Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Politik
Dosen Pengampu Prof. Dr. Fauzan Ali Ar Rasyid M.Si.
Hamdani Kurniawan,S.H,M.Ipol
disusun :
Abdur Rozak NIM 1223030001
Ai Norma Yunita NIM 1223030006
Annisa Rizqi Syafitri NIM 1223030012
Ayu Ghania Munawir NIM 1223030015
Boy Dawud Mochamad Fadilah NIM 1223030021
Bunga Aulia Salsabila Putri NIM 1223030022
Dovi Prashauman Oktriza NIM 1223030030
Dwi Pandu Wijaksana NIM 1223030031
Fahmi Hardiyanti NIM 1223030036
Fathan Nabiel NIM 1223030040
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah Swt. Yang telah memberikan rahmat dan
inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah pengantar ilmu politik yang
berjudul “Demokrasi dan HAM” sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan
nabi besar Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabat dan para pengikut-Nya hingga akhir
zaman.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bpk. Prof.Dr.H. Fauzan Ali Rasyid M,Si., Serta
Kepada Bpk Hamdani Kurniawan, S.H, M.Ipol. yang telah memberikan ilmu tersusun dengan
baik.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi
penyusunan, bahasa, penulisanya sehingga diperlukan kritik dan saran yang membangun dari
semua pembaca guna menjadi acuan agar penulisan bisa menjadi lebih baik lagi dimasa
mendatang. Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengeathuan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB 1.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................5
1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................................................6
1.5. Metode Penulisan...........................................................................................................6
BAB 2.........................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.......................................................................................................................7
2.1 Sejarah Awal Terbentuknya Demokrasi di Indonesia....................................................7
2.1.1 Konsep Mengenai Demokrasi.................................................................................8
2.1.2 Perkembangan Demokrasi di Indonesia................................................................9
2.1.3 Masa Demokrasi konstitusional di Indonesia (1945-1959)................................10
2.1.4 Masa Demokrasi Terpimpin di Indonesia (1959-1965)......................................10
2.1.5 Masa Demokrasi Pancasila di Indonesia (1965-1998)........................................11
2.1.6 Masa Demokrasi Reformasi di Indonesia (1965-1998).......................................11
2.2 Perbandingan Negara-negara Demokrasi..................................................................14
2.3 Relasi antara Demokrasi dan Hak Asasi Manusia....................................................17
BAB 3.......................................................................................................................................19
PENUTUP...............................................................................................................................19
3.1 Saran..............................................................................................................................19
3.2 Kesimpulan..............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah demokrasi muncul pertama kali di Yunani klasik dan kata ini pun berasal dari
bahasa Yunani yaitu ‘demo’ yang artinya banyak atau orang dan ‘kratos’ yang artinya
kekuatan atau aturan. Jadi kata demokrasi berarti pemerintahan yang diataur oleh demo.
Demo ini diatarikan juga sebagai rakyat, rakyat yang dimaksudkan dalam hal ini adalah
rakyat miskin yang pada saat itu tidak di ikut sertakan dalam kegiatan politik. Kata demokrasi
bermakna peyoratif, dulunya kata ini berkonotasi negatif pada zaman Yunani klasik karena
pada saat ini orang Yunani klasik menjunjung tinggi sistem kasta, makanya prinsip egalitarian
pada saat itu tidak bisa terima karena anggapan pada saat itu manusia kodratnya mempunyai
kelas1. Kata demokrasi pada saat itu tidak mengarah pada kesetaraan politik tetapi tertuju
terhadap orang miskin di masa Yunani klasik partisipasi politik hanya di pegang oleh ras
republika yang di dalamnya hanya terdapat laki-laki yang berumur 20 keatas (yang oleh plato
disebut rakyat), sedangkan yang lainya disebut ras privata yang terdiri atas perempuan, anak
kecil dan budak.2 Ras privata yang tidak beruntung ini tidak boleh ikut campur dalam urusan
pemerintahan, kebiasaan ini bertahan di negara Amerika yang dimana perempuan baru
diberikan hak suara pada tahun 1960. Sedangkan di Swiss perempuan baru mendapatkan hak
pilih pada tahun 1971.
