Anda di halaman 1dari 16

TEORI ANTROPOLOGI

KONSEP-KONSEP dan TEORI DIFUSIONISME

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah teori
antropologi

Dosen Pengampu: Dr. Syaripulloh, M.Si

Disusun oleh:

Kelompok 5
Yumna Adzra Haidir (11220150000040)
Nida’an Khofiya Zubaidi (11220150000103)

KELAS 3B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2023

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................3

BAB I.......................................................................................................................4

PENDAHULUAN...................................................................................................4

1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................4

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................4

1.3 Tujuan Makalah......................................................................................5

BAB II .....................................................................................................................6

PEMBAHASAN .....................................................................................................

6 2.1 Sejarah Perkembangan Difusi ...............................................................6

2.2 Gejala Persamaan Unsur-unsur Kebudayaan......................................7 2.3

Penyebaran Unsur-unsur Kebudayaan.................................................8 2.4

Konsep Kulturkreis dan Kulturschiht Graebner...............................12 2.5

Majhab Schmidt teori difusi River ......................................................13 BAB

III..............................................................................................................15

PENUTUP .........................................................................................................15

3.1 Kesimpulan ............................................................................................15 3.2

Saran.......................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah .SWT. karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini
untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan. Shalawat dan salam
tetap tercurahkan dan dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad .SAW.
serta keluarga, sahabat, dan pengikutnya.

Adapun tujuan penyusun membuat makalah ini adalah untuk


menyelesaikan tugas yang telah diamanahkan, serta memperdalam pemahaman
kami tentang materi yang telah ditentukan. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk
memperluas pengetahuan dan menambah wawasan mengenai “Konsep-konsep
dan Teori Difusionisme” bagi penulis dan pembaca.

Kami menyadari tanpa bantuan dari semua pihak, makalah ini mungkin
tidak dapat terlaksana. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Dr. Syaripulloh, M.Si selaku dosen pengampu dan teman-teman
semuanya yang telah memberikan motivasinya serta semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya penyusunan makalah ini.

Dengan segala kerendahan hati. Kami sangat mengharapkan kritik dan


saran yang bersifat membangun, agar kami dapat menyusun makalah lebih baik
lagi. Kami menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Karena
kesempurnaan sesungguhnya hanya datangnya dari Allah .SWT. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Depok, 13 Oktober 2023

Penyusun

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam rangka menjelaskan asal mula terjadinya aneka ragam masyarakat
dan kebudayaan manusia diseluruh belahan dunia selain dikenal adanya teori
evolusi juga dikenal adanya teori difusi. Difusi adalah persebaran kebudayaan
yang disebabkan adanya migrasi manusia. Perpindahan dari satu tempat ke
tempat lain akan menularkan budaya tertentu. Survivalnya adalah daya eksis
budaya. Survival tidak lain merupakan daya tahan budaya tersebut setelah
mendapatkan pengaruh budaya lain sehingga menimbulkan makna baru.
Pada akhir abad 19, kritik terhadap pemikiran kelompok evolusi semakin
tajam. Kritik tersebut tidak saja berkaitan dengan data-data pendukung tahapan
evolusi yang dikemukakan, tetapi sudah mulai muncul pemikiran bahwa
perkembangan budaya, tidak selalu terjadi karena proses evolusi. Tetapi juga
memungkinkan terjadi akibat semakin intennya kontak social antara masyarakat.
Hal ini mengakibatkan unsur-unsur budaya mulai mengalami persebaran ke
berbagai tempat sehingga terjadi proses ambil-mengambil antar masyarakat.
Pemikiran tentang adanya proses persebaran inilah yang kemudian dikenal
dengan teori difusionisme.
Asumsi dasar teori difusionisme ini berangkat dari pemikiran bahwa
kebudayaan manusia pada prinsipnya berasal dari satu tempat yang sama yaitu
tempat kehidupan pertama muncul seiring perkembangan masyarakat itu sendiri
serta pengaruh lingkungan, maka kebudayaan akhirnya mengalami persebaran,
perkembangan dan pecah menjadi beberapa bentuk baru.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan
masalah yang diperoleh, antara lain :
1. Bagaiaman gejala persamaan unsur-unsur kebudayaan?
2. Bagaimana persebaran unsur-unsur kebudayaan?

