Anda di halaman 1dari 5

AGROENTREPRENEURSHIP

PENERAPAN TEKNOLOGI PADA PEMBUATAN ROTI GLUTEN DAN


NON GLUTEN

Disusun Oleh :
Bayu Permana Suprapto (A1F022052)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2024
PEMBAHASAN
A. Teknologi pengolahan pembuatan roti gluten
1. Teknologi pengolahan pada roti gluten
a. Pencampuran
Diawali dengan proses pencampuran dengan metode sponge and dough
method yaitu sebagian besar tepung terigu dan air, semua ragi roti dan garam
mineral serta zat pengemulsi dicampur menjadi babon. Kemudia difermentasi
selama 3 – 6 jam dan di campur bahan lain. Tujuan dari pencampuran ini
adalah membuat dan mengembangkan sifat daya rekat gluten tidak ada dalam
tepung. Tepung mengandung protein dan sebagaian besar protein akan
mengambil bentuk yang disebut gluten bila
protein itu dibasahi, diaduk-aduk, ditarik, dan diremas-remas.
b. Peragian
Peragian bertujuan untuk pematangan adonan sehingga mudah untuk
dibentuk dan menghasilkan mutu produk yang baik
c. Pembentukan
Pada tahap ini secara berurutan adonan dibagi dan dibulatkan,
diistirahatkan,
dipulung, dimasukkan dalam loyang dan fermentasi akhir sebelum dipanggang
dan dikemas. Pembagian adonan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemotong adonan Proses berikutnya adalah intermediete proofing, yaitu
mendiamkan adonan dalam ruang yang suhunya dipertahankan hangat selama
3-25 menit. Adonan difermentasi dan
dikembangkan lagi sehingga bertambah elastis dan dapat mengembang setelah
banyak kehilangan gas, teregang dan terkoyak pada proses pembagian. Setelah
didiamkan adonan siap dengan pemulungan. Proses pemulungan terdiri dari
proses pemipihan atau sheating, curling,
dan rolling atau penggulungan serta penutupan atau sealing. Setelah
pemulungan adonan dimasukkan ke dalam loyang yang telah dioles dengan
lemak, agar roti tidak lengket pada loyang. Selanjutnya dilakukan fermentasi
akhir, yang bertujuan agar adonan mencapai volume dan struktur remah yang
optimum. Agar proses pengembangan cepat fermentasi akhir ini biasanya
dilakukan pada suhu sekitar 38°C dengan kelembaban nisbi 75- 85 %. Dalam
proses ini ragi roti menguraikan gula dalam adonan dan
menghasilkan gas karbondioksida.
d. Pemangangan
Beberapa menit pertama setelah adonan masuk oven, terjadi peningkatan
volume adonan secara cepat. Pada saat ini enzim amilase menjadi lebih aktif
dan terjadi perubahan pati menjadi dekstrin adonan menjadi lebih cair
sedangkan produksi gas karbondioksida meningkat. Pada saat suhu
mencapai sekitar 76 oC, alkohol dibebaskan serta menyebabkan peningkatan
tekanan dalam gelembung udara. Sejalan dengan terjadinya gelatinisasi pati,
struktur gluten mengalami kerusakan karena penarikan air oleh pati. Di atas
suhu 76 °C terjadi penggumpalan gluten yang memberikan struktur crumb.
Pada akhir pembakaran , terjadi pembentukan crust serta aroma. Pembentukan
crust terjadi sebagai hasil reaksi maillard dan karamelisasi gula.
2. Teknologi pengolahan pangan pada roti non – gluten
Gluten Baru-baru ini, beberapa proses teknologi telah diuji untuk
mempengaruhi sifat adonan bebas gluten dan meningkatkan kualitas
pemanggangan. Perlakuan tekanan tinggi (pascalisasi) adonan 100–1000 MPa
menurunkan suhu gelatinisasi pati dan mengubah sifat protein, termasuk ikatan
silang. Pati membengkak dan menjadi gelatin tanpa degradasi butiran; luasnya
pembengkakan tergantung pada intensitas dan lama pascakalisasi. Hal ini
mengubah sifat viskoelastik adonan, meningkatkan fleksibilitasnya, namun
terkadang juga meningkatkan viskositasnya.
Teknologi microwave dan inframerah juga diuji dalam proses pembuatan
roti bebas gluten . Pemanasan dengan microwave akan hemat biaya dan cepat,
namun produk yang dihasilkan memiliki volume rendah, remah padat, dan
cepat mengalami proses staling. Penetrasi energi yang lebih buruk ke dalam
massa roti merupakan kelemahan teknologi pemanasan inframerah, namun
produk yang dihasilkan memiliki evaluasi sensorik yang lebih baik. Apa yang
disebut “jet-impingement” yang menggunakan pemanasan konveksi udara
panas pada permukaan roti juga diuji. Terjadi perpindahan panas yang
homogen , namun prosesnya memakan energi. Kerugiannya adalah
terbentuknya remah padat dan tekstur padat, hilangnya air dan aroma.
Gelatinisasi pati tidak sempurna sehingga daya cerna pati menurun. Kombinasi
kedua metode direkomendasikan.

3. Teknologi enzimatis pada roti non – gluten

Sediaan enzim yang paling umum menggunakan amilase, yang


memperbaiki warna remah dan mendukung produksi rasa. Amilase
mendegradasi sebagian amilopektin dan dengan demikian memodifikasi
proses rekristalisasi pati. Transglutaminase meningkatkan viskositas dari
adonan dan menurunkan kekerasan pada crumb roti. Transglutaminase
mendukung sifat reologi dan viskoelastik adonan.
4. Teknologi fermentasi pada roti non – gluten

Dalam pembuatan roti bebas gluten, kultur starter mulai digunakan


belakangan, karena bahan baku bebas gluten memiliki komposisi spesifik yang
berbeda dengan tepung gandum hitam; oleh karena itu, kultur klasik bakteri
dan ragi penghuni pertama gandum hitam mungkin tidak tumbuh cukup pada
substrat bebas gluten. Meskipun tepung gandum hitam dapat “diencerkan”
secara bertahap dengan bahan mentah bebas gluten selama fermentasi berulang
sehingga proporsi gandum hitam dikurangi hingga nilai minimum, proses
tersebut akan memakan waktu lama, dan masih terdapat bahaya adanya jejak
gluten [83]. Oleh karena itu, dicari strain mikroorganisme yang sesuai yang
mampu memfermentasi beras, soba, sorgum atau tepung jagung. Pemilihan
kultur awal yang sesuai akan sangat mempengaruhi sifat adonan dan produk
yang dihasilkan

Anda mungkin juga menyukai