar beliau menyerahkan perkara ini kepada dewan syura

yang terdiri dari enam orang yang tatkala Rasulullah Shallallahu

‘Alaihi Wa Sallam wafat beliau ridha terhadap mereka dan masih

termasuk 12 orang yang diberi kabar gembira akan masuk Surga. Ini

perkara yang benar dan shahih. Adapun tentang musyawarahnya

Abdurrahman bin Auf dengan para wanita maka hendaknya kita

menyimak penjelasan perkara tersebut. Kisah ini dikeluarkan oleh

Imam Ahmad dan Bukhari sebagaimana termuat dalam Fathul Bari


75

7/61. Beliau tidak menyebut tentang musyawarahnya Abdurrahman

bin Auf dengan wanita. Bahkan yang benar Abdurrahman bin Auf

mengumpulkan enam orang yang dibebani urusan tersebut oleh Umar

yaitu Utsman, Ali, Zubair, Thalhah, Sa’ad dan Abdurrahman. Kisah

ini menyebutkan bahwa enam orang yang ada adalah Ahlu Syura

bukan selain mereka. Kisah ini benar dan shahih sebagaimana

disebutkan di sini juga disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari

7/69 dan Adz Dzahabi dalam Tarikh Islam halaman 303 dan Ibnul

Atsir dalam At Tarikh jilid 3/36 dan Ibnu Jarir Ath Thabari dalam

Tarikhul Umam wal Muluk 4/231. Dan tidak satupun dari mereka

yang menyebutkan bahwa Abdurrahman bin Auf bermusyawarah

dengan kaum wanita. Abdurrahman bin Auf hanya bermusyawarah

dengan kaum lelaki. Sebagaimana dikatakan Al Hafizh bahwa beliau

pada malam tersebut berkeliling kepada para shahabat (laki-laki) dan

tokoh-tokoh yang masih ada di Madinah dan semua mereka condong

kepada Utsman. Begitu pula yang disebutkan oleh ulama-ulama di

atas. Ya, Ibnu Katsir telah menyebutkan dalam Al Bidayah wan

Nihayah tentang musyawarahnya Abdurrahman dengan para wanita

namun kisah ini semuanya tanpa sanad.

Maka dapat disimpulkan:

1. Kebenaran kisah ini terdapat dalam Kitab Shahih Bukhari bahwa

Abdurrahman berijtihad pada enam orang saja.


76

2. Beliau juga bermusyawarah dengan para tokoh dan para

panglima tentara. Sanad kisah ini ada pada Imam Thabari dan

mempunyai jalan-jalan yang saling menguatkan.

3. Kisah musyawarah Abdurrahman bin Auf dengan para wanita

tidak mempunyai sanad. Dengan kata lain, kisah tersebut tidak

ada asalnya (La ashla lahu). Yakni tidak kita dapati sanadnya

yang shahih dalam kitab-kitab Sunnah sebagaimana dikatakan

oleh banyak ulama seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan

lainnya. Dalil yang menunjukkan bahwa penyebutan

musyawarahnya Abdurrahman bin Auf dengan para wanita tidak

ada sanadnya adalah bahwa para pakar sejarah -- sebagaimana

telah kami sebutkan-- tidak menyebutkannya sama sekali hingga

yang tanpa sanad sekalipun kecuali Ibnu Katsir rahimahullah. Ini

kritik terhadap kisah tersebut dari sisi sanad. Adapun dari sisi

matan ia bertentangan dengan nas-nas yang syar’i.

Pemilihan pemimpin pada zaman Rasulullah ‫ ﷺ‬melalui

caranya Rasulullah ‫ ﷺ‬dan para sahabat dalam bermusyawarah

sebagaimana terjadi pada Abu Bakar dan Umar dalam perkara Al

Aqra’ bin Habis dan Uyainah dan kisah tersebut terdapat dalam

Shahih Bukhari dan lainnya. Setelah Rasulullah ‫ ﷺ‬wafat bangkitlah

para shahabat untuk memilih khalifah tanpa ada seorangpun dari

mereka yang meminta partisipasi orang perempuan dalam memilih

khalifah. Begitu pula Abu Bakar telah menjadikan urusan


77

(kekhilafahan) setelahnya pada Umar. Dan umar menjadikan perkara

ini pada enam orang yang disebutkan di atas.