4
3. Bagaimana konsep Kulturkreis dan Kulturschiht?
4. Bagaimana mazhab Schmidt teori difusi River?
1.3 Tujuan Makalah
Sesuai rumusan masalah diatas, pembuatan makalah ini bertujuan untuk
mengetahui:
1. Gejala persamaan unsur-unsur kebudayaan.
2. Persebaran unsur-unsur kebudayaan.
3. Konsep Kulturkreis dan Kulturschiht.
4. Mazhab Schmidt teori difusi River.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perkembangan Difusi


Pada awal abad ke-20, difusionisme ini terkenal di Inggris dan Jerman.
Paradigma ini menjelaskan persamaan antara berbagai kebudayaan. Difusionis
yang populer Eropa ialah Fritz Graebner dan Wilhelm Schmidt. Teori ini terkenal
pada akhir abad 19 dan abad 20. Adapun tokoh utama difusionisme Inggris ialah
G. Eliot Smith 1871-1937, William J.Perry 1887-1949 dan W.H.R Rivers 1864-
1922. Mereka beranggapan bahwa hakikatnya sebagian besar manusia tidak
menciptakan hal baru, tetapi hanya meminjam aspek-aspek kebudayaan orang
lain yang sudah ada. Smith, Perry, dan Rivers beranggapan bahwa difusionisme
ialah manusia melakukan suatu kebiasaan berdasarkan dengan aspek-aspek
kebudayaan yang saudah ada, baik kebudayaan dari barat ataupun dari timur.
Sebagai contoh, kebudayaan barat yang makan mengggunakan sendok dan
kebudayaan dari timur makan langsung menggunakan tangan. Lalu orang lain
ada yang mengikuti budaya tersebut. orang yang mengikutinya tidak membuat
budaya baru, melainkan meminjam budaya yang sudah ada dari barat dan timur
tersebut.1
Graebner dan Wilhelm2 berpendapat bahwa ciri khas kebudayaan tertua
di dunia dikonstruksikan dari unsur-unsur kebudayaan yang masih dipertahankan
masyarakat primitif selaku masyarakat yang paling tua. Menurut mereka bahwa
difusionisme kebuadyaan tertua bisa dibangun kembali dan dipertahankan oleh
masyarakat primitif seperti masyarakat Papua yang masih mempertahankan
budayanya.
Wissler dan Kroeber3berpendapat bahwa ciri-ciri kebudayaan yang khas
terdapat dalam wilayah kebudayaan bersumber dari suatu pusat kebudayaan. Lalu
menurutnya, bahwa difusionisme ialah ciri kebudayaan yang berasal dari suatu

1
Kartika Sari Berlian, Difusionisme, Universitas Negeri Jakarta, 2014: Jakarta, Slideshare, h.5. 2Fritz
Graebner dan Wilhelm Schmidt merupakan difusionis populer di Eropa. 3 Clark Wissler (1879-
1947) dan Alfred Kroeber (1876-1947), tokoh difusionisme dari Amerika.

6
pusat wilayahnya. Seperti budaya makan memakai sendok yang merupakan
budaya barat, tetapi bukan hanya orang barat yang menggunakan sendok
melainkan orang-orang dari wilayah lain juga menggunakannya.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa difusionisme
menitikberatkan pada pengaruh masyarakat individual saling bergantung dan
meyakini, bahwa perubahan sosial terjadi karena sebuah masyarakat menyerap
berbagai ciri budaya dari masyarakat lain.4
Penyebaran manusia. Ilmu paleoantropologi sudah memperkirakan bahwa
makhluk manusia terjadi di suatu daerah tertentu di muka bumi, yakni daerah
sabana tropikal di Afrika Timur. Dan nyatanya, manusia saat ini menempati
hampir seluruh wilayah di muka bumi ini dengan segala macam lingkungan
iklim. Hal tersebut hanya bisa dijelaskan dengan adanya proses pembiakan dan
gerak penyebaran atau migrasi-migrasi yang disertai dengan proses penyesuaian
atau adaptasi fisik dan sosial budaya dari makhluk manusia dalam jangka waktu
yang cukup lama yakni dari zaman purba.5
Terdapat banyak penyebab dalam suatu migrasi. Ada hal yang
menyebabkan migrasi yang lambat dan otomatis, ada juga peristiwa-peristiwa
migrasi cepat serta mendadak. Migrasi yang lambat dan otomatis ialah sejajar
dengan perkembangan dari manusia yang selalu bertambah kuantitasnya
semenjak adanya di muka bumi hingga saat ini. Dalam proses evolusi serupa itu,
manusia seolah-olah selalu memerlukan tempat baru di muka bumi. Para sarjana
ilmu prehistori antara lain mencoba merekonstruksikan kembali gerak migrasi
kelompok manusia, telah menggambarkan juga berbagai macam peta dengan
garis panah dengan tujuan menunjukan arah-arah migrasi tersebut.6

2.2 Gejala Persamaan Unsur-unsur Kebudayaan


Sejak lama, para ahli sudah tertarik dengan adanya bentuk-bentuk yang
sama dari unsur-unsur kebudayaan dari berbagai tempat yang sering keli jauh

4
Op.cit., Kartika Sari, h.6
5
Kontjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: 1990, PT Rineka Cipta. h.240.
6
Ibid., h.240.