Demokrasi berovolusi pasca renaisans. Pada revolusi Francis terdapat 3 prinsip yang
muncul yaitu egaliter(kesetaraan), liberte(kebebasan), dan fratarnite(persaudaraan). Setelah
revolusi Francis istilah demokrasi berubah makna menjadi berkonotasi baik bahkan sejak
abad ke-20 seolah tidak ada jawaban lain mengenai siapa yang harus memerintah. 3 Jawaban
yang disepakati oleh seluruh dunia adalah rakyat yang harus memerintah atau demokrasi.
Demokrasi di himpun dan dibawa kembali oleh tokoh Abraham Lincoln dalam pidatonya
pada tahun 1863 dia menyebutkan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat,oleh rakyat,
dan untuk rakyat. Pembahasan mengenai demokrasi kembali hangat pada abad ke-19 setelah
demokrasi di anggap sebagai sistem yang egaliter dan revolusioner, tidak ada hal yang
1
Heywood, Andrew.2015. Pengantar Teori Politik.(edisi ke-4). Terjemahan oleh Setyawati,E dan Fajar, Rahmat.
2018. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
2
Budiardjo,Miriam.2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. (edisi revisi). PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
3
Asshidqqie, Jimly. 2016. Partai Politik dan Pemilihan Umum Sebagai Instrumen Demokrasi. Jurnal Konstitusi.
Vol3 (no.4). Hlm.6.
4
menyebabkan pendapat terpolarisasi secara ekstrim. Namun tidak ada pula kebulatan suara
mengenai
5
5
demokrasi. Walaupun semua orang mendukung prinsip demokrasi, tetapi mereka tidak
sepakat mengenai demokrasi seperti apa yang harus dilaksanakan agar cita-cita yang dibawa
demokrasi bisa sampai. Demokrasi dianggap sebagai upaya untuk membatasi penguasa
yang sewenang wenang, demokrasi membawa semangat egaliter dan menentang segala
bentuk hak istimewa yang dimiliki oleh orang-orang tertentu dan hirarki. Dalam demokrasi
suara seluruh individu dipertimbangkan, semua individu berhak untuk ikut kegiatan politik
dan menyampaikan suaranya. Ini selaras dengan semangat egalitarian yang sedang ramai
digaungkan maka dari itu demokrasi dianggap sebagai sistem yang paling tepat untuk
mempresentasikan kepentingan rakyat. Karena demokrasi dianggap sebagai sistem yang tidak
otoriter dan memperhatikan seluruh manusia yang ada dalam sebuah negara maka sistem
demokrasi diadopsi oleh hampir seluruh dunia, dan apabila ada negara yang tidak menganut
sistem demokrasi public akan memandang negara tersebut sebagai negara otoriter yang tidak
menghargai hak asasi manusia.
PEMBAHASAN
Pada tahun 1945, awal munculnya demokrasi di Indonesia dapat dilihat kembali ke
periode pasca kemerdekaan. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945, negara ini mengalami peralihan dari kolonialisme Belanda menjadi republik
yang berdaulat. Proses tersebut melibatkan perjuangan politik dan sosial yang panjang untuk
mencapai demokrasi yang inklusif. Namun, jalan menuju demokrasi di Indonesia tidaklah
mudah. Pasca proklamasi kemerdekaan, Indonesia menghadapi tantangan politik dan konflik
internal yang mengancam stabilitas negara.
7
Hal ini memungkinkan publik yang lebih luas untuk berpartisipasi dalam proses
politik dan memberikan kesempatan bagi perwakilan yang lebih beragam dalam
pemerintahan.
8
8
Setelah terjadinya perang dunia ke II kita dapat melihat bahwa demokrasi adalah
dasar dari kebanyakan negara di dunia. Menurut suatu penlitian yang di selenggarakan di
UNESCO dalam tahun 1949 maka “ mungkin untuk pertama kali dalam sejarah demokrasi
dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik
dan social yang di perjuangkan oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh (Probably for
the irst time in history democracy is claimed as the proper ideal description of all systems of
political and social organizations advocated by in-luential proponents)”4.
