Anda di halaman 1dari 284

STANDARD OPERATION PROCEDURE

PALM OIL PLANTATION

PEREMAJAAN (REPLANTING) DAN PENGOLAAN LAHAN GAMBUT SERTA


ADMINISTRASI GUDANG

1
PEREMAJAAN (REPLANTING)

I. PENDAHULUAN
Umur ekonomis tanaman kelapa sawit adalah + 25 tahun dan setelah itu harus
segera dilakukan peremajaan (replanting). Peremajaan bertujuan untuk dapat
mempertahankan rata-rata umur tanaman tetap optimum yaitu + 15 tahun bagi
perusahaan.

1.2. Beberapa pertimbangan untuk melakukan peremajaan adalah :


a) Rata-rata produksi TBS per ha
b) Biaya per ha dan cost price per kg TBS
c) Kesulitan tenaga potong buah untuk memotong buah
d) Pertimbangan harga jual CPO dan PKO di pasaran
e) Ketersediaan modal untuk melakukan peremajaan
f) Letak/areal blok tanaman yang akan diremajakan.

1.3. Pada umumnya jenis replanting yang dilakukan adalah :


a) Kelapa sawit Kelapa sawit
b) Karet Kelapa sawit
c) Kakao Kelapa sawit

Bab ini menjelaskan replanting tanaman kelapa sawit menjadi kelapa


sawit.Metode replanting dapat dilihat pada table dibawah ini.

METODE REPLANTING

1. Survey dan pembuatan batas 8. Pembajakan dan penggaruan


blok
2. Pancang rumpuk dan pancang 9. Pemancangan titik tanam
kepala
3. Pancang titik kosong 10. Pembuatan tapak kuda/teresan
4. Pancang parit/drainase 11. Penanaman LCP
5. Pancang jalan 12. Pembuatn lunagng tanam
6. Tumbang, cacah dan rumpuk 13. Ecer dan tanam
7. Pembuatan parit/drainase dan
jalan

1.4. Perusahaan menerapkan sistem replanting kelapa sawit dengan “Zero Burning”.
Untuk areal yang beresiko tinggi terhadap serangan ganoderma maka dilakukan
“Chipping Technique” dimana seluruh batang kelapa sawit ditumbang, dicincang
dan dirumpuk pada barisan rumpukan menggunakan excavator dengan
modifikasi bucket.

2
1.5. Keuntungan “Zero Burning and Chipping Technique” yaitu :
a) Ramah lingkungan, sejalan dengan kebijakan pemerintah
b) Pemanfaaatan kembali bahan organik dan nutrisi dalam tanah
c) Memperpendek proses dekomposisi batang kelapa sawit

II. PERSIAPAN PEREMAJAAN (REPLANTING)

2.1. PENYUSUNAN PROGRAM REPLANTING

2.1.1. Replanting harus dipersiapkan sebaik mungkin, karena menyangkut


investasi yang sudah ada dan yang akan ditanam kembali. Managemen
kebun harus menyusun “time schedule” sebaik-baiknya.

2.1.2. Dalam menyusun “time schedule” hal-hal yang harus diperhatikan yaitu
kondisi areal, kondisi cuaca, ada atau tidaknya serangan ganoderma, ada
atau tidaknya jalan atau parit yang akan dimatikan atau dihidupkan,
ketersediaan alat, bahan dan operator yang handal dan sebagainya.

2.1.3. Contoh jadwal kerja kegiatan operasional replanting secara mekanis (Zero
Burning and Chipping Technique) dapat dilihat pada Tabel 18.1. Pekerjaan
persiapan (preparatory work) dimulai pada bulan April dan direncanakan
pada awal musim hujan (Oktober – November) telah selesai dilakukan
penanaman.

2.1.4. Pemeliharaan gawangan tidak dilakukan lagi pada awal tahun, sedangkan
pemeliharaan piringan/pasar pikul dihentikan pada saat rotasi pertama
sampai dengan bulan April tahun berjalan. Pemupukan dihentikan sesuai
dengan ketentuan pada Bab Pemupukan .

Tabel 18.1. Diagram Kegiatan Operasional Replanting

3
2.2. PERALATAN REPLANTING

Peralatan yang dipergunakan dalam replanting, yaitu :

III. TEKNIS PEREMAJAAN (REPLANTING)

3.1. PANCANG RUMPUK DAN PANCANG KEPALA

3.1.1. Pancang rumpuk atau pancang pendahuluan bertujuan untuk


menentukan jalur tempat perumpukan cacahan /cincangan batang
kelapa sawit.

3.1.2. Pancang kepala bertujuan untuk menentukan jalur tanaman baru.

3.1.3. Bahan yang digunakan adalah kayu dengan panjang 1 – 2 meter yang
telah diberi tanda warna putih dibagian ujungnya. Norma prestasi
pancang rumpuk dan pancang kepala adalah 3 ha/hk (termasuk persiapan
bahan).

3.2. PANCANG TITIK KOSONG

3.2.1. Pada titik tanam kosong harus dilakukan pemancangan dengan pancang
warna merah sebagai tanda agar pada saat penumbangan dan cincang
pokok dilakukan penggalian pada titik tanam tersebut.

3.2.2. Hal ini bertujuan untuk mengurangi resiko serangan penyakit Ganoderma
pada tanaman baru.

4
3.3. PANCANG PARIT DAN PANCANG JALAN

3.3.1. Pancang parit dilakukan pada areal yang memerlukan penutupan dan
pembuatan parit. Pancang warna merah untuk parit yang akan ditutup,
sedangkan pancang warna putih untuk pembuatan parit baru.

3.3.2. Pancang jalan warna biru dilakukan apabila diperlukan pembuatan jalan
baru. Pembuatan jalan baru diperlukan karena beberapa jalan posisinya
kurang tepat sehingga kurang efektif dan perlu dimatikan.

3.4. PENUMBANGAN, PENCACAHAN DAN PERUMPUKAN

3.4.1. Penumbangan (felling), pencacahan (chipping) dan perumpukan


(stacking) merupakan pekerjaan utama di peremajaan.

3.4.2. Ketiga kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan excavator yang


dilengkapi alat pencacah (chipping bucket) yang pada ujungnya dipasang
pisau (blade) dengan panjang + 60 cm.

3.4.3. Penumbangan dilakukan dengan merobohkan pokok sawit menggunakan


punggung chipping bucket. Kemudian digali/dikorek selebar 1m x 1m x
1m dan bonggol serta sisa akar dikeluarkan semua. Potongan-potongan
akar yang tinggal di lubang sering mengandung pathogen dan
memproduksi tubuh buah ganoderma pada ujungnya.

3.4.4. Lubang tersebut dibiarkan sampai dilakukan pembajakan dan


penggaruan. Hal ini dilakukan agar spora dan patogen tidak aktif (mati)
karena terkena cahaya matahari.

3.4.5. Pokok yang telah ditumbang, kemudian dicacah atau dicincang dengan
ketebalan tidak lebih dari 10 cm. Hal ini bertujuan untuk mempercepat
proses pembusukan batang dan mengurangi inokulum ganoderma.
Pencacahan dilakukan mulai dari pangkal (bonggol) batang sampai ke
pucuk.

3.4.6. Hasil cacahan ditempatkan pada jalur yang telah diberi pancang (pancang
rumpuk) dan disebar secara merata.

3.4.7. Prestasi kerja excavator untuk menumbang, mencacah dan merumpuk


adalah 0,66 – 0,73 ha atau 90 – 100 pokok per hari (10 jam kerja alat).

3.4.8. Prestasi kerja dipengaruhi oleh besarnya daya dan kondisi alat, kondisi
topogarfi dan cuaca serta keahlian dan ketrampilan operator.

5
3.4.9. Penentuan jumlah excavator yang dibutuhkan dalam kegiatan replanting
tergantung pada areal kebun yang akan direplanting dan “time schedule”
program replanting.

3.5. PEMBAJAKAN DAN PENGGARUAN

3.5.1. Pembajakan (ploughing) dan penggaruan (harrowing) dilakukan setelah


seluruh cacahan batang kelapa sawit tersusun di jalur rumpukan. Apabila
tanahnya basah karena hujan, maka pekerjaan pembajakan dan
penggaruan tidak boleh dilakukan .

3.5.2. Jarak waktu antara pembajakan dan penggaruan minimal 2 (dua) minggu.
Hal ini dilakukan agar tanah yang dibajak sudah kering.

3.5.3. Pekerjaan pembajakan dilakukan satu atau dua rotasi sesuai jenis tanah,
sedangkan penggaruan dilakukan satu rotasi pada jalur antara rumpukan
yang nantinya digunakan sebagai titik tanam.

3.5.4. Teknis pembajakan dimulai dari pinggir jalur rumpukan dengan pisau atau
hasil galian tidak mengarah ke jalur rumpukan untuk menghindari tanah
menutupi rumpukan. Kedalaman bajakan + 30 – 40 cm lapisan tanah top
soil.

3.5.5. Penggaruan dilakukan terhadap tanah yang sudah dibajak.Tanah tersebut


dihancurkan dan diratakan, sehingga pada jalur tersebut siap dilakukan
pemancangan titik tanam. Pekerjaan ini harus diselesaikan secepat
mungkin terutama sebelum musim hujan.

3.6. PEMANCANGAN TITIK TANAM

3.6.1. Setelah pekerjaan pembajakan dan penggaruan dilaksanakan


pemancangan titik tanam. Teknis pemancangan dapat dilihat pada Bab
Menanam Kelapa Sawit.

3.7. PEMBUATAN TAPAK KUDA DAN TERESAN

3.7.1. Pada areal berbukit-bergunung dilakukan pembuatan tapak kuda dan


atau teresan. Pedoman teknis pembuatannya terdapat pada Bab
Konservasi Tanah dan Air.

6
3.8. PENANAMAN LCP

3.8.1. Penanaman kacang MC dilakukan secepatnya dipinggir/dekat jalur


rumpukan setelah pembajakan dan penggaruan. Hal ini bertujuan untuk
mempercepat penutupan rumpukan cacahan batang kelapa sawit
sehingga menghambat hamaOryctes bersarang pada rumpukan tersebut.

3.8.2. Penanaman kacangan dan perawatannya dapat dilihat pada Bab


Menanam Kacangan.

3.9. PEMBUATAN LUBANG TANAM

3.9.1. Lubang tanam segera dibuat setelah dilakukan pemancangan titik tanam.
Lubang tanam harus standar sesuai dengan Bab Menanam Kelapa Sawit.

3.10. MENGECER DAN MENANAM

3.10.1. Teknis mengecer dan menanam kelapa sawit telah dikemukakan pada
Bab Menanam Kelapa Sawit.

3.11. PERLAKUAN KHUSUS

3.11.1. Pada areal repanting dimana populasi Oryctes cenderung tinggi,


sebaiknya dilakukan pemasangan pheromone dengan persetujuan
Regional Head. Prosedur penggunaan pheromone terdapat pada Bab
Pengendalian Hama dan Penyakit.

PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT

7
I. PENDAHULUAN
I.1 Pembukaan Lahan dan pegelolaan kelapa sawit dilahan gambut memerlukan
teknologi khusus yang berbeda dengan tanah mineral

I.2 Hal penting yang harus diperhatikan dalam pengelolaan lahan gambut adalah
:
a) Ketebalan, kematangan, sifat fisik dan kimia gambut.
b) Sungai alam di sekitar lahan yang akan dikelola
c) Jarak lahan terhadap pantai/laut
d) Kemungkinan banjir serta “ back flow” aliran balik
e) Tinggi permukaan air tanah
f) Penurunan permukaan lahan gambut setelah dibuat saluran drainase
g) Sumber tanah mineral untuk kebutuhan timbun jalan, pembibitan
dan lokasi pabrik..

I.3 Lahan gambut oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat
digolongkan lahan kelas III (tiga) sebagai lahan marginal dengan produksi
rata-rata 18 ton/ha/tahun. Namun demikian apabila dikelola dengan baik
yang meliputi persiapan lahan, pengaturan drainase, prasarana yang lengkap
dan pemupukan yang optimal maka produksi akan sebanding dengan
produksi ditanah mineral. Menurut pengalaman di Malaysia dan Indonesia,
produksi di lahan gambut dapat mencapai 30 ton/ha/tahun, tetapi biaya
pembukan lahan dan pemeliharaan tanaman di lahan gambut lebih tinggi
dari pada tanah mineral.

I.4 Apa yang dimaksud dengan lahan gambut


Lahan Gambut ialah tanah atau lahan yang terdiri dari sebagian
dekomposisi bahan kering tanaman dan berkembang di areal yang rendah
atau di areal yang basah yang mana sebagian besar rata-rata dari produksi
bahan kering tanaman yang dapat beradaptasi (seperti hutan mangrove,
hutan rawa) lebih banyak dari rata-rata yang terdekomposisi. Ini
dikarenakan tinggi air permukaan yang mencegah proses pembusukkan
dari sisa – sisa tanaman.

Gambut Ombrogenous biasanya terbentuk diareal rendahan yang dangkal


dan cepat berkembang seperti jam pasir di atas air. Areal berkembang dan
akan terus meningkat kandungan unsur hara dari atmosfir (udara) yang
terdiri dari hujan dan debu dimana dihasilkan tanah gambut yang sangat
asam dan rendah kandungan unsur hara.
Gambut Topogenouse terbentuk oleh daratan yang selalu kena banjir dan ini
biasanya kaya akan bahan organik dari aliran banjir dan adanya pengendapan
sementara bahan mineral dan namun tanah ini kurang asam dan lebih subur.

8
Keduanya adalah sifat dari lahan gambut dan diklasifikasikan menjadi
Tropofibrists dan Tropohemists di USDA masuk dalam kategori Histosol. Dan
ini sangat berbeda dengan tanah mineral, dan karakteristk tanah gambut.
 Sangat Rendah Bulk Density (100 s.d 200 Kg/M3 dibandingkan dengan
tanah mineral dengan kadar 1.400 s.d 1.800 Kg/M3
 Kandungan unsure haranya rendah kecuali unsure Nitrogen (N)
 Miskin penyimpanan kapasitas unsur khusus untuk Potasium (K)
 Laju fiksasi air terlarut Cu dan Zn pada campuran asam Humik dan fulvik
dan campuran polyphenolic.
 Sangat rendah pHnya ( 2.8 s.d 4.5)
 Kandungan terbesar adalah bahan organic ( 98 % ), danberisiko terbakar
pada musim kemarau.
 Sangat baik kapasitas menyimpan air

II. TIPOLOGI GAMBUT


Gambut dibedakan menurut kedalaman, tingkat dekomposisi dan cara
pembentukannya.

2.1. KEDALAMAN
Berdasarkan kedalaman, maka lahan gambut dibedakan menjadi :
a) Gambut Dangkal : 50 – 100 Cm
b) Gambut Sedang : 100 – 200 Cm
c) Gambut Dalam : 200 - 300 Cm
d) Gambut Sangat Dalam : > 300 Cm

2.2 DEKOMPOSISI

2.2.1 Berdasarkan tingkat pelapukan (dekomposisi), maka gambut gambut


dibedakan menjadi :
a) Gambut Mentah ( Fibris )
Vegetasi/bahan organik belum terdekomposisi, masih berupa sisa – sisa
potongan bagian –bagian tanaman
b) Gambut Sedang ( Hemis )
Vegetasi/bahan organik terdekomposisi sebagian
c) Gambut Matang ( Safaris )
Vegetasi/bahan organik sudah terdekomposisi semua, berwarna gelap
dan humus tinggi.

2.3 SIFAT DAN CARA PEMBENTUKAN

9
2.3.1 Ditinjau dari sifat dan cara pembentukannya, terdapat 2 ( dua ) jenis gambut,
yaitu :
a) Lahan gambut ombrogin
 Terbentuk di daerah dataran rawa luas
 Tidak tergenang permanent, permukaan air tanah sangat dangkal,
umumnya + 40 cm dari permukaan tanah
 Kesuburan tanah rendah ( miskin hara )

b) Lahan Gambut topogin


 Terbentuk di daerah rawa sempit (lembah, cekungan antar bukit,
sepanjang aliran sungai)
 Umumnya selalu tergenang air
 Lokasinya lebih rendah dari daerah sekitarnya, sehingga membentuk
rawa cekungan.

III. KENDALA PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT


Gambut merupakan lahan marginal dan rapuh yang pemanfaatannya
memerlukan perencanaan dan penanganan yang cermat. Kekeliruan dalam
membuka lahan ini akan membutuhkan biaya besar dan usaha yang sulit
untuk memperbaikinya.

3.1. KENDALA AGRONOMIS


Beberapa sifat fisik, kimia dan biologis lahan gambut merupakan faktor
pembatas terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit.

3.1.1. Pokok doyong adalah kondisi pertumbuhan yang dapat terjadi di


lahan gambut pada saat tanaman berumur 3 tahun atau lebih. Hal ini
disebabkan karena gambut yang telah dibuat saluran drainase
mengalami penurunan permukaan tanah yang berlangsung sangat
cepat di tahun pertama.

3.1.2. Kemungkinan defisiensi unsure hara kalium (K) dan mikro, terutama
Tembaga (Cu), Seng (Zn) dan Boron (B), karena kandungan unsure-
unsur tersebut dilahan gambut sangat rendah

3.1.3. Bahaya serangan rayap dan Oryctes sp amat besar jika pembukaan
lahan tidak bersih dan banyak batang-batang kayu tertinggal di
lapangan

3.1.4. Potensi produksi lahan gambut rendah disebabkan faktor-faktor


pembatas seperti tersebut di atas.

3.2. KENDALA NON AGRONOMIS

10
3.2.1. Kebakaran
Pada saat bulan kering, lahan gambut memiliki resiko kebakaran
sangat tinggi, karena di dalam areal kemungkinan terjadi defisiensi
air (kering) yang menyebabkan bahan-bahan organic mudah
terbakar

3.2.2. Back flow


Lahan gambut berpotensi terjadi aliran balik (banjir) pada saat bulan
basah, terutama kebun yang letaknya sejajar atau lebih rendah dari
sungai alam di sekitar kebun.

3.3. PAKET TEKNOLOGI

3.3.1 Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :


a) Pengaturan tiga tata air yaitu saluran drainase, tanggul dan pintu air, jika
diperlukan dapat menggunakan pompa penghisap (“Flood Lift Pump”)
b) Pembukaan Lahan dengan prinsip “Zero Burning” dan kayu balok
sebaiknya dikeluarkan dari lahan terutama di jalur tanaman dan pasar
rintis.
c) Pemadatan (“compacting”) di sepanjang jalur tanaman dan pasar rintis
d) Penimbunan dan pemadatan jalan untuk transportasi hasil panen dan
logistik
e) Pemupukan yang benar dan optimal

IV. TAHAPAN PEMBUKAAN LAHAN

4.1. PENYUSUNAN PROGRAM PEMBUKAAN LAHAN GAMBUT

4.1.1. Persiapan pembukaan lahan gambut sebaiknya dimulai minimal 4 – 6


bulan sebelum tahun program. Semua tahapan pekerjaan (time
schedule) agar disusun secara sistematis dan satu sama lain tidak saling
menghambat. Di dalam penyusunan “ time schedule “ tersebut factor
yang paling perlu diperhitungkan ialah : Iklim, Ketinggian Air, Tenaga
Kerja, Alat dan Bahan.

4.1.2. Contoh jadwal kerja kegiatan operasional pembukaan lahan gambut


untuk 2.000 Ha dapat dilihat pada gambar 19.1 di bawah ini.
Kegiatan Agt Sept Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nop

11
Survei tata batas

kontrak kerja

Pembuatan batas blok

Pembuatan saluran drainase

Pembuatan jalan

Imas, tumbang dan cincang

Pancang rumpuk dan stacking

Pembersihan dan pemadatan jalur


tanaman & pasar rintis

Pemancangan titik tanam

Penanaman LCC

Pembuatan lubang tanam

Pengeceran & tanam

Gambar 19.1 Diagram Kegiatan Oprasional Pembukaan Lahan Gambut Untuk Areal 2.000 Ha (
Musim Kemarau pada Bulan Pebruari, Musim Hujan Bulan September – Desember
)

4.2. SURVEY TATA BATAS

4.2.1 Tujuan
a) Membuat peta areal yang akan dikelola
b) Menentukan tata batas konsesi
c) Menetukan topografi areal untuk pengaliran air
d) Mengetahui luas areal konsesi sesuai surat izin pencadangan areal
e) Inventarisasi bentang alam ( parit dan sungai ) dan tata guna tanah di
sekitar tata batas

4.2.2 Waktu pelaksanaan survai tata batas adalah setelah dilaksanakan survai
mikro oleh instansi pemerintah dan disesuaikan dengan rencana kerja
perusahaan.

4.3. PEMBUATAN SALURAN BATAS (PERIMETER DRAIN)

12
4.3.1 Sebelum pembuatan saluran batas dilakukan pekerjaan rintis. Pekerjaan
rintis diikuti dengan pancang kemudian tumbang jalur dan pembuatan
saluran/parit yang bertujuan untuk keluar masuk alat berat.

4.3.2 Ketentuan pembuatan saluran drainase


a) Saluran dibuat di sekeliling batas areal
b) Ukuran saluran : lebar 6 Mtr dan dalam 4 Mtr
c) Hasil galian parit ditimbun kea rah dalam atau luar konsesi tergantung
arah aliran air, yaitu letak parit dibuat sebelum benteng/jalan. Tanah
galian dapat dipergunakan untuk membentuk tanggul yang sekaligus
berfungsi sebagai jalan (Gambar 19.2)

4.3.3 Fungsi tanggul dan saluran drainase


a) Mempertegas batas-batas areal yang akan dikelola
b) Mengatur tinggi permukaan air tanah dan mencegah masuknya air dari
areal sekitar kedalam kebun
c) Mencegah masuknya peladang-peladang liar. Dalam jangka panjang
saluran ini dapat berperan menghambat pencurian buah.
d) Sebagai jalan transportasi buah dan kontrol.

4.4. PEMBUATAN SALURAN DRAINASE

4.4.1 Saluran drainase terdiri dari :


a) Saluran pembuangan (Outlet drain): terletak di luar kebun dan ini harus
dibuat terlebih dahulu.
b) Saluran Utama (Main Drain): arahnya disesuaikan dengan letak dan arah
aliran sungai utama
c) Saluran pengumpul (Collection drain): saluran cabang/sekunder
d) Saluran lapangan (susidary drain):saluran tersier

4.4.2 Waktu pembuatan


a) Saluran pembuangan : setelah diketahui batas konsesi dan sebelum
dimulai pembukaan lahan kurang lebih 4 – 6 bulan sebelum Land Clearing
(LC)
b) Saluran Utama : bersamaan dengan pembuatn saluran batas atau I (satu)
tahun sebelum Land Clearing (LC)\
c) Saluran pengumpul : bersamaan dengan pelaksanaan LC
d) Saluran lapangan: setelah LC atau menjkelang penanaman bibit kelapa
sawit dilapangan.

4.4.3 Ketentuan

13
Keterangan : * Jika seluruh kebun berbatasan dengan Pihak Lain

Lay-out dari jaringan saluran drainase di lahan gambut disajikan pada gambar 19.2
Ukuran (Meter) Jarak antara
Jenis Saluran
Lebar Dalam Saluran (Meter)

Saluran Batas * 5 4 Sesuai Keperluan


Saluran Pembuangan 4 3 Sesuai Keperluan
Saluran Utama 4 2.5 1.000
Saluran Pengumpul 2 1.5 300
Saluran Lapangan 1 0.8 Sesuai dengan
kebutuhan dan
minimum 1 Parit setiap
16 Baris tanaman
Gambar 19.2 Jaringan Saluran Drainase di Lahan Gambut

14
4.4.4 Fungsi / Kegunaan
a) Saluran Pembuangan
 Mengalirkan air dari parit utama langsung ke sungai alam
b) Saluran Utama
 Mengalirkan air ke saluran pembuangan / perimeter
 Sebagai batas blok besar
c) Saluran Pengumpul
 Bermuara pada saluran utama
 Menampung kelebihan air dari saluran lapangan
 Mengatur ketinggian permikaan air di dalam blok
 Sebagai batas blok kecil
d) Saluran Lapangan
 Bermuara di saluran pengumpul
 Mengalirkan genangan air dalam blok

4.5 PENAHAN AIR

4.5.1 Pengelolaan air (“Water Management”) terutama dalam menjaga


permukaan air tanah sangat penting karena bepengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi. Dalam hal ini harus
mendapat perhatian yang serius dari managemen kebun.

4.5.2 Jenis Penahan Air


a) Pintu Air (Water Gate)
 Pintu air berfungsi untuk menahan air luar masuk kea real kebun dan
menahan air dalam kebun apabila permukaan air sudah turun sampai
batas minimal yang dibutuhkan.

 Lokasi pembuatan pintu air adalah dibatas kebun, pertemuan antara


saluran utama/perimeter dengan sungai atau saluran pembuangan

 Spesifikasi pintu air akan dikeluarkan secara tersendiri oleh divisi


Enginering sesuai kondisi lapangan.

 Pada musim hujan, secara berkala pintu air harus selalu dikontrol,
apabila air diluar lebih tinggi dari dalam kebun maka pintu air harus
ditutup demikian sebaliknya. Hal ini perlu dimonitor sepanjang hari
dengan menempatkan petugas khusus di pintu air tersebut

b) Bendungan (Weir)
a. Bendungan berfungsi untuk mempertahankan permukaan air pada
posisi 60 – 80 cm dari permukaan tanah

b. Lokasi pembuatan bendungan adalah di batas saluran pengumpul


dengan saluran utama dan atau di sepanjang saluran pengumpul.
Setiap saluran pengumpul minimal terdapat satu bendungan.

15
c. Bendungan dapat dibuat permanen atau sementara. Bendungan
permanen dibuat dari papan (spesifikasi akan dikeluarkan oleh Divisi
Engneering), sedangkan bendungan sementara dibuat dari karung
yang diisi dengan tanah.

d. Pada awal musim hujan bendungan harus dibuka untuk menjamin


kelancaran pembuangan air dan sekaligus untuk menggantikan air
yang memiliki pH rendah (asam) dengan air hujan, sedangkan pada
akhir musim hujan bendungan harus ditutup kembali. Contoh
bendungan dapat dilihat pad gambar 19.4

(Gambar 19.4. Bendungan (Weir)

4.5.3. Waktu pembuatan disesuaikan kebutuhan berdasarkan analisa kondisi air di


areal.

4.6 PEMELIHARAAN SALURAN DRAINASE

4.6.1. Pemeliharaan saluran drainase meliputi pencucian rumput/sampah/gulma dan


pendalaman saluran sesuai yang diperlukan untuk menjamin kelancaran
pengeluaran air.
4.6.2. Pemeliharaan saluran drainase dengan ketentuan sebagai berikut :

4.6.3 Semprot pinggir parit di saluran pengumpul dilakukan sekali setahun

16
V. PEMBUKAAN LAHAN

5.1. BATAS BLOK (“Blocking”)


5.1.1. Pembuatan batas blok dilakukan setelah survey batas areal

5.1.2. Sebelum menentukan batas blok, terlebih dahulu dilakukan


pekerjaan rintis untuk menentukan jarak batas blok . Pekerjaan rintis
ini akan diikuti oleh petugas pancang yang akan menetukan jalur
saluran utama (Main Drain) yang sekaligus sebagai batas blok.

5.2. IMAS ( “Underbrushing”)


5.2.1. Pekerjaan imas dilakukan minimal 6 (enam) bulan setelah
pembuatan saluran batas blok (main drain) dan saluran batas
(Perimeter drain) serta kondisi areal kering.

5.2.2. Imas yaitu memotong semak-semak dan pohon yang berdiameter <
7.5 cm hingga tidak lebih dari 15 cm dari permukaan tanah.

5.2.3. Mulai dilakukan pekerjaan imas, harus dijaga kemungkinan


terjadinya kebakaran areal.

5.3 TUMBANG CINCANG


5.3.1. Pekerjaan menumbang yaitu membersihkan areal dari tegakan kayu.

5.3.2. Tumbang dilaksanakan setelah pekerjaan mengimas, untuk


pokok/kayu dengan diameter > 7.5 cm. Arah tumbangan harus
sejajar dengan saluran utama untuk memudahkan pekerjaan rumpuk
(mechanical stacking) selanjutnya.

5.3.3. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk keselamatan kerja dalam


penumbangan, yaitu kanopi dan arah angin.

5.3.4. Penumbangan dapat dilakukan dengan gergaji rantai (chain saw).


Output pekerjaan tumbang sangat dipengaruhi oleh kerapatn
tegakan pohon per ha dan diameter pohon.

5.3.5. Ketentuan tinggi tunggul maksimum hasil tumbangan dari


permukaan tanah sebagai berikut :

17
5.3.6. Seluruh ranting (kanopi) pohon yang telah ditumbang harus
dicincang untuk memudahkan pekerjaan mecanikal stacking.

5.3.7. Kayu yang telah ditumbang dan tidak dikeluarkan dari areal harus
dipotong dengan panjnag + 1.5 Mtr. Sebelum dipotong yang
berdiameter diatas 20 cm dikumpulkan untuk dibuat menjadi
jembatan.

5.4. RUMPUK/STACKING

5.4.1 Sebeum rumpuk (mekanical stackng) harus sudah dibuat pancang


untuk saluran pengumpul (Collection drain). Hal ini untuk
menghindari adanya rumpukan di jalur saluran pengumpul.

5.4.2 Pancang rumpukan dilakukan apabila seluruh kayu sudah dicincang.


Lokasi pancang rumpukan nantinya dijadikan dasar gawangan mati
pada saat pancang tanam. Jarak pancang dalam jalur rumpuk
memanjang setiap 50 meter dan tinggi pancang minimal 3 meter.

5.4.3 Kayu hasil cincangan dirumpuk memanjang (dalam panjang


rumpukan) sejajar jalur tanam.

5.4.4 Sepanjang jalur tanam terutama daerah lubang tanam, jarak 2.5
meter arah rumpukan harus benar-benar bersih dari sisa –sisa kayu,
ranting dan tunggul/kayu.

5.4.5 Pada saat pemancangan jalur rumpukan sudah harus ditentukan


pancang untuk saluran lapangan (subsidiary drain)

5.5. PEMBERSIHAN DAN PEMADATAN JALUR TANAM & PASAR RINTIS.

5.5.1. Pembersihan dan pemadatan jalur tanam dan pasar rintis dengan
excavator dilaksanakan bersamaan dengan pekerjaan
rumpuk/stacking.

5.5.2. Sepanjang jalur tanam harus bersih dari kayu besar dan tunggul
dengan diameter dibawah 60 cm harus dibongkar dan disusun di jalur
rumpuk.

5.5.3. Tujuan Pemadatan


a) Menurunkan permukaan lahan gambut secara cepat sampai 30-
50 cm, sehingga dalam proses penurunan permukaan tanah
selanjutnya, akar tanaman sudah menjangkar kuat didalam
tanah. Hal ini dapat membantu perkembangan akar tanaman
danmengurangi kecenderungan tanaman menjadi doyong dan
roboh.

18
b) Memudahkan mobilitas pekerja dalam pengelolaan tanaman
karena tanpa dipadatkan tanah menjadi lunak pada waktu basah
dan mendebu pada waktu kering.

VI. JALAN

6.1. JENIS DAN JARAK ANTAR JALAN

6.1.1. Jenis-Jenis

Main Road (MR) yaitu jalan utama yang menghubungkan semua


afdeling dan kompleks perumahan karyawan dengan luar kebun.
Collection Road (CR) yaitu jalan yang berfungsi untuk transportasi
hasil panen, kontrol dan batas blok.

Jarak antar jalan

Untuk blok standar dengan luas areal 30 ha, maka:

Jalan Utama Jalan produksi


Arah Jalan Utara – Selatan Timur – Barat
Panjang Jalan 300 Meter 1.000 Meter

6.2. PEMBUATAN JALAN

6.2.1. Jalan

6.2.1.1. Jalan dibuat dengan memanfaatkan tanah galian parit


drainase, ditebar dan diratakan di atas badan jalan.

6.2.1.2. Masing-masing jalan dibuat kaki lima di kiri atau kanan


jalan selebar 0.5 – 1.0 meter (hanya sebelah saja sesuai
dengan posisi parit)

6.2.1.3. Ukuran jalan


Jalan Utama Jalan Produksi
Lebar Bersih 7 Mtr (Minimal) 5 – 6 Mtr
Beram 0.5 – 1 Mtr 0.3 – 0.6 mtr
Parit 0.5 – 0.1 Mtr(disesuaikan) 0.5–1Mtr
(disesuaikan)

6.2.2. Pemadatan

6.2.2.1. Penimbunan dan pemadatan untuk Main Road dan


Collection Road dilakukan 2 (dua) tahap, yaitu pertama
pembentukan badan jalan dari hasil galian parit. Tahap

19
kedua adalah penimbunan dengan tanah mineral dan
pemadatan. Sebelum dilakukan penimbunan tanah
mineral harus dibentuk badan jalan sesuai “ punggung
Kerbau” (camber) untuk mengurangi pemakaian tanah
mineral setelah dipadatkan adalah 15 - 40 cm tergantung
kondisi lapisan dasar tanah.

6.2.2.2. Sebelum dilakukan penimbunan, badan jalan harus bersih


dari bahan organik (kayukayuan, gambangan, pelepah
sawit, daun-daun dan sebagainya) dan diratakan dengan
road grader jika diperlukan.

6.2.2.3. Alat-alat yang dipakai untuk pemadatan jalan adalah


compactor..

6.2.2.4. Pengerasan Jalan


a) Pengerasan jalan dilakukan setelah penimbunan
dengn tanah mineral dan dilakukan terhadap jalan
utama dan jalan produksi.
b) Pengerasan jalan utama dengan menggunakan
bahan campuran dengan komposisi sebagai berikut
:
1. 70 % sirtu ( 1.45 ton/m3)
0.70 X 1.45 ton/Mm3 X 1.05 m3 / m = 1.07 ton
/m
2. 30% tanah liat (1,00 ton/ m3)
0,3 X 1,00 ton/m3 X 1,05 m3/m = 0,32 ton/m
c) Badan jalan ditimbun dengan bahan campuran lalu
dipadatkan dengan vibratory compactor.
d) sedangkan pengerasan jalan produksi hanya pada
tempat yang dianggap perlu dengan menggunakan
sirtu tebal 10 – 15 cm dan dipadatkan dengan
vibratory compactor.
e) Penampang melintang jalan di lahan gambut dapat
dilihat pada gambar 19.5

6.2.3. Perawatan Jalan


6.2.3.1. Lapisan permukaan dijaga tetap rata dan tidak boleh ada
air menggenang diatas badan jalan.
6.2.3.2. Bentuk/kemiringan jalan dipelihara dengan baik, untuk
menjamin pengerinagn air di permukaan jalan.
6.2.3.3. Parit jalan harus terpelihara dengan baik, untuk dapat
menampung dan mengalirkan kelebihan air dari
permukaan jalan.
6.2.3.4. Pada jarak 30 – 50 meter dibuat saluran air tepi jalan.
6.2.3.5. Pemeliharaan jalan di lahan gambut mengikuti tanah
mineral.

20
Gambar 19.5 Penampang melintang jalan di lahan gambut

VII. PENANAMAN KACANGAN (LCP)

7.1. KONDISI LAHAN

7.1.1. Lahan yang sudah selesai di LC dan segera akan ditanam kelapa sawit
mutlak perlu dilakukan penanaman kacangan. Tujuan utamanya
adalah untuk menekan pertumbuhan gulma terutama lalang dan
pakis-pakisan.

7.1.2. Untuk lahan yang telah diberakan lebih dari 1 tahun dan gulma yang
tumbuh secara dominan adalah pakis yang tidak merugikan maka
tidak perlu dilakukan penanaman kacangan. Jika gulma yang tumbuh
dominant adalah bukan pakis melainkan gulma lain yang merugikan,
maka perlu dibangun tanaman kacangan penutup tanah.

21
7.2. JENIS DAN TEKNIS PENANAMAN KACANGAN

7.2.1. Jenis dan teknis penanaman kacangan pada lahan gambut dapat
dilihat pada Bab Menanam Kacangan.

VIII. PENANAMAN KELAPA SAWIT

8.1. KERAPATAN TANAMAN

8.1.1. Kerapatan tanaman kelapa sawit dilahan gambut yang lazim adalah
150 pokok per ha dengan jarak tanam 8.8 X 8.8 X 8.8 metre segitiga
sama sisi.

8.2. KETENTUAN PENANAMAN

8.2.1. Ukuran lubang tanam pada daerah gambut bervariasi berdasarkan


kepadatan tanah pada jalur tanaman.

8.2.2. Jika pada jalur tanaman tanahnya padat maka ukuran lubang 60 X
60 X 60 cm.

8.2.3. Pada saat penanaman, posisi kedalaman tanaman setelah


dipadatkan 15 cm di atas permukaan tanah. Hal ini dilakukan agar
pada waktu tertentu tanah tersebut rata atau sejajar dengan
permukaan tanah.

8.2.4. Setiap lubang tanam diberi pupuk berupa :


a) 250 Gr RP
b) 100 Gr CuSO4 dan 15 Gr ZnSO4

8.2.5. Teknis memupuk lubang

8.2.5.1. Tanah galian, terutama top soil dicampur dengan pupuk


RP kemudian dimasukkan ke dalam lubang tanaman
hingga ketinggian 15 cm. Untuk CuSO4 dan ZnSO4
diaplikasikan setelah bibit ditanam.

8.2.5.2. Pemberian pupuk dilakukan dengan takaran yang dibuat


dari pipa PVC yang telah distandarisasi.

IX. PEMUPUKAN.
9.1. Program dan teknis pemupukan TBM dan TM di lahan gambut di sajikan pada
Bab Pemupukan.

22
GUDANG

I. Penerimaan Barang Dan Pengeluaran Barang

1.1. Penerimaan Barang

Penerimaan Barang adalah menerima barang dari Supplier sesuai dengan PO (Purchase
Order) dan Surat Jalan / Surat Pengantar , dan selanjutmya dibuatkan Tanda Terima
Gudang. Dalam penerimaan barang ini akan dijelaskan penerimaan di lihat dari Jenis –
jenis barang yang akan di terima, adalah sebagai berikut :

1.1.1. Penerimaan Kecambah Kepala Sawit.

 Kecambah Kepala Sawit yang diterima dari ekspedisi maupun yang dijemput
sendiri oleh kebun, sesampainya di kebun harus diserah terimakan terlebih
dahulu di Gudang, jangan langsung di bawa ke lapangan.

 Artinya Kecambah Kepala Sawit tersebut harus dibuatkan Tanda Terima


Gudang / Berita Acara terlebih dahulu, kemudian minta Estate Manager /
Asisten Afdeling Bibitan membuat Bon Permintaan Barang, dasar dari Bon
Permintaan Barang tersebut dibuatkan Slip Pengeluaran Barang , setelah itu
Kecambah Kepala Sawit baru boleh diserahkan atau dikirim ke lapangan.

 Kecambah Kepala Sawit yang diterima oleh Gudang harus diserahkan


kelapangan berdasarkan kebutuhan setelah adanya Konfirmasi antara Estate
Manager dengan Asisten Afdeling berdasarkan kebutuhannya masing-masing
dan harus segera di aplikasikan untuk menghindari kerusakan Kecambah
Kepala Sawit karena kelamaan diperjalanan.

 Jika terima Kecambah Kepala Sawit belum mendapatkan Nomor PO, maka
harus dibuatkan berita acara (untuk dapat diserahkan ke lapangan) dan
segera hubungi purchasing untuk mendapatkan PO-nya.

1.1.2. Penerimaan Pupuk

 Kondisi keberadaan / pemenuhan pupuk pada tahun sekarang akan lebih sulit
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya karena semakin
meningkatnya kebutuhan pupuk dengan semakin banyaknya kebun-kebun
sawit baru dan kebutuhan petani-petani kecil (KUD).

 Untuk hal tersebut di atas perkebunan harus mempunyai persiapan yang


matang baik dari segi kecepatan order maupun kesiapan di lapangan / kebun

23
untuk menerima kedatangan pupuk sehingga dapat melakukan aplikasi
pemupukan yang tepat waktu dan tepat dosis.

 Oleh sebab itu kebun harus melakukan persiapan / antisipasi dalam rangka
kedatangan pupuk setelah mengetahui PO-nya maupun belum ada PO, karena
dari tahun ke tahun waktu pengiriman pupuk tidak banyak berubah.

 Adapun persiapan-persiapan yang harus dipersiapkan dan di perhatikan oleh


kebun adalah sebagai berikut :

1. Kondisi Gudang

Kebun harus dapat menentukan gudang-gudang mana yang akan


dijadikan sebagai Gudang Central untuk penampungan stock pupuk (tidak
boleh pakai gudang afdeling kecuali gudang afdeling tersebut ditetapkan
sebagai salah satu gudang central yang secara otomatis akan menjadi
tanggungjawab langsung oleh KTU / Ka. Gudang).

Gudang Afdeling yang dijadikan sebagai gudang central harus diusulkan


oleh kebun untuk mendapatkan persetujuan dari RO dengan memberikan
beberapa alasan seperti segi kapasitas, keamanan dan kelancaran
transportasi.

KTU harus dapat melihat apakah gudang central yang ada dapat
menampung semua pupuk yang akan datang / masuk.
Jika gudang central yang ada tidak mampu menampung material yang
akan masuk (jumlah material yang akan masuk sudah diketahui sejak PO
terbit) , maka untuk penampungan di lapangan terbuka harus
dipersiapkan jauh hari sebelumnya, antara lain :
- Tempat yang aman
- Terpal
- Personal keamanan
- Dan lain-lain.

2. Kondisi Jalan

Untuk mangantisipasi kedatangan material terutama pupuk yang


jumlahnya banyak, maka disamping tempat / gudang yang harus
disiapkan juga kondisi jalan menuju gudang harus disiapkan supaya tidak
terjadi kendala pada saat material datang.

Untuk mengantisipasi masalah jalan ini, maka hal-hal yang harus


diperhatikan dan dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Jadwal / Waktu kedatangan material


Jadwal kedatangan material pupuk adalah sebelum aplikasi pupuk
direalisasikan setiap semester di lapangan.

24
b. Jumlah Material yang akan diterima
Jumlah material pupuk yang akan diterima dapat di antisipasi setelah
PO diketahui ataupun dapat di antisipasi sesuai dengan rencana
kebutuhan yang sudah dapat dihitung.

c. Kondisi Jalan menuju gudang


Apabila kondisi jalan yang akan di lalui tidak memungkinkan dari hasil
pengamatan maka harus dikoordinasikan Estate Manager dan
Bagian Traksi kapan jalan tersebut harus disiapkan sehingga kondisi
jalan siap pada saat material datang.

d. Koordinasi dengan Estate Manager dan bagian Traksi

2. Penerimaan Material Lain

2.1. Penerimaan material selain Kecambah Kepala Sawit dan pupuk adalah seperti
herbisida, pestisida, kacangan, polybag, spare part, alat-alat panen dan lain-lain.

2.2. Material selain pupuk tersebut setelah diterima harus disimpan dalam tempat :
a. Disimpan di gudang central.
b. Tidak boleh disimpan selain gudang central seperti gudang afdeling.
c. Disimpan di tempat yang aman dari pencurian dan aman dari kerusakan dan
kebocoran.

3. Pembuatan Tanda Terima Gudang

3.1. Pembuatan Tanda Terima Gudang dilakukan oleh Kepala Gudang pada saat
barang diterima sesuai PO pada hari itu juga.

3.2. Kesalahan-kesalahan yang masih sering terjadi dalam pembuatan Tanda Terima
Gudang yang diharapkan agar kesalahan-kesalahan tersebut tidak terulang
kembali, adapun kesalahan-kesalahan dalam pembuatan Tanda Terima Gudang
tersebut adalah :

a. Tanda Terima Gudang tanpa PO.


b. Tanda Terima Gudang salah menunjuk PO.
c. Realisasi Quantity Tanda Terima Gudang lebih besar / kecil dari Quantity PO.
d. Tanda Terima Gudang tidak atau salah mencantumkan referensi nama dan
surat jalan / surat pengantar Supplier.
e. 1 (Satu)Tanda Terima Gudang menunjuk dua PO.
f. Tanda Terima Gudang salah tanggal.
g. Tanda Terima Gudang tidak distempel / cap.
h. Tanda Terima Gudang tidak dibuat 1 x 24 jam.
i. Tanda Terima Gudang tidak mencantumkan nama yang jelas sipenanda
tangan yang berwenang (Surat Jalan harus ditanda tangan, nama jelas dan
distempel).
j. Coretan / Tip Ex pada Tanda Terima Gudang.

25
4. Pengeluaran Barang

Pengeluaran Barang adalah mengeluarkan barang dari gudang berdasarkan Bon


Permintaan Barang dan Slip Keluar Barang yang sudah disetujui dan barang tersebut
akan dipakai di lapangan maupun dipindahkan / di mutasikan ke kebun / PT lain.

A. Mutasi Barang

A.1. Mutasi Barang adalah mengeluarkan barang dari gudang yang bukan
untuk di pakai sendiri melainkan unutk dipindahkan / dijual ke kebun /
PT. lain berdasarkan PO.

A.2. Jadi mutasi barang dapat dilakukan apabila :


1. Ada Purchase Order (PO) dari RO/HO.
2. Tidak boleh dikelurkan barang tanpa ada PO.

A.3. Mutasi barang dilakukan setelah ada PO dari RO/HO yang selanjutmya
dibuatkan Slip Keluar Barang mutasi dengan mencantumkan keterangan
Nomor PO, Nomor Tanda Terima Gudang (bila diketahui) dan kode
pemakaian, dan oleh si penerima dibuatkan Tanda Terima Gudang
dengan mencantumkan nomor PO, Nomor Slip Keluar Barang (bila
diketahui).

B. Karung Pupuk kembali ke Gudang

B.1. Pengeluaran material pupuk dapat dilakukan apabila pemakaian pupuk


sebelumnya dapat dipertanggungjawabkan, salah satunya adalah
dengan memastikan bahwa pupuk tersebut telah di pakai dengan
mengembalikan karung pupuk sebelumnya.

B.2. Karung pupuk tersebut dapat di manfaatkan kembali sehingga bila


membutuhkan karung tidak perlu membeli lagi.

B.3. Pupuk yang sudah dikeluarkan dari gudang, karung pupuk tersebut harus
dikembalikan ke gudang dan pemanfaatan karung tersebut di monitor
oleh gudang central.

C. Rencana Pemakaian Barang

C.1. Pengeluaran Barang harus dilakukan sesuai dengan rencana yang


diajukan dan disetujui baik rencana mingguan, bulanan, triwulan,

26
semester maupun tahunan yang sudah ditetapkan oleh management
HO.

C.2. Oleh sebab itu untuk menjaga supaya pemakaian barang tidak menyimpang
dari Buget Tahunan yang sudah ditetapkan maka si pemakai (Kebun /
Afdeling) harus mengajukan rencana pemakaian barang ke Gudang.

C.3. Rencana pemakaian / kebutuhan barang yang diajukan ke gudang harus


di buatkan setiap periode yaitu :
a. Rencana Semester
b. Rencana Triwulan
c. Rencana Bulanan
d. Rencana Mingguan
e. Harian

D. Pemakaian Barang / Realisasi Barang Di Lapangan

1. Pemakaian barang / realisasi barang di lapangan terjadi apabila adanya


permintaan dari si pemakai barang berdasarkan kebutuhan di lapangan yang
sudah di setujui dan oleh gudang akan dikeluarkan dengan mengeluarkan Slip
Keluar Barang.

2. Barang dikeluarkan dari Gudang, harus :


a. Barang tersebut harus sudah dipakai dalam waktu 2 (dua) hari dari
tanggal dikeluarkan Slip Keluar Barang dan apabila belum dipakai harus
di kembalikan ke gudang.
b. Barang tersebut harus dipakai sesuai dengan permohonan tidak boleh
pindah-pindah ke Afdeling lain.
c. Barang sisa yang tidak habis di pakai harus dikembalikan ke gudang,
tidak boleh dijadikan stock afdeling.
d. Kepala Gudang / KTU harus melakukan pengecekan di lapangan /
afdeling terhadap barang yang dikeluarkan.
Pelaporan pemakaian barang di lapangan dapat memanfaatkan krani
afdeling yang ada di setiap kantor afdeling.
e. Penyimpangan dari pemanfaatan terhadap barang yang sudah
dikeluarkan tersebut akan di kenakan sanksi, baik terhadap si pemakai
(Estate Manager & Asisten Afdeling) maupun terhadap
penanggungjawab (KTU & Kepala Gudang).

3. Sistim prosedur, pengawasan dan sanksi terhadap barang yang sudah


dikeluarkan akan dijelaskan sebagai berikut :

A. Sisa Pemakaian Barang yang ada di Afdeling


Barang yang sudah dikeluarkan dari gudang, baik sisa, sama sekali tidak
atau belum di pakai, maka :
1. Barang tersebut hanya boleh nginap selama 2 (Dua) hari dari tanggal
Slip Keluar Barang (SKB).

27
2. Barang tersebut harus dikembalikan ke gudang dan oleh gudang
dikelurakan SKB return ( Jadi tidak boleh ada stock Afdeling ).
3. Apabila barang tersebut oleh Asisten belum sempat dikembalikan ke
gudang maka Asisten harus memberikan informasi kapan barang
tersebut akan dikembalikan ke gudang (toleransi waktu 24 jam)
sehingga barang tersebut di bawah pengawasan gudang.
4. Barang tersebut tidak boleh dipindahkan ke Afdeling lain
(menyimpang dari SKB).

B. SKB – Return
B.1. SKB – Return adalah sarana prosedur untuk membukukan barang
yang telah dikeluarkan dari gudang (sudah di buatkan SKB) dan
barang tersebut dikembalikan ke gudang karena tidak dipakai
ataupun sisa pemakaian.

B.2. Jadi pengembalian barang dari lapangan (yang sudah di buatkan SKB)
ke gudang, jangan dibukukan dengan membuat Tanda Terima
Gudang (TTG), yang benar adalah membukukan dengan membuat
SKB – Return.

C. Control / Pengawasan Pemakaian Material


C.1. Pengawasan / control pemakaian material adalah control yang
dilakukan oleh Kepala Gudang / KTU untuk memastikan apakah
barang yang sudah dikeluarkan dari gudang benar-benar dipakai
sesuai permintaan yang di setujui atau tidak di pakai.
C.2. Jadi tugas dari KTU / Kepala Gudang dalam hal pemakaian material
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Memastikan barang yang dikeluarkan tersebut, dipakai sesuai
dengan permintaan yang disetujui.
b. Memastikan barang yang dikeluarkan tersebut tidak dipakai /
pindah ke afdeling lain.
c. Memastikan barang yang dikeluarkan tersebut tidak dijadikan
stock afdeling.
d. Memastikan barang yang dikeluarkan tersebut tidak di salah
gunakan.
e. Memastikan barang yang dikeluarkan tersebut sesuai dengan
laporan pemakaian di lapangan.
f. Mengecek apakah ada sisa pemakaian barang di Afdeling.

D. Sanksi terhadap Barang yang sudah dikeluarkan


1. Sanksi yang dimasudkan untuk menjamin bahwa barang yang sudah
dikelurkan benar-benar dipakai sesuai dengan permintaan yang
sudah disetujui, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan pamakaian
barang atau kehilangan barang.
2. Adapun sanksi-sanksi yang dapat dikenakan terhadap si pengeluar
maupun si pemakai barang, akibat dari barang yang sudah
dikeluarkan (di SKB) adalah sebagai berikut :

28
2.1. KTU dan Kepala Gudang
a. Adanya stock barang afdeling (lebih dari 2 hari) yang tidak
diketahui oleh gudang.
b. Adanya stock barang afdeling yang sudah diketahui oleh
gudang (sudah lebih dari 24 jam) tapi tidak dikembalikan
ke gudang.
c. Barang yang sudah dikembalikan dari lapangan, tapi tidak
dibuatkan SKB – Return.
d. Adanya pemindahan stock barang antar afdeling yang
tidak sesuai dengan prosedur.
e. Adanya stock material di luar pupuk yang disimpan bukan
di gudang central.
f. Adanya penyimpanan material di luar gudang yang di
setujui.

2.2. Estate Manager dan Asisten Afdeling


a. Adanya stock barang afdeling (lebih dari 2 hari) yang tidak
dikembalikan ke gudang central atau tidak dilaporkan.
b. Memindahkan material ke afdeling lain tanpa
sepengetahuan gudang atau tidak sesuai dengan prosedur
gudang.
c. Adanya penyalahgunaan pemakaian barang yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan.
d. Terjadinya kehilangan / pencurian barang dari barang yang
di ambil dari gudang.
5. Stock Opname

5.1. Stock Opame adalah suatu kegiatan yang dilakukan unutk mengecek atau
memeriksa apakah ada perbedaan antara laporan stock di buku (stock card)
/ catatan dengan stock fisik gudang yang hasilnya dalam bentuk laporan
stock opname.

5.2. Jadi dengan adanya kegiatan stock opname ini akan diketahui :
a. Apakah ada perbedaan / selisih antara laporan stock di buku / catatan
dengan stock fisik di gudang.
b. Apakah ada kesalahan / kelupaan dalam pencatatan di buku.
c. Apakah kondisi fisik barang di gudang dalam keadaan aman dari
kerusakan, kebocoran atau kehilangan.
d. Apakah penyusunan / penyimpanan barang di dalam gudang tertata rapih
dan mudah untuk diperiksa.
e. Apakah kondisi gudang dalam keadaan baik / layak dan kebersihan
terjaga.

5.3. Stock Opname harus dilakukan secara rutin setiap periode, yaitu :
a. Kepala Gudang
Melakukan stock opname setiap minggu.

29
b. Kepala Tata Usaha (KTU)
Melakukan stock opname setiap bulan.

5.4. Disamping stock opname dilakukan secara periodik, juga dilakukan sewaktu-
waktu atau bisa juga setiap hari secara random baik dilakukan oleh
Administratur, KTU, Kepala Gudang maupun personel HO.

6. Keamanan

6.1. Keamanan adalah kondisi gudang yang dapat menjamin keamanan barang
yang disimpan di dalamnya.

6.2. Keamanan barang terjamin kalau kondisi gudang tersebut :


a. Aman dari kecurian atau kehilangan.
b. Aman dari kerusakan atau kebocoran.
c. Ada personel keamanan.
d. Dekat dengan kantor besar.
e. Sering dilakukan pengecekan atau control.

7. Penyusunan Barang

7.1. Penyusunan barang adalah penyimpanan dan penyusunan barang ke dalam


gudang dengan maksud sebagai berikut :
a) Barang tersebut mudah di hitung / di control.
b) Barang tersebut aman dari kerusakan / kebocoran.
c) Barang tersebut mudah unutk dikeluarkan.
d) Barang dan Gudang tersebut kelihatan rapi, bersih, dan enak di
pandang.

8. Penyimpanan Barang

8.1. Penyimpanan barang adalah menyimpan material di dalam gudang yang


aman dari pencurian / kehilangan maupun aman dari kerusakan / kebocoran
dan memudahkan dalam melakukan pengawasan maupun perhitungan /
stock opname.

8.2. Adapun mengenai sarana penyimpanan barang (Gudang) akan dijelaskan


sebagai berikut :
A. Gudang
a). Gudang sebagai sarana untuk menyimpan barang adalah gudang yang
diperbolehkan untuk menyimpan barang yang diterima baik dari
supplier maupun dari sisa pemakaian dari lapangan (Barang yang
diterima dengan Tanda Teima Gudang maupun SKB – Return)

b). Gudang-gudang yang ada di kebun dapat dikatagorikan menurut


fungsinya adalah sebagai berikut :

30
I. Gudang Central
1. Gudang Central adalah gudang yang dijadikan sebagai
gudang utama yang dapat dipakai untuk menyimpan semua
barang dan yang paling aman dan paling mudah untuk
melakukan control.
2. Gudang Central digunakan untuk menyimpan barang /
material :
a. Pupuk
b. Herbisida dan Pestisida
c. Polybag dan Kacangan
d. Spare Part
e. Alat-alat Panen
f. Dan Lain-lain.

II. Gudang Central Afdeling / Tambahan


1. Gudang Central Afdeling adalah gudang yang letaknya di
Afdeling yang dijadikan sebagai tambahan gudang central
sebagai akibat dari ketidakmampuan dari gudang central
untuk menampung barang.
2. Jadi seandainya gudang Central dapat menampung semua
material yang ada maka tidak diperbolehkan untuk
mempunyai gudang central di afdeling / tambahan.
3. Gudang Central Afdeling diperuntukan untuk menyimpan
barang / material :
a. Hanya Pupuk
b. Tidak boleh untuk menyimpan selain pupuk seperti
herbisida, pestisida, kacangan, polybag dan lain-lain.