7
letaknya satu sama lain. Ketika cara berpikir tentang evolusi kebudayaan
berkuasa, para ahli menguraikan gejala persamaan tsb dengan keterangan bahwa
persamaan itu disebabkan karena tingkat yang sama dalam proses evolusi
kebudayaan diberbagai tempat di dunia. Terdapat juga uraian-uraian lain yang
mulai muncul dikalangan ilmu antropologi, terlebih cara berpikir prihal evolusi
kebudayaan mulai kehilangan pengaruh, yakni sekitar akhir abad ke-19. Menurut
uraian ini, gejala persamaan unsur-unsur kebudayaan disetiap belahan dunia,
disebabkan oleh peradaban atau difusi dari unsur-unsur tsb ke tempat tadi.
Dengan demikian, jika didua tempat, misalnya terdapat di A dan di B,
yang masing-masing letaknya di Afrika dan Asia tenggara terdapat kapal-kapal
yang bercadik dengan bentuk yang sama, maka Adolf S akan berkata bahwa,
persamaan tsb akibatadanya pengaruh Elemantar Gedanken. Seorang penganut
cara berpikir mengenai evolusi kebudayaan akan berkata, kepandaian kapal
bercadik tadi di A dan di B disebabkan karena kebudayaan di A dan B kebetulan
terdapat pada tingkat evolusi yang sama; sedangkan konsep baru mengatakan
bahwa kepandaian dalam membuat kapal bercadik serupa itu telah menyebar
dari A ke B atau sebaliknya dalam zaman yang lampau.7

2.3 Penyebaran Unsur-unsur Kebudayaan


Kebudayaan manusia itu pangkalnya satu, dan disuatu tempat yang
tertentu, yaitu pada waktu manusia baru saja hadir di dunia. Lalu kebudayaan
induk tersebut berkembang, menyebar, dan pecah kedalam banyak kebudayaan
baru karena pengaruh keadaan lingkungan dan waktu. Dalam proses memecah itu
bangsa-bangsa pemangku kebudayaan baru tadi tidak tetap tinggal terpisah.
Selama berada di bumi senantiasa terjadi gerak perpindahan bangsa-bangsa yang
saling berhubungan serta saling mempengaruhi.8
Bersamaan dengan penyebaran serta migrasi kelompok-kelompok
manusia di muka bumi, lalu tersebar juga unsur-unsur kebudayaan dan sejarah

7
Op.cit., Kartika Sari Berlian, h.9.
8
Teori-teori Difusi Kebudayaan, 29 Agustus 2007, Antropologi Sosial, Wordpress.

8
dari proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan keseluruh dunia atau yang
disebut dengan proses difusi. Yang merupakan salah satu objek penelitian ilmu
antropologi. Salah satu bentuk difusi ialah penyebaran unsur-unsur kebudayaan
dari satu tempat ke tempat yang lain, yang dibawa oleh perkumpulan manusia
yang bermigrasi. Terutama pada zaman prehistori puluhan ribu tahun yang lalu
ketika manusia hidup pada masa berburu lalu nomaden ke tempat yang jauh dari
tempat sebelumnya, maka unsur-unsur kebudayaan yang mereka bawa juga ikut
tersebar/ didifusikan hingga jauh sekali. Saat ini bekas difusi tersebut menjadi
salah satu objek penelitian ilmu prehistori.
Penyebaran unsur-unsur kebudayaan dapat terjadi tanpa adanya
perpindahan kelompok manusia atau bangsa-bangsa dari suatu tempat ke tempat
lain. Tetapi dapat terjadi juga karena adanya individu-individu tertentu yang
membawa unsur-unsur kebudayaan tsb. Mereka diantaranya ialah pedagang dan
pelaut. Pada saat penyebaran agama-agama secara besar oleh para tokoh agama
mendifusikan berbagai unsur dari kebudayaan-kebudayaan dari tempat asal
mereka. Utamanya, ilmu sejarahlah yang sudah banyak memperhatikan cara
penyebaran dari unsur-unsur kebudayaan oleh individu-individu tersebut.9
Bentuk lain difusi dan yang mendapat perhatian antropologi ialah
penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang berdasarkan pertemuan-pertemuan
antara individu dalam sebuah kelompok dengan individu kelompok lain.
Pertemuan tersebut dapat berlangsung dengan berbagai cara. Cara yang pertama
ialah hubugan dimana bentuk kebudayaan tersebut masing-masing hampir tidak
berubah. Hubungan ini disebut hubungan symbiotic. Cara lain terdapat bentuk
hubungan yang diakibatkan karena perdagangan, tetapi dengan akibat yang lebih
jauh daripada yang terjadi pada hubungan symbiotic. Unsur-unsur kebudayaan
asing dibawa oleh pedagang masuk kedalam kebudayaan penerima dengan tidak
disengaja dan tanpa paksaan. Hubungan ini diambil dari istilah yang terdapat di
dalam ilmu sejarah yakni penetration pacifique yang artinya pemasukan secara
damai. Bedanya penetration pacifique oleh para pedagang yakni bahwa