Tetapi dari banyaknya aliran pikiran yang dinamakan demokrasi ada dua kelompok
aliran yang penting, pertama demokrasi konstitusional dan kelompok aliran yang menamakan
dirinya demokrasi, akan tetapi pada hakikat dan tujuannya kelompok tersebut mendasarkan
kepada komunisme. Kedua aliran kelompok bermula dari Eropa, tetapi sesudah perang Dunia
II juga sudah mendapatkan dukungan dari negara-negara baru di Asia. India, Pakistan,
Filipina, dan Indonesia yang mencita-citakan konstitusional, sekalipun banyak macam-
macam sistem pemerintahan diberbagai negara tersebut. Dari beberapa negara baru di Asia
yang mengarah kepada penjelasan diatas adalah yang mendasarkan kepada asas-asas
komunisme adalah China, Korea Utara, dan sebagainya. 5
4
Budiardjo,Miriam.2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. (edisi revisi). PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
5
Heywood, Andrew.2013. Politics.(edisi ke-4). Palgrave Macmillan: London. Diakses secara daring pada 18
April.
9
Berdasarkan dua istilah Rechttsstaat dan sistem konstitusi, maka bahwa demokrasi yang
menjadi dasar dari undang-undang Dasar 1945 yang belum diamandemen adalah demokrasi
konstitusional. Oleh sebab itu corak khas demokrasi indonesia, adalah kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan perwakilan, dimuat dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Ketika kita melihat dari sudut pandang perkembangan sejarah demokrasi di Indonesia
terbagi menjadi 4 unsur penting yaitu:
6
Budiardjo,Miriam.2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Hlm-106 (edisi revisi). PT. Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta
10
c. Masa Republik Indonesia III (1965-1998), yaitu masa Demokrasi Pancasila yang
merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.
Dengan demikian menimbulkan kesan bahwa partai-partai dalam koalisi belum cukup
matang dalam mempertanggung jawabkan mengenai masalah pemerintahan. elain itu ternyata
ada beberapa kekuataan sosial dan politik yang tidak memperoleh saluran dan tempat yang
realistis dalam konstelasi politik, meskipun kekuatan yang utama, yaitu seorang presiden
yang tidak mau bertindak sebagai rubberstamp (presiden yang membubuhi capnya belaka)
dan suatu tentara yang karena lahir dalam revolusi merasa bertanggung jawab untuk turut
menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia pada umumnya.
7
Budiardjo,Miriam.2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Hlm-128 (edisi revisi). PT. Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta
11
dinyatakan sebagai Presiden seumur hidup dan menghapus mandat lima tahun (Undang-
Undang Dasar memungkinkan seorang presiden untuk dipilih kembali) yang ditentukan oleh
Undang-Undang Dasar.
Misalnya ada lagi contoh kasus pada tahun 1960 yang dimana ir. Soekarno selaku
president membubarkan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) hasil dari musyawarah mufakat
pemilihan umum, sedangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dikatakan secara tegas
bahwa president tidak memiliki hak wewenang melakukan keputusan tersebut. Bahkan ketua
dewan perwakilan rakyat sekalipun diangkat menjadi menteri, sehingga menekankan
kewajiban mereka sebagai pembantu Presiden di samping tugasnya sebagai anggota
parlemen. Ketika melihat poin terakhir itu mencerminkan penolakan terhadap Trias Politica.
Adapun kejadian Partai politik dan pers yang dianggap menyimpang dari rel revolusi
ditutup, tidak dibenarkan, dan dibreidel, sedangkan politik mercu suar di bidang hubungan
luar negeri dan ekonomi dalam negeri telah menyebabkan keadaan ekonomi menjadi
bertambah suram. G 30 S/PKI telah mengakhiri periode ini dan membuka peluang untuk
dimulainya masa demokrasi Pancasila.
1. Peristiwa G30S/PKI: Pada tanggal 30 September 1965, terjadi percobaan kudeta yang
dilakukan oleh sekelompok anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan anggota
militer yang pro-PKI. Percobaan kudeta ini gagal dan diikuti oleh serangkaian
pembunuhan massal terhadap anggota militer dan tokoh-tokoh yang diduga terlibat
dalam upaya kudeta. Pembantaian ini menjadi pemicu bagi pemerintah Orde Baru
yang berkuasa saat itu, yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto, untuk mengambil
tindakan keras terhadap PKI.
