Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
SEPTEMBER
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini.
Adapun maksud dan tujuan dari penyususnan makalah ini adalah
untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh Dosen pada Mata
Kuliah perkembangan peserta didik.
Dalam proses penyusunan tugas ini kami menjumpai beberapa
hambatan, namun berkat dukungan dari berbagai pihak. Kami dapat
menyelesaikan tugas ini. Oleh karena itu melalui kesempatan ini kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak terkait yang telah
membantu dan mendukung terselesaikannya tugas ini. Khususnya kepada
Dosen Mata Kuliah Perkembangan peserta didik, bapak Hamidi Rasyid
M.Pd
Penulis
2
DAFTAR
ISI .........................................................................3
JUDUL………………………………………………………………………………...i
KATA PENGANTAR ..................................................................................................
ii
A. KESIMPULAN .................................................................................................... 7
3
BAB I
PENDAHULUAN
3.1 TUJUAN
1. Mengerti sejarah perkembangan antropologi
2. Mengerti konsep antropologi
3. Mengerti generalisasi antopologi
4. Mengerti teori antropologi
BAB II PEMBAHASAN
4
2.1 SEJARAH PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI
Antropologi berasal dari bahasa yunani dari asal kata antrhopos yang berarti
manusia, dan logos yang berarti ilmu. Secara harfiah antopologi berarti ilmu
tentang manusia. Jadi antropologi merupakan ilmu yang berusaha mencapai
pengertian atau pemahaman tentang makhluk manusia dengan mempelajari
aneka bentuk fisiknya, masyarakat, dan kebudayaannya.
Antropologi muncul berawal dari ketertarikan orang eropa yang melihat ciri
ciri fisiknya, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal dieropa.
5
Pada fase ini, antropologi menjadi ilmu praktis dengan tujuan
mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku suku bangsa diluar eropa guna
kepentingan pemrintah kolonial dan untuk memahami kebudayaan
masyarakat modern yang kompleks.
1. Kebudayaan
2. Evolusi
4. Enkulturasi
6
Enkulturasi merupakan sebuah sikap memahami proses kebudayaan sendiri,
maupun kebudayaan orang lain.
5. Difusi
5. Akulturasi
6. Etnosentrisme
Etnosentrisme berarti penilaian terhadap kebudayaan lain atas dasar nilai, dan
standar budaya sendiri. Pemahaman seperti ini, dapat menghambat
komunikasi antar-budaya.
7. Tradisi
9. Stereotip
7
penghambat terjadinya komunikasi antarbudaya. Stereotip adalah persepsi
terhadap seseorang berdasarkan kelompok mana orang itu dikategorikan atau
berdasarkan keyakinan tertentu.
10. Kekerabatan
11. Kekerabatan
12. Magis
Menurut antropolog J.G Frazer, dalam karyanya yang berjudul Golden Bough,
magis berarti penerapan yang salah dalam dunia materiil. Dunia materiil ini
mendukung adanya pemikiran terkait dunia yang semu.
13. Tabu
Dalam ilmu antropologi, tabu berarti terlarang. Dalam hal ini, contoh tabu
adalah bersentuhan dengan kepala suku.
14. Perkawinan
8
2.2 Generalisasi Antropologi
1. Kebudayaan
Dalam mengapresiasi budaya bangsa, setiap kebudayaan di samping memiliki
kelemahan- kelemahan, kebudayaan itu juga memiliki keunggulan-
keunggulan. Oleh karena itu tidak akan suatu bentuk kebudayaan yang
sempurna.
2. Evolusi
Evolusi tidak terbatas pada bidang biologi saja, melainkan meluas pada
bidang sosial dan kebudayaan.
Dalam bidang sosial kita mengenal evolusi univesal dari Herbert Spencer,
dalam bidang keluarga dikenal evolusi keluarga J.J. Bachhoven, dalam bidang
agama dan kepercayaan, dikenal evolusi animisme, religi dan magic dari E.B.
Taylor dan J.G. Frazer, dalam bidang kebudayaan dikenal evolusi kebudayaan
dari E.B. Taylor dan L.H. Morgan, serta dalam sosiokultural dikenal evolusi
sosiokultural dari Sahlins & Harris. (Sanderson, 1995: 63).