9
Op.cit., Kontjaraningrat, h.244-245.

9
pemasukan unsur-unsur kebudayaan asing yang dilakukan oleh para penyiar
agama itu berlangsung dengan sengaja, bahkan kadang-kadang dengan paksa.
Pemasukan secara tidak damai terdapat pada bentuk hubungan yang disebabkan
karena peperangan dan serangan penaklukan. Penaklukan sebetulnya hanya
merupakan titik permulaan dari proses masuknya unsur-unsur kebudayaan asing.
Setelah penaklukan ialah penjajahan, dan saat waktu inilah proses masuknya
unsur-unsur budaya asing yang sebenarnya baru mulai berjalan. Pertemuan
kebudayaan yang disebabkan oleh penyiar agama seringkali mulai setelah
adanya penaklukan; setelah suatu daerah ditaklukan dan dibuat aman oleh
pemerintah jajahan, barulah datang penyiar agama, dan mulailah proses
akulturasi yang ialah akibat dari aktivitas tersebut.10
Suatu difusi yang mencakup jarak yang besar biasanya terjadi melalui
suatu rangkaian pertemuan antara suatu deret suku-suku bangsa. Dengan
demikian suku bangsa A misalnya bertemu dengan suku B, lalu dengan suatu
cara tertentu suku bangsa B bertemu dengan suku bangsa C, lalu dengan scara
lain suku bangsa C bertemu dengan suku bangsa D dan sebagainya. Dengan
adanya rangkaian pertemuan tadi, unsur kebudayaan dapat didifusikan dari A ke
B, ke C, ke D, dan seterusnya. Dalam ilmu antropologi, proses difusi semacam
ini seringkali disebut dengan stimulus diffusion.11
Pada zaman modern ini, unsur-unsur kebudayaan yang timbul, sangat
cepat, bahkan seringkali tanpa kontak yang nyata antara individu-individu. Hal
ini disebabkan oleh adanya alat-alat penyiaran yang sangat efektif seperti surat
kabar, radio, buku, film ,televisi, dll.
Unsur-unsur selalu berpindah sebagai suatu gabungan atau suatu
kompleks yang tidak mudah dipisahkan. Hal tersebut dapat mudah dipahami,
sebagai contoh di zaman sekarang yakni mobil. Mobil merupakan suatu unsur
kebudayaan yang awalnya ditemukan di Eropa, lalu dikembangkan di Eropa dan
Amerika, kemudian didifusikan dari kedua pusat penyebaran itu ke benua-benua
lain. Tetapi mobil tidak dapat diterima oleh individu-individu dari masyarakat
lain

10
Op.cit., Kontjaraningrat, h.246-247.
11
A.L. Kroeber, Antrhopology. New York, harcourt, Brace and Company, 1948: h.368-370.

10
sebagai sebuah alat pengangkutan yang berguna jika tidak ada unsur lain yang
melengkapi pemakaian mobil tsb, yakni unsur-unsur seperti sistem jalan-jalan
baik, servis dan perbekalan yang baik, sistem persediaan suku cadang pendidikan
montir, sistem pajak mobil, sistem asuransi mobil, dsb. Selain itu, unsur-unsur
kebudayaan lain biasanya menyebar secara kompleks. Dalam ilmu antropologi,
gabungan dari unsur-unsur kebudayaan yang menyebar antar kebudayaan seperti
itu disebut kultur-kompleks.