III. Gudang Afdeling


1. Gudang Afdeling adalah gudang yang letaknya ada di masing-
masing afdeling yang diperuntukan hanya sebagai transit
barang yang di pakai di lapangan.
2. Jadi fungsi dari Gudang Afdeling adalah sebagai berikut :
a. Menyimpan barang transit yang akan di aplikasikan
segera ke lapangan (menyimpan sementara barang yang
sudah dikeluarkan dari gudang central untuk
diaplikasikan segera ke lapangan).
b. Menyimpan barang transit yang akan dikembalikan ke
gudang central (menyimpan sementara sisa pemakaian
barang dari lapangan yang akan dikembalikan ke gudang
central).

31
STANDARD OPERATION PROCEDURE
PALM OIL PLANTATION
KASTRASI

I. PENDAHULUAN

1.1. Kastrasi merupkan pekerjaan penting sebelum tanaman beralih dari TBM
ke TM. Tanaman kelapa sawit mulai mengeluarkan bunga setelah
berumur 14 bulan, tergantung pertumbuhannya. Pada saat tersebut ,
bunga-bunga itu masih belum sempurna membentuk buah sampai
tanaman berumur sekitar 22 bulan sehingga tidak ekonomis untuk diolah.
Oleh karena itu, semua bunga maupun buah yang keluar sampai dengan
umur 22 bulan ini perlu dibuang atau dikastrasi.
1.2. Kastrasi adalah membuang semua produk generatif yaitu bunga jantan,
betina dan seluruh buah yang berguna untuk mendukung pertumbuhan
vegetatif kelapa sawit. Pelaksanaan kastrasi terakhir dilakukan 6 (enam)
bulan sebelum pokok dipanen.
1.3. Tujuan dilakukannya pekerjaan kastrasi adalah :
a. Mengalihkan nutrisi untuk produksi buah yang tidak ekonomis ke
pertumbuhan vegetatif.
b. Pokok sawit yang telah dikastrasi cenderung lebih kuat dan seragam
dalam pertumbuhannya.
c. Pertumbuhan buah yang lebih besar dan seragam beratnya.
d. Menghambat perkembangan hama dan penyakit (Tirathaba,
Marasmius, tikus dan sebagainya.

II. PERSIAPAN KASTRASI


2.1. WAKTU PELAKSANAAN
2.1.1. Kastrasi mulai dilasanakan jika lebih dari 50% pokok kelapa sawit dalam
satu blok telah mengeluarkan bunga (jantan dan atau betina). Pada
umumnya kastrasi mulai dilakukan saat tanaman berumur 14 bulan di
lapangan.
2.1.2. Rotasi kastrasi adalah 2 (dua) bulan sekali sampai tanaman berumur 22
bulan. Untuk kondisi tanaman tertentu, apabila diperlukan rotasi
kastrasi 1 (satu) bulan sekali harus mendapat persetujuan tertulis dari
Regional Head.

2.2. PERALATAN KASTRASI


2.2.1. Alat yang digunakan untuk kastrasi adalah dodos dengan lebar
mata 7,5 Cm ( 3 “ ) dan modifikasi arit kecil.

2.3. KEBUTUHAN TENAGA KASTRASI


2.3.1. Norma prestasi tenaga kastrasi adalah 1,5 – 2,0 Ha/HK atau 0,5 –
0,7 HK/Ha. Untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja per hari
adalah :
BIAYA POTONG
BUAH

Jumlah tenaga kastrasi per hari : Total luas areal katrasi (Ha) x 0,5 – 0,7 HK/Ha
2 bulan x 25 hari

2.3.2. Setiap afdeling harus membuat kelompok (gang kerja kastrasi).


Untuk 1.000 Ha dibutuhkan 14 – 20 tenaga kastrasi per hari.
Jumlah tenaga kerja tersebut tergantung topografi dan kondisi
tanaman.
2.3.3. Tenaga kastrasi dapat dipersiapkan sebagai karyawan potong buah
sehingga pada saat mulai panen telah tersedia karyawan potong
buah.

III. ORGANISASI KASTRASI

3.1. Setiap afdeling membentuk 1-2 kelompok (gang) kerja kastrasi dan untuk
mengoptimumkan pengawasan, maka setiap kelompok kerja pada
umumnya tidak melebihi 25 orang.
3.2. satu orang mengancak 2 (dua) baris tanaman kiri dan kanan.

3.3. Tenaga katrasi harus memotong dan membuang semua bunga (jantan dan
betina) dan TBS dengan menggunakan dodos kecil dan atau modifikasi arit
kecil. Teknis pelaksanaan dan pokok hasil kastrasi dapat dilihat pada
Gambar 12.1.
3.4. Bunga dan buah yang telah dipotong diletakkan di pinggir piringan arah
pasar rintis/gawangan hidup. Hal ini bertujuan untuk memudahkan
pengamatan hama/penyakit yang menyerang bunga dan buah (misalnya
Tirathaba, Marasmius dan lain-lain) serta pengendaliannya jika diperlukan.

Gambar 12.1. Teknis Pelaksanaan dan Pokok Hasil Kastrasi


Standard Level Pencapaian Prioritas
Sangat Baik Butuh Tdk
No Nama Deskripsi Sempurna Beral Kritis
baik Normal Perbaikan Memuaskan
1 Timeliness of castration Deviation in days(day) 4 3 2 1 0 150 Yes/No
Ketetapan waktu kastrasi Penyimpangan dalam
hari

2 Castration quality Percentage (%) of missed


palms and castrated
Kualitas kastrasi flowrs/fruits placemet
Persentase (%) pokok
yang tidak dikastrasi dan 0 1-5 6 - 10 11 - 15 > 15 150 Yes
penempatan
bunga/buah kastrasi
tidak tepat.
2.a. Percentage (%) of missed palms 0,0 = 60
Persentase (%)pokok yang hasil 0,1 - = 58
tidak terkastrasi. 1,1 - = 56 100 96-99 90 - 95 85 - 89 < 85 150 Yes
2,1 - = 54
> = 52
2.b. Percentage (%) of palm with 0,0 = 40
improper flowers/fruita 0,1 - = 38
placement. 1,1 - = 36
Percentase (%) terhadap pokok 2,1 - = 34
yang hasil kastrasi bunga dan > = 32
buah tidak pada tempatnya

Total 100
STANDART PENGUKURAN KASTRASI
I. Ketepatan Waktu Kastrasi
1.1 Ketepatan waktu kastrasi diukur berdasarkan penyimpangan waktu program kastrasi
dalam satuan hari.

1.2 Rotasi kastrasi adalah 2 (dua) bulan sekali sampai tanaman berumur 23 bulan. Untuk
kondisi tanaman tertentu, apabila diperlukan rotasi kastrasi 1 (satu) bulan sekali harus
mendapat persetujuan tertilis dari Regional Head.

II. Kualitas Kastrasi


2.1. Pokok yang tidak teerkastrasi diukur berdasarkan jumlah pokok yang masih terdapat
produk generatif yaitu bunga jantan dan betina dan seluruh buah.

2.2. Kastrasi mulai dilaksanakan jika lebih dari 50% pokok kelapa sawit dalam satu blok telah
mengeluarkan bunga (jantan dan betina). Pada umunya kastrasi mulai dilakukan saat
tanaman berumur 14 -17 bulan di lapangan.

2.3. Pemeriksaaan pokok dilaksanakan secara sampling. Pemeriksaan ditetapkan minimal 6


pasar rintis (12 baris tanaman) di dalam satu blok seluas 30 -40 Ha yang mempunyai
total barisan 128 baris atau sampling sebesar 10%. Kumlah blok yang diperiksa
berdasarkan blok yang telah dikastrasi setiap harinya.

2.4. Barisan tanaman yang diperiksa untuk masing-masing bolk bia berbeda, yang terpenting
antara pasar yang satu dengan yang lainnya tidak berdekatan (menyebar).

2.5. Pokok yang hasil kastrasi (bunga dan buah) tidak pada waktunya

2.5.1. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan jumlah pokok yang hasil kastrasinya


(bunga dan buah) tidak diletakkan di pinggir piringan arah pasar
rintisan/gawangan hidup. Hal ini bertujuan untuk memudahan pengamatan
hama/penyalit yang menyerang bunga dan buah (misalnya Tirathaba,
Marasmius dan lain-lain) serta pengendalianya jika diperlukan.

2.5.2. Pemeriksaan bersamaan dengan pemeriksaan pokok yang tidak dikastrasi.

6 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
POTONG BUAH (PANEN)

I. PENDAHULUAN
1.1. Pekerjaan potong buah adalah pekerjaan utama di perkebunan kelapa sawit dikarenakan
hasil dari pekerjaan tersebut langsung menjadi sumber pemasukan uang bagi perusahaan
melalui penjualan minyak kelapa sawit (MKS) dan inti kelapa sawit (IKS). Oleh karena itu,
tugas utama karyawan (staf dan non staf) di lapangan adalah mengambil buah dari pokok
dan mengantarnya ke pabrik sebanyak-banyaknya dengan cara dan dalam waktu yang
tepat (pusingan potong buah dan transport). Cara yang tepat akan mempengaruhi
kuantitas produksi (TBS dan MKS atau CPO), sedangkan waktu yang tepat akan
mempengaruhi kualitas produksi (asam lemak bebas atau FFA).

1.2. Produksi MKS atau IKS per hektar di suatu kebun dapat menunjukkan tingkat produksi
yang dicapai sudah maksimal atau belum Produksi yang maksimal hanya dapat dicapai
apabila losses (kerugian produksi minimal). Dengan demikian pengertian menaikkan
produksi adalah memperkecil losses, sehingga inti pekerjaan potong buah adalah
memeperkecil losses produksi.

1.3. Sumber losses produksi di lapangan ialah :


a) Buah mentah
b) Buah masak tinggal di pokok
c) Brondolan tidak dikutip
d) Buah atau brondolan dicuri
e) Buah di TPH tidak diangkut ke PMKS

II. PERSIAPAN POTONG BUAH

2.1. SEKSI POTONG BUAH

2.1.1. Jumlah seksi potong buah disusun menjadi 6 (enam) seksi, yaitu : A, B, C, D, E dan
F, sehingga rotasi panen per bulan bervariasi antara 3,5-4,5 kali.
2.1.2. Seksi potong buah disusun sedemikian rupa sehingga :
a. 1 (satu) seksi harus selesai dipanen 1 (satu) hari
b. Mempermudah pindah ancak dari satu blok ke blok lain
c. Mempermudah kontrol Asisten, Mandor-1 dan Mandor Panen
d. Transport TBS lebih efisien
e. Output pemanen lebih tinggi
2.1.3. Penetapan seksi potong buah dilakukan searah atau berlawanan arah dengan
jarum jam dan besarnya luas setiap seksi ditentukan berdasarkan perhitungan
potensi produksi masing-masing blok dari hasil sensus produksi semester.

7 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Apabila potensi produksi setiap blok yang ada relatif homogen (hampir sama),
maka luas seksi A, B, C, D dan F adalah sama, sedangkan seksi E (hari Jumat)
luasnya adalah 5/7 dari luas seksi yang lain.
2.1.4. Penetapan seksi E (hari Jumat) sebaiknya diusahakan areal yang paling dekat
dengan emplasemen/pondok karyawan.
2.1.5. Dilarang potong buah pada hari Minggu atau hari libur terkecuali untuk ganti hari
hujan atau libur tertentu (hari raya).

2.2. PERALATAN POTONG BUAH

2.2.1. Alat-alat kerja potong buah yang akan digunakan berbeda menurut tinggi
tanaman. Penggolongan alat kerja dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini :

PENGGUNAAN /
No NAMA ALAT SPESIFIKASI
PEMAKAIAN
1. Dodos Kecil Lebar mata 8 cm, lebar tengah 7 cm, tebal Potong buah tanaman
tengah 0,5 cm, tebal pangkal 0,7 cm, diameter umur 3 s/d 4 tahun
gagang 4,5, panjang total 18 cm
2. Dodos Besar Lebar mata 12-14 cm, lebar tengah 12 cm, Potong buah tanaman
tebal tengah 0,5 cm, tebal pangkal 0,7 cm, umur 5 s/d 8 tahun
diameter gagang 4,5 cm, panjang total 20 cm
3. Pisau Egrek Panjang pangkal 20 cm, panjang pisau 45 cm Potong buah tanaman
Sudut lengkung dihitung pada sumbu 135º umur diatas 9 tahun
berat 0,5 Kg. (tinggi pokok >3m)
4. Angkong Sesuai spesifikasi yang ada Sebagai tempat atau
wadah buah/TBS dan
brondolan untuk
diangkut ke TPH
5. Keranjang Diameter keranjang 60-70 cm dan tinggi 40 Sebagai tempat atau
cm, panjang tali keranjang 40-50 cm wadah buah/TBS dan
brondolan untuk
diangkut ke TPH
6. Goni eks Sebagai tempat atau
Pupuk wadah buah/TBS dan
brondolan untuk
diangkut ke TPH
7. Kapak Sesuai spesifikasi yang ada Sebagai alat pemotong
tangkai tandan yang
panjang pada tanaman
umur diatas 9 tahun
8. Tali Nilon 0,5 mm dipilin 3,1 kg mempunyai panjang 43 Pengikat pisau egrek
m dapat dipakai untuk 5 egrek
10. Bambu Egrek Panjang 10-11 m, tebal 1-1,5 cm dan berat Gagang pisau egrek
2,5-3 kg/m.
Diameter ujung 4-5 cm dan diameter pangkal
6-7 cm.
PENGGUNAAN /
No NAMA ALAT SPESIFIKASI
PEMAKAIAN

8 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
11. Alluminium a. Ø 1¼” (32mm)-P 20’ (6m)+ Ø 1½” Sebagai gagang pisau
Pole (38,1mm)-P 20’ (6m)+ Ø 1¾” (42,3mm)-P egrek.
a. Ebor Gold 20’ (6m) Ebor Gold Pole lebih
Pole b. Ø 1½” (38,1mm)-P 30’ (9m)+ Ø 1¾” berat, keras dan tahan
b.Ultra-Light (42,3mm)-P 20’ (6m)+ Ø 1” (mm)-P 20’ lama serta digunakan
Pole (6m)+ Ø 1½” (38,1mm)-P 20’ (6m) + Ø 1¾” pada pokok yang lebih
(42,3mm)-P 25’ (7,5m) rendah dibanding
dengan Ultra-Light Pole
12. Gancu Best beton 3/8’ dan panjang sesuai dengan Memuat dan
kebiasaan setempat membongkar buah/TBS
dari dan alat transport
13. Tojok Disesuaikan dengan kebiasan setempat Memuat dan
membongkar buah/TBS
dari alat transport
2.2.2. Selaian itu, alat-alat perlengkapan lainnya harus disediakan untuk keperluan
pemeriksaan mutu buah atau pekerjaan lainnya, yaitu :
NO. NAMA ALAT PENGGUNA/PEMAKAI KEGUNAAN
1. Gancu Asisten, Mandor-1, Mandor Menghitung dan memeriksa
Panen dan Mantri buah mutu buah/TBS
2. Gancu dengan Kerani buah Menandai buah/TBS yang sudah
stempel dihitung
3. Pensil krayon Kerani buah Menandai buah mentah (buah A)
merah
4. Buku Kerani buah Mencatat jumlah janjang
Penerimaan pendapatan
Buah Kelapa
Sawit
5. Buku Manager, Askep, Asisten, Mencatat jumlah janjang
Pemeriksaan Mandor-I, Mandor Panen, pendapatan karyawan potong
Mutu Buah dan Mantri Buah buah
Ancak Panen Mencatat hasil pemeriksaan
mutu buah dan ancak panen
6. Notes Mandor Panen dan Kerani Mencatat premi karyawan
Karyawan Buah potong buah
Potong

2.3. KEBUTUHAN TENAGA POTONG BUAH


2.3.1. Perhitungan jumlah tenaga potong buah harus berdasarkan pada kebutuhan
tenaga sesuai dengan perhitungan anggaran atau budget yang ada. Secara rata-
rata kebutuhan tenaga potong buah dapat dihitung dengan memakai perhitungan
sebagai berikut :

Total Luas TM (ha)


Jumlah Tenaga = ________________________
Potong Buah
6 x (2,5 s/d 3,5) ha

9 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
2.3.2. Setiap tukang potong buah bekerja di areal seluas 15-21 ha TM atau areal 5.000 ha
diperlukan 238-333 tukang potong buah. Daerah dengan topografi
berbukit/bergunung memerlukan tenaga potong buah lebih banyak dibanding
dengan daerah datar/bergelombang.
2.3.3. Perhitungan kebutuhan tenaga potong buah yang akan dialokasikan setiap harinya
harus berpedoman kepada hasil sensus kerapatan buah yang dibandingkan
dengan output rata-rata tenaga potong buah yang dapat dicapai setiap hari pada
bulan berjalan. Mandor Panen setelah mengancak tukang potong buah
melaksanakan sensus kerapatan buah pada ancak yang dipanen besok.
2.3.4. Asisten dan Mandor harus mengamati sensus kerapatan buah matang secara acak
di seksi yang akan dipanen keesokan harinya. Persentase panen untuk besok hari
dapat juga diketahui dengan menghitung persentase panen hari ini dengan
menghitung pokok yang bekas dipanen. Persentase panen untuk besok hari tidak
akan jauh berbeda dari persentase panen hari ini apabila seksi yang akan dipanen
besok hari mempunyai komposisi umur tanaman yang sama dengan seksi panen
hari ini. Atas dasar ini dan kemajuan pusingan, diadakan penyesuaian jumlah
tukang potong.

III. MUTASI DARI TBM MENJADI TM


3.1. Mutasi dari TBM (Tanaman belum Menghasilkan) menjadi TM (Tanaman Menghasilkan)
adalah suatu masa yang sangat perlu mendapat perhatian, baik dari segi lamanya masa
TBM maupun dari segi persiapan yang perlu dikerjakan sebelum mulai panen. Kedua
aspek tersebut sangat perlu dalam rangka mencapai keuntungan per hektar yang lebih
cepat dalam arti mempersingkat masa TBM.
3.2. Dengan memperhatikan (1) genetik tanaman sekarang ini, (2) kultur teknis pembukaan
lahan untuk tanaman baru dan (3) pemeliharaan tanaman yang semakin maju, maka
masa TBM telah dapat dipersingkat yang biasanya 36 bulan menjadi 30 bulan.
3.3. Suatu areal TBM dengan kondisi normal dapat dimasukkan kea real TM apabila telah
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) Umur tanaman rata-rata tanaman 30 bulan atau keatas
b) Kerapatan panen >20 %
c) Berat janjang rata-rata >2,5 kg
d) Pada areal TM dengan kondisi tidak normal (misalnya : banyak sisipan), apabila tidak
memenuhi ketiga syarat tersebut di atas maka dapat dilakukan pelaksanaan potong
buah (“scout harvesting”) bila ada persetujuan dari Group Manager atau GM
3.4. Persiapan sebelum mulai panen pada umur 30 bulan akan sangat menentukan
pencapaian jumlah ton TBS per hektar yang meliputi :
a) Pasar rintis : setiap baris harus ada 1 pasar rintis dan kondisinya selalu bersih
b) Cincang guling yaitu mencincang kayu balok yang posisinya melintang di tengah pasar
rintis
c) Tempat pengumpulan hasil (TPH) : setiap 3 pasar rintis dibuat 1 TPH dengan ukuran 3
x 4 m2 yang kondisinya harus tetap bersih.
Denah posisi dan bentuk nomor TPH dapat dilihat pada gambar 13.1.
d) Satu TPH mencakup 100-110 pokok (areal datar-bergelombang), sedangkan areal
berbukit-bergunung mencakup 70-80 pokok/TPH
e) Titi panen harus dipasang sesuai dengan letak TPH dan “tidak boleh menggunakan
batang kelapa”
10 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
f) Tunas pasir, kastrasi dan sanitasi harus dilakukan
g) Karyawan potong buah dan peralatannya harus sudah disiapkan

Keterangan :
♣ = Pokok Kelapa Sawit = Titi Panen

= TPH = Prit

= Pasar Rintis
11 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Warna Dasar Biru
Nomor Blok (putih)
A2
Diameter Lingkaran = 15 Cm

25
Nomor TPH (putih)

Gambar 13.1. Denah Posisi dan Bentuk Nomor TPH


KRITERIA MATANG PANEN
4.1. Kriteria umum untuk tandan buah yang dapat dipanen adalah berdasarkan jumlah
brondolan yang terlepas dari tandannya dan jatuh ke tanah secara alami atau dengan
istilah lain menghasilkan brondolan dalam jumlah tertentu. Buah dapat dipanen jika
dipenuhi kriteria sebagai berikut :
“untuk tiap 1 kg berat tandan terdapat 1 brondolan lepas TPH yang bukan brondolan
parthenokarpi atau brondolan muda karena serangan tikus atau penyakit”, misalnya
BJR (berat janjang rat-rata) blok adalah 10 kg maka buah yang dapat dipanen pada blok
tersebut apabila brondolan yang lepas ada 10 butir di TPH. Jika ada 9 brondolan saja
maka dianggap buah mentah.
4.2. Apabila terdapat kriteria yang berbeda dengan standar tersebut diatas disebabkan
pertimbangan-pertimbangan khusus misalnya kondisi topografi areal, ketinggian pokok
dan lain-lain maka harus mendapat persetujuan dari managemen.
4.3. Untuk memudahkan pemahaman terhadap kriteria matang panen tersebut diatas, maka
contoh daftar berikut ini digunakan sebagai acuan yaitu sebagai berikut :
UMUR
BJR (Kg) BRONDOLAN KEMATANGAN BUAH
TANAMAN
0–9 Buah masih mentah (A)
3 – 7 TAHUN <0 ≥ 10 Buah telah masak (N)
Gagang busuk Buah telah busuk (E)
0 – 13 Buah masih mentah (A)
8 – 20 TAHUN 14 ≥ 14 Buah telah masak (N)
Gagang busuk Buah telah busuk (E)
0 – 24 Buah masih mentah (A)
> 20 TAHUN 25 ≥ 25 Buah telah masak (N)
Gagang busuk Buah telah busuk (E)
IV. PUSINGAN/ROTASI POTONG BUAH
5.1. Pusingan/rotasi potong buah merupakan salah satu aspek atau faktor yang paling
menentukan di lapangan untuk mendapatkan produksi per hektar yang tinggi dan biaya
per kilogram yang rendah serta FFA yang rendah. Pusingan/rotasi buah juga
mempengaruhi transport dan pengolahan di pabrik. Demikian pentingnya aspek pusingan
potong buah dapat dilihat pada Gambar 13.2.
5.2. Pusingan potong buah harus dijaga/diperhatikan 7 (tujuh) hari. Hal tersebut dilakukan
agar kuantitas dan kualitas produksi dapat tercapai.
12 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
5.3. Untuk menghindari keterlambatan pusingan pada bulan-bulan libur panjang (misalkan,
hari raya) maka dapat dilakukan percepatan pusingan potong buah menjadi 5-6 hari.
Sehingga pada saat setelah libur panjang, pusingan potong buah di suatu blok masih bisa
dipertahankan di bawah 10 hari.
5.4. Pusingan potong buah sangat erat hubungannya dengan mutu buah atau saling
mempengaruhi dengan mekanisme sebagai berikut :
a) Meningkatnya buah mentah (buah A) yang dipanen cenderung mempercepat siap
borong
b) Buah masak (buah N) yang seharusnya dipanen pada hari itu menjadi tertinggal di
pokok
c) Buah-N yang tertinggal ini akan terus membrondol dan pada pusingan berikutnya
telah lampau masak (over ripe = jumlah brondolan yang lepas meningkat) bahkan
sebagian telah membusuk sehingga menjadi buah busuk (buah-E) atau buah
kadaluarsa.
d) Persentase brondolan yang meningkat mengakibatkan penurunan output pemotong
buah karena waktunya banyak tersita untuk mengutip brondolan.
e) Situasi ini dapat mengakibatkan karyawan tidak siap borong, sehingga mendorong
pemanen memotong buah A lagi untuk mengejar siap borong (karena memotong
buah A tidak perlu mengutip terlalu banyak brondolan). Akibatnya, pusingan potong
buah semakin bertambah terlambat.
JANGKA WAKTU KG/HA KESEMPURNAAN
PENGUTIPAN RP/KG PENGUTIPAN
BRONDOLAN MUTU (FFA) BRONDOLAN

PUSINGAN %-TASE BUAH


POTONG BUAH MENTAH

PABRIK TRANSPORTASI

UMUR
TANAMAN

Gambar 13.2 Diagram Hubungan Saling Terkait antara Kebun (Pusingan Potong Buah), Transport, dan
Pabrik Dalam Mencapai kg/ha yang Tinggi, Rp/Kg yang Rendah dan Mutu yang Baik

13 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
5.5. Pusingan potong buah yang terlalu cepat dapat berakibat :
a) Mendorong pemotongan buah-A (untuk mengejar siap borong) karena kerapatan
buah-N telah menurun
b) Biaya potong buah meningkat (komponen biaya meningkat tetapi output menurun)
5.6. Sehingga untuk menjaga pusingan potong buah tetap normal, penting sekali untuk terus
menerus memantau daftar pusingan potong buah yang ada di afdeling dan dilengkapi
dengan informasi-informasi sebagai berikut :
a) Kerapatan buah masak atau persentase panen di blok
b) Jumlah tenaga kerja potong buah
c) Basis borong dan persentase siap borong
d) Curah hujan
e) Umur rata-rata tanaman

V. MUTU POTONG BUAH DAN MUTU BUAH


Mutu potong buah dan mutu buah menyangkut mutu pekerjaan panen, pengawasan dan
pemeriksaan hasil panen.

6.1. MUTU PEKERJAAN POTONG BUAH


6.1.1. Tugas karyawan potong buah
Tandan Buah Segar (TBS)
a) Semua TBS masak (tanpa kecuali) harus dipanen
b) TBS yang sudah dipanen tetap berada di piringan sambil menunggu diangkut
ke TPH dan tidak dibenarkan untuk menumpuk sementara di sepanjang
pasar rintis (ada tendensi brondolannya ditinggal di piringan atau tercecer di
pasar rintis)
c) Gagang TBS dipotong rapat (2 cm dari potongan terdekat dengan sisi
permukaan buah) di piringan tetapi jangan sampai terkena tandan,
kemudian dibuang di gawangan. Apabila terdapat gagang buah yang
menjorok ke dalam maka pemotongan gagang rapat mengikuti cara
potongan “cangkam kodok”
d) TBS diantrikan secara teratur di TPH misalnya 5 atau 10 TBS per baris
(memudahkan penghitungan) dan diberi nomor si pemotong buah apabila
buah telah keluar semua di ancak tersebut. Tumpukan dibuat terpisah untuk
pemotong buah yang berlainan, kendati pada TPH yang sama.
Brondolan
a) Semua brondolan dikutip dengan bersih (tidak boleh digaruk)
b) Brondolan dikumpulkan dalam tumpukan tersendiri di samping antrian TBS
di TPH
c) Brondolan harus bebas dari sampah atau batu

Sebelum karyawan potong buah meninggalkan pokok yang telah dipanen, harus
terlebih dahulu “menyogrok” brondolan yang ada di ketiak pelepah, baik yang
terlihat maupun yang tidak terlihat. Hal ini sangat perlu ditekankan terutama
bagi areal-areal yang sudah menggunakan egrek.

14 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
PERHATIAN : Ada 10 lokasi yang perlu diperhatikan di dalam mengurangi losses
brondolan tinggal, yaitu:
1. Brondolan di ketiak pelepah
2. Brondolan di batang
3. Brondolan di piringan
4. Brondolan di gawangan/rumpukan
5. Brondolan di pasar rintis
6. Brondolan di parit
7. Brondolan di TPH
8. Brondolan di jalan
9. Brondolan di rumah-rumah
10. Brondolan di trailer atau bak truk

Brondolan diketiak pelepah

Brondolan di pringan

Pelepah
a) Untuk tanaman yang masih rendah (potong buah dengan dodos) tidak
dibenarkan memotong pelepah, hal ini mendasari tidak digunakan kapak
untuk potong buah
b) Pada tanaman tinggi, potong buah dengan menggunakan egrek diusahakan
seminimal mungkin memotong pelepah

15 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
c) Bila terpaksa harus memotong pelepah, pelepah di potong rapat ke batang
untuk mencegah tersangkutnya brondolan dan menghindarkan kesulitan
panen atau tunas berikutnya
d) Pelepah ditumpuk memanjang di tengah gawangan yang tidak ada pasar
rintisnya (atau parit) tanpa dipotong-potong. Bila ditengah gawangan ada
parit/jalan maka pelepah harus dipotong menjadi tiga bagian dan ditumpuk
diantara pokok dalam barisan
e) Tidak dibenarkan adanya pelepah “sengkleh akibat waktu potong buah”

6.1.2. Tugas pengawas potong buah (Mandor Panen dan Kerani Buah)
Tugas pengawas potong buah yaitu aktif mengawasi potong buah sehingga :
a) Semua buah matang normal tidak ada yang tertinggal di pokok
b) Gagang buah harus dipotong rapat (minimal 2 cm) di piringan tanpa terikut
bagian tandan yang berisi buah
c) Semua buah yang sudah dipanen harus diangkut ke TPH, jangan ada yang
tertinggal di piringan atau pasar rintis
d) Buah mentah yang terlanjur dipanen tidak dibenarkan untuk ditinggal
dalam blok, apalagi diperam
e) Semua brondolan harus dikumpulkan dan dibawa ke TPH

6.2. PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAAN POTONG BUAH


Asisten, Mandor Panen, QC dan kerani panen secara rutin setiap hari kerja melakukan
pengawasan dan pemeriksaan.
6.2.1. Pengawasan oleh Asisten
Pada setiap hari kerja wajib memeriksa hasil kerja baik 10 tukang potong buah
yang meliputi pemeriksaan mutu buah di TPH dan kualitas ancak panennya
minimum masing-masing 1 TPH. Pemeriksaan mutu buah dan ancak yang
dilakukan oleh Asisten mencakup :
a) Kematangan buah menurut kriteria yang berlaku (A, N, dan E)
b) Susunan TBS
c) Tumpukan brondolan di TPH
d) Kebersihan brondolan
e) Rumpukan pelepah
f) Pelepah “sengkleh”
g) Buah masak tidak dipanen
h) Brondolan tidak dikutip
i) Buah mentah yang diperam

Di perkebunan kelapa sawit, yang paling berperan, bertanggung jawab dan


berpengaruh terhadap besar kecilnya losses produksi adalah Asisten Afdeling. Oleh
karena itu penghayatan yang mendalam akan losses produksi oleh seorang Asisten
sangat dibutuhkan. Kiranya jangan melakukan pemeriksaan mutu panen dan mutu
buah karena pemerintah atasan atau sekedar mengikuti prosedur.

6.2.2. Kerani Panen


a) Setiap janjang di TPH harus dihitung dan diperiksa mutunya
b) Semua TBS yang telah diperiksa dan diterima, dicap pada gagangnya (pakai
kepala gancu). Setiap buah mentah ditulis A dan nomor pemanen pada
16 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
gagangnya dengan pensil merah. Buah yang kadaluarsa harus dikeluarkan
brondolannya (diketek) dan janjangan kosong dibuang di gawangan. Buah
mentah harus didenda tetapi tidak dihitung sebagai pendapatan.
c) Kerani buah hanya boleh menerima TBS yang diantrikan di TPH yang resmi
(ada nomor TPH-nya)
d) Tugas Kerani Buah pada Buku Penerimaan TBS Kelapa Sawit adalah
mencatat setiap tumpukan TBS dari masing-masing tukang potong buah
pada kolom yang terpisah antara buah-N, buah-A dan buah-E seperti
contoh dibawah ini :
BLOK =
NAMA BORONG =
NO
PEMANEN BUAH MENTAH
BUAH NORMAL (N) BUAH MENTAH (A)
(E)
a 1 2 24 25 13 12 25 1 24
1 M. Rozi
b 16 8 12 10 1 1 4 6
a 3 4 33
2 Sangkot
b 1 2 3
a
3 Dst
b

A = Nomor TPH b = Jumlah buah di TPH


e) Buku catatan lain (selain Buku Penerimaan TBS Kelapa sawit) tidak
diperkenankan
f) Bila terjadi kesalahan mencatat, halaman tersebut tidak boleh dirobek atau
dihapus-hapus, cukup dicoret dulu yang salah atau sering salah supaya
dibiarkan saja dan pakai halaman berikutnya
g) Hasil pemeriksaaan Kerani Buah harus dicocokkan setiap sore harinya
(dicek kebenarannya) dengan hasil pemeriksaan Asisten untuk mencegah
kemungkinan penyelewengan
h) Hasil pemeriksaan Asisten dicatat dalam Buku Pemeriksaan Mutu Buah dan
lembar aslinya diserahkan kepada Manager sore harinya

6.2.3. Mandor Panen


a) Menentukan ancak untuk setiap pemanen pada pagi hari, sambil
membagikan notes pada masing-masing pemanen. Pembagian notes ini
sekaligus sebagai alat kontrol absensi pemanen dan pemanen yang datang
terlambat
b) Aktif mengawasi pekerjaan potong buah sehingga semua buah-N (matang)
dipanen (tidak ada buah-S)
c) Memastikan semua buah yang dipanen diangkut ke TPH, tidak ada yang
tertinggal di piringan atau pasar rintis (M2 = buah-N tinggal di piringan)
d) Sewaktu memotong gagang buah harus rapat, tetapi tidak terkena tandan
(M3 = potong gagang terikut buah)
e) Buah-A (mentah) yang terlanjur dipanen tidak dibenarkan ditinggal di
dalam blok, atau diperam (M1 = buah mentah/disembunyikan)
f) Memastikan semua brondolan dikutip
g) Memeriksa buku Kerani Buah untuk pemanen yang outputnya rendah,
terutama yang tidak siap borong

17 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
h) Menghitung kerapatan buah diseksi yang akan dipanen besok hari dan
mengisi administrasi taksasi potong buah di kantor afdeling segera setelah
pulang dari ancak

6.2.4. QC
a) QC bertanggung jawab kepada Estate Manager. Satu kebun cukup seorang
b) Memeriksa mutu buah (A, N, dan E), persentase brondolan,
kebersihan/kerapihan ancak panen, minimal 2-3 mandoran per hari
c) Secara giliran harus pula mengadakan pemeriksaan mutu buah per
kemandoran dengan didampingi oleh Mandornya (seperti cara
pemeriksaan Asisten)
d) Melaporkan hasil pemeriksaannya kepada Estate Manager setiap sore
harinya (bukan kepada Asisten atau Askep)
e) Setiap akhir bulan rekapitulasi pemeriksaan QC terhadap mutu dan
pusingan panen merupakan bahan Manager Report

VI. ORGANISASI POTONG BUAH


7.1. Seksi potong buah harus disusun sedemikian rupa sehingga blok yang akan dipanen setiap
hari menjadi terkonsentrasi (tidak terpencar-pencar). Harus dihindari adanya potongan-
potongan ancak panen, artinya agar 1 (satu) seksi selesai 1 (satu) hari. Manfaat dari hal
tersebut di atas adalah :
a) Mempermudah kontrol
b) Meningkatkan output karyawan potong buah
c) Efisiensi transportasi buah
d) Keamanan produksi
7.2. Jumlah tenaga potong buah per mandoran antara 20-25 orang. Jumlah mandoran per
afdeling maksimum 3 (tiga) mandoran. Hal ini perlu untuk memperkecil biaya tak
langsung (Mandor dan Kerani Buah)
7.3. Semua pemanen harus sudah tiba di ancak dan siap memotong buah paling lambat jam
6.30 dengan membawa paralatan cukup : dodos/egrek (dan kapak) yang tajam, gancu,
goni/angkong yang baik. Asisten harus memberi pengertian kepada tukang potong buah
tentang pentingnya peralatan yang baik agar dapat mencapai borong.
7.4. Mandor Panen menentukan ancak tiap pemanen (sistem pengancakan yang dipakai
adalah “ancak giring tetap per kemandoran”). dan harus dimulai dari rintis tengah. Satu
ancak terdiri dari 2-4 baris yang berdekatan (di kiri kanan pasar rintis), tergantung dari
persentase kerapatan buah masak. Pada saat membagi ancak, Mandor Panen
membagikan buku notes kepada masing-masing tukang potong buah yang dimaksudkan
juga sebagai alat absensi (memotivasi disiplin). Penjelasan mengenai sistem pengancakan
terdapat pada point 7.6.
7.5. Pemberlakuan sistem pengancakan dapat menggunakan sistem yang lain dengan
pertimbangan kondisi setempat dan harus mendapat persetujuan dari Group Manager
dan General Manager.
7.6. Sistem pengancakan potong buah terdiri dari 3 (tiga) macam, yaitu :
7.6.1 Ancak giring murni
Kelebihan :
a) Cocok untuk areal yang baru panen
b) Dapat diterapkan pada jumlah tukang potong buah berapapun
c) Buah cepat keluar
d) Distribusi buah mengumpul
18 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
e) Memudahkan transport TBS
f) Kemungkinan ancak tertinggal kecil
Kekurangan :
a) Tanggung jawab karyawan terhadap kondisi ancak rendah
b) Susah ditelusuri karyawan/mandoran yang melakukan kesalahan
c) Output karyawan biasanya rendah, banyak jalan-jalan

7.6.2 Ancak giring tetap per brondolan


Kelebihan :
a) Manajemen pelaksanaan panen berdasarkan sasaran/persentase kerapatan
panen dapat dilaksanakan secara sempurna
b) Jumlah tenaga kerja dapat diatur (harus ditambah/dikurangi) sesuai
kebutuhan/kondisi kematangan buah (potensi)
c) Antara sesama Mandor dapat bersaing secara sehat
d) Distribusi buah masih mengumpul, karena biasanya panen dimulai dari CR yang
sama
e) Mandor aktif melakukan pengawasan dan senantiasa terdidik untuk berpikir
f) Cocok untuk areal yang baru panen maupun sudah lama
g) Output mandoran dan karyawan bisa dipacu dengan pengancakan karyawan
yang memperhatikan kekuatan masing-masing karyawan
h) Mencegah iri-irian diantara karyawan karena ancak dapat ditukar/bergilir dari
pusingan yang satu ke selanjutnya.

Kekurangan :
a) Tanggung jawab karyawan terhadap ancak tinggi
b) Adanya pelanggaran masih sulit dideteksi. Hal ini bisa dicegah apabila Mandor
konsisten untuk menginstruksikan agar pemanen senantiasa membuat pancang
ancak.
c) Kontrol harus ketat. Hal ini sebenarnya sebuah kewajiban yang terkesan berat
jika dibandingkan ancak tetap

7.6.3 Ancak tetap


Kelebihan :
a) Tanggung jawab karyawan terhadap ancak tinggi
b) Kondisi areal bagus, karena kesalahan dapat dideteksi dengan mudah
c) Penguasaan terhadap areal oleh karyawan tinggi, sehingga lebih mudah
mencari solusi sendiri apabila menemukan kesulitan kerja
Kekurangan :
a) Pelaksanaan potong buah tidak mengacu pada kekuatan sasaran, kerapatan
tinggi dan rendah karyawan tetap
b) Ada kesan bahwa Mandor malas. Hal ini dikarenakan karyawan langsung
mengetahui ancak masing-masing. Peran Mandor mengecil, yakni bukan
sebagai pembimbing (kontrol saat kerja) melainkan lebih banyak pendenda
(kontrol setelah selesai kerja)
c) Distribusi buah menyebar, dikarenakan kekuata karyawan berbeda
d) Transport kurang efektif, dikarenakan buah lambat keluar/menyebar
e) Kurang sesuai pada ancak yang masih heterogen dan turn over karyawan yang
tinggi

19 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
7.7. Pemanen harus selalu memasang nomor ancak (pancang panen) di pasar rintis yang akan
diancakinya. Hal ini perlu untuk memudahkan pengontrolan oleh Asisten, maupun
mandor panen.
7.8. Urutan memotong buah adalah sebagai berikut :
a) Potong semua pelepah songgo (terutama yang pakai egrek) rapat ke batang pada
tanaman tua, sedangkan pada tanaman muda (alat dodos) harus memotong buah
tanpa memotong pelepah (istilah: “curi-buah’). Jangan ada pelepah “sengkleh”
b) Potong janjang masak tersebut, biarkan tetap di piringan, jangan dipindahkan ke
pasar rintis. Gagang buah dipotong rapat, tapi jangan sampai terkena tandan (M3 =
potong gagang berikut buah).
c) Korek dan “songrok” semua brondolan yang tersangkut/terselip di ketiak pelepah
d) Susun pelepah di gawangan mati/rumpukan. Jika di tengah gawangan ada parit, maka
pelepah harus dipotong 3 (tiga) dan dirumpuk diantara pokok dalam barisan.
e) Kutip/kumpulkan brondolan, tapi masih tetap di piringan dan bebas dari sampah-
sampah dan batu.
f) Pindah (maju) ke pokok berikutnya
7.9. Selesai memotong 1 (satu) ancak, pemanen harus langsung mengeluarkan buah ke TPH,
disusun rapi, kemudian diberi nomor pemanen. Hal ini perlu agar transport buah sudah
dapat dimulai paling lambat pukul 9.00.
7.10. Kerani Buah harus secepatnya memeriksa dan menerima buah. Buah yang diterima
Kerani Buah harus diberi tanda (cap) dengan alat gancu. Buah yang tidak bercap (belum
diterima Kerani Buah) tidak dibenarkan diangkut oleh transport.
7.11. Hindari potong buah pada hari minggu untuk memberi kesempatan reparasi alat-alat
transport dan pabrik, kesempatan istirahat pada karyawan (pemanen, sopir, kenek),
terkecuali untuk ganti hari hujan atau libur tertentu (hari raya).
7.12. Basis borong minimum (sesuai dengan upah rata-rata PKWTT) adalah 800 kg per HK
(bervariasi antara 700-1000 kg tergantung pada umur tanaman). Sedangkan lebih borong
akan dibayar sesuai dengan harga yang ditentukan (berdasarkan kisaran BJR).

VII. BUKU NOTES KARYAWAN POTONG BUAH

8.1. TUJUAN PEMAKAIAN


8.1.1. Agar setiap hari kerja para karyawan potong buah dapat melihat prestasi kerja
panennya masing-masing, misalnya pendapatan premi, jumlah buah yang
terpanen, lebih borong, denda dan sebagainya. Dengan kata lain buku kecil/notes
ini merupakan duplikat buku premi potong buah yang diserahkan kepada setiap
karyawan potong buah demi turut membantu usaha mencegah manipulasi
terhadap angka-angka :
a) Jumlah janjang dipanen
b) BJR dan output per karyawan potong buah
c) Premi potong buah
8.1.2. Dengan adanya notes ini (dianggap sebagai buku tabungan), karyawan potong
buah menjadi termotivasi untuk banyak memotong buah lebih borong sehingga
menaikkan output yang akhirnya dapat menyelesaikan ancak pada hari tersebut.

20 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
8.2. CARA PEMAKAIAN

8.2.1 Mandor Panen membagikan buku-buku notes kepada masing-masing karyawan


potong buah setiap pagi di blok sewaktu membagi ancak potong buah. Buku
tersebut dapat diperiksa semua prestasi panen yang dikerjakan oleh karyawan
yang bersangkutan pada hari kerja sebelumnya (contoh notes potong buah Tabel
13.1).
Tabel 13.1. Notes Potong Buah

Janjang Premi (Rp) Denda (Rp) Sisa


Sisa
Diter
Bo- Premi
Tgl Blk Pendap Lebih Siap Lebih Buah Lain- ima Ket
ron Jml Jml h.i
atan Borong Borong Borong Mentah lain s/d
g (Rp)
h.i

8.2.2 Tukang potong buah yang telah menyelesaikan tugasnya pada hari itu, sebelum
pulang harus menyerahkan kembali buku notesnya kepada Mandor. Kemudian
Mandor menyerahkan semua notes kepada Kerani Buah untuk diisi prestasi
panennya hari itu. Besok pagi buku tersebut kembali dibagikan kepada karyawan
bersangkutan untuk dapat mereka periksa. Jika dijumpai ketidak sesuaian, maka
yang bersangkutan dapat meminta penjelasan dan penyelesaian.

8.3. PEMBAYARAN PREMI


Setiap bulannya uang premi sesuai dengan jumlah yang tertera dalam notes dimasukkan
ke dalam kantong plastik bersama-sama dengan notes tersebut.

VIII. SISTEM PREMI POTONG BUAH

9.1. DASAR UTAMA


9.1.1. Biaya potong buah per ton atau per kg TBS berdasarkan budget

9.1.2. Jumlah borong TBS ditetapkan sebagai berikut :


a) Rata-rata kemampuan seorang karyawan memanen TBS selama 7 jam per
hari biasa dan 5 jam pada hari Jumat
b) Keadaan tanaman dalam blok-blok yang bersangkutan, misalnya pada
tanaman tua yang sudah tinggi, tanaman yang masih rendah, kondisi
setempat dan sebagainya
.Setelah siap borong kepada karyawan diberikan kesempatan dan harus dimotivasi untuk
meneruskan potong buah sebagai over borong dengan tarif yang sangat menarik
untuk karyawan sendiri maupun untuk perusahaan.
9.1.3. Sistem premi harus disertai sanksi-sanksi atau denda yang cukup adil, baik untuk
karyawan sendiri maupun untuk perusahaan.
9.1.4. Standar premi yaitu tarif siap borong, termasuk kutip brondolan, lebih borong,
denda-denda dan jumlah borong, harus diperhatikan anggaran yang sedang
berjalan dan standar premi sebelumnya, apakah sesuai anggaran dan masih cukup
menarik.
21 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
9.2. JENIS-JENIS PREMI POTONG BUAH
9.2.1. Pada beberapa perusahaan perkebunan di Indonesia terdapat 2 (dua) jenis premi
potong buah yang telah dilaksanakan, yaitu :
a) Premi potong buah berdasarkan “Jumlah Janjang Buah/TBS” yang didapat
b) Premi potong buah berdasarkan “Jumlah Berat (Kilogram) Buah/TBS” yang
didapat setelah ditimbang di pabrik/PMKS
9.2.2. Deskripsi perbandingan kedua sistem premi tersebut di atas adalah sebagai
berikut :

SISTEM JANJANG SISTEM BERAT (Kg)


1. Tukang potong buah dibayar 1. Tukang potong buah dibayar sesuai berat
sesuai dengan jumlah janjang janjang sesudah sampai di pabrik/PMKS
yang dipotong dari pokok pada yang kemungkinan beratnya sudah
saat itu berkurang akibat restan selama beberapa
2. Tukang potong buah langsung hari di lapangan
tahu berapa 2. Tukang potong buah tidak langsung tahu
pendapatan/preminya yang jumlah pendapatan/preminya dan masih
diperoleh sesudah setelesai menunggu dari hasil timbangan di
potong buah. pabrik/PMKS. Apabila terjadi restan
Hal ini penting bagi karyawan selama beberapa hari/minggu, maka
yang pada umumnya kurang tukang potong buah baru akan
mampu berhitung (“berkali- mengetahui jumlah pendapatan/preminya
kali”) pada waktu lain
3. Kecenderungan memanipulasi 3. Terjadi kecenderungan tukang potong
brondolan tidak ada, karena buah melakukan manipulasi brondolan
perhitungan borong berdasar karena harga per kilogram brondolan lebih
janjang mahal dari TBS
9.2.3. Kebijakan perusahaan adalah bahwa pembayaran premi potong buah adalah
berdasarkan sistem pembayaran jumlah janjang yang didapat.

9.3. SISTEM DAN STANDAR PREMI POTONG BUAH


9.3.1. Borong janjang
Harus diatur sedemikian rupa, sehingga jumlah janjang yang ditetapkan bagi
seorang pemanen dalam waktu 7 jam tersebut untuk setiap tahun tanam dapat
diselesaikan dengan mencapai jumlah kilogram tertentu. Oleh karena itu, borong
janjang harus langsung berhubungan dengan BJR kebun dan BJR kebun langsung
berhubungan dengan umur tanaman.
9.3.2. Tarif premi potong buah (premi siap borong)
Premi siap borong harus berpedoman kepada anggaran (Rp/ton TBS) yang sedang
berjalan dan juga tarif yang berlaku sebelumnya. Premi siap borong harus sama
untuk semua umur tanaman, yang berbeda adalah borongnya.
9.3.3. Tarif premi lebih borong (over borong)
Tentukan kelas-kelas BJR lebih dulu, kemudian tetapkan harga per janjang over
borong menurut kelas-kelas tersebut. Harga janjang lebih borong dari kelas yang
berbeda dapat saja sama, tergantung dari kondisi setempat. Akan tetapi perlu
diperhatikan bahwa biaya Rp/ton TBS dari lebih borong atau luar dinas tidak boleh

22 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
lebih tinggi dari biaya Rp/ton TBS dalam dinas. Sebagai ketentuan, premi lebih
borong maksimum 50% gari gaji rata-rata.
9.3.4. Premi brondolan tidak ada
9.3.5. Premi Mandor Panen, dan Kerani Buah
a) Premi Mandor Panen adalah 1,5 x premi rata-rata dari karyawan potong buah
yang dibawah pengawasannya pada bulan bersangkutan (apabila karyawan
potong buah kurang dari 10 orang, maka preminya 1 x premi rata-rata
karyawan)
b) Premi Kerani Buah adalah 1,25 x premi rata-rata dari karyawan potong buah
yang dibawah pengawasannya pada bulan bersangkutan bila BJR sesuai
dengan hasil penimbangan di lapangan pada semester bersangkutan. Premi
rata-rata karyawan yang digunakan untuk menghitung premi kerani buah
adalah premi “kotor” (sebelum dikurangi dengan denda pemotongan buah)
9.3.6. Denda-denda atas tindakan-tindakan yang tidak mematuhi peraturan
9.3.6.1. Denda bagi karyawan potong buah :
Kesalahan-kesalahan (keterangan) Sanksi
Tidak siap borong Denda di per-7 (dipotong jam kerja)
- Tidak menjalankan tugas sesuai dengan 7
jam kerja (5 jam kerja hari Jumat)
Potong buah mentah (A) Misalkan Rp. 5.000,- per buah-A
- Buah-A harus diangkut ke PMKS tetapi tidak
ikut dalam perhitungan siap borong
(pendapatan).

Buah masak tidak dipotong Misalkan Rp. 5000,- per janjang


Brondolan tidak dikutip bersih Misalkan Rp. 1.500,- per piringan
atau Rp. 25,- per brondolan
Brondolan dibuang ke gawangan Maksimum dapat dikira mangkir
Buah tidak disusun rapi di TPH Tidak akan dihitung sebagai
pendapatan
Pelepah sengkleh, pelepah tidak dipotong Misalkan Rp. 500 per pelepah
dan berserak dimana-mana
Denda-denda lain yang dinilai perlu
9.3.6.2 Denda bagi Kerani Buah
Disinilah letak kunci siap borong, BJR yang sebenarnya dan mutu buah yang
diterima, maka :
Kesalahan-kesalahan (keterangan) Sanksi
Buah-A diterima sebagai buah-N Premi dipotong 100%
BJR timbangan PMKS > 10% dibawah Premi dipotong 50%
timbanhan lapangan
BJR timbangan PMKS > 10% dibawah Premi dipotong 25%
timbanhan lapangan
BJR timbangan PMKS > 10% dibawah Premi dipotong 10%
timbanhan lapangan
Sebagai dasar timbangan BJR setiap bulan, diambil timbangan PMKS yang
sebenarnya dengan BJR kebun yang terakhir.

9.3.6.3 Denda bagi Mandor Panen

23 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Kesalahan-kesalahan (keterangan) Sanksi
Buah-A 5% Premi dipotong 100%
Buah-A 4-5% Premi dipotong 50%
Buah-A 3-4% Premi dipotong 25%
Buah masak tidak dipotong, buah tinggal di Premi dipotong 10-15%
piringan pelepah berserakan dan lain-lain
penilaian oleh Asisten, Askep dan Manager
Denda-denda karyawan dalam pengawasannya harus terkait pada persentase
pendapatan rata-rata premi pemotong buah yang diawasinya.

9.3.7. Pembayaran premi


Pembayaran premi dilaksanakan pada setiap gajian oleh Asisten di kantor afdeling.
Pemberian pinjaman premi setiap minggu harus ditiadakan.

IX. SISTEM DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN MUTU BUAH DAN ANCAK

10.1. LATAR BELAKANG


10.1.1. Tujuan pembangunan suatu perkebunan kelapa sawit adalah mendapatkan
produksi Crude Palm Oil (CPO) per hektar yang setinggi-tingginya. Besarnya CPO
per hektar sangat ditentukan oleh jimlah tonase TBS per hektar dan ekstraksinya.
Untuk mendapatkan ekstraksi yang tinggi, maka kualitas TBS dan mutu pekerjaan
panen/potong buah yang dihasilkan harus sebaik-baiknya.
10.1.2. Dalam rangka menjamin dan menjaga kesinambungan kualitas TBS dan mutu
pekerjaan panen/potong buah maka diperlukan adanya sistem dan prosedur
standar (baca “baku”) dalam pelaksanaan pemeriksaan mutu buah/TBS dan
ancak panen. Apabila diperlukan penyempurnaan, maka sistem dan prosedur
pemeriksaan ini sangat terbuka untuk melakukan revisi sesuai dengan kebutuhan
dan pengembangan waktu mendatang.

10.2. TUJUAN
10.2.1 Memeriksa mutu buah/TBS di TPH yang dipanen setiap hari di masing-masing
afdeling se-representatif mungkin (sampling intensity di atas 6%). Dari data ini
akan dibuat peta distribusi mutu buah (peta buah mentah, peta serangan tikus,
dan lain-lain) sehingga dapat dipakai oleh managemen kebun dalam melakukan
evaluasi dan perbaikan terhadap kualitas panen/potong buah dan hal-hal lainnya
di lapangan.
10.2.2 Memeriksa kualitas ancak
Memeriksa kualitas ancak panen yang dipanen pada hari sebelumnya di masing-
masing afdeling dengan sampling intensity di atas 6% sehingga diperoleh sample
yang representative. Dari data yang dihasilkan di dalam pemeriksaan ancak ini,
maka akan dibuat peta distribusi kualitas ancak (peta buah tinggal, peta
brondolan tinggal, peta pelepah sengkleh, dan lain-lain).
10.2.3 Menentukan angka pemeriksaan losses buah tinggal dan losses brondolan
dilapangan yang akan dipergunakan oleh managemen sebagai kajian lebih lanjut
mengenai segala aspek kebijakan dan managemen panen/potong buah.

24 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
10.2.4 Memanfaatkan data pemeriksaan mutu buah dan ancak panen yang dilakukan
secara rutin oleh kebun setelah usaha standarisasi berjalan dengan baik.

10.3. TIM PEMERIKSA


Tim pemeriksaan terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu :
10.3.1 Tim Kebun
Personal atau jabatan yang melakukan pemeriksanaan mutu buah dan ancak
panen secara rutin adalah :
a) QC
b) Mandor Panen Afdeling
c) Krani Panen Afdeling
d) Asisten Afdeling (tidak rutin apabila ada hal-hal khusus)
10.3.2 Tim RO
Personal atau jabatan yang melakukan pemeriksaan mutu buah dan ancak panen
secara rutin adalah :
a) Staf Agrotechnical RO

Pemeriksaan mutu buah dan ancak panen di lapangan akan didampingi oleh
Asisten Afdeling/Mandor Panen sedangkan di PMKS dibantu oleh tenaga grading
dari PMKS.