2. Pembersihan dan Pembatasan PKI: Setelah peristiwa G30S/PKI, pemerintah Orde
Baru melancarkan kampanye pembersihan terhadap PKI. Ribuan anggota PKI,
simpatisan, dan orang-orang yang diduga terkait dengan PKI ditangkap, dipenjara,
12
atau dibunuh. Organisasi-organisasi yang terkait dengan PKI juga dibubarkan, dan
PKI sendiri dinyatakan sebagai organisasi terlarang.
3. Dominasi Orde Baru: Periode Demokrasi Pancasila ditandai oleh dominasi politik
Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Soeharto memimpin negara
dengan tangan besi, mengendalikan pemerintahan, militer, dan ekonomi.
Pemerintahan Soeharto ditopang oleh paham Pancasila sebagai ideologi negara dan
melaksanakan pembangunan ekonomi yang didasarkan pada prinsip-prinsip
kapitalisme terpimpin.
4. Pembatasan kebebasan berpendapat: Selama masa Demokrasi Pancasila, kebebasan
berpendapat dan kebebasan pers terbatas. Pemerintah melakukan pengawasan dan
pengendalian terhadap media massa dan menindak tegas oposisi politik. Banyak
aktivis dan intelektual yang ditangkap, dipenjara, atau dipaksa ke pengasingan.
5. Pembangunan Ekonomi: Di bawah pemerintahan Soeharto, Indonesia mengalami
pertumbuhan ekonomi yang signifikan melalui program pembangunan yang kuat.
Pembangunan infrastruktur dan ekspansi sektor industri menjadi fokus utama.
Namun, pertumbuhan ini juga menyebabkan konsentrasi kekuasaan ekonomi di
tangan kelompok-kelompok yang terkait dengan rezim Soeharto dan meningkatnya
kesenjangan sosial.
6. Sentralisasi kekuasaan: Pemerintahan Orde Baru cenderung sentralistik dan otoriter.
Kekuasaan politik dan administratif terpusat di Jakarta, sedangkan daerah-daerah
mengalami ketergantungan yang tinggi ter hadap pemerintah pusat. Pemerintah juga
menerapkan sistem politik yang kuat, dengan partai politik yang diatur dan dikontrol
oleh negara. Partai Golongan Karya (Golkar) menjadi partai dominan yang
mendukung pemerintah, sedangkan partai oposisi dibatasi dalam ruang politik.
Meskipun demikian, masa Demokrasi Pancasila juga ditandai dengan stabilitas politik
dan relatifnya pertumbuhan ekonomi yang stabil. Namun, dominasi politik dan
penindasan terhadap oposisi juga menimbulkan ketegangan dan ketidakpuasan di
kalangan masyarakat, yang pada akhirnya berperan dalam perubahan politik yang
terjadi pada tahun 1998.
masyrakat Indonesia bersepakat bahwa untuk melakukan pemilihan kembali sekali lagi untuk
mecanpai demokratisasi yang tujuannya mengarah kepada sistem politik sehingga kebebasan
masyrakat terbentuk, kedaulatan rakyat dapat ditegakan, dan pengawasan kepada lembaga
esksekutif yang dilakukan oleh lembaga wakil rakyat DPR.
Ada suatu peristiwa disaat itu Habibie diangkat menjadi president, yang
menggantikan president soeharto yang dianggap akan memulai perubahan dalam era
reformasi di Indonesia. Akibatnya, pemerintahan Habibie melakukan persiapan pemilu dan
mengambil beberapa langkah penting menuju demokratisasi. hak politik antara lain UU Partai
Politik, UU Pemilu dan UU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD baru disahkan
awal tahun 1999. Hukum politik ini lebih dari itu demokratis dibandingkan dengan hukum
politik sebelumnya, sehingga pemilihan akan berlangsung Pada tahun 1999, diadakan
pemilihan demokratis yang diakui oleh masyarakat internasional. Pada masa pemerintahan
Habibie, demokratisasi tidak kalah Yang terpenting adalah menghilangkan dwifungsi ABRI
agar memiliki fungsi sosial politik ABRI (sekarang TNI atau Tentara Nasional Indonesia)
dilenyapkan. Kegiatan pertahanan menjadi tugas tunggal TNI setelah reformasi dalam TNI.