Kalau memang dianggap ada sanadnya dan kalaulah memang

itu shahih maka itu merupakan penyelisihan terhadap perbuatan

Rasulullah ‫ ﷺ‬dan para shahabat dari sisi Abdurrahman bin Auf

radliyallahu ‘anhu. Intinya, Abdurrahman bin Auf telah dizalimi

tatkala dinisbatkan kepadanya bahwa beliau menentang dan

menyelisihi nash-nash yang gamblang. Akan tetapi beliau berlepas

diri dari hal itu sebagaimana serigala berlepas diri dari darah Nabi

Yusuf Alaihis Salam. Karena dasar inilah tidak boleh menyandarkan

kisah tersebut kepada Abdurrahman bin Auf radliyallahu ‘anhu,

sesungguhnya kisah tersebut adalah dusta.

Kemudian kalaulah kita anggap bahwa Abdurrahman bin Auf

bermusyawarah bersama para wanita dan anak-anak, persoalan

berikutnya adalah apakah beliau bermusyawarah bersama

perempuan-perempuan lacur dan para pelaku kemaksiatan? Ataukah

beliau bermusyawarah dengan orang-orang shalih yang memiliki ilmu

dan makrifat? Jika kalian menjawab dengan yang pertama berarti

kalian telah jatuh. Dan jika kalian menjawab dengan yang kedua

berarti gugurlah hujjah kalian. Karena pokok permasalahannya

terletak pada mempersamakan pendapat para pelaku maksiat dengan

pendapat Ahli Ilmu. Satu hal yang umum diketahui bahwa ekspansi

kekuasaan Daulah Islam pada zaman Umar telah menjangkau


78

wilayah-wilayah yang teramat luas. Kami hendak bertanya, apakah

Abdurrahman mengangkat seorang pejabat sementara kemudian

membagi Daulah Islam itu menjadi distrik-distrik pemilihan,

mengumpulkan suara kaum Muslimin seluruhnya dan mengambil

suara terbanyak? Ataukah beliau hanya mencukupkan diri dengan

penduduk Madinah, negeri turunnya wahyu yang di dalamnya

terdapat Ahlul Halli wal Aqdi? Wallahul Musta’an.

3) Boleh Mengambil Sebagian Sistem Jahiliyah

Mereka mengatakan, “Sesungguhnya kita boleh mengambil

sistem kafir selagi sistem tersebut mengandung kebenaran.” Maka

kebenaran macam apa yang mereka ambil dari sistem demokrasi?

Bukankah sudah disebutkan diatas bahwa menerima sistem

demokrasi itu berarti menjerumuskan diri kedalam banyak kerusakan,

termasuk berbuat syirik kepada Allah. Adakah didalam sistem aturan

kafir sesuatu yang “benar” yang tidak terdapat di dalam Islam?

Justru pada sisi kitalah berbagai perkara menyangkut penjagaan

hak-hak, perbaikan kondisi, menghilangkan keburukan,

merealisasikan keadilan, serta menyebarkan agama Allah, lebih

banyak berkali lipat dari pada yang dimiliki orang-orang kafir.

Allah berfirman dalam surat Al Maidah ayat 50,

َ ُ‫َو َم ْن َأحْ َس ُن ِم َن ٱهَّلل ِ ُح ْك ًۭما لِّقَ ْو ۢ ٍم يُوقِن‬


٥٠ ‫ون‬

“Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada (hukum) Allah bagi

kaum yang yakin?”


79

Allah berfirman dalam surat Al Jatsiyah ayat 18-19,

َ ‫ك َعلَ ٰى َش ِري َع ۢ ٍة ِّم َن ٱَأْل ْم ِر فَٱتَّبِ ْعهَا َواَل تَتَّبِ ْع َأ ْه َوٓا َء ٱلَّ ِذ‬
َ ‫ين اَل يَ ْعلَ ُم‬
‫ون‬ َ ‫ثُ َّم َج َع ْلنَ ٰـ‬
۟ ُ‫ نَّهُ ْم لَن يُ ْغن‬١٨
ٍ ۢ ‫ضهُ ْم َأ ْولِيَٓا ُء بَع‬
ۖ ‫ْض‬ َ ‫ك ِم َن ٱهَّلل ِ َشئًْۭـا ۚ َوِإ َّن ٱلظَّ ٰـلِ ِم‬
ُ ‫ين بَ ْع‬ َ ‫وا َعن‬ ‫ِإ‬

َ ِ‫َوٱهَّلل ُ َولِ ُّى ْٱل ُمتَّق‬


١٩ ‫ين‬

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat

(peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan

janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak

mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat

menolak dari kamu sedikitpun dari (siksaan) Allah. Dan

sesungguhnya orang-orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi

penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung

orang-orang yang bertakwa.”