Contoh Difusi Kebudayaan

Ada banyak contoh difusi kebudayaan, di Indonesia, misalnya masuknya


unsur budaya timur dan barat ke Tanah Air terjadi melalui teknik imitasi atau
meniru. Penyebaran agam Islam dilakukan melalui perdagangan, yang disertai
dengan prinsip kejujuran. Selain itu, model berpakaiannya pun lambat laun ditiru
oleh masyarakat setempat.Berikut ini adalah beberapa contoh persebaran
keragaman unsur-unsur kebudayaan di Indonesia.
1. Keragaman Suku Bangsa
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), suku bangsa adalah
kelompok etnik dan budaya masyarakat yang terbentuk secara turun-
temurun. Berdasarkan BPS pada sensus penduduk 2010, Indonesia
punya lebih 1.300 suku bangsa. Banyak banget kan? Mungkin seumur
hidup kita belum tentu nih bisa ketemu sama semua suku tersebut.
Menurut data, suku Jawa menjadi kelompok suku bangsa terbesar di
Indonesia. Hampir di setiap wilayah Indonesia kita dapat menemui
suku ini. Kelompok suku bangsa ini tersebar pada hampir seluruh
wilayah Indonesia. Jumlahnya kira-kira 40’% dari total populasi
Indonesia.
Suku bangsa terbesar berikutnya yaitu suku Sunda yang berjumlah
kira-kira 36,7 juta jiwa. Selanjutnya, suku Batak sebesar 8,5 juta jiwa
dan suku asal Sulawesi (kecuali suku Makassar, Bugis, Minahasa, dan
Gorontalo) sebesar 7,6 juta jiwa. Sebaliknya, suku bangsa yang
populasinya paling sedikit yaitu suku Nias (1.04 juta jiwa), suku
Minahasa (1,24 juta jiwa), dan suku Gorontalo (1,25 juta jiwa). Jumlah

11
suku yang sangat beragam menyebabkan Badan Pusat Statistik
menggunakan pendekatan kelompok suku bangsa.
2. Keragaman Bahasa
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jenis bahasa daerah di
Indonesia mencapai kira-kira 2,500 bahasa daerah. Jumlah tersebut
hampir dua kali jumlah suku bangsa di Indonesia.
3. Keragaman Adat dan Kesenian
Keragaman suku bangsa di Indonesia menciptakan berbagai jenis
adat dan kesenian. Wujud kebudayaan masyarakat Indonesia antara lain
seni sastra, seni tari, seni musik, dan seni rupa. Keragaman budaya di
Indonesia nggak bisa terlepas dari berbagai bentuk kesenian. Ada juga
alat musik daerah yang telah mendunia seperti angklung yang terbuat
dari bambu, dan sasando.

2.4 Konsep Kulturkreis dan Kulturschiht Graebner


Graebner adalah seorang konsevator museum di Berlin. Ia mendapat ide
untuk menyusun benda-benda kebudayaan di museum dengan cara yang baru.
Benda-benda itu biasanya disusun menurut tempat asalnya. Tapi Graebner
mencoba untuk menyusunnya berdasarkan persamaan dari unsur-unsur tersebut.
Sekumpulan tempat dimana ditemukan benda-benda yang sama sifatnya disebut
kulturkreis.
Metode klasifikasi Kulturkreis dan Kulturchicht:
1. Peneliti mula-mula harus melihat ditempat mana dimuka bumi
terdapat unsur-unsur kebudayaan yang sama. Misalnya di tiga
kebudayaan ditempat A B C yang letaknya saling berjauhan,
terdapat unsur kebudayaan A yang sama, maka unsur itu di A kita
sebutkan a, di B kita sebutkan a, dan di C kita sebutkan a.
Kesadaran akan persamaan tadi dicapai dengan alasan
pembandingan berupa ciri-ciri atau kualitas dari ketiga unsur tadi.
Disebut Kualitas Kriterium.
2. Pada tahap berikutnya, peneliti menggolongkan semua tempat yang
menjadi pembanding tersebut menjadi satu, seolah-olah