10.4. LOKASI PEMERIKSAAN (GRADING)


10.4.1 Mutu buah/TBS
a) TPH untuk buah/TBS dari kebun sendiri atau Inti
b) PMKS untuk buah/TBS dari plasma atau luar
10.4.2 Ancak Panen
Adalah pada baris tanaman yang dipakai sebagai sample pemeriksaan

10.5. METODE PEMERIKSAAN (GRADING)


10.5.1 Alat dan Bahan
a) Buku Pemeriksaan Mutu Buah dan Ancak Panen
b) Formulir Pemeriksaan Mutu Buah/TBS di TPH
c) Laporan Pemeriksaan Mutu Buah di Pabrik
d) Rekapitulasi Pemeriksaan Mutu Buah/TBS di TPH
e) Formulir Pemeriksaan Ancak Panen/Formulir Sensus Brondolan
f) Rekapitulasi Pemeriksaan Ancak Panen
g) Data BJR Sensus Semester
h) Gancu
i) Alat Tulis dan kelengkapan yang lainnya.
10.5.2 Pemeriksaan Mutu Buah/TBS
Kriteria mutu buah yang digunakan sesuai dengan tingkat kematangan dan sifat-
sifat lainnya. Klasifikasi mutu buah dibedakan menjadi 5 (lima) katagori, yaitu :
a) BUAH MENTAH (Unripe) dengan symbol “A”
Adalah janjangan buah yang membrondol kurang dari 1 (satu) brondol per
kg janjang (sesuai kriteria matang panen).
b) BUAH MASAK (Ripe) dengan symbol “N”
Adalah janjang yang warnanya kemerahan dan membrondol paling sedikit
1 (satu) brondol per kg janjang dan paling banyak 50%

25 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
c) BUAH TERLALU MASAK (Over-Ripe) dengan symbol “O”
Adalah janjang buah membrondol lebih dari 50% hingga maksimum 90%
d) JANJANG KOSONG (Empty Bunch) dengan symbol “E”
Adalah janjang buah membrondol lebih dari 90% hingga membrondol
seluruhnya
e) BUAH ABNORMAL (Abnormal Bunch) dengan symbol “BA”
Adalah janjang buah yang gagal berkembang menjadi buah masak normal,
antara lain buah partekarpi (. 50% brondol partekarpi), buah batu dan buah
sakit.
10.5.3 Pengamatan Tambahan
a) BUAH GAGANG/TANGKAI PANJANG (Long Stalk) dengan symbol “TP”
Adalah janjang buah yang panjang gagangnya lebih dari 2 cm diukur dari
potongan yang terdekat dengan sisi permukaan buah.
b) BUAH DIMAKAN TIKUS (Rat Damage) dengan symbol “R”
Adalah janjang buah yang dimakan tikus yaitu lebih dari 3 (tiga) brondol
dalam satu janjang dijumpai bekas keratin baru gigitan tikus
10.5.4 Pemeriksaan ancak panen
Kriteria kualitas ancak panen yang diperiksa meliputi antara lain :
a) BUAH MASAK TINGGAL DI POKOK, symbol “S”
Adalah janjang masak yang tidak dipotong/dipanen sehingga masih
tertinggal di pokok.
b) BUAH MENTAH DIPERAM/DISEMBUNYIKAN, symbol “M1”
Adalah janjang buah mentah yang dipotong/dipanen, tetapi tidak
dibawa/dikeluarkan ke TPH karena menghindari sanksi denda sehingga
diperam dan disembunyikan di dalam blok.
c) BUAH MATANG TINGGAL DI PIRINGAN/PASAR RINTIS
Adalah janjang/buah masak yang telah dipotong/dipanen tetapi tidak
diangkut/dikeluarkan ke TPH. Hal ini dapat terjadi karena tertinggal di
piringan atau jatuh sewaktu janjang diangkut untuk dibawa ke TPH
(terletak di pasar rintis)
d) BUAH MATAHARI atau BRONDOLAN YANG TERIKUT PADA POTONGAN
GAGANG, symbol “M3”
Adalah janjang yang dipanen/dipotong tidak tepat atau kurang sempurna
sehingga janjang masih ada sebagian brondolan yang tertinggal dan terikat
di potongan gagang di pokok.
e) BRONDOLAN TINGGAL
1. Brondolan tidak dikutip di Piringan/Pasar Rintis, simbol “P”
2. Brondolan tersangkut di ketiak pelepah, simbol “K”
Adalah jumlah brondolan yang masih tersangkut di ketiak
pelepah/pelepah karena pada waktu menurunkan/memotong janjang
tidak melakukan pe”nyogrokan” brondolan yang ada di ketiak pelepah
atau brondolan tersangkut pada pelepah bekas tunas an karena
pekerjaan tunas dilakukan tidak sempurna.
3. Brondolan dibuang ke gawangan dan atau ke tempat yang lain, simbol
“GL”
Adalah jumlah brondolan yang dengan sengaja dibuang ke
gawangan dan tempat lain, misalnya : parit, jalan dan lain-lain.
f) PELEPAH SENGKLEH DAN TIDAK DISUSUN RAPI DI GAWANGAN MATI
dengan symbol “PS”
26 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Adalah jumlah pokok yang pelepahnya sengkleh karena pelepah yang
terpotong tidak langsung diturunkan atau pelepah yang
diturunkan/dipotong tidak disusun rapi di gawangan mati sehingga
sehingga susunan pelepahnya berserak.

10.6. PROSEDUR PEMERIKSAAN (GRADING)

10.6.1. Intensitas grading


10.6.1.1 Tim Kebun
Setiap hari tim ini melakukan pemeriksaan kualitas buah/TBS dan
ancak panen di masing-masing afdeling, kecuali untuk QC Kebun
yang hanya memeriksa 1-2 afdeling setiap hari.
10.6.1.2 Tim RO
Pemeriksaan kualitas buah/TBS dan ancak panen dilakukan oleh tim
QC yang berkunjung di suatu kebun minimal 2-3 afdeling setiap hari.
10.6.1.3 Pemeriksaan kualitas buah di TPH dan ancak panen dilaksanakan
secara sampling (sampling intensity diatas 6%). Maka untuk
pemeriksaan buah di TPH ditetapkan minimal sebanyak 7 TPH di
dalam satu blok seluas 30-40 ha yang mempunyai total 42 TPH atau
sampling sebesar ± 16%. Sedangkan untuk pemeriksaan ancak
panen ditetapkan minimal 10 baris tanaman atau 5 pasar rintis di
dalam satu blok seluas 30-40 ha yang mempunyai total 125 baris
atau sampling sebesar ± 8%.

10.6.2. Grading buah di TPH

10.6.2.1 Disetiap afdeling dipilih blok-blok yang akan digrading atas dasar
rencana kerja harian (RKH). Blok yang terpilih diberi tanda (X) dalam
peta kebun dengan tujuan agar lokasi grading pada akhirnya
menyebar secara merata di semua blok kebun untuk menghindari
terjadinya pengamatan ganda/berulang di blok yang sama sebelum
blok-blok lainnya seleai degrading.
10.6.2.2 Buah yang degrading adalah buah yang dipanen/dipotong pada hari
itu.
10.6.2.3 Penentuan titik awal grading dilakukan pada salah satu dari 4 TPH
pertama selang sebanyak 6 (enam) TPH, sebagai contoh : jika titik
awal grading dilakukan pada TPH nomor 2, maka grading berikutnya
dilakukan pada TPH nomor 8, 14, 20, 26, 32 dan 38. Apabila di suatu
blok terdapat nomor TPH yang lebih dari 42, maka TPH pengamatan
dilanjutkan sampai nomor TPH terakhir dalam blok tersebut.
1.6.2.4 TBS yang telah tersusun rapi di TPH dan telah dinomori sesuai
nomor pemanen dihitung jumlahnya serta digrading berdasarkan
kategori kematagan buahnya, gagang panjang dan buah dimakan
tikus.
Untuk tim kebun (QC) pelaksanaan grading hanya didasarkan pada
5 (lima) kategori, yaitu :
a) Buah Masak (Normal), simbol “N”
b) Buah Mentah, simbol “A”
27 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
c) Buah Busuk/Janjang Kosong, simbol “BA”
d) Buah Gagang/Tangkai Panjang, simbol “TP”
Hasil grading ini dicatat di dalam Buku Pemeriksaan Buah dan Ancak
Panen.

Sedangkan QC Kebun dan Tim RO akan melakukan grading


berdasarkan 7 (tujuh) kategori yaitu selain lima kategori tersebut
diatas ditambah dengan 2 (dua) kategori lagi, yaitu :
a) Buah Terlalu Masak, simbol “O”
b) Buah Dimakan Tikus, simbol “R”

10.6.3. Grading buah di PMKS

10.6.3.1. Grading buah di PMKS hanya dilakukan oleh tim QC yang akan
dibantu oleh petugas grading PMKS. Pelaksanaan grading buah ini
harus dikoordinasikan dengan pengurus PMKS agar :
a) Tidak terjadi tumpang tindih (over lapping) di loading-ramp
b) Tidak menganggu kelancaran arus buah masuk ke loading-
ramp
c) Tidak menghambat waktu proses perebusan buah
10.6.3.2. Sampel buah yang digrading adalah seluruh buah yang ada di
dalam truk.
10.6.3.3. Sebelumnya dipilih secara acak truk pengangkut buah (TBS Plasma
atau Luar) yang akan digrading. Truk yang dipilih diusahakan
mewakili setiap kebun plasma yang mengkontribusi TBS pada
setiap PMKS.
10.6.3.4. Seluruh buah yang akan digrading diletakkan di lantai loading-
ramp dan petugas grading mencatat asal buah, nomor truk dan
jam masuk PMKS.
10.6.3.5. Selanjutnya dibuat kelompok-kelompok kecil sampel janjang yang
terdiri dari 10-15 janjang per kelompok. Setiap kelompok kecil
dilakukan pemeriksaan kematangan, gagang panjang dan serangan
tikus.
10.6.3.6. Hasil pemeriksaan grading dicatat dalam Laporan Pemerksaan
Mutu Buah di Pabrik.
10.6.3.7 Setelah grading selesai, maka petugas grading akan menuju ke
ruang timbang PMKS untuk memcatat data tonase dan jumlah
janjang yang diangkut truk sesuai surat pengantar buah (SPB).

10.6.4. Pemeriksaan ancak panen

10.6.4.1. Disetiap afdeling dipilih blok-blok yang akan diperiksa atas dasar
realisasi pekerjaan panen. Blok yang terpilih diberi tanda (X) dalam
peta kebun dengan tujuan agar pemeriksaan blok pada akhirnnya
menyebar secara merata di semua afdeling untuk menghindari
terjadinya pengamatan ganda/berulang di blok yang sama sebeum
blok-blok lainnya slesai diperiksa.
10.6.4.2. Ancak yang diperiksa adalah ancak yang dipanen/dipotong pada
satu hari sebelumnya.
28 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
10.6.4.3. Penentuan titik awal baris tanaman yang akan diperiksa dilakukan
pada salah satu dari 10-20 baris pertama secara acak. Barisan
tanaman pengamatan selanjutnya dipilih secara sistematis dengan
selang sebanyak 20 (dua puluh) baris. Sebagai contoh : jika titik
awal pemeriksaan ancak dilakukan pada baris nomor 15 dan 16
(rintis nomor 8), maka pemeriksaan berikutnya dilakukan pada
baris 35-36, 55-56, 75-76 dan 95-96. Apabila di dalam satu blok
terdapat nomor baris terakhir dalam blok tersebut.
10.6.4.4. Pemeriksaan kualitas ancak dilakukan terhadap kriteria
pengutipan brondolan, buah masak tinggal di pokok, dan
seterusnya sesuai point 10.5.4
10.6.4.5. Hasil pemeriksaan dicatat di dalam Buku Pemeriksaan Mutu Buah
dan Ancak Panen untuk Tim Kebun, sedangkan Mantri Buah dan
Tim RO/HO dicatat di dalam Formulir Pemeriksaan Ancak
Panen/Formulir Sensus Brondolan.

10.7. PELAPORAN

10.7.1 Bentuk dan jadwal laporan


Hasil grading buah/TBS dan pemeriksaan ancak panen dilaporkan ke RO
Samarinda setiap bulan dalam bentuk sebagai berikut :
a) Data dan peta mutu buah/TBS antara lain : peta buah mentah, buah
abnormal dan buah terserang tikus di setiap kebun per bulan.
b) Data dan peta kualitas ancak panen antara lain : peta brondolan tinggal,
buah masa tinggal dan peta pelepah sengkleh/berserak
c) Data estimasi kerugian akibat buah mentah, losses buah tinggal dan
brondolan tidak terkutip

10.7.2 Penyampaian Laporan


Laporan bulanan akan dsampaikan kepada RO Samarinda

10.7.3 Evaluasi
Setiap periode 6 (enam) bulan akan dilakukan evaluasi terhadap pekerjaan
tim grading dengan tujuan untuk memperbaiki prosedur dan metode kerja
secara bertahap sampai nantinya akan dicapai standarisasi prosedur, sistem
kerja dan format laporan.

LAMPIRAN 1113-RO
STANDAR PENGUKURAN POTONG BUAH (PANEN)
I. Persiapan Potong Buah
1.1. Persiapan potong buah dinilai berdasrakan prasarana pendukung potong buah yang
telah diselesaikan yaitu pasar rintis, titi panen dan TPH.
Penghitungan/pemeriksaannya berdasarkan sampling, yaitu 1/3 dari seluruh blok
dan setiap blok diperiksa minimal 10%.

29 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
1.2. Penentuan titik awal sampling dilakukan pada salah satu dari 4 (empat) pasar rintis
pertama secara acak. Pasar rintis pengamatan selanjutnya dipilih secara sistematis
dengan selang sebanyak 6 (enam) pasar rintis.
1.3. Untuk menilai kelengkapan titi panen dan TPH disesuaikan dengan sampling pasar
rintis yang diperiksa.

II. Rotasi/Pusingan Potong Buah


2.1. Rotasi potong buah adalah rata-rata rotasi potong buah masing-masing afdeling
dalam setiap bulan dalam satuan hari.
2.2. Penghitungan rata-rata rotasi potong buah diambil berdasarkan DAFTAR PUSINGAN
POTONG BUAH di kantor afdeling.

III. Kualitas/Mutu Buah


1.1. Pemeriksaan grading mutu buah di TPH dan pemeriksaan ancak panen
dilaksanakan secara sampling. Untuk pemeriksaan mutu buah di TPH dan
pemeriksaan ancak panen ditetapkan minimal sebanyak 7 TPH di dalam satu blok
seluas 30-40 ha yang mempunyai total 42 TPH atau sampling sebesar – 16%.
Sedangkan untuk pemeriksaan ancak panen ditetapkan minimal 6 pasar rintis di
dalam satu blok seluas 30-40 ha yang mempunyai total 128 baris atau sampling
sebesar – 10%.
1.2. Buah yang degrading adalah buah yang dipanen/dipotong pada hari itu dengan
kriteria sebagai berikut :

a) BUAH MENTAH (Unripe) dengan simbol “A”


Adalah janjangan buah yang membrondol kurang adri 1 (satu) brondol per
kg janjang (sesuai kriteria matang panen)
b) BUAH MASAK (Ripe) dengan simbol “N”
Adalah janjang yang warnanya kemerahan dan membrondol paling sedikit
1 (satu) brondol per kg janjang dan paling banyak 50%
c) BUAH TERLALU MASAK (Over-Ripe) dengan simbol “O”
Adalah janjang buah yang membrondol lebih dari 50% hingga maksimum
90%.
d) Janjang Kosong (Empty Bunch) dengan simbol “E”
Adalah janjang buah yang membrondol dari 90% hingga membrondol
seluruhnya.
e) BUAH ABNORMAL (Abnormal Bunch) dengan simbol “BA”
Adalah janjang buah yang gagal berkembang menjadi buah masak normal,
antara lain : buah parthenokarpi (>50% brondol parthenokarpi), buah batu
dan buah sakit.

f) Pengamatan tambahan
 BUAH GAGANG/TANGKAI PANJANG (Long Stalk) dengan simbol “TP”
Adalah janjang buah yang panjang gagangnya lebih dari 2 cm diukur
dari potongan yang terdekat dengan sisi permukaan buah.
 BUAH DIMAKAN TIKUS (Rat Damage) dengan simbol “R”

30 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Adalah janjang buah yang dimakan tikus yaitu taerdapat lebih dari 3
(tiga) brondol dalam satu janjang dijumpai bekas keratin baru gigitan
tikus.
1.3. Pemeriksaan ancak panen dilakukan pada ancak yang dipanen satu hari
sebelumnya.
1.4. Pemeriksaan kualitas ancak dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
a) BUAH MASAK TINGGAL DI POKOK
Adalah janjang masak yang tidak dipotong/dipanen sehingga masih
tertinggal di pokok.
b) BRONDOLAN TINGGAL
 Brondolan tidak dikutip di piringan/pasar rintis, simbol “P”
Adalah jumlah brondolan yang ada di piringan dan pasar rintisyang
tidak dikutip/dibawa ke TPH
 Brondolan tersangkut di ketiak pelepah, simbol “K”
Adalah jumlah brondolan yang masih tersangkut di ketiak
pelepah/pelepah karena pada waktu menurunkan/memotong janjang
tidak melakukan pe”nyogrokan” brondolan yang ada di ketiak pelepah
atau brondolan tersangkut pada pelepah bekas tunasan karena
pekerjaan tunas dilakukan tidak sempurna.
 Brondolan dibuang ke gawangan dan atau tempat lain, simbol “GL”
adalah jumlah brondolan yang dengan sengaja dibuang ke gawangan
dan tempat lain, misalnya : parit, jalan dan lain-lain.

31 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
SENSUS DAN IDENTIFIKASI POKOK

I. SENSUS POKOK

1.1. PENDAHULUAN

1.1.1. Sensus pokok dilakukan secara berkala sesuai dengan ketentuan yang bertujuan
untuk mendapatkan data yang lengkap mengenai keadaan sebenarnya di lapangan
terutama yang berhubungan dengan produktivitas tanaman. Sensus pokok harus
dilakukan secara teliti sehingga dapat memberikan data yang akurat. Hasil sensus
yang akurat dapat memudahkan dalam pengelolaan kebun dan dapat digunakan
untuk mengetahui serta melakukan tindakan terhadap hal yang berkaitan dengan:
a) Jumlah pokok produktif dan nonproduktif
b) Pokok sakit/abnormal
c) Pokok mati/kosong
d) Data parit dan sarana fisik (jalan, jembatan, titi panen, dan lain-lain)
e) Pekerjaan panen
f) Pekerjaan pemupukan
g) Pengendalian hama dan penyakit

1.1.2. Data pokok normal dan abnormal yang didapatkan lebih awal akan sangat
bermanfaat untuk menyusun program penyisipan dan pelaksanaannya, sehingga
didapatkan produksi per ha maksimal.

1.1.3. Asisten afdeling bertanggung jawab atas pelaksanaan sensus diafdelingnya.


Asisten afdeling akan melatih karyawannya dan harus memastikan bahwa semua
pencatatan data adalah benar dan tepat. Pekerjaan ini secara berkala dikontrol
dan diperiksa kebenarannya oleh Askep dan Manager.

1.2. KETENTUAN UMUM SENSUS

1.2.1. Waktu pelaksanaan sensus pokok


1.2.1.1 Untuk areal TBM, dilakukan sensus sampai dengan umur 3 tahun
dengan ketentuan:
Tindakan
Sensus Umur Tanaman Pokok
Pokok Non Valuer
Kosong/Mati
I 6 Bulan Sisip
II 12 Bulan Sisip X ( merah )
III 24 Bulan Sisip Bongkar dan sisip
IV 36 Bulan Sisip

32 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
1.2.1.2 Untuk pokok non valuer yang telah diberi tanda harus dicek oleh
Asisten/Manager guna memutuskan perlu atau tidaknya dilakukan
pembongkaran dan penyisipan.
1.2.1.3 Untuk areal TM, pelaksanaan sensus dilakukan setiap 3 tahun sekali
pada bulan Nopember terhitung mulai TM ke – 1
1.2.1.4 Ketentuan pembongkaran dan penyisipan pokok non valuer pada areal
TM;
a) Penyisipan pada areal TM dilakukan hanya sampai dengan pokok
umur 5 (lima) tahun atau TM ke - 2
b) Jika ditemukan pokok non valuer sampai dengan TM tahun ke-2,
maka pokok tersebut dibongkar kemudian dilakukan penyisipan
secepatnya.
c) Jika ditemukan pokok non valuer pada areal TM tahun ke-3 sampai
ke-5, maka dilakukan pembongkaran dan penyisipan dengan
mempertimbangkan efek naungan/ lama penyinaran matahari yang
akan menghambat pertumbuhan pokok sisipan (etiolasi) sesuai
Gambar 14.1

PERHATIAN:
Untuk areal TM, pada tahun yang tidak dilakukan sensus pokok maka data sensus harus di
“UP Date” secara administrasi terhadap pembongkaran pokok dan penyisipan yang
dilakukan. Update data sensus dilakukan setiap bulan, tetapi untuk perhitungan jumlah
pokok produktif yang akan digunakan sebagai dasar sensus produksi semester
menggunakan data per akhir semester.

1.2.1.5 Untuk areal kosong yang luas harus dilakukan penyisipan secara total
dengan persetujuan Group Manager / Regional Head
1.2.1.6 Bibit untuk penyisipan di areal TBM & TM tahun ke-2 sebaiknya
menggunakan bibit yang seumur dengan tanaman utama, sedangkan
untuk tanaman yang lebih tua menggunakan bibit berusia lanjut (AMP =
Advanced Planting Material)
1.2.1.7 Sensus dilakukan secara sistematis blok per blok.

1.2.2. Bahan dan alat sensus


1.2.2.1 Bahan dan alat yang harus dipersiapkan dalam pekerjaan sensus, yaitu:
a) Triplek (Hard Cover)
33 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
b) Formulir sensus
c) Kuas
d) Parang (alat pengerok)
e) Cat warna biru dan putih
f) Tempat cat (aqua)
g) Map penyimpan file
h) Rak files sensus

1.2.3. Kebutuhan tenaga sensus


1.2.3.1 Tiap afdeling pada suatu kebun memerlukan 2 – 3 tim sensus (prestasi 5 –
7 Ha/HK). QC Hama dan Penyakit yang bertindak sebagai koordinator
afdeling dan dibantu karyawan Afdeling. 1 (satu) tim beranggotakan 3
(tiga) petugas sebagai anggota tetap yaitu terdiri dari :
a) 1 (satu) orang : membawa cat dan membuat nomor teller
b) 1 (satu) orang : menghitung dan mencatat jumlah pokok
c) 1 ( satu) orang : membuat administrasi lapangan
1.2.3.2 Petugas sensus harus bertanggung jawab terhadap pekerjaannya masing-
masing. Misalnya petugas pencatat tidak melakukan kesalahan
penghitungan, pokok terlewati, dan lain-lain. Sedangkan petugas
pengecat (bila diperlukan untuk tugas pembuatan tanda
sensus/perbaikannya) menjaga agar cat tidak tumpah, mengering, dan
sebagainya.

1.2.4. Ketentuan dan pencatatan tanda-tanda sensus pokok


1.2.4.1 Pada saat sensus, petugas menghitung dan mencatat status pokok
berdasarkan tanda pada formulir sensus yaitu :
X (Silang) = Pokok Normal
O (Bulat) = Pokok Mati/Kosong
S ( Huruf S ) = Pokok sisipan
Ø ( bulat strip) = Tidak bisa ditanam (karena jalan, parit dan
sebagainya)
1.2.4.2 Pada areal TBM, tanda sensus atau biasa dikenal dengan “Nomor Teller”
ditulis nomor baris saja pada pelepah bagian bawah di pokok terluar
dari setiap baris tanaman (menghadap jalan produksi) karena data
pokok hidup dan pokok mati/kosong akan berubah setiap dilakukan
sensus pokok mengingat telah dilakukan penyisipan.

1.2.4.3 Pada areal TM, tanda sensus dicatat dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Tanda dibuat dipokok pada bekas potongan pelepah dan dikerok
dengan parang
b) Tanda berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar biru
dan tulisan warna putih. Pengecatan dengan kuas yang dibuat dari

34 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
c) pelepah sawit yang telah dipersiapkan terlebih dahulu (gambar
14.2.)
d) Tinggi tanda dari permukaan tanah: + 1,5 Meter (TM) dan + 1
meter (TBM).
1.2.4.4 Data rekapitulasi sensus dibuat oleh mantra hama dan penyakit
sebanyak 2 (dua) rangkap dan selanjutnya diparaf dan diketahui oleh
Asisten Afdeling masing-masing sebelum difilekan, yaitu 1 (satu)
rangkap untuk kebun (pada QC di Kantor Central)

1.3. ORGANISASI SENSUS POKOK

1.3.1. Sebelum dilakukan sensus pokok, harus dibuat terlebih dahulu tanda sensus
(empat persegi panjang) pada pokok terluar menghadap jalan produksi dengan cat
warna dasar putih, sedangkan penulisan hasil sensus dilakukan pada saat sensus.
Sensus dilakukan paling cepat (satu) hari setelah pengecatan tanda sensus.

1.3.2. Cara kerja petugas penghitung dan pencatat (A), petugas pengecat (B) dan petugas
pembuat administrasi lapangan ( C ) dalam pelaksanaan sensus.
a) Petugas berjalan dipasar rintis dan arah berjalan menurut arah baris
b) Petugas A mensensus 2 baris pokok (baris 1 & 2). Secara bersamaan petugas B
membuat nomor baris pada pokok paling luar yang telah ada tanda
sensusnya.
c) Kemudian petugas B berjalan mengikuti arah arah petugas A yang masih
mensensus seluruh pokok dalam barisan tersebut. Sesampainya di pokok
terluar, petugas B membuat nomor baris yang sama dengan sebelumnya.
d) Petugas A memberitahu jumlah pokok normal /hidup dan pokok mati/kosong
ke petugas B, kemudian petugas B mengecat hasil sensus pada tanda sensus
sebagai “nomor teller” (Gambar 14.2.)
e) Petugas A melanjutkan sensus pada 2 (dua) baris kedua (baris 3&4). Petugas B
berjalan dan mengecat pada 2 pokok terluar lain pada 2 baris pertama.
Kemudian menunggu hasil sensus petugas A dan segera mengecat 2 pokok
terluar pada 2 baris kedua. Seterusnya hingga selesai target yang harus
dicapai tim sensus.
f) Seluruh hasil sensus di informasikan ke petugas C untuk dibawa ke afdeling.
Laporan tersebut direkap oleh petugas C bersama Mantri Hama Penyakit.

35 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
1.3.3. Selain melakukan sensus pokok, petugas sensus melakukan sensus terhadap
sungai, parit, dan lain-lain yang terdapat di dalam blok tersebut dan
menggambarkan pada Peta Detail.

II. IDENTIFIKASI POKOK NON VALUER

2.1. PENDAHULUAN.

2.1.1. Pokok abnormal dapat terjadi karena sifat-sifat genetik tanaman yang sifatnya
menetap dan berlangsung lama atau karena keadaan lingkungan atau keduanya.
Pokok abnormal karena pengaruh lingkungan (misalnya karena defisiensi unsur
hara seperti Boron) umumnya dapat diperbaiki atau dicegah dengan tindakan
kultur teknis.

2.1.2. Pokok abnormal dilapangan sangat merugikan karena produksi yang dihasilkan
sangat rendah atau bahkan tidak berproduksi sama sekali, sedangkan perlakuan
yang diberikan (perawatan) sama dengan pokok yang normal.

2.1.3. Untuk menghindari kerugian karena pokok abnormal maka sebelum ditanam
dilapangan harus dilakukan seleksi yang ketat di pembibitan dan untuk pokok
abnormal yang terlanjur tertanam di lapangan segera dilakukan pembongkaran
dan penyisipan pada kondisi yang masih memungkinkan.

2.2. GEJALA POKOK ABNORMAL

2.2.1. Gejala pokok abnormal di lapangan dapat terjadi pada bagian vegetatif dan
generatif tanaman.

2.2.2. Gejala pada bagian Vegetatif


a) Pertumbuhan pelepah daun berputar (twisted frond)
b) Pokok dengan sebagian anak daun berwarna putih kekuningan “chimera”
(Gambar 14.3)
c) Penyakit tajuk/crown disease yang amat parah dengan helaian daun pelepah
melengkung berputar ke bawah, sebagian daun dan pucuk membusuk dan
mengering (Gambar 14.4)
d) Anak daun pada pelepah sempit memanjang (narrow leaves)
e) Susunan anak daun sangat rapat seperti sirip ikan
f) Pelepah daun tegak
g) Anak daun keriting (crinkled) dan pelepah daun muda sangat pendek
dibandingkan dengan pelepah normal (diduga defisieni boron yang amat
parah)
h) Bertunas atau bercabang
i) Pokok kerdil atau kurus akibat hama penyakit.

36 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Gambar 14.3. Pokok Chimera

Gambar 14.4. Penyakit Tajuk “ Crown Disease

2.2.3. Gejala Bagian Generatif


a) Buah pada tandan terus menerus gugur sebelum matang dan membusuk “
pokok gajah” (Gambar 14.5)
b) Buah tersusun sangat rapat dan kecil-kecil
c) Pokok steril dan tidak berbuah (Gambar 14.6)

37 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Gambar 14.5. Pokok Gajah (Giant)

Gambar 14.6. Pokok Steril (Pokok Jantan)

III. Pembongkaran POKOK ABNORMAL

3.1. Pada Areal TBM, pembongkaran pokok abnormal langsung dilakukan segera setelah
didapatkan hasil sensus pokok. Sebelum pembongkaran dilakukan, asisten afdeling yang
bersangkutan harus memastikan bahwa pokok tersebut benar-benar termasuk pokok
abnormal dan non valuer.
3.2. Pada areal TM, sebelum dibongkar dilakukan peracunan sama seperti pada pelaksanaan
peracunan pokok terserang Gonoderma yang terdapat di Bab Pengendalian Hama dan
Penyakit.

38 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
39 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
40 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
STANDAR PENGUKURAN
SENSUS DAN IDENTIFIKASI POKOK

I. Tanaman Belum Menghasilkan

1.1. Ketepatan waktu sensus


1.1.1. Ketetepatan waktu sensus diukur berdasarkan penyimpangan waktu program
sensus pada areal TBM sesuai ketentuan dalam satuan hari.
1.1.2. Ketentuan sensus

Umur Tindakan
Sensus
Tanaman Pokok Mati/Kosong Pokok Non Valuer
I 6 bulan Sisip X (Merah)
II 12 bulan Sisip Bongkar dan sisip
III 24 bulan Sisip
IV 36 bulan Sisip

1.2. Penyelesaian penyisipan


1.2.1. Penyelesaian program penyisipan pada areal TBM dihitung berdasarkan
persentase programpenyisipan yang telah diselesaikan. Penyelesaian sisipan
maksimal 3 (tiga) bulan setelah sensus.
1.2.2. Waktu pelaksanaan sensus berdasarkan ketentuan table di atas.

1.3. Kelengkapan Blok Sensus


1.3.1 Kelengkapan blok sensus detail diukur berdasarkan persentase penyelesaian hasil
sensus seluruh blok dalam bentuk formulir hasil sensus dan laporan rekapitulasi
disetiap afdeling.

II. Tanaman Menghasilkan (TM)

2.1. Ketepatan waktu sensus


2.1.1. Ketepatan waktu sensus diukur berdasarkan penyimpangan waktu program sensus
pada areal TM sesuai ketentuan dalam satuan hari.
2.1.2. Untuk areal TM, pelaksanaan sensus dilakukan setiap 3 (tiga) tahun sekali pada
bulan Nopember terhitung mulai TM tahun ke-1.

2.2. Penyelesaian penyisipan


2.2.1. Penyelesaian program penyisipan pada areal TM dihitung berdasarkan persentase
program penyisipan yang telah diselesaikan. Penyelesaian sisipan maksimal 3
(tiga) bulan setelah sensus.
2.2.2. Waktu pelaksanaan sensus berdasarkan program pelaksanaan sensus TM.

41 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
2.3. Kelengkapan Teller
2.3.1. Kelengkapan nomor teller diukur berdasarkan persentase penyelesaian nomor
teller pada masing-masing blok.
2.3.2. Pada areal TM, tanda sensus “teller” dicatat dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Tanda dibuat dipokok pada bekas potongan pelepah dan dikerok dengan
parang.
b) Tanda berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar putih dan
tulisan warna biru. Pengecatan dengan kuas yang dibuat dari pelepah sawit
yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.
c) Tinggi tanda dari permukaan tanah: 1,5 meter (TM)

2.3.3. Penghitungan/pemeriksaannya berdasarkan sampli, yaitu 1/3 dari seluruh blok


dan setiap blok diperiksa minimal 25% dari jumlah baris pada blok standar 30 – 40
Ha (128 Baris), yaitu 32 baris tanam.

42 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
ESTIMASI PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR
I. PERIHAL
Hal atau tujuan utama dari sensus TBS adalah :
1. Sensus Buah merupakan alat yang digunakan oleh Manajemen untuk perencanaan
kegiatan panen yang meliputi perekrutan pemanen, Mesin-mesin dan kegiatan
peawatan umum pabrik
2. Data estimasi produksi yang akurat dapat membantu komitmen dalam penjualan
CPO.

II. METHODE ULU BERNAM


a) Methode Ulu Bernam juga disebut “Bunch Count” atau Penghitungan Buah adalah
suatu methode yang simpel dan penggunaannya sangat luas di Industri Perkebunan
untuk estimasi TBS untuk periode 4 (empat) bulan
b) Penghitungan ini dilakukakan sebanyak 5 % sampel pokok kelapa sawit dari total
areal pada semua pertumbuhan buah.
c) Penghitungan dilakukan 3 (tiga) kali dalam setahun yaitu:
i ) Diakhir bulan Desember = “untuk data estimasi Januari s.d April”
ii ) Diakhir bulan April = “untuk estimasi periode Mei s.d Agustus”
iii ) Diakhir bulan Agustus = “ untuk estimasi periode September s.d Desember

III. SISTEM SENSUS


a) Sampel diambil setiap 20 (dua puluh) baris tanam
b) Row/baris tanam yang diambil harus ditetapkan secara permanen dengan diberi
tanda “Bunch Census Row”(BCR)
c) Untuk memudahkan “Leaf Sampel Row” (LSR atau LSU) dapat digunakan untuk
penghitungan BCR. Akan tetapi LSR atau LSU satu sampel disetiap 10 (sepuluh) baris
tanam, jadi setiap baris tanama selain LSR atau LSU dapat digunakan sebagai BCR
d) Didalam baris tanaman sebagai BCR setiap pokok kelapa sawit harus diperiksa. Ini
akan memberikan 5 % sampel disetiap lapangan.

IV. PENGHITUNGAN
a) Semua kriteria buah di pokok kelapa sawit harus dihitung
b) Buah betina yang baru keluar dan tidak penuh (Buah tidak hitam &Mengkilap) tidak
dihitung
c) Buah tidak normal (abnormal) – Buah banci (hermaphrodit), Buah sangat kecil,
Buah(berondolan) tidak penuh atau buah busuk tetap harus dihitung tetapi dicatat
terpisah.
d) Jika tanaman tidak normal atau mati atau titik tanamnya kosong, ini harus dicatat
e) Pencatatan harus dibuat sesuai standar format penghitungan buah (Terlampir)
f) Penghitungan buah harus dibagi terpisah dalam individu dimana dilakukan untuk
empat bulan dalam satu periode sensus. Ini ditunjukkan dalam form yang
ditentukan. Beberapa persetujuan penjelasan harus diisikan untuk form ini.
g) Semua form diisi dan dilampirkan dalam surat referensi jika diperlukan, setelah
estimasi buah telah dihitung atau dikalkulasi

43 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
V. PELATIHAN PENGHITUNGAN BUAH
a) Pekerja yang terpilih untuk melakukan penghitungan buah harus menjadi
mendapat pelatihan sebelum melakukan kegiatan sehingga mereka (pekerja)
mengetahui apa dan bagaimana cara melakukan penghitungan buah atau sensus
buah.
b) Pelatihan dapat diterangkan atau dijelaskan oleh General Manager pada estate-
estate yang meminta.

VI. HASIL PENGHITUNGAN


a) Data penghitungan buah (TBS) dikumpulkan, jumlah TBS per Hektar pertama kali
dihitung
b) Total Jumlah pokok yang dihitung Termasuk Mati atau Abnormal (PC)
c) Total jumlah Tandan buah yang dihitung (BC)
d) Rata-rata jumlah tandan per pokok (ABC) = BC + PC
e) Informasi-informasi lain yang diperlukan
f) Total pokok per Hektar (TS)
g) Berat Janjang Rata-rata “BJR” (ABW)
h) TS diperoleh dari catatan jumlah pokok ditiap Estate. Ini harus diupdate secara
rutin.
Hasil Penghitungan
i) ABW diperoleh dari statistik produksi estate. Pandua umum dapat digunakan
dalam penyusunannya:
j) Untuk Tanaman umur 7 tahun kebawah atau tanaman muda
Dapat digunakan ABW (BJR) 6 bulan sebelumnya
k) Untuk tanaman umur 8 tahun keatas atau tanaman tua
Dapat digunakan ABW (BJR) 12 bulan sebelumnya
Akan tetapi Manager dapat menggunakan cara sendiri untuk memutuskan hal
yang lebih baik atau dapat menggunakan pendekatan ABW (BJR) mana yang harus
digunakan berdasarkan pengamatan dan interpretasi mengenai trend produksi
buah dilapangan.
l) Berdasarkan data diatas, total produksi TBS untuk 4 (empat) bulan kedepan dapat
dihitung dengan cara :
ABC X ABW X TS = Total TBS
TBS per bulan diperoleh dengan menggunakan estimasi per bulan berdasarkan
data ABC
m) Hasil penghitungan sensus harus dicopy dan diserahkan kepada General Manager
dan Estate Departement

VII. UPDATE BULANAN ESTIMASI PRODUKSI


a) Ketepatan / keakuratan estimasi produksi mungkin tidak benar akibat beberapa
faktor antara lain:
1. Ketinggian Pohon – Pohon tinggi sehingga sulit untuk dilihat
2. Tidak tepat dalam estimasi berat buah – khususnya tanaman muda
3. Efisien dalam pemanenan
b) Estimasi TBS harus diupdate setiap bulan dengan menggunakan data ABW (BJR)
yang terakhir dan catatan realisasi jumlah janjang yang dipanen
c) Setiap Update data harus dicopy dan diserahkan ke General Manager dan Estate
Departement
44 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Sensus Tandan
Borang A – Rekod Di ladang
Ladang/Peringkat :.......................... No. Blok/Petak :.......................
Tanggal/Bulan Sensus :.......................... Pesensus :.......................
Baris Sensus :.......................... Baris Sensus :........................

JumlahTandan Jumlah Tandan


No
Bula Bula Bula Bula No
Poko Jumlah Bulan Bulan Bulan Bulan Jumlah
n n n n Pokok
k 4 Bulan 1 2 3 4 4 Bulan
1 2 3 4
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7
8 8
9 9
10 10
11 11
12 12
13 13
14 14
15 15
16 16
17 17
18 18
19 19
20 20
21 21
22 22
23 23
24 24
25 25
26 26
27 27
28 28
29 29
30 30
Jml Jml

Pokok Matang : Pokok Matang :


Pokok Ganti : Pokok Ganti :
Pokok Mati/Kosong : Pokok Mati/Kosong :
Jumlah/Pokok* : Jumlah/Pokok* :
Jumlah pokok termasuk pokok ganti dan mati atau kosong
X : Pokok mati atau tiada pokok (Kosong)
: Pokok Ganti

45 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Sensus Tandan
Buku Sensus Tandan

Ladang/Peringkat :...............................
Jumlah Tandan
No No Baris Jumlah Jumlah
Bulan Bulan Bulan Bulan
Blok Banci Pokok Tandan
1 2 3 4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
[P] [T] [ TI ] [T2] [ T3 ] [ T4 ]

*Jumlah pokok termasuk pokok ganti dan mati atau kosong


Jumlah pokok [P]

Bulan 1 Bil. Tandan [T1] Bilangan Tandan/Pokok [AV1+T1/P]


Bulan 2 Bil. Tandan [T2] [AV2+T2/P]
Bulan 3 Bil. Tandan [T3] [AV3+T3/P]
Bulan 4 Bil. Tandan [T4] [AV4+T4/P]

Jumlah 4 Bulan [T] [AV=T/P]

Jumlah pokok yang ada diblok


Anggaran Berat Tandan [Kg]*
* anggaran berat tandan = purata 6 bulan

Anggaran Hasil FFB

Bulan 1 Hasil FFB [ton] [AV1 X ABW X TP] / 1000


Bulan 2 Hasil FFB [ton] [AV2 X ABW X TP] / 1000
Bulan 3 Hasil FFB [ton] [AV3 X ABW X TP] / 1000
Bulan 4 Hasil FFB [ton] [AV4 X ABW X TP] / 1000

Jumlah 4 Bulan Hasil FFB [ton] [AV X ABW X TP] / 1000

46 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
SENSUS PRODUKSI

I. PENDAHULUAN
1.1. Sensus produksi merupakan salah satu pekerjaan penting dalam rangka pengendalian dan
pengelolaan kebun secara keseluruhan. Hasil sensus produksi akan sangat menentukan
kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh manajem kebun (GM, Manager dan Asisten)
dalam pengendalian biaya dan penekanan :losses” produksi, selain itu angka sensus
produksi akan digunakan sebagai dasar analisa pencapaian produksi tahun berjalan dan
penentuan anggaran produksi berikutnya.

1.2. Secara umum hasil sensus produksi memiliki manfaat sebagai berikut:
a) Mengestimasi produksi TBS, CPO dan PKO 6 (enam) bulan kedepan
b) Mengestimasi jumlah uang yang dihasilkan dan dikeluarkan (“cashflow”) perusahaan
c) Mengestimasi penjualan (marketing)
d) Perencanaan potong buah
e) Mengetahui losses dilapangan.

1.3. Angka-angka hasil sensus produksi harus dapat dipertanggungjawabkan keakuratan dan
kebenarannya. Data hasil sensus yang akurat dan benar dapat dicapai apabila persiapan
dan proses dalam pelaksanaan sensus produksi dapat berjalan dengan baik serta melalui
supervisI yang ketat dan mendetail.

1.4. Tahapan-tahapan persiapan dan proses sensus produksi adalah:


a) Pembuatan dan atau perbaikan tanda –tanda sensus
b) Pelaksanaan sensus
1. Sensus Jumlah janjang
2. Sensus/penimbangan BJR

II. TANDA-TANDA SENSUS PRODUKSI

2.1. WAKTU PELAKSANAAN


2.1.1 Pembuatan tanda-tanda sensus dilaksanakan bila pembuatan dan penyesuaian
nomor blok telah dilaksanakan oleh masing-masing kebun.
2.1.2 Tanda-tanda sensus terlebih dahulu harus dibuat sebelum dilakukan sensus
produksi. Tanda-tanda sensus dibuat hanya sekali saja dan sebaiknya secara rutin
setahun sekali dilakukan perbaikan. Pembuatan dan perbaikan tanda-tanda sensus
dilakukan pada bulan November atau Mei

2.2. BAHAN DAN ALAT PEMBUATAN DAN ATAU PERBAIKAN TANDA-TANDA SENSUS
2.2.1. Bahan dan alat yang harus dipersiapkan Asisten Afdeling dalam pembuatan
tanda–tanda sensus yaitu:
a) Kuas
b) Parang (alat Pengerok)
c) Cat warna putih dan biru
d) Tempat cat (aqua) dan kantong pelastik “kresek”
47 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
e) Tali raffia
f) Mal atau ukuran tanda sensus dan alat tulis lainnya.

2.3. KEBUTUHAN TENAGA PEMBUATAN DAN ATAU PERBAIKAN TANDA –


TANDA SENSUS

2.3.1. QC hama dan Penyakit masing-masing afdeling yang bertindak sebagai koordinator
afdeling dan dibantu karyawan afdeling . 1 (satu) tim beranggotakan 3 (tiga)
pertugas sebagai anggota tetap, ketiga petugas tersebut terdiri dari:
a) 1 orang (A) : Menghitung dan menentukan baris sensus (tapak jalak), titik
sensus (TS) dan pokok sensus (PS)
b) 1 orang (B) : Mengerok lokasi tapak jalak, TS dan PS
c) 1 orang ( C) : Mengecat tanda tapak jalak, TS dan PS
2.3.2. Jumlah atau banyaknya tim pembuat dan atau perbaikan tanda-tanda sensus
dalam satu afdeling sangat ditentukan oleh luas areal dan target waktu yang telah
ditentukan. Norma prestasi pekerjaan ini adalah 0.10 – 0.13 Hk/Ha atau 7.5 – 10
Ha/HK

2.4. TANDA-TANDA SENSUS PRODUKSI


Dilapangan terlebih dahulu dibuat Barisan Sensus (BS), Titik Sensus (TS) dan Pokok Sensus
(PS) dengan ketentuan sebagai berikut:

2.4.1. Barisan Sensus (BS)


a) BS merupakan barisan – barisan tanaman di lapangan dimana di dalamnya
terdapat titik – titik sensus dan pokok sensus
b) Penetapan BS dimulai Dari baris ke – 3 (arah Timur – Selatan jika baris tanam
Utara – Selatan atau Arah Barat - Selatan jika baris tanaman Timur – Barat)
dan selanjutnya setiap selang 5 (lima) baris atau baris ke -6 dari setiap BS yang
satu ke BS selanjutnya (Gambar 15.1)
c) Semua BS diberi notasi berupa tanda Tapak Jalak dan bernomor dibawahnya.
BS terletak diatas tanda teller pada pokok tepi jalan produksi dengan
ketentuan sebagai berikut:

2.4.2. Titik Sensus (TS)

a) TS merupakan titik-titik tanaman di lapangan sebagai pusat dilakukannya


sensus. TS biasa dikenali dengan “ Mata Gareng” / “Totol”

48 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
b) Penetapan TS dimulai pokok ke – 3 di setiap BS dan selanjutnya setiap selang
5 (lima) pokok atau pokok ke-6 dari TS satu ke TS selanjutnya (Gambar 15.1).
Terdapat 6 (enam) TS dalam setiap BS sehingga dalam satu blok minimal ada
+ 126 TS ( blok standar 30 Ha)
c) Semua TS diberi notasi pada ketinggian 1,5 m dari permukaan tanah (atau
disesuaikan dengan tinggi pokok) dengan ketentuan sebagai berikut:

2.4.3. Pokok Sensus (PS)


a) PS adalah pokok-pokok di lapangan yang mengelilingi TS yang merupakan
pokok pengamatan
b) Semua PS diberi nomor denga cat putih pada ketinggian 1,5 m dari
permukaan tanah. PS masing-masing TS berjumlah 6 (enam) pokok
c) Apabila salah satu PS kosong/mati, maka pokok didekatnya yang searah TS
menjadi PS pengganti. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 15.1

Gambar 15.1 Denah Sensus Produksi

2.5 ORGANISASI PEMBUATAN TANDA-TANDA SENSUS


2.5.1. Pembuatan tanda-tanda sensus dimulai baris ke 6 (arah Timur-Selatan) pada blok
dengan arah barisan tanaman Utara – Selatan, sedangkan (arah Barat – Selatan )
pada blok dengan arah barisan tanaman Timur – Barat.
2.5.2. Petugas A menentukan lokasi BS (Tapak Jalak) yang ditandai dengan tali raffia,
kemudian masuk ke dalam barisan. Pada baris ke – 3 dari tepi jalan, petugas A
menentukan TS 1 dan PS yang diberi tanda tali raffia. Selanjutnya, selang 5 (lima)
49 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
pokok dijadikan TS. Tanda Tapak Jalak harus menghadap ke jalan produksi,
sedangkan TS dan PS menghadap pasar rintis. Semua BS,TS dan PS dihitung dan
dicatat.
2.5.3. Pada saat bersamaan, petugas B membersihkan dan mengerok pelepah dengan
menggunakan parang pada pokok-pokok yang telah diberi tanda. Kemudian,
petugas B maju mengikuti arah petugas A.
2.5.4. Setelah lokasi tanda-tanda sensus dikerok, petugas C langsung mengecat “ tapak
jalak” , TS dan semua PS. Petugas C membawa semua tali yang berada pada
pokok-pokok tersebut dan meletakkannya kedalam kantong “keresek” yang
dibawanya. Selanjutnya melakukan pekerjaan serupa sesuai arah petugas A dan B.

III. SENSUS JUMLAH JANJANG

3.1. WAKTU PELAKSANAAN


3.1.1. Waktu pelaksanaan sensus jumlah janjang yaitu:
a) Semester I : 20 Desember – 31 Desember
b) Semester II : 20 Juni - 30 Juni

3.2. BAHAN DAN ALAT SENSUS JUMLAH JANJANG


3.2.1. Asisten Afdeling harus mempersiapkan bahan dan alat untuk sensus jumlah
janjang yaitu:
a) Krayon warna merah dan pulpen
b) Triplek/”hardcover”
c) Buku sensus/Format sensus
d) Sendok (alat pengerok)
e) Pisau silet
f) Pengait (“egrek sensus”)

3.3. KEBUTUHAN TENAGA SENSUS JUMLAH JANJANG


3.3.1. Dalam pelaksanaan sensus jumlah janjang disetiap afdeling dikoordinir oleh QC
Hama dan Penyakit dan dibantu karyawan afdeling. Tim petugas sensus terdiri dari
4 (empat) orang yaitu 1 (satu) orang petugas pencatat yang bertindak sebagai
kepala Tim dan 3 (tiga) orang petugas penghitung sebagai anggota Tim. Tugas
masing-masing petugas antara lain:
a) 1 orang (KetuaTim) : bertugas mensensus TS dan pemegang administrasi
sensus
b) 1 orang (A) : bertugas mensensus PS 1 dan 4
c) 1 orang (B) : bertugas mensensus PS 2 dan 3
d) 1 orang (C ) : bertugas mensensus PS 5 dan 6
3.3.2. Jumlah atau banyaknya tim sensus dalam satu afdeling ditentukan oleh luas areal
dan target waktu yang telah ditentukan. Norma prestasi 1 Hk = 10 – 15 Ha. Tenaga
ini harus yang terlatih dan tidak diganti-ganti (bentuk tim professional)

3.4. ORGANISASI SENSUS JUMLAH JANJANG


3.4.1. Sensus dimulai dari blok-blok nomor kecil dan di tiap blok mulai dari TS no. 1 dan
seterusnya untuk 1 (satu) tim.

50 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
3.4.2. Pada saat awal penghitungan TS dan PS, pengait (egrek sensus) disangkutkan pada
salah satu janjang dan selanjutnya petugas menghitung semua janjang yang ada
pada pokok tersebut.
3.4.3. Penghitungan janjang dimulai dari TS (ketua tim), PS 4 (petugas A), PS 3 (petugas
B) dan PS 5 (petugas C). Setelah dihitung, seluruh petugas melaporkan hasil sensus
pada ketua tim dan menuliskannya di pelepah (di bawah tanda TS dan PS).
Kemudian ketiga petugas menuju PS1 (A), PS2 (B), dan PS6 (C) dan mensensus
pokok tersebut. Hasilnya dilaporkan ke ketua tim dan ditulis di pelepah, sehingga
ada 7 (tujuh) pokok yang disensus setiap TS (Gambar 15.2)

3.4.4. Janjang yang dihitung adalah semua janjang yang ada, mulai dari bunga betina
yang sudah dibuahi (bunga cengkih, yang diperkirakan siap dipanen 5 – 6 bulan
berikut) setelah rotasi terakhir potong buah pada blok tersebut.
3.4.5. Apabila sensus janjang dilakukan sebelum rotasi terakhir potong buah, maka
janjang yang diperkirakan akan dipanen pada bulan desember (SM-1) dan Juni
(SM-II) tidak dihitung.
3.4.6. Hasil penghitungan jumlah janjang dicatat ke dalam formulir seperti pada Tabel
15.1 dan setelah selesai form tersebut langsung dikumpulkan pada hari itu juga di
afdeling untuk dapat dikoreksi kebenarannya oleh Asisten.
3.4.7. Asisten afdeling wajib memeriksa ulang hasil perhitungan sensus sebanyak 10%
dari jumlah pokok yang disensus, apabila:
a) Kesalahan < 10% dari sample, maka sensus dianggap benar
b) Kesalahan > 10% dari sample, maka diulangi pemeriksaannya di sample yang
lain. Jika kesalahan < 10% dari sample, maka dianggap benar.
c) Kesalahan > 10% dari sample, maka diulangi pemeriksaanya di sample lain. Jika
kesalahan tetap > 10% dari sample lagi, maka dianggap salah dan sensus harus
diulang seluruhnya.

51 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
3.5. ADMINISTRASI PELAKSANAAN SENSUS
3.5.1. Formulir (seperti pada Tabel 15.1) dari tiap-tiap blok dikumpulkan dan dibukukan
menjadi satu buku dikantor afdeling
3.5.2. Kumpulan formulir tersebut di atas dari seluruh afdeling direkap dalam formulir
seperti pada Tabel 15.2. dan dibuat dalam 2 rangkap, yaitu untuk pertinggal
afdeling dan kebun (di kantor besar kebun pada Mantri Tanaman)
3.5.3. Hasil sensus tersebut direkapitulasi kembali oleh kebun menurut tahun tanam
dan mengirimkannya kepada RO setiap tanggal 5 Januari (SM I ) dan 5 Juli (SM II)..

Tabel 15.1. Formulir Sensus Jumlah Janjang Per Blok

Tabel 15.2. Formulir Penaksiran Produksi Semester

IV. SENSUS/PENIMBANGAN BERAT JANJANG RATA-RATA (BJR)

4.1. WAKTU PELAKSANAAN


Waktu pelaksanaan bersamaan dengan sensus produksi semester seperti dijelaskan
sebelumnya.
4.2. KEBUTUHAN TENAGA SENSUS BJR
Pelaksanaan penimbangan BJR di setiap afdeling dikoordinir oleh QC Hama dan Penyakit
dibantu karyawan afdeling. Tim petugas timbang BJR beranggotakan 3 (tiga) orang
pekerja di tiap afdeling.
52 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
4.3. BAHAN DAN ALAT SENSUS
4.3.1. Bahan dan alat yang digunakan dalam mendukung sensus BJR yaitu sebagai
berikut:
a) Timbangan gantung 100 Kg (1 Buah/Afdeling) dan tiang penyangga timbangan
(tripod) untuk menimbang berat janjang.
b) Goni eks pupuk untuk tempat janjang – janjang yang akan ditimbang dan
dipersiapkan goni cadangan
c) Tali nilon Ø 0.5 cm panjang 4 m untuk mengikat goni
d) Gancu untuk mengangkat TBS
e) Formulir sensus BJR
f) Hard cover dan alat tulis lainnya.
4.3.2. Dalam melaksanakan sensus petugas sensus sebaiknya menggunakan sepeda
untuk meningkatkan mobilitas pekerjaan.

4.4. ORGANISASI SENSUS BJR


4.4.1. Timbangan di lapangan
4.4.1.1 Penimbangan BJR dilakukan mengikuti blok-blok yang akan dipanen dan
dilakukan setelah + 3/4 dari jumlah TPH pada blok terisi janjang panen
hari tersebut.
4.4.1.2 Ditegaskan agar angkutan/transport buah tidak mendahului mengangkut
janjang yang akan ditimbang (koordinasi afdeling dengan pihak angkutan)
4.4.1.3 Petugas menimbang janjang panen pada TPH –TPH yang telah ditentukan
atas dasar :
a) Perkiraan/ramalan jumlah janjang yang akan dipanen pada hari
tersebut, dengan ketentuan jumlah janjang yang ditimbang minimal
20% dari total perkiraan jumlah janjang yang dipanen pada hari
tersebut. Jika janjang sample kurang dari 20% maka dapat dilakukan
penimbangan pada nomor TPH tambahan ( ditentukan langsung oleh
Asisten)
b) Sesuai perkiraan variasi kondisi areal dalam blok
Contoh TPH no: 1. 5. 9. 13. 17 .21. 25. 19. 33 dan seterusnya
4.4.1.4 Penimbangan dilakukan terhadap seluruh janjang pada TPH yang telah
ditentukan. Oleh karena penimbangan terhadap seluruh janjang tidak
dapat dilakukan sekaligus, maka penimbangan dilakukan beberapa kali,
hingga seluruh janjang ditimbang. Penimbangan termasuk total
brondolan yang terdapat di TPH.
4.4.1.5 Hasil penimbangan dipindahkan dalam formulir seperti pada Tabel 15.3

4.5. ADMINISTRASI PELAKSANAAN SENSUS.


4.5.1. Formulir seperti Tabel 15.3 dari tiap blok dikumpulkan dan dibukukan, seperti
halnya sensus jumlah janjang
4.5.2. Kumpulan form dari selurh afdeling direkapitulasi ke dalam formulir (Tabel 15.4)
dan selanjutnya sama seperti sensus jumlah janjang.

53 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Tabel 15.3. Formulir Penimbangan BJR

Tahun Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 ………dst Total


Blok BJR
Tanam Janjang Kg Janjang Kg Janjang Kg Janjang Kg Janjang Kg

Tabel 15.4. Formulir Penentuan BJR di Lapangan

Sampel ditimbang
Tahun Luas Jumlah Jumlah janganj Tanggal
Blok Jumlah % Janjang (Kg) BJR
Tanam (Ha) Pokok Panen Hari ini Contoh
Janjang

54 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
TUNAS POKOK

I. PENDAHULUAN
1.1. Tunas pokok adalah pekerjaan yang mengandung dua aspek yang saling bertolak
kebelakang, yakni untuk menjaga produksi maksimum diperlukan pelepah produktif
(berkaitan dengan fotosintesis) sebanyak-banyaknya, tetapi untuk mempermudah
pekerjaan potong buah dan memperkecil Losses produksi, maka beberapa pelepah harus
dipotong.