Allah menginformasikan bahwa mereka, orang-orang yang

duduk diatas kursi parlemen dan membuat hukum selain dari

hukum-Nya tidak memiliki apa-apa kecuali hawa nafsu.

Apapun keadaannya, telah jelas bagi kita bahwa semua ini

adalah kedustaan terhadap Allah dan Rasul-Nya serta terhadap Islam,

tanpa ilmu, pemahaman, pendalaman dan sebabnya adalah mereka

tidak mengembalikan permasalahan-permasalahan kepada para ulama

yang terpercaya, yang mampu memberikan solusi dari

ketergelinciran.

4) Mendirikan Negara Islam


80

Para pemikir Islam mengatakan kami terjun dalam pemilu dalam

rangka mendirikan negara Islam. Persoalannya adalah bagaimana

mungkin orang yang di awal langkahnya menginjak-injak Islam

sementara dia sendiri adalah orang yang pertama kali mengalah

dalam perkara syariat? Bukankah undang-undang pemilu adalah

bagian dari UU sekuler yang diimpor dari Eropa? Jawabnya, tentu

sebagaimana yang sudah ditulis diatas.

Bila mereka benar-benar ingin menegakkan negara Islam sesuai

dengan ucapan mereka, kenapa mereka tidak memulainya dengan

menolak pemilihan umum? Dan mengatakan, kami tidak menerima

demokrasi karena ia adalah sistem thagut. Seorangpun dari mereka

tidak pernah membantah bencana ini. Bahkan dengan tunduknya

mereka kepada UU (barat) dalam perkara pemilu, berarti mereka

telah siap untuk berkompromi setiap kali mereka hendak

memperbaiki hukum-hukum demokrasi. Bagaimana mungkin mereka

ridha diatur oleh hukum ala barat, lalu mengatakan kami akan

menegakkan hukum Allah? Semua ini hanya slogan kosong belaka.

Allah berfirman dalam surat Al Isra ayat 73-75,

َ ‫ى َأ ْو َح ْينَٓا ِإلَ ْي‬


َ ‫ك لِتَ ْفتَ ِر‬
‫ى َعلَ ْينَا َغ ْي َر ۥهُ ۖ َوِإ ۭ ًذا‬ ٓ ‫ك َع ِن ٱلَّ ِذ‬ ۟ ‫َو ن َكا ُد‬
َ َ‫وا لَيَ ْفتِنُون‬ ‫ِإ‬

‫ ِإ ۭ ًذا‬٧٤ ‫دت تَرْ َك ُن ِإلَ ْي ِه ْم َشئًْۭـا قَلِياًل‬ َ ‫ َولَ ْوٓاَل َأن ثَبَّ ْتنَ ٰـ‬٧٣ ‫ك َخلِياًۭل‬
َّ ‫ك لَقَ ْد ِك‬ َ ‫ٱَّلتَّ َخ ُذو‬

ِ َ‫ك َعلَ ْينَا ن‬


٧٥ ‫صي ۭ ًرا‬ ِ ‫ْف ْٱل َم َما‬
َ َ‫ت ثُ َّم اَل تَ ِج ُد ل‬ ِ ‫ْف ْٱل َحيَ ٰو ِة َو‬
َ ‫ضع‬ َ ‫ضع‬ َ ‫َأَّل َذ ْقنَ ٰـ‬
ِ ‫ك‬

“Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa

yang telah Kami wahyukan kepadamu; agar kamu membuat yang


81

lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah

mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami

tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong

sedikitpun kepada mereka, kalau terjadi demikian, benar-benarlah

Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini

dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu

tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami.”

Orang-orang kafir tidak menuntut kepada Nabi kita agar

meninggalkan agamanya karena mereka tahu bahwa Nabi tidak akan

melakukan hal itu. Namun mereka menuntut Nabi agar mengalah

(memberi konsesi) meski dalam sebagian kecil kebenaran. Rabb kita

telah menganugerahkan kepada Nabi kita dengan anugrah kebaikan

dan pemahaman yang lurus serta ketegaran dan perlindungan ketika

menghadapi orang-orang musyrik.

