Anda di halaman 1dari 42

PENERAPAN NILAI-NILAI MODERASI BERAGAMA MELALUI

PEMBELAJARAN PAI DI SMPN 2 INDRALAYA

SKRIPSI SARJANA S.1

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh


gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

SUNARIO

NIM. 2019.01.121

Program Studi Pendidikan Agama Islam

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM AL-QUR’AN AL-ITTIFAQIAH INDRALAYA
KOPERATAIS WILAYAH SUMATERA BAGIAN SELATAN
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara dengan keragaman etnis, suku, budaya, bahasa,

dan agama yang nyaris tiada tandingannya di dunia. Selain enam agama yang

paling banyak dipeluk oleh masyarakat, ada ratusan bahkan ribuan suku, bahasa

dan aksara daerah, serta kepercayaan lokal di indonesia, Keragaman sebuah

bangsa tentu melahirkan tantangan tersendiri, khususnya dalam membangun

harmoni.1 Bukan suatu hal yang mudah menyatukan berbagai perbedaan, kerena

tak jarang perbedaan membawa pada lahirnya perpecahan dan bahkan konflik 2.

Di Indonesia dalam era demokrasi yang serba terbuka, perbedaan

pandanga dan kepentingan di antara warga negara yang sangat beragama itu

dikelola sedemikian rupa, sehingga semua aspirasi dapat tersalurkan sebagaimana

mestinya. Demikian halnya dalam beragama, konstitusi kita dijamin

kemerdekaan umat beragama dalam memeluk dan menjalankan ajara agama

sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan masing-masing3.

Maraknya aksi radikalisme dan terorisme atas nama Islam di dunia

maupun Indonesia sedikit banyak telah menempatkan umat Islam sebagai pihak

yang dipersalahkan. Ajaran jihad dalam Islam seringkali dijadikan sasaran

tuduhan sebagai sumber utama terjadinya kekerasan atas nama agama oleh umat

Islam.

1
Lukman Hakim Saifuddin, Moderasi Beragama, (Jakarta: Kementrian Agama
RI,2019), hlm.2.
2
Nasaruddin Umar, Islam Nusantara Jalan Panjang Moderasi Di Indonesia,
(Jakarta: PT Gramedia, 2019), hlm. 15.
3
Lukman Hakim Saifuddin, Moderasi Beragama,.hlm.5.

1
2

Indonesia dengan segala kondisinya yang plural dan banyak perbedaan

baik suku, golongan, ras dan agama sedang menghadapi ancaman disintegrasi.

Disintegrasi bangsa indonesia banyak bersumber dari ideologiideologi liberal dan

ekstrim yang masuk dalam ajaran Islam. Ideologi liberal dari barat yang

menghendaki adanya kebebasan, yang mengancam moral dan budaya ke-timuran.

Akhirnya terwacanakan Islam yang liberal, bebas dan tidak terkontrol. Sisi lain,

ekstrimisme merebak di masyarakat Indonesia akibat ajaran islam transnasional

(lintas nasional atau lintas kebangsaan). Ideologi gerakan ini tidak lagi bertumpu

pada konsep nation-state, melainkan konsep umat. Dua persoalan tersebut

mendapat perhatian khusus dari pemerintah Indonesia Untuk melawan dua arus

besar tersebut, pemerintah Indonesia mewacana kan Islam moderat.4

Melihat dari fenomena yang berkembang saat ini, bisa jadi kita terkejut.

Bagaimana mungkin di Indonesia paham radikal mendapat tempat di nusantara

dan berkembang sedemikian rupa. Padahal sejak awal kedatangannya ke

Indonesia, Islam telah tampil dengan keramahannya. Islam disebarkan dengan

cara damai, tidak ada pemaksaan kepada penduduk satu wilayah untuk memeluk

Islam. Bahkan dengan kasus tertentu, Islam diterima setelah berdialog bahkan

dalam waktu panj ang dengan tokoh atau ketua adat wilayah tertentu. Bahkan

yang sangat menarik adalah, pada saat Isl`am masuk terlepas dari budaya yang

dibawanya, apakah Arab, Gujarat atau India, budaya itu tidak dipaksakan pula

dengan penduduk setempat. Bahkan dalam tingkat tertentu, Islam dapat berdialog

dengan budaya lokal. Adakalanya Islam menolaknya dengan lembut karena

4
Ahmad Darmadji, Pondok Pesantren Dan Deradikalisasi Islam Di Indonesia, Jurnal
Millah, (Vol. 11, No. 1, Tahun 2011), hlm. 236.
3

bertentangan dengan akidah, namun banyak diterima dan diakomodasi karena

secara prinsif sama sekali tidak bertentangan dengan nilai dasar ajaran Islam 5.

Keragaman di Indonesia yang sangat beragama seperti digambarkan di

atas, kita menumbuhkan visi dan solusi yang dapat menciptakan kerukunan dan

kedamaian dalam menjalankan kehidupan keagamaan, yakni dengan

mengedepankan moderasi beragama, serta tidak terjebak pada ekstrimisme,

intoleransi, dan tindak kekerasan.6

Di Indonesia istilah moderasi Islam atau moderasi dalam Islam yang

terkait dengan istilah Islam moderat sering dipersoalkan segelintir kalangan umat

muslim sendiri. Bagi mereka, Islam moderat. Bagi mereka Islam hanyalah Islam;

tidak ada moderasi Islam atau Islam moderat.

Sebagai sarana untuk mengenalkan dan menanamkan pemahaman

moderasi, dan nilai-nilai yang terkandung dalam moderasi serta

mecerdaskan kehidupan bangsa disini pendidikan sangat berperan penting.

Sebagimana menurut UU No 20 Tahun 2003 Pasal 3 yang menyatakan

pendidikan nasional berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan

kemampuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan peserta didik dikehidupan bangsa, bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak

mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang

5
Babun Suharto, Moderasi Beragama: Dari Indonesia Untuk Dunia, (Yogyakarta:
Lkis, 2019), hlm. 23.
6
Lukman Hakim Saifuddin, Moderasi Beragama, (Jakarta: Kementrian Agama RI
,2019), hlm. 7.
4

demokratis dan bertanggung jawab. Pendidikan merupakan suatu aspek

yang sangat penting bagi manusia.7

SMPN 2 Indralaya adalah salah satu Sekolah Menengah Pertama

Yang teletak di desa Tunas Aur, kecamatan Indralaya, Kabupaten Ogan

Ilir. SMPN 2 Indralaya terakreditasi A, dengan tujuan utama meciptakan

peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT,

berakhlakul karimah serta memilki pengetahuan yang luas. Peneliti

melakukan observasi awal pada hari Senin 23 Mei 2022 diketahui bahwa

di SMPN 2 Indralaya Permasalahan mengenai moderasi beragama sangat

kurang diperhatikan selain itu banyak peserta didik tidak memahami

makna dari moderasi, bahkan sebagian besar peserta didik di SMPN 2

Indralaya tidak mengahui arti dan penenarapan dari moderasi, oleh

karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

“Penerapan Nilai-nilai Moderasi Beragama Melalui Pembelajaran PAI di

SMPN 2 Indralaya.8”

B. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perlu ditetapkan

fokus masalah penelitian guna menjawab permasalahan yang ada. Adapun

fokus penelitian dalam penelitian ini adalah: Penerapan nilai-nilai

7
Lukman Hakim Saifuddin, Moderasi Beragama, (Jakarta: Kementrian Agama
RI,2019), hlm. 7.
8
Observasi awal di SMPN 2 Indralaya, 23 mei 2022
5

moderasi beragama melalui pembelajaran PAI pada peserta didik SMPN 2

Indralaya.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perlu ditetapkan

beberapa masalah yang akan dibahas pada penelitian ini. Beberapa

masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pembelajaran PAI di kelas VIII SMPN 2

Indralaya Ogan Ilir ?