1.2. Sesuai pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa untuk mendapatkan produksi


maksimal diperlukan jumlah pelepah yang optimum yaitu 48 – 56 pelepah (tanaman
muda) dan 40 – 48 pelepah (tanaman tua)

1.3. Tujuan penunasan:


a) Mempermudah pekerjaan potong buah (melihat dan memotong buah masak)
b) Menghindari tersangkutnya brondolan pada ketiak pelepah
c) Memperlancar proses penyerbukan alami
d) Melakukan sanitasi (kebersihan) tanamamn. Sehngga menciptakan lingkungan yang
tidak sesuai bagi perkembangan hama dan penyakit.
e) Pada tanaman muda, pelaksanaan tunas pasir/sanitasi dapat mempermudah
pemupukan, semprot piringan dan pengutipan brondolan.

1.4. Untuk mencapai tujuan penunasan dan tetap mempertahankan produksi maksimum,
maka harus dihindari terjadinya over pruning.

1.5. Over pruning adalah terbuangnya sejumlah pelepah produktif secara berlebihan yang
akan mengakibatkan penurunan produksi. Penurunan produksi ini terjadi karena
berkurangnya areal fotosintesis dan pokok mengalami stress yang terlihat melalui:
a) peningkatan gugurnya bunga betina
b) Penurunan sek ratio (peningkatan bunga jantan)
c) Penurunan BJR

1.6. Untuk menghindari terjadinya over pruning maka harus dilakukan:


a) Pelatihan dan simulasi
b) Pengawasan yang ketat
c) Peralatan yang tepat

II. PERSIAPAN TUNAS POKOK


2.1. Alat-alat yang digunakan dalam tunas pokok berbeda menurut pertambahan umur
tanaman kelapa sawit. Alat-alat tersebut disesuaikan dengan tinggi tanaman dan ukuran
pangkal pelepah. Penggolongan alat kerja dapat dilihat pada Tabel 16.1

55 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Tabel 16.1 Penggolongan Alat Kerja Berdasarkan Pertambahan Umur Tanaman

No. Nama Alat Penggunaan/Pemakaian Ketinggian Batang

1. Dodos Kecil Tunas pada tanaman dibawah Di bawah 90 cm


(Lebar mata 8 cm) 4 tahun
2. Dodos Besar Tunas pada tanaman berumur 90 cm – 2.5 M
(Lebar mata 14 cm) 4 – 8 tahun
3. Piasu Egrek Tunas pada tanaman berumur diatas 2.5 m
Diatas 8 tahun

2.2. KEBUTUHAN TENAGA TUNAS

2.2.1.Norma prestasi dan formulasi perhitungan kebutuhan tenaga tunas dapat dilihat
pada table di bawah ini:
Umur Tanaman Norma Prestasi
Jenis Tunasan
(Tahun) (HK/HK) (HK/Ha)

Tunas Pasir < 3 (1-2 bulan sebelumTM) 1,0 – 1,5 0,7 – 1

4-7 Tahun 0,8 – 1 1,0 – 1,3


Tunas Periodik
> 8 Tahun 0,4 – 0,6 1,7 – 2,5
Formulasi Kebutuhan tenaga tunas per hari

Jumlah Tenaga Tunas Per Hari = Total luas areal tunas (ha) x X (HK/Ha)
9 bulan x 25 hari

2.2.2. Asisten harus membentuk kelompok (gang) kerja tunas berdasarkan rumus di
atas. Tenaga tunas harus terlatih dan tidak boleh diganti-ganti dengan orang
yang belum terbiasa menunas. Penunasan cadangan dibutuhkan bila salah
seorang penunas inti sakit/absent. Penunasan cadangan berasal dari tenaga
perawatan (PKWT) yang sudah terbiasa menunas atau tenaga potong buah (pada
saat buah trek/sedikit)

III. TUNAS PASIR


3.1. Sebelum areal/blok masuk dalam kategori TM tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan
tunas apapun, pada waktu tersebut jumlah pelepah belum optimum. Sehingga pelepah
produktif tidak boleh dibuang. Tunas pasir akan dilakukan 1 -2 bulan sebelum pokok
mulai dipanen. Prinsip tunas pasir adalah hanya membuang pelepah yang berada satu
lingkaran yang paling bawah (dekat tanah) dan pelepah kering.

56 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
3.2. Cara pekerjaan tunas pasir:
a) Buang pelepah satu lingkaran paling bawah (dekat tanah) dan juga pelepah kering.
b) Pelepah dipotong mepet ke pangkal dengan memakai dods kecil (mata dodos 8 cm),
kemudian pelepah-pelepah tersebut dikeluarkan dari piringan dan disusun di
gawangan mati (contoh pokok yang telah ditunas pasir dapat dilihat pada Gambar
16.1)
c) Sesudah pekerjaan tunas pasir selesai, maka dilarang keras memotong/memangkas
pelepah untuk tujuan apapun, kecuali untuk analisa daun, ini pun hanya dibenarkan
mengambil anak daunya saja.

Gambar 16.1. Contoh Pokok yang telah Ditunas Pasir

IV. TUNAS PERIODIK


4.1. Dilakukan pada tanaman yang telah berumur diatas 4 (empat) tahun dengan rotasi 9
(sembilan) bulan sekali. Perencanaan penunasan tahun berjalan pada setiap areal/blok
harus didasarkan pada rotasi terakhir sebelumnya. Pada pokok dengan areal/blok yang
pembentukan pelepahnya lebih cepat, rotasi dapat bervariasi antara 6 – 8 bulan dengan
persetujuan General Manager.

4.2. Pada kebun yang memiliki tenaga potong buah tetap dan jumlahnya mencukupi serta
mempunyai disiplin yang tinggi, maka dapat melakukan tunas an secara progresif
(progresif pruning) dengan persetujuan General Manager. Progresif pruning dilakukan
secara rutin oleh pemanen pada saat potong buah.

4.3. Pelepah yang harus dipertahankan berdasarkan umur tanaman dapat dilihat pada Tabel
16.2.

57 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Tabel 16.2. Jumlah pelepah yang Dipertahankan Berdasarkan Umur Tanaman

Jumlah
Umur Tanaman Songgo
Kebijakan Pelepah/
(Tahun)
spiral

Pemotongan pelepah tidak - -


<3
diperbolehkan. Prioritas untk
permulaan panen dengan cara
memotong pelepah-pelepah tua dan
kering.
Dipertahankan 48 – 56 pelepah 6 -7 3
4–7
Dipertahankan 40 – 48 pelepah 5–6 2
8 – 14
Minimum dipertahankan 32 pelepah 4 1
>15

4.4. Tajuk kelapa sawit terbentuk dalam setiap bulannya berjumlah 1 – 3 buah tergantung
umur dan pertumbuhan tanaman. Setiap tajuk kelapa sawit mendukung pembentukkan
kedudukan daun/pelepah yang susunannya membentuk spiral. Phlyotaxis daun memiliki
rumus 3/8, artinya setiap mengelilingi 3 (tiga) kali spiral terdapat sebanyak 8 daun (tidak
termasuk daun pertama). Perputaran spiral ada yang kearah kiri dan ada yang ke arah
kanan, penyebabnya adalah faktor genetik. Susunan kedudukan daun dapat dilihat pada
lampiran 16.A

4.5. Cara pekerjaan tunas periodik:


a) Pelepah dipotong mepet ke batang dengan bidang tebasan berbentuk tapak kuda
(contoh pokok yang telah ditunas periodik disajikan pada Gambar 16.2)
b) Selama menunas, semua efipit pada batnag dibersihkan dengan mencabut pakai
tangan dan “digebyok” dengan batang pelepah pada bagian yang lebih tinggi.
c) Pokok yang pertumbuhan kurang bagus atau kuning karena defisiensi hara, harus
ditunas lebih hati-hati, cukup membuang daun yang kering saja.
d) Pokok yang telah dipastikan abnormal tidak perlu ditunas karena pada akhirnya
akan di thinning out.

Gambar 16.2. Contoh Pokok yang Telah Ditunas Periodik

58 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
V. PENYUSUNAN PELEPAH

5.1. AREAL DATAR – BERGELOMBANG

5.1.1. Pelepah - pelepah disusun di tengah gawangan mati dengan lebar antara
2 – 2,5 m dan tidak boleh ada pelepah dipiringan dan parit/sungai. Untuk
memudahkan penyusunan pelepah, maka setiap 10 (sepuluh) pokok dibuat
pancang dari pelepah sehingga susunan pelepah lurus/tidak lari.

5.1.2. Pelepah tidak perlu dipotong-potong, melainkan disusun memanjang searah


barisan dan tidak berserakan. Diusahakan pangkal pelepah letaknya seragam,
misalnya semua menghadap ke Timur atau ke Barat sehingga rumpukan tidak
melebar.

5.1.3. Bila di gawangan mati kebetulan terdapat parit yang memanjang searah
barisan pokok, maka pelepah harus dipotong 3 (tiga) dan disusun melintang di
antara pokok dalam barisan serta tidak boleh menghalangi pasar rintis.

5.1.4. Susunan pelepah dan bentuk pancang dapat dilihat pada Gambar 16.3

Gambar 16.3. Susunan Pelepah pada Areal Datar – Bergelombang dan Bentuk Pancang Tunas

59 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
5.1.5. Keuntungan cara penyusunan pelepah
a) Menghemat energi dan waktu tukang potong/tunas karena pelepah tidak
perlu dipotong – potong kecuali jika ada parit memanjang gawangan
b) Piringan tidak bertambah sempit oleh ujung-ujung pelepah karena telah
disusun jauh ditengah gawangan.
c) Ancak panen dari masing-masing tukang potong buah aman dari saling
curi buah antar sesama pemanen
d) Menekan pertumbuhan gulma di tengah gawangan.
e) Sebagai bahan organik yang selanjunya menambah unsur hara , menjaga
struktur tanah dari erosi dan mempertahankan kelembaban sehingga
merangsang pertumbuhan akar sawit di gawangan mati.

5.2. AREAL BERBUKIT – BERGUNUNG

5.2.1. Pada areal berbukit – bergunung yang pola tanamnya tidak berdasarkan terasan
dan arah pasar rintis dari puncak kaki bukit, maka pelepah dipotong menjadi 2
(dua) bagian kemudian diletakkan di antara barisan pokok yang arahnya ke
gawangan mati. (Gambar 16.4)

Gambar 16.4. Susunan Pelepah pada Areal Berbukit – Bergunung Tanpa Terasan

5.2.2. Pada Areal Berbukit – Bergunung


Pada Areal berbukit – bergunung dengan terasan, susunan pelepah harus searah
dengan terasan. Pelepah disusun di bagian bibir terasan. Hal ini dimaksudkan juga
untuk mencegah eroasi tanah dan menahan jatuhnya TBS yang dipanen ke arah
kaki bukit (Gambar 16.5)

60 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Gambar 16.5. Susunan Pelepah pada Areal Berbukit – Bergunung dengan Terasan

VI. ORGANISASI TUNAS POKOK


6.1.1. Kelompok (gang) kerja tunas terdiri dari 15 – 20 orang untuk setiap 2 (dua) afdeling
dengan satu orang Mandor Tunas.

6.1.2. Setiap karyawan tunas mengancak satu pasar rintis (2 baris kiri kanan), sedangkan di areal
terasan ancak berdasarkan arah terasan (1 baris)

6.1.3. Setiap penunasan harus memasang nomor ancak (pancang ancak) di pasar rintis yang
akan diancakinya(Gambar 16.3). Hal ini diperlukan untuk memudahkan pengontrolan
oleh Asisten, Mandor I maupun Mandor Tunas.

6.1.4. Setelah pelepah dipotong, langsung disusun sesuai ketentuan.

6.1.5. Perpindahan dan blok ke blok berikutnya di satu afdeling harus sistematis (searah jarum
jam atau kebalikannya.

61 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
62 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
STANDAR PENGUKURAN TUNAS POKOK

I. KETEPATAN WAKTU SENSUS POKOK


1.1. Ketepatan waktu tunas diukur berdasarkan penyimpangan waktu program tunas dalam
satuan bulan
1.2. Program tunasan terdapat pada “Administrasi Perawatan” dimeja mirig kantor afdeling.

II. POKOK YANG DITUNAS TERLALU BERAT


2.1. Pokok yang ditunas terlalu berat diukur berdasarkan jumlah pelepah per pokok lebih
sedikit dibandingkan ketentuan yang ditetapkan. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
menghitung pelepah dibawah TBS yang akan dipanen
2.2. Ketentuan jumlah pelepah yang harus dipertahankan

Jumlah
Umur Tanaman Songgo
Kebijakan Pelepah/
(Tahun)
spiral
Pemotongan pelepah tidak -
<3 -
diperbolehkan. Prioritas untk
permulaan panen dengan cara
memotong pelepah-pelepah tua dan
kering.
Dipertahankan 48 – 56 pelepah 3
4–7 6 -7
Dipertahankan 40 – 48 pelepah 2
8 – 14 5–6
Minimum dipertahankan 32 pelepah 1
>15 4

2.3. Pemeriksaan pokok dilakukan secara sampling. Pemeriksaan ditetapkan minimal 6 pasar
rintis (12 baris tanaman) didalam satu blok seluas 30 -40 ha yang mempunyai total 128
baris tanaman atau sampling sebesar 10%. Jumlah blok yang diperiksa berdasarkan blok
ynag telah ditunas setiap harinya.

2.4. Barisan tanaman yang diperiksa untuk masing-masing blok bisa berbeda, yang terpenting
antara pasar yang satu dengan yang lainnya tidak berdekatan (menyebar)

III. POKOK YANG TIDAK TERTUNAS


3.1. Pokok yang tidak tertuntas diukur berdasarkan jumlah pelepah perpokok lebih banyak
dibandingkan ketentuan yang ditetapkan. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
menghitung pelepa dibawah TBS yang akan di panen (Songgo 2)

3.2. Pemeriksaan pokok yang tidak tertuntas bersamaan dengan pokok yang ditunas terlalu
berat.

63 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
IV. KUALITAS TUNASAN

1.1. Pokok yang pelepahnya tidak tersusun rapi di gawangan

1.1.1. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan jumlaj pokok yang pelepahnya tidak tersusun
rapi di gawangan. (di dalam pancang batas)

1.1.2. Untuk memudahkan pemeriksaan, maka pemeriksaan dilakukan setiap pancang


pembatas yaitu 10 (sepuluh)pokok.

1.1.3. Pelepah disusu memanjang searah barisan d an tidak berserakan. Diusahankan


pangkal pelepah letaknj seragam, misalnya semuanya menhadap ( Timur Barat)
sehingga rumpukan tidak melebar

1.1.4. Pemeriksaan bersamaan dengan pemeriksaan pokok yang dituns terlalu berat.

1.2. POKOK YANG PELEPAHNYA TIDAK DITUNAS (MEMEPET)

1.2.1. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan jumlah pokok yang pelepahnya tidak ditunas
rapat (mepet)

1.2.2. Pelepah dipotong mepet ke batang ditandai dengan bidang tebasan berbentuk
tapak kuda.

1.2.3. Pokok yang telah dituntas batangnya bersih dari efipit3

1.2.4. Pemeriksaan bersamaan dengan pemeriksaan pokok yang ditunas terlalu berat.

64 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
PENGELOLAAN TRANSPORT

I. PENDAHULUAN
1.1. Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang menghasilkan buah (Tandan Buah
Segar) yang sangat tinggi, dapat mencapai 35 Ton/Jam. Buah/TBS perlu dikirimkan
secepat mungkin ke PMKS untuk memperoleh CPO dengan kualitas baik. Oleh karena itu,
organisasi dan pekerjaan transportasi di perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu
pekerjaan yang sangat penting.

1.2. Transport buah/TBS merupakan salah satu dari 3 (tiga) mata rantai yang terpenting dan
saling mempengaruhi dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit, seperti Gambar 17.1
berikut.

POTONG

CPO

CPO / HA
TRANSPORT PENGOLAHAN

Gambar 17.1. Mata Rantai antara Potong Buah, Transport dan Pegolahan di PMKS

1.3. Hal penting di dalam pekerjaan potong buah yang mempengaruhi kelancaran transport
dan pabrik adalah:
a) Sistem/organisasi potong buah
b) Pusingan potong buah
c) Pengutipan brondolan
d) Mutu buah

1.4. Hal penting dalam kegiatan transport yang mempengaruhi potong buah dan pabrik
yaitu:
a) Mekanisasi Transport Buah
b) Organisasi dan operasi transport buah
c) Tipe alat transport dan pemeliharaannya
d) Pola/system jalan dan TPH serta perawatannya
e) Loading Ramp dilapangan (berkaitan dengan “ double handling”)
f) Kapasitas Loading ramp dan lori di PMKS
g) Sistem premi transport
h) Pencurian buah
65 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
1.5. Hal penting di dalam proses pengolahan TBS di pabrik yang mempengaruhi potong
buah dan transport adalah:
a) Rancang Bangun/instalasi mesin dan pemeliharannya.
b) Jumlah dan fluktuasi buah
c) Kelancaran dan kualitas proses pengolahan
d) Ukuran dan rancang bangun loading ramp/timbangan
e) Efisiensi dan kapsitas olah pabrik
f) Losses di pabrik

1.6. Ada 5 (lima) hal yang harus dijadikan sasaran kelancaran transport TBS yaitu:
a) Menjaga agar kualitas CPO baik dengan FFA < 2.5 %
b) Meminimalkan losses, berkaitan dengan restan buah yang cukup lama
c) Kapasitas dan kelancaran pengolahan di pabrik
d) Keamanan TBS di lapangan
e) Cost (Rp/Kg TBS ) transport yang minimal.

II. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN


TRANSPORT TBS

2.1. ORGANISASI POTONG BUAH.

2.1.1. Organisasi potong buah dijaga 7 hari, sehingga persentase brondolan terhadap
janjang maksimum 7 – 9%. Hal ini perlu agar jangan terlampau banyak waktu
yang dibutuhkan untuk mengangkat brondolan dari TPH ke kendaraan
2.1.2. Buah harus diletakkan di TPH yang telah ditentukan (bernomor). Kerapatn TPH di
areal dengan pola jalan sistematis adalah 1 (satu) TPH per 3 (tiga) pasar rintis,
dan rasio jumlah TPH per hektar berkisar antara:
a) Areal rata – bergelombang : 1,4 – 1,6
b) Areal berbukit – bergunung : 1,5 – 1,9

2.1.3 Potong buah agar diusahakan terkonsentrasi pada satu lokasi jangan terpencar-
pencar antara satu mandoran dengan mandoran yang lain. Arah perpindahan
ancak potong buah dari satu seksi ke seksi yang lain diusahakan searah atau
berlawanan putaran jarum jam. Kedua aspek ini perlu dalam rangka efisiens
transport.

2.1.4 Harus dihindari adanya potongan-potongan ancak potong di auatu mandoran,


artinya diusahakan agar 1 (satu) seksi selesai dipotong dalam 1 (satu) hari.

2.1.5 Sesudah selesai dipotong satu pasar rintis, karyawan potong buah harus
langsung mengeluarkan buah ke TPH. Hal ini perlu agar transport buah sudah
dapat dimulai paling lambat jam 08.30 setiap hari. Oleh karena itu, kerani buah
harus secepatnya memeriksa dan menerima buah. Tidak dibenarkan kendaraan
menunggu kerani buah, tetapi kerani buah yang menunggu kendaraan (tidak
dibenarkan buah diangkut oleh kendaraan sebelum diterima oleh Kerani Buah
dengan adanya tanda terima “Cap”).

66 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
2.1.6 Realisasi tonase buah yang dipotong setiap hari harus hampir sama dengan
tonase taksasi buah yang dibuat kemarin sorenya. Hal ini perlu untuk tepatnya
penetuan jumlah kendaraan yang akan disediakan.

2.1.7 Dilarang potong buah pada hari minggu atau hari libur terkecuali untuk ganti hari
hujan atau hari libur tertentu (hari raya) untuk memberi kesempatan waktu
untuk reparasi alat-alat transport dan kesempatan istirahat kepada supir dan
kenek atau buah TBS meledak karena kondisi cuaca.

2.2 BENTUK/POLA JALAN DI SUATU KEBUN, AFDELING DAN BLOK

2.2.1. Bentuk dan pola jalan dibentuk pada saat pembentukan blok dan sebelum
persiapan penanaman bibit kelapa sawit.
2.2.2. Sedapat mungkin harus diusahakan lurus dan jarak antar jalan buah maksimum
300 m.
2.2.3. Jalan-jalan buntu (tidak tembus) diminimalkan dan sebaiknya tidak ada.
2.2.4. Di Areal yang berbukit diusahakan jalan dibangun di kaki bukit bukan diatas bukit.

2.3 KONDISI PERAWATAN JALAN


2.1.1. Faktor utama kelancaran transport ialah kondisi perawatan jalan. Masih banyak
para staf lapangan beranggapan bahwa apabila tidak lancar transport TBS maka
perlu penambahan alat transport, padahal kapasitas per unit transportnya masih
jauh di bawah kapasitas standarnya. Penyebab utama dari keadaan tersebut ialah
kondisi jalan yang tidak wajar.

2.1.2. Merupakan suatu gejala umum di perkebunan selama ini, road grader yang
disediakan perusahaan banyak waktunya digunakan untuk menarik kendaraan
yang kepater/terpuruk oleh karena kerusakan jalan. Sebaiknya, pemanfaatan road
grader yang demikian harus dihindari atau ditiadakan. Road grader hanya untuk
membentuk dan merawat jalan.

2.1.3. Perawatan jalan dengan batu terutama dengan batu padas sebaiknya
diminimalkan, karena batu padas yang menonjol ditengah jalan sering merusak
garden kendaraan. Juga perawatan jalan yang telah diberi batu padas sering
mengalami kesulitan apabila dirawat lagi dengan road grader. Salah satu penyebab
seringnya terjadi kerusakan road grader adalah Karena batu padas yang ada
dijalan.

2.2. JENIS TIPE ALAT-ALAT TRANSPORT

2.2.1. Pemilihan jenis atau tipe alat transport, yang akan dipakai disuatu perkebunan
didasari oleh factor jarak antar afdeling/blok dengan pabrik. Untuk efisiensi dan
efektivitas transport, maka penggunaan traktor untuk pengangkutan TBS langsung
ke PMKS diareal gambut dengan jarak maksimum 10 KM, sedangkan areal mineral
6 KM. Hal ini didasari pada kapasitas angkut truk diareal gambut dibatasi maksimal
4,2 ton berkaitan dengan daya dukung jalan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 17.10

67 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Tabel 17.1. Jenis dan tipe alat-alat transport

Jarak Antar Afdeling/


Kapasitas
Blok dengan PMKS Jenis / Tipe Kendaraan
(Ton/Hari)
(KM)
Mineral < 6 Wheel Tractor dengan 2 Trailer 20 – 30
Gambut < 10 Hidrolik (kapasitas 5 ton) 11 – 16,5
6 - 12 Dump truck 20 - 30
- Mineral:Kapasitas 5 – 6 ton
- Gambut:Kapasitas 3,8 – 4,2 ton
> 12 Wheel Tractor dengan 2 trailer 20 – 30
Hidrolik (Kapasitas 5 – 10 ton )
Dump Truck
- Mineral:Kapasitas 5 – 6 ton
- Gambut:Kapasitas 3,8 – 4,2 ton
Truk Biasa
- Kapasitas 7 – 10 Ton

2.3. KONDISI/ PERAWATAN ALAT-ALAT TRANSPORT

2.3.1. Perawatan alat-alat transport di banyak perusahaan perkebunan masih termasuk


titk lemah. Banyak factor penyebabnya, tetapi salah satu penyebab utama ialah
kurangnya pengetahuan teknik dari para staf terutama asisten lapangan

2.3.2. Aspek-aspek yang kurang mendapat perhatian ialah:


a) Lemahnya pengetahuan teknis karyawan di bengkel
b) Kurang disiplin jadwal “ doorsmeer”
c) Muatan kendaraan (tonase) yang belebihan
d) Pengetahuan teknis para supir yang rendah
e) Kondisi jalan yang tidak memadai
f) Transport TBS yang sampai larut malam
g) Premi transport yang kurang menarik

2.4. ORGANISASI PENGOPERASIAN ALAT-ALAT TRANSPORT


2.4.1. Perlu dihayati bahwa penyediaan kendaraan (truk dan Wheel tractor) oleh
perusahaan perkebunan kelapa sawit adalah terutama untuk transport buah
(TBS) dan kemudian untuk angkutan lain-lain.
2.4.2. Apabila semua pekerjaan dikelola dengan baik dan kebun sudah mapan maka
persentase pemakaian kendaraan adalah sebagai berikut:
a) Angkutan lain (pupuk,karyawan, bibit dan lain-lain) = 20 – 25 %
b) Angkutan buah (TBS) = 75 – 80 %

68 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
2.6.3. Oleh karena itu penetuan jumlah kendaraan per afdeling terutama ditentukan
jumlah produksi per hari.
2.6.4. Efisiensi pengoperasian alat-alat transport akan didapat maksimal apabila:
a) Setiap hari asisten merencanakan tonase produksi dan angkutan lain-lain
untuk besok setiap sore hari awas realisasi produksi tidak boleh terlampau
jauh menyimpang dari taksasi, maksimal 2%. Ini perlu dalam rangka
penetuan jumlah kendaraan oleh Mandor Transport dan Asisten Traksi.
b) Angkutan pupuk per trip (minimal 5 ton) dan angkutan lain-lain sudah harus
selesai paling lambat jam 08.30 sudah angkut buah.
c) Supir dan Kenek harus bawa bontot tidak dibenarkan pulang untuk makan
dan minum
d) jadwal Doorsmeer harus benar-benar dilaksanakan. Untuk hal ini perlu tetap
tersedia 1 – 2 unit kendaraan untuk mengganti kendaraan yang sedang
doorsmeer atau direparasi tersebut. Sebelumnya supir harus mencatat,
melporkan apa saja yang perlu diperbaiki.
e) Jangan dibiasakan mentolerir adanya buah restan (tinggal) dilapangan (TPH)
f) Pengangkutan TBS harus diprioritaskan pada buah restan (jika ada),
selanjutnya buah yang dipanen pada hari tersebut
g) Kapasitas setiap kendaraan harus semaksimal mungkin. Oleh karena itu,
apabila TBS suatu afdeling sudah habis dari lapangan lebih cepat dari
biasanya, maka harus pindah ke afdeling lain yang terkendala transportnya.
h) Jangan ada gerak kendaraan yang tidak efisien
i) Pengisian BBM setiap hari sudah harus selesai jam 06.00
Tentunya disamping hal-hal tersebut di atas, factor point 2.1 s.d 2.5 sudah
dilaksanakan sebagaimana mestinya.

2.5. SISTEM PREMI TRANSPORT

2.7.1. Pendahuluan

2.7.1.1 Indikator yang dapat digunakan untuk menilai efektifitas penggunaan alat
transport adalah dengan melihat kapasitas angkut harian. Cara yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kapasitas angkut transport adalah dengan cara
pemberian insentif kepada supir dan kenek. Insentif tersebut dilakukan dengan 2
(dua) system, yaitu:
a) Sistem Lembur
1. Insentif akan efektif apabila disiplin supir/kenek sudah berjalan dengan
baik
2. Sistem lembur akan berdaya guna maksimum apabila pelembagaan
system/teknik sudah terkondisi dengan standar maksimum.
3. Sistem ini sangat mungkin terjadinya penyimpangan cukup fatal pada
kapasitas angkut dan manipulasi jam yang berakibat losses semakin
tinggi.

69 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
b) Sistem Premi
1. Perbedaan pokok system premi dengan lembur adalah system lembur
berdasarkan jam kerja supir/kenek sedangkan system premi
berdasarkan tonase TBS atau bahan/barang yang diangkut.
2. Dengan system premi, diharapkan supir/kenek termotivasi untuk
mengangkut TBS lebih tinggi, sehingga kapasitas harian transport dapat
meningkat hingga optimal.

2.7.2 Tunjangan pemi transport

2.7.2.1 Meningkatkan mobilisasi angkutan kebun agar lebih lancar, aman, cepat dan
murah memudahkan dalam pengawasan operasional.

2.7.2.2 Meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab supir/operator/kenek tentang


pentingnya fungsi transport dalam mendukung operasi perusahaan.

2.7.2.3 Meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab supir/operator/kenek tentang


pentingnya pemeliharaan alat transport dengan tujuan untyk meningkatkan usia
pakai (life time)

2.7.2.4 Menekan/menghindari losses TBS/brondolan di jalan kebun/TPH.

2.7.3 Sistem premi transport

2.7.3.1 Dasar Perhitungan


Perhitungan premi yang diperoleh supir/kenek truck/dump truck/wheel tractor
berdasarkan gaji rat-rata supir/kenek, tonase dinas (basis) per hari dan kapasitas
angkut harian.

2.7.3.2 Kapasitas angkutan kendaraan


Faktor yang mempengaruhi kapasitas angkut harian kendaraan adalah:
a) Sistem penen.
b) Kondisi areal dan jalan
c) Jenis/tipe transport
d) Kesehatan kendaraan
e) Disiplin dan kemampuan persoil (supir/kenek)
f) Jarak tempuh dari afdeling/blok ke loading ramp dan pabrik
g) Apakah stop over di loading ranp afdeling atau tidak

70 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Kapasitas angkut harain truk/dump truk dan wheel tractor sesuai dengan jarak adalah
sebagai berikut:

Jarak antar Truk/Dump Truk Wheel Tractot


Afdelind
Kapasitas Normal Lebih Basis Kapasitas Normal Leih Basis
Dengan Basis Basis
PMKS Lain Lain
TBS Total TBS TBS Lainnya TBS Total TBS TBS Lainnya
(Km) lain lain
0-5 45 5 50 15 30 5 35 5 40 12 23 15
6-10 35 5 40 12 23 5 25 5 30 10 15 5
11-15 25 5 30 10 15 5
16-20 20 5 25 8 12 5
>20 18 5 18 6 12 5

Angkutan lain-lain terdiri dari: angkutan pupuk, orang/karyawan, bahan bangunan (kayu
/titi/sirtu/dan sbagainya), beras dan lain-lain. Dengan ketentuan tonase sebagai berikut:
Pupuk;beras;sirtu;solid = sesuai dengan tonase sebenarnya
Orang/karyawan = konversi 1 orang 50 Kg, minimal 25 orang
Kayu/titi/tanah/air = konversi 1m3 = 1 ton
Bibit = konversi 1 bibit = 25 Kg

Catatn : khusus kendaraan tim unit semprot, dapat menggunakan system lembur atau
perimeter.

2.7.3.3 Ketentuan premi transport


a) Premi transport berlaku untuk angkut TBS dan angkutan lain-lain
b) Seluruh angkutan dikonversi ke dalam ton.
c) Basis borong dinas ditentukan dalam angkutan Ton TBS
d) Untuk hari libur, seluruh angkutan tanpa basis borong dinas
e) Tonase TBS dibawah basis diperkirakan sebagai angkutan lain-lain.
f) Dan untuk hari jumat basis borong dinas 5/7 x borong dinas hari biasa dan
premi dibayar seperti biasa.
g) Operator atau supir dibantu oleh 3 (tiga) orang kenek atau kurang
tergantung dari kebutuhan pekerjaan yang dilakukan.

2.7.3.4 Kewajiban operator/supir/kenek


a) Setiap pagi sebelum kendaraan dihidupkan harus memperhatikan:
Kendaraan : air pendingin mesin/radiator, oli mesin, air battery,
minyak rem, tali kipas dan lain-lain.
Alat inventaris : kunci roda, ban serep, dongkrak, skrop,cangkul, dan lain-l
ain
Administrasi : buku tugas harian, carlog, dan lain-lain

b) Jam 05.30 waktu setempat kendaraan harus sudah mulai bergerak menuju
lokasi yang telah ditentukan sesuai buku tugas. Catatan:memahami,
mengerti dan hanya melaksanakan setiap perintah penugasan di buku tugas.

71 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
c) Seluruh angkutan lain-lain di afdeling harus sudah selesai paling lambat jam
08.30 dan segera menuju tempat potong buah.
d) Pengangkutan buah dilaksanakan dengan memperhatikan:
1) Brondolan harus bersih di TPH
2) Muatan tidak melebihi kapasitas angkut yang telah ditentukan
3) Wajib memuat buah yang jatuh dijalan kebun
4) Tidak ada buah restan di lapangan
5) Tidak menjalankan kendaraan dengan kecepatan tinggi (ngebut)
e) Pengangkutan lain-lain dilaksanakan dengan memperhatikan:
1) Peletakan barang di lokasi tujuan dengan benar, pupuk ditempat-tempat
yang sudah diberi tanda, bibit diatur rapi dan tidak rebah, janjang kosong
tidak menutup jalan dan sebagainya.
2) Volume barang yang dikirim/dimuat harus sama dengan yang diletakan
ditujuan, sesuai dengan Surat Pengantar Barang (SPB)/tanda terima.
f) Mengisi carlog secara benar dan tepat waktu, sesuai pekerjaan yang
dilakukan
g) Melakukan pencucian kendaraan pada sore hari bila waktu masih
memungkinkan (antara jam 18.00 s.d 19.00), tanpa harus menunggu
perintah dari Mandor Transport/Asisten
h) Menjaga dan merawat kendaraan, termasuk kelengkapan
peralatan/aksesoris sesuai aslinya dan dilarang memasang aksesoris
tambahan tanpa seijin manajemen.
i) Bertanggungjawab penuh terhadap kemungkinan kendaraan rusak/kepater,
terlebih disebabkan oleh factor kelalaian pengemudi/supir, sampai
kendaraan tiba kembali di garasi/traksi.

2.7.3.5 Sangsi dan Denda


a) Brondolan tidak bersih di TPH, misalkan supir/kenek : Rp. 25 per brondolan
atau Rp. 1.500,- per TPH.
b) Berlebihan Muatan : kelebihan tonase per trip tidak diperhitungkan
sebagai penghasilan.
c) Tidak muat TBS jatuh dijalan, Misalkan, Supir/Kenek Rp. 1.000 per Janjang
d) Buah tinggal bukan karena factor alam: Premi hari tersebut tidak dibayar.
e) Tidak mengisi carlog tepat waktunya dan tidak memelihara kendaraan
serta inventaris alat perlengkapan : premi hari tersebut tidak dibayarkan.
f) Kendaraan rusak/kepater dalam blok yang disebabkan oleh
kesengajaan/kelalaian supir/operator: tidak dihitung sebagai premi atau
lembur.
Catatan:
 Apabila melakukan kesalahan sebnyak 3 kali seminggu, maka premi selama
seminggu tidak dibayar, dan kesalahan lebih dari 3 kali sebulan, premi
selama sebulan tidak dibayarkan.
 Lanjutan kesalahan diberikan surat peringatan untuk selanjutnya tidak
mendapat ijin mengemudi dari perusahaan.

2.7.3.6 Premi kerajinan


Premi kerajinan diberikan kepada supir/operator/kenek yang telah mencapai
jumlah angkutan TBS (angkutan lali-lain tidak dihitung) tertentu pada periode
satu bulan.
72 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
2.7.3.7 Mandor transport
a) Tugas dan kewajiban
1) Mengatur dan memeriksa seluruh alat transport agar pada jam 05.30
Wib seluruh armada transport sudah siap beroperasi.
2) Memeriksa keadaan alat transport bersama supir/operator yang
bersangkutan, tanpa menghambat keseluruhan operasional pekerjaan
menugaskan perbaikan alat transport segera bilaman diketahui tidak
layak dioperasikan, dan memberikan laporan langsung kepada asisten
traksi pada kesempatan pertama.
3) Mengatur pelaksanaan harian doorsmeer reparasi dan penugasan setiap
alat transport melalui buku tugas harian.
4) Memeriksa pengisian carlog secara up todate dan benar. Menyelesaikan
hambatan secara tuntas setiap kejadian di lapangan serta tetap
memberikan laporan kepada asisten traksi pada kesempatan pertama.
5) Setiap hari membuat catatan permasalahan transport , antara lain
kebutuhan dan pesanan suku cadang, sebab keterlambatan atau
penyimpangan, dan lain-lain. Tercatat dalam buku rekapitulasi
perjalanan alat transport.
6) Mengawasi kelancaran angkutan produksi harian dan lain-lain, termasuk
brondolan di TPH, buah jatuh di jalan serta selalu memantau buah
tinggal melalui peta potong buah harian.
7) Bertanggung jawab terhadap keamanan dan fungsi kendaraan,
peralatan dan perlengakpan transport.
b) Premi mandor transport = 150% x rata-rata premi supir/operator, lembur
tidak ada.
c) Sanksi : terjadi restan di lapangan akibat factor teknis/kelalaian, premi hari
tersebut tidak dibayar.

2.7.3.8 Kerani Transport


a) Tugas dan Kewajiban
1. Memonitor STNK, perhatian khusus terhadap masa berlaku
2. Memeriksa, membuat file/copy SIM setiap supir/operator, perhatian
khusus terhadapa masa berlaku
3. Mengisis buku riwayat kendaraan secara up to date, pengisian buku
rekapitulasi pemakaian bahan bakar, oli,oli bekas, mencatat semua suku
cadang yang dipakai pada setiap file kendaraan dan sebagainya.
4. Meneliti dan membuat bon suku cadang, mengajukan pesanan suku
cadang dengan terlebih dahulu memeriksa stock suku cadang di gudang
sentral.
5. Mengisi buku rekapitulasi carlog, memeriksa kewajaran pengisian
tonase angkutan dalam hal jumlah trip dan volume yang diangkut, dan
mempersiapkan buku rata-rata setaiap bulan.
6. Pengisian laporan statistik transport, kapasitas angkutan dan pemakaian
biaya operasional di lapangan.
7. Mendata, membuat inventaris, menyusun dalam rak lemari atas suku
cadang eks penggantian yang masih mungkin digunakan kembali atau
untuk contoh pesanan suku cadang.

73 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
b) Premi kerajinan transport = 125% x rata-rata premi supir/operator, lembur
tidak ada
c) Sanksi : terjadi restan di lapangan akibat factor teknis/kelalaian, premi hari
tersebut tidak dibayar.

2.7.4 Penetapan premi transport

2.7.4.1 Kebijakan dan penetapan tentang premi transport yang akan diberlakukan
dimasing-masing kebun harus dievaluasi oleh seluruh Manager untuk selanjutnya
disahkan oleh General Manager, selaku Head Departemen untuk region masing-
msing. Hasil pengesahan dari GM, kemudian disusulkan ke Head Office untuk
diminta persetujuannya. Tim HO akan membahasnya dan memberikan
persetujuan agar premi tersebut dapat dilaksanakan oleh masing-masing kebun.

2.8. KAPASITAS LOADING RAMP DAN KELANCARAN PENGOLAHAN DI PABRIK


2.8.1. Loading ramp dibangun sedemikian rupa sehingga kapasitasnya tidak sampai
menyebabkan alat-alat transportasi menunggu untuk menuangkan TBS, terutama
sewaktu ada stagnasi pengolahan di Pabrik.
2.8.2. Menurut pengalaman ada baiknya disediakan loading ramp dan lori dengan kapasitas
total dapat menampung minimal produksi 1 (satu) hari. Tetapi penyediaan loading ramp
lebih ekonomis dari penyediaan lori (cage) karena investasi dan pemeliharaan lori lebih
mahal.
2.8.3. Hal diatas perlu dikemukakan sehingga tidak ada restan buah di lapangan dan jangan
sampai di stop potong buah sewaktu ada stagnasi pengolahan di pabrik.

74 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
STANDARD OPERATION PROCEDURE
PALM OIL PLANTATION

DETEKSI DAN PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT TANAMAN

1
PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT

I. PENDAHULUAN
1.1. Pengendalian hama dan penyakit tanaman pada hakikatnya adalah “ mengendalikan
suatu kehidupan “. Oleh karena itu, konsep pengendaliannya dimulai dari pengenalan
dan pemahaman terhadap siklus hidup hama/penyakit itu sendiri. Pengetahuan
terhadap setiap bagian dan yang dianggap Paling Lemah dari seluruh mata rantai siklus
hidupnya sangat berguna dalam pengendalian hama dan penyakit yang efektif.

1.2. Salah satu mata rantai siklus hidup yang paling lemah dari hama/penyakit dapat
dijadikan titik kritis (critical point) ynag merupakan dasar acuan untuk pengambilan
keputusan pengendalian.

1.3. Pemilihan teknik pengendalian ham/penyakit yaitu secara hayati, mekanik, kultur
teknik atau kimia dan waktu pengendalian yang dianggap paling cocok akan
dilatarbelakangi oleh pemahaman atas siklus hidup dimaksud.

1.4. Pengelola kebun dituntut untuk dapat meramalkan berbagai kemungkinan terjadinya
ledakan hama dan penyakit potensial. Perkiraan tersebut dapat bertitik tolak dari
kondisi tanaman, lingkungan dan serangga atau pathogen yang ada.

1.5. Keberadaan hama/penyakit di lapangan harus dapat dideteksi secara dini. Keuntungan
deteksi dini adalah memudahkan tindakan pencegahan maupun pengendaliannya
serta mencegah terjadinya ledakan serangan yang tidak terkendali. Biaya pengendalian
melalui deteksi dini jauh lebih rendah daripada yang tidak menerapkannya.

1.6. Untuk mendapatkan hasil pengendalian yang baik perlu diterapkan system
pengendalian hama terpadu (PHT) yaitu pengelolaan populasi hama/penyakit yang
memanfaatkan semua teknik pengendalian yang sesuai, sekompatibel mengkin,
dengan tujuan untuk mengurangi populasi hama/penyakit dan mempertahankannya
pada suatu ambang di bawah ambang populasi hama/penyakit yang dapat
mengakibatkan kerusakan ekonomi.

II. SISTEM PEMANTAUAN HAMA


2.1. LATAR BELAKANG
2.1.1. Ledakan hama dan penyakit tidak terjadi secara tiba-tiba tetapi berawal dari
areal yang sempit. Kejadian tersebut dapat diduga sebelumnya bila ada system
pemantauan yang baik. Pemantauan secara rutin akan menyebabkan kenaikan
biaya upah, tetapi pada akhirnya tindakan tersebut memungkinkan untuk
menghemat biaya pengendalian. Selain itu, kehilangan produksi akan menurun
karena berkurangnya kerusakan yang disebabkan oleh serangan hama dan
penyakit.

2.1.2. Tindakan pemantauan rutin sangat membantu pelaksanaan kebijakan


pengendalian hama terpadu, yang memberi peluang perkembangan musuh
alami sehingga memungkinkan terjadinya keseimbangan alami.

2
2.1.3. Atas pertimbangan efisienis maka pelaksanaan pengamatan dilakukan dengan
cara system pemantauan hama menggunakan contoh.

2.1.4. Sistem pemantauan hama mempunyai fungsi sebagai berikut:


a) Mengetahui keberadaan hama dalam kawasan yang diamati.
b) Menentukan jenis, stadia atau instar hama yang menyerang dan kepadatan
populasinya
c) Hasil pemantauan sejauh mengkin dapat meliputi spot-spot serangan hama
yang terjadi
d) Mengetahui keberadaan musuh alami hama
e) Mengetahui kondisi tanaman

Informasi ini sangat penting karena menjadi acuan untuk pemilihan teknik
pengendalian yang digunakan dan waktu pelaksanaan pengendalian.

2.2 SISTEM SENSUS TITIK TETAP


2.2.1 Sistem sensus titik tetap meliputi deteksi dan penghitungan hama pada
baris/titik sensus yang merupakan jaringan yang meliputi seluruh kebun. Sistem
ini bermanfaat untuk memantau hama utama kelapa sawit, yaitu:
a) Hama pemakan daun yaitu Ulat api, ulat kantong dan ulat bulu.
b) Hama tikus
c) Hama Tirathaba

2.2.2 Hama kelapa sawit selain yang disebut diatas, deteksinya tidak menggunakan
baris/titik sensus. Semua pokok diamati kemudian pokok yang terserang
dikendalikan secara tuntas. Sistem sensus hama/penyakit lainnya dapat dilihat
pada sub bab berikutnya.

2.3. SKEMA
2.3.1. Sistem ini terdiri dari pengecatan secara permanent, baris sensus pada setiap
10 baris tanam dan titik sensus pada setiap 10 pokok di dalam baris sensus
mengikuti system 10 X 10. Penandaan dilakukan berdasarkan blok.

2.3.2. Baris Sensus (BS) akan berguna untuk pemantauan hama tikus dan Tirathaba,
sedangkan titik sensus bermanfaat untuk pemantauan hama pemakan daun.

2.3.3. Setiap titik sensus (TS) akan terdiri dari 3 (tiga) pokok yaitu pokok ke-10
ditambah 2 (dua) pokok disekitarnya. Agar tidak terjadi kerusakan tajuk
tanaman karena pemotongan pelepah contoh setiap bulan, maka titik sensus
dapat digeser maju atau mundur 1-2 tanaman. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 1.

3
Gambar 1.

2.3.4. Pengecatan baris sensus dan titik sensus pada seluruh kebun harus mengikuti
standar pemberian nomor dan warna sebagai berikut:
a) Baris sensus (BS)
 Pengecatan pada pokok pertama dan terakhir di setiap baris sensus
sehingga sensus dapat dilakukan dari dua arah
 Pengecatan harus dilakukan pada pangkal pelepah yang telah ditunas rapi
dengan cat dasar berwarna “kuning” dan tulisan berwarna “Biru”

Pangkal Pelepah

Nomor Blok A5/10 Nomor Baris

b) Titik sensus (TS)


 Setiap titik sensus yaitu pada setiap 10 tanaman sepanjang baris sensus
(BS) harus diberi nomor pada pangkal pelepah yang telah ditunas rapi
dengan cat dasar berwarna “Kuning” dan tulisan berwarna “Biru”

4
Pangkal Pelepah

Nomor BS 10/10 Nomor Titik Sensus

c) Pengecatan harus menggunakan cat berkualitas baik, dan jika dianggap


perlu dapat dilakukan pengecatan ulang setiap tahun.

2.4. TIM SENSUS


2.4.1. Setiap afdeling harus memiliki petugas sensus hama dan penyakit sendiri
sehingga seluruh data hasil sensus per afdeling dapat di proses secara utuh
dalam satu kebun

2.4.2. Setiap tim sensus terdiri dari 3 (tiga) pekerja (satu pria dan dua wanita) dan
mampu mencakup areal seluas 60-80 Ha/Hari. Sensus pada satu afdeling
diharapkan selesai dalam waktu 7-10 hari. Akan tetapi, bila terjadi ledakan
hama maka anggota tim sensus dapat ditambah agar sensus cepat selesai
sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan..

2.4.3. Setiap tim sensus harus dilengkapi dengan galah dan pengait untuk menarik
pelepah tanaman dengan ketinggian sedang, sedangkan untuk pokok yang
sudah tinggi (Umur > 7 tahun), perlu memotong pelepah untuk penghitungan
hama.

2.4.4. Tim sensus harus dilatih untuk:


a) Identifikasi kerusakan tanaman karena hama pemakan daun, tikus dan
Tirathaba.
b) Identifikasi jenis hama seperti ulat api , ulat kantong dan ulat bulu.
c) Identifikasi berbagai stadia dalam siklus hidup hama, seperti telur, larva,
kepompong, dan stadia dewasa.
d) Membedakan hama yang sehat dan sakit/terparasit
e) Mengenal Musuh alami

Tim sensus tidak boleh sering diganti karena akan mempengaruhi konsistensi
hasil pengamatan “bentuk tim professional”

2.5. PROSEDUR PENGAMATAN DAN PENGHITUNGAN


2.5.1. Tim sensus harus berjalan sepanjang BS yang ditandai setiap pokok dalam baris
diamati ada tidaknya serangan baru dari tikus dan tirathaba. Hitung dan catat
hasilnya pada format Lampiran 10.A

2.5.2. Pada pokok ke-10 (TS) tim sensus harus memulai menghitung hama pemakan
daun. Penghitungan hama pemakan daun hanya pada satu pelepah contoh
pada setiap pokok dari 3 (tiga) pokok dengan ketentuan sebagai berikut:

5
a) Pelepah yang menunjukan gejala serangan segera dan memiliki populasi
tertinggi (dominan)
b) Apabila tidak ada gejala serangan, pilih satu pelepah yang posisinya
ditengah.

2.5.3. Posisi pelepah berdasarkan jenis hama dominan, yaitu:


a) Pelepah atas, jika jenis hama yang dominan adalah Setora nitens, Setothosea
asigna, Susica sp.
b) Pelepah bawah, jika jenis hama yang dominan adalah Darna trima, Thosea
vetusta, Ploneta diducta, golongan ulat bulu dan ulat kantong.

2.5.4. Dalam penghitungan ulat api, ulat kantong atau ulat bulu harus dilakukan
secara terpisah termasuk masing-masing dengan instar atau stadianya.
Informasi ini diperlukan untuk menentukan waktu pengendalian yang tepat.
Sebagai contoh, penyemprotan insektisida hanya dilakukan pada saat sebagian
besar populasi dalam stadia ulat bukan pada stadia pupa.

2.5.5. Dalam penghitungan populasi ulat kantong, perlu dilakukan pemencetan


kepompong, agar mengetahui apakah ulat masih hidup atau kantong sudah
kosong. Hanya kantong dengan ulat hidup yang dihitung.

2.5.6. Agar pekerjaan sensus cepat selesai maka pada kasus serangan berat dan
meluas dianjurkan menggunakan system penghitungan sebagai berikut:
a) Kurang dari 20 ulat/pelepah, dihitung langsung
b) Antara 20-50 ulat/pelepah; diperkirakan dan dicat T (Tinggi) dalam form
sensus
c) Lebih dari 50 ulat/pelepah diperkirakan dan dicat ST (sangat Tinggi) dalam
form sensus.

2.5.7. Tim sensus di lapangan harus mencatat hasil hitungannya ke dalam formulir
Lampiran 10.B

2.5.8. Prosedur penghitungan di atas harus diberlakukan pada semua pokok dalam BS
untuk hama tikus dan Tirathaba dan hanya pada setiap pokok TS dan dua pokok
di sekelilingnya untuk hama pemakan daun.

2.5.9. Secara teratur manajemen kebun harus melakukan spot chek untuk menjamin
ketepatannya.

2.5.10. Setelah setiap rotasi sensus selesai, manajemen kebun harus meringkas dan
memindahkan data dari formulir 10.A ke 10.C dan dari formulir Lampiran 10.B
ke 10.D. Rekapitrulasi data harus sampai di Q&C dan Regional Office paling
lambat setiap tanggal 10 pada bulan berikutnya/akan datang.

6
2.6. FREKUENSI SENSUS
2.6.1. Sensus hama dan penyakit harus dilakukan terlepas apakah di kebun ada
serangan hama dan penyakit atau tidak

2.6.2. Frekuensi sensus yang dianjurkan adalah sebagai berikut:


a) Pada situasi normal
1. Sensus hama pemakan daun dilakukan pada minggu terakhir setiap bulan
2. Sensus tikus dan Tirathaba dilakukan setiap 2(dua) bulan sekali pada
pertengahan bulan dan sebelum blok tersebut dipanen
b) Pada situasi terjadi ledakan di daerah serangan
1. Sensus hama pemakan daun dilakukan setiap 2 (dua) minggu sampai
situasi normal
2. Sensus tikus Tirathaba dilakukan setiap sebulan sekali atau
menyesuaikan dengan siklus hidupnya sampai situasi normal
3. Pada daerah yang tidak terserang, sensus dilakukan sesuai ketentuan.

Lampiran 10.A
Penghitungan Serangan Tikus dan Tirathaba
Kebun : ……………….. Tanggal Sensus Dimulai :…………..
No. Blok :………………... Tanggal Sensus Selesai : ………….
Nama Petugas :………….
No. Bari Jumlah Jumlah Pokok No. Baris Jumlah Jumlah Pokok
Sensus Pokok Terserang Sensus Pokok Terserang
Tikus Tirathaba Tikus Tirathaba

Lampiran 10.B

7
Penghitungan Serangan Hama Pemakan Daun
Kebun :………… Tanggal Sensus Dimulai :……………..
Afdeling :………… Tanggal Sensus Selesai :……………..
No.Blok :………… Tim Sensus :……………..
Pokok No. Pokok No.
No. No. Jenis Ulat Api…………… Ulat Ulat Jenis Ulat Api…………… Ulat Ulat Keterangan
Baris Titik
Sensus Sensus T LM LD K Bulu Kantong T LM LD K Bulu Kantong
S P S P S P S P L PU L PU S P S P S P S P L PU L PU

Keterangan:
S=Sehat P = Penyakit/Parasit T=Telur LM=Larva Muda LD=Larva Dewasa
K=Kepompong L=Larva PU= Pupa

Lampiran 10.C
Rekapitulasi Hasil Sensus Serangan Tikus dan Tirathaba
Kebun :……………… Tanggal Sensus Dimulai :…………...
Bulan :……………… Tanggal Sensus Selesai :…………...
Jumlah Pokok Pokok Terserang Baru
No.
Afdeling Dalam Baris Tikus Tirathaba Keterangan
Blok
Sensus Jumlah Pokok % Jumlah Pokok %

Lampiran 10.D

8
Rekapitulasi Hasil Sensus Hama Pemakan Daun
Kebun :………………. Tanggal Sensus Dimulai :…………
Afdeling :……………….. Tanggal Sensus Selesai :…………...

Jumlah Jumlah Titik Sensus Dengan Populasi Hama Rata-rata per Pelepah
No. Areal Keterangan/
Titk Jenis Ulat Api………….. Jenis Ulat Bulu………. Jenis Ulat Kantong………
Blok (Ha) Tindakan
Sensus 0 % 1-5 % >5 % Sakit % 0 % 1-5 % >5 % 0 % 1-5 % >5 %

III. JENIS-JENIS HAMA KELAPA SAWIT


3.1. Secara umum, jenis-jenis hama yang menyerang tanaman kelapa sawit dapat
dikelompokkan ke dalam 6 (enam) golongan, yaitu:
a) Ulat Pemakan Daun (Ulat Api,Ulat Kantong, dan Ulat Bulu)
b) Tikus
c) Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros)
d) Tirathaba
e) Rayap
f) Adoretus dan Apogonia

IV. HAMA ULAT PEMAKAN DAUN (ULAT API,ULAT KANTONG DAN ULAT
BULU)
4.1. KERUSAKAN
4.1.1. Serangan hama ulat api, ulat kantong dan ulat bulu (ulat pemakan daun kelapa
sawit), seringkali menimbulkan masalah yang berkepanjangan karena eksplosi
dapat terjadi waktu ke waktu. Kehilangan daun pada tanaman muda dapat
menyebabkan hambatan pertumbuhan sehingga dapat memperpanjang masa
Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) sedangkan kehilangan daun (defoliasi)
yang serius pada Tanaman Menghasilkan (TM) berdampak langsung terhadap
penurunan produksi (Tabel 1)

9
Tabel 1. Penurunan Produksi Tanaman Kelapa Sawit sebagai akibat Serangan Ulat Api
S.asigna. (Sumber: Desmier de chenon 1992)

Penurunan Produksi (%)


% Defoliasi
Tahun 1a Tahun IIb
Hampir 100 70 93
50 40 78
25 8 29
12 5 11

4.1.2. Serangan hama yang luas memerlukan biaya pengendalian yang mahal. Hal ini
terjadi karena deteksi dini tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga
implementasi pengendalian yang tepat tidak dapat dilakukan pada saat
serangan masih sempit.

4.2. DESKRIPSI

Setora nitens ( Ulat Api ) Darna trima ( Ulat Api )

Metisa plana ( Ulat Kantung ) Mahasena corbetti ( Ulat Kantung )

10
4.3. BIOLOGI
4.3.1. Siklus hidup hama ulat pemakan daun kelapa sawit terdiri dari empat stadia
seperti yang terlihat pada Gambar 2. dan Tabel 2. berikut ini:

IMAGO
(DEWASA)

PUPA TELUR
(KEPO
MPONG

LARVA (ULAT)

Gambar 2. Siklus Hidup Hama Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit.