Dalam Langkah demokrasi ini ada lahirnya ide serta gagasan dalam proses
demokratisasi salah satunya adalah amandement yang dilakukan oleh MPR hasil pemilu
dalam empat tahapan dan empat tahun (1999-2002). Kejadian yang paling bersejarah pada
saat itu adalah pada tahun 2004 melaksanakan pemilihan parlemen dan presiden tahun 2004
sebuah dasar politik penting dalam sejarah perpolitikan Indonesia modern karena mendahului
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden DPR, DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dan DPRD
menuntaskan demokratisasi lembaga politik di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa
demokratisasi telah berhasil pemerintahan Indonesia yang demokratis karena nilai-nilai
demokrasinya dilakukan dengan menerapkan peraturan perundang-undangan konstitusi tahun
1945. Adapun gambaran umum tentang Masa Demokrasi Reformasi dari tahun 1988 hingga
saat ini:
tak langsung terlibat dalam isu dan keputusan yang terkait kepentingan mereka”. Duta Besar
China Lu Shumin juga mengatakan bahwa “Demokrasi bukan anarkisme, tak bisa dipisahkan
dari kerangka hukum. Semua partai politik, organisasi, dan warga negara harus mematuhi
konstitusi dan hukum”. Kedua negara ini menolak pemaksaan atas nama demokrasi oleh
pihak asing. Iran bahkan mengajak masyarakat dunia bergabung dalam “World Against
Violence and Extremism”.
Malaysia juga dianggap sebagai negara yang lebih demokratis. Oleh sebab itu Malaysia
memiliki karakteristik yang sama dengan negara China dan Iran. Berdasarkan teori Most
Similar System Design (MSSD) dapat kita uraikan perbandingan dari tiga negara tersebut.
1. China
China merupakan negara yang mayoritas penduduknya berasal dari etnis Han
Chinese, yang mana china menerapkan Multi Partai dalam sistem partai politiknya.
China juga menyelenggarakan pemilu secara langsung untuk menentukan pemimpin
negara mereka, adapun proses pemilu yang di selenggarakan di China ada Intervensi
dari pemerintahan. China menerapkan sistem pemerintahan Parlementer, dan China
sendiri ada intervensi dari negara asing. Di negara China kebebasan masyarakat dalam
berekspresi dan berpendapat dibatasi dengan kebijakan-kebijakan dan fasilitas
pemerintah, dan ada peran masyarakat dalam menekan pemerintahan akan tetapi
tekanan pemerintah lebih kuat untuk menekan oposisi.
2. Iran
Iran merupakan negara yang mayoritas penduduknya berasal dari etnis Han
Iranian/Persian, yang mana Iran menerapkan Multi Partai dalam sistem partai
politiknya. Iran juga menyelenggarakan pemilu secara langsung untuk menentukan
pemimpin negara mereka, adapun proses pemilu yang di selenggarakan di Iran ada
Intervensi dari pemerintahan. Iran menerapkan sistem pemerintahan yang cenderung
presidensial tapi kekuasaan tertinggi dipegang oleh Pemimpin Agung berdasarkan
konsep Wilayatul Faqih, dan Iran sendiri ada intervensi dari negara asing. Di negara
Iran kebebasan masyarakat dalam berekspresi dan berpendapat sesuai dengan Syariah
Islam dan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan pemerintah, dan ada
peran masyarakat dalam menekan pemerintahan akan tetapi tekanan pemerintah lebih
kuat untuk menekan oposisi.
3. Malaysia
Malaysia merupakan negara yang mayoritas penduduknya berasal dari etnis Melayu,
yang mana Malaysia menerapkan Multi Partai dalam sistem partai politiknya.
