Anda di halaman 1dari 3

Nama: Yusuf Nico Nugraha

NIM: 125221054
Mata Kuliah: Pengantar Budaya dan Masyarakat Jepang
Kelas: A

Pertanyaan:
1. Jelaskan kepercayaan polytheisme Jepang yang mempercayai banyak dewa (hingga
lebih dari 8 juta) yang dikenal sebagai“Yaorozunokami” 「八百万神」!
2. Apa bedanya kamidana dan butsudan, apa fungsinya dalam kehidupan beragama
masyarakat Jepang?
3. Bagaimana perkembangan Shinto dan Budhadi perkotaan Jepang dewasa ini?
4. Mengapa agama Kristen berkembang di daerah Kyushu khususnya Nagasaki?
5. Bagaimana orang Jepang menjalankan agamanya? (Bagaimana kehidupan religi di
Jepang?) Lihat 2 video di bawah.

1. Yaozunokami secara harfiah berarti "delapan juta dewa" atau "dewa-dewa yang tak
terhitung jumlahnya". Angka 8 juta dianggap sebagai simbol banyaknya, bukan jumlah
sebenarnya.
Dalam kepercayaan Shinto, setiap objek, entitas, atau fenomena alam bisa memiliki roh atau
dewa yang terkait dengannya. Sehingga, dalam keseharian, orang Jepang bisa
mempersembahkan penghormatan dan doa kepada banyak dewa yang berbeda tergantung
pada situasi atau kebutuhan mereka.
2. 1. Kamidana:
 Kamidana merupakan altar atau sebuah rak kecil yang digunakan untuk memuja
dewa-dewa (kami) dalam kepercayaan Shinto. Fungsinya adalah sebagai tempat untuk
meletakkan persembahan dan simbol-simbol suci kepada para dewa Shinto yang
dipuja. Biasanya Kamidana ini terletak di dalam ruang tamu atau di sebuah ruangan
khusus yang terdapat dalam sebuah rumah. Kemudian Kamidana mewakili
penghargaan terhadap alam, leluhur, dan kekuatan supernatural dalam pandangan
Shinto.
2. Butsudan:
 Butsudan adalah altar atau lemari kecil yang digunakan untuk memuja Buddha dan
para Bodhisattva dalam kepercayaan Buddhisme. Fungsinya sendiri adalah sebagai
tempat untuk meletakkan patung Buddha, lilin, bunga, dan persembahan lainnya
untuk ritual pemujaan. Umumnya terletak di ruang keluarga atau di ruangan khusus.
Kemudian Butsudan sendiri mewakili penghormatan dan penghargaan terhadap ajaran
Buddha serta untuk mendoakan arwah leluhur yang telah meninggal.
Meskipun kamidana dan butsudan mewakili keyakinan yang berbeda dalam agama-
agama Jepang (Shinto dan Buddha), namun banyak keluarga Jepang yang menghormati
keduanya sebagai bagian dari praktik keagamaan mereka. Hal ini mencerminkan toleransi
dan kesinambungan antara tradisi Shinto dan Buddha di Jepang.
3.
Shinto:
 Kuil-kuil Shinto masih tetap berdiri dan menjadi pusat kegiatan ritual seperti upacara
pernikahan, kelahiran, dan perayaan tahun baru.
 Namun, di kota-kota besar, jumlah pengunjung kuil Shinto cenderung menurun,
terutama di kalangan anak muda yang lebih terfokus pada gaya hidup modern.
 Upaya revitalisasi dilakukan dengan mengadakan festival dan acara budaya untuk
menarik minat generasi muda terhadap warisan Shinto.
 Masih ada kepercayaan terhadap kami (dewa) dan penghormatan terhadap alam,
meskipun praktiknya lebih sederhana di perkotaan.
Buddha:
 Kuil-kuil Buddha tetap berperan penting dalam kehidupan spiritual masyarakat
perkotaan, terutama untuk upacara pemakaman dan penghormatan leluhur.
 Banyak orang masih mengunjungi kuil Buddha pada hari-hari penting seperti Tahun
Baru atau merayakan peristiwa keagamaan tertentu.
 Praktik meditasi, ceramah Buddha, dan kegiatan sosial keagamaan masih dilakukan
oleh banyak kuil di kota-kota besar.
 Namun, tantangan utama adalah menurunnya jumlah biksu dan minat generasi muda
terhadap praktik Buddha yang lebih tradisional.
Secara umum, baik Shinto maupun Buddha menghadapi tantangan modernisasi dan
pergeseran gaya hidup di perkotaan Jepang. Namun, warisan budaya dan kepercayaan ini
tetap dilestarikan dengan menyesuaikan diri dan melakukan upaya revitalisasi agar tetap
relevan bagi masyarakat urban. Keduanya masih memiliki peran dalam kehidupan spiritual
dan budaya masyarakat Jepang kontemporer.
4. Ada beberapa faktor historis yang menyebabkan agama Kristen berkembang di daerah
Kyushu, khususnya Nagasaki:
1. Kedatangan misionaris Kristen Portugis dan Spanyol Pada abad ke-16, misionaris
Kristen dari Portugis dan Spanyol mulai tiba di Jepang melalui pelabuhan Nagasaki.
Mereka membawa ajaran Kristen dan melakukan upaya penginjilan di wilayah
tersebut.
2. Dukungan dari penguasa lokal Pada masa itu, beberapa penguasa daerah (daimyo) di
wilayah Kyushu memberikan dukungan dan perlindungan kepada misionaris Kristen.
Hal ini membantu penyebaran agama Kristen di kalangan masyarakat setempat.
3. Lokasi strategis Nagasaki Nagasaki merupakan pelabuhan penting yang menjadi pintu
masuk perdagangan dan kebudayaan asing ke Jepang. Lokasinya yang strategis
memudahkan penyebaran Kristen dari luar negeri.

5. Sinkretisme agama Masyarakat Jepang cenderung menggabungkan atau mengamalkan


lebih dari satu agama seperti Shinto, Buddhisme, dan bahkan beberapa mengadopsi
kepercayaan Kristen atau agama lain. Mereka tidak selalu memilih satu agama secara
eksklusif. Kemudian kehidupan sehari-hari orang Jepang memiliki kepercayaan religius
seperti penghormatan terhadap alam, leluhur, dan keseimbangan hidup tercermin dalam
kehidupan sehari-hari meskipun tingkat kepatuhan beragama orang Jepang berbeda-beda.

Anda mungkin juga menyukai