Tabel. 2. Siklus Hidup Beberapa Jenis Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit
Siklus Hidup
Jenis Hama Telur Ulat Kepompong Total
(Hari) (Hari) Instar (Hari) (hari)
Ulat Api
Setothose asigna 4-8 49-51 VI-VIII 40 93-99
Setora nitens 3-5 29 VI-VIII 23 55-57
Darna trima 4-6 30-39 V-VI 11-14 45-59
Ploneta diducta 5 24 V-VI 13 52
Thosea bisura 5-9 22-35 14-18 41-62
Thosea vetusta 6-8 49 25 80-82
Ulat Kantong
Mahasena corbetti 16 80 IV-V 30 126
Metisa plana 18 50 IV-V 25 93
Pteroma pendula 18 50 IV-V 25 93
Ulat Bulu
Dasychira inclusa 8-9 35-40 8 51-57
Calliteara horsefieldii 8 28 9 45

11
4.3.2. Data siklus hidup setiap jenis ulat pemakan daun sangat bermanfaat untuk:
a) Memperkirakan kemunculan generasi berikunya
b) Memperkirakan ketersediaan waktu pengendalian

4.3.3. Laju perkembangan populasi ulat terutama didukung oleh kemampuan berbiak
dan waktu yang digunakan dalam menyelesaikan siklus hidup. Makin tinggi
daya berbiak serta makin pendek siklus hidup makin cepat pula laju
pertambahan populasi. Hal ini berarti bahwa toleransi terhadap ambang batas
populasi kritis menjadi rendah. Kemampuan bertelur beberapa jenis ulat
pemakan daun dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Kemampuan Bertelur Beberapa Jenis Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit
Jenis Ulat Telur (Buah)
Mahasena corbetti 2.000-3.000
Metisa plana 100-300
Setothose asigna 300-400
Setora nitens 250-300
Darna trima 90-300
Ploneta diducta 60-225
4.3.4. Semakin tinggi daya rusak ulat pemakan daun maka toleransi batas ambang
populasi kritis menjadi lebih rendah. Daya rusak atau jumlah daun yang dapat
dikonsumsi oleh tiap ekor ulat pemakan daun kelapa sawit dapat dilihat pada
Tabel 4
Tabel 4. Daya Konsumsi Beberapa Jenis Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit
Jenis Ulat Rata-rata Daya Konsumsi Daun
(cm2/Ulat)
Setothose asigna 400
Setora nitens 367
Thosea vetusta 170
Ploneta diducta 167
Thosea bisura 94
Darna trima 27
Mahasena corbetti >400
Metisa plana >170
Keterangan : Luas Daun Per Pelepah berkisar Antara 3-4 M2 atau rata-rata 3.5 M2

4.4. ANALISIS DATA PENGAMATAN


4.4.1. Apabila semua blok telah dilakukan sensus, maka assisten afdeling dan QC
Hama dan Penyakit langsung merekap dan menganalisa data hasil pengamatan.
Dari data tersebut dapat diketahui apakah ada serangan atau tidak.
Selanjutnya, bila ada serangan, apakah melewati ambang populasi kritis atau
tidak.

4.4.2. Ambang Populasi Kritis (APK) dapat diartikan sebagai rata-rata populasi larva
sehat/pelepah, dimana di atas rat-rata populasi tersebut tindakan
pengendalian mungkin perlu dilakukan. APK ulat pemakan daun tanaman
kelapa sawit disajikan pada Tabel 5
4.4.3. Sebagai Informasi manajemen kebun bahwa batas kritis atau APK hanya
merupakan panduan. Untuk mengambil keputusan apakah perlu atau tidaknya

12
dilakukan pengendalian, beberapa faktor berikut dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan:
a) Populasi ulat per pelepah
b) Pola penyebaran ulat
c) Keberadaan musuh alami
d) Iklim
e) Kondisi Tanaman

4.4.4. Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas maka tindakan pengendalian harus


segera dilakukan apabila rata-rata populasi larva sehat diatas APK, pola
penyebaran merata pada pada setiap titik-titik sensus, keberadaan musuh-
musuh alami rendah, kondisi iklim mendukung untuk berkembangnya hama
dan kondisi tanaman kurang bagus. Apabila rata-rata populasi sedikit dibawah
atau diatas APK, penyebaran tidak merata, kehadiran musuh alami cukup
nyata, iklim kurang mendukung perkembangan hama ,kondisi tanaman baik
maka pengendalian cukup dilakukan secara spot atau hanya diperlukan
pemantauan secara intensif.

Tabel 5. Ambang Populasi Kritis Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit


Jenis Hama APK (ekor/pelepah)
Ulat Api
Setothose asigna 5
Setora nitens 5
Darna trima 20
Ploneta diducta 20
Ulat Kantong
Mahasena corbetti 5
Metisa plana 10
Pteroma pendula 10
Ulat Bulu
Dasychira inclusa 10
Calliteara horsefieldii 10

4.5. TINDAKAN PENGENDALIAN


4.5.1. Tujuan utama tindakan pengendalian hama adalah bukan untuk membasmi
hama, tetapi untuk menurunkan populasi hama sampai pada tingkat yang tidak
merugikan.

4.5.2. Departemen R&D akan memberikan rekomendasi untuk menentukan skala


prioritas pengendalian berdasarkan jenis dan stadia hama, tingkat serangan
dan sebaran hama, ketersediaan alat, bahan (insektisida atau agen hayati) atau
tenaga, kondisi iklim dan tanaman serta batas waktu yang tersedia untuk
pengendalian.

4.5.3. Beberapa metode pengendalian ulat pemakan daun pada beberapa tingkat
umur tanaman dapat dilihat pada Tabel 6

Tabel 6. Metode Pengendalian Ulat Pemakan Daun


Metode Pengendalian Umur Tanaman (Tahun)

13
<3 3–7 8 - 15 > 15
1. Kutip ulat √ X X X
2. Kutip Kepompong √ √ √ √
3. Insektisida PKS X X X

B.t EPS √ X X

Virus MB √ X X

Fogger √ √ √
X
4. Injeksi Batang X √ √ √
5. Infus Akar √ √ √ √
6. Konservasi musuh alami √ √ √ √
Keterangan : √ : Dapat digunakan
X : Tidak dapat digunakan

4.5.5. KUTIP ULAT (hand picking)


4.5.5.1. Prosedur
Dalam melakukan pekerjaan pengutipan ulat harus mengikuti
persyaratan sebagai berikut:
a) Hanya ulat yang sehat yang dikutip dari pelepah, kemudian hasil
pengutipan harus dimatikan
b) Semua ulat yang menemukan gejala tidak sehat yaitu terparasit,
dimakan predator atau terserang penyakit tidak dikutip, tetapi
dibiarkan di pelepah agar menjadi sumber musuh alami
c) Tidak setiap pelepah diperiksa melainkan semua yang menunjukan
gejala serangan baru
d) Tenaga kerja untuk pengutipan harus dilengkapi dengan galah yang
ringan dan terdapat pengait dibagian ujungnya. Alat tersebut
digunakan untuk menarik pelepah yang tinggi
e) Untuk mendapatkan hasil pengutipan yang baik harus dilakukan
supervisi dan Spot Check oleh QC dibantu Mandor dan Asisten
Afdeling

4.5.5.2. Keuntungan
Sangan efektit dan ramah lingkungan. Hal ini karena pengutipan hanya
dilakukan pada ulat yang sehat, sedangkan ulat yang terprasit dan
berpenyakit ditinggalkan agar terjadi perbanyakan secara alami

4.5.5.3. Kekurangan
a) Pekerjaan lambat dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak
b) Tidak sesuai untuk tingkat populasi yang tinggi dan luas areal
c) Tidak untuk jenis ulat yang berukuran kecil atau ulat yang masih
muda.
Ulat yang masih muda mempunyai ukuran relatif kecil sehingga sulit
dilihat,begitu juga dengan jenis ulat yang berukuran kecil seperti:
Metisa plana , Pteroma pendula dan Darna sp.

d) Tidak sesuai untuk tanaman yang sudah tinggi

14
Pengutipan ulat hanya sesuai untuk tanaman berumur kurang dari
5 ( lima ) tahun

4.5.6. KUTIP KEPOMPONG


4.5.6.1. Pengutipan kepompong hanya dapat dilakukan apabila tingkat
serangan rendah dan meliputi areal yang sempit. Semua kepompong
dikutip, langsung dipisahkan antara yang sehat dan yang sakit.
Kepompong yang sehat dimatikan sedangkan yang sakit dapat
disebarkan di lapangan atau disimpan untuk pengendalian selanjutnya

4.5.6.2. Pengutipan kepompong terbatas pada daerah piringan terutama di


pangkal batang. Pada saat terjadi eksploitasi selain dipiringan,
kepompong juga dapat dijumpai pada gawangan, pasar rintis, diantara
ketiak pelepah, pada bunga jantan dan betina sehingga pengutipan
menjadi urang efektif.

4.5.6.3. Kepompong Darna trima dan Ploneta diducta berukuran kecil dan
pada umumnya dibentuk dilekukkan ketiak anak daun atau pada
tunggul kayu di atas tanah, sedangkan untuk ulat kantong Metisa
plana dan Pteroma pendula kepompongnya tetap mengantung didaun
sehingga pengendalian dengan pengutipan kepompong akan tidak
efektif.

4.5.6.4. Keuntungan
Sangat selektif dan aman

4.5.6.5. Kekurangan
a) Tidak efektif saat terjadi eksplosi
b) Pekerjaannya sangat lambat
c) Sulit membedakan kepompong yang sakit dan sehat tanpa
membuka terlebih dahulu.

4.5.7. Penyemprotan Insektisida Hayati dan Pengatur Tumbuh


4.5.7.1. Apabila penggunaan insektisida harus dilakukan, maka prioritas harus
diberikan kepada insektisida hayati dan pengatur tumbuh.

4.5.7.2. Secara umum insektisida hayati dan pengatur tumbuh bersifat


mematikan ulat api, ulat kantong dan ulat bulu akan tetapi relatif
aman terhadap musuh alami, serangga penyerbuk dan juga operator

4.5.7.3. Insektisida hayati dan pengatur tumbuh


a) Bacilus thuringensis
- Dipel - Bactospeine
- Thuricide - Florbac
- Delfin
b) Insektisida Pengatur Tumbuh (IPT)
- Atabron
c) Keuntungan
1. Efektif terhadap ulat instar muda (I – IV)

15
2. Aman terhadap musuh alami
3. Aman terhadap operator
d) Kekurangan
1. Kurang efektif, terhadap instar ulat diatas instar IV sehingga
diperlukan deteksi awal dan diikuti penyemprotan dengan cepat
2. Karena merupakn racun perut penyemprotan harus merata
keseluruh pelepah
3. Stok lama pada umumnya kurang efektif karena umur simpan
pendek

4.5.7.4. Penggunaan Bacilus thuringensis (B.t)


Insektisida hayati B.t umumnya hanya efektif terhadap larva-larva dari
Lepidoptera Untuk mendapatkan efektifnya B.t secara maksimal,
faktor-faktor kritis yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
a) Ketepatan waktu
Waktu yang tepat untuk aplikasi B.t adalah waktu menjelang
menetasnya telur menjadi ulat atau pada saat ulat masih baru saja
menetas sampai instar IV. Ulat yang masih muda juga sangat peka
terhadap kondisi lingkungan yang tidak baik
b) Peliputan semprotan
Agar spora bakteri atau kristal protein bakteri dapat termakan oleh
ulat maka penyemprotan pada tajuk tanaman harus benar-benar
merata
c) Penyimpanan
Penyimpanan harus di tempat yang baik,ruangan panas dan lembab
harus dihindari karena akan menurunan keefetivannya.

4.5.8. Penyemprotan dan Peralatan


Insektisida B.t dapat diaplikasikan baik menggunakan volume tinggi, rendah
atau ultra rendah (Tabel 7). Pada saat penyemprotan insektisida B.t dapat
dicampur dengan fungisida atau pupuk daun atau surfaktan yang tidak bersifat
basa karena pH yang tinggi dapat menurunkan keefektivan B.t. Kondisi pH yang
sesuai adalah 4,0 -8,5 Jenis insektisida B.t, kandungan bahan aktif dan dosisi
aplikasi untuk ulat api disajikan pada Tabel 8

Kategori Volume Volume Semprot


Alat
Semprot (Liter/Ha)
Sangat Tinggi > 600 Engine Power Sprayer
Sedang 400 – 600 Pneumatic Knapsack Sprayer
Rendah/Sangat Rendah 100 – 400 Mist Blower
Tabel Ultra Rendah < 50 Fogger
7.
Jenis Alat dan Volume Semprot yang digunakan untuk Penyemprotan Insektisida

16
Tabel 8. Jenis Insektisida B.t. , Kandungan Bahan Aktif dan Dosis untuk Ulat Api

Nama Dagang Kandungan Bahan Dosis/Ha


Aktif
Bactospeine WP B.t. 16.000 I/U mg 500 g
Delfin WDG B.t. 56.000 I/U mg 500 g
Dipel WP B.t. 16.000 I/U mg 500 g
Florbac FC B.t. 7.500 I/U mg 500 g
Thuricide HP B.t. 16.000 I/U mg 500 g
4.5.8.1. Insektisida Kontak
a) Merupakan suatu kebijakan perusahaan bahwa penggunaan
insektisida kontak harus seminimal mungkin dan sebelum
menggunakannya manajemen kebun harus berkonsultasi dengan
Departemen QC dan selanjutnya QC akan berkonsultasi dengan TA
b) Syarat-syarat penggunaan insektisida kontak yang harus dipenuhi
yaitu:
1. Rata-rata populasi ulat per pelepah sangat tinggi.
2. Instar ulat dalam keadaan “Overlapping”
3. Serangan meliputi areal yang luas dan ulat diatas instar IV
4. Musuh alami sedikit atau tidak ada
5. Kondisi lingkungan mendukung perkembangan hama
c) Keuntungan
1. Daya bunuhnya cepat dengan persentase kematian tinggi
2. Biaya/Ha relatif rendah
3. Cakupan semprotan cepat, misalnya menggunakan alat fogger
4. Sesuai untuk populasi yang sangat tinggi dan “Overlapping”
d) Kekurangan
1. Spektrum lebar sehingga mematikan musuh-musuh alami
seperti parasit, predator, dan serangga penyerbuk
2. Berbahaya bagi operator
3. Menyebabkan pencemaran lingkungan dan dapat menimbulkan
resistensi
e) Dosis
Dosis insektisida kontak untuk ulat api, ulat kantong dan ulat bulu
terdapat pada Tabel 9
Tabel 9.. Dosis Insektisida Kontak Untuk Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit
Dosis/ Konsentrasi Formulasi (%)
Jenis Hama Nama Dagang Bahan Aktif Ha
EPS PKS MB
(ml)

17
Ulat Api
Setothosea asigna
Setora nitens
Darna trima Decis 2,5 EC Deltametrin 200 0.025 0.040 0.100
Ploneta diducta Matador 25 EC Lamda Sihalotrin 200 0.025 0.040 0.100
Ulat Bulu
Dasychira inclusa Buldok 25 EC Betasifultrin 225 0.040 0.050 0.150
Calliteara horsefieldii Cymbush 50 LC Sipermetrin 300 0.050 0.075 0.200
Ulat Kantong
Mahasena corbeti Orthene 75 SP Asetat 650 0.100 0.160 0.430
Metisa plana
4.5.8.2. Alat Aplikasi Insektisida
Alat aplikasi yang umum digunakan untuk peyemprotan insektisida
hayati dan kontak adalah:
a) Pneumatic Kanpsack Sprayer (PKS)
b) Engine Power Sprayer ((EPS)
c) Mist Blower (MB)/Pengabut
d) Fogger/Pengasapan
a) Pneumatik Knapsack Sprayer (PKS)
Sebagai contoh PKS adalah “Kap Solo”. Alat semprot ini mempunyai
kapasitas volume 12,5 – 15 liter. Nozel yang digunakan adalah Nozel
Cone yang dapat diputar bagian ujungnya sehingga dapat
menjangkau pelepah yang tinggi letaknya. Volume semprot adalah
400-600 Liter/Ha, sedangkan kemampuan semprotan untuk setiap
kap isi 12,5 Liter adalah 2-6 pokok.
Keuntungan
1. Sesuai untuk tanaman berumur 2 (dua) tahun
2. Sesuai untuk penyemprotan spot
3. Cara kerja yang sederhana sehingga tidak diperlukan tenaga
kerja yang berpengalaman
Kekurangan
1. Bekerja lambat, maksimum 1 Ha/Orang
2. Volume smprot yang tinggi sehingga keperluan air banyak
3. Tidak cocok untuk TM yang sudah tinggi.
Apabila pada beberapa pokok TM di kebun terdeteksi serangan
awal, maka alat PKS dapat dimodifikasi dengan menyambung
selang yang ditopang dengan galah yang panjangnya disesuaikan
dengan tinggi pelepah. Untuk pengoperasian alat tersebut
diperlukan 2 (dua) orang.
b) Engine Power Sprayer
Alat EPS mempunyai volume semprot 600 liter/ha dengan
kemampuan kerja/alat/hari adalah 3-5 ha
Keuntungan
1. Sesuai untuk insektisida B.t, IPT dan kontak
2. Sesuai untuk TM umur kurang dari 5 tahun
3. Sesuai untuk areal rata dan fasilitas pasar rintis sudah bersih
Kekurangan
1. Diperlukan banyak tenaga kerja
2. Tidak sesuai untuk areal yang tidak rata dan masih banyak
tunggul kayu atau anak kayu di pasar ritis

18
3. Sebagian insektisida terbuang karena nozel tidak bisa dmatikan.
c) Mist Blower (MB)/Pengabutan
Alat ini mempunyai volume semprot 100-300 liter/ha, tergantung
pada umur tanaman. Kemampuan kerja per hari adalah 1,5 – 2,0
ha/hk.
Keuntungan
1. Cocok untuk tanaman berumur di bawah 4 tahun
2. Sesuai untuk insektisida B.t,IPT dan kontak
3. Pemakaian air hemat

Kekurangan
1. Berbahaya terhadap operator sehingga harus menggunakan alat
pengaman
2. Tidak sesuai untuk areal yang bergelombang.
d) Fogger/Pengasap (Swig Fog, Pulfog K 10 SP, K22 Standar, K22 – Bio
Dll)
Prinsip kerja alat ini adalah mengubah campuran air, emulgator,
solar dan insktisida menjadi bentuk asap.
Keuntungan
1. Cakupan luas yaitu 10-15 ha/hk
2. Sangat efektif untuk insektisida kontak atau agen hayati (K22-
Bio)
3. Biaya Murah
Kekurangan
1. Memerlukan kondisi udara tenang, sehingga hanya dapat
diaplikasikan pada malam hari/pagi hari
2. Diperlukan bahan yang tahan terhadap suhu tinggi
3. Pengoperasian alat memerlukan tenaga kerja yang terlatih
Umur Tanaman
Bahan
< 10 Tahun 10 – 15 Tahun > 15 Tahun
Air 3,5 l 3,5 l 1,5 l 1,5 l - -
Solar 1,1 l 1,2 l 3,1 l 3,2 l 4,6 l 4,7 l
Insektisida 0,3 l 0,2 l 0,3 l 0,2 l 0,4 l 0,3 l
Emulgator 0,1 l 0,1 l 0,1 l 0,1 l - -
Total 5,0 l 5,0 l 5,0 l 5,0 l 5,0 l 5,0 l
4. Tidak sesuai untuk areal yang bergelombang
5. Tidak sesuai untuk tanaman yang kanopinya belum menutup
6. Dapat membahayakan operator, lingkungan dan musuh alami

Swing Fog an K10 SP


Alat mempunyai 2 (dua) tangki yaitu tangki bahan bakar berkapasitas 2 liter dan
tangki campuran solar, insektisida, air dan emulgator berkapasitas 5 liter
(Tabel 10). Fogger jenis ini tidak sesuai untuk aplikasi insektisida hayati
karena suhunya tinggi.
Tabel 10 Komposisi Campuran Bahan pada Tangki (kapasitas 5 liter)

19
K22-Bio
Alat mempunyai 3 (tiga) buah tangki yaitu tangki bahan bakar berkapasitas 2
liter, tangki depan berupa campuran insektisida, solar, air dan emulgator
sebanyak 5 liter, serta tangki belakang berisi air saja 5 liter. Alat ini digunakan
untuk aplikasi insektisida yang tidak tahan panas dan sesuai untuk aplikasi
insektisida B.t atau virus. Komposisi campuran bahan pada tangki depan dan
belakang dapat dilihat pada Tabel 11

Tabel 11. Komposisi Campuran Bahan pada Tangki K22-Bio (Kapasitas 5 liter)
Umur Tanaman
< 10 Tahun 10 – 15 Tahun > 15 Tahun
Bahan
T. Bela T. Bela T. Bela
T. Depan T. Depan T. Depan
kang kang kang
Air 1,5 l 1,5 l 5,0 l 1,0 l 1,0 l 5,0 l 0,5 l 0,5 l 5,0 l
Solar 3,1 l 3,2 l 3,6 l 3,7 l 3,95 l 4,15 l
Insektisida 0,3 l 0,2 l 0,3 l 0,2 l 0,5 l 0,3 l
Emulgator 0,1 l 0,1 l 0,1 l 0,1 l 0,05 l 0,05 l
Total 5,0 l 5,0 l 5,0 l 5,0 l 5,0 l 5,0 l 5,0 l 5,0 l 5,0 l

4.5.9. Injeksi Batang


4.5.9.1. Pada tanaman yang berumur di atas 7 tahun dengan kanopi sudah
tinggi, penggunaan insektisida sistemik dengan cara injeksi batang
akan memberikan hasil yang sangat efektif

4.5.9.2. Keuntungan
a) Sangat efektif
b) Efektif terhadap sema instar ulat
c) Realtif aman terhadap musuh alami, lingkungan dan operator
d) Sesuai untuk tanaman yang sudah tinggi dan areal yang
bergelombang

20
e) Sesuai untuk serangan spot

4.5.9.3. Kekurangan
a) Sangat mahal
b) Tidak sesuai untuk tanaman muda
c) Pekerjaan lambat

4.5.9.4. Untuk tanaman yang berumur 5 -7 tahun pada umumnya distribusi


insektisida kurang merata sehingga insektisida diaplikasikan melalui 2
(dua) lubang yang berseberangan.

4.5.9.5. Lubang bor dibuat pada ketinggian minimum 50 cm diatas permukaan


tanah (tergantung dari umur tanaman) dengan kemiringan 450.

4.5.9.6. Setiap tim terdiri dari 3 (tiga) orang, yaitu 1 (satu) orang laki-laki
sebagai operator, 1 (satu) orang perempuan aplikasi insektsida, dan 1
(satu) orang perempuan sebagai penutup lubang (dengan tanah)
setelah aplikasi dan megecat/memberi tanda titik/silang pada pangkal
pelepah di atas lubang.

4.5.9.7. Jenis insektisida dan dosis yang dianjurkan untuk injeksi batang dapat
didiskusikan dengan QC dan akan berkonsultasi dengan TA.

4.5.10. Infus Akar


4.5.10.1.Infus akar merupakan salah satu cara aplikasi inektisida sistemik yang
sangat sederhana, tetapi memerlukan ketelitian dan kehati-hatian
dalam pelaksanaannya. Teknik ini meliputi beberapa tahapan yaitu :
mencari akar, memotong akar dan pemasangan plastik berisi
insektisida.

4.5.10.2.Keuntungan
a) Sangat selektif
b) Sangat efektif untuk tanaman muda
c) Sesuai untuk serangan sporadik
d) Aman terhadap lingkungan dan musuh alami
e) Tidak memerlukan peralatan khusus

4.5.10.3.Kekurangan
a) Sangat mahal
b) Bekerja lambat, 1 tim terdiri dari 2 (orang) = 80 pokok/hari
c) Diperlukan tenaga kerja terampil

4.5.10.4.Prosedur Infus Akar


a) Gali tanah dengan hati-hati, temukan akar primer sehat (berwarna
coklat gelap) yang berada pada radius dari batang maksimum 50 c.

21
b) Potong akar dengan kemiringan sudut 30-400 dengan tujuan
memperluas permukaan akar yang dipotong sehingga
mempercepat penyerapan insektisida.
c) Masukkan insektisida sistemik yang sudah diukur ke dalam kantong
plastik, kemudian sarungkan pada akar yang sudah dipotong
dengan hai-hati sehingga ujung akar mencapai dasar plastik dan
diusahakan “ Jangan sampai plastik bocor ”. Plastik kemudian diikat
dengan karet secara hati-hati, sehingga insektisida tidak tumpah
d) Pada cuaca yang cerah dan panas biasanya insektisida akan
terserap habis dalam 1 (satu) hari dengan catatan pekerjaan infus
akar dilakukan dengan hati-hati dan benar. Apabila dalam 3 hari
setelah infus akar, cairan insektisida masih banyak maka infus harus
diganti pada akar yang lain
e) Jenis dan dosis insektisida yang akan digunakan dapat didiskusikan
dengan TA melalui QC.

-Tabel 12 Jenis Parasit, Stadia Inang da Gejala-gejala Serangan pada Ulat Api
Stadia
Nama Parasitoid Jenis Inang Gejala-gejala Serangan
Inang
Trichogranmatoidae Telur S. asigna - Telur terparasit berwarna coklat muda hitam
thoseae S. nitens - Satu telur ulat api dihasilkan + 25 ekor parasitoid
Darna spp. - Terdapat lubang-lubang kecil pada permukaan te
lur ulat api, sebagai tanda parasit dewasa keluar
Apanteles spp Ulat Darna spp - Ulat yang terserang menjadi tidak aktif, menarik
(Bracomidae) Parasa spp diri ke tengah anak daun dan kemudian mati
S. asigna - Kepompong terparsit kadang-kadang berada di
Spinaria spinator S. nitens dalam tubuh larva (spinaria) atau dipermukaan
(Ichneumonidae) S. asigna bawah tubuh larva (Fornicia dan Apanteles)
Fornicia sp C. albiguttatus biasanya pada larva instar I - IV

Chaetexorista javana Kepompong S. asigna - Parasit meletakkan telur pada saat ulat api akan
Chorocryptus S. nitens berkepompong, parasit menetas didalamnya dan
purpuratus keluar membentuk lubang kecil pada permukaan
kokon

4.5.11. Konservasi dan Eksplositas Musuh Alami


4.5.11.1. Tujuan dari konservasi dan eksploitas musuh alami adalah
menghidari peningkatan populasi yang dapat menyebabkan
terjadinya eksplosi hama dan mengembalikan keseimbangan
ekosistem tersebut sehingga perlakuan insektisida dapat dikurangi.

22
4.5.11.2. Di perkebunan kelapa sawit musuh alami ulat pemakan daun kelapa
sawit yang cukup potensial dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga)
golongan yaitu:
a) Predator
Beberapa predator yang cukup potensial terhadap ulat pemakan
daun kelapa sawit adalah :
1. Eucanthecona furcellata (Pentatomidae, Hemiptera)
- Memangsa dengan cara menusuk dan menghisap
- Telurnya diletakkan secara berkelompok pada daun tanaman
kelapa sawit yang masih muda sampai yang sudah tua
- Serangga muda berwarna kemerahan dan belum mempunyai
sayap dan biasanya hidup berkelompok
- Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 10.4a-b
- Siklus hidupnya +2 (dua) bulan dalam waktu 1 (satu) hari
mampu memangsa 2-6 ekor ulat api
2. Sycanus spp. (Reduviidae, Hemiptera)
Adalah predator utama ulat kantong, selain itu juga memangsa
ulat lain.
- Memangsa dengan cara menusuk dan menghisap
- Nimfanya hidup pada tanaman penutup tanah (LCC) dan
stadium dewasa dapat terbang dan mencari mangsa pada daun
sawit
- Siklus hidupnya + 4 (empat) bulan
- Untuk memakan sekor ulat ukuran sedang diperlukan waktu 2-
4 jam
- Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 2

3. Inang alternatif
- Pada pertanaman kelapa sawit yang masih muda, predator
hidup dengan memakan ulat yang hidup pada LCC
- Pada pertanaman dewasa/tua, makanan predotar adalah ulat
yang tinggal di pakis-pakisan yaitu jenis Diplazium asperum
- Jenis pakis tersebut sangat disukai olah larva Hymenoptera
symphyla dan Neostrombeseros luckti yang merupakan
makanan alternatif Sycanus

23
Gambar. 2. Sycanus spp. (Reduviidae, Hemiptera)
a) Parasit
i. Parasit hidup di dalam tubuh inangnya. Apabila parasit tersebut berasal
dari golongan serangga disebut parasitoid, sedangkan apabila berasal
dari golongan lain disebut parasit. Parasit pada umumnya mempunyai
ukuran yang lebih kecil dari inangnya. Berbagi macam parasit pada stadia
inangnya beserta gejala-gejalanya dapat dilihat pada Tabel 12.
ii. Stadium dewasa parasitoid untuk mempertahanan hidupnya
memerlukan makanan yang cukup. Beberapa serangga dewasa parasit
sangat tergantung pada tanaman lain yang menghasilkan serbuk sari dan
nektar. Contoh tanaman yang berasosiasi dengan serangga dewasa
parasit adalah Casia spp, Euphorbia spp, LCC, Ageratum dan lain-lain.
Untuk proses kelangsungan hidup parasit, gulma-gulma tersebut
diharapkan tetap ditinggalkan di lapangan.
b) Patogen
Perkembangan patogen umumnya memerlukan kelembaban yang tinggi.
Kondisi tersebut terjadi pada musim hujan. Oleh sebab itu pada umumnya
di usim hujan sangat jarang atau sedikit terjadi eksplosi ulat pemakan daun.
Patogen dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat sesuai dengan
ketersediaan inangnya. Pemencaran patogen di lapangan juga sangat
dipengaruhi oleh percikan air hujan. Patogen yang biasa dijumpai
menyerang ulat api atau ulat kantong adalah sebagai berikut:

1. Virus
Pada kondisi lingkungan yang sesuai untuk perkembangan virus, tingkat
patogenesitas virus dapat mencapai hampir 100% dalam waktu 2-3
minggu setelah penyemprotan.
Keefektifan virus ulat api ditentukan oleh beberapa faktor:
1.1. Jenis Virus
Tidak semua jenis virus ulat api akan efektif terhadap semua jenis
ulat api, tetapi jenis ulat api tertentu mempunyai virus tertentu juga.

24
Contoh virus ulat api Setora nitens tidak efektif terhadap Setothosea
asigna dan sebaliknya.
1.2. Cara identifikasi yang betul terhadap ulat terifeksi virus yaitu dengan
melihat gejala serangan sebagai berikut:
a) Ulat yang terserang menjadi tidak/kurang aktif dan berhenti
makan
b) Pola warna pada tubuh instar tua menjadi kabur dan lambat laun
memudar
c) Duri-duri pada permukaan atas tubuh tidak akan mengembang
atau membuka apabila ulat diganggu
d) Warna tubuh berubah secara cepat menjadi kemerah-merahan
atau coklat gelap
e) Tubuh ulat memipih dan mengeluarkan cairan kental berwana
putih sampai kuning kecoklatan.
f) Ulat jatuh ke tanah (untuk ulat tua) atau tetap lengket di daun
(untuk ulat muda)
g) Ulat mulai mati
h) Bentuk ulat yang terserang virus dapat dilihat pada Gambar 3.
1.3. Lama Penyimpanan
Ulat api terinfeksi virus yang masih segar akan lebih efektif dari pada
yang telah tersimpan lama. Walaupun demikian, virus yang disimpan
pada suhu -300C selama 6 (enam) tahun masih menunjukkan
keefektifan.
1.4. Cuaca
Cuaca yang paling baik untuk aplikasi virus adalah pada musim hujan
dan waktu aplikasi pada pagi atau sore hari. Jika pada musim
kemarau sebaiknya dilakukan sepagi mungkin. Sinar UV
menyebabkan degradasi virus sehingga menjadi kurang/tidak efektif.

Gambar 3. Ulat yang terserang virus

1.5. Pembiakan virus


Virus ulat api dapat dibiakkan melalui 2 (dua) cara yaitu:
1.5.1. Pembiakan di ruangan
i) Kutip ulat api sehat yang masih segar dari pokok sawit < 4
tahun di lapangan dan sebaiknya ulat api yang sudah tua
(instar V –VIII).

25
j) Ulat tersebut dipelihara dalam kurungan kasa an diberi
makandaun kelapa sawit yang masih segar. Kurungan kasa
diletakkan di tempat yang ternaung atau lembab.
k) Ulat disemprot dengan suspensi virus hasil pengutipan.
l) Pada hari kedua setelah penyemprotan, ulat yang
terinfeksi mulai dikutip dan dilanjutkan pada hari-hari
berikutnya.
1.5.2. Pembiakan di Lapangan
a) Memilih lokasi yang terserang ulat dengan populasi sangat
tinggi dan sudah instar tua, sehingga mempermudah
pengutipan hasil
b) Sebaiknya dipilih tanaman yang masih berumur <4 tahun
c) Penyemprotan suspensi virus menggunakan alat knapsack
sprayer atau mist blower dengan dosis yang telah
dianjurkan
d) Pengutipan dilakukan pada ulat yang masih segar, akan
tetapi sudah terinfeksi virus
e) Ulat yang sudah mati sebaiknya tidk dikoleksi, akan tetapi
dapat dikutip untuk digunkan secara langsung
f) Perbanyakan virus dengan tujuan koleksi atau stock yang
disimpan, maka tidak dianjurkan melakukan
penyemprotan virus dengan penambahan insektisida
pyretoid/kontak walaupun dalam dosis rendah.
1.6. Peralatan dan Penyimpanan
A. Peralatan yang digunakan dalam pembiakan dan koleksi virus
adalah:
a) Knapsak Sprayer, Mist Blower, Engine Power Sprayer atau
Fogger
b) Deep freezer (suhu -300 ), Berguna untuk penyimpanan virus.
Pada shu -300C bakteri sdah tidak aktif sehinga virus tidak
mengalami degradasi selama penyimpanan.
c) Kantong plastik kapasitas 1 Kg, Harus diberi label tanggal
koleksi. Apabila dla koleksi diperoleh jenis virus dari jenis ulat
api yang berbeda sebaiknya warna kantong plastik berbeda.
Virus yang tersimpan paling lama digunakan lebih dahulu.
B. Cara penyimpanan Virus Stock Soution (VSS) adalah sebagai
berikut:
1. Ambil 1 Kg ulat yang terifeksi virus (1 kantong plastik) dan
tambahkan 1 liter air (1:1) kemudian dihancurkan.
2. Hasil tersebut disaring dengan kain muslin. Hasilnya disebut
VSS yang sipa digunakan untuk enyemprotan di lapangan
3. Perbandingan 1:1 ersebut dapat diperoleh + 1.500 ml VSS

1.7. Dosis Aplikasi Virus


Dosis aplikasi VSS adalah 300 ml/Ha. Alat apliasi yang dgunakan:

26
Alat Volume Semprot (L/Ha) Dosis VSS (ml/ L Larutan)
Engine Power Sprayer
400 0.75
Pneumatic Knapsack
300 1.00
Sprayer
150 2.00
Mist Blower
5 60.00
Fogger

2. Jamur
2.1. Jamur patogen yang biasa menginfeksi ulat Setothosea asigna,
Setora nitens, Darna trima, Paras lepida dan ulat lainnya adalah
Cordycep.
2.2. Tingkat patogenisitas berkisar antara 13-80 % tergantung pada
tingakat kelembaban tanah dan jumlah inokulum.
2.3. Cara infeksi dan gejala serangan:
a) Spora Cordycep menginfeksi larva instar terakhir saat turun
ketanah untuk berkepompong
b) Spora Cordyceps menempel dipermukaan tubuh larva saat larva
masuk ke dalam tanah ( di pangkal batang, tepi piringan dan
dibawah rumpukan pelepah di gawangan)
c) Spora Cordyceps akan berkecambah dan menginfeksi prepupa.
Selanjutnya miselium berwarna putih tubuh menyelimuti tubuh
pupa sehingga pupa mati dan menjadi mumi.
d) Bila kondisi tanah cukup lembab, dari permukan kokon akan
keluar badan buah berbentuk seperti jari-jari tangan berwarna
kemerahan.
e) Dari satu infeksi sampai terbentuknya badan buah diperluka
waktu minimum 40 hari
f) Ciri-ciri keompong yang terinfeksi Cordyceps dapat dilihat pada
Gambar 4
2.3. Cordyceps dapat bertahan di tanah serta berkembang pada
kepompong bila kelembaban di tanah cukup dan tersedianya ulat
nstar terakhir.
2.4. Cara aplikasi Cordyceps adalah sebagai berikut:
a) Kepompong yang terinfeksi dikutip kemudian dihancurkan dan
ditambah air dengan perbandingan 3 (tiga) kepompong tersebut
untuk 1 liter air. Hasil penghancuran disaring dengan kain muslin.
b) Cairan aplikasi dengan Mist Blower atau PKS ke daerah pangkal
batang sampai ketingian 1 (satu) meter dan piringan dengan dosis
100 ml/Pokok
c) Baik dilakukan awal musim hujan dan larva diatas instar V.

27
Gambar 4. Kepompong yang terinfeksi cordyceps

V. HAMA TIKUS
5.1. KERUSAKAN
5.1.1. Tikus menimbulkan kerusakan karena mengerat beberapa bagian tanaman
kelapa sawit. Pada pembibitan, bagian ujung jaringan muda dikerat sehingga
menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian bibit
5.1.2. Pada TBM, tikus menyerang ubut/titik tumbuh. Gejala serangannya berupa
bekas gerekan, lubang-lubang pada pangkal pelepah bahkan sering ditemui
pelepah yang putus/terkulai. Kadang-kadang dijumpai serangan hama ini
sampai titik tumbuh, terutama pada tanaman umur sekitar 1 (satu) tahun
sehingga menyebabkan kematian tanaman. Pada keadaan tertentu,
kerugiandapat mencapai 90% pada saat itu.
5.1.3. Pada TM, tikus memakan mesocrap buah (daging buah) baik pada tandan muda
maupun yang sudah matang. Selain itu, tikus juga menyerang bunga betina dan
bunga jantan. Seekor tikus dapat mengkonsumsi mesocrap + 4 gram/hari.
Sehingga kehilangan produksi dapat mencapai 5% dari produksi normal.

5.2. DESKRIPSI

Ratus tiomanicus

28
Tabel 13. Jenis-Jenis Tikus
Jenis Tikus Rattus tiomanicus Rattus argentiventer Rattus rattus diardii
Nama Umum Tikus Pohon Tikus Sawah Tikus Rumah
Perilaku 1.Memakan sampai kernel 1.Memakan bromdolan 1.Memakan sampai kernel
tetapi tidak rusak sering megerat sampai tetapi tidak rusak
2. Sarang terbuat dari kernel 2.Sarang terbuat dari daun
potongan daun yang 2. Tidak suka memanjat segar dan diletakkan pada
masih hijau dan diletakkan jarang merusak sawit tanah di bawah tumpukan
pada tanah dibawah diatas umur 7 tahun pelepah atau diatas pokok
naungan, contoh dibawah
tumpukan pelepah atau di
atas pokok

Morfologi
1. Panjang 140 – 175 mm 150 – 190 mm 140 – 190 mm
Kepala/badan
2. Warna bulu bagian Coklat bludru Kasar, coklat pudar Kasar dan coklat tetapi
atas/punggung bercampur dengan warna kadang-kadang
rambut-rambut kuning dan bervariasi
hitam
3. Warna bulu bagian Putih bersih kadang-kadang Abu-abu keperakan sering Abu-abu cerah sampai
bawah kekuningan dengan garis memanjang agak kabur
4. Warna ekor Gelap Merata berwarna lebih gelap Gelap merata
Gelap Merata
Putting Susu
1. Dada 2 Pasang 3 Pasang 2 Pasang
2. Belakang 3 Pasang 3 Pasang 3 Pasang
3. Siklus Hidup 3.6 – 7.8 bulan 6.2 Bulan 3 – 3.5 Bulan
5.3. BIOLOGI
5.3.1. Beberapa jenis tikus yang banyak dijumpai merusak tanaman kelapa sawit,
adalah Ratus tiomanicus, Ratus –ratus diardii dan Rattus argentiventer.
Diantara ketiga tikus tersebut yang paling dominan adalah R. tiomanica.

5.3.2. Makanan dan Habitat


5.3.2.1. Untuk dapat hidup dan berkembang biak, tikus membutuhkan
makanan, air, mineral/vitamin, dan tempat berlindung (shelter).
Makanan yang dibutuhkan oleh tikus biasanya terdiri dari tiga
golongan besar yaitu karbohidrat, lemak dan protein.
5.3.2.2. Di dala ekosistem perkebunan kelapa sawit tikus dapat memperoleh
kebutuhannya yaitu:
a) Makanan
1. Karbohidrat : Umbut dan buah / bunga kelapa sawit,akar dan
biji-biji rumput
2. Lemak : Buah kelapa sawit, serangga, siput/keong dan lain-lain
3. Protein : Serangga ( serangga penyerbuk Elaedibius dll )
siput/keong,cacing dan binatang kecil lainnya
b) Mineral/vitamin : Biji-biji gulma, tanah dan bahan organik
c) Air : Parit/sungai dan bagian tanaman
d) Berlindung di bawah rumpukan kayu/pelepah kelapa sawit atau
didalam lubang dibawah tanah.

29
5.4. JENIS RACUN TIKUS
5.4.1. Berdasarkan cara kerjanya racun tikus dikelompokan menjadi 2 (dua) golongan
yaitu:
a) Akut (Acute)
 Contohnya adalah Zinc Phosfit, Endrin dan Bidrin (telah dilarang)
 Sngat mematikan dan beracun terhadap manusia dan binatang
peliharaan
 Dapat menyebabkan kejeraan apbila tikus tidak mati pada saat pertama
kali makan
b) Kronik
 Merupakan antikogulan yaitu apabila tikus makan pda jumlah yang
cukup, akan menyebabkan pendarahan secara terus menerus karena
racun tersebut mencegah proses pembekuan darah.
 Jenis, bahan aktif dan tife racun kronik terdapat pada Tabel 14

Tabel.14. Jenis Racun Kronik Untuk Tikus

Bahan Konsentrasi Berat Umpan Jumlah Butir Type


Nama Dagang
Aktif (ppm) Per Butir (g) Per Kg Racun
Racumin CF-20 Coumatetraltl 375 11.8 85 Generasi I
Tikumin Coumatetraltl 375 10.0 100 Generasi I
Ramortal Broadifacoum 50 10.0 100 Generasi II
Klerat Broadifacoum 50 4.0 250 Generasi II
Strom Flocumafen 50 4.0 250 Generasi II

5.4.2. Kebijakan yang digunakan ialah menggunakan jenis racun tikus antikoagulan
generasi I, karena antikogulan generasi II dapat menyebabkan kematian
predator tikus seperti burung hantu, elang dan kucing hutan akibat keracunan
sekunder. Ini dapat digunakan setelah melakukan dan mendapat persetujuan
dari Departem QC setelah konsultasi dengan TA.

5.5. KRITERIA SERANGAN


5.5.1. Pokok Terserang Baru (PTB)
Pokok dimana terdapat 3 (tiga) buah kerusakan atau lebih dengan keratan baru
(2-3 hari), bukan setiap tandan.Buah-buah yang teserang ungkin masih berada
di tandan atai sebagai brondolan atau kombinasinya.
5.5.2. Ambang kerusakan
Terdapat 5% pokok terserang baru/blok
5.5.3. Nilai 5% pokok terserang baru hanya merupakan panduan. Dalam keadaan
tertentu, pengumpanan mungkin perlu dilakuakn pada blok dimana PTB < 5%
jika terlihat serangan tikus yang nyata pada blok disekitarnya.

5.6. KAMPANYE PENGUMPANAN


5.6.1. Umpan diberikan pada semua pokok sebanyak satu butir racun tikus/pokok an
diletakkan secara sistematik di pinggir piringan dekat pangkal batag dan kearah
pasar rintis. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengontrolan maupun
dalammengganti umpan yang telah dimakan.

30
5.6.2. Penggantian umpan yang dimakan tikus setiap 3 (tiga) hari atau setiap 7 hari
5.6.3. Dalam satu kampanye yang lengkap terdiri dari minimum 3 rotasi
5.6.4. Pengumpanan dapat dihentikan apabila umpan yang hilang dimakan tikus pada
rotasi 3 sudah turun di bawah 20%. Apabila jumlah racun tikus yang hilang
masih tinggi (>20%) setelah rotasi 3, maka sensus terhadap pokok terserang
baru (PTB) harus dilakukan yaitu pada tiga hari setelah rotasi 3
5.6.5. Apabila PTB sudah < 5% pengumpanan dapat dihentikan walaupun jumlah
umpan yang hilang dimakan tikus masih tinggi yaitu >20%. Apabila PTB masih
>5% diperlukan rotasi ke-4 yang harus segera dilakukan
5.6.6. Tiga hari setelah pemgumpanan rotasi 4 sensus terhadap PTBharus dilakuakn.
Prosedur pengumpanan tersebut dilanjutakan sampai pengumpanan tidak
diperlukan lagi yaitu PTB <5%.
5.6.7. Dalam keadaan normal, 3-4 rotasi pengupanan sudah dapat memberikan
pengendalian yang memuaskan. Akan tetapi, untuk areal dengan populasi tikus
yang tinggi diperlukan rotasi aplikasi umpan yang lebih banyak.
5.6.8. Pengumpanan yang terputus dan tidak lengkap tidak efektif dan akan
menyebabkan resistensi kaena tikus memakan racun pada dosis yang tidak
mematikan.

5.7. PENGEDALIAN TIKUS


5.7.1. Rekomendasi pengendalian tikus adalah sebagai berikut:
a) Pembibitan : Pemberian racun tikus
b) TBM(0-24 bulan) : Pemeberia racun tikus
c) TBM&TM (>24 bulan) : Pembiakan burung hantu dan atau
predator lainnya serta aplikasi racun tikus.

5.7.2. Pembibitan
5.7.2.1. Satu kampanye pengumpanan harus diberikan di sepanjang baris
polybag sebelah luar (sampai 3 polybag ke arah dalam) dan itu
dilakukan sebelum penanaman kecambah
5.7.2.2. Apabila terjadi serangan setelah penanaman, pemasangan umpan
dapat dilakukan terbatas pada lokasi serangan yaitu sepanjang barisan
polybag di daerah serangan
a) Letakkan racun tikus di tepi barisan polybag paling pinggir untuk
setiap barisan sepanjang perbatasan
b) Gantilah racun tikus setiap selang waktu 3 hari selama tikus
menyerang

5.7.3. Tanaman Belum menghasilkan (TBM) (umur 0-24 bulan)


5.7.3.1. Penanaman Baru
Pada semua daerah penanamam baru, satu kampanye pengumpanan
harus dilakukan segera setelah penanaman bibit, kecuali ada
rekomendasi dari General Manager
5.7.3.2. Prosedur pengendalian
a) Aplikasi racun tikus berdasarkan deteksi dan aplikasi tunggal
dengan interval waktu 3 bulan yang dilakukan setelah kampanye
pengumpanan setelah tanam

31
b) Setiap rotasi, letakkan 3 butir umpan racun tikus pada setiap pokok
dengan serangan baru ditambah 6 pokok disekelilingnya masing-
masing 3 butir racun tikus
c) Pada setiap pokok sisipan diletakkan 3 butir racun tikus untuk setiap
rotasi deteksi dan aplikasi
d) Pada setiap rotasi deteksi dan aplikasi yang dilakukan secara rutin,
bila dijumpai serangan dengan pola menyebar (pengamatan secara
visual yaitu 2 pokok atau lebih/ha) maka satu kampanye
pengumpanan harus dilakukan terbatas untuk areal terserang saja

5.7.4. TBM dan TM (umur >24 bulan)


5.7.4.1. Kebijakan dalam mengendalikan tikus pada TBM dan TM (umur
tanaman > 24 tahun) yaitu mengeksploitasi burung hantu dan atau
predator tikus lainnya.
5.7.4.2. Pemberian umpan racun tikus dapat dilakukan dengan alasan yang
tepat dan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Untuk membantu burung hantu, pada saat belum mampu
mengendalikan tikus
b) Untuk areal yang masih belum ada burung hantunya
5.7.4.3. Pengendalian hama tikus dilakukan dengan 2 (dua) sistem yaitu:
a) Respon baiting / pengumpanan berdasarkan hasil sensus
b) Routine baiting/secara berkala yaitu dua kali setahun pada semua
areal tanpa memperhatikan ada/tidaknya serangan di areal
5.7.4.4. Respon baiting
a) Sistem ini diprioritaskan untuk areal dengan aktivitas tikus rendah
atau normal. Pengumpanan dilakukan berdasarkan hasil sensus
b) Sensus terhadap pokok yang terserang dilakukan sesuai sub 2.5
sebaiknya sensus dilakukan sebelum panen dengan tujuan untuk
mendapatkan data tingkat serangan tikus sesungguhnya.
c) Apabila apabila pokok terserang baru lebih dari 5% lakukan
kampanye pengumpanan. Untuk efisisensi biaya pengendalian,
manajemen kebun harus melakukan pegecekan terhadap akurasi
hasil sensus secara spot check
d) Kampanye pengumpanan harus dilakukan secara efektif dan
terbatas pada blok blok terserang. Untuk menjamin pengendalian
meliputi semua areal yang terserang dan sumber asal populasi,
maka daerah pengendalian diperluas + 200 meter disekitar areal
yang sebenarnya terserang.
5.7.4.5. Routine baiting
a) Pada areal serangan tikus yang kronik atau persisten, pemberian
umpan dilakukan secara rutin yaitu pada semester 1: Januari-
selesai dan semester II: Juli selesai
b) Pengumpanan rutin efektif untuk pengendalian di areal serangan
yang luas dilakukan oleh Departemen QC.
c) Pelaksanaan pengendalian diusahakan berjalan secara serentak di
masing-masing afdeling. Hal ini untuk menghindari terjadinya
perpindahan populasi dari tempat yang belum dikendalikan ke
tempat yang sudah dikendalikan.

32
5.8. ORGANISASI PEMASANGAN UMPAN
5.8.1. Pelaksanaan pemasangan umpan tikus dilakukan oleh tim khusus yang
dipimpin oleh Mandor Hama/Penyakit di bawah pengawasan Asisten Afdeling
5.8.2. Pemasangan umpan harus selesai dalam waktu satu hari untuk setiap komplek
(terdiri dari beberapa blok). Letak dan luas komplek agar disesuaikan dengan
pekerjaan potong buah. Jumlah seluruh umpan untuk setiap blok harus dicatat
dalam tabel sebagaimana diperlihatkan formulir Lampran 10E

5.9. PENGENDALIAN TIKUS DENGAN BURUNG HANTU


5.9.1. Pendahuluan
5.9.1.1. Tyto alba merupaka salah satu jenis burung hantu yang cukup
potensial untuk mengendalikan tikus. Burung hantu memiliki potensi
antara lain:
a) 99% makananya adalah tikus
b) Dalam siklus hidupnya setiap tahun mampu bertelur dua kali
dengan jumlah telur 4-11 butir
c) Kedua mata pada satu sisi dan pendengarannya tajam
d) Mempunyai kaki yang kuat dan kuku yang tajam
e) Memiliki paruh yang kuat dan lebar sehingga dapat menelan tikus
utuh.
5.9.1.2. Burung Tyto alba mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut:
a) Muka seperti hati
b) Warna lebih cerah dibandingkan dengan burun hantu lain, saat
bertenger warna dada hampir putih. Warna sayap sebelah luar
coklat keemasan
c) Tinggi burung hantu dewasa 35 cm dan berat 500-600 gram
d) Suara burung hantu terutama anaknya sangat berisik
5.9.1.3. Deteksi burung hantu dikebun
a) Observasi pada malam hari setelah pukul 22.00 menggunakan
senter pada pokok kelapa sawit untuk mengetahui adanya burung
hantu yang sedang beristirahat atau tidur
b) Pengamatan pada setiap rumah yang berloteng disekitar kebun,
dan apakah terdengar suara yang berisik pada malam hari
c) Ditemukan bekas kotoran dan bulu disekitar pokok atau bangunan
tempat tinggal burung hantu.

5.9.2. Kekompatibelan burung hantu dengan racun tikus


5.9.2.1. Pengendalian tikus secara kimia dengan racun tikus pada tanaman
menghasilkan (TM) dapat dikombinasikan dengan burung hantu. Akan
tetapi hanya racun tikus dai golongan antikuagulan generasi I yang
dianjurkan. Dua jenis racun tikus jenis Warfari dan Racumin ternyata
tidak menyebabkan kematian sekunder burung hantu sedangkan
klerat dan Ramortal dapat menyebabkan kematian sekunder burung
hantu.

33
5.9.3. Pengembangan burung hantu secara alami
5.9.3.1. Habitat burung hantu
Secara alami burung hantu terdapat di hutan dan bersarang pada
pokok-pokok hutan yang besar. Selain itu, burung hantu juga
menyukai rumah-rumah penduduk yang berloteng atau bangunan
yang tidak dihuni seperti masjid dan gereja yang jauh dari keramaian
5.9.3.2. Pembuatan Kandang
Burung hantu mau tinggal dikandang yang dibuat manusia. Beberapa
persyaratan dalam pembuatan kandang adalah sebagai berikut:
a) Kandang terbuat dari papan yang tahan air , tidak berat dengan
ukuran panjang x lebar x tinggi = 100 cm X 70 cm X 50 cm
b) Atap terbuat dari seng dan sebaiknya dilapisi atap nipah supaya
tidak terlalu panas
c) Pintu inspeksi terletak pada bagian samping kandang dan diberi
engsel yang terbuat dari bahan karet atau logam
d) Pada ruang tengah terdapat penyekat yang bertujuan untuk
memisahkan tempat bertelur, istirahat dan mencegah anak burung
jatuh
e) Lantai kandang harus rata untuk mencegah telur tidak mengguling
kesudut kandang dan induk bisa mengerami telurnya
f) Tiang andang harus kuat dengan tinggi minimal 5,5 meterdan
ditanam sedalam 75-120 cm. Lubang penanaman dibuat dari
campuran semen, pasir dan kerikil. Tiang kandang sebelum ditanam
harus disapu dengan minyak kotor untuk mencegah serangan
serangga.
g) Tiang penyangga dilapisi seng dengan lebar minimal 50 cm pada
ketinggian 1,5 m, guna mencegah biatang lain memanjat
h) Kandang diberi nomor urut yang terbuat dari seng dan warna dasar
hitam dengan tulisan (Nomor urut, bulan dan tahun pembuatan)
warna putih. Nomor diletakkan dibagian bawah seng
i) Contoh pembuatan kandang burung hantu dapat dilihat pada
Gambar 5.

Burung Hantu (Tyto alba)

34
Gambar 5. Kandang Burung Hantu Atap Seng
Lubang Ventilasi

Pintu masuk
Burung
Hantu

Pintu Inspeksi

Plywood atau balok dengan ukuran


P=100 cm L=70 cm T=50 cm

Balok segi empat dengan ukuran


P=4” L=4” T=5,5 meter
Seng dengan lebar
Minimal 50 cm

Nomor kandang terbuat dari seng Nomor Urut (Warna putih)


ukuran 10 cm X 10 cm warna dasar hitam 05
Bulan (warna putih)
12/04
Tahun (warna putih)

Kedalaman pondasi 75 cm
Pondasi dicor dengan campuran
1:2:3

35
5.9.3.3. Penempatan kandang
a) Burung hantu lebih menyukai kandang yang ditempatkan pada
tempat ternaungi oleh pelepah kelapa sawit, akan tetapi pelepah
yang bersinggungan langsung dengan kandang harus dipotong
untuk mencegah predator masuk dalam kandang
b) Kandang diletakan digawangan, hal ini untuk menghindari
gangguan dari tukang potong buah dan kadang harus jauh dari jalan
5.9.3.4. Kepadatan kandang
1 kandang : + 25 Ha adalah policy yang berlaku dan apabila populasi
burung hantu di lapangan meningkat, maka jumlah kandang burung
hantu ditambah sesuai dengan rekomendasi dari Departemen QC
setelah konsultasi dengan TA.

5.9.4. Introduksi dan distribusi burung hantu


5.9.4.1. Introduksi burung hantu
a) Satu kandang hanya dapat dipergunakan untuk satu pasang burung
hantu
b) Burung hantu perlu pengenalan terhadap kandangnya. Sepasang
burung hantu dimasukan ke dalam kandang dan diberi makan tikus
tiap malam hari sebanyak 4 ekor selama 7 hari berturut-turut. Sisa
makanan harus dibuang dan air minum harus diganti tiap hari.
Setelah hari ke-7, sore hari kandang dibuka
5.9.4.2. Sensus untuk mengetahui distribusi, kepadatan, tingkat
perkembangan burung hantu dan kondisi kandang burung hantu maka
perlu dilakukan sensus sebagai berikut:
a) Sensus dilakukan setiap 3 (tiga) bulan, meliputi Kehadiran burung
hantu dapat ditandai dengan adanya bulu-bulu,kotoran-kotoran,
bangkai tikus, jumlah telur, anak (kecil), anak (dewasa) dan dewasa
b) Untuk memudahkan sensus setiap kandang harus diberi nomor
c) Hasil sensus dicatat pada formulir Lampiran 10.F
d) Untuk memonitor kondisi kandang burung hantu di suatu kebun,
maka hasil dari formulir Lampiran 10F direkap ke formulir Lampiran
10.G
e) Rekapitulasi hasil sensus dikirim ke TA atau RO

36
% FDP = Fresh Damage Palm Pcs = Pieces ( Total Number of Rat)
BC = Bait Consumption

37
Lampiran 10.F.

SENSUS BURUNG HANTU

KEBUN : Tanggal Sensus Dimulai :


BULAN : Tanggal Sensus Selesai :

Jumlah Burung Hantu Kondisi Kandang


Nomor Areal Nomor
Anak Keterangan
Blok (Ha) Kandang Dewasa Telur Bagus Rusak
Muda Dewasa

38
Lampiran 10.G.
MONITORING KANDANG BURUNG HANTU

Periode :……………………….