2. Bagamaimana penerapan nilai-nilai moderasi beragama dan

pembelajaran di kelas VIII SMPN 2 Indralaya Ogan Ilir?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka peneliti memiliki

tujuan yang ingin dicapai, yakni memahami konsep-konsep sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui proses pembelajaran PAI di kelas VIII SMPN

2 Indralaya Ogan Ilir.

2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan moderasi beragama pada

pembelajaran PAI di kelas VIII SMPN 2 Indralaya.

E. Manfaat penelitian
6

Berdasarkan tujuan diatas, maka peneliti mengharapkan hasil dan

kegunaan yang bermanfaat baik bagi yang bersangkutan maupun pada

kalangan umum, manfaat yang dapat diambil yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini di harapkan untuk menambah khasanah

keilmuan tentang penerapan nilai- nilai moderasi beragama pada

peserta didik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Sebagai masukkan dalam penerapan moderasi beragama dan

sebagai analisis mengenai penerapan moderasi beragama agar

saling membantu, mengajar, serta menumbuhkan nilai-nilai

moderasi beragama pada peserta didik.

b. Bagi Peserta Didik

Dapat menjadi masukkan tentang penerapan moderasi

beragama, dan diharapkan respon siswa positif serta tertarik

untuk memahami pelajaran nilai-nilai moderasi beragama

dengan baik.

c. Bagi Sekolah

Untuk menambah ilmu pendidikan bagaimana penerapan

nilai-nilai moderasi beragama dan menjadi acuan bagi pihak


7

sekolah manapun praktisi social kemasyarakatan untuk

mengetahui dan memecahkan permasalahan yang terjadi

dikalangan pelajar.

F. Kerangka Teori

Keragaman ras, suku, bahasa, kepercayaan, Agama dan budaya

jarang ditemukan di belahan dunia. Ada beberapa negara yang memiliki

keragaman diantaranya agama, ribuan bahasa, dan suku di masing-masing

wilayah bahkan di setiap pulau. Perbedaan ini menyebabkan munculnya

kepercayaan lokal, tak terkecuali agama-agama yang dianut oleh

masyarakat Indonesia. Dengan realitas kemajemukan bangsa Indonesia,

maka dapat diduga bahwa faktor tersebut juga bisa menyebabkan

beragamnya keyakinan, pandangan, pendapat, dan conflict of interest

(kepentingan) pada setiap warga negara, termasuk terhadap pelaksanaan

kehidupan beragama.9

Moderasi Islam merupakan sikap jalan tengah antara penggunaan

wahyu (naqliyah) dan rasio ('aqliyah) sehingga dimungkinkan dapat

terjadi penyesuaian terhadap perubahan perubahan di masyarakat

sepanjang tidak melawan dan bertentangan dengan doktrindoktrin yang

dogmatis. Islam wasathiyah (moderasi Islam) memahami dan mengakui

perbedaan yang mungkin terjadi di masyarakat. Ajaran Islam

sesungguhnya memiliki prinsip-prinsip moderasi yang sangat mumpuni

9
Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, 2-3
8

yang harus dipahami dan dimengerti oleh peserta didik melalui proses

pembelajaran PAI. Prinsip moderasi Islam itu adalah keadilan,

keseimbangan, toleransi, keberagaman dan keteladanan.

Penerapan nilai-nilai moderasi beragama meliputi:

1) Menumbuhkan kepercayaan pada anak, diantaranya percaya diri

sendiri, percaya kepada orang lain, terutama pada pendidikannya,

percaya pada orang yang bertanggung jawab atas perilaku dan

tindakannya.

2) Menumbuhkan rasa sayang terhadap sesama, dimulai dari anggota

keluargaterdekat

3) Menanamkan kepada anakakan pentingnya akhlak pada dirinya

danorang lain.

4) Menumbuhkan rasakepekaan pada dirinya, melalui mendorong

munculnya rasa kemanusiannya

5) Membiasaan akhlak terpuji menjadi aktivitas sehari-hari, dalam

mengimplementasikan nilai moderasi beragama yaitu merujuk pada

silabus PAI, kemudian dikembangkan, selanj utnya dijadikan aktivitas

sehari-hari dalam berinterasi di lingkungan sekolah.

Dari semua materi PAI, yang paling dominan dalam

mengimplementasikan nilai-nilai moderasi adalah materi akhlak. Sebagai

contoh sikap toleran dan simpati kepada sesama merupakan implementasi

dari QS. Al-Kafirun dan Al-Maidah : 2. Guru PAI memberikan teladan


9

dalam kegiatan sehari-hari misalnya tetap menghargai, berbicara, layaknya

tidak ada perbedaan dengan guru-guru yang non muslim (Hindu), untuk

aktivitas saling menghargai dengan mengimplementasikan konsep lakum

diinukum wa liya diin.10

G. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan kumpulan penelitian-penelitian

sebelumnya yang terkait dengan judul ”Penerapan Nilai-Nilai Moderasi

beragama melalui Pembelajaran PAI”. Sudah banyak dilakukan peneliti

lainnya diantaranya:

Pertama, Masturaini 2021 dengan bentuk tesis yang berjudul,

Penanaman Nilai-Nilai Moderasi Beragama di Pondok Pesantren (Studi

Pondok Pesantren Shohifatusshofa NW Rawamangun Kecamatan

Sukamaju Kabupaten Luwu Utara). Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Masturaini yakni nilai-nilai yang moderais beragama di pondok ini ialah

nilai tawassut, I’tidal, tawazun, tasamuh, syura, musawah, islah, thaddur,

tathawwur wa ibtikar, wataniyah wa muwatanah, dan qudwatiyah.

Persamaan dalam penelitian yang dilakukan oleh Masturaini

dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama membahas

mengenai nilai-nilai moderasi beragama. Sedangkan perbedaannya terletak

pada tempat penelitian.

10
Rusmayani. (2018). Penanaman Nilai-NilaiModerasi Islam Bagi Siswa di Sekolah
Umum. Proceedings of AnnualConference for Muslim Scholars. Hlm. 89.
.
10

Kedua, Nur ‘Afifatuzzahro’, 2020. yang berjudul, Penanaman

Nilai-Nilai Pendidikan Islam Wasathiyah Organisasi Keluarga Mahasiswa

Nahdlatul Ulama di Universitas Brawijaya Malang. Hasil dari penelitian

yang dilakukan oleh Nur ‘Afifatuzzahro’ yaitu konsep penanaman nilai-

nilai pendidikan Islam wasathiyah pada organisasi keluarga mahasiswa

nahdlatul ulama di Universitas Brawijaya menggunkaan konsep tawazun,

tawassuth, tasamuh dan i’tidal. Sedangkan kegiatan yang dilakukan ialah

kajian kitab dan nahdlatul ula.