Allah telah berfirman dalam surat Al Maidah ayat 49-50,

َ ‫َوَأ ِن ٱحْ ُكم بَ ْينَهُم بِ َمٓا َأن َز َل ٱهَّلل ُ َواَل تَتَّبِ ْع َأ ْه َوٓا َءهُ ْم َوٱحْ َذرْ هُ ْم َأن يَ ْفتِنُو‬
‫ك َع ۢن‬

‫ْض‬ ِ ‫ك ۖ فَِإن تَ َولَّ ْو ۟ا فَٱ ْعلَ ْم َأنَّ َما ي ُِري ُد ٱهَّلل ُ َأن ي‬
ِ ‫ُصيبَهُم بِبَع‬ َ ‫ْض َمٓا َأن َز َل ٱهَّلل ُ ِإلَ ْي‬
ِ ‫بَع‬

َ ‫ َأفَ ُح ْك َم ْٱل َج ٰـ ِهلِيَّ ِة يَ ْب ُغ‬٤٩ ‫ون‬


‫ون ۚ َو َم ْن‬ ِ َّ‫ُذنُوبِ ِه ْم ۗ َوِإ َّن َكثِي ۭ ًرا ِّم َن ٱلن‬
َ ُ‫اس لَفَ ٰـ ِسق‬

َ ُ‫َأحْ َس ُن ِم َن ٱهَّلل ِ ُح ْك ًۭما لِّقَ ْو ۢ ٍم يُوقِن‬


٥٠ ‫ون‬

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka

menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti

hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka,


82

supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang

telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari

hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa

sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada

mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan

sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum)

siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang

yang yakin?”

Al-Quran Al-Karim telah memperingatkan Nabi dari sikap

mengalah kepada siapapun, dan kekuasaan manapun, baik di bawah

kendali orang-orang yahudi maupun musyrik, Dan Rasulullah

diminta untuk tidak keluar dan tidak goyah berhukum dengan hukum

Allah, bahkan Allah mengancam Nab-Nya dengan ancaman yang

sengat keras dan siksa yang sangat menyakitkan apabila terjadi

padanya kelancangan dalam menisbatkan hukum yang tidak

difirmankan dan disyariatkan oleh-Nya.

Allah berfirman dalam surat Al Haqqah ayat 44-46,

ُ‫ َأَل َخ ْذنَا ِم ْنه‬٤٥ ‫ين‬


ِ ‫ َأَل َخ ْذنَا ِم ْنهُ بِ ْٱليَ ِم‬٤٤ ‫يل‬ ِ َ‫ْض ٱَأْلق‬
ِ ‫او‬ َ ‫َولَ ْو تَقَ َّو َل َعلَ ْينَا بَع‬

َ ِ‫ ثُ َّم لَقَطَ ْعنَا ِم ْنهُ ْٱل َوت‬٤٥ ‫ين‬


٤٦ ‫ين‬ ِ ‫بِ ْٱليَ ِم‬
“Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan

atas (nama) Kami. Niscaya benar-benar Kami pegang dia pada


83

tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali

jantungnya.”

Sungguh rugi orang-orang yang menyangka bahwa dia akan

hidup selamat, sementara pada saat yang sama dia banyak mengalah

dalam perkara-perkara yang berkait dengan Islam. Padahal dia

menempati kedudukan sebagai da’i, ulama, dan figur yang diteladani.

Dan mereka belum juga berhenti dan terus menerus mengalah dalam

berbagai perkara keislaman.

5) Menegakkan Syariat Secara Bertahap

Jika dikatakan kepada orang-orang partai, “Kalian belum

menerapkan apa-apa (dari hukum Allah).” Mereka menjawab, “Kami

akan menegakkan syariat secara bertahap.” Ini tidak benar karena tiga

hal. Pertama, penegakan syariat secara bertahap seharusnya

dilakukan dengan cara syar’i bukan dengan sistem barat. Kedua,

orang-orang yang mengatakan ini adalah para penyebar propaganda

partai agar orang mau mengikutinya, sedangkan para anggota

legislatif dari kalangan “kaum muslimin” bukanlah orang-orang yang

mau menegakkan syariat secara bertahap, ini dikarenakan mereka

segera menyetujui hukum-hukum diluar hukum Allah walaupun di

dalamnya ada banyak penyimpangan syar’i. Ketiga dan terakhir,

orang-orang partai tidak akan pernah bisa memaparkan secara

bertahap ini, bahkan mereka meninggalkannya secara terbuka.

Tujuannya agar jika nanti ada yang mempersoalkan hal ini, mereka
84

menjawab, “Kami berpendirian bahwa penerapan syariah itu harus

dilakukan secara bertahap.” Mereka akan senantiasa mengatakan hal

yang seperti ini, bahkan sampai hari kiamat pun mereka tidak akan

dapat menerapkan hal ini. Mereka sejatinya tidak memiliki satu puun

hukum yang terealisasi kecuali yang berasal dari orang-orang sekuler.