Kondisi Kandang Rencana Bangunan Tahun…


Kebutuhan
Kekurangan
Kebun Afdeling Ha 1 : 20 Total Kuartal Keterangan
Bagus Rusak Total Kandang
I II III IV

39
VI. HAMA KUMBANG TANDUK (Oryctes rhinoceros)
6.1. KERUSAKAN
Bagian tanaman yang diserang : pupus daun (daun tombak)
Stadia hama yang merugikan : kumbang

Kumbang hanya meninggalkan tempat bertelurnya pada malam hari untuk menyerang
pokok kelapa sawit. Kumbang ini membuat lubang di dalam pupus daun yang belum
membuka, dimulai dari pangkal pelepah. Apabila nantinya pupus yang terserang
membuka maka akan terlihat tanda serangan berupa potongan simetris di kedua sisi
pelepah daun tersebut. Pada tanaman muda, serangan hama ini dapat menghambat
pertumbuhan pada tahun pertama dan bahkan dapat mematikan. Pada tanaman tua,
serangan berulang-ulang juga dapat menyebakan kematian

6.2. DESKRIPSI
a) Telur
Telur diletakan secara tunggal oleh kumbang betina. Telur berwarna putih lonjong
dengan ukuran + 2 mm
b) Larva
Berupa tempayak besar, berwarna putih dan berbentuk khas. Tubuhnya berbentuk
selinder dan berukuran besar 10-12 cm, gemuk dan berkerut-kerut, melengkung
membentuk setengah lingkaran. Kepala keras dilengkapi sepasang rahang
(andibula) yang kuat
c) Pupa
Berwarna coklat kekuning-kuningan dan berukuran 3,5-5 cm berkembang dalam
kokon yang dibuat oleh larva dengan meggunakan bahan yang terdapat disekitar
tempat hidupnya.
d) Kumbang
Berukuran + 4 cm dan memiliki 2 pasang sayap dengan sayap depan keras dan
berwarna coklat tua. Pada bagian ujung kepala kumbang jantan terdapat sebuah
tanduk kecil, sedangkan pada ujung perut kumbang betina terdapat sekumpulan
bulu halus.

6.3. BIOLOGI
Siklus hidup Oryctes rhnoceros berlangsung sekitar 5-6 bulan yang terdiri dari : 2
minggu masa inkubasi telur, 3 instar larva dan pre-pupa berlangsung 3-4 bulan, stadia
pupa 3 minggu, dan 2-3 minggu untuk kematangan seksual bagi kumbang.

40
Larva berkembang pada kayu lapuk, kompos dan hampir pada semua bahan organik
yang sedang mengalami proses pembusukan dengan kelembaban yang cukup. Batang
kelapa sawit, janjang kosong dan batang kelapa yang membusuk adalah tempat yang
baik ntuk pertumbuhan larva ini.
6.4. PENGAMATAN/SENSUS
Pada areal Replanting pengamatan populasi dilakukan dengan menggunakan
Pherotrap, sedangkan pada areal pengembangan tidak terlalu penting menggunakan
alat tersebut.
Pengamatan pokok terserang dilakukan sesuai dengan gejala serangan (point 6.1)
6.5. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
Dua hal penting yang berkaitan erat satu dengan yang lain yaitu ada tidaknya sumber
inokulum dan tersedianya media perkembangbiakannya. Kedua faktor tersebut dapat
digunakan untuk tindakan pengendalian. Pengendalan hama ini lebih dititik beratkan
pada usaha pencegahan yang dapat menghambat perkembangannya.
6.5.1. Tindakan pencegahan
Penanaman kacangan Mucuna cochinchinensis di sepanjang kanan – kiri
batang/tunggul kelapa sawit (eks tanaman lama) agar semua permukaan
batang/tunggul tersebut tertutup rapat oleh kacangan dalam waktu cepat
sehingga tidak mengundang kumbang Oryctes sp untuk berkembang.
Bila kacangan Mucuna cochinchinensis mati sebelum tanaman kacangan
lainnya dapat menutupi batang/tunggul dengan sepurna, maka ia harus segera
disisip kembali.
Pembongkaran batang/tunggul eks tanaman lama yang telah lapuk dengan cara
dibelah-belah bagian yang lapuk kemudian dicari larva (lundi) dan pupanya,
untuk dikumpulkan dan dibinasakan.
Janjang kosong merupakan media yang sangat disukai oleh Oryctes untuk
perkembangbiakannya, maka harus dihindari penumpukan janjang kosong
pada tempat-tempat terbuka, seperti disekitar pabrik, ditepi jalan utama dan
lain-lain. Aplkasi janjang kosong dilapangan harus disebar satu lapis agar tdak
cocok untuk perkembangbiakan Oryctes dan cepat mengalami pelapukan.
6.5.1. Tindakan pengendalian
6.5.1.1. Feromon
a) Feromon Etil 4-metil oktanat merupaan senyawa hasil sintesis
feromon kumbang jantan untuk menarik kumbang betina yang
tersedia di pasaran.
b) Feromon tersebut digantungkan pada baling-baling (kipas) yang
terbat dari alumunium/seng dengan ketebalan 0,5 mm.
Setengah bagian baling-baling terseut dimasukan ke dalam ember
plastik kapasitas 18 lter. Bagian dasarnya dibuat beberapa lubang
dengan paku, sehingga air hujan yang tertampung dapat keluar.
Spesifikasi dapat dilihat pada Gambar 10.11
c) Ember perangkap dipasang pada ketinggian 2,5 meter untuk
tanaman muda, sedangkan tanaman tua 3 meter menggunakan
bambu atau penopang kayu yang lain.
d) Kerapatan perangakap feromon (pherotrap) adalah satu untuk
setiap 2 ha. Pada areal datar/rata perangkap feromon dipasang
setiap 16-17 pokok (populasi 136-145 pokok/ha) sedangkan pada
areal bergelombang berbukit perangkap feromon dipasang setiap
142 meter (Gambar 6)

41
e) Feromon diganti setiap 2 bulan sekali tergantung dengan suhu
(lingkungan)
f) Pengumpulan kumbang dari perangkap feromon sebaiknya
dilakukan setiap minggu. Seluruh kumbang yang terkumpul
dimatikan.
40 – 60 cm

29,5 cm

23 cm

Pheromon sachet

30 cm

Dasar Ember diberi lubang

3 -4 Mtr
29,5 cm

23 cm 7,5 cm

7 cm
42.5 cm

23 cm

26,5 cm
Berbentuk Kipas / Baling-baling

Gambar 6. Pherotrap

42
Areal Datar

6.6. Areal Bergelombang


6.6.1. Pada Areal Replanting, apabila terjadi serangan maka dilakukan penyemprotan
pada pucuk daun dan pangkal pelepah dengan insektisida Cymbus 5 EC (bahan
aktif Sipermetrin) 200 ml + 10 liter air untuk 100 pokok (tergantung umur
tanaman). Penyemprotan tersebut dilaksanakan setiap 2 minggu sekali sesuai
tingkat seragan.
6.6.2. Bila rata-rata pokok yang terserang baru adalah > 6 pokok/ha (> 5%) maka
dilakukan winkling dengan rotasi paling lama 7 (tujuh) hari. Cara manual
(winkling) yaitu mengutip dan membunuh kumbang:
a) Memeriksa setiap pokok dan apabila menunjukan adanya serangan/gejala
baru maka kumbang yang berada di dalam harus dikeluarkan dan dibunuh
b) Untuk mengeluarkan dan membunuh kumbang dapat digunakan kawat yang
ujungnya melengkung dan tajam yaitu untuk mencucuk dan mengait
kumbang.
6.6.3. Pada setiap pokok yang terserang sampai ke jaringan batang yang muda, maka
segera dilakukan pemangkasan bagian pucuk, agar pertumbuhan pucuk baru
bisa normal kembali. Kemudian,diberikan insektisida Curater 3 G atau Furadan
3 G (bahan aktif Karbofuran) sebnayak 5 gram/pokok dibagian yang telah
dipangkas dengan cara menaburkan diatasnya. Ini adalah untuk mencegah
terjadinya serangan ulang. Penggunaan insektisida ini harus mendapat
persetujuan dari TA atau RO.

43
VII. HAMA TIRATHABA
7.1. KERUSAKAN
Bagian tanaman yang diserang adalah buah dan bunga, khususnya pada tanaman
muda. Stadia hama yang merugikan adalah larva (ulat)
Ulat Tirathaba sp. Merupakan hama yang menyerang bunga, baik bunga jantan atau
bunga betina dan buah kelapa sawit, terutama bunga dan buah muda Serangan berat
dapat menyebabkan kerusakan tandan buah sehingga menurukan hasil atau
penundaan masa panen pada tanaman muda. Apabila serangan terjadi pada tandan
yang lebih muda, maka dapat menyebabkan terjadinya keguguran buah.
Gejala serangan ditujukan olah adanya gumpalan kotoran ulat dan remah-remah sisa
makanannya yang terikat menjadi satu oleh benang-benang disekitar buah. Serangan
baru ditunjukkan dengan kotoran berwarna coklat gelap kehitaman. Kerusakan ringan
hanya akan menyebabkan permukaan buah terutama disekitar ujungnya berwarna
coklat kering karena lapisan atas buah dimakan oleh ulat. Sedangkan pada serangan
berat dapat ditemukan buah yang berlubang pada pangkalnya.

7.2. DESKRIPSI
a) Telur
Diletakkan secara berkelomok 1-20 butir pada bunga jantan dan betina
b) Ulat (larva)
Ulat muda berwarna putih kotor, sedangkan ulat tua berwarna coklat muda hingga
gelap dengan panjang 40 mm, kepala berwarna coklat, tubuh halus mengkilat
ditutupi oleh bulu –bulu pajang , larva terdiri dari 5 (lima) instar.
c) Kepompong (Pupa)
Kepompong diletakkan dalam tandan, berwarna coklat dan ditutupi oleh benang-
benang sutera seperti kokon dengan kotoran yang menempel
d) Ngengat (imago)
Ngengat mempunyai sayap dengan rentang 25 mm. Pada saat istirahat berbentuk
segitiga, sayap depan terdapat sedikit warna hijau, sayap belakang berwarna coklat
muda kekuning-kuningan.

Gambar 7. Tirathaba sp. (a. Ulat, b. Imago dan c. Gejala serangan pada buah)

44
7.3. BIOLOGI
Siklus hidup Tirathaba berkisar 34-48 hari. Sadia telur berlangsug 4-5 hari stadia ulat
selama16-21 hari, stadia kpompong 9-12 hari dan ngengat antara 5-10 hari.
Ulat bersembunyi di antara gumpalan kotorannya, disela-sela seludang buah atau di
antara spikelet bunga jantan. Betinanya menggunakan alat bertelurnya yang panjang
untuk meletakkan telur di tengah-tengah buah atau bunga. Umumya seranan ulat ini
berhubungan dengan kelemababan yang tinggi di sekitar buah atau bunga.
Kelembaban ini dapat disebabkan karena kastrasi dan pembukaan piringan yang
terlamat pada tanaman muda atau terlambatnya penunasan pada tanaman remaja.

7.4. PENGAMATAN
Pengamatan dilakukan pada semua tanaman menghasilkan secara rutin setiap 2 (dua)
bulan sesuai dengan ketentuan sensus yang berlaku. Hasil sensus dicatat pada formulir
10.A. Manajemen kebun harus melakukan spot check secara teratur untuk
memastikan tingkat ketepatan hasil sensus.

7.5. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


7.5.1. Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Sisipan
Pada TBM dan sisipan sebaiknya dilakukan kastrasi tepat waktu dan konsisten,
Kondisi ini akan mencegah meningkatnya populasi Tirathaba pada tanaman
muda yang akan mejadi tanaman menghasilkan (TM). Tindakan pengendalian
yang dianjurkan adalah:
a) Semua bunga/tandan hasil kastrasi dari semua pokok di daerah terserang
harus dikumpulkan dan dikeluarkan dari lapangan. Lebih baik apabila
dihancurkan dengan cara dibakar dipinggir jalan atau tempat lain yang
sesuai
b) Selain itu, bisa dilakukan penyemprotan sesuai Tabel 10.15 pada semua
bunga jantan dan betina yang tertinggal di pirigan atau gawangan. Biasanya
satu kali penyemprotan sudah cukup.

7.5.1.1. Pencegahan dengan penyemprotan insektisida


Untuk menekan peningkatan populasi Tirathaba pada tanaman muda,
dianjurkan melakukan dua rotasi peyemprotan pencegahan (untuk
semua areal yang akan masuk periode menghasilkan).
a) Rotasi I dilakukan 2-3 bulan sebelum panen
b) Rotasi II dilakukan 2-3 minggu (tidak boleh lebih dari 4 minggu)
setelah penyemproan rotasi I
Penyemrotan dibatasi hanya pada pokok yang baru terserang saja.
Penyeprotan dilakukan pada semua bunga dan tandan termasuk
bunga jantan, buah yang tidak terserang dan tandan yang sudah busuk
pada pokok terserang. Pastikan bahwa sasaran sudah betul-betul
tersemprot sampai basah.
Penyemprotan lebih baik menggunakan “Knapsack sprayer” dengan
“Nozel solid cone” volume rendah. Insetisida dan dosis yang
dianjurkan untuk pencegahan dan pengendalian Tiathaba dapat
dilihat pada Tabel 15.

45
Tabel 15. Jenis insektisida dan Dosis yang Dianjurkan untuk Tirathaba

Insektisida Bahan Dosis


Pokok/Kap
Anjuran Aktif Aplikasi/Kap
Thiodan 20 WP Endosulfan 37,5 ml 5 pokok
Regent 50 SC Fipronil 7,5 m 5 pokok

Ket. Tambahkan 2.5 ml Teepol/Lissapol pada setiap liter air untuk mendapat penetrasi yang
lebih baik (1 Kap = 15 Liter)

7.5.2. Tanaman Menghasilkan (TM)


7.5.2.1. Sensus Hama
Pemantauan hama, mengikuti anjuran pada sub bab II system
pemantauan hama harus dilakukan pada semua TM secara rutin setiap
2 (dua) bulan sekali pada pertengahan bulan sebelum blok tersebut
dipanen
Pada TM tindakan penyemprotan penyembuhan harus dilakukan
apabila tingkat serangan baru pada tanaman melebihi 5 % per hektar

7.5.2.2. Cara Penyemprotan


a) Penyemprotan menggunakan knapsack sprayer dengan nozel solid
cone volume rendah insektisida dan dosisi yang dipakai sesuai
ketentuan pada Tabel 15.
b) Pada serangan ringan, penyemprotan harus dibatasi pada pokok
terserang saja. Sedangkan dalam situasi serangan perlu dilakukan
semua pokok di areal terserang untuk tujuan mengendalikan
serangan berat tersebut. Manajemen kebun harus berkonsultasi
dengan Departemen QC untuk berkonsultasi dengan TA sebelum
mengambil keputusan.
c) Penyemprotan pada semua bunga dan tandan (termasuk bunga
jantan dan tandan yang tidak terserang) pada pokok yang
terserang. Pastikan bahwa sasaran betul-betul basah.
d) Penyemprotan secara menyeluruh disemua areal serangan hanya
dilakukan bila persentase tingkat serangan > 5%/ha pada setiap
blok. Pada keadaan normal penyemprotan harus terbatas pada blok
yang tingkat serangan > 5 %.

7.5.2.3. Waktu dan frekuensi penyemprotan


a) Penyemprotan untuk mengendalikan Tirathaba biasanya dilakukan
dua kali rotasi , karena siklus hidupnya pendek sehingga sering
terjadi generasi tumpang tindih
b) Sensus dilakukan selang waktu 2 minggu setelah rotasi I dengan
tujuan untuk mengetahui apakah perlu dilakukan penyemprotan
berikutnya dan waktu yang terbaik untuk aplikasi. Rotasi II bila
persentase serangan baru masih melebihi 5% per hektar.

46
VIII. HAMA RAYAP
8.1. KERUSAKAN
Rayap dari jenis Coptetermes curvignatus merupakan masalah hama yang serius dan
harus ditangani secara rutin terutama pada perkebunan kelapa sawit di lahan gambut.
Bagian tanaman kelapa sawit yang terserang adalah seluruh bagian tanaman, baik
pada pembibitan, TBM maupun TM di lapangan.
Rayap pekerja menggerek dan memakan pangkal pelepah, jaringan batang, akar dan
pangkal akar, daun serta titik tumbuh tanaman kelapa sawit. Serangan berat dapat
menyebabkan kematian bibit maupun tanaman dewasa dilapangan.
Tanaman yang terserang rayap ditandai oleh adanya lorong rayap yang terbuat dari
tanah yang berada di permukaan batang yang megarah ke bagian atas. Selanjutnya
terlihat daun pupus layu dan kering. Hal ini menandakan serangan sudah mencapai
titik tumbuh. Serangan tersebut akan berlanjut sampai tanaman mati.

8.2. DESKRIPSI
8.2.1. Rayap Pekerja
Berwarna putih dan panjang tubuhnya 5 mm
8.2.2. Rayap tentara
Tubuhnya berukuran 6 – 8 mm, kepalanya besar dan memiliki rahang yang kuat.
Apabila diganggu rayap tersebut akan mengeluarkan cairan putih dari kelenjar
dibagian depan kepalanya.
8.2.3. Rayap ratu
Panjang tubuhnya dapat mencapai 50 mm. Ratu mempunyai tugas utama untuk
reproduksi anggota koloni

Gambar 8. Rayap dan Gejala Serangan pada Pokok Sawit

47
8.3. BIOLOGI
Pada umunya rayap hidup di hutan terutama di daerah rendahan dan daerah yang
mempunyai curah hujan dengan distribusi merat. Jenis rayap ini membuat sarang
dalam kayu lapuk, biasanya di dalam tanah. Rayap pekerja bergerak keluar dari sarang
, kemudian menggerek serambi-serambi yang dapat dipergunakan sebagai sarang
kedua. Sarang-sarang tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain hingga
mencapai panjang 90 m pada kedalaman 30 – 60 cm dibawah permukaan tanah.
Rayap dapat menyebar sampai jauh karena imago yang bersayap (laron) akan keluar
dan terbang setaip awal musim penghujan. Laron tersebut akan berpasangan dan
setelah kawin akan membentuk koloni baru di tempat lain.

8.4. IDENTIFIKASI
8.4.1. Rayap dari jenis Coptotermes curvignathus sangat mudah dibedakan dengan
rayap jenis lainnya. Untuk dapat membedakan rayap Coptotermes curvignathus
dengan jenis lainnya maka sifat, ciri serta gejala serangannya disajikan pada
Tabel 10.16

Tabel 16. Identifikasi Rayap Coptotermes curvignathus dengan Rayap Jenis lain

Kriteria Coptotermes curvignathus Rayap jenis lain


1. Status hama Merusak jaringan hidup dan menyebabkan kematian Tidak berbahaya hanya merusak, melapukkan
kelapa sawit jaringan yang sudah mati

2. Morfologi Rayap Pekerja : berwarna kekuningan panjang 5 mm Pekerja : ukuran lebih kecil dan berwarna coklat
kekuningan
Prajurit : Ukuran 6-8 mm dengan mandibula yang kaut Prajurit : Ukuran kurang dari 6 mm tidak
dan akan mengeluarkan cairan warna putih mengeluarkan cairan putih saat
dari bagian kepala saat mengganggu atau menggigit atau

3. Habitat Hidup dengan membuat alur-alur dari tanah pada Membuat satu jalur atau lebih dan jalur tersebut
pangkal pelepah sampai daun tombak alur-alur ini terdiri dari bahan-bahan organik yang sudah
terlihat basah apabila rayap masih aktif. lapuk. Alur-alur tersebut hanya terdapat pada
pangkal pelepah yang sudah tua dan tidak sampai
ke daun tombak. Walaupun rayap masih aktif,
alur-alur tersebut tetap kering.
4. Pengendalian Harus dikendalikan apabila pokok terserang jenis rayap Tidak perlu dikendalikan pokok yang terdapat
ini gejala serangan seperti pada poin 3.

8.5. TINDAKAN PENGAMATAN/SENSUS


8.5.1. Frekuensi Sensus
Frekuensi sensus yang dianjurkan adalah sebagai berikut:

Keadaan Areal Jumlah Pokok Terserang/Ha Frekuensi Sensus

Bermasalah >4 Setiap bulan


Normal < 4 Setiap 2 bulan

8.5.2. Prosedur Sensus


8.5.2.1. Untuk mempercepat pekerjaan sensus, petugas deteksi harus terpisah
dengan tim aplikasi insektisida. Deteksi harus dilakukan sekurang-
kurangnya satu hari sebelum aplikasi.

48
8.5.2.2. Setiap rotasi sensus/ deteksi, seluruh pokok harus diamati petugas
sensus harus berjalan sepanjang pasar rintis, secara teliti memeriksa
setiap pokok di kedua barisan pada pasar rintis tersebut.
8.5.2.3. Pokok yang dipastikan terserang rayap harus diberi tanda X dengan cat
warna kuning pada batang, pengecatan harus jelas dan searah pasar
rintis sehingga dengan mudah dapat dilihat oleh tim aplikasi.

8.5.2.4. Untuk setiap baris tanaman yang di dalamnya terdapat pokok


terserang, pokok pertama pada barisan tersebut harus diberi tanda (
⌂). Jumlah pokok yang terserang dituliskan bahwa tanda panah
Gambar 10.15. Dengan demikian petugas aplikasi hanya mengunjungi
baris yang “bertanda” dan tidak setiap baris tanam di seluruh areal,
sehingga akan mempercepat pekerjaan aplikasi dan mengurangi biaya.
Barisan yang bertanda juga akan memudahkan manajemen kebun
untuk pengecekan.

Gambar 9. Tanda Bahwa Suatu Barisan Terdapat Pokok yang Terserang Rayap

8.5.3. Data sensus


Data hasil sensus diringkas dalam formulir Lampiran 10.H.

8.6. PENGENDALIAN
8.6.1. Cara pengendalian rayap yang efektif adalah dengan menghancurkan sarangnya
dan membunuh semua anggota koloni rayap terutama ratu. Akan tetapi di areal
tanaman kelapa sawit yang terserang, terutama di areal gambut, sulit untuk
menemukan sarang rayap. Oleh sebab itu, upaya pengendalian saai ini lebih
ditekankan untuk membunuh rayap yang menyerang pokok kelapa sawit, serta
mengisolasi pokok yang terserang agar hubungan antara pokok dengan sarang
rayap dapat diputus. Hal ini dianggap perlu, karena rayap baru akan selalu
datang dari sarangnya ke pokok terserang untuk menggantikan rayap yang mati.
8.6.2. Pengendalian secara kimia
8.6.2.1. Rekomendasi insektisida
Insektisida yang direkomendasikan untuk pengendalian rayap seperti
pada Tabel 10.17

Tabel 17 Jenis Insektisida dan Dosis Aplikasi yang Digunakan untuk Mengendalikan Rayap

49
Nama Dagang Bahan Aktif Dosis Aplikasi /
Liter air
Regent 50 SC Fipronil 2.50 ml
Termiban 400 EC Chorpriphos 6.25 ml

8.6.2.2. Prosedur perlakuan pada TBM dan TM


a) Pokok terserang dan rayap masih aktif seluruh tanah yang
merupakan jalur rayap yang ada di batang dan pangkal pelepah
harus terlebih dahulu dirusak atau dihancurkan dan disemprot
secara merata (Volume : 2 Liter/Pokok) dengan dosis insektisida
sesuai rekomendasi.
b) Sebagai tambahan, siramkan ke tanah 2 liter/pokok (TBM) atau 3
Liter/pokok ( TM) larutan insektisida dengan radius 30 cm di
sekeliling pangkal batang pokok terserang.
c) Untuk tindakan pencegahan, 6 pokok yang berada disekeliling
pokok terserang harus disiramkan 2 liter (TBM) atau 3 liter (TM)
larutan insektisida yaitu pada tanah di sekeliling pangkal batang
dengan radius 30 cm.
d) Seluruh pokok yang telah diaplikasi harus diinspeksi paling lambat
2 minggu kemudian untuk memastikan keefektifan. Perlakuan
ulang harus dilakukan apabila pengendalian sebelumnya kurang
efektif yaitu ditujukan adanya rayap yang masih aktif.
8.6.2.3. Prosedur perlakuan pada pokok mati
a) Seluruh pokok yang telah dipastikan mati oleh rayap harus
dibongkar (termasuk pangkal batang) dan diletakkan pada
gawangan.
b) Apabila pokok yang mati masih dihuni rayap, hancurkan seluruh
tanah yang merupakan jalur –jalur pada pangkal batang, batang,
pangkal pelepah dan lain-lain dan semprotkan secara merata
insektisida yang telah direkomendasikan dengan volume 2
liter/pokok.
c) Apabila lubang bekas galian masih dihuni rayap aktif, semprot atau
siram lubang tersebut secara merata dengan 3 liter larutan
insektisida. Penyemprotan tidak diperlukan bila lubang galian tidak
dijumpai rayap yang aktif.
d) Apabila lubang bekas galian akan disisip selruh sisipan harus
diperlakukan dengan insektisida sebagai tindakan pencegahan
terhadap serangan selanjutnya.
8.6.2.4. Sisipan
Semua sisipan baru pada gambut harus diaplikasikan insektisida
sebagai tindakan pencegahan serangan rayap. Prosedurnya adalah
sebagai berikut:
a) Taburkan 14 gr insektisida Karbosulfan (Marshal 5G) di dalam
lubang tanam yaitu pada dasar lubang tanam.
b) Setelah bibit ditanam taburkan tambahan 25 Gr Karbosulfan
disekitar pangkal batang bibit.

8.6.3. Prosedur pengecatan

50
8.6.3.1. Segera setelah pokok terserang telah diaplikasi, tim aplikasi harus
menulis tanggal/bulan/tahun aplikasi insektisida tepat dibawah tanda
(X) yang telah dicatkan sebelumnya oleh tim deteksi.

8.6.3.2. Pokok yang berada disekelilingnya yang telah dilakukan pencegahan


sebelumnya harus diberi tanda titik(dot) dengan warna kuning untuk
menunjukkan perlakukan telah dilakukan.
8.6.3.3. Untuk TM, pengecatan dilakukan pada batang, sedangkan pada TBM
dilakukan pada pangkal pelepah.

Lampiran 10.H
DETEKSI DAN PENGENDALIAN RAYAP
Jumlah Pokok Terserang Jumlah Pokok Dikendalikan Rata-rata Biaya/Ha
Frekuensi
No. Jumlah
Ha Sensus Mati Hidup Terserang Pencegaham Jumlah Rp.
Blok Pokok
(Bulan) BI SBI BI SBI BI SBI BI SBI BI SBI BI SBI

Kebun :
Afdeling :

51
IX. HAMA ADORETUS DAN APOGONIA

9.1. KERUSAKAN
9.1.1. Hama ini pada umumnya menyerang tanaman di pembibitan dan tanaman
muda di lapangan. Bagian tanaman yang terserang adalah daun baik yang sudah
tua atau yang masih muda
9.1.2. Stadia hama yang merugikan adalah dewasa yang berupa kumbang.
Kumbang Adoretus sp menyerang daun, memakan sebagian kecil dari daun
bagian tengah. Kumbang Apogonia sp mempunyai pola makan yang berbeda
yaitu mulai menyerang dari bagian pinggir dan membuat robekan besar pada
tepi helai daun.

9.2. DESKRIPSI
9.2.1. Kumbang Adoretus sp berwarna coklat dan ditutupi sisik-sisik berwarna
keabuan, panjang kumbang dapat mencapai 10-17 mm larva hidup pada bagian
sisa-sisa tumbuhan yang mulai rusak.
9.2.2. Kumbang Apogonia sp sedikit lebih kecil 8.5 10 mm berwarna hitam mengkilat.
Larva hidup pada sisa tanaman yang sedang mengalami pembusukan di
permukaan tanah. Akan tetapi dalam perkembangannya larva masuk kedalam
tanah dan makan perakaran

9.3. BIOLOGI
9.3.1. Siklus hidup kumbang Apogonia sp dan Adoretus sp berlangsung 3.5 bulan. Telur
diletakkan beberapa cm dibawah permukaan tanah, 1 (satu) kumbang betina
dapat menghasilkan 60 telur.
9.3.2. Di Sumatera utara populasi kumbang yang banyak adalah pada bulan Juli,
September dan Oktober. Pada siang hari kumbang tidak aktif, tetapi sembunyi
beberapa cm di dalam tanah. Serangan kebanyakan terjadi pada malam hari
yaitu berkisar antara jam 22.00 – 23.00.

9.4. PENGAMATAN
9.4.1. Pengamatan rutin tidak perlu dilakukan jika ada serangan dan populasi hama
melampaui ambang populasi kritis maka perlu dilakukan tindakan
pengendalian.
9.4.2. Di pembibitan kelapa sawit, ambang populasi kritis adalah 5 -10 ekor kumbang
Adoretus sp dan Apogonia sp pada bibit. Kerusakan bibit yang telah tua (>14
bulan) bisa diabaikan. Sedangkan di lapangan, ambang populasi kritis adalah 5
– 10 ekor kumbang Adoretus sp dan 10 – 20 ekor kumbang Apogonia per
tanaman. Kerusakan pada tanaman yang telah berumur lebih dari 1 (satu) tahun
bisa diabaikan
9.4.3. Untuk mengetahui stadia hama dilapangan perlu dilakukan pengamatan secara
spot check pada beberapa pokok di malam hari. Selanjutnya ambang populasi
kritis dapat diperkirakan dari kerusakan daun (defoliasi) yang diamati pada
pagi/siang hari.

52
9.5. PENGENDALIAN
9.5.1. Pengendalian pada stadia larva sulit dilakukan sehingga pengendalian hanya
ditujukan pada kumbangnya.
9.5.2. Pengendalian dilakukan dengan penyemprotan insektisida yaitu:
A) Thiodan 20 WP (bahan aktif endosulfan) konsentrasi 0.25%
B) Regent 50 SC ( bahan aktif fipronil) konsentrasi 0.05%
C) Durban 20 EC (Bahan aktif klorpirifos) konsentrasi 0.25%
D) Cymbush 50 EC ( bahan aktif sipermetrin) konsentrasi 0.05%
9.5.3. Penyemprotan larurtan insektisida dilakukan dengan rotasi 7 – 10 hari sesuai
dengan tingkat serangan
9.5.4. Umumnya serangan hama Adoretus sp dan Apogonia sp di lapangan akan
berkurang dengan sendirinya bila tanaman kacangan penutup tanah menutupi
semua areal pertanaman dengan sempurna

X. JENIS-JENIS PENYAKIT KELAPA SAWIT


Secara umum jenis-jenis penyakit penting menyerang tanaman kelapa sawit dapat
dikelompokan ke dalam 5 (lima) golongan yaitu:
a) Penyakit-penyakit Daun di Pembibitan
b) Penyakit Tajuk (Crown diasease)
c) Penyakit Busuk Batang –Ganoderma (Ganoderma basal steam rot)
d) Penyakit Busuk Tandan buah – Marasmius (Marasmius – Bunch Rot)
e) Penyakit Busuk Pucuk (Spear Rot/ Bud Rot)

A. PENYAKIT-PENYAKIT DAUN DI PEMBIBITAN


a.1. KERUSAKAN
a.1.1. Pada pembibitan kelapa sawit dapat dijumpai berbagai penyakit daun.
Serangan penyakit daun di pembibitan kelapa sawit dapat menyebabkan
pertumbuhan bibit menjadi terhambat. Bila sampai terjadi serangan berat
maka bibit tidak akan digunakan lagi. Agar pengendalian tidak keliru maka
diperlukan diagnosa yang tepat berdasarkan gejala penyakit yang terlihat.
Selain itu ada tindakan pencegahan agar penyakit tidak meluas.

a.2. GEJALA
a.2.1. Penyakit Antraknosa (Early Leaf Disease)
Penyakit ini umumnya terjadi di pembibitan (pre nursery) dengan kondisi
daun masih bersatu. Penyakit ini disebabkan oleh beberapa jamur yaitu
Botryodiplodia theobromae, Colletotrichum gloeosporiodea dan
Melanconium sp. Gejala serangan yang ditimbulkan oleh masing-masing
jamur berbeda yaitu:
a) Botryodiplodia theobromae
Pada awalnya kedua jenis patogen ini menyerang ujung-ujung anak daun
dengan gejala awal bintik-bintik kecil berwarna terang dan akan lebih
jelas apabila diterawangkan sinar matahari. Bintik-bintik tersebut
berubah warna menjadi coklat gelap dan melebar dan dikelilingi warna
kuning. Serangan dapat terus melebar sampai seluruh pucuk daun
berubah menjadi coklat.

53
b) Colletotrichum gloeosporiodea.
Gejala awalnya berupa perubahan warna diantara tulang-tulang daun
dari hijau menjadi bintik kuning kecoklatan. Bintik tersebut melebar dan
memanjang sejajar dengan tulang daun. Warna berubah menjadi
coklat/hitam gelap dan dikelilingi warna kuning pucat. Jaringan tengah
menjadi mati dan hancur. Badan buah tampak berupa titik-titik hitam dan
setelah masak menjadi seperti massa berlendir berwarna merah jambu.

a.2.2. Penyakit Bercak Daun (Leaf Spot Disease)


Serangan penyakit ini umunya terjadi pada bibit yang sudah dipindahkan ke
pembibitan utama (main nursery). Penyebab penyakit ini adalah jamur
Crlvularia eragrostidis dan C. fallax.

Patogen mula-mula menyerang daun pupus yang belum membuka ata dua
daun dibawahnya yang baru membuka. Gejala awal ditunjukkan adanya
bercak bulat kecil bawah. Bintik tersebut melebar dan berubah warna
menjadi coklat cerah dan pusat bercak melekuk. Bercak tersebut berubah
bentuk dari bulat lonjong dengan ukuran tidak lebih dari 7 – 8 mm dan
mempunyai halo berwarna jingga kekuningan (Gambar 16)

Gambar 10. Gejala Penyakit Bercak Daun

a.2.3. Penyakit Busuk Daun (Corticium L.f Rot)


Penyakit busuk daun dapat menyerang di pre nursery dan di main nursery.
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Cortichum solani (Thanatephorus
cucumeris)
Gejala serangan bervariasi tergantung umur daun dan waktu mulai
menyerang. Pada mulanya menyerang daun yang paling muda terutama
daun yang belum membuka. Serangan pada anak daun yang belum terbagi
(pinnating) gejala awalnya ditunjukkan adanya luka pada pangkal pucuk
(daun tombak). Setelah daun membuka, pada daun terdapat bercak-bercak
yang terletak pada jalur yang melintang daun. Mula-mula bercak berwarna
coklat tua lalu mengering, pusatnya menjadi kelabu, bahkan dapat sampai
putih, dengan tepi coklat ungu jelas. Pusat dari jaringan yang mati itu mudah
pecah, sehingga daun yang sakit tampak berlubang-lubang.

a.2.4. Penyakit Bercak Daun Pestalotiopsis

54
Serangan penyakit ini umumnya terjadi pada bibit yang telah dipindahkan ke
pembibitan utama. Penyebab penyakit ini adalah jamur Pestalotiopsis
palmarum.
Selain menyerang di pembibitan, Pestalotiopsis juga sering ditemukan pada
pertanaman dewasa di lapangan. Gejala serangan penyakit pada bibit bercak
daun biasanya luas dengan bentuk yang tidak beraturan, berwarna jingga
kemerahan. Kadang-kadang hampir separuh bagian anak daun mengering
berwarna putih kelabu. Pengaruh pada bibit sangat bervariasi, tergantung
pada intensitas serangan.

a.3. STRATEGI PENGENDALIAN


a.3.1. Jamur-jamur penyebab penyakit daun di pembibitan kelapa sawit adalah
termasuk parasit lemah. Penyakit menyerang pada bibit yang kondisinya
tidak baik.
a.3.2. Intensitas serangan penyakit daun sangat dipengaruhi oleh kondisi bibit. Oleh
sebab itu, pengelolaan pembibitan perlu mendapat perhatian utama.
Sehingga bibit senantiasa tidak menjadi “langganan” serangan penyakit
daun. Pembibitan yang dikelola dengan baik umumnya tidak mendapat
gangguan penyakit daun yang berarti.
a.3.3. Pada umunya, penyemprotan fungisida sifatnya hanya preventif yaitu
melindungi bibit dari infeksi.

a.4. TEKNIK PENGENDALIAN


a.4.1. Tindakan kultur teknik merupakan tindakan utama untuk pengendalian
berbagai penyakit daun di pembibitan. Tindakan tersebut meliputi:
a) Media tumbuh yang baik (komposisi dan volume serta aerasi)
b) Pemupukan berimbang
c) Penyiraman yang cukup dan drainase yang baik
d) Pengaturan jarak tanam sesuai anjuran.
a.4.2. Pengendalian dengan cara sanitasi yaitu apabila serangan ringan dan terbatas
pada bagian pucuk/tepi daun saja maka daun yang terinfeksi dibuang
dengan cara digunting.
a.4.3. Pengendalian dengan cara eradikasi yaitu apabila pada pembibitan
dijumpai serangan penyakit daun dengan kategori berat, maka bibit yang
terserang tersebut dikeluarkan dari pembibitan dan dihancurkan.
a.4.4. Pengendalian dengan cara kimia yaitu penyemprotan fungisida pada
pembibitan sebagai tindakan preventif atau tindakan kuratif. Jenis fungisida,
kandungan bahan aktif dan konsentrasi aplikasinya dapat dilihat pada table
18.

Tabel 18. Jenis Fungisida untuk Pengendalian Berbagai Penyakit di Pembibitan

55
Konsentrasi
Nama Dagang Bahan Aktif Rotasi Jenis Penyakit
(FP)*
Benlate Benomil 1,0 – 2,0 gr/l air 1 Minggu Antraknosa, Bercak daun
Corticium, P. palmarum
Dithane M-45 80 WP Mankozeb 2,0 gr/ l air 1 Minggu Antraknosa, Bercak daun
Derosal 60 WP Corticium, P. palmarum
Tanicol 80 WP Karbendazim 2,0 gr / l air 1 Minggu Antraknosa
Tiram 2,0 gr/ l air 1 Minggu Bercak daun Curvularia

* FP = Formulasi Produk

B. PENYAKIT TAJUK ( CROWN DISEASE – CD )


b.1. KERUSAKAN
a. Penyakit tajuk (Crown disease) jarang sampai menimbulkan kematian, akan
tetapi hanya menghambat pertumbuhan dan menurunkan produksi
b. Penyakit tajuk biasanya muncul pada tanaman berumur 2 – 3 tahun setelah
penanaman di lapangan. Gejala tersebut berlangsung 1 – 2 tahun dan kadang
setelah tanaman dewasa dapat sembuh.

b.2. GEJALA SERANGAN


1. Gejala awal hanya dapat dilihat apabila daun tombak yang sepertinya masih
sehat dicabut maka terlihat jaringan yang terserang berwarna coklat kemerahan
dan pada anak daun seperti terendam air. Pembusukan tersebut meluas sampai
beberapa anak daun rusak.
2. Setelah daun tombak membuka terlihat pelepah yang membengkok pada bagian
tengah. Pada bengkokan tersebut tidak terdapat anak daun atau anak daunnya
kecil atau robek-robek. Pada saat itu proses pembusukan telah berhenti.

b.3. PENYEBAB PENYAKIT


 Sampai saat ini penyebab penyakit masih belum diketahui secara pasti. Akan
tetapi penyakit ini tidak dikategorikan dalam penyakit menular. Beberapa
tanaman hasil persilangan (progeny) memperlihatkan kerentanan yang berbeda
terhadap penyakit tajuk. Oleh karena itu, kerentanan tanaman terhadap CD
diduga dikendalikan oleh gen resesif.
 Pemberian pupuk N yang berlebihan diduga dapat memperparah gejala
penyakit.

b.4. PENGENDALIAN
 Pengendalian terbaik adalah mengeluarkan bahan induk yang menunjukkan
indikasi penyakit tajuk dari program penyediaan benih atau program pemuliaan.
 Menghindari pemberian pupuk N berlebihan pada pokok yang menunjukkan
gejala penyakit tajuk
 Tanaman yang terserang tidak perlu dikendalikan karena dapat sembuh sendiri.
Apabila kondisinya terlalu parah, dapat diganti dengan tanaman baru.

56
C. PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG-GANODERMA
(GANODERMA-BASALSTEM ROT)
c.1. KERUSAKAN
c.1.1. Penyakit Busuk Pangkal Batang – Ganoderma (BPBG) merupakan penyakit
yang terpenting di perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Di Sumatera Utara ,pada pertanaman kelapa sawit berumur
diatas 15 tahun serangan BPBG dapat mencapai 50%.
c.1.2. Arti penting dari penyakit ini adalah semakin lama semakin banyak
tanaman yang mati karenanya. Pada mulanya penyakit BPBG hanya
menyerang kebun tua. Tetapi sekarang ini dapat menyebabkan banyak
kematian pada kebun muda dengan tanaman yang berumur < 15 tahun.
Apabila tidak digunakan teknik Replanting, maka dari generasi ke generasi
persentase serangan semakin meningkat.
c.1.3. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan produksi sebagai akibat dari
penurunan jumlah pokok.

c.2. GEJALA SERANGAN


c.2.1. Tanaman yang terserang penyakit Busuk Pangkal Batang – Ganoderma
tidak langsung mati, sehingga di lapangan terlihat variasi gejala tergantung
pada berapa lama sudah terjadi interaksi. Gejala penyakit BPBG (Gambar 11)
sebagai berikut:
a) Gejala Ringan
Daun-daun muda lebih tegak dan berwarna pucat kusam; badan buah
jamur di pangkal batang biasanya belum ada.
b) Gejala Sedang
Daun pupus > 3; daun-daun muda atau seluruh daun tampak pucat;
badan buah jamur di pangkal batang mungkin ada atau tidak ada.
c) Gejala Berat
Daun pupus > 3; seluruh daun pucat; daun bagian bawah mengering
dimulai dari ujung helai daun; daun tua yang patah (sengkleh); badan
buah jamur ada dipangkal batang atau di permukaan bagian yang
membusuk
d) Gejala Berat Sekali/mati
Tanamam tumbang, pada pangkal batangnya terjadi pembusukan.

Gambar 11. a. Gejala Busuk Pangkal Batang – Ganoderma


b. Badan Buah Ganoderma
c.3. PENYEBAB PENYAKIT

57
c.3.1. Penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit di Sumatera
Utara disebabkan oleh Jamur Ganoderma boninense. Di luar Indonesia juga
disebut spesies-spesies yang lain yang dapat menyebabkan busuk pangkal
batang antara lian: G. fornicatum, G applanatum, G chalceum, G
miniatocinctum dan G tornatum. Ada kemungkinan bahwa busuk pangkal
batang di berbagai daerah bukan disebabkan oleh satu spesies Ganoderma,
namun hasil determinasi dari ratusan badan buah Ganoderma yang
dikumpulkan di Malaysia dari Sumatera Utara adan G. boninense. Patogen ini
mempunyai inang lain terutama kelompok palma.
c.3.2. Penularan penyakit BPBG terjadi apabila akar sehat kontak dengan tunggul
pokok yang sakit atau akar sakit. Hal ini terjadi baik pada tanaman tua atau
muda. Oleh karena itu di lapangan terlihat penyebaran BPBG yang
mengelompok. Selain itu penyakit juga diyakini dapat disebarkan melalui
basidiospora karena penyakit tersebar sampai jarak yang jauh dan terdapat
variasi genetik.

c.4. PENGENDALIAN
c.4.1. Pengendalian sebelum tanam
Pembersihan sumber infeksi harus diperhatikan jika kita akan menanam
kelapa sawit, baik di bekas hutan, kebun kelapa atau kelapa sawit (replanting).
Penanaman sawit lahan bekas hutan atau kebun karet biasanya penyakit
BPBG baru berjangkit setelah tanaman berumur 15-20 tahun. Akan tetapi
dikebun peremajaan kelapa sawit generasi ke-3 gejala penyakit sudah mulai
tampak 1-3 tahun setelah tanam.
Pembersihan sumber infeksi dapat dilakukan dengan :
a) Membongkar seluruh tanaman yang ada kemudian seluruh jaringan
tanaman dihancurkan, termasuk massa akar di dalam tanah sehingga
proses pembusukan berlangsung cepat.
b) Pengolahan tanah, dapat dilakukan dengan membajak agar sisa-sisa
penyakit didalam tanah mati
c) Penanaman kacangan, dengan harapan penutupan tanah dapat
meningkatkan kelembaban tanah sehingga memacu proses pembusukan
dan meningkatkan mikroorganisme antagonis.

c.4.2. Pengendalian setelah tanam


Pendeteksian dan pengendalian serangan Ganoderma dilakukan sebagai
berikut:
a) Sensus Pokok
Sensus dilakukan dengan mengamati setiap jenis pokok di lapangan ada
tidaknya gejala penyakit BPBG. Frekuensi sensus pokok terserang
disesuaikan dengan umur tanaman dan keberadaan penyakit di lapangan.
Kaitan keberadaan penyakit dab frekuensi sensus dapat dilihat pada Tabel
19.

Tabel 19 Kaitan Keberadaan Penyakit BPBG dengan frekuensi Sensus Per Tahun Per Afdeling

58
Kriteria Rotasi Per Tahun
Sensus Rutin
 10 Tahun 2 Kali

Tanaman Terinfeksi
1 Pokok/Ha/tahun tanam 2 Kali
1 – 2 pokok/ha/tahun tanam 3 Kali
> 2 pokok/ha/tahun tanam 4 Kali

c.5. Pokok dikatakan terserang apabila menunjukkan gejala:


1. Di dalam pangkal batang membusuk dan permukaannya dijumpai badan buah
2. Lebih dari 3 (tiga) daun pupus tidak membuka
3. Beberapa pelepah daun tua menggantung (sengkleh)
Apabila pokok belum menunjukkan gejala point 1, maka hal tersebut belum
dinyatakan sebagai pokok terserang.
a. Pengecatan Pokok Terserang
Untuk memudahkan pencarian pokok terserang bagi pekerja/tim untuk
membongkar pokok, maka pengecatan pokok terserang harus dilakukan sebagai
berikut:
1. Pokok terserang harus diberi tanda (X) dengan cat berwarna merah pada
ketinggian 1,5 m, pengecatan ke arah pasar rintis.
2. Pokok ditepi jalan yang didalamnya terdapat pokok terserang GanodermaI
ditulis GD (Ganoderma), nomor jalur pokok dan nomor pokok dalam jalur
tersebut. Sebagai contoh: GD3 artinya pada jalur pokok tersebut terdapat tiga
pokok terserang Ganoderma.
3. Apabila pokok terserang sudah ditumbang maka tanda di tepi jalan harus
dihapus.
b. Peracunan Pokok
 Tanaman dengan tanda (X) sebelum ditumbang harus terlebih dahulu
dimatikan dengan herbisida
 Dibuat dua buah lubang dengan cara menusukkan “chain saw” pada batang
dengan dengan ketinggian + 60 cm diatas permukaan tanah. Lubang tusukkan
dibuat dengan sudut 450 pada dua sisi yang berseberangan dan dipilih yang
masih sehat
 Dengan alat suntik, 40 ml herbisida Glifosat dimasukkan ke dalam tiap lubang
sehingga tiap pohon mendapatkan 80 ml
 Lubang segera ditutup dengan tanah liat, kemudian pada pokok ditulis
tanggal, bulan, dan tahun peracunan
 Paling lambat satu bulan setelah peracunan dilakukan pengamatan. Jika
pokok tidak mati, maka peracunan diulang kembali.
c. Pembongkaran Pokok
Pembongkaran pokok akan dilakukan apabila semua daun benar-benar telah
mengering (mati). Cara pembongkaran pokok adalah sebagai berikut:
 Korek dan putuskan akar disekitar pokok dengan radius 0,5 m sampai
kedalaman + 60 cm. Arah korekan harus tegak lurus dengan pokok
 Pengorekan diteruskan terutama pada bagian dimana pokoknya akan
ditumbangkan, yaitu menurut arah barisan tanaman.

59
 Jika diperkirakan pokok sudah mulai goyah, maka pengorekan dihentikan dan
dilanjutkan dengan mendorong pokok sampai tumbang.
 Lubang galian pangkal batang (hole) harus diperlebar sampai berukuran 1 x 1
x 1 meter baik pada TBM maupun TM.
 Batang digulingkan ditengah-tengah gawangan, semua pelepah daun
dipotong dan ditumpuk di atas batang tersebut. Untuk mempercepat
pelapukan, seluruh pokok yang tumbang dipotong menjadi 3 (tiga) bagian.
 Pada lahan gambut pengorekan lebih lebar dan panjang dengan kedalaman 1-
2 meter.

D. PENYAKIT BUSUK TANDAN BUAH – MARASMIUS ( MARASMIUS


– BUNCH ROT)
d.1. KERUSAKAN
d.1.1. Penyakit – Busuk Tandan Buah – Marasmius (Marasmius – Bunch rot)
terdapat di semua Negara penanam kelapa sawit dengan derajat kerugian
yang berbeda-beda. Serangan yang paling besar terjadi di Indonesia,
Malaysia Semenanjung dan Sabah. Serangan Penyakit ini dikebun-kebun
muda di daerah pengembangan dapat mencapai 25 % (4-5 tandan/pokok)
d.1.2. Pada awalnya jamur Marasmius hanya menyerang tandan-tandan buah
yang busuk karena penyerbukan yang tidak sempurna dan buah-buah
tersebut tidak dipanen. Pada kondisi yang lembab miselium berkembang
kemudian masuk kedalam mesokrap dan menyebabkan busuk basah. Jika
tidak ada tindakan pengendalian, pathogen dapat menyebar dan
menyebabkan kerusakan ke tandan-tandan buah yang ada diatasnya.
d.1.3. Serangan penyakit ini dapat menyebabkan kerugian secara langsung
terhadap produksi baik dalam hal kuantitas maupun kualitasnya. Tandan
buah yang terserang mengalami hambatan proses pemasakan buah atau
menjadi busuk dan bila diolah akan meningkatkan kadar asam lemak
bebas.

d.2. GEJALA SERANGAN


d.2.1. Gejala awal dari infeksi penyakit terlihat dengan adanya benang-benang
jamur yang berwarna putih (miselium) mengkilat yang meluas di
permukaan tandan buah. Pada tingkatan ini jamur belum menimbulkan
kerugian pada tandan. Pada tingkatan yang lebih lanjut cendawan tersebut
mengadakan penetrasi ke dalam daging buah (mesocarp) yang
menyebabkan busuk basah. Selanjutnya buah berubah warna menjadi
coklat muda, berbeda jelas dengan warna buah sehat (gambar 12)
d.2.2. Apabila buah yang sakit tidak dipanen, miselium dapat meluas dalam tajuk
tanaman sehingga tandan yang berkembang akan diserang.

d.3. PENYEBAB PENYAKIT


d.3.1. Penyakit busuk tandan buah disebabkan oleh cendawan Marasmius
palmivorus yakni suatu jamur saprofit yang umum hidup pada bermacam-
macam bahan mati. Namun apabila terdapat bekal makanan yang cukup
banyak, jamur mampu mengadakan infeksi pada jaringan hidup dan dapat
berubah menjadi parasit.

60
Gambar 12. Gejala Busuk Tandan Buah - Marasmius

d.4. PENGENDALIAN
d.4.1. Secara kultur teknik
a) Mengurangi kelembaban pokok antara lain menanam dengan jarak
tanam yang sesuai dengan kelas lahan, serta melakukan penunasan
sebelum dan sesudah panen secara teratur.
b) Membuang bunga dan buah yang busuk
c) Tandan yang lewat masak jangan dibiarkan tetap berada di pokok,
khususnya di kebun daerah pengembangan. Tandan-tandan yang belum
mencapai ukuran tertentu dipotong dengan teratur meskipun pabrik
belum siap.
d.4.2. Secara kimiawi
Apabila langkah-langkah tersebut di atas tidak dapat menekan penyakit,
penyemprotan fungisida harus dilakukan. Fungisida yang digunakan adalah
yang efektif untuk mengendalikan jamur golongan Basidiomycetes. Jenis
dan dosis aplikasi dapat didiskusikan dengan Departemen QC untuk
dikonsultasikan ke TA.

E. PENYAKIT BUSUK PUCUK


e.1. KERUSAKAN
e.1.1. Penyakit busuk pucuk biasa dijumpai pada hamper semua tanaman kelapa
sawit, baik di pembibitan, tanaman muda yang berumur 5 tahun maupun
tanaman tua. Di lapangan, serangan penyakit ini sering dijumpai
menyerang sendiri atau bersama-sama dengan penyakit lain. Tanaman
yang terserang berat umumnya akan mengalami kematian karena titik
tumbuhnya mengalami pembusukan.

61
e.2. GEJALA SERANGAN
e.2.1. Gejala awal adalah ditunjukkan adanya pembusukan pada pangkal daun
tombak, saat tersebut daun tombak dengan mudah dapat dicabut. Pada
stadium tersebut, jaringan yang terserang menunjukkan gejala busuk
basah dan berwarna coklat gelap.
e.2.2. Daun tombak dan beberapa daun muda akan jatuh dan menggantung
diantara pelepah yang sehat. Pembusukan menyebar ke jaringan titik
tumbuh dan mengeluarkan bau busuk yang kuat. Apabila pembusukan
berhenti maka pertumbuhan daun pucuk yang baru tidak normal dengan
pelepah dan anak-anak daun yang sangat pendek.

e.3. PENYEBAB PENYAKIT


e.3.1. Penyebab yang pasti masih belum diketahui tetapi diduga kuat penyebab
penyakit adalah melemahnya ketahanan tanaman yang diakibatkan
serangga yang menyerang daun tombak seperti Oryctes. Selain itu juga,
diduga akibat definisi unsur mikro yaitu boron. Keadaan tersebut diikuti
oleh beberapa jenis jamur dan bakteri pembusuk.
e.3.2. Hasil isolasi dari bagian tanaman yang terinfeksi dijumpai beberapa jenis
jamur seperti Botryodiplodia, Fusarium, dan Phytopthora serta bakteri
Psedomonas dan Erwina spp

e.4. PENGENDALIAN
e.4.1. Apabila pokok telah menunjukkan gejala daun tombak mati, maka tindakan
yang diambil adalah:
a) Mencabut daun tombak yang mati
b) Menyiram larutan fungisida Nordox 56 WP (Bahan aktif tembaga oksida)
konsentrasi 0,3 – 0,5 % pada bekas pangkal daun tombak
c) Bila kondisi lingkungan cukup kering, penyakit dibiarkan saja karena
akan sembuh sendiri setelah 6-8 bulan.

62
PESTISIDA DAN PENGELOLAANNYA
I. Pendahuluan
1.1. Secara umum pestisida sebagai salah satu sarana pengendalian organisme
penggangu tanaman (hama, penyakit dan gulma) sangat penting bagi kesejahteraan
manusia, karena merupakan sarana yang dapat digunakan secara efektif dan efesien
untuk mengatasi masalah tersebut. Namun demikian dibalik manfaat tersebut,
pestisida memiliki potensi pengaruh samping yang tidak diinginkan antara lain
keracunan pada manusia dan ternak, terbunuhnya musuh alami organisme
penggangu tanaman dan satwa lainnya, residu pada hasil tanaman menimbulkan
resistensi dan pencemaran lingkungan.

1.2. Bahan aktif pestisida dapat berupa zat kimia , mikroorganisme dan bahan tanaman.
Pada umumnya di negara berkembang digunakan pestisida berbahan aktif senyawa
kimia sintetik, karena efek yang ditimbulkan cepat dan biaya relatif murah.

1.3. Untuk menghindari kecelakaan atau efek samping yang tidak diinginkan maka perlu
diketahui cara-cara pengelolaan pestisida yang baik dan selalu mengikuti ketentuan
yang berlaku dalam hal penggunaan dan penyimpanan, mengetahui gejala keracunan
serta tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya. Pengelolaan pestisida yang baik
terutama ditujukan untuk mencapai efesiensi penggunaan pestisida yang maksimum.