Persamaan dalam penelitian yang dilakukan Nur ‘Afifatuzzahro’

dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama membahas

mengenai penanaman nilai-nilai moderasi beragama. Sementara itu

perbedaannya terletak pada subjek yang akan diteliti yakni dilakukan pada

tingkat SMP sementara itu dalam penelitiannya dilakukan pada sebuah

organisasi yang beranggotakan mahasiswa.

Ketiga, Mochamad Hasan Mutawakkil, 2020. yang berjudul, Nilai-

Nilai Pendidikan Moderasi Beragama untuk Mewujudkan Toleransi Umat

Beragama dalam Prespektif Emha Ainun Nadjib. Hasil dari penelitian

yang dilakukan oleh Mochamad Hasan Mutawakkil yaitu menurut

pandangan beliau pendidikan moderasi beragam menuju pada sikap

toleransi, adil, serta tidak merasa dirinya yang paling benar. Sementara itu

strategi yang digunakan dalam penerapan pendidikan moderasi beragama

menurut beliau yakni menggunakan metode iqro’, yaitu pemahaman


11

melalui rasa, pembelajaran kontekstual, keteladanan, kasih sayang, dan

tolong menolong.

Persaman penelitian yang dilakukan oleh Mochamad Hasan

Mutawakkil dengan penelitian yang akan dilakukan adalah mengenai

fokus pembehasan yakni tentang nilai-nilai moderasi beragama. Sementara

itu perbedaanya adalah jenis penelitian yang dilakukan Mochamad Hasan

Mutawakkil adalah studi kepustakaan sedangkan penelitian yang akan

dilakukan menggunakan jenis penelitian studi kasus.

H. Sistematika Pembahasan

Dalam sistem sistematika pembahasan yang berisikan lima bab yang

disetiap babnya memiliki beberapa sub perincian yaitu sebagai berikut :

Bab pertama, pendahuluan, pada bab ini membahas tentang latar

belakang, fokus masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, kerangka teori, tinjauan pustaka, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, landasan teori, berisi teori-teori yang berhubungan

dengan judul skripsi, yaitu Penerapan Nilai – Nilai Moderasi Beragama

pada peserta didik di SMPN 2 Indralaya

Bab ketiga, metodologi penelitian, terdiri dari jenis penelitian,

pendekatan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik

analisis data yang akan digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan

Penerapan Nilai-Nilai Moderasi Beragama Pada Peserta didik di SMPN 2

Indralaya.
12

Bab keempat, hasil penelitian dan pembahasan. berisi uraian hasil

penelitian selama dilapangan, serta menjawab permasalahan yang telah

peneliti uraikan di bab pendahuluan.

Bab kelima, penutup, kesimpulan, dan saran.


BAB II

KERANGKA TEORI

A. Moderasi Beragama

1. Pengertian Moderasi Beragama

Moderasi berasal dari bahasa latin moderation yang berarti

kesedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti

penguasaan diri (dari sikap sangat kelebihan dan kekurangan). Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua pengertian kata

moderasi, yakni: 1) pengurangan kekerasan, dan 2) penghindaran

keekstriman. Jika dikatakan orang itu bersikap moderat‖, kalimat itu berarti

bahwa orang itu bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrim.

Wasathiyah (pemahaman moderat) adalah salah satu karakteristik Islam

yang tidak dimiliki oleh agama-agama lain. Pemahaman moderat menyeru

kepada dakwah Islam yang toleran, menentang segala bentuk pemikiran

yang liberal dan radikal. Liberal dalam arti memahami Islam dengan

standar hawa nafsu dan murni logika yang cenderung mencari pembenaran

yang tidak ilmiah.11

Dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang menjelaskan tentang

washatiah atau moderasi beragama yang terkandung dalam surat al

baqoroh ayat 143 yang berbunyi:

11
Afrizal Nur dan Mukhlis Lubis.“Konsep Wasathiyah Dalam Al-Quran”. Jurnal Studi
Komparatif Antara Tafsir Al-Tahrîr Wa At-Tanwîr, 4, No. 2, ( 2015)

11
12

‫ِل‬ ‫ِل‬
‫َو َيُك و َنَع َل ى الَّنا ِس ُأَّم ًة َو َس ًطا َت ُك و ُنوا ُش َه َد ا َء َج َع ْل َن ا ُك ْم َو َك َٰذ َك‬

‫ا َّلِت ي ُك ْن َت َع َل ْيَه ا َو َم ا َج َع ْل َن ا ا ْلِق ْبَل َة َع َل ْي ُك ْم َش ِه ي ًد ا ۗ ال َّر ُس و ُل‬

‫َك ِب ي َك ا َنْت ِإْن َع ِق َبْي ِه ۚ َع َلٰىَيْنَق ِل ُبِم َّم ْن ال َّر ُس و َلَي َّتِب ُع َم ْن ِلَنْع َل ِإاَّل‬
‫َم‬ ‫َر َو‬

‫َلَر ُءِس ِب الَّناال َّلَه ِإَّن ِإي َم ا َنُك ْم ِل ُيِض ي َع ل َّلُه ا َك ا َنَو َم ال َّلُه َه َد ي َن ا َّلِذ َع ِإَل اَّل ًة‬

‫َر ِح ي ٌم و ٌف‬

Artinya : Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan


kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi
saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)
menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan
kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami
mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa
yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat
berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada
manusia.

Menurut Kamali, wasathiyyah merupan aspek penting Islam, yang

sayang agak terlupakan oleh banyaknya umat. Padahal ajaran Islam

tentang wasathiyyah mengandung banyak dalam berbagai bidang yang

menjadi perhatian Islam. Moderasi diajarkan tidak hanya oleh Islam, tetapi

juga agama lain.12

Jadi Wasathiyyah berarti jalan tengah atau keseimbangan antara

dua hal yang berbeda atau berlebihan. Seperti keseimbangan antara Ruh

12
Azyumardi Azra, CBE, Moderasi Islam Di Indonesia Dari Ajaran,Ibadah,
hinggaPrilak, (Jakarta: Kencana, 2020), hlm. 22
13

dan jasad, antara dunia dan akhirat, antara individu dan masyarakat, antara

idealistis dan realistis, antara yang baru dan yang lama, antara ilmu dan

amal, antara ushul dan furu‟, antara saran dan tujuan, antara optimis dan

pesimis.

Moderasi beragama ini merupakan istilah yang dikemukakan oleh

Kementrian Agama RI moderasi beragama adalah cara pandang, sikap,

dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak

adil, dan tidak ekstrem dalam beragama.13 Cara pandang dan sikap

moderat dalam beragama sangat penting bagi masyarakat plural dan

multikultural seperti Indonesia, karena hanya dengan cara itulah

keragaman dapat disikapi dengan bijak, serta toleransi dan keadilan dapat

terwujud. Moderasi beragama bukan berarti memoderasi agama, karena

agama dalam dirinya sudah mengandung prinsip moderasi, yaitu keadilan

keseimbangan. Moderasi beragama menurut Nasaruddin Umar adalah

suatu bentuk sikap yang mengarah pada pola hidup berdampingan dalam

keberagaman beragama dan bernegara.14

Dari pemaparan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa

Moderasi beragama adalah cara pandang dan cara kita bersikap tegas

dalam menghargai dan menyikapi perbedaan keberagaman agama, dan

juga perbedaan ras, suku, budaya, adat istiadat, dan juga etis agar dapat

menjaga kesatuan antar umat beragama serta memelihara kesatuan NKRI.