Malaysia juga menyelenggarakan pemilu secara langsung untuk menentukan
pemimpin negara mereka, adapun proses pemilu yang di selenggarakan di Malaysia
ada Intervensi dari pemerintahan. Malaysia menerapkan sistem pemerintahan
Parlementer, dan Malaysia sendiri ada intervensi dari negara asing. Di negara
Malaysia kebebasan masyarakat dalam berekspresi dan berpendapat dibatasi oleh
Pasal 4 ayat 1 tahun 1984 tentang Sedition Act, dan peran masyarakat dalam menekan
pemerintahan terus berkembang meskipun oposisi ditekan juga oleh pemerintah.
Pada Tanggal 28 September 2014, China tengah dilanda aksi demo pro-demokrasi.
Demonstran melancarkan aksi protes tentang pemilihan langsung kepala pemerintahan Hong
Kong. Meskipun media pemerintah China, People’s Daily menyebutkan demo tersebut
merupakan aksi minoritas, tetapi China memperingatkan pihak asing untuk tidak mencampuri
16
unjuk rasa di Hong Kong tersebut. Seperti yang ditegaskan Menteri Luar Negeri China Wang
Yi “Pemerintah China telah sangat tegas dan jelas dalam menyatakan posisinya. Urusan
Hong Kong merupakan urusan internal China”.8
Begitu pun dengan Iran, Kota tersebut juga mengalami hal serupa pada peringatan 31
tahun revolusi Iran tanggal 11 Februari 2010. Demonstran melancarkan aksi protes menuntut
agar pemerintah membebaskan para tahanan politik dan warga yang ditahan terkait
kekacauan pasca pemilu. Namun, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menggunakan
momen peringatan revolusi Iran untuk menyampaikan pesan kepada sejumlah negara barat
bahwa ia tidak gentar dengan ancaman barat. 9 Akan tetapi berbeda dengan oposisi di China
dan Iran, unjuk rasa yang dilakukan oposisi Malaysia lebih tertib dan tidak radikal. Seperti
halnya kritikan yang dilontarkan putri tokoh oposisi Malaysia, Nurul Izzah terhadap
pemerintah tentang penahanan Anwar Ibrahim yang dinilai tidak demokrasi. “Belum pernah
terjadi sebelumnya dalam sejarah Malaysia, menemukan anggota parlemen ditangkap karena
pidato di parlemen. Saya pikir ini bertentangan dengan masalah dasar kebebasan berekspresi”
ujarnya di kantor KontraS, JL. Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat.10
Berdasarkan pandangan penduduk terhadap pemerintahan negara mereka masing-
masing, ketiga negara China, Iran, dan Malaysia melakukan tindakan yang sama dalam
menekan oposisi. Namun demikian, China dan Iran tetap yakin pada demokrasi yang mereka
terapkan meskipun dinilai tidak demokratis oleh pihak internasional. Berbeda dengan itu,
Malaysia belum memiliki dasar untuk meniru China dan Iran. Hal ini menyebabkan Malaysia
masih memiliki upaya untuk menjadi negara demokrasi karena dianggap sebagai cita-cita
negara. Dapat disimpulkan bahwa upaya setiap negara untuk menjadi negara demokrasi
merupakan faktor penting dalam demokratisisasi negara. Seperti halnya upaya yang
dilakukan Malaysia untuk menjadi demokratis. Malaysia tidak nyaman dengan tindakan
oposisi yang dapat merusak hubungan internasional dan diplomasinya dengan negara lain
karena anggapan buruk terhadap negara yang tidak demokratis. Oleh sebab itu, Malaysia
berupaya meyakinkan oposisi bahwa aturan pemerintah telah demokratis dan memenuhi
kriteria untuk menjadi negara yang aman, damai, serta bebas dari persengketaan.
Berbeda dengan Malaysia, negara China dan Iran nyaman dengan kondisi negara
mereka meskipun ditentang oleh beberapa pihak. Hal ini yang mengakibatkan China dan Iran
tidak memiliki upaya lagi untuk meneruskan demokratisasi negara dan fokus pada
kepentingan negara yang lain. Media ternama Amerika Serikat, The Economist, Democracy
Indeks disusun oleh Economist Intelligence Unit (EIU). Tujuannya adalah mengukur kondisi
demokrasi di 165 negara dan 2 wilayah berdasarkan 5 variabel dan 60 indikator, edisi 2021.