II. PENGGOLONGAN PESTISIDA


2.1. BERDASARKAN SASARANNYA
a) Akarisida : untuk mengendalikan tungau
Contoh: Amitraz, Dikofol, Klofentezin dan Tetradifon
b) Bakterisida : untuk mengendalikan bakteri
Contoh: Kasugamisin hidroklorida dan Sterptomisin sulfat
c) Fungisida : untuk mengendalikan jamur pathogen
Contoh: Benomil, Heksakonazol, Mankozeb dan Triadimefon
d) Herbisida : Untuk mengendalikan gulma
Contoh: Fluroksipir, Glifosat, Paraquat dan Sulfosat
~ Arborisida : untuk memastikan gulma berkayu
Contoh: Triklopir
e) Insektisida : untuk mengendalikan hama serangga
Contoh: Deltametrin, Sipermetrin, dan Sihalotrin
~ Termitisida : untuk mengendalikan rayap
Contoh: Fipronil, Klornerifos, dan Karbosulfan
f) Nematisida : untuk mengendalikan nematode
Contoh : Azadirakhtin, Etrofos, Fenamifos dan Kadusafos.
g) Moluskisida : untuk mengendalikan siput
Contoh : Metaldehida, Niklosamida dan Saponin
h) Pesisida : untuk mengendalikan ikan mujahir
Contoh : Retonon.
i) Rodentisida : untuk mengendalikan tikus
Contoh : Brodifakum, Klorofasinon dan Kumatetralil

63
2.2 BERDASARKAN CARA KERJANYA
a) Racun fisik (contoh minyak mineral berat)
b) Racun protoplasmic (contoh logam berat)
c) Racun penghambat metabolic (contoh Rotenon, HCN, H2S)
d) Racun syaraf (contoh : senyawa fosfat organic, analog DDT)

2.3 BERDASARKAN ASAL DAN SIFAT KIMIANYA


a) Pestisida sintetik
 Anorganik : Garam-garam beracun seperti Arsenat, Flouride, dan Asam
klorida.
 Organik : Organoklor ( contoh : Dikofol), Fosfat organik (contoh: Glifosat,
Glufosinat, dan Sulfosat) dan Karbamat (contoh: Karbaril dan Karbofuran)

b) Pestisida asal tanaman dan biologi, misalnya Nikotin, Pyrethroid, Rotenon, Bacillus
thuringiensis dan Trichoderma koningii.

2.4 BERDASARKAN REAKSINYA


a) Racun kontak (contoh : Paraquat, Permetrin dan Sihalotrin).
b) Racun sintetik (contoh : Glifosat, Metil metsulfuron dan 2,4-D dimetil amina)
c) Racun nafas (contoh : Metil bromide dan Aluminium fosfida)

2.5 BERDASARKAN FORMULASINYA


2.5.1 Pestisida sebelum digunakan harus diformulasikan terlebih dahulu. Pestisida
murni biasanya diproduksi oleh pabrik bahan dasar. Pabrik tersebut
memformulasikan sendiri atau mengirim ke formulator lain. Selanjutnya
formulator memberikan nama dagang sesuai dengan keinginannya. Berikut ini
ada beberapa bentuk formulasi pestisida yang sering dijumpai yaitu :
a) Cairan (emulsifiable consentrate = EC)
 Pestisida golongan ini dicampur dengan air berupa cairan pekat dan akan
membentuk emulsi.
 Pestisida dengan formulasi ini meliputi pestisida yang dibelakang nama
dagangnya diikuti singkatan : ES (Emulsifiable Solution), WSC (Water
Soluble Concentrate)
 Biasanya di depan singkatan tersebut terdapat angka yang menunjukkan
besarnya persentase bahan aktif.
 Contoh : Garlon 480 EC, Smart 48 AS dan Rhodiamine 720 WSC.
b) Butiran (granular = G)
 Pestisida golongan ini berupa butiran
 Jenis pestisida ini biasanya di belakang nama dagangnya tercantum
singkatan : G (Granule), WDG (Water Disperse Granule), WSG (Water
Soluble Granule), WG ( Water Granule)
 Contoh : Furadan 3 G, Ally 20 WDG, Neporex 2 WSG dan Merlin 75 WG.
c) Tepung (powder = P)
 Pestisida dengan formulasi tepung, di belakang nama dagangnya
dituliskan singkatan : WP (Wettable Powder), WSP (Water Soluble
Powder) dan SP (Soluble Powder).
 Contoh : Insecto P, Metafuron 20 WP dan Lannate 20 SP.
d) Debu (Dust)

64
 Pestisida dengan formulasi debu biasanya terdiri dari bahan aktif dan zat
pembawa seperti talk. Jenis pestisida ini biasanya dibelakang nama
dagangnya tercantum singkatan : D (Dust) dan SD (Soluble Dust)
 Contoh : Indogran 2 D dan Saromyl 35 SD.
e) Minyak (Oil)
 Pestisida dengan formulasi ini biasanya dibelakang nama dagangnya
dituliskan singkatan OC (Oil Concentrate) dan EO (Emulsifiable Oil).
 Contoh Agridex 120 OC dan Score 250 EO.
f) Fumigan
 Pestisida ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan gas, bau, asap,
yang berfungsi untuk membunuh hama di gudang penyimpanan.
 Contoh : Metil bromida (Metabrom 98 LG*) dan Tetasipermetrin (Antiset
1,5 L).

2.6 BERDASARKAN TINGKAT TOKSISITASNYA


2.6.1 Berdasarkan tingkat toksisitas pestisida terhadap manusia, pestisida dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :

LD 50 Tikus (mg/Kg Berat Badan)


Klas
Oral Dermal
Ia Sangat Tinggi < 20 < 40
Ib Tinggi 20 - 200 40 - 400
II Sedang 200 - 2.000 400 - 4.000
III Rendah 2.000 - 3.000 > 4.000

III. PETUNJUK KEAMANAN DALAM PENGGUNAAN PESTISIDA


3.1. PEMILIHAN PESTISIDA
3.1.1. Dalam memilih formulasi pestisida yang akan digunakan untuk
mengendalikan suatu hama, penyakit dan gulma, terlebih dahulu harus
diketahui jenis hama, penyakit dan gulmanya. Formulasi pestisida hanya
sesuai untuk teknik aplikasi tertentu dan efektif terhadap jenis jasad
pengganggu tertentu, oleh karena itu formulasi pestisida yang harus dipilih
sesuai dengan hama, penyakit dan gulma sasaran.
3.1.2. Sebelum membeli pestisida bacalah label pada wadahnya, terutama
keterangan mengenai jenis hama, penyakit, gulma sasaran, cara
menggunakan dan bahaya yang dapat ditimbulkan.
3.1.3. Belilah pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan oleh pemerintah, dikemas
dalam pembungkus asli dan dengan label yang lengkap. Pada label pestisida
yang sudah terdaftar selalu tercantum nomor pendaftaran, nama, alamat
lengkap pemegang pendaftaran atau produsen pestisida yang bersangkutan.

3.2. PENGGUNAAN PESTISIDA


65
Untuk menghindari terjadinya kecelakaan/keracunan akibat penggunaan pestisida
yang tidak benar, maka perlu diperhatikan berikut ini :
3.2.1. Karyawan atau petugas penyemprot harus berbadan sehat, tidak mempunyai
kelainan kulit atau luka terbuka, maupun penyakit saluran pernapasan.
3.2.2. Anak-anak, wanita hamil atau menyusui dan kurang sehat, tidak
diperbolehkan ikut bekerja.
3.2.3. Sebelum bekerja, harus makan dan minum secukupnya.
3.2.4. Petugas harus memakai pakaian pelindung khusus, seperti : berlengan
panjang, celana panjang, sarung tangan, sepatu boot tinggi, topi dan
pelindung muka.
3.2.5. Pada waktu bekerja tidak boleh sambil makan, minum atau merokok.
3.2.6. Hindarkan pestisida terhirup melalui pernafasan atau terkena kulit, mata,
mulut dan pakaian.
3.2.7. Penakaran, pengenceran dan pencampuran pestisida dilakukan di tempat
terbuka atau di ruangan yang berventilasi baik dengan penerangan yang
cukup.
3.2.8. Campurlah pestisida sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Untuk
pengenceran gunakan air yang bersih. Pengadukan dilakukan dengan
menggunakan alat yang telah ditentukan, tidak boleh langsung dengan
tangan. Pengadukan dilakukan sampai rata secara hati-hati agar tidak tumpah
dan memercik. Selama mencampur, pakailah sarung tangan karet dan plastik
penutup mata (“gooles”).
3.2.9. Alat semprot yang digunakan harus dalam keadaan baik, bersih dan tidak
bocor. Untuk menghindari bahaya keracunan pada tanaman, alat-alat yang
digunakan untuk herbisida harus khusus dan tidak boleh digunakan jenis
pestisida lain (fungisida atau insektisida)
3.2.10. Karyawan sebaiknya tidak bekerja sendiri, terutama jika bekerja dengan
pestisida yang relatif sangat beracun (misalnya : Paraquat).
3.2.11. Penyemprotan tidak dilakukan pada waktu akan turun hujan, angin bertiup
kencang dan arah semprot tidak boleh berlawanan dengan angin.
3.2.12. Bila pada waktu bekerja pestisida mengenai pakaian, kulit, mata atau bagian
tubuh lainnya, bersihkan segera dan cuci dengan air bersih dan sabun, bila
terkena mata, cuci dengan air bersih selama 15 menit.
3.2.13. Bersihkan selalu muka dan tangan dengan air bersih dan sabun sebelum
beristirahat untuk makan, minum atau merokok. Disarankan pada saat makan
tidak menggunakan tangan tetapi sendok.
3.2.14. Bila terjadi gejala keracunan, segera berhenti dan beri pertolongan pertama
atau dibawa ke poliklinik/dokter bila perlu.
3.2.15. Alat-alat yang digunakan setelah bekerja serta pakaian, sepatu boot, dan
perlengkapan kerja lainnya supaya dicuci dengan air bersih di tempat yang
aman, jauh dari sumur atau sumber air untuk keperluan hidup.
3.2.16. Kemasan kosong bekas pestisida supaya dikembalikan ke gudang kebun dan
akan dimusnahkan atau dikubur oleh petugas gudang/petugas yang ditunjuk.
3.2.17. Setelah selesai bekerja para petugas harus segera mandi.

3.3. PENYIMPANAN PESTISIDA

66
3.3.1.1 Kemasan pestisida yang baru masuk gudang, diberi tanggal pembelian.
Untuk memudahkan penghapusan bahan-bahan yang kadaluarsa perlu
dilaksanakan prinsip FIFO- First in first out.
3.3.2 Pestisida harus disimpan ditempat yang khusus (gudang dalam gudang) dan
terpisah dari pupuk, bahan makanan, dan sumber air. Tempat penyimpanan
berventilasi baik, tidak terkena langsung sinar matahari dan air hujan. Awas
bahaya kebakaran karena beberapa bahan formilasi semprot mudah
terbakar.
3.3.3 Tiap jenis pestisida harus ditempatkan secara terpisah menurut
kelompoknya masing-masing yaitu herbisida, fungisida, insektisida dan
sebagainya.
3.3.4 Pestisida harus disimpan dalam wadah pembungkus asli yang tertutup rapat
dan tidak bocor, dengan label yang berisi keterangan lengkap dan jelas. Jika
perlu label ditutup dengan selotip transparan agar tidak terlepas dari wadah.
3.3.5 Selama dalam penyimpanan, diusahakan wadah pestisida selalu tertutup
rapat karena uap air, zat asam di udara suhu yang relative tinggi, sinar
matahari dan air dapat merusak pestisida sehingga efektifitasnya berkurang
atau bahkan hilang.
3.3.6 Pestisida yang disimpan harus diperiksa secara teratur untuk mengetahui
ada tidaknya kebocoran atau pestisida yang rusak. Siapkan wadah kosong
dengan berbagai jenis dan ukuran untuk digunakan sewaktu-waktu bila
terjadi kebocoran. Setelah pestisida dipindahkan berilah label pada wadah
baru dengan keterangan mengenai merk dagang pestisida yang dipindahkan
tersebut.
3.3.7 Pada saat pengontrolan stock barang di gudang (pestisida, solar, bensin dan
sebagainya), tidak diperbolehkan dilakukan dengan cara memindahkan ke
tempat atau ke bagian yang lebih kecil, akan tetapi dilakukan dengan
menggunakan alat pengukur khusus yang berbeda pada setiap jenis barang

IV. KERACUNAN PESTISIDA DAN GEJALANYA


4.1. CARA PESTISIDA MEMASUKI TUBUH
4.1.1 Pestisida dapat memasuki tubuh melalui beberapa cara, yaitu:
a) Melalui pori-pori kulit, disebut juga penyerapan kulit
b) Melalui saluran pernapasan
c) Melalui mulut dan saluran pencernaan
4.1.2. Diperkirakan 90% keracunan pestisida melalui kulit. Untuk itu
perlindungan kulit harus optimal yaitu dengan menggunakan alat-
alat pembantu yang memadai. Selain itu, harus dihindarkan pestisida
termakan secara tidak sengaja dengan tidak makan atau minum pada
waktu melakukan penyemprotan dan membatasi kontak secara
langsung atau berada terlalu dekat dengan pestisida.

4.2 GEJALA KERACUNAN

67
4.2.1. Gejala keracunan berdasarkan cara pestisida masuk ke dalam tubuh
(Tabel 20).
Tabel 20. Gejala Keracunan dan Cara Pengobatan Berdasarkan Cara Pestisida Masuk Ke
Dalam Tubuh

Keracunan Gejala Keracunan Cara Pengobatan


1. Melalui Kulit -Gatal diseluruh tubuh bercak- -Pemberian anti histamine, anti alergi seperti
bercak merah dan bengkak Cortison dan Adrenalin. Gejala lokal salep atau
-Luka lecet, kulit terkelupas laruten anti elergi
dan luka bakar -Luka dicuci air sebanyak mungkin dan diobati
-Kulit bengkak, luka basah seperti luka basah
dengan tanda eksim -Beri salep anti eksim dan anti radang atau
peradangan ditambah antibiotik untuk mencegah infeksi
sekunder
Sesak napas, batuk berdarah
2. Melalui saluran pernapasan berhenti, badan -Bersihkan saluran pernapasan dari lendir,
pernapasan jadi biru dan dingin karena lakukan pernapasan buatan
kurang oksigen -Beri obat-obatan yang merangsang
pernapasan
Mual, mencret, mulas,
3. Melalui saluran muntah darah dan lendir di -Lakukan pemuntahan bila penderita dalam
pencernaan tinja, pendarahan dalam keadaan sadar
rongga yang ditandai gejala -Beri minum susu, telur. Apabila tidak ada susu
shock dan telur diberi air saja, untuk menetralisir
bahan kimia
Sama dengan gejala
4.Keracunan pada keracunan organofosfat Sama dengan cara pengobatan pada keracunan
susunan syaraf (Tabel11.2) dari golongan organofosfat (Tabel 11.2)

4.2.2. Gejala keracunan dan cara pengobatan berdasarkan golongan


pestisida dapat dilihat pada table 21.

Tabel 21. Gejala Keracunan dan Cara Pengobatan Berdasarkan Golongan Pestisida.

Golongan Pestisida Gejala Keracunan Cara Pengobatan


Organoklor Sakit kepala, pusing, mual, muntah- Mencuci lambung dengan garam isotonis atau
Contoh : muntah, mencret, badan lemah, larutan Natrium bikarbonat 95%. Untuk
Garlon 480 EC gugup, gemetar, kejang-kejang dan mengurangi absorsi dapat diberikan 30 gram
hilang kesadaran Norit yang disuspensikan dalam air

Organofosfat Pupil mata menyempit, penglihatan Diberikan Anidote Atropin Sulfat intravena
Contoh : kabur dan berair, mulut berbusa, atau intramuscular, bila tidak mungkin
Basta 150 WSC banyak air liur, sakit kepala, pusing, dilakukan penyuntikan intravena. Dosis:
Touchdown 480 AS keringat banyak, detak jantung dewasa >12 tahun 0,4 – 2,0 mg dan anak-anak
Round Up 480 AS cepat, mual muntah-muntah, kejang 0,05 mg/kg berat badan. Dosis ini di ulangi
Smart 480 AS perut, mencret, sukar napas, lumpuh setiap 15-30 menit sampai kelihatan gejala
Eagle 480 AS dan pingsan keracunan ringan dari atropine seperti muka
merah, frekuensi detak jantung meningkat
(140/menit) dan pupil melebar
Pralidoxim diberikan setelah Atropin, bila
diberikan sebelum 36 jam setelah keracunan
akan menanggulangi efek keracunan pestisida

68
ini. Dosis: dewasa 1gr/berat badan dan anak
20-50 mg /kg berat badan dengan kecepatan
tidak lebih dari dosis total per menit. Ulangi
lagi setelah 1 jam bila kelemahan atau
kelumpuhan otot belum tertanggulangi
Karbamat Contoh: Sama dengan gejala keracunan Sama dengan gejala keracunan golongan
Furadan 3 G golongan Organofosfat Organofosfat
Sevin 85 S

Bipiridilium Gejala muncul 24-72 jam setelah Pemberian absorben Fuller’s Earth 30%
Contoh: keracunan yaitu: sakit perut, mual, suspensi dalam air melalui saluran pencernaan
Gramoxone muntah-muntah dan diare karena untuk mengurangi absorsi
Herbatop 276 AS ada iritasi pada saluran pencernaan

Antikoagulan Nyeri pada punggung, lambung dan Pemberian antidote Fitonadion. Dosis: dewasa
Contoh: usus, muntah-muntah, pendarahan >12 tahun 25 mg/kg berat badan
Klerat RM-B pada hidung dan gusi, timbul bintik- intramuscular dan untuk anak-anak <12 tahun
Racumin bintik merah pada kulit, terdapat 0,6 mg/kg berat badan
Tikumin 0,0375 RB darah di air seni dan tinja, bengkak
di lutut, siku dan pantat serta
kerusakan ginjal
V. PERTOLONGAN PERTAMA TERHADAP KERACUNAN PESTISIDA
5.1. Segera berhenti bekerja bila gejala keracunan mulai timbul.
5.2. Kulit atau rambut yang terkena pestisida segera dicuci dengan sabun atau air
yang banyak. Lepaskan pakain yang terkena pestisida untuk diganti dengan yang
bersih.
5.3. Bila pestisida mengenai mata, cucilah segera dengan air bersih yang banyak
selama 15 menit atau lebih secara terus menerus.
5.4. Bila pestisida terhisap melalui pernapasan, bawalah penderita ke tempat terbuka
yang berudara segar, longgarkan pakaian yang ketat dan baringkan dengan dagu
agak terangkat ke atas supaya dapat bebas bernapas.
5.5. Bila pestisida tertelan dan penderita dalam keadaan sadar usahakan supaya
penderita muntah. Ulangi pemuntahan sampai yang dimuntahakan berupa
cairan jernih. Usaha pemuntahan tidak boleh dilakukan bila:
a) Penderita dalam keadaan kejang atau tidak sadar.
b) Penderita tertelan bahan yang mengandung minyak mineral berat.
c) Penderita tertelan bahan alkalis atau asam kuat yang korosif dengan gejala
rasa terbakar atau nyeri pada mulut dan kerongkongan.
5.6. Bila penderita tidak sadar, usahakan supaya saluran pernapasan tidak tersumbat.
Jangan memberikan sesuatu melalui mulut kepada penderita yang tidak sadar.
Bila pernapasan penderita berhenti ushakan pernapasan buatan.
5.7. Bila penderita, kejang usahakan jangan sampai timbul cedera. Longgarkan
pakaian disekitar leher, taruh bantal di bawah kepala dan berikan ganjal diantara
gigi untuk mencegah penderita menggigit bibir atau lidahnya sendiri.

69
PEMUPUKAN

I. PENDAHULUAN

1.1. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak per hektar yang tertinggi
dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya, sehingga tanaman ini juga
membutuhkan jumlah unsur hara yang cukup besar untuk produktivitasnya. Di dalam
satu hektar tanaman kelapa sawit pada umur tanaman 8 sampai 10 tahun untuk
pertumbuhan dan produksi 25 Ton TBS per tahun, dibutuhkan unsur hara masing-
masing 193 Kg Nitrogen, 26 Kg Nitrogen, 251 Kg Kalium dan 61 Kg Magnesium atau
sebanding dengan pupuk yaitu 3,1 Kg Urea, 1,3 Kg RP, 3,7 Kg MOP dan 2,8 Kg Kieserit
per pokok/tahun. Oleh sebab itu, untuk menjaga agar produksi TBS tetap tinggi maka
unsur-unsur tersebut harus tersebut harus terpenuhi dengan cara pemberian pupuk
organik atau subsitusi pupuk organik atau keduanya.

1.2. Biaya pemupukan anorganik sangat mahal yaitu 25-30% dari total biaya produksi CPO.
Oleh sebab itu, kebijakan Indonusa Group mensubsitusi sebagian pupuk anorganik
dengan pupuk organik yang berasal dari by product pabrik seperti janjang kosong, abu
janjang, decanter solid, dan limbar cair. Penggunaan by product pabrik sebagian pupuk
organik signifikan dalam mengurangi biaya pemupukan mempertahankan produksi
TBS, peremajaan tanah dan mengurangi polusi lingkungan.

1.3. Prinsip utama dalam penaburan (aplikasi) pupuk adalah bahwa setiap pokok yang
menerima setiap jenis pupuk harus sesuai dengan dosis yang telah ditentukan di
buku rekomendasi pemupukan. Dosis yang tertulis di buku tersebut merupakan hasil
analisa daun dan dari analisa produksi, dan untuk menentukan dosis pupuk per pokok
per blok telah dikeluarkan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu KETEPATAN &
KETELITIAN aplikasi pemupukan adalah sangat penting sehingga prinsip utama yang
tersebut di atas dapat dicapai.

1.4. Dosis, waktu dan cara pemupukan adalah tiga faktor yang penting dalam menentukan
efisiensi pupuk. Selain ketiga faktor tersebut, kualitas pemupukan mempunyai
peranan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pemupukan. Kualitas
pemupukan dapat dibagi dalam 2 (dua) hal yaitu :
a) Kualitas penaburan pupuk di lapangan, berkaitan dengan pengelolaan dan
organisasi kerja pelaksanaan pemupukan di lapangan dan administrasinya.
b) Kualitas pupuk, kualitas pupuk ditentukan oleh jumlah/ besarnya kandungan
unsur hara utama di dalam pupuk tersebut dan kadar airnya (moisture).

1.5. Dalam bab ini akan memberikan pedoman penggunaan terhadap :


a) Pupuk anorganik
b) Janjang kosong
c) Abu janjang
d) Decanter Solid

1
II. PUPUK ANORGANIK
JENIS PUPUK
2.1.1. Secara detail, jenis dan kandungan unsur hara pupuk anorganik yang
direkomendasikan untuk digunakan pada areal perkebunan kelapa sawit Sentosa
Kalimantan Jaya disajikan pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1.
No SUMBER HARA JENIS PUPUK KANDUNGAN NUTRISI
PUPUK MAKRO
1. Nitrogen (N) UREA 46% N
AMONIUM SULFAT (ZA) 21% N, 24% S
2. Fosfat (P) TRIPPLE SUPER PHOSPHATE 46% P2O5, 28% CaO
(TSP)
FOSFAT ALAM (R-POSPHATE 29-34% P2O5, 35% CaO
3. Kalium (K) MURIATE OF POTASH (MOP) 60% K2O, 50% Cl
4. Magnesium (Mg) KIESERIT 27% MgO, 22% S
DOLOMIT 18-20% MgO, 50% CaO
5. Kalsium (Ca) LIME STONE DUST (LSD) 50% CaO, 1-3% MgO
PUPUK MIKRO
6. Boron HIGH GRADE FERTILIZER 48% B2O3
BORATE
(HGFB) Na2B4O55H2O
7. Tembaga COPPER SULPHATE 23-25 Cu
(Copper/Cu) CuSO45H2O
8. SENG (ZINC/Zn) ZINX SULPHATE 20-23% Fe
ZnSO47H2O
9. Besi (Fe) FEROUS SULPHATE 18-20% Fe
FeSO47H2O
PUPUK SLOW RELEASE (LAMBAT TERURAI)
N, P, K, Mg + TE AGROBLEN 16% N, 8% P2O5, 3% MgO
N, P, K, Mg + TE WOODACE 12% N, 6% P2O5, 2% MgO
PEMBIBITAN
Pemupukan pada pembibitan dapat dilihat pada Bab Pembibitan

2.3. TANAMAN BELUM MENGHASILKAN


2.3.1. Lubang tanam
Dosis pupuk per lubang yang digunakan pada saat penanaman kelapa sawit adalah
125 gram TSP (tanah mineral) atau 250 gram RP (tanah gambut). Pupuk tersebut
dicampur dengan top soil kemudian dimasukkan ke dalam lubang tanam.
2.3.2. Dosis Pupuk
2.3.2.1. Program pemupukan untuk areal TBM pada beberapa jenis tanah di Kebun
dapat dilihat pad Tabel 2-5. apabila ada keraguan terhadap program
tersebut kebun dapat berkonsultasi dengan Technical Advisor (TA).
2.3.2.2. Pada areal TBM yang kondisinya baik ditandai dengan pertumbuhan LCC
yang baik. Pada areal dimana pertumbuhan LCC kurang optimum, harap
dikonsultasikan dengan Technical Advisor (TA) apakah perlu aplikasi unsur
nitrogen pada areal tersebut. Technical Advisor (TA) akan memodifikasi
pupuk dasar pada kondisi tersebut berdasarka observasi lapangan (kebun).

2
2.3.2.3. Aplikasi pupuk di lapangan harus dijamin tepat dosis. Semua pupuk harus
diaplikasi dengan menggunakan takaran yang telah distandarisasi. Setiap
pokok harus mendapatkan pupuk sesuai dosis yang direkomendasikan
untuk mendapatkan jaminan pertumbuhan kelapa sawit yang baik dan
seragam.
2.3.3. Frekuensi dan waktu Aplikasi Pupuk
2.3.3.1. Sampai berumur 24 bulan setelah tanam, pada umumnya aplikasi
pemupukan berdasarkan rekomendasi pemupukan. Waktu aplikasi
disesuaikan dengan jadwal pemupukan masing-masing kebun.
2.3.3.2. Apilkasi pupuk setelah 24 bulan biasanya berdasarkan analisa daun.
Technical Advisor (TA) akan memberitahukan tentang pemakaian
rekomendasi pemupukan (sesuai jadwal pemupukan yang berlaku) untuk
aplikasi dari 27 sampai 36 bulan setelah tanam apabila analisa daun tidak
berlaku (terpakai).
2.3.3.3. waktu pemupukan pada TBM selain ditentukan oleh umur (bulan setelah
tanaman) juga harus diperhatikan curah hujan (yang mencukupi).
Tabel 2. Jadwal Pemupukan untuk Kelapa Sawit Belum Menghasilkan pada Tanah Gambut
Keterangan: Rekomendasi pemupukan pada umur tanaman 27 sampai dengan 36 bulan setelah
tanam dilaksanakan jika analisa daun tidak berlaku/tidak ada.

3
Tabel 3. Jadwal Pemupukan untuk Kelapa Sawit Belum Menghasilkan pada Tanah
Mineral
Keterangan: Rekomendasi pemupukan pada umur tanaman 27 sampai dengan 36 bulan setelah
tanam dilaksanakan jika analisa daun tidak berlaku/tidak ada.

Rekomendasi untuk pupuk Tanaman Belum Menghasilkan dengan jenis pupuk Majemuk
Tabel.4
Program Pemupukan Untuk Tanaman Belum Menghasilkan

Dosis Per Pokok


Tahun Bulan Dosis Jenis Pupuk (Kg)
1 0 Lubang Tanam Rock Phosphate 0.50
1 1 CPD. 55 0.30
3 2 CPD. 55 0.40
5 3 CPD. 55 0.60
8 4 CPD. 55 0.75
11 5 CPD. 55 1.00
2 14 6 CPD. 55 1.50
17# 7 KIESERITE # 0.50
18 8 CPD. 45 + B 1.50
22 9 CPD. 45 + B 1.50
24 BORATE 0.08
3 26 10 CPD. 45 + B 1.50
28 11 ROCK PHOSPHATE 1.00
30 12 CPD. 45 + B 2.00
32 LEAF SAMPLING

RP =ROCK PHOSPHATE
CPD 55 =15:15: 6: 4
CPD45 + B =12:12:17: 2 + 1 B
# KIESERITE HANYA DIBERIKAN PADA AREAL BERPASIR

4
Keterangan: Rekomendasi pemupukan pada umur tanaman 27 sampai dengan 36 bulan setelah
tanam dilaksanakan jika analisa daun tidak berlaku/tidak ada.
2.3.4. Penempatan Pupuk
2.3.4.1. Aplikasi satu-dua kali setelah tanam, pupuk harus diaplikasi di tepi luar pusat
penanaman untuk menjamin terserapnya pupuk secara maksimum.
2.3.4.2. Aplikasi selanjutnya, pupuk harus tersebar merata + 15 Cm dari pangkal
tanaman sampai ujung tajuk tanaman. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1. Penempatan Pupuk pada Tanaman Belum Menghasilkan

2.4. TANAMAN MENGHASILKAN


2.4.1. Dosis Pupuk
2.4.1.1. Rekomendasi pemupuka untuk TM akan dipersiapkan dan dikirim Kebun
setiap awal tahun. Manager kebun harus memastikan data yang tercantum
di dalam sesuai dengan actual di lapangan, misalnya jumlah pokok, luas blok
dan lain-lain.
2.4.1.2. Rekomendasi tersebut diformulasikan berdasarkan beberapa faktor seperti
produksi TBS, umur tanaman, status nutrisi tanaman (analisa daun dan
observasi lapangan), sejarah pemupukan, kesuburan tanah, data curah
hujan, hasil percobaan pupuk dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut harus
dianalisa dengan cermat untuk menjamin produksi yang optimum.
2.4.1.3. Semua pupuk harus diaplikasi dengan takaran yang telah distandarisasi pada
setiap tanaman sesuai dengan dosis rekomendasi.

5
2.4.2. Frekuensi dan Waktu aplikasi Pemupukan
2.4.2.1. Frekuensi dan waktu pengaplikasian pupuk yang telah disusun akan
diberikan oleh Technical Advisor (TA) pada program pemupukan tahunan.
2.4.2.2. Faktor-faktor yang menjadi bahan pertimbangan terhadap frekuensi dan
waktu aplikasi pupuk yaitu : curah hujan, tekstur, dan struktur tanah dan
interaksi antara beberapa jenis pupuk yang berbeda. Program pupuk
dipersiapkan secermat mungkin, apabila terdapat kendala di dalam proses
pengiriman pupuk, maka beberapa hal perlu diperhatikan oleh manajemen
kebun adalah :
a) Interval antara 2 (dua) rotasi pupuk
1. Interval antara 2 (dua) rotasi pada jenis pupuk jenis yang sama, tidak
boleh kurang dari 2 (dua) bulan.
2. Rotasi pertama sebaiknya dilakukan pada semester I (Januari-Juni) dan
lainnya pada semester II (Juli-Desember). Apabila rotasi keduanya
diaplikasikan secara bersamaan (misalnya pada semester I), kemudian
interval antara rotasi terakhir dengan rotasi pertama pada tahun
berikutnya menjadi jauh maka akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit. Kondisi tersebut
terutama penting pada kasus pupuk nitrogen (misalnya Urea dan ZA)
yang mempunyai efek residu rendah atau pupuk yang cepat larut
misalkan MOP dan Kieserite) yang cenderung tercuci hingga
menyebabkan losses secara signifikan.
b). Hubungan aplikasi pupuk dengan curah hujan
a. Curah hujan < 60 mm : Urea tidak tepat diaplikasi karena memiliki
potensi penguapan yang tinggi.
b. Curah hujan > 300 mm : Pupuk yang mudah larut seperti Urea, ZA,
Kieserit, MOP, TSP, CuSO4, ZnSO4, dan HGFB tidak tepat untuk
diaplikasi karena berpotensi losses tinggi melalui proses pencucian,
aliran permukaan dan erosi.
c. Pupuk yang lambat larut (contoh : RP dan Dolomit) dapat diaplikasi
pada kondisi curah hujan tinggi, walaupun kehilangannya 3-5% tetapi
masih dapat terjadi lagi losses oleh aliran permukaan atau erosi tanah,
terutama pada daerah miring.
d. Pada umumnya, semua pupuk diaplikasi pada bulan dengan curah
hujan cukup (60-300 mm), saat itu tanah cukup basah (tidak jenuh)
sehingga memudahkan terpenuhinya unsur hara.
c). Interaksi Pupuk
Setiap pupuk mememiliki sifat anatagonis, sinergis atau netral bila
berinteraksi dengan pupuk yang lainnya. Hal tersebut umumnya terjadi
apabila jenis pupukyang berbeda diaplikasi secara berlebihan pada areal
yang sama.
1. Nitrogen dan Pupuk Alkalis
Untuk mengurangi penguapan terhadap unsur Nitrogen, pupuk
Nitrogen seperti Urea dan ZA tidak boleh dicampur pupuk alkalis
sepeti RP, TSP, Dolomit dan abu janjang. Selain itu juga, pupuk
tersebut tidak boleh diaplikasi secara bersamaan. Interval waktu
aplikasi tidak kurang dari 4 Mimggu, dan harus dijaga antara aplikasi
Nitrogen dengan pupuk alkalis.

6
2. Antagonis K & Mg dan K & Borate
Untuk menghindari pangaruh antagonis antara K dengan Mg dan K
dengan B, MOP atau abu janjang tidak boleh dicampur dengan
Kieserit/Dolomit atau Borate. Selain itu juga, pupuk tersebut tidak
boleh diaplikasi secara bersamaan. Interval aplikasi antara MOP/abu
janjang dan Kieserit atau antara MOP/abu janjang dan Dolomit atau
MOP/abu janjang dan HGFB tidak boleh kurang dari 4 Minggu.
3. Urea dan RP/CuSO4
Urea dan RP cenderung mengurangi pangaruh unsur Besi pada
tanaman. Kemudian, CuSO4 tidak dapat diaplikasi dengan segera
setelah aplikasi Urea atau RP. Interval aplikasi pupuk tidak kurang dari
4 Minggu.
4. Pupuk bersinergi
K bersinergi dengan N dan Cu. Kemudian, sebelum diaplikasi MOP
dapat dicampur dengan Urea dan MOP dengan CuSO4 atau pupuk
tersebut dapat diaplikasi dalam waktu yang sama.
2.4.3. Penempatan pupuk
2.4.3.1. Penempatan pupuk pada saat aplikasi di lapangan sesuai rekomendasi dapat
dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 2 – 3.
Tabel 5. Penempatan Pupuk Makro dan Mikro pada Tanaman Menghasilkan

Umur Tanaman
Jenis Pupuk Penempatan Pupuk
(Tahun)
3 -6 Makro dan Mikro Disebut merata secara melingkar mulai dari
radius + 30 Cm dari pangkal pokok sampai
batas luar piringan
>7 Urea, ZA dan Mikro Disebar merata secara melingkar muli dari
Vegetasi gulma di radius + 30 Cm dari pangkal pokok sampai
gawangan mati tidak batas luar piringan.
terlalu penting / tidak
merugikan. Makro lainnya Disebar merata pada gawangan mati
disekitar tumpukan pelepah

Vegetasi gulma di Makro dan Mikro Disebar merata secara melingkar mulai dari
gawangan mati padat / lainnya radius + 30 cm dari pangkal pokok sampai batas
merugikan luar piringan

Tabel 2. Penempatan Pupuk Makro dan Mikro pada Tanaman Menghasilkan

7
Gambar 3. Penempatan Pupuk Makro dan Mikro pada TM (> 7 Tahun)

2.4.3.2. Untuk tanah miring hanya ditabur ½ lingkaran. Demikian juga untuk
tanaman yang sangat dekat dengan parit (untuk mencegah run off).
2.4.3.3. Terlepas dari lokasi tersebut, pupuk harus selalu disebar secara merata agar-
agar dapat menyerap secara maksimum. Pupuk jangan diaplikasi dalam
bentuk bongkahan atau menggumpul, karena dapat mengakibatkan
rusaknya akar sehingga nutrisi yang diserap berkurang. Kondisi tersebut juga
menyebabkan tingginya losses pupuk melalui pencucian, penguapan dan
sebagainya.

2.5. PEMUPUKAN PADA KONDISI AREAL TERTENTU


2.5.1. Areal Sisipan
2.5.1.1. Pada prakteknya, pemupukan pada semua tanaman sisipan di dalam areal
tanaman menghasilkan harus diaplikasi dalam waktu yang sama dengan
tanaman menghasilkan dan dosisnya setengah (50%) dari rekomendasi.
2.5.1.2. Takaran yang dicapai dalam pemupukan harus dikalibrasi untuk setengah
dosis. Oleh karena itu, tanaman sisipan akan memperoleh 1 (satu) takaran
per pokok, sedangkan TM akan memperoleh 2 (dua) takaran per pokok
(dosis 100%).
2.5.2. Areal replanting
2.5.2.1. Pada umumnya tidak akan dilaksanakan pemupukan mulai 2 (dua) tahun
sebelum tanaman direplanting.
2.5.2.2. Pihak kebun harus memberitahukan kemajuan program replanting kepada
Tachnical Advisor (TA). Hal tersebut menjadi bahan pertimbangan ketika
pengambilan sample daun dan penyusutan program pemupukan tahunan.
2.5.3. Areal Bermasalah
1.5.3.1. Managemen kebun harus memberitahukan dan membawa Staf Tachnical
Advisor (TA) ke areal yang pertumbuhannya kurang baik atau areal yang
mengalami defisiensi unsur hara untuk dapat segera dilakukan perbaikan.
1.5.3.2. Penambahan pupuk yang diaplikasi oleh managemen kebun (tanpa
konsultasi dengan TA) harus dihindari, karena kesalahan identifikasi
terhadap masalah/defisiensi selanjutnya dapat menjadi penyebab utama
ketidakseimbangan unsur hara.

8
2.6. KONDISI/KEADAAN BERKAITAN DENGAN PUPUK
2.6.1. Subsitusi Pupuk
2.6.1.1. Pada kondisi dimana terjadi subsitusi pupuk, rekomendasi dosis pupuk
yang akan diaplikasi harus dikalikan dengan konversi yaitu sebagai berikut

Pupuk Faktor Konversi


Urea ke ZA x1
ZA ke Urea x 0,7

MOP ke Abu janjang x2


Abu Janjang ke MOP x 0,5

Kieserit ke Dolomit x 2,0


Dolomit ke Kieserit x 0,5

TSP ke RP x 2,0
RP ke TSP x 0,5

2.6.2. Pupuk Mikro yang Beracun


2.6.2.1. Hara mikro atau bekas dari unsur pupuk tersebut seperti pupuk HGFB,
CuSO4, ZnSO4, MnSO4 dan FeSO4 yang diaplikasi agar mendapatkan
perhatian khusus. Aplikasi yang melampaui batas (tidak sesuai dengan
rekomendasi) dengan mudah menyebabkan keracunan pada pokok.
Apabila ada kelebihan pupuk setelah program dilakasanakan, pupuk yang
berlebih tersebut tidak boleh diapliksi kembali kea real yang sama. Pupuk
tersebut harus dikembalikan ke gudang untuk digunakan pada masa yang
akan datang.
2.6.3. Pupuk tersedia terbatas
2.6.3.1. Ketika pupuk yang tersedia dalam jumlah sedikit (terbatas), pemberian
pupuk harus diprioritaskan untuk pemupukan TBM, menyusul tanaman
yang baru menghasilkan (3-6 Tahun). Setelah itu, apabila pupuk masih
tersedia, aplikasi dilanjutkan pada areal tanaman tua per blok basis sesuai
rekomendasi secara penuh. Jangan melakukan pengurangan dosis atau
aplikasi pada sebagian blok saja.
2.6.4. Program pemupukan yang tidak komplit
1.6.4.1. Program pemupukan yang tidak selesai (komplit) pada tahun tertentu,
tidak akan dibawa pada tahun berikutnya.
1.6.4.2. Program pupuk yang tidak komplit sampai 31 Desember dianggap batal.
Tidak selesainya program pemupukan tersebut akan menjadi perhatian
ketika membuat rekomendasi pemupukan tahun berikutnya.

2.7. PERSIAPAN SEBELUM APLIKASI


2.7.1. Persiapan Pupuk
2.7.1.1. Jenis dan jumlah pupuk yang diperlukan harus tersedia di kebun pada
waktunya. Untuk itu permintaan pupuk dari kebun ke Purchasing (Material
Control) harus dilakukan minimal dua bulan sebelum aplikasi pemupukan
dilakukan.
2.7.1.2. Stok pupuk lama dan pupuk yang karung goninya rusak harus digunakan
lebih dahulu (Prinsip FIFO) First in first out)

9
2.7.1.3. Pupuk yang membatu/menggumpal harus dikeluarkan dari karungnya dan
dihancurkan untuk kemudian diuntil dengan disertai label jenis pupuk dan
beratnya.
2.7.1.4. Karena sistem aplikasi pupuk dilakukan dengan teknik untilan, maka stok
pupuk yang keluar dari gudang sentral sudah harus berupa untilan yang
jenisnya dan berat pupuknya disesuaikan dengan rencana areal yang akan
dipupuk dan kemampuan penabur.
2.7.2. Persiapan dan organisasi penguntilan
2.7.2.1 Alat-alat yang perlu dipersiapkan dalam penguntilan :
a) Takaran besar untuk memasukkan pupuk ke eks goni pupuk. Besarnya
takaran ini adalah kelipatan dari dosis pupuk per pokok dan mudah
memasukkannya ke dalam goni. Takaran besar ini dibuat dari jerigen eks
herbisida dan diberi label yang jelas yang mencantumkan jenis pupuk,
dosis per pokok dan berat total per untilan. Takaran disusun yang rapi di
gudang pupuk untuk memudahkan pengontrolan kebenaran dan
ketelitiannya.
b) Lembaran eks karung pupuk yang telah dijarum/dijahit satu sama lain
untuk dipakai sebagai alas. Usahakan agar dapat menamung berpuluh-
puluh goni pupuk, dengan ukuran minimal 5x5 m2 dan dibuat rangkap
dua.
c) Alat pemecah pupuk yang menggumpal. Dapat digunakan pemukul yang
dibuat dari broti/kayu bulat dengan alas papan yang tebal.
d) Kayu yang permukaannya rata. Digunakan untuk meratakan pupuk hingga
peres.
e) Sebuah timbangan untuk mengontrol secara random apakah berat per
untilan sesuai dengan yang telah ditentukan.
f) Takaran pupuk berbentuk kubus atau gabungan sesuai dengan dosis per
pokok yang telah ditentukan di buku program pemupukan. Jenis dan
dosis harus tertulis pada setiap takaran. Takaran ini dibuat dari tripleks
atau pipa PVC 7”. untuk dosis < 1Kg dapat dipakai PVC dengan ukuran
yang lebih kecil. Tidak dibenarkan memakai takaran yang lebih kecil dari
ukuran yang seharusnya. Hal ini sangat penting agar penakaran pupuk
sewaktu menabur ke setiap pokok maksimal 2 (dua) kali, dan permukaan
takran diratakan. Takaran ini harus disimpan di gudang afdeling dengan
disusun rapi dan teratur menurut jenis dan dosis pupuk.
g) Papan tulis dimana tercatat jumlah untilan yang perlu disediakan untuk
tiap jenis pupuk, tiap blok dan tiap afdeling, sesuai dengan rencana
pemupukan yang akan dilaksanakan (Tabel 6)
Tabel 6. Papan Rencana Pemupukan di Gudang Pupuk

RENCANA PEMUPUKAN MINGGU KE = BULAN


AFDELING =
RENCANA TABUR RENCANA UNTILAN
Tanggal Blok Tahun Luas Jenis Dosis/ Total Tanggal Kg Jumlah Total Nomor Ket
Tanam (Ha) Pupuk Pokok (Kg) (Untilan) Until (Kg) Bon)

10
2.7.2.2 Organisasi penguntilan pupuk di gudang
a) Tentukan blok mana yang akan dipupuk besok hari dan apa jenis pupuk
serta dosisnya. Contohnya :
Afdeling :I
Blok : A20 (Tan 1986) = 30 Ha = 4057 pkk)
Pupuk : Urea = 8114 Kg = 162,3 Zak
Jumlah pkk/until : 6 atau 7 pkk, ditentukan atas dasar bahwa Kg/until
adalah
12 Kg (6 x 2 Kg) atau (7x2 Kg)
Kg/until : 14 Kg, menggunkan takaran @ 7 Kg,
sehingga 1 untilan = 2 takaran, atau takaran @ 14 Kg per
untilan
Jumlah Untilan : 8114/14 = 579,6 = 580 until
b) Goni untuk untilan digunakan eks goni pupuk sebelumnya, tidak boleh
menggunakan goni yang baru dibuka. Hal ini perlu karena jumlah goni
bukaan baru adalah merupakan kontrol apakah jumlah Kg atau Zak yang
dibuka sama dengan jumlah yang sudah diuntil (lihat administrasi goni
eks pupuk di Tabel 7)
Tabel 7. Administrasi Program dan Realisasi Pemupukan

c) Untilan disusun (ditumpuk) sedemikian rupa sehingga mudah


menghitungnya, sebaiknya antara 5-10 until per tumpuk.
d) Manager, Askep, Asisten, Mandor I dan krani Afdeling setipa saat harus
melakukan penimbangan secara random dari untilan yang telah disusun,
apakah benar beratnya sesuai dengan Kg yang telah ditentukan.
e) Tiap tumpukan harus diberi label (etiket) untuk menghindari kekeliruan
sebelum diangkut ke lapangan (lihat Gambar 9.4)
f) Pupuk yang sudah diuntil harus segera ditabur besar harinya agar tidak
terjadi proses penggumpalan
g) Norma prestai penguntil = 1-2 ton pupuk per HK, tergantung jenis dan
dosis yang digunakan (biasanya pupuk Urea relative lebih rendah).

11
h) Agar petugas penguntil dapat lebih ditanggungjawabkan dianjurkan agar
menggunakan tenaga tetap, dengan nama yang tercatat oleh petugas
gudang.

Gambar 4. Tumpukan untilan dan etiket/Label (Papan Untilan)


2.7.3. Persiapan lapangan
2.7.3.1. Piringan tanaman kelapa sawit harus dalam keadaan bersih, lebar 2 meter,
dan bebas dari genangan air. Efisiensi pupuk akan meningkat jika pupuk
(terutama Urea) segera terserap oleh akar tanaman kelapa sawit.
2.7.3.2. Sarana lain, seperti jalan dan jembatan pada main road dan collectioan
road, pasar rintis dan titi pasar rintis harus betul-betul dipastikan dapat
meununjang kelancaran transportasi dan pelaksanaan aplikasi pupuk di
lapangan.
2.7.3.3. Disetiap blok selalu ada parit atau batas-batas alamiah/buatan lainnya.
Buat peta detil per blok dan bagi menjadi beberapa petak menurut batas-
batas tersebut dan isi data jumlah pokok per petak.
2.7.3.4. Buat rencana pengeceran pupuk untuk setiap perlakuan pada peta detil
tersebut, sehingga pada waktu pelaksanaan pemupukan sudah ada
pedoman yang pasti.
2.7.3.5. Sediakan pancang seperti dibawah ini untuk tempat
peletakan/pengenceran pupuk (TPP).
2.7.3.6. Jadwal urutan penaburan diusahakan pada tanaman baru, kemudian TBM
seterusnya TM. Pemupukan harus dilakukan blok per blok.
2.7.4. Persiapan pangangkutan pupuk dari gudang sentral ke lapangan
2.7.4.1. Kendaraan pengangkut pupuk dari gudang sentral ke lapangan, sehari
sebelum pemupukan harus sudah dipastikan kesiapannya (sore hari
diminta ke bagian traksi melalui buku permintaan kendaraan afdeling).
2.7.4.2. Jam 06.00, kendaraan harus sudah mulai memuat untilan pupuk.
Diperkirakan jam 06.30 selesai memuat, sehingga jam 07.00 sudah sampai
di lapangan. Tidak diperbolehkan memuat untilan dengan gancu.
2.7.4.3. Kenek, Mandor Pupuk harus sudah siap di gudang pupuk untuk mengawasi
pelaksanaan pemuatan untilan pupuk.

12
2.7.4.4. Pengeceran pupuk dari atas kendaraan harus ditangani oleh petugas
terlatih, dan diletakkan pada tempat pengenceran yang sudah ditentukan.
Tumpukan untilan pupuk yang diecer harus diletakkan di sekitar piringan
dan tidak dibenarkan diletakkan di jalan.
2.7.5. Persiapan keamanan
2.7.5.1. Pupuk yang telah diecerkan di lapangan harus terjamin dari pencurian,
pembuangan atau disembunyikan di gawangan/parit. Untuk itu perlu
dipersiapkan petugas/dirangkap oleh mandor yang bertanggungjawab
terhadap keamanan pupuk ini.
2.7.5.2. Pupuk yang telah diecerkan di lapangan harus diusahakan selesai ditabur
seluruhnya pada hari itu juga . apabila pupuk tidak selesai ditabur karena
hujan atau lainnya, maka sisa pupuk tersebut harus dibawa ke gudang
afdeling.

2.8. PELAKSANAAN APLIKASI


2.8.1. Organisasi
2.8.1.1. Untuk menghindari adanya kekeliruan dalam aplikasi pupuk dilapangan,
maka di tiap afdeling setiap harinya hanya dibenarkan menabur 1 (satu)
jenis pupuk saja pada setiap bloknya.
2.8.1.2. Kebutuhan jumlah tenaga harus pasti dan sesuai dengan lua areal yang
akan dipupuk. Norma prestasi penabur adalah 2-3,5 Ha/HK atau 400-500
Kg/HK, tergantung dari :
a) Dosis pupuk per pokok
b) Topografi areal
c) Ketrampilan penabur (profesionalisme)
2.8.1.3. Tenaga kerja harus terlatih dan terdiri dari satu mandoran tenaga wanita
yang tetap untuk setiap afdeling. Diusahakan tidak terjadi penggantian
tenaga penabur.
2.8.1.4. Jumlah takaran harus sesuai dengan jumlah penabur
2.8.2. Pengeceran untilan pupuk ke dalam barisan tanaman
2.8.2.1. Ketentuan yang ditetapkan oleh perusahaan bahwa di dalam pelaksanaan
pengeceran untuk pupuk tidak menggunakan tenaga ecer (tenaga langsir).
2.8.2.2. Untuk kondisi topografi areal berbukit dan dosis pupuk yang tinggi,
pengenceran untilan pupuk ke dalam barisan tanaman dapat dilakukan
oleh tenaga ecer. Pemakaian tenaga ecer pupuk dan jumlahnya diputuskan
oleh manajemen kebun setempat.
2.8.2.3. Pengeceran dilakukan sesuai dengan rencana pada peta detil blok dan
dimulai dari batas/rintis tengah blok (batas alam) seperti sungai, parit dan
lain-lain, menuju ke Collection Road.
2.8.3. Cara penaburan pupuk
2.8.3.1. Pastikan bahwa takaran yang dibawa sesuai dengan dosis yang akan
digunakan dan sesuai dengan jumlah penabur. Asisten agar mencek
kembali kebenaran takaran yang akan digunakan.
2.8.3.2. Penaburan pupuk pada masing-masing pokok harus dimulai dari
batas/rintis tengah blok (batas alam) menuju collection road sesuai arah
barisan tanaman.
2.8.3.3. Tempat penaburan pupuk pada masing-masing pokok dibedakan
berdasarkan umur tanaman, jenis pupuk, kondisi areal (gulma) dan

13
kemiringan lahan. Penempatan pupuk yang telah dibahas pada bagian
penempatan pupuk TBM dan TM (point 2.3.4. dan 2.4.3.)
2.8.3.4. Mandor dan Asisten agar membiasakan mengerti penaburan yang tepat
dari masing-masing dosis, sehingga secara visual sudah dapat mengetahui
ada tidaknya penyimpangan
penaburan pupuk di piringan.
2.8.4. Pengumpulan goni eks pupuk
2.8.4.1. Goni eks pupuk yang dikumpulkan PERHATIAN
oleh tim pengecer dan disusun di
pelabuhan untilan, dan digulung Semua Asisten dan personil
setiap 10 (sepuluh) lembar untuk lapangan harus menghayati
memudahkan pengontrolan dan bahwa satu-satunya cara
kembali jumlah untilan yang yang praktis dan efektif untuk
dibawa ke lapangan dan sekaligus menimalkan pencucian hara
pengecekan apakah seluruh (disamping pemupukan tepat
pupuk sudah ditabur dan tidak waktu) adalah dengan
ada yang hilang. memperhatikan dan
2.8.4.2. Goni eks pupuk yang terkumpul melaksanakan prinsip cara
dibawa kembali oleh aplikasi pupuk. Apabila
karyawan/pekerja dibawah terdapat kelebihan pupuk
pengawasan mandor, dan pada saat penaburan
dikembalikan ke kantor afdeling terakhir, maka pupuk yang
untuk diterima oleh Krani berlebihan tersebut tidak
Afdeling/petugas kantor afdeling boleh ditaburkan pada
dengan administrasi yang dapat pokok terakhir.
dipertanggungjawabkan.

2.9. ADMINISTRASI
2.9.1. Petugas yang ditugaskan dari afdeling untuk pekerjaan penguntilan di gudang
sentral membawa buku pemupukan dari afdeling.
2.9.2. Bagi petugas yang akan mengangkut untilan diwajibkan membawa Bon Permintaan
Pemakaian Barang (BPPB) asli dan afdeling sebagai tanda bahwa pupuk akan
diambil.
2.9.3. Realisasi aplikasi pemupukan sesuai dengan program dicatat di Buku Rekomendasi
dimana dituliskan bulan aplikasi. Monitoring pelaksanaan aplikasi dilakukan pada
Buku Rekomendasi Pemupukan ini.
2.9.4. Selain itu juga, detil pemupukan harus dicatat secara akurat pada formulir
rekomendasi dan realisasi pemupukan (Lampiran 9.A.) dan diserahkan tiap
bulannya ke Central dan RO Samarinda. Apabila aplikasi pupuk tidak ada pada bulan
tersebut maka format dibuat tanda “nihil” dan dikirim juga Central & RO

14
III. JANJANG KOSONG (JJK)
KEUNTUNGAN APLIKASI JANJANGAN KOSONG
Janjang kosong (JJK) merupakan produk dari pabrik kelapa sawit (PMKS) setelah TBS
diproses.
JJK kaya kandungan materi organik dan nutrisi bagi tanaman. Aplikasi JJK dapat
meningkatkan proses dekomposisi sehingga kandungan fisik, biologi dan kimia pada tanah
meningkat. JJK juga meningkatkan peremajaan tanah yang mana penting untuk jangka waktu
yang lama dalam rangka mempertahankan produksi TBS tetap tinggi.
Aplikasi janjangan kosong sangat efektif sebagai mulsa. Cara ini dapat menurunkan
temperature tanah mempertahankan kelembaban tanah dan membantu mengurangi
dampak yang kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman dan produki pada saat kemarau.
Untuk areal yang curah hujannya tinggi, janjang kosong secara signifikan dapat mengurangi
losses nutrisi melalui proses pencucian dan aliran permukaan atau menjaga terjadinya erosi
tanah.

15
NUTRISI YANG TERKANDUNG PADA JANJANG KOSONG
Unsur hara utama yang terkandung dalam janjang kosong yaitu sebagai berikut :

Persentase Unsur Hara dalam Sebanding dengan


Hara
Janjang Kosong Pupuk per Ton
Utama
Kisaran Rata-Rata Janjangan Kosong
Nitrogen (N) 0,32-0,43 0,37 8,00 Kg Urea
Phosphorus 0,03- 0,05 0,04 2,90 Kg RP
(P) 0,09-0,95 0,91 18,30 Kg MOP
Pottasium (K) 0,07-0,10 0,08 5,00 Kg Kieserit
Magnesium
(Mg)

3.2.2. Rata-rata 1 (satu) ton janjang kosong mengandung unsur hara utama sebanding
dengan 8,00 Kg Urea, 2,90 Kg RP, 18,30 Kg MOP, 5,00 Kg Kieserit dan bersamaan
dengan unsur hara lainnya (B, Cu, Zn dan Mn)
3.2.3. Aplikasi JJK sangat sesuai dalam memenuhi atau menggantikan sebagian pupuk
anorganik, asalkan jumlah suplai haranya sebanding dengan pupuk anorganik
tersebut.

DEKOMPOSISI JANJANGAN KOSONG


Perbedaan rasio C : N sangat tinggi sehingga proses dekomposisi dan mineralisasi janjangan
kosong di lapangan oleh mikroorganisme menjadi relatif lambat.

Penguraian hara dalam proses tersebut memerlukan waktu yaitu :


Unsur Hara T50*
N 205 hari
P 85 hari
K 25 hari
Mg 115 hari
T50* = waktu yang dibutuhkan untuk menguraikan 50% kandungan unsur hara.

3.3.2. Dari 4 (empat) unsur hara tersebut unsur kalium (K) yang paling cepat terurai. Oleh
sebab itu menjadi pertimbangan begitu pentingnya sesegera mungkin
mengaplikasikan JJK dari PMKS ke lapangan sehingga unsur hara yang terkandung
didalamnya dapat dimanfaatkan tanaman secara maksimal.
3.3.3. Penguraian N, P dan Mg yang lambat tidak seluruhnya merugikan. Kondisi tersebut
dapat mengurangi resiko kehilangan unsur hara akibat penguapan, pencucian dan
sebagainya.