13
Ibid. hlm.17
14
Nasaruddin Umar, Islam Nusantara jalan panjang moderasi beragama di Indonesia,
(Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2019), hlm. 105
14

2. Ciri-ciri Moderasi

Moderasi memiliki ciri-ciri utama, yang menjadi standar

implementasi ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan umat. Sehingga

inilah yang menampilkan wajah Islam Rahmatan lil alamin, penuh kasih

sayang, cinta, toleransi, persamaan, keadilan, dan sebagainya. seorang

muslim harus yakin dan percaya bahwa syariah Allah ini meliputi seluruh

dimensi hidup manusia, mengandung manfaat bagi kehidupan manusia.

Sebab syariah ini bersumber dari Allah Swt yang Maha Mengetahui dan

Bijaksana.

Sebagaimana firman Allah:

‫ِاَّن َهّٰللا اَل َيْخ ٰف ى َع َلْيِه َش ْي ٌء ِفى اَاْلْر ِض َو اَل ِفى الَّس َم ۤا ِء‬

Artinya: Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi

di bumi dan tidak (pula) di langit. (QS. Ali Imran: 5). 15

‫َااَل َيْع َلُم َم ْن َخ َلَۗق َو ُهَو الَّلِط ْيُف اْلَخ ِبْيُر‬

Artinya: Apakah (pantas) Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui?

Dan Dia Maha Lembut, Maha Mengetahui. (QS. Al-Mulk: 14).16

a. Mengkoneksikan Ayat- ayat Syariat Islam dengan hukum-hukumnya.

Aliran pemikiran dan paham moderat dalam Islam mengajarkan

bahwa siapa yang ingin memahami dan mengetahui hakikat syariah Islam

15
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan Terjemahan Juz 3 (Surabaya;
Duta Ilmu, 2006), hlm. 50
16
Ibid. hlm.563.
15

sebagaimana yang diinginkan oleh Allah dan yang diimplementasikan oleh

Rasul-Nya dan para sahabat, maka mereka tidak melihat dan memahami

nash-nashnya dan hukum-hukum Islam secara parsial dan terpisah. Jangan

memahami nash-nash tersebut secara terpisah tidak mengerti korelasi ayat

antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi nash-nash syariah itu harus

dilihat dan dipahami secara komprehensif, menyeluruh dan terkoneksi

dengan nash-nash lainnya. Karenanya, barang siapa yang memahami

dengan baik karakteristik ini, maka ia akan mampu memberikan solusi

terhadap masalah-masalah kontemporer yang kadang tidak bisa dijawab

oleh orang lain.

b. Berpikir seimbang (balance) antara dunia dan akhirat

Karakteristik utama pemikiran dan paham moderasi adalah

memiliki kehidupan dunia dan akhirat secara seimbang (balance), tidak

melihatnya secara ekstrem atau menafikannya, atau bersikap berlebihan

antara keduanya. Tidak boleh melihat kehidupan dunia dan akhirat secara

zalim dan tidak adil, sehingga tidak seimbang dalam menilai dan

memandang keduanya. Sebagaimana firman Allah :

‫َااَّل َتۡط َغۡو ا ِفى اۡل ِم ۡي َزاِن‬

‫َو َاِقْيُم وا اْلَو ْز َن ِباْلِقْس ِط َو اَل ُتْخ ِس ُروا اْلِم ْيَز اَن‬

Artinya: Agar kamu jangan merusak keseimbangan itu. Dan tegakkanlah

keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi

keseimbangan itu. (QS. Ar-Rahman: 8-9).17

17
Ibid. hlm. 531.
16

c. Toleransi dengan kehidupan kekinian (relevansi zaman)

Ayat-ayat Islam Al-Qu’an dan As-Sunnah, tidak lepas dari

manusia dan tidak terkoneksi dengan manusia dan problematikanya, tidak

memiliki solusi atas ujian dan fitrah yang dihadapi manusia.. akan tetapi

nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah hidup bersama manusia, mendengar

dan merasakan problematika manusia, serta mengakomodir hajat hidup

manusia, baik secara personal maupun kolektif, nash-nash syariah,

mengakomodir kebutuhan dan kondisi manusia, baik sekarang maupun

yang akan datang, yang dangkal maupun yang mendalam, kecil maupun

besar. Islam memberikan obat penawar bagi seluruh kebutuhan dan hajat

manusia, sebab Islam telah memasuki berbagai macam peradaban dan

telah memberikan solusi manusia, bukan dalam waktu singkat, melainkan

selama empat belas abad, baik di timur maupun barat, utara dan selatan

dan semua jenis bangsa dan geopolitik manusia.

d. Kemudahan bagi manusia dan memilih yang termudah setiap urusan

Prinsip inilah yang paling menonjol dalam al-Qur„an tentang

wasathiyyah, yaitu kemudahan, tidak mempersulit dan bersikap ekstrim

dalam setiap urusan. Allah menginginkan kemudahan bagi umat ini bukan

sebaliknya.

e. Terbuka, toleran dan dialog pada pihak lain

Aliran pemikiran moderasi sangat meyakini universalitas Islam,

bahwa Islam adalah Rahmatan li Al- alamin dan seruan untuk manusia

seluruhnya. Sehingga wasathiyyah ini, tidak boleh membatasi diri untuk


17

dunia luar. Padahal wasathiyyah adalah ajaran yang meyakini asal muasal

manusia yang satu, yaitu Adam AS dan semua manusia berasal dari tuhan

pencipta yang satu, Allah Swt. Di antara ciri-ciri penting dari moderasi

adalah:18

1. Adil

Kata wasath (pertengahan) maknanya adalah al-adl (adil).

Asalnya adalah, bahwa paling terpujinya sesuatu adalah yang di tengah-

tengah. Kemudian Al-Qurthubi berkata Ulama–nya kami berkata,

Tuhan kami memberitahukan kepada kami dalam kitab-Nya dengan apa

yang lebih diberikan kepada kami berupa kemuliaan dengan karakter

keadilan kepada kami, dan diberi kewenangan memberikan kesaksian

terhadap seluruh makhluk-Nya sehingga. Dia menjadikan kami pada

posisi pertama (utama), padahal kami umat yang paling akhir. Ini

menunjukkan bahwa tidak ada yang memberi kesaksian, kecuali orang

yang adil, dan tidak berbekas kata seseorang pada orang lain, kecuali

kata-kata yang adil.

2. Mudah dan tidak mempersulit

Kemudahan dan menghilangkan kesulitan adalah posisi tinggi

yang ada di antara ifrath dan tafrith, antara tasyaddud dan tanaththu‟

(ekstrem), antara ihmal dan tadhiyah‟(lalai dan menyia-nyiakan). Sikap

wasathiyah adalah sumber kesempurnaan. Dan memberi keringanan,

18
Ali Muhammad Ash-Shallabi, Wasathiyah Dalam Al-Qur‟an Nilai-Nilai Moderasi
Islam dalam Akidah, Syariat, dan Akhlak, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2020), hlm. 79.
18

toleransi, menghilangkan kesulitan hakikatnya adalah jalan antara

keadilan dan sikap pertengahan.