Kaum muslimin tidak memiliki apa-apa walau jumlahnya banyak.

Tidak sepatutnya manusia berkhayal dapat menguasai

undang-undang yang sebenarnya “mengekang” manusia sendiri.

6) Kami Terpaksa Terjun Ke Dalam Pemilu Dan Parlemen Demokrasi

Al ikrah atau “terpaksa” secara istilah berarti “membawa

seseorang untuk mengerjakan atau mengatakan sesuatu yang dia tidak

ingin melakukannya”. Ini adalah definisi “terpaksa” menurut ilmu

ushul fiqih. Dengan pengertian ini berarti mesti ada pihak yang

memaksa dan ada yang dipaksa. Dan mestinya orang yang memaksa

mampu mengerjakan apa yang dikehendaki pada diri orang yang

dipaksa. Itu karena lemahnya perlawanan orang yang dipaksa. Ini

berdasarkan dalil dari Al Quran, Allah berfirman dalam surat

An-Nahl ayat 106,

‫ط َمِئ ۢ ٌّن بِٱِإْل ي َم ٰـ ِن َولَ ٰـ ِكن َّمن‬


ْ ‫َمن َكفَ َر بِٱهَّلل ِ ِم ۢن بَ ْع ِد ِإي َم ٰـنِ ِٓهۦ ِإاَّل َم ْن ُأ ْك ِرهَ َوقَ ْلبُ ۥهُ ُم‬

١٠٦ ‫ب ِّم َن ٱهَّلل ِ َولَهُ ْم َع َذابٌ َع ِظي ۭ ٌم‬ َ ‫َش َر َح بِ ْٱل ُك ْف ِر‬
َ ‫ص ْد ۭ ًرا فَ َعلَ ْي ِه ْم َغ‬
ٌۭ ‫ض‬

“Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang

dalam beriman (dia tidak berdosa) akan tetapi orang yang

melapangkan dadanya untuk kekafiran maka kemurkaan Allah


85

menimpanya.” Dan Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda :“Diangkat dari umatku

(balasan) karena kesalahan, kelupaan dan yang dipaksa.” (HR.

Thabrani dari Tsauban radliyallahu 'anhu).

Dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadits diatas menunjukkan

adanya seorang muslim yang dipaksa untuk melakukan perbuatan

yang haram atau perbuatan kekufuran.

Para ulama telah membagi keterpaksaan ini menjadi dua.

Pertama, adalah keterpaksaan untuk mencari perlindungan. Yaitu dia

diancam untuk dibunuh atau dia diancam dengan sesuatu yang dia

tidak mampu menanggungnya disertai sangkaan kuat bahwasanya

ancaman itu akan dilaksanakan. Maka pendapat para ulama semua

nya nyaris sama. Kedua, keterpaksaan orang yang tidak mencari

perlindungan. Batasannya ialah bila seseorang diancam dengan

sesuatu yang tidak sampai menyebabkannya binasa atau orang yang

memaksa dia tidak mempunyai kekuatan dan kekuasaan untuk

melakukan ancamannya. Melakukan yang diharamkan dengan alasan

terpaksa adalah boleh dengan syarat tadi yang pertama. Lantas mari

kita tengok orang-orang partai ini. Jika dikatakan kepada mereka,

“Siapa yang telah memaksa kalian untuk berkecimpung dalam

pemilu?” Jika mereka katakan : “Mereka telah memaksa kami!”

Maka jawablah mereka, “Kenyataannya tidak ada paksaan terhadap

kalian dan tidak terjadi satu jenis pun pemaksaan, tidak yang besar

tidak pula yang kecil. Karena memang tidak ada orang yang
86

memaksa. Justru kalianlah yang menyerukan pemilu dan mencari-cari

dalil (untuk membolehkannya) dan memerangi orang yang

menyelisihi kalian dalam pemahaman tersebut. Maka pernyataan

bahwa kalian “dipaksa” adalah pengakuan yang batil.

Kalau pengakuan mereka terbukti batil lantas apa maksud dari

segala publikasi dan propaganda mereka ini? (Yakni bahwa mereka

terpaksa). Jawabnya adalah dalam rangka melegalkan sikap-sikap

mereka dan memperdaya masyarakat umum. Sehingga bila gagal

mereka pun “dimaafkan” oleh masyarakat.


87

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada Bab IV, yang

membahas tentang syubhat-syubhat demokrasi, pemilu dan bantahannya dari

dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka hendaknya kita sebagai seorang

muslim dan mukmin untuk berlepas diri dari demokrasi dan para pelakunya.