16
PENGGUNAAN JANJANGAN KOSONG
Estimasi produk JJK
3.4.1.1.Untuk mengistemasi produk JJK dapat dihitung dengan menggunakan formula:

Jumlah TBS yang akan diproses x 20%

Loading JJK di PMKS


JJK sebaiknya langsung dimuat dari hopper atau conveyor ke traktor/dump truck.
Tumpukan atau penampungan JJK di lantai pabrik harus dihindari karena membutuhkan
biaya yang besar. Untuk pabrik dimana pengangkutan JJK dilakukan malam hari diharapkan
dapat mengatasi masalah jjk yang melimpah tersebut.

Pengangkutan JJK ke lapangan


Sistem transportasi merupakan aspek penting yang dibutuhkan untuk dipertimbangkan
dalam pengangkutan JJK harus sama atau melampuai produksi JJK setiap harinya. Selain itu,
diharapkan operasional kendaraan berjalan dengan lancar dan teratur.
Pengangkutan dan aplikasi JJK di lapangan dapat dilakukan kontrak dengan pihak luar
(menggunakan kontraktor kendaraan) atau menggunkan kendaraan dari traksi. Traktor-
trailer merupakan pilihan yang tepat untuk pengangkutan JJK, hal tersebut disebabkan tidak
semua kondisi jalan dan areal kebun saat ini layak untuk menggunakan dump truk.

Berikut contoh yang dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan unit traktor trailer untuk
aplikasi JJK yaitu :
a) Total TBS yang diproses setahun : 218.663 Ton TBS
b) Perkiraan produksi JJK setahun @ 20% : 43.733 Ton JJK
c) Areal yang akan diaplikasi JJK : 1,093 Ha
@ 40 Ton JJK/Ha
d) Minimum area yang diaplikasi JJK setipa harinya : 2,8 Ha
e) Rata-rata kemampuan tiap traktor-trailer : 0,8 Ha
f) Total traktor-trailer yang dibutuhkan per hari : 2 unit

Asumsi yang digunakan untuk menghitung pemakaian traktor trailer per harinya :
a) 10 jam kerja per hari
b) Waktu maksimum 1,5 jam per trip
c) Kapasitas angkut trailer 4 Ton JJK per trip
d) Aplikasi lapangan 40 Ton JJK/Ha

SELEKSI TERHADAP AREAL YANG COCOK UNTUK APLIKASI JANJANGAN KOSONG


Kriteria areal
3.5.1.1.Suatu kebun dengan areal tanam TBM dan TM, proritas aplikasi JJK diberikan pada
tanaman yang lebih muda (khususnya tanaman baru). Bila JJK berlebih maka dapat
diaplikasi pada areal TM.
3.5.1.2.Berikut kriteria yang digunakan untuk menseleksi areal yang cocok untuk aplikasi
JJK secara mekanis yaitu :
a) TBM dan TM yang terletak dalam radius 10 Km dari PMKS.
b) Tanah datar sampai bergelombang.
c) Tanah mineral, sebaiknya bertekstur ringan (berpasir).
d) Bukan daerah rendahan, drainase harus baik.
e) Sarana jalan dan jembatan berfungsi baik.

17
f) Sebaiknya tidak ada parit yang mengelilingi blok, supaya traktor- trailer dapat
masuk ke dalam blok dari banyak tempat.
g) Sebaiknya tidak banyak terdapat batang-batang melintang di areal yang akan
diaplikasi.
3.5.1.3.Seleksi areal tersebut tersebut harus dilakukan oleh managemen kebun
bekerjasama dengan staf dari RO dan QC.

Pembatasan areal aplikasi


2.5.2.1.Pada blok yang direkomendasikan untuk pupuk aplikasi JJK terdapat areal jurang,
rawa dan sebagainya yang tidak memungkinkan untuk aplikasi JJK secara mekanis,
harus dibatasi dengan tanda cat kuning di pokok sebagai pembatas. Oleh karena
rekomendasi pupuk anorganik pada kedua areal tersebut berbeda secara signifikan.
2.5.2.2.Luas areal aplikasi dan tidak aplikasi JJK harus ditetapkan dan dicatat secara benar,
biaya aplikasi dan jumlah pupuk akan dihitung berdasarkan hektaran tersebut.

APLIKASI JANJANGAN KOSONG


Ketentuan
3.6.1.1.Terdapat 2 (dua) metode aplikasi JJK di lapangan yaitu : secara mulching dan
disposal. Perbedaan antara kedua metode tersebuut dijelaskan di dawah ini :
a) Mulching : JJk diaplikasikan pada suatu areal tertentu berdasarkan sifat tanah
dan hara yang dibutuhkan tanaman kelapa sawit.
b) Disposal : JJK diaplikasi di sisi jalan atau lainnya dan tidak didasari oleh sifat
tanah dan hara yang dibutuhkan oleh tanaman kelapa sawit.
3.6.2. Persiapan lahan
3.6.2.1. Karena Aplikasi JJK secara mekanis persiapan lahan menjadi prioritas yang
sangat penting pada saat permulaan.
3.6.2.2. Setiap kebun harus memastikan hal-hal sebagai berikut :
a) Jalan kebun dan jembatan dalam kondisi baik untuk memfasilitasi
pengangkutan JJK dari pabrik ke lapangan.
b) Pasar rintis harus dibersihkan dari berbagai rintangan untuk
memudahkan kendaraan pengangkutan JJK dapat masuk ke areal.

3.7. TANAMAN BELUM MENGHASIKAN (TBM)


3.7.1. Dosis aplikasi
3.7.1.1. Apikasi janjangan kosong yang direkomendasikan sebagai berikut:

Umur Tanaman Aplikasi Janjangan Kosong


(Bulan) Kg/Pokok Ton/Ha*
< 12 180 25
13 – 24 180 25

* Populasi 143 pokok/Ha

3.7.2. Frekuensi Aplikasi JJK

18
3.7.2.1. JJK diaplikasi hanya satu kali per tahun pada areal yang sama. Aplikasi JJK
harus segera dimulai setelah bibit ditanam di lapangan. Aplikasi JJK
menjamin tanaman tidak hanya tersedia akan unsur hara tetapi juga
memelihara kelembaban tanah, menurunkan suhu tanah dan menekan
pertumbuhan gulma di piringan.
3.7.2.2. Aplikasi kedua dilaksanakan = 12 bulan setelah aplikasi pertama.
3.7.2.3. Pada tahun ketiga aplikasi JJK pada gawangan mati atau sepanjang
barisan tanaman memberikan keuntungan yang kecil bagi tanaman karena
akar belum berada jauh dari piringan. Selain itu juga, aplikasi pada areal
tersebut memerlukan waktu yang lama dan biaya yang mahal.

3.7.3. Penempatan JJK


3.7.3.1. Aplikasi JJK dilaksanakan dekat pangkal pokok (10 Cm) disebar satu lapis
mengelilingi pokok.
3.7.3.2. Rotasi kedua, JJK diaplikasi 0,5 M dari pangkal pokok disebar satu lapis
mengelilingi pokok.
3.7.3.3. JJK yang diaplikasi lebih dari 1 (satu) lapisan akan mendorong
berkembangnya kumbang Oryctes pada tumpukan tersebut.
3.7.3.4. Mulsa “JJK” harus dikontrol secara berkala, apakah kumbang Oryctes
berkembang biak pada JJK tersebut. Apabila hal itu terjadi, segera lakukan
tindakan penanggulangan sesuai pada Bab Pengendalian Hama dan
Penyakit dan memberitahukan ke Depertemen QC.

3.8. TANAMAN MENGHASILKAN (TM)


3.8.1. Dosis Aplikasi
3.8.1.1. Dasar aplikasi tergantung jenis tanah dan umur, pertumbuhan dan stastus
hara pada tanaman yang akan dimulsa. Dosis aktual dan areal yang akan
diaplikasi JJk akan direkomendasikan oleh TA yang akan didelegasikan ke
QC setiap program pemupukan tanaman.
3.8.1.2. Aplikasi JJK yang direkomendasikan yaitu sebagai berikut :

Jenis Tanah Aplikasi Janjangan Kosong


Kg/pokok Ton/Ha*
Tanah mineral 245 35
normal
Tanah sangat 280 40
berpasir
* Populasi tanaman 143 pokok/Ha

3.8.2. Frekuensi Aplikasi


3.8.2.1. JJK hanya diaplikasi satu kali dalam setahun. JJK harus kontinu diaplikasi
kembali 12 bulan kemudian. Sebagai contoh apabila pada suatu areal
diaplikasi pada bulan Mei 2018, apliksi selanjutnya harus pada bulan Mei
2019.
2.8.2.2. Variasi antara 1-2 bulan setiap tahun masih dapat ditolerir, tetapi aplikasi
terlalu dekat atau terlalu jauh harus dihindari. Managemen kebun harus
berusaha mengikuti program aplikasi JJK dengan baik.

2.8.3. Penempatan JJK

19
3.8.3.1. Sistem aplikasi JJK dapat dilihat pada Gambar 5.
3.8.3.2. Unit traktor-trailer sebagai transport JJK sampai ke lapangan melalui setiap
pasar rintis. Setiap di antara 2 (dua) pokok, traktor harus menumpahkan
245 Kg JJK (aplikasi 35 Ton/Ha) atau 280 Kg (aplikasi 40 Ton/Ha). JJK yang
telah ditumpahkan harus disebar satu lapis secara manual diantara 2 (dua)
pokok, tetapi di luar piringan. JJK tidak boleh diapliksi digawangan mati,
karena nantinya sebagai tempat pelepah yang ditunas.
3.8.3.3. Aplikasi JJK 2 (dua) lapis atau lebih baik tidak diperbolehkan hal ini dapat
mempercepat pembiakan kumbang Oryctes pada tumpukan JJK. Mulsa
“JJK” harus dikontrol secara berkala tehadapa serangan Oryctes. Apabila
hal itu terjadi, segera lakukan tindakan penanggulangan yang tepat sesuai
pada Bab Pengendalian Hama dan penyakit dan memberitahukan ke
Depertemen QC.

Gambar 5. Aplikasi Janjangan Kosong Pada Tanaman Mengahsilkan

3.8.4. Program penambahan pupuk anorganik


3.8.4.1. JJK yang diaplikasi pada tahun pertama harus bersamaan dengan program
pemupukan anorganik secara penuh karena pada saat tersebut penguraian
mineral dan nutrisi JJK prosesnya lambat.
3.8.4.2. Untuk aplikasi tahun kedua dan selanjutnya, pupuk anorganik hanya akan
direkomendasikan sebagai pupuk tambahan “jika dan ketika diwajibkan”
QC akan menetapkan hal tersebut yang didasari oleh analisa daun dan
observasi lapangan.
3.8.4.3. Cara tersebut membutuhkan total biaya yang tinggi pada tahun pertama
apliksi JJK (biaya dikombinasikan antara JJK + program pupuk anorganik
secara penuh), akan tetapi kondisi tersebut mengakibatkan rendahnya
biaya pada tahun kedua dan selanjutnya yang memungkinkan
pengurangan penggunaan pupuk anorganik.

20
3.8.4.4. Pada areal aplikasi JJK semua pupuk makro kecuali Urea dan ZA harus
disebar merata di atas JJK. Hal ini bertujuan untuk pemanfaatan unsur hara
yang diberikan secara optimal dan meningkatkan pertumbuhan akar dalam
tanah di bawah mulsa JJK.
3.8.4.5. Pupuk yang disebar merata diatas JJK juga akan mengurangi losses karena
pencucian, aliran pemupukan dan erosi tanah.
3.8.4.6. Urea dan ZA (untuk menghindari losses akibat penguapan yang tinggi) dan
hara mikro (untuk memudahkan pengontrolan), pupuk tersebut harus
disebar merata secara melingkar mulai dari radius + 30 Cm dari pangkal
pokok ampai batas luar piringan.

3.8.5. Aplikasi JJK ditunda atau tidak komplit


3.8.5.1. Apabila karena beberapa hal contoh kurang transport) aplikasi JJK ditunda
atau dihentikan, maka managemen kebun diharapakan menginformasikan
ke TA. pada saat kondisi tersebut, pupuk anorganik wajib ditambahkan
pada areal tersebut.

3.8.6. Pencatatan
3.8.6.1.Pencatatan aplikasi JJK harus tepat dan dijaga untuk memonitor dan
mengontrol biaya penggunaannya. Pengisisan table control harian dan
laporan bulanan (Lampiran 9.B dan (.C) harus tepat waktu dan konsisten.
Kopian laporan bulanan harus dikirim tiap bulannya ke TA atau RO.

21
IV. ABU JANJANG
4.1. PERKIRAAN PRODUKSI ABU JANJANG
4.1.1. Abu janjang merupakan produk akhir pembakaran janjangan kosong (JJK) pada
incinerator PMKS.
4.1.2. Estimasi produksi harian dan tahunan abu janjang dapat menggunakan formula
:
TBS ke Abu Janjang : X 0.45%
Janjangan kosong ke abu janjang : X 2.25%

4.2. KARAKTERISTIK DAN KANDUNGAN HARA


4.2.1. Abu janjang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a) Sangat alkalis (pH = 12)
b) Sangat higroskopis (mudah menyerap uap air dan udara)
c) Mengiritasi tangan karyawan (menyebabkan gatal dan memperparah luka)
d) Hara yang terkandung di dalamnya amat mudah larut dalam air.
4.2.2. Unsur hara yang terkandung dalam abu janjang berdasarkan analisis sample
diberikan di bawah ini :

22
Unsur hara Kandungan Nutrisi (%)
K2 O 35.0-47.0
P2O5 2.5-3.5
MgO 4.0-6.0
CaO 4.0-6.0

4.2.3. Umumnya abu janjang mengandung sedikitnya 40% K2O dan sisanya hara
mikro dan makro lainnya.
4.2.4. Aplikasi abu janjang memiliki keuntungan sebagai berikut :
a) Mengandung Kalium (K) yang tinggi, hal tersebut dapat digunakan untuk
mensubsitusikan kelebihan biaya pupuk MOP
b) Sangat alkalis (pH : 12), aplikasi abu janjang dapat memperbaiki pH tanah
terutama tanah masam, mangaktifkan pertumbuhan akar, meningkatkan
ketersediaan hara tanah dan aktivitas mikroorganisme tanah.
4.2.5. Atas pertimbangan tersebut, abu janjang (sama dengan janjangan kosong dan
decanter solid) dilihat sebagai produk yang bernilai tinggi dan dianggap penting
untuk membantu dalam meningkatkan pertumbuhandan produksi TBS
tanaman kelapa sawit.

4.3. PROSEDUR PRODUKSI ABU JANJANG


4.3.1. Produksi yang diproses di pabrik setiap tahunnya. Pabrik dan kebun
memberikan target produksi tahunan abu janjang dan aplikasi lapangan pada
akhir tahun.
4.3.2. Kebun dan pabrik harus bekerjasama untuk menjamin tercapainya target
setiap tahunnya. Fungsi kerja dalam memproduksi dan memanfaatkan abu
janjang antara pabrik dan kebun harus jelas.
4.3.3. Karena incinerator adalah inventaris pabrik maka pembakaran janjangan
kosong adalah tanggung jawab (kewajiban) pabrik. Pabrik mempekerjakan 2
(dua) unit shift kerja untuk menjamin incinerator dapat beroperasi minimum
80% dari kapasitas terpasang
4.3.4. Pekerja pabrik harus memastikan bahwa pembakaran dilakukan dengan baik
sehingga abu janjang memiliki mutu yang baik dan kebun dapat
mengaplikasikan di lapangan.
4.3.5. Biaya pembakaran abu janjang dibebankan ke kebun karena pemanfaatan abu
janjang dilakukan oleh kebun sebagai pengganti pupuk MOP.
4.3.6. Penumpukan, pangayakan, pengarungan dan transportasi abu janjang adalah
tanggung jawab kebun. Disarankan untuk menggunakan BHL dengan system
borongan untuk mengurangi biaya produksi abu janjang.
4.3.7. Untuk kebun-kebun yang tidak memiliki (tidak ada) pabrik, maka pengaturan
pengarungan dan pengangkutan dikoordinasi oleh General Manager.
4.3.8. Kebun harus menjamin bahwa abu janjang harus diayak (untuk memisahkan
batangan kayu, janjangan yang tidak terbakar, batu dan sebagainya) sebelum
dikarungkan. Ayakan dapat dirancang seperti ayakan pasir.
4.3.9. Batangan kayu/serasah yang ada di abu janjang itu harus dipisahkan. Batangan
kayu/serasah tersebut dikeluarkan diayak dan kemudian dikarungkan sehingga
terjamin tonase/berat abu janjangyang maksimum.

23
4.3.10. Pengarungan dengan menggunakan karung eks pupuk dalam bentuk untilan 15
Kg atau sesuai kebutuhan kebun, hal ini menjamin supaya tidak terjadi “double
handling” atau dua kali pekerjaan dan abu janjang yang sudah dikarungkan di
pabrik dapat langsung diaplikasi di lapangan.
4.3.11. Penumbukan , pengayakan dan pengarungan abu janjang harus dilakukan di
bawah naungan (bebas dari aliran hujan) dan semua karung harus segera diikat
dengan kencang begitu selesai diisi.
4.3.12. Abu janjang sangat lembab (RH = 10%) sehingga sangat sulit diaplikasi atau
disebar di lapangan. Selain itu, kelembaban yang tinggi mengurangi hara yang
terkandung pada abu janjang, akibatnya janjang yang diaplikasi dosis (Kg) lebih
sedikit/rendah.

4.4. PENYIMPANAN ABU JANJANG


4.4.1. Penumbukan, pengayakan dan pengarungan abu janjang dilakukan di dekat
incinerator dan dapt disimpan sementara di gudang dekatnya. Akan tetapi,
penyimpanan tidak boleh lebih dari 1 (satu) hari produksi.
4.4.2. Kebun mempunyai kewajiban untuk mengatur pengumpulan dan
pengangkutan abu janjang dari pabrik ke gudang kebun atau lapangan setiap
harinya.
4.4.3. Abu janjang yang sudah sampai di kebun setiap harinya langsung diaplikasi di
lapangan atau ditumpuk dulu 5 – 7 hari di gudang kebun (bukan gudang pabrik)
sebelum aplikasi di lapangan. Hal ini dilakukan jika tonase produksi abu janjang
di PMKS rendah/sedikit sehingga lebih ekonomis dalam penaburannya.
4.4.4. Abu janjang yang diproduksi pada bulan November dan Desember (ketika
semua program pemupukan MOP/abu janjang telah selesai) seharusnya
disimpan di gedung kebun dan digunkan pada rotasi pertama dan program
tahun berikutnya.
4.4.5. Karena abu janjang amat higroskopis, abu janjang yang akan disimpan dalam
waktu cukup lama (2-3 bulan) harus dibungkus dengan plastik tahan air yang
kemudian dimasukkan ke dalam karung pupuk.

4.5. APLIKASI ABU JANJANG


4.5.1. Areal yang cocok untuk aplikasi abu janjang
4.5.1.1. Abu janjang cocok untuk aplikasi pada tanah gambut dan tanah
mineral asam. Kebun memiliki 2 (dua) jenis tanah tersebut, prioritas
diberikan pada tanah gambut.
4.5.1.2. Abu janjang memiliki sifat “caustic” dan mengandung unsur K tinggi.
Penggunaan yang tidak tepat dapat menyebabkan akar dan daun
kelapa sawit terbakar. Abu janjang hanya direkomendasikan untuk
digunakan pada areal tanaman menghasilkan (TM).

4.5.2. Dosis aplikasi


4.5.2.1. Aplikasi abu janjang berdasarkan program pemupukan tahunan yang
ditetapkan oleh TA atau RO.

24
4.5.2.2. Untuk mensubsitusi pupuk MOP dengan abu janjang atau sebaliknya,
berikut rasio konversinya :
MOP ke Abu janjang : X 2.0
Abu janjang ke MOP : X 0.5

4.5.3. Frekuensi dan waktu aplikasi


4.5.3.1. Terlepas dari jenis tanah, abu janjang hanya diaplikasi sekali dalam
setahun pada areal yang sama. Sebagai contoh : apabila suatu areal
direkomendasikan 3 (tiga) kali rotasi MOP/tahun, hanya satu dari
ketiga rotasi tersebut yang subsitusikan dengan abu janjang. Aplikasi
abu janjang untuk rotasi berikutnya dilakukan minimal 12 bulan
setelah aplikasi sebelumnya.
4.5.3.2. Apabila frekuensi aplikasi abu janjang per tahun ditambah, sebaiknya
dikonsultasikan dahulu dengan TA atau RO.
4.5.3.3. Abu janjang yang diproduksi oleh pabrik setiap harinya dapat
diaplikasikan pada setiap tahun. Aplikasi abu janjang harus dijaga
selama interval minimum 4 minggu dengan pupuk nitrogen dan pupuk
antagonis lainnya pada alokasi pada lokasi yang sama (sesuai dengan
point 2.4.2.2.c.)

4.5.4. Penempatan abu janjang


4.5.4.1. Penempatan abu janjang sesuai dengan yang direkomendasikan
adalah sebagai berikut :
Umur tanaman
Penempatan Pupuk
(Tahun)
3-6 Disebar merata secara melingkar mulai dari radius +
30 cm dari pangkal pokok sampai batas luar piringan

>7 Disebar merata pada gawangan mati disekitar


Vegetasi gulma di gawangan mati tumpukan pelepah
tidak terlalu penting/tidak
merugikan
Disebar merata secara melingkar mulai dari radius +
Vegetasi gulma di gawangan mati 30 Cm dari pangkal pokok sampai batas luar
padat/merugikan piringan.

4.6. PAKAIAN PELINDUNG


4.6.1. Abu janjang amat alkalis, panas/pedih dan berdebu. Oleh sebab itu, harus
dijaga agar tidak terkena secara langsung kulit pekerja. Pekerja harus dilengkapi
dengan sarung kulit pekerja, masker wajah dan pakaian pelindung (lembaran
plastik) untuk meminimalisir kontak langsung dengan pupuk tersebut.

4.7. PROGRAM ABU JANJANG YANG TIDAK LENGKAP/KOMPLIT

25
4.7.1 Apabila sejumlah alasan yang menyebabkan target produksi abu janjang
tahunan tidak tercapai, kebun harus mensubsitusi kekurangan abu janjang
dengan MOP dan dengan segera menginformasikan kepada TA atau RO untuk
dapat menambahkan kebutuhan pupuk MOP pada tahun tersebut.

4.8. PENCATATAN PRODUKSI ABU JANJANG


4.8.1. Untuk memonitor produksi dan penggunaan abu janjang, semua pabrik/kebun
harus mencatat dan mengirimkannya ke TA dan QC setiap bulannya sesuai
dengan formulir yang tersedia. Formulir tersebut dapat dilihat sesuai Lampiran
9.D.

Lampiran 9.D

FORMULIR PRODUKSI DAN PENGGUNAAN ABU JANJANG BULANAN

PT. : …. Target Produksi


Kebun : …. Abu Janjang Tahunan : …..Ton
Bulan :…
Keterangan Bulan Ini s/d Bulan ini

1. Produksi abu janjang (ton)

2. Abu janjang yang diaplikasi (ton)

3. Abu janjang yang diaplikasi di lapangan (Ha)

4. Persedian abu janjang (ton)

5. Biaya produksi abu janjang (RP/Kg)

Manager Kebun

V. DECANTER SOLID
5.1. PERKIRAAN PRODUKSI DECANTER SOLID
5.1.1. Decanter solid (DS) adalah produk akhir dari proses pengolahan TBS di PMKS
yang memakai system decanter.
5.1.2. Decanter digunakan untuk memisahkan fase cair (minyak dan air) dari fase solid
sampai partikel-partikel terakhir. Decanter mampu mengeluarkan 90% semua
solid dan 20% solid terlarut dari minyak sawit. Decanter solid dilepaskan dari
decanter yang terdiri dari Lumpur dengan kelembaban yang tinggi (+ 80%),
minyak (2-3%) dan bersifat asam.

26
5.1.3. Untuk mengestimasi produksi tahunan decanter solid basah, berikut formula
yang digunakan, yaitu :

Jumlah TBS yang diroses per tahun X 5.0%

5.2. KANDUNGAN UNSUR HARA


5.2.1. Unsur hara yang terkandung dalam decanter solid berdasarkan analisis sample
dari pabrik Asian Agri Plantation diberikan di bawah ini :

Persentase Unsur Hara DS basah


Unsur Utama
Kisaran Rata-rata
Nitrogen (N) 0.418-0.519 0.472
Phosphorus (P) 0.036-0.050 0.046
Potassium (K) 0.268-0.384 0.304
Magnesium (Mg) 0.059-0.062 0.070

5.2.2. Rata-rata Ton DS mengandung unsur hara sebanding dengan 10,3 Kg Urea, 3,3
Kg RP, 6,1 Kg MOP dan 4,5 Kg Kiserit. Kandungan hara tersebut hampir sama
dengan janjangan kosong, akan tetapi kandungan Kalium (K) pada DS lebih
rendah.

5.2.3. DS mengandung unsur hara dan dan zat organik yang tinggi. Aplikasi DS pada
tanaman kelapa sawit dapat meningkatkan kandungan fisik, kimia dan biologi
pada tanah dan dapat menurunkan kebutuhan pupuk anorganik secara
keseluruhan.

5.3. PEMBUNGKUSAN DECANTER SOLID


5.3.1. Kebun dan pabrik harus bekerjasama untuk menjamin semua DS yang
diproduksi dibungkus setiap harinya dan diangkut untuk aplikasi di lapangan.

5.3.2. Pabrik memegang tanggung jawab pembungkusan DS, sedangkan kebun


bertanggung jawab mengatur pengumpulan dan pengangkutan dari pabrik ke
lapangan setiap harinya.

5.3.3. Pabrik harus mempekerjakan 2 (dua) shift kerja untuk menjamin produksi DS di
malam hari dapat dibungkus.

5.3.4. DS yang baru keluar dari decanter outlet kemudian langsung dibungkus dengan
menggunakan karung pupuk sebanyak 35 Kg per karung. Pembungkusan DS
harus dilakukan di bawah penutup hujan (naungan) dan semua karung harus
diikat dengan segera. DS yang tergenangi oleh air hujan akan menjadi Lumpur
dan sulit untuk dibungkus dan diaplikasi di lapangan.

5.3.5. DS yang telah dikarungkan tidak boleh disimpan di pabrik lebih dari 1 (satu)
hari. Kebun berkewajiban untuk mengatur pengumpulan dan pengangkutan DS
dari pabrik ke lapangan setiap harinya.

27
5.4. PENGANGKUTAN DECANTER SOLID MENUJU LAPANGAN
5.4.1. Pengangkutan dan aplikasi DS di lapangan dapat dilakukan kontrak dengan
pihak luar atau menggunakan kendaraan dari traksi. System kerja harus
mempertimbangkan pengangkutan DS harus sama atau melampui produksi DS.
Selain itu diharapkan operasional kendaraan lancer dan teratur.

5.4.2. Traktor trailer meripakan pilihan yang tepat untuk pengangkutan DS, hal
tersebut disebabakan tidak semua kondisi jalan dan areal kebun saat ini layak
untuk menggunakan dump truck.

5.4.3. Berikut contoh yang dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan Unit
traktor trailer untuk aplikasi DS yaitu ;
a) Total TBS yang diproses per tahun : 218.663 ton TBS
b) Perkiraan produksi DS per tahun : 10.933 ton DS
c) Areal yang diharuskan untuk aplikasi DS : 1.150 Ha
@ aplikasi 9.5 ton Ds/Ha
d) Areal minimum yang diaplikasi tiap harinya : 4 Ha
@ 285 hari kerja per tahun
e) Rata-rata yang dihasilkan oleh tiap traktor-trailer : 4 Ha
f) Total traktor-trailer yang dibutuhkan per harinya : 1 Unit

5.4.4. Asumsi yang digunakan untuk menghitung pemakaian traktor-trailer per


harinya
a) 10 jam kerja per hari
b) Waktu maksimum 1 (satu) jam per trip
c) Kapasitas angkut trailer 4 ton DS (114 karung) per trip
d) Aplikasi lapangan 9,5 ton DS/Ha

5.5. SELEKSI TERHADAP AREAL YANG COCOK UNTUK APLIKASI DECANTER


SOLID
5.5.1. DS harus aplikasi pada areal yang sama dengan aplikasi JJk. Ini akan menghemat
biaya persiapan lahan.

5.5.2. Kriteria yang digunakan untuk menseleksi areal yang cocok untuk aplikasi JJK
berlaku juga bagi DS (sesuai dengan point 3.5.1.)

5.6. APLIKASI DECANTER SOLID

5.6.1. Persiapan lahan


Aplikasi DS tidak membutuhkan persiapan lahan karena aplikasi pada areal
yang sama untuk janjangan kosong.

5.6.2. Dosis aplikasi


Ds harus diaplikasikan 9,5 ton per Ha atau 70 Kg per pokok (2x35
Kg karung/pokok)

28
5.6.3. Frekuensi aplikasi
Ds direkomendasikan untuk aplikasi di lapangan hanya satu kali dalam setahun.
Interval antara rotasi DS yaitu + 12 bulan.

5.6.4. Penempatan DS
Unit traktor-trailer harus mengangkut DS sampai ke lapangan melalui setiap
pasar rintis. Setiap di antara 2 (dua) pokok, traktor harus menumpahkan DS
sebanyak 2 karung (@ 35 Kg). Isi dari karung tersebut harus disebar secara
manual di lokasi JJK berada (di atas JJK), apabila tidak ada JJK maka aplikasi DS
diletakkan di gawangan mati. Aplikasi DS jangan sampai ke piringan, karena
akan mengganggu pekerjaan potong buah dan mengakibatkan tidak bersihnya
pengiutipan brondolan (brondolan tertinggal di piringan)

5.6.5. Program tambahan pupuk anorganik

5.6.5.1. Penguraian mineral dan nutrisi dari residu organik (JJK + DS) prosesnya
lambat. Oleh sebab itu, aplikasi JJK/DS pada tahun pertama harus
bersama dengan program pemupukan anorganik secara penuh.

5.6.5.2. Untuk aplikasi tahun kedua dan selanjutnya, pupuk anorganik hanya
kan direkomendasikan sebagai pupuk tambahan “jika dan ketika
diwajibkan”. TA atau RO akan menetapkan hal tersebut berdasarkan
analisa daun dan observasi lapangan.

5.6.5.3. Penempatan pupuk anorganik di areal aplikasi JJK/DS sesuai point


3.8.4.4

29
PENGENDALIAN GULMA

I. PENDAHULUAN

1.1. Pengendalian/Pemberantasan Gulma di perkebunan kelapa sawit dilakukan pada 2 (dua)


tempat, yaitu di piringan dan di gawang.
1.2. Ada 3 (tiga) jenis tumbuhan/gulma yang perlu dikendalikan, yaitu :
a). Lalang di piringan dan gawang
b). Rumput-rumputan, gulma berdaun lebar dan LCC dipiringan
c). Tumbuhan pengganggu/anak kayu di gawangan

1.2.1. Tujuan pemberantasan lalang di piringan dan gawang adalah untuk menghentikan
perkembangbiakannya, karena :
a) Pertumbuhan populasi sangat cepat (dengan bunga dan rhizome)
b) Ditinjau dari segi penyediaan bahan organik, lalang tidak memberikan kontribusi
c) Pada kondisi populasi yang tinggi, sangat berperanan penyulut kebakaran
d) Menyerap unsur hara dan disimpan di rhizome.
1.2.2. Tujuan pemberantasan rumput di piringan
a) Pada TBM, mengurangi kompetisi unsur hara, pertumbuhan akar dan air, karena
akar halus tanaman masih berada di sekitar piringan/pokok
b) Pada TBM dan TM untuk mempermudah kontrol pemupukan
c) Pada TM, memudahkan pengutipan brondolan
1.2.3.Tujuan pengendalian gulma di gawangan
a) Mengurangi kompetisi hara, pertumbuhan akar, air dan sinar matahari
b) Mempermudah kontrol pekerjaan dari satu gawangan ke gawangan lain
c) Menekan populasi hama (terutama pad TBM)

1.3. Tidak semua gulma harus diberantas, misalnya rumput-rumput dan tanaman setahun
lainnya yang lunak, berakar dangkal dan tidak tumbuh tinggi di gawangan TM masih dapat
ditoleransi. Tanah yang gundul (bebas dari vegetasi) tidak diinginkan karena mendorong
terjadinya erosi yang amat merugikan

II. SIFAT-SIFAT DAN PENGGOLONGAN GULMA


2.1. Gulma memiliki sifat-sifat :

a) Menghasilkan banyak biji


Contoh : Eleusine indica menghasilkan 41.200 biji dan % kecambahnya tinggi
b) Penyebarannya mudah, melalui :
1. Angin
2. Air
3. Manusia
4. Binatang
5. Alat-alat pertanian
6. Dan lain-lain

1
c) Sifat kompetisi yang baik dan adaptasi yang cepat terhadap kondisi lingkungan yang
kurang menguntungkan, contoh : Imperata cylindrical
d) Adanya alat pelindungan, seperti dari pada Mimosa spp
e) Adanya zat yang bersifat alkaloid dan allelophathy, contoh : Melastoma
Malabathricum, Imperata cylindrica dan lain-lain
f) Berbiak secara vegetatife

2.2. Berdasarkan tingkat pertumbuhan dan kompetisi terhadap tanaman utama,maka gulma
dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) klas yaitu :
a) Klas A
Sangat berbahaya dan harus dieradikasi gulma klas inin mempunyai sifat-sifat :
1. Sangat kompetitif
2. Mengeluarkan suatu zat racun yang menghambat pertumbuhan tanaman
3. Dapat menjadi inang alternatif hama dan penyakit
4. Mempunyai duri-duri yang berbahaya terhadap pekerja
b) Klas B
Gulma klas ini sangat berbahaya, kompetitif yang harus dikendalikan secara terus
menerus dan apabila perlu harus dieradikasikan bila biaya tidak mahal
c) Klas C
Gulma klas C kurang kompetitif dan dapat ditolerir, akan tetapi memerlukan
pengendalian yang teratur. Bermanfaat untuk mencegah erosi.
d) Klas D
Merupakan gulma yang bermanfaat, kurang kompetitif dan keberadaannya perlu
dipertahankan. Gulma kelompok ini mempunyai vegetasi yang kecil dan
menghasilkan bunga-bunga lunak yang disukai oleh parasit/predator, contoh :
Ageratum conyzoides, Euphorbia heteropylla, Hyptis spp., Cleome spp.

2
Penggolongan gulma secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 8.1.

Tabel 8.1. Klasifikasi Gulma Berdasarkan Pengaruh Negatif terhadap Tanaman Utama

3
3. PENGENDALIAN LALANG

3.1. PENGENDALIAN “SHEET” LALANG


Pada pertumbuhan lalang yang meluas (“sheet lalang”), metode pengendalian yang efektif
adalah dengan cara kimia (penyemprotan herbisida). Pengendalian lalang harus secara
kontinu dan tuntas (rotasi follow-up harus dalam jangka waktu paling lambat 2 bulan).
Jenis herbisida yang efektif untuk lalang disajikan pada Tabel 8.2.

Tabel 8.2. Bahan Aktif, Dosis dan Cara Aplikasi untuk Pengendalian Lalang
Dosis (Blanket l/ha) Aplikator
Volume
Bahan Aktif Kawasan Kawasan Jenis
Jenis Nozel Semprot
Terbuka Terlindung Alat
(l/ha)
Glifosat 5,0 – 6,0 3,0 – 4,0 “Solo” VLV 200 200 - 250
Sulfosat atau
CP-15
(ICA) Polijet 450 - 600
biru
Imazapir 2,5 – 3,0 2,0 “Solo” VLV 200 200 - 250
atau
CP-15
(ICA) Polijet 450 - 600
biru

Aplikasi dengan menggunakan Medium Volume (MV= 450 – 600 liter/ha) didasarkan atas
tebalnya pertumbuhan lalang dan kecepatan angin di kawasan yang akan disemprot.
Penggunaan herbisida Imazapir lebih tepat bila digunakan pada areal rendahan atau
gambut yang kondisinya lembab dan sedikit berair, dimana pada kondisi ini penggunaan
herbisida Glifosat Sulfosat kurang efektif.

1.1. PENGENDALIAN LALANG SPORADIS DAN LALANG KONTROL


1.1.1. Pertumbuhan lalang yang sporadis (terpencar-pencar) akan lebih efektif jika
diberantas dengan metode spot-spraying. Pada kebun yang sudah normal kondisi
lalangnya (lalang kontrol) diberantas dengan cara wiping (diusap dengan kain yang
dibalutkan di jari tangan).

1.1.2. Pada areal TM, wiping dilakukan bersamaan dengan pekerjaan rawat gawangan (
bongkar tumbuhan pengganggu). Pada umumnya, setiap 1 (satu) orang tenaga
wiping dapat mengcover 10 (sepuluh) tenaga rawat gawangan. Pada saat
ditemukan lalang, tenaga rawat gawangan memberitahukan kepada tenaga wiping
dengan cara berteriak “lalang”.
1.1.3. Teknik wiping lalang dilakukan dengan menggunakan kain katun yang berukuran
3x12 cm dibalutkan pada tiga jari tangan (tidak dibenarkan menggunakan kaos kaki
atau sarung tangan). Herbisida yang dipakai adalah Glifosat (1,0 – 1,3%) + Surfaktan
(0,5%) atau Imazapir (0,5 – 0,7%) + Surfaktan (0,5%).
1.1.4. Cara wiping lalang
Sebelum di”wiping” rumput lalang dibersihkan dari sampah di sekitar pangkalnya
dengan menggunakan arit kecil (guris). Kemudian celupkan kain ke dalam larutan

4
hebisida dan peras sedikit agar tidak menetes. Penyapuan (wiping) dimulai dari
batang bawah sampai ke ujung daun secara merata dan basah, dan dilakukan per
helai daun lalang. Hindarkan batang/daun lalang pecah, putus atau tercabut
sewaktu wiping atau pembersihan sampah.
Untuk menghindari terjadinya lalang yang ketinggalan tidak di wiping atau terjadi
pengulangan wiping, maka sebaiknya ujung lalang yang telah di wiping dapat
diputuskan sedikit ± 1 cm atau diikat pada kondisi lalang meluas.

IV. PEMELIHARAAN PIRINGAN, PASAR PIKUL, PASAR KONTROL & TPH


4.1. Piringan, pasar pikul (jalan panen), pasar control dan TPH merupakan beberapa sarana yang
terpenting dari produksi dan perawatan. Supaya berfungsi sebagaimana mestinya, maka
sarana tersebut mutlak memerlukan pemeliharaan yang berkesinambungan. Metode
pemeliharaan piringan, pasar pikul (panen), pasar kontrol dan TPH seperti tercantum pada
Tabel 8.3.

4.2. Fungsi :
a) Piringan, yakni sebagai tempat menyebarkan pupuk dan daerah jatuhnya tandan buah
dan berondolan.
b) Pasar pikul, yakni sebagai jalan mengangkut buah ke TPH dan menjalankan aktifitas
operasional lainnya.
c) Pasar control, yakni jalan di tengah blok yang memotong pasar pikul dan digunakan
untuk supervisi dan sebagai batas untuk memulai pekerjaan.
d) TPH, yakni sebagai tempat pengumpilan hasil panen sebelum diangkut ke PMKS.
e)
Tabel 8.3. Metode Pemeliharaan Piringan, Pasar Rintis (panen), Pasar Kontrol dan TPH
Sasaran Metode
Umur Tanaman Rotasi per Tahun Keterangan
Pengendalian Pengendalian
< 1 Tahun Piringan dan pasar Manual 6 kali (6 bulan Jari-jari = 1 m
kontrol pertama)
3 kali (6 bulan Jari-jari = 1,5 m
kedua)
2 Tahun Piringan Manual 3 kali (6 bulan Jari-jari = 1,5 m
pertama)
Kimia 2 kali (6 bulan
kedua)
Pasar rintis (1:4) dan Manual 1 kali Lebar = 1,2 m
pasar kontrol Kimia 3 kali
3 Tahun Piringan Kimia 4 kali Jari-jari = 2 m
Pasar rintis (1:2) dan Lebar = 1,2 m
pasar kontrol
TPH (1,4 TPH/Ha) Manual 1 kali 3x4m
4-5 Tahun Piringan Kimia 4 kali Jari-jari = 2 m
Pasar rintis (1:2) dan Lebar = 1,2 m
pasar kontrol
TPH 3x4m
> 5 Tahun Piringan Kimia 3 kali Jari-jari = 2 m
Pasar rintis (1:2) dan Lebar = 1,2 m
pasar kontrol
TPH 2 x4m

5
4.3. Pedoman aplikasi, alat dan bahan dalam pemeliharaan piringan, pasar rintis (panen), pasar
kontrol dan TPH dapat dilihat pada Tabel 8.9.

4.4. Standar ukuran TPH adalah 3 x 4 m. Apabila rasio buah lebih tinggi maka ukuran dapat
lebih besar. Ukuran TPH juga ditentukan oleh panjang jalan dan umur tanaman.

4.5. Sasaran semprotan adalah pasar rintis, piringan dan TPH dilaksanakan sekaligus. Cara
penyemprotan yaitu berjalan di pasar rintis dan memasuki piringan di sebelah kanan/kiri
serta mengelilingi pokok (sesuai tanda panah) kemudian keluar ke pasar rintis. Demikian
seterusnya hingga sampai ke jalan dan jika ada TPH maka sekaligus disemprot, seperti
Gambar 8.1.

T
P
H

Gambar 8.1. Penyemprotan pada Daerah Datar – Bergelombang

4.6. Penyemprotan pasar rintis, piringan dan TPH di daerah kontur dilaksanakan sekaligus
dengan metode dapat dilihat pada Gambar 8.2.

T
P
H

Keterangan = = Pokok kelapa sawit ----› = Arah jalan


= Arah penyemprotan
Gambar 8.2. Penyemprotan pada Daerah Kontur

4.7. Pasar rintis control yang berada di piringan hutan/kampong/rendahan (lebar = 1,5 m) harus
terlihat jelas dan dijamin bebas (bersih) dari gulma.

6
5. PENGENDALIAN TUMBUHAN PENGGANGGU LAINNYA

5.1. GULMA BERKAYU (ANAK KAYU)

5.1.1. Contoh jenis-jenis gulma berkayu, antara lain :


a). Chromolaena odorata/eupatorium odoratum (putihan)
b). Melastoma malabathricum (seduduk atau senggani)
c). Lantana sp. (bunga tahi ayam)
d). Clidemia hirta (harendong atau akar kala)
Teknik pengendalian manual dilakukan dengan menggunakan alat cados (cangkul kecil
dengan lebar ± 14 cm) dengan cara membongkar gulma sampai perakarannya dan
tidak dibenarkan membabat (slashing). Metode dan rotasi pengendalian gulma
berkayu ditampilkan pada Tabel 8.4.

Tabel 8.4. Metode dan Rotasi Pengendalian Gulma Berkayu


Umur Tanaman Metode Pengendalian Rotasi per Tahun
1 – 3 tahun Manual 6 kalli
4 – 6 Tahun Manual 4 kali
> 6 Tahun Manual 2 – 3 kali

5.1.2. Apabila kondisi gulma berkayu dengan populasi rapat dan dalam areal cukup luas,
maka dilakukan spot spraying dengan ulangan 2–3 kali semprot setiap 4–8 minggu
tergantung dari kondisi pertumbuhan kembali gulma tersebut. Alat yang digunakan
adalah CP-15 atau Solo dengan nozel Solid cone. Jenis herbisida dan dosisi yang
digunakan untuk pengendalian gulma berkayu dapat dilihat pada Tabel 8.9.
5.1.3. Pengendalian yang efektif terhadap anak kayu yang telah menjadi besar dapat
dilakukan dengan cara mengoleskan herbisida Triklopir 1 liter + 19 liter Solar ke
batang yang telah dikuliti dengan parang.

5.2. PAKIS (PAKU-PAKUAN)

5.2.1. Contoh jenis-jenis pakis yang merugikan, antara lain :


a). Dicrapnoteris linearis (pakis kawat)
b). Stenochlaena palustris (paku udang atau akar paku)
c). Pteridium osculentum (pakis gajah atau resam jalur)
5.2.2. Rotasi follow-up semprot pakis harus dilakukan 2–3 kali. Metode pengendalian
pakisan terdapat pada Tabel 8.9.

5.3. KELADI LIAR (Colocasia spp. dan Caladium spp.)

5.3.1. Keladi liar yang sering tumbuh di rendahan umumnya sulit dimusnahkan. Hal ini
karena disamping daunnya berlilin juga berumbi..
5.3.2. Apabila gulma ini tumbuh secara sporadik, maka lebih efektif dilakukan dongkel
dengan seluruh umbi harus dikeluarkan dan diletakkan di jalan atau di atas
rumpukan pelepah.
5.3.3. Apabila populasinya cukup luas, maka metode yang efektif untuk mengendalikan
adalah dengan penyemprotan herbisida sesuai Tabel 8.5.
Tabel 8.5. Metode Pengendalian Keladi Liar

7
Herbisida Aplikator
Keterangan
Bahan Aktif Dosis/kap Jenis Nozel
1,2 gr + 28 ml
Metil metsulfuron + Surfaktan
Solo Solid cone 1 kap 12,5 l air
2,4 Dimetilamina + Surfakat 60 ml + 28 ml

5.4. PISANG LIAR (Musa spp.)

5.4.1. Pisang liar banyak terdapatdi kawasan land clearing (LC). Umumnya pengendalian
secara manual belum menuntaskan permasalahan.
5.4.2. Metode yang efektif adalah dengan cara menebang batang pisang (± 10 cm dari
tanah) dan bagian atasnya dicincang kemudian langsung dioles dengan larutan
harbisida Metil metsulfuron (2,5 gram) + Surfaktan (2 ml) dalam 1 liter.

6. PEMILIHAN JENIS HERBISIDA


Tabel 8.6. Jenis-jenis Herbisida yang Umumnya Digunakan di Perkebunan Kelapa Sawit
JENIS HERBISIDA
Gulma
Bahan Kandungan Sifat Keterangan
Nama Dagang Sasaran
Aktif B. Aktif
Paraquat Para-Col* 248,4 g/l Kontak Gulma berdaun Herbisida pra tumbuh dan purna
diklorida lebar dan tumbuh. Sangat beracun dan dapat
sempit dicampur dengan herbisida lainnya
Paraquat Gramoxone* 276 g/l Kontak Gulma berdaun Herbisida purna tumbuh. Sangat
Herbalop 276 AS* 276 g/l lebar dan beracun dan dapat dicampur dengan
sempit herbisida lainnya
Glifosat Eagle IPA 480 AS 480 g/l Sistemik Lalang gulma Herbisida purna tumbuh. Kurang
Round Up 486 AS 486 g/l berdaun lebar efektif bila air permukaan tanah
Sman 480 AS 486 g/l dan sempit tinggi dan daya racun terganggu

Sulfosat Touchdown 480 AS 180 g/l Sistemik Lalang gulma Herbisida purna tumbuh
Toupan 240 AS 240 g/l berdaun lebar
dan sempit
Amonium Basta 150 WSC 150 g/l Sistemik Gulma berdaun Herbisida purna tumbuh
glufosinat lebar dan
sempit
Floroksipir Starane 200 EC 288 g/l Sistemik Gulma berdaun Herbisida purna tumbuh. Dapat
lebar dicampur herbisida lainnya

Metil Ally 20 WDG 20 gr/kg (20%) Sistemik Gulma berdaun Herbisida pra tumbuh dan purna
metsulfuron Metafuron 20 WP 20,05% lebar dan tumbuh
Metsulindo 20 WP 20% sempit

Imazapir Assault 100 AS 100 g/l Sistemik Lalang, gulma Herbisida purna tumbuh. Efektif pada
berdaun lebar areal rendahan dan gambut yang
dan sempit kondisinya lembab dan sedikit berair

Triklopir Garlon 480 EC Sistemik Gulma berdaun Herbisida purna tumbuh. Bahan
lebar untuk mematikan tanaman
2,4 – D DMA-6 823 g/l Sistemik Gulma berdaun Herbisida purna tumbuh. Sangat
dimetil amina Hedonal 818 L 818,8 g/l lebar dan teki beracun bagi manusia dan tidak boleh
Rhodiamine 720 WSC 866 g/l digunakan di pembibitan, TBM dan
Lindomin 865 g/l TM sampai umur 7 tahun

8
7. KALIBRASI VOLUME SEMPROT
7.1. Ada 5 kategori volume semprot yang umum digunakan untuk pengendalian gulma
dengan herbisida, yaitu antara lain :
Kategori Volume Semprot Volume Semprot Blanket (l/ha)
High Volume (HV) >600
Medium Volume (MV) 400 - 600
Low Volume (LV) 200 – 400
Very Low Volume (VLV) 50 – 200
Ultra Low Volume (ULV) <50
7.2. Aplikasi dengan HVatau MV lebih tepat bila menggunakan herbisida kontak dan
sangat sesuai bila digunakan pada gulma yang tebal serta gulma yang resisten.
Aplikasi dengan LV atau VLV sangat sesuai bila memakai herbisida sismetik serta
untuk aplikasi pada kawasan yang berbukit dimana transportasi air sulit.

7.3. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan bila menggunakan LV atau VLV adalah :
a. Saringan harus mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya penyumbatan
nozel akibat penggunaan air yang kurang bersih
b. Pelaksanaan aplikasi harus hati-hati agar tidak merusak tanaman akibat kabut
semprotan (spray drift)
c. Kalibrasi serta pengarahan teknis yang benar mutlak dilakukan, karena
kesalahan yang kecil dalam penyemprotan dapat berakibat buruk

7.4. Tujuan kalibrasi.


Penting sekali untuk melakukan kalibrasi yang tepat pada setiap jenis alat semprot,
nozel serta kecepatan jalan sebelum memulai penyemprotan atau pada waktu-
waktu tertentu sehingga pengunaan herbisida menjadi efisien dan efektif.

7.5. Prosedur kalibrasi


a. Ukur lebar semprotan rata-rata (meter) (=A)
b. Ukur jarak jalan (meter) oleh operator selama 60 detik (=B)
c. Ukur output semprot atau flow rate (liter/menit) pada tekanan pompa optimum
(1 kg/cm) (=C)
d. Hitung kebutuhan volume semprot blanket (liter/ha) dengan rumus

D = 10.000 x C atau liter/ha = 10.000 x l / menit output


BxA jarak jalan (m) per 60 detik x lebar semprot (m)

Contoh perhitungan :
A = Lebar semprotan rata-rata adalah 1,5 meter
B = Jarak jalan rata-rata adalah 48 meter per 60 detik
C = Output semprotan rata-rata adalah 1,6 liter/menit
D = Berapakah volume semprot (liter/ha)?
Volume semprot = 10.000 x 1,6 = 222 liter/ha
48 x 1,5

9
7.5.1. Selanjutnya kebutuhan bahan herbisida untuk satu tangki alat semprot (Solo atau CP 15)
yang berisi 15 liter, dapat dihitung bila dosis herbisida teleh ditentukan.

Contoh perhitungan :
Pemakaian Eagle IPA 480 AS untuk penyemprotan lalang sheet membutuhkan dosis 60
liter/ha blanket, sedangkan volume semprot 222 liter/ha blanket. Berapakah Eagle IPA
480AS yang dibutuhkan dalam volume 15 liter (volume CP 15 atau Solo)?

Kebutuhan Eagle IPA 480 AS = 15 l x 60 l = 405 ml


222 l

8. MENGHITUNG LUAS YANG DISEMPROT PER HA TANAMAN (SPRAY


FACTOR)
Jarak Kerapata Piringan Pasar Rintis/TPH Jumlah Luas Faktor
Tanam n Lebar Panjang Luas Jumlah Luas “Aprayed Penyempro
(m) Tanaman Jari-jari Luas (m2) Luas/h Rintis Rintis (m) Rintis TPH TPH Ha” per Ha tan (Spray
(pkk/ha) (m) a (m2) (m) (M) (buah) (m2) (m2) Factor)
9,2 x 9,2 136 1,5 6,87 12,28 934 1,2 600 720 - - 1.654,0 0,1654 (1:6)
9,2 x 9,2 136 2,0 1,670 1,2 600 720 1,4 16,8 2.406,8 0,2407 (1:4)

8.1. Luas pasar rintis (m2/ha tanaman)

Luas pasar rintis (m2/ha tanaman) = Lebar pasar rintis (m) x 10.000 m2
Jarak antara dua pasar rintis (m)

8.2. Luas piringan (m2/ha tanaman)

Luas piringan (m2/ha tanaman) = (3,14 x r2) x Jumlah tanaman/ha

dimana r2 = jari-jari lingkaran piringan dari batang pohon

8.3. Luas TPH (m2/ha tanaman)

Luas 1 TPH = 3 m x 4 m = 12 m2

Pada blok standar (30 ha), setiap 3 pasar rintis terdapat 1 TPH. Setiap 1 ha tanaman
terdapat 1,4 buah.

8.4. Faktor semprot (spray factor)

Spray Factor (SF) = (Luas pasar rintis + Luas piringan + Luas TPH) m2
10.000 m2

10
9. ROTASI (PUSINGAN) DAN OUTPUT SEMPROT
9.1. Jumlah rotasi (pusinngan semprot) di suatu kebun tergantung pada :
a. Umur tanaman
b. Jenis gulma yang dominasi
c. Jenis dan dosis herbisida yang digunakan
d. Jenis tanaman dan kerapatan gulma
e. Keadaan iklim

9.2. Output (prestasi) semprot berkisar antara 2-7 ha/hk yang dipengaruhi oleh :
a. Jenis alat semprot yang digunakan
b. Umur tanaman
c. Topografi
d. Prasarana yang ada dalam blok (pasar rintis, titi pasar rintis dan lain-lain)
e. Kondisi kerapatan gulma
f. Keterkaitan dengan pekerjaan perawatan lainnya, misalnya :
 Output semprot (pada tanaman mada) lebih tinggi pada blok yang sudah ditunas
 Output semprot akan lebih tinggi apabila sebelum semprot sudah dilakukan
pekerjaan tarik goloran
g. Pengorganisasian dan disiplin kerja

10. TEKNIK PENYEMPROTAN


10.1. PEMILIHAN JENIS NOZEL

10.1.1 Jenis nozel yang umum digunakan adalah sebagai berikut :


a). Nozel bentuk kipas (“flat fan spray nozzle”)

Gambar 8.3. Nozel Berbentuk Kipas


Tabel 8.7. Spesifikasi Nozel Polijet dari Plastik Produksi ICI
Spesifikasi Warna Nozel Polijet
Merah Biru Hijau Kuning
Lebar semprotan 2,0 m 1,5 m 1,0 m 0,5 m
Output Semprotan 2.475 1.630 ml/menit 900 ml/menit 680 ml/menit
2
(1 kg/cm ) ml/menit
Spray drift +++ ++ + -
Digunakan untuk Piringan (TM), gawangan (terutama dengan Spot spraying,
penyemprotam gulma yang tebal dan tinggi) strip dibibitan

11
Tabel 8.8. Spesifikasi Nozel VLV (very low volume ) yang Terbuat dari Kuningan
Spesifikasi Ukuran Nozel VLV
VLV 200 VLV 100 VLV 50
Lebar semprotan 1,2 m 1,2 m 1,2 m
Output semprotan (1 900–915 450-650 200-230
kg/cm2) ml/menit ml/menit ml/menit
Digunakan untuk Sheet lalang, piringan, Spot spraying
penyemprotan gawangan dan pasar rintis
b). Nozel atomizer (ULV)
Adalah nozel yang hanya digunakan untuk alat semprot CDA dan untuk
penyemprotan melalui pesawat udara
c). Nozel bentuk kerucut (“Cone nozzle”)
Ada dua (2) jenis nozel kerucut, yaitu :

Nozel kerucut kosong (hollow cone) Nozel kerucut penuh (solid cone)
Gambar 8.4. Nozel kerucut
Nozel kerucut lebih cepat digunakan untuk penyemprotan secara pilih-pilih (spot
spraying), misalnya untuk pengendalian anak kayu, gulma di rendahan, lalang yang
tumbuhnya sporadis dan lain-lain.

10.2. CARA PENYEMPROTAN


10.2.1. Kecepatan jalan
Dalam pelaksanaan di lapangan kecepatan jalan sangat dipengaruhi oleh bentuk
topografi areal, penghalang seperti parit dan batang melintang, kerapatan gulma,
dan volume semprot yang dibutuhkan. Umumnya seorang penyemprot dapat
menempuh jarak antara 0,5-0,8