3. Hikmah

Hikmah adalah sesuatu yang mencegah dari kebodohan. Maka

ilmu disebut juga hikmah, sebab mencegah seseorang dari kebodohan.

Dengan ilmulah diketahui pencegahan dari kebodohan, yang tak lain

(kebodohan itu) adalah setiap perbuatan yang jelek.

4. Istiqomah

Istiqomah insani (istiqomah manusia) artinya adalah komitmen

menempuh manhaj yang lurus (mustaqim).Bayniyah (pertengahan)

Sifat al-bayniyah adalah hal penting untuk menentukan wasathiyyah

yang sebenarnya. Ali-Bayniyah ini bukan hanya berhubungan dengan

tempat, ini yang memberi indikasi atas adanya tawazun

(keseimbangan), Istiqomah, dan adil. Inilah yang kemudian melahirkan

al-khairiyah. Itulah wasathiyyah, yang ditetapkan oleh para ulama yang

mulia, dulu dan kini.

3. Pokok Dasar Moderasi

Pada dasar moderasi adalah adil dan berimbang. Salah satu prins

dasar dalam moderasi beragama adalah selalu menjaga keseimbangan di

antara dua hal, misalnya keseimbangan antara akal dan wahyu, antara

jasmani dan rohani antara hak dan kewajiban, antara kepentingan individu

dan kemaslahatan komunal, antara keharusan dan kesukarelaan, antara teks

agama dan ijtihad tokoh agama, antara gagasan ideal dan kenyataan, serta
19

keseimbangan antara masa lalu dan masa depan. Dalam KBBI, kata adil

diartikan:

a. Tidak berat sebelah/ tidak memihak. Tidak memihak satu sama lain

yaitu netral adil makna yang tidak berpihak kepada kepada siapapun.

b. Berpihak pada kebenaran. adil dalam memilih atau berpihak.

c. Sepatutnya / tidak sewenang-wenang. Tidak sewenang-wenang dalam

memberikan keputusan.

Dasar yang kedua, keseimbangan, adalah istilah untuk

menggambarkan cara pandang, sikap, dan komitmen untuk selalu berpikir

pada keadilan, kemanusiaan, dan persamaan. Kecenderungan untuk

bersikap seimbang bukan berarti tidak punya pendapat. Mereka yang

punya sikap seimbang berarti tegas, tetap tidak keras karena selalu

berpihak kepada keadilan, hanya saja keberpihakannya itu tidak sampai

merampas hak orang lain sehingga merugikan.

Keseimbangan dapat dianggap sebagai bentuk cara pandang untuk

mengerjakan sesuatu secukupnya, tidak berlebihan dan juga tidak kurang,

tidak konservatif dan juga tidak liberal. Ada lma dasar moderasi yang

harus dipahami dan diimplementasikan dalam kehidupan islam yang

moderat, sebagai berikut:19

a. Keadilan (Al-adl)

19
Khairan Muhammad Arif, Islam Moderasi: Telaah Komprehensif Pemikiran
Wasathiyah Islam, perspektif Al-Qur‟an dan As Sunnah, Menuju Islam Rahmatan Li Al-Alamin,
(Jakarta: Pustaka Ikadi, 2020), hlm. 73-80
20

Disepakati oleh para ahli tafsir klasik maupun modern, bahwa

arti sesungguhnya dari moderat atau wasahan adalah keadilan dan

kebaikan. Bahkan Nabi SAW menafsirkan al-wasath dalam surat Al-

Baqarah: 143 dengan keadilan (HR. Bukhari).

Oleh karena nya tidak ada moderasi tanpa keadilan dan tidak

ada keadilan tanpa moderasi, semakin moderat sebuah sikap terhadap

lingkungan dan manusia, maka semakin adil dan baik pula hidup

mereka. Dari sini dapat disimpulkan bahwa moderasi harus

melahirkan keadilan dan kebaikan bukan sebaliknya, kapan sebuah

pemikiran dan sikap dipandang adil dan baik, maka itu adalah

moderasi. Sebaliknya bila suatu pemikiran dan sikap keagamaan

melahirkan kontroversi, fitnah dan kezaliman, maka dapat dipastikan

pemikiran dan sikap itu tidak moderat.

b. Kebaikan (Al-Khairiyah)

Prinsip dasar yang kedua dari moderasi islam adalah kebaikan.

Sebagian ulama tafsir yang menafsirkan kata wasathan yang artinya:

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari

kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya)

karena takut mati, Maka Allah berfirman kepada mereka: "Matilah

kamu", kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah


21

mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia

tidak bersyukur”.

Moderasi adalah kebaikan itu sendiri. Bila sebuah sikap tidak

mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan, maka dapat dipastikan

sikap tersebut tidak moderat, sebaliknya sikap ekstrem, radikal dan

liberal akan melahirkan keburukan bahkan kejahatan baik bagi diri

pelakunya maupun bagi orang lain.20

c. Hikmah (Al-Hikmah)

Moderasi islam, selain memiliki prinsip keadilan dan kebaikan

juga memiliki hikmah dan kearifan dalam semua bentuk dan dimensi

ajaran nya, tidak ada ajaran Islam yang tidak mengandung hikmah dan

tidak ada syariatnya yang bertentangan dengan hikmah. Ibnu Qayyim

berkata:‖sesungguhnya bangunan utama syari’ah, adalah berdiri atas

hikmah-hikmah dan maslahat hamba, baik dalam kehidupan dunia

maupun kehidupan akhirat, dia adalah keadilan seluruhnya, rahmat

seluruhnya, maslahat seluruhnya dan hikmah seluruhnya.

Setiap masalah yang keluar dari keadilan pada kezaliman, dari

rahmat kepada sebaliknya, dari kebaikan (maslahat) kepada kerusakan

(mafsadat) dan dari hikmah kepada siasia, maka itu bukan syari’ah,

walaupun berusaha dimasukkan takwil.

d. Konsisten (Al-Istiqomah)

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah membagi istiqomah atau konsisten

pada 5 dimensi:
20
Ibid. hlm.73-80
22

1. Konsisten mengEsakan Allah melalui keinginan, ucapan,

perbuatan dan niat, yang disebut ikhlas.

2. Konsisten memastikan terlaksananya semua amal sesuai dengan

syariah terhindar dari bid’ah, yang disebut mengikuti.

3. Konsisten dalam semangat beramal untuk taat pada Allah sesuai

kemampuan.

4. Konsisten dalam moderat atau pertengahan pada setiap amal,

terhindar dari berlebihan dan mengurangi (ekstrim kanan dan

ekstrim kiri).

5. Konsisten berada dalam batasan-batasan yang telah ditetapkan

oleh syariah dan tidak tergoda oleh hawa nafsu.21

e. Keseimbangan (At-Tawazun)

Salah satu prinsip dasar wasatiyyah adalah keseimbangan (At-

Tawazun), bahkan keseimbangan adalah salah satu padanan kata adil

atau “At-Ta’adul”. Prinsip At-Tawazun juga mewajibkan moderat

dalam memandang nilai-nilai rohani dan spiritual, sehingga tidak

terjadi kesenjangan antara rohani dan materi. Islam sarat dengan

ajaran spiritual dan keimanan, namun tidak melupakan hal-hal yang

bersifat materi, seperti: harta, makan dan minum, tidur, menikah dan

sebagainya.