Hal ini untuk menjaga kebersihan diri kita dan mentarbiyah diri kita dari

hal-hal yang berbau kesyirikan. Untuk itu, maka kita dapat memahami

bahwasanya demokrasi itu telah merusak sendi-sendi kehidupan kaum

muslimin dan manusia yang ada di muka bumi ini. Kerusakan-kerusakan di

kehidupan manusia ini sangat terasa di zaman yang sekarang ini, perintah

Allah dan petunjuk Rasul lazim dilanggar, sehingga syariat Islam tidak dapat

ditegakkan, karena kita hanya sebagai penonton saja, yang tidak bisa berbuat

apa-apa dan kita hanya bisa melakukan ritual-ritual ibadah rutinitas saja.

Kerusakan-kerusakan begitu parahnya dikarenakan manusia atas

nama demokrasi dan hak asasi manusia, mereka melakukan perbuatan

seenaknya walaupun itu melanggar syariat, mereka membuat undang-undang

dan hukum sesuai dengan hawa nafsunya. Walaupun undang-undang dan

hukum yang mereka buat itu sangat bertentangan dengan syariat Islam. Dan

jika kita mengatakan peraturan undang-undang yang mereka buat itu tidak

sesuai dengan syariat, dengan mudahnya mereka mengatakan bahwa kita

adalah orang yang radikal dan fundamental yang tidak punya rasa toleransi.
88

Siapa sosok di belakang yang sangat kuat supaya demokratisasi dunia itu

dapat dilakukan? Tidak lain adalah elit-elit global; yakni dari kalangan zionis

israel dan boneka-boneka salibisnya. Salah satu lembaga yang mereka dirikan

adalah yang disebut dengan Rand Corporation.

Rand Corporation adalah sebuah badan intelijen yang didirikan dan

didanai oleh pemerintah Amerika, untuk memata-matai kaum muslimin.

Mereka mengamati, dan membagi kaum muslimin menjadi 4 bagian;

1. Islam Liberalis; mereka dianggap sangat aman bagi para kuffar. Islam

liberalis adalah orang-orang yang menolak khilafah, menolak syariat Islam

yakni aturan Allah, Mendukung demokrasi dan menerima pengaruh barat.

2. Islam Modernis; mereka dianggap aman oleh para kuffar. Islam modernis

adalah orang-orang yang menolak khilafah, menolak syariat Islam,

mendukung demokrasi namun kritis terhadap pengaruh barat. Orang-orang

seperti ini yang mendominasi di Indonesia.

3. Islam Tradisionalis; mereka diwaspadai oleh para kuffar. Karena mereka

mendukung khilafah, mendukung syariat Islam, namun mereka masih

menerima demokrasi yang mereka samakan dengan syura (musyawarah)

dalam syariat Islam dan kritis terhadap pengaruh barat.

4. Islam Fundamentalis; mereka inilah yang ditakuti dan dianggap berbahaya

oleh para kuffar, dan mereka harus segera dihabisi/ dibantai menurut

orang-orang kafir. Mereka inilah para muwahidin dan mujahidin, mereka

mendukung khilafah, mereka menegakkan syariat Islam, mereka

menentang demokrasi dan mereka menentang pengaruh barat.


89

Maka dengan menggunakan data-data tersebut, Rand Corporation dan

pemerintah Amerika akan mengetahui siapa kaum muslimin yang harus

disikat dan yang harus dihabisi.

Dari sini dapat kita simpulkan bahwasanya untuk menjadi seorang mukmin

yang sejati dan untuk menjadi seorang muwahidin (orang-orang yang

bertauhid) itu memang selalu akan menjadi bidikan oleh orang-orang kafir

yang menjadi musuh-musuh Allah. Karena mereka sendiri itu tidak lepas dari

penelitian-penelitian mereka terhadap kaum muslimin untuk memata-matai

dan mewaspadai kebangkitan kaum muslimin.

Sesungguhnya kita sedang dalam perang pemikiran (ghozwul fikri) dengan

pasukan-pasukan salibis, zionis dan musyrikin. Namun, sebagian besar kaum

muslimin tertipu dengan pemikiran orang-orang barat. Hanya dengan hati

yang bersih dan jernih, kita akan mengakui bahwa kita sedang di bidik.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian diatas dan juga kesimpulan yang telah penulis

paparkan bahwasanya kita sebagai seorang pemuda yang muwahid

(menegakkan tauhid) itu kita harus bersikap tidak tafrith dan tidak ifrath. Apa

itu tafrith? Tafrith yaitu sifat berlemah-lemah, berlemah-lemah yaitu kita

menerima demokrasi sebagai bagian dari kehidupan kita, sehingga kita sibuk

dengan memecah belah di antara kaum muslimin dengan berpartai-partai


90

berkubu-kubu saling fitnah sana-sini, sampai kaum muslimin merasa bangga

dengan partai-partai yang mereka miliki. Padahal Allah telah berfirman:

ٍ ‫ُكلُّ ِح ْز‬
َ ‫ب بِ َما لَ َد ْي ِه ْم فَ ِرح‬
‫ُون‬

(Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka

(masing-masing)). Maka ini membahayakan sekali bagi pemuda-pemuda yang

muwahid.