EIU memberikan peringkat: skor dan status. Penghitungan skor dalam skala 1 – 10.
Kombinasi skor atas 5 variabel dan 60 indikator menentukan 4 status: “Demokrasi Penuh”
(Full Democracy) skor > 8 “Demokrasi Terbatas” (Flawed Democracy) skor > 6, dan ≤ 8
8
Novi Christiastuti Adiputri, “China Peringatkan AS Tidak Campuri Unjuk Rasa di Hong Kong” dalam
http://news.detik.com/read/2014/10/02/104923/2707541/1148/china-peringatkan-as-tidak-campuri-unjuk-rasa-
di-hong-kong edisi 02 Oktober 2014 at 10:55 AM WIB.
9
Tim Redaksi Liputan6, “Ratusan Orang Berdemo di Hari Revolusi Iran” dalam
http://news.liputan6.com/read/263415/ratusan-orang-berdemo-di-hari-revolusi-iran edisi 12 Februari 2010 at
11:27 AM WIB.
10
Hardani Triyoga, “Nurul Izzah Datangi Kontras, Minta Dukungan Demokrasi Malaysia” dalam
http://news.detik.com/read/2015/04/04/163836/2878041/10/nurul-izzah-datangi-kontras-minta-dukungan-
demokrasi-malaysia edisi 04 April 2015 at 04:38 PM WIB.
17
“Rezim Hibrid” (Hybrid Regime) skor > 4, dan ≤ 6 “Rezim Otoritarian” (Authoritarian
Regime) skor ≤ 4. Variabel dan Indikatornya adalah;
1. Proses Pemilu dan Pluralisme: Pemilu jurdil; kesetaraan hak politik; kesetaraan
kesempatan kampanye; transparansi keuangan parpol; mekanisme peralihan jabatan;
kebebasan membentuk parpol; kesetaraan kesempatan menempati jabatan pemerintahan.
2. Fungsi Pemerintah: Pembagian kekuasaan lembaga pemerintah; sistem ”check and
balances”; pemerintah bebas dari pengaruh militer; pengaruh asing terhadap kebijakan;
akuntabilitas dan transparansi pemerintah; korupsi; kapabilitas dan kinerja PNS; kepercayaan
publik terhadap pemerintah.
3. Partisipasi Politik: Partisipasi pemilu; hak politik kelompok minoritas; perempuan di
parlemen; keanggotaan parpol dan LSM; demonstrasi; partisipasi warga dewasa dalam
politik.
4. Budaya Politik: Konsensus dan kohesi sosial; persepsi publik terhadap pemimpin ideal,
militer, dan teknokrat; persepsi terhadap demokrasi, stabilitas umum, dan kesejahteraan;
dukungan publik terhadap demokrasi; pemisahan antara negara dan agama.
5. Kebebasan Sipil: Kebebasan media elektronik dan cetak; kebebasan berekspresi; batasan
akses internet; kebebasan berorganisasi; penggunaan kekerasan oleh pemerintah; peradilan
yang independen; kebebasan beragama; toleransi beragama; kesetaraan di mata hukum; hak
milik pribadi; perlindungan HAM; diskriminasi berdasarkan SARA.
Menurut pengukuran EIU, Indonesia berada di kategori “Flawed Democracy” atau
“Demokrasi Terbatas”, dengan skor total 6,71 dan menempati urutan ke-52 di dunia, dari total
165 negara dan 2 teritori. Posisi ini terbilang baik, mengingat skor Indonesia di empat dari
lima variabel dalam indeks ini berada di atas rerata global, yakni Proses Pemilu dan
Pluralisme (7,92/5,63); Fungsi Pemerintah (7,86/4,64); Partisipasi Politik (7,22/5,39); dan
Kebebasan Sipil (6,18/5,37). Posisi paling lemah Indonesia berada di variabel Budaya Politik
(4,38/5,38). Variabel Budaya Politik dengan skor rendah ini mencakup konsensus dan kohesi
sosial; persepsi publik terhadap pemimpin ideal, militer, dan teknokrat; persepsi terhadap
demokrasi, stabilitas umum, dan kesejahteraan; dukungan publik terhadap demokrasi; serta
pemisahan antara negara dan agama.
tujuan bersama, batas-batas hak individu, dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan
tersebut, dan laksanakan kesepakatan sesuai dengan batas yang telah di tentukan.