21
Ibid. hlm.73-80
23

Istilah tersebut selanjutnya, dijadikan sebagai terminologi bagi

kajian yang membahas jalan tengah dalam Islam berdasarkan proyeksi

Al-Qur’an yang menyangkut identitas diri dan pandangan dunia

komunitas muslim untuk menghasilkan kebajikan yang membantu

terciptanya harmonisasi sosial dan keseimbangan dalam kehidupan

individu, keluarga, masyarakat maupun hubungan antar manusia yang

lebih luas.22

4. Bentuk-Bentuk Moderasi Beragama

Bentuk-bentuk moderasi beragama ini menekankan pada sikap,

maka bentuk-bentuk moderasi beragama diantaranya seperti, mengakui

adanya pihak lain, menghormati pendapat orang lain, memiliki sikap

toleransi baik itu dari toleransi suku, ras, budaya, dan juga keyakinan,

tidak memaksakan kehendak dengan cara kekerasan. Dari pemaparan

di atas dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan standar yang

disepakati oleh individu maupun kelompok yang digunakan dalam

mengukur sesuatu yang dapat disepakati dalam kebutuhan.

5. Indikator Moderasi Beragama.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, moderasi adalah ibarat

bandul jam yang bergerak dari pinggir dan selalu cendrung menuju

pusat atau sumbu, iya tidak pernah diam statis. Sikap moderasi pada

dasarnya merupakan proses pergumulan terus menerus yang dilakukan

dalam kehidupan masyarakat. Moderasi dan sikap moderat dalam

beragama selalu berkontestasi dengan nilai-nilai yang ada di kanan dan


22
Ibid. hlm.73-80.
24

di kirinya. Karna itu, mengukur moderasi beragama harus

menggambarkan bagaimana kontestasi dan pergmalan nilai itu terjadi.

Sesorang yang moderat akan berusaha mengkompromikan

kedua sisi tersebut. Ia biasa bergerak ke kiri memanfaatkan akalnya,

tetapi tidak diam ekstrem di tempatnya. Ia berayun ke kanan untuk

pedoman pada teks, dengan tetap memahami konteksnya. Moderasi

beragama itu kita bisa merumuskan sebanyak mungkin ukuran,

batasan, dan indicator untuk menentukan apakah sebuah cara pandang,

sikap, dan prilaku beragama tertentu itu tergolong moderat atau

sebaliknya, ekstrem.

Indikator moderasi beragama yang akan di gunakan adalah

empat hal, yaitu:

1. Komitmen Kebangsaan.

2. Toleransi.

3. Anti kekerasan.

4. Akomodatif terhadap kebudayaan lokal..

Keempat indikator ini dapat di gunakan mengenali seberapa

kuat moderasi beragama yang di peraktikkan yang di peratikkan oleh

sesorang di Indonesia.23

6. Bentuk Moderasi Beragama di Sekolah

Moderasi beragama memiliki ciri yang menonjol, yaitu

memadukan antara teks dan konteks, yaitu pemikiran keagamaan yang


23
Fauzul Iman, Moderasi Beragama dari Indonesia untuk Dunia, (LKiS, Yogyakarta,
2019), hlm 392
25

tidak semata-mata bertumpu pada teks dan menolak realitas dan

konteks baru. Moderasi beragama mampu mendialogkan antara teks

dan konteks secara dinamis. Karena itu Kementerian Agama RI.

menjadikan Moderasi Beragama sebagai salah satu program prioritas

pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

2020- 2025.

Untuk merealisasikan program tersebut, pendidikan sebagai

kawah candradimuka bagi para calon pemimpin bangsa, harus

mempersiapkan pendidikan berbasis moderasi secara komprehensif. Di

antaranya adalah dengan menyiapkan muatan kuri kulum tentang

keberagaman (multikultural) dalam konteks keagamaan. Pendidikan

dengan muatan kurikulum multikultural, diharapkan mampu

memberikan spirit bagi para civitas akademika untuk mengakomodir

problematika yang berorientasi pada pendidikan, agama dan budaya.

Sehingga peserta didik sebagai calon pemimpin bangsa memiliki

wawasan dalam memahami, mengerti, menerima, dan menghargai

orang lain yang berbeda suku budaya, agama, nilai dan

kepribadiannya.24

B. Pendidikan Agama Islam Berbasis Moderasi

Pendidikan Agama Islam (PAI), atau dalam kurikulum 2013 disebut

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (PAI BP), yang berorientasi pada

penguatan moderasi beragama adalah pendidikan agama yang tidak hanya


24
Ibid. hlm. 393
26

bertujuan untuk penanaman akidah, nilai, norma dan ritual keagamaan,

namun juga ditujukan untuk pelestarian tradisi dan praktik-praktik agama.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah untuk memberikan pemahaman

dan penanaman sikap ketika berinteraksi dengan orang yang berlainan agama.

Dengan demikian akan terwujud keberagamaan yang moderat, yang jauh dari

kekerasan dan ekstrimisme.25

Kasinyo merumuskan tujuan Pendidikan agama islam berwawasan

Islam wasathiyyah,diharapkan peserta didik dapat: pertama, menjadi lebih

sadar terhadap ajaran agama mereka sendiri dan sadar terhadap adanya

realitas ajaran agama lain. Kedua, mampu mengembangkan pemahaman dan

apresiasi terhadap agama orang lain. Ketiga, mendorong peserta didik untuk

berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang di dalamnya terlibat berbagai

penganut agama yang berbeda. Keempat, peserta didik dapat

mengembangkan seluruh potensi mereka sendiri termasuk potensi

keberagaman mereka.26

Pembelajaran Pendidikan agama islam berbasis moderasi bisa

dikembangan dengan mengacu pada prinsip Islam wasathiyyah, yaitu :

tawassuth, tawazzun, dan ta’adul. Agar tujuan-tujuan Pendidikan Agama itu

bisa tercapai, maka perlu didukung beberapa faktor, di antaranya :

a. Materi yang tepat

25
Khoirun Niam, “Kekerasan Bernuansa Agama di Indonesia dan Konsekuensi Pilihan
Materi Pendidikan Agama, Resolusi Konflik Islam di Indonesia”, (LSAS, IAIN Sunan Ampel
Press, 2007), hlm 200.
26
Kasinyo Harto dan Tastin, Pengembangan Pembelajaran PAI berwawasan Islam
Wasathiyah : Upaya membangun sikap moderasi beragama Peserta didik, (At Ta’lim, Vol.18,
2019), hlm 96
27

Materi diambil dari berbagai sumber yang diklasifikasi sebagai berikut :

1) bersumber pada pesan (messege) keagamaan; 2) bersumber pada fakta,

realita atau lingkungan sekitar, yaitu faktor-faktor historis dan

praktikpraktik interaksi sosial keagamaan yang terjadi dalam komunitas

tertentu untuk dijadikan bahan penglihatan, pembandingan dan

perenungan.