12
memasukkan tempat-tempat tersebut ke dalam satu lingkaran peta
bumi. Tempat-tempat tadi dikelompokkan menjadi satu Kulturkreis.
Melalui prosedur tersebut, akan tergambar berbagai
kulturkreise,yang saling berpadu dan bersilangan di atas peta bumi.
Dari sana akan tampak gambaran penyebaran atau difusi dari unsur
unsur kebudayaan di masa yang lampau. Dengan klasifikasi
kulturkreise itulah Kulturhistorie atau Kulturschicht umat manusia
direkonstruksikan dan memperlihatkan sejarah penyebaran
bangsabangsa di muka bumi.
Penerapan Konsep
Kita bisa menemukan beberapa persamaan kebudayaan antara negara
negara Asean. Misalnya persamaan bahasa, bahasa indonesia dan bahasa melayu
mempunyai kemiripan dan dipakai di Indonesia, Malaysia, Brunei, dan
singapura. Bahasa thai juga dipakai baik di Thailand, maupun di China selatan,
di Vietnam, daerah “Shan” di Myanmar, di Laos dan Kamboja barat. Lalu
kesenian dan mitos, misalnya cerita ramayana. Cerita ramayana terkenal antara
lain di Indonesia, India, Thailand, laos dan juga Myanmar. Ketika persamaan ini
ada, kita bisa meningkatkan tentang persamaan itu.

2.5 Mazhab Schmidt teori difusi River


Schimidt berpendirian bahwa keyakinan akan adanya satu tuhan bukanlah
suatu perkembangan yang termuda dalam sejarah kebudayaan manusia. Religi
yang bersifat Monotheisme itulah bentuk yang amat sangat tua. Dengan demikian
keyakinan yang asli dan bersih kepada tuhan lah ada pada bangsa-bangsa yang
tua, yang tingkat kebudayaan nya masih rendah.

Teori difusi River

W.H.R. RIVERS (1864-1992), mengembangkan suatu metode baru yang


cukup efektif dalam mengumpulkan banyak informasi, terutama mengenai sistem
kemasyarakatan suku-suku bangsa yang tinggal didaerah. Sebuah metode
wawancara yang diuraikan sebagai berikut:

13
Apabila seorang peneliti datang kepada suatu masyarakat, maka sebagian
besar dari bahan keterangannya akan diperoleh dari seorang informan, dengan
berbagai macam metode wawancara. Rivers mengalami bahwa banyak bahan
keterangan mengenai kehidupan masyarakat dapat dianalisa dari daftar-daftar
asal-usul, atau Genealogi dari para informan itu. Dengan demikian seorang
peneliti harus mengumpulkan sebanyak mungkin daftar asal-usul dari individu
individu dalam masyarakat itu. Dengan mengajukan pertanyaan mengenai kaum
kerabat dan nenek moyang para individu tadi sebagai pangkal, seorang peneliti
dapat mengembangkan suatu wawancara yang luas sekali, mengenai berbagai
macam peristiwa yang dialami kerabat atau nenek moyang, pertanyaan yang
bersifat konkret. Metode ini sekarang terkenal dengan nama metode Genealogi.

14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Difusionisme menekankan pada pengaruh masyarakat individual saling
bergantung dan meyakini, bahwa perubahan sosial terjadi karena sebuah
masyarakat menyerap berbagai ciri budaya dari masyarakat lain. Proses difusi ini
adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan keseluruh dunia. Proses difusi
tidak hanya dilihat dari sudut bergeraknya suatu kebudayaan dari tempat lain di
muka bumi ini saja, tetapi terutama sebagai proses di mana unsur kebudayaan
dibawa oleh individu dari suatu kebudayaan, dan harus diterima oleh individu
individu dari kebudayaan lain.
Bangsa yang terjadi dan hidup sampai sekarang merupakan akibat dari
perpindahan dan penyebaran kebudayaan dari pangkalnya. Hal tersebut juga di
dukung dengan kondisi geografis dari negara tersebut yang mana lama-kelamaan
persebaran tersebut terjadi.

3.2 Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan. Tulisan
ini dibuat sebagai wadah untuk menambah wawasan tentang dasar
pengembangan kurikulum. Tulisan ini diharapkan menjadi salah satu yang dapat
membantu untuk menanamkan pemahaman tentang Metode, Strategi, dan
Pendekatan dalam Pendidikan Umum dan Islam.
Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari
dosen mata kuliah yang telah membimbing kami dan para mahasiswa demi
kesempurnaan makalah ini. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah
ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

15
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi 1, (Jakarta: Gramedia, 1987).

Berlian, Kartika Sari. Difusionisme, Universitas Negeri Jakarta, 2014: Jakarta.

Kontjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: 1990, PT Rineka Cipta.


Teori-teori Difusi Kebudayaan, 29 Agustus 2007, Antropologi Sosial,

Wordpress.

16

Anda mungkin juga menyukai