Adapun untuk mengambil sikap tengah kita sebagai pemuda yang

bertauhid selain tidak tafrith (bermudah-mudah), juga tidak boleh bersifat

ifrath, yaitu berlebih-lebihan. Berlebih-lebihan dalam menyikapi demokrasi,

maksudnya jangan sampai dengan sifat-sifat berlebih-lebihan ini kita akan

menimbulkan kekacauan, sehingga ketika seseorang terlalu emosi melihat

dunia ini, akhirnya dia melakukan aksi-aksi yang tidak dibenarkan di dalam

syariat dan yang tidak dicontohkan Rasulullah dan para sahabat, seperti

melakukan aksi pengeboman di tempat-tempat keramaian yang tidak ada

hubungannya dengan zona peperangan. Sehingga merusak dakwah tauhid itu

sendiri. Inilah yang merusak citra muwahid, yang tadinya para da’i dan

pemuda-pemuda yang sibuk mendakwahkan tauhid ini ke masyarakat kaum

muslimin, akhirnya tercoreng dengan hal-hal yang tidak baik. Maka

sepatutnya bagi kita bersikap wasathiyah yakni sikap pertengahan, yakni tidak

bermudah-mudah dan tidak berlebih-lebihan.

Dalil sikap wasathiyah adalah, Rasulullah ‫ ﷺ‬pernah menampilkan

sikap wasathiyah ketika berdialog dengan para sahabat. Kisah yang direkam
91

Aisyah ini menceritakan tiga orang sahabat yang mengaku menjalankan

agamanya dengan baik. Masing-masing dari ketiga sahabat itu mengaku rajin

berpuasa dan tidak berbuka; selalu salat malam dan tidak pernah tidur; dan

tidak menikah lantaran takut mengganggu ibadah. Rasulullah ‫ ﷺ‬saat itu

menegaskan bahwa ‘aku yang terbaik di antara kalian’. Karena Nabi berpuasa

dan berbuka, salat malam dan tidur, dan menikah.

Apa yang dilakukan Nabi sejalan dengan perintah Allah yang

mengecam sikap ekstrem di semua dimensi hidup: dalam ibadah ritual,

dilarang untuk ghuluw (QS. An-Nisa: 171), dalam muamalah dilarang keras

untuk israf (QS. Al-A’raf :31), bahkan dalam perang sekalipun tidak

membolehkan melakukan tindakan-tindakan di luar batas (QS. Al-Baqarah:

190). Konsep-konsep dasar ini menjadi pijakan oleh para ulama sehingga

ideologi-ideologi ekstrem selalu marginal dan tertolak dalam Islam.

Sebagai kata kunci, berikut ada empat kalimat yang bisa kita pilih sebagai

kalimat pamungkas;

1. JANGAN MEMBELA KEBATILAN

Yang dimaksud dengan jangan membela kebatilan ini adalah, yaitu

kita berlepas diri dari segala sesuatu yang diluar dari syariat Allah, untuk

menjalani kehidupan di bumi ini. Karena di alam demokrasi ini sudah

banyak perkara-perkara yang menyelisihi syariat untuk kehidupan.

Contohnya? Dimana-mana perempuan di Indonesia ini tidak memakai

jilbab, padahal mereka mengaku sebagai orang islam yang beriman


92

kepada kitab Allah, sudah jelas dalam Al-Qur’an bahwasanya jilbab ini

diwajibkan, ini disebabkan hak asasi manusia tadi yang bertentangan

dengan syariat-syariat Allah, pencipta segalanya.

2. JANGAN BERKATA TANPA ILMU

Hendaknya sebagai seorang muslim dalam berbicara baik di kehidupan

nyata atau di media elektronik dengan ilmu yang ia punya.