Hubungan demokrasi dan HAM sudah dinyatakan dalam banyak kesepakatan seperti
Deklarasi Hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, Kovenan
Internasional Hak Sosial, Ekonomi dan Budaya, Hak Solidaritas dan berbagai macam
konvensi tentang hak asasi manusia. HAM pada dasarnya bersifat universal, namun
penerapannya mengalami proses kontekstualisasi. Selain itu, sejumlah HAM tidak dapat
dipisah satu sama lain dan harus dilakukan pada saat yang sama, meskipun ada beberapa
yang memandang bahwa ini adalah dalam praktik, harus diprioritaskan. Ini bisa
diperdebatkan. Demokrasi dapat dilaksanakan bila ada hak asasi manusia, terutama Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Dan, karena hak dan kebebasan politik hanya
tahap potensial, karena dalam praktik belum tentu semua orang bisa menggunakannya, maka
Kovenan Internasional Hak Sosial, Ekonomi dan Budaya juga penting untuk pelaksanaan
demokrasi.11
Suatu negara belum dapat dikatakan demokratis apabila tidak menghormati dan
melindungi HAM. Syarat yang dibutuhkan untuk memperkuat tegaknya HAM adalah
demokratis dalam kerangka negara hukum ( rule of law state ). Konsep negara hukum dapat
dilihat sebagai model negara demokratis ( demokrasi ). Rakyatlah sebagai pemegang
kekuasaan politik tertinggi dalam negara. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa, Hak
Asasi Manusia akan terwujud dan diwujudkan oleh negara yang demokratis dan sebaliknya,
demokrasi terwujud ketika negara mampu manjamin tegaknya Hak Asasi Manusia.
11
A Ramlan Surbakti, “Demokrasi dan Hak-hak Asasi Manusia”, Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Th XII,
No 2, April 1999
BAB 3
PENUTUP
3.1 Saran
3.2 Kesimpulan
Pembentukan demokrasi di Indonesia dapat ditelusuri kembali ke masa
penjajahan Belanda. Perkembangan demokrasi dimulai dengan organisasi buruh dan
kelompok nasionalis yang mengadvokasi hak politik dan kemerdekaan. Setelah
memperoleh kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia menghadapi tantangan politik
dan konflik internal. Selama pemerintahan Presiden Soekarno, otoritarianisme
berlaku hingga jatuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, yang mengarah pada
reformasi politik dan demokrasi yang lebih inklusif. Meskipun mengalami kemajuan,
tantangan seperti korupsi dan ketidaksetaraan sosial tetap ada. Sejarah demokrasi
Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periode, antara lain demokrasi parlementer,
demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, dan periode reformasi saat ini.
19
DAFTAR PUSTAKA
A Ramlan Surbakti, “Demokrasi dan Hak-hak Asasi Manusia”, Masyarakat Kebudayaan dan
Politik, Th XII, No 2, April 1999
Asshidqqie, Jimly. 2016. Partai Politik dan Pemilihan Umum Sebagai Instrumen Demokrasi.
Jurnal Konstitusi. Vol3 (no.4). Hlm.6.
Budiardjo,Miriam.2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. (edisi revisi). PT. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta
Hardani Triyoga, “Nurul Izzah Datangi Kontras, Minta Dukungan Demokrasi Malaysia”
edisi 04 April 2015 at 04:38 PM WIB.
Heywood, Andrew.2015. Pengantar Teori Politik.(edisi ke-4). Terjemahan oleh Setyawati,E
dan Fajar, Rahmat. 2018. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Novi Christiastuti Adiputri, “China Peringatkan AS Tidak Campuri Unjuk Rasa di Hong
Kong” edisi 02 Oktober 2014 at 10:55 AM WIB.
20