Materi-materi Pendidikan Agama Islam disajikan secara integratif

dan terkoneksi dengan disiplin ilmu yang lain sehingga kaya dan penuh

nuansa. Pendidikan Agama Islam tidak hanya bersifat normatif dan

menggunakan pendekatan kewahyuan saja, akan tetapi dilengkapi dengan

studi empiric dan menggunakan analisis sosiologis dan antropologis.

Sehingga peserta didik memperoleh pengetahuan agama sebatas

menghafal, dan tidak hanya berpikir dogmatis dan hitam putih. Sebab

orang-orang yang terlibat gerakan radikalisme memiliki pola pikir yang

dogmatis, hitam-putih, halal-haram, benarsalah, tidak ada ruang ketiga

yang membuat sesuatu untuk didialogkan. Muatan kurikulum yang

komprehensif menyangkut keberagamaan yang multikultural, sangat

diperlukan untuk membangun moderasi beragama, dengan memantapkan

keberagamaan dan merawat keberagaman.

Maka guru Pendidikan Agama Islam perlu mengintegrasikan

muatan multikultural dan Islam rahmatan lil’alamin setiap materi

pembelajaran, yang dapat diturunkan dengan pesan-pesan : 1) Kedamaian,

2) Penghargaan, 3) Cinta, 4) Toleransi, 5) Kejujuran, 6) Kerendahan Hati,


28

7) Kerjasama, 8) Kebahagiaan, 9) Tanggungjawab, 10) Kesederhanaan,

11) Kebebasan, dan 12) Persatuan.27

Materi Pendidikan Agama Islam mulai dari aspek Al-Qur’an,

akidah,akhlak, fiqih dan tarikh, harus disajikan dengan Peserta didik tidak

hanya menghafal konsep-konsep dan dalil-dalil, tapi mampu

mentransformasikan pengetahuannya dalam konteks kehidupan nyata.

Maka dengan tiga prinsip wasathiyyah , model pembelajaran

dengan menerapkan saintifik doktriner yang perlu dilakukan:

1. Materi pembelajarannya berbasis pada fakta atau fenomena yang

dapat dijelaskan dengan penalaran tertentu.

2. Memotivasi dan menginspirasi siswa untuk mengaplikasikan materi

pembelajaran PAI.

3. Memotivasi dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam

melihat perbedaan dan kesamaan.

4. Memotivasi dan menginspirasi siswa mampu memahami,

menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan

objektif..

5. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat

dipertanggungjawabkan.

6. Tujuan pembelajarannya dirumuskan secara sederhana dan jelas.28

27
Kasinyo Harto dan Tastin, “Pengembangan Pembelajaran PAI berwawasan Islam
Wasathiyah :Upaya membangun sikap moderasi beragama Peserta didik”, jurnalAt Ta‟lim”,
Vol.18,( 2019), hlm 98.
28
Ibid. hlm.104.
29

Pembelajaran yang yang berbasis moderasi beragama adalah

pembelajaran yang bercirikan :

1. Menghindari kekerasan,

2. Adaptasi terhadap perkembangan zaman

3. Memahami agama secara kontekstual.

Sedangkan menurut Haidar Bagir, para agamawan,guru agama

harus menawarkan suatu paham keagamaan yang moderat sebagai

tandingan faham keagamaan yang sempit atau fundamentalis dan

radikal. Dan cara yang paling efektif adalah melalui pemahaman

keagamaan yang bersifat sufistik (mistik). Sebab mistisisme

menekankan pada pembinaan dan dan perawatan kedekatan manusia

pada Tuhan dengan ketentraman, kebahagiaan dan keselamatan, yang

tentu hal itu dicari oleh semua orang.29

b. Guru yang profesional.

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama, mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi. Namun untuk menjadi guru profesional tidaklah mudah,

karena ia harus memiliki kompetensi keguruan, menurut Peraturan

Kompetensi yang harus dimiliki guru Pendidikan Agama Islam di

antaranya adalah pedagogik, yakni guru harus memiliki kemampuan

memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, akhlak spiritual,

akhlak sosial, budaya, emosional dan spiritual. Sejalan dengan pendapat


29
Haidar bagir, Islam Tuhan Islam Manusia (Bandung, Mizan, 2017), hlm 45.
30

Imam Al-Ghazali, bahwa guru harus memahami perbedaan tingkat

kemampuan dan kecerdasan muridnya, memahami bakat, tabi’at, dan

kejiwaan muridnya sesuai dengan usianya. Guru juga harus menganggap

dan memperlakukan muridnya layaknya anak sendiri.30

Mengenal karakteristik peserta didik sangat penting untuk dapat

menyelenggarakan pembelajaran yang demokratis dan humanis. Namun,

realitanya pelaksanaan pendidikan agama Islam menurut Abdurrahman

Mas‟ud, masih banyak yang eksklusif, dogmatis dan kurang menyentuh

aspek moralitas dengan indikator:

1. Guru lebih sering menasehati peserta didik dengan cara mengancam.

2. Guru hanya mengejar nilai standar akademik sehingga kurang

memperhatikan budi pekerti dan moralitas anak.

3. Kecerdasan intelektual peserta didik tidak diimbangi dengan kepekaan

sosial dan ketajaman spiritualitas beragama.31

Praktik pendidikan yang memiliki indikator seperti itu harus

dihindari, agar terwujud kebersamaan yang moderat, jauh dari kekerasan,

eksklusifisme, dan ekstrimisme. Sebab karakteristik peserta didik saat ini,

yang kerap disebut kaum milenial ataupun generasi Z, memiliki ciri

menyukai hal-hal yang serba instan, tidak suka ribet, dan tertarik pada

hal-hal yang bersifat faktual dan masuk akal.

30
Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam: gagasan-gagasan besar para
ilmuwan muslim, (Pustaka pelajar, Yogyakarta, 2015),hlm 95-96.
31
Kasinyo Harto Tastin, Pengembangan Pembelajaran PAI berwawasan Islam Wasathiyah
Upaya membangun sikap moderasi beragama Peserta didik, Jurnal At Ta’lim, Vol.18,(2019), hlm
998.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang

bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian deskriptif

bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku.

Penelitian ini tidak menguji hipotesis dan tidak menggunakan hipotesis,

melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan

variabel.

2. Pendekatan Penelitian

Menurut John W. Creswell (metode penelitian dan

pengembangan) atau studi kasus merupakan salah satu jenis penelitian

kualitatif, dalam penelitian ini peneliti melakukan eksplorasi secara

mendalam tentang program, kejadian, proses dan aktivitas terhadap satu

orang atau lebih.32

Studi kasus berbeda dengan pendekatan kualitatif lainnya, studi

kasus lantaran fokusnya yang spesifik dan mendalam pada kasus

sebagai objek yang diteliti. Penelitian studi kasus memusatkan diri

32
Sugiono, Metode Penelitian Dan Pengembangan (Researh And Development, (Bandung:
Alfabeta, 2019), hlm. 112-113

31
32

secara intensif pada satu objek tertentu yang mempelajari secara

intensif, tentang latar belakang masalah keadaan dan posisi suatu

peristiwa yang sedang berlangsung.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Menurut Imam Gunawan bahwasanya ’’lokasi penelitian harus

didasarkan pada pertimbangan kemenarikan, keunikan, dan kesesuaian

dengan topic yang dipilih’’.33 Peneliti memilih melakukan penelitianya di

SMP Negeri 2 Indralaya.

Adapun pelaksaan penelitian dilaksanakan pada tanggal 04

Februari 2023 sampai dengan selesai.

C. Sumber Data

Sumber data adalah segala ssuatu yang dapat memberikan

informasi mengenai data berdasarkan sumbernya, dapat di bedakan

menjadi yaitu data primer dan data sekunder:

1. Sumber Data Primer

Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh langsung

dari sumber asli (tidak melalui media perantara)”. 34 Adapun sumber

data primer yaitu: Kepala Sekolah, Guru PAI, dan Siswa yang akan

memberi informasi terkait dengan Penerapan Nilai-Nilai Moderasi

Beragama Melalui Pembelajaran PAI Di SMP Negeri 2 Indralaya

Indralaya.

33
Imam gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta:Bumi
Aksara, 2013) hlm. 278
34
Nur Indrinto dan Bambang Supomo, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: BPFE 2016)
hlm. 142.
33

2. Sumber Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh

peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan

dicatat oleh pihak lain)”.35 Data sekunder yang di peroleh yaitu data

yang dikumpulkan dengan cara membaca hasil penelitian atau karya

orang lain atau dokumentasi dari tempat penelitian. Data sekunder dari

hasil dokumentasi menegenai situasi an subjek penelitian yang diteliti

oleh peneliti berbentuk dokumen dan e-dokumen pada SMP Negeri 2

Indralaya.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data digunakan untuk mengumpulkan data

sesuai tata cara penelitian sehingga diperoleh data yang dibutuhkan.

Menurut Sugiyono, teknik pengumpulan data merupakan langkah yang

paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian

adalah mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data dalam penelitian

ini menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.36

1. Observasi

Menurut pendapat Sugiyono, observasi adalah teknik

pengumpulan data untuk mengamati prilaku manusia, proses kerja, dan

gejala-gejala alam, dan responden.37 Pada penelitian ini penulis

35
Nur Indrinto dan Bambang Supomo, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: BPFE 2016),
hlm 143
36
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D cet ke-20, (Bandung:
Alfabet, 2014), hlm. 224
37
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D cet ke-20, (Bandung:
Alfabet, 2013), hlm.166
34

melakukan observasi pada Penerapan Nilai-Nilai Moderasi Beragama

Melalui Pembelajaran PAI Di SMP Negeri 2 Indralaya.

2. Wawancara

Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan

makna dalam suatu topik tertentu38.

Penulis melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah dan

Guru mengenai Penerapan Nilai-Nilai Moderasi Beragama Melalui

Pembelajaran PAI Di SMP Negeri 2 Indralaya.

3. Dokumentasi

Sugiyono menyatakan bahwa dokumen (dokumentasi) dalam

pengertian yang lebih luas berupa setiap pembuktian yang dapat

didasarkan atas jenis sumber apapun, baik yang bersifat tulisan,

gambaran, gunawan menyatakan teknik dokumentasi merupakan salah

satu metode pengumppulan data.

Teknik dokumen meski pada mulanya jarang diperlukan dalam

penellitian kualitatif, pada masa kini menjadi salah satu bagian yang

penting dan tidak terpisahkan dalam penelitian kuallitatif dokumen

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh dari

dokumen-dokumen, arsip dan foto-foto tentang pendapat atau teori

yang berhubungan dengan masalah peneliti yang akan diteliti.39

38
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta
2013), hlm. 213.
39
Sumandi suryabrata, metodologi penelitian, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2015) hlm.
34
35

Dokumentasi adalah metode mengkaji dan mengolah data dari

dokumen-dokumen yang sudah ada sebelumnya dan mendukung data

penelitian Penulis mengumpulkan data-data dokumentasi berupa

bentuk gambar, karya-karya dan tulisan yang berkaitan dengan

penelitian.

E. Uji Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari

konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (realibilitas) yang disesuaikan

dengan tuntutan pengetahuan, kriteria dan paradigmanya sendiri.40

Uji keabsahan data dalam penelitian ini mengunakan uji

kredabilitas. Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap berbagai

macam cara, cara yang dilakukan untuk menguji keabsahan data daam

peneitian ini mengunakan teknik triangulasi.

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.41 Triangulasi

dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari

berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan

demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi

waktu:

40
Moleong, metodologi penelitian kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2018)
hlm.321
41
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta
2013), hlm. 272.
36

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibiltas data dilakukan dengan

cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber

yaitu kepala sekolah, guru pai, dan siswa.

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan

cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang

berbeda.

3. Triangulasi Waktu

Triangulasi waktu juga sering mempengaruhi uji kredibilitas data,

untuk itu dalam rangka uji kredibilitas data dapat dilakukan dengan

cara melakukan pengecekan dengan observasi, wawancara, atau teknik

yang lain dalam waktu dan situasi yang berbeda. Triangulasi waktu

digunakan untuk mengecek dengan observasi, wawancara atau teknik

lain dalam waktu dan situasi yang berbeda.42

Dari penejelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa triangulasi

adalah teknik mengecek data yang ada melalui pergabungan berbagai

teknik pengumpulan data, sumber dta untuk menguji kredibilitas data.

Pada penelitian ini, penulis mengunakan triangulasi teknik, yaitu

dengan pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi

kepada subjek penelitian.

42
Sugiyono , Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung:Alfabeta, 2014) hlm 300
37

F. Teknik Analisis Data

Metode analisis data merupakan proses pengumpulan data dari data

yang telah diselidiki dan data yang telah dikumpulkan, dikelola untuk

menjawab suatu permasalahan, sehingga berbentuk menjadi suatu

informasi data, yang menghasilkan sebuah informasi dan kesimpulan yang

sistematis dan akurat.

Menurut Miles dan Huberman Analisis data terdiri dari tiga bagian

yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan 43. Dalam

menganalisis data peneliti menggunakan metode Miles dan Huberman

yaitu:

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,

untuk itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti

memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang

penting44. Pada teknik ini peneliti merangkum, memilih dan mencatat

data yang penting yang diperoleh dari lapangan. Data yang diperoleh

berasal dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada para

informan.

2. Penyajian Data (Data Display)

Dalam penyajian data, Milles and Huberman menyatakan

bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data, maka


43
Miles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
2014), hlm. 16.
44
Miles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
2014), hlm. 17.
38

akan mempermudah untuk memahami apa yang telah dipahami

tersebut data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang

bersifat naratif.45 Pada tahap ini peneliti menyajiikan data yang berasal

dari wawancara yang sudah direduksi dalam bentuk teks naratif.

3. Penarikan Kesimpulan (Conclution)

Penarikan kesimpulan merupakan hasil penelitian yang

menjawab fokus penelitian berdasarkan hasil analisis data. Simpulan

disajikan dalam bentuk deskriptif objek penelitian dengan berpedoman

pada kajian penelitian. 46

Kesimpulan awal yang ditemukan masih bersifat sementara dan

akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat mendukung

pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan

yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang

valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan

data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan

yang kredibel dalam penarikan kesimpulan ini hanya bagian-bagian

yang menarik fokus yang memaparkan tentang.

45
Miles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
2014), hlm. 18.
46
Imam gunawan, metode penelitian kualitatif:teori dan praktik (Jakarta: PT bumi aksara,
2013), hlm.212
39

Anda mungkin juga menyukai