3. Culture Area
Pertumbuhan kebudayaan menyebabkan timbulnya unsur-unsur baru yang
akan mendesak unsur-unsur budaya lama ke arah pinggir sekeliling daerah
pusat pertumbuhan budaya itu. Oleh karena itu jika hendak mencari atau
meneliti unsur-unsur budaya kuno, maka tempat untuk mendapatkannya
adalah di daerah-daerah pinggiran (Koentjaraningrat, 1987: 128).
4. Enkulturasi
Pada hakikatnya proses enkulturasi (proses mempelajari kebudayaan)
seseorang terhadap budaya orang lain itu diperlukan, guna
menumbuhkembangkan sikap toleransi dan harga- menghargai kebudayaan
yang beragam dalam suatu pendidikan multikultural maupun pendidikan
global.
5. Difusi
Bisa saja orang beranggapan bahwa dengan meluasnya unsur-unsur budaya
megalith Mesir kuno, yang berada di kawasan Afrika, L.Tengah,
Mesopotamia, India, Indonesia, Polinesia, sampai ke Amerika. Kemudian
berkesimupalan bahwa telah terjadi proses difusi budaya heliolithic
(Koentjaraningrat, 1987: 120).
9
6. Akulturasi
Dalam proses akulturasi biasanya budaya overt atau lahiriah jauh lebih mudah
berkembang dibanding budaya covert atau tersembunyi (Linton, 1940: 458). .
7. Etnosentrisme
Pada setiap bangsa pada hakikatnya memiliki etnosentrisme atau penilaian
baik terhadap sikap-sikap dan pola kebudayaannya kelompok sendiri, hanya
intensitasnyalah yang berbeda- beda, ada yang hanya sedikit dan ada pula
yang sangat etnosentris.. Suatu bangsa semakin tinggi etnosentrisme-nya,
akan semakin memperbanyak saingan dan lawan dalam kehidupan di dunia
internasioal.
8. Tradisi
Bagi pendukung antropologi aliran fungsionalisme, maka tradisi itu pada
hakikatnya adalah aktivitas kebudayaan yang bermaksud untuk memuaskan
suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahluk manusia yang
berhubungan dengan seluruh kehidupannya.
10 Stereotip
Berkembangnya prasangka dan stereotip antar etnik yang terjadi di Indonesia,
merupakan salah satu faktor penyebab hambatan dalam mewujudkan
multikulturalisme bangsa Indonesia, yang pada gilirannya akan memperlemah
rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
11. Kekerabatan
Ikatan ibu dan anak bisa diamati da dinilai secara universal, tetapi peran ayah
maupun ibu dalam masyarakat tradisional sangatlah bervariasi. Oleh karena
itu sistem kekerabatan pada masyaraakat tradisional tidak bisa digeneralisir
10
secara universal.
Namun demikian harus diakui bahwa gagasan yang hampir sama mengenai
perkawinan yang menghindari tabu inses, keturunan yang memiliki hubungan
darah, dapat diteliti pada masyarakat-masyarakat tradisional bahkan modern
sekalipun.
12. Magis
Magis memang kejam, jahat, dan mudah disalahgunakan oleh pihak-pihak
berkepentingan, tetapi perkembangan magis yang pernah mengalami masa-
masa jayanya pada masa kehidupan primitif pada setiap masyarakat, tidak
bisa dipandang sebagai masa lampau yang ”hitam” dan penghalang segi-segi
keagamaan. Sebab masa primitif juga merupakan bagian penggambaran
tahapan perkembangan umat manusia secara keseluruhan (Pals, 2001: 61).
13. Tabu
Pada setiap tatanan masyarakat tradisinal, tabu selalu ada. Dalam pandangan
kaum funsionalis, tabu juga memiliki nilai-nilai kegunaan yang perlu dijaga
oleh masyarakatnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya
(Koentjaraningrat, 1987: 171)
14. Perkawinan
Pada semua masyarakat, untuk mengatur proses pemilihan pasangan dan
perkawinan, memiliki norma atau peraturan yang begitu kompleks.
2. Teori Partikularisme
11
tersebut dipelopori oleh Franz Boas (1858-1942) yang kemudian disebut teori
partikularisme historik. Boas tidak setuju dengan teori evolusi dalam hal
asumsi tentang adanya hukum universal yang menguasai kebudayaan
manusia. Ia menunjukkan betapa sangat kompleksnya variasi kebudayaan, dan
percaya bahwa terlalu prematur merumuskan teori yang universal.
3. Teori Fungsionalisme
12
13
14
15