3. AMBILLAH ILMU DARI ULAMA-ULAMA RABBANIYYUN DAN AHLU

TSUGHUR

Apa itu ulama rabbaniyyun? Syaikh Ibnul Qayyim rahimahullah

berkata, “Salaf telah bersepakat bahwa seorang ‘alim tidak berhak diberi

gelar sebagai ulama rabbani sampai dia mengetahui kebenaran,

mengamalkannya, dan mengajarkannya.”

Apa itu ulama ahlu tsughur? Ahlu tsughur adalah sebutan yang

disematkan kepada para tokoh agamawan atau ulama Islam yang pernah

berkecimpung dalam kancah pertempuran atau perang suci. Ketika ulama

ahlu tsughur ini menjadi sebuah referensi dalam menjalankan aksi, maka

fatwa MUI tidak akan memberikan pengaruh sama sekali.

4. KEPADA PARA PENUNTUT ILMU

Maka di dalam negeri demokrasi ini, sepatutnya kita untuk

menyebarkan dakwah tauhid dan aqidah melalui sarana-sarana, baik

melalui media sosial, pengajian-pengajian ataupun lembaga pendidikan

seperti pesantren. Dan kita sebarkan melalui sarana-sarana ini ke setiap

penjuru bumi Allah yang luas.


93

DAFTAR PUSTAKA

Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab At-Tamimi (2005). Kitabut Tauhid.


Sleman: Darul ‘Ilmi.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (2000). Al-Aqidah Al-Wasithiyah. Solo: At-Tibyan.

Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab (2001). Kasyf Asy-Syubuhat. Yogyakarta:


Pustaka Al-Haura’.

Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab (2002). Syahru Masa’ilul Jahiliyah.


Tegal: Maktabah Salafy Press.

Abu Nashr Muhammad Bin Muhammad Al-Imam (2004). Tanwir Azh-Zulumat Bi


Kasyfi Mafasid Wa Syubuhat Al-Intikhabaat. Depok: Darul Hadits.

Syaikh Shalih Bin Fauzan Al-Fauzan (2002). Al-Wala’ Wal Bara’. Solo:
At-Tibyan.

Ibnul Jauzi Al-Baghdadi (2019). Talbis Iblis. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.

Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab (2005). Al-Qoulul Mufid Fii Adillatit
Tauhid. Sleman: Darul ‘Ilmi.

Imam Asy-Syathibi (2003). Al-I’tishom. Yogyakarta: Media Hidayah.

Syaikh Abdul Malik Ramdhani (2004). Sittu Duror Min Ushuli Ahlul Atsar.
Yogyakarta: Media Hidayah.

Syaikh Abdussalam Bin Barjas Bin Nashir Al-Abdulkarim (2003). Al-Hujjaju


Al-Qawiyyah ‘Alal Anna Wasa’il Ad-Da’wah Tauqifiyyah. Tegal: Maktabah
Salafy Press.

Syaikh Abdussalam Bin Barjas Bin Nashir Al-Abdulkarim (2002). Dharuratu


Al-Ihtimam Bis-Sunnani An-Nabawiyyah. Tegal: Maktabah Salafy Press.

Syaikh Fauzi Ibnu Abdillah Al-Atsari (2004). Al-Azhar Al-Mantsurah Fi Tabyini


Anna Ahlal Hadits. Malang: Cahaya Tauhid Press.

Syaikh Muhammad Bin Jamil Zainu (2002). Minhajul Firqah An-Najiyah Wat
Thaifah Al-Mansurah. Jakarta: Darul Haq.

Shalahuddin Mahmud (2012). Al-Masih Ad-Dajjal Wa Ya’juj Wa Ma’juj (Misteri


Akhir Zaman). Jakarta: Darul Haq.
94

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Raden Muhammad Abdurrofi lahir di Palembang, tanggal


21 Februari 2006. Dari Ayah yang berasal dari
Palembang, dan Ibu yang berasal dari Yogyakarta yang
dibesarkan di Bandar Lampung. Merupakan anak kedua
dari dua bersaudara. Disusui di Metro dan pindah ke
Bekasi pada usia 3 tahun (2009). Mulai bersekolah di TK
IT Hidayatunnajah (2010-2011). Menamatkan sekolah di SD IT Al Binaa
(2011-2017) dan SMP IT Al Binaa (2017-2020). Saat ini menjalankan studi di
SMA IT Al Binaa Islamic Boarding School (2020-sekarang).

Pengalaman berorganisasi antara lain Jam’iyyah At Tholabah atau OSIS SMA IT


Al Binaa di Divisi Kebersihan dengan jabatan bendahara dan anggota tahun
2021-2022. Selama bersekolah, juga ikut kepanitiaan acara-acara OSIS.

Anda mungkin juga menyukai