Nama jurnal Menantang Muslim Moderat: Sekolah Muslim di Indonesia
di Tengah Konservatisme Keagamaan
penulis Muhammad Zuhdi
volume tahun pendahuluan Jurnal ini dilatarbelakangi Pada periode terakhir tahun 1990-an, sejumlah cendekiawan Muslim memainkan peran penting dalam membentuk wacana Islam di media. Namun beberapa tahun terakhir, Islam Indonesia mendapatkan tantangan dari perkembangan muslim konservatif atau populisme islam. Yang mana tantangan ini tidak hanya datang dari mereka yang tidak setuju dengan gagasan Islam moderat tetapi juga dari mereka yang mengaku moderat. Isu-isu yang selama ini disepakati seperti demokrasi dan multikulturalisme kini dipertanyakan dan dibantah. Berkat meningkatnya penggunaan media sosial, agenda- agenda ini dipromosikan dengan mudah kepada rekan- rekan muslim di seluruh negeri. Adapun Van Bruinessen mengidentifikasi 3 kemungkinan penyebab meningkatnya tren konservatisme agama di Indonesia: 1. Mayoritas umat Islam di Indonesia sebernarnya konservatif. 2. Para pendukung Islam moderat mengubah agenda mereka menjadi politik dan karenanya melemahkan promosi Islam moderat. 3. Tumbuhnya pengaruh negara-negara timur Tengah yang mengusung ideologi Islam Koonsevatif. Bahan dan Metode Ada dua sumber yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dokumen kurikulum Pendidikan Islam di Madrasah, dan melakukan wawancara dengan guru Pendidikan agama dari institusi yang berbeda. Hasil dan pembahasan Hasil dari penelitian ini yaitu: Pendidikan islam: Islam Moderat vs Konservatif 1. Kurikulum pendidikan Islam Dalam Pendidikan islam ada dua bentuk kurikulum yaitu kurikulum madrasah dan kurikum sekolah umum. Tujuan utama Pendidikan agama di Indonesia adalah untuk menanamkan keyakinan agama dan memperkuat nilai-nilai dan praktik kegamaan di kalangan pemeluk setiap agama. Pendidikan agama di Indonesia dirancang untuk memahami keyakinan dan praktik keagamaan siswa tanpa memahami tradisi agama lain. Kurikulum madrasah dan sekolah umum memberikan pedoman komprehensif mengenai ruang lingkup dan isi Pendidikan agama. Kurikulum Pendidikan agama menjelaskan secara rinci kompetensi inti dan dasar Pendidikan agama. Kurikulum juga memberikan penjelasan rinci kepada guru mengenai setiap kompetensi. Dengan demikian, guru dapat melaksanakan tugasnya dalam mentransmisikan pengetahuan, nilai dan keterampilan serta mentransformasikan perilaku siswa agar mencerminkan ajaran islam. Melalui muatan kurikulum menurut sejumlah penelitian adanya potensi penyebaran pesan radikal, misalnya, mengeksplorasi kurikulum Pendidikan Islam melalui perspektif radikalisme. 2. Persepsi Guru Dari hasil wawancara dengan guru, dalam penelitian ini terdapat beberapa pendapat yang berbeda-beda mengenai isu-isu yang dipilih, yaitu: a. Masalah negara Saat ditanya soal Pancasila, seluruh guru sepakat bahwa Pancasila adalah solusi terbaik beagi negara. Namun ada yang menyayangkan karena ada klausul yang hilang yang mungkin memberikan manfaat yang lebih baik bagi umat islam. Yaitu mengenai penghapusan tujuh kata Pancasila yang mengacu pada syariat islam. Meskipun begitu persoalan penerapan syariat islam sebagai hukum formal di Indonesia tetap ada meski smeua pihak menyetujui Pancasila. Ada aspirasi lain dari sejumlah kelompok Muslim yang lebih dari sekadar penerapan hukum syariat Islam, yaitu perubahan sistem negara dari demokrasi ke khilafah. Ketika para guru ditanya tentang sistem khilafah, tiga di antaranya tidak setuju dengan ideologi tersebut b. Hubungan muslim dan non muslim Persoalan hubungan antara umat Islam dan non- Muslim selalu dinamis. Meskipun tidak ada keraguan bahwa umat Islam dan penganut agama lain dapat hidup berdampingan secara harmonis di Indonesia, konflik antar penganut agama yang berbeda masih terus terjadi, Ada berbagai sebab yang menjadi penyebab terjadinya konflik, misalnya ekonomi, keluarga, atau budaya. Dalam persoalan ini, tanggapan para guru mencerminkan posisi yang berbeda. Dua orang guru sepakat bahwa hubungan antara Muslim dan non-Muslim di Indonesia selama ini positif, Sebaliknya, dua peserta lainnya menemukan permasalahan dalam hubungan antar umat beragama. Meskipun mayoritas umat Islam setuju bahwa mereka harus menghormati penganut agama yang berbeda, mereka tidak setuju dengan hak penganut agama lain di depan umum termasuk hak kepemimpinan. Namun bukan berarti konflik antar agama menjadi masalah besar c. Islam non-arus utama Isu Islam non-mainstream masih kontroversial. Keberadaan beberapa kelompok non- mainstream khususnya yang aktif menyebarkan ajarannya memicu kemarahan sebagian kelompok Islam sehingga konflik sosial tidak dapat dihindari. Beberapa kelompok Muslim berpendapat bahwa kelompok Islam non-arus utama seperti Syiah dan Ahmadiyah harus dilarang di Indonesia karena melanggar prinsip- prinsip Islam dan keberadaan mereka akan membahayakan umat Islam lainnya. Perjuangan mereka untuk mendapatkan persamaan hak terhadap sesama umat Islam nampaknya sangat sulit. Banyak umat Islam yang lebih mudah berhubungan dengan pemeluk agama lain karena garisnya jelas dan bisa saling menghormatiTiga dari empat guru menyatakan ketidaksetujuannya menerima Muslim non-arus utama sebagai bagian dari seluruh Muslim d. Islam dan media Islam di Indonesia memiliki hubungan yang dinamis dengan media, meskipun isu terorisme atau radikalisme tetap menarik media arus utama, media tidak mudah menghubungkan terorisme dengan radikalisme dengan islam arus utama. Berbeda dengan dunia barat, dimana umat islam merupakan minoritas, media cenderung menampilkan islam dengan cara yang negative seperti berfokus pada kekerasan, terorisme dan keterbelakangannya. Sebagian besar responden setuju bahwa media Indonesia menyajikan Islam dalam berbagai cara yang positif. e. Masalah gender Isu gender merupakan masalah sensitif di dunia Muslim termasuk Indonesia meskipun faktanya masyarakat Indonesia memiliki sejarah panjang dalam partisipasi perempuan dalam ranah public. Permasalahan gender pada tahun 1977, saat ibu megawati soekarnoputri mencalonkan sebagai presiden namun gagal karena pada saat itu mereka yang menentang pencalonannya sebagai presiden berpendapat bahwa kepemimpinan Perempuan adalah isu kontroversial dalam islam. Meskipun semua guru sepakat bahwa perempuan harus mendapatkan haknya dalam melayani kepentingan publik, mereka mempunyai pendapat berbeda mengenai kepemimpinan perempuan. Guru 1 dan 4 sepakat bahwa perempuan berhak menjadi pemimpin di ranah publik selama mereka mempunyai kapasitas. Sebaliknya, guru 2 dan 3 berpendapat bahwa perempuan tidak dapat menjadi pemimpin di depan umum kecuali tidak ada laki-laki yang lebih mampu untuk menduduki posisi tersebut. kesimpulan Perubahan kondisi sosial karena berbagai sebab menimbulkan tantangan baru terhadap nilai-nilai keagamaan yang sudah ada sejak lama. Beberapa pemikir agama mengusulkan pendekatan baru untuk memahami dan mengkontekstualisasikan ajaran agama, sementara yang lain mempertahankan doktrin agama yang abadi. Dengan demikian, ditemukan tanggapan yang berbeda-beda dari berbagai kelompok agama terhadap permasalahan yang berkaitan dengan agama dan kehidupan sosial. Hadirnya pendidikan agama di sekolah sekuler dan keberadaan sekolah agama di Indonesia menunjukkan bahwa agama sangatlah penting dalam masyarakat Indonesia. Cara penyampaian agama di sekolah selanjutnya mempengaruhi cara masyarakat Indonesia memandang dan mengamalkan agama. Oleh karena itu, baik kurikulum maupun guru pendidikan agama mempunyai peran yang sangat signifikan dalam membentuk cara pandang keagamaan masyarakat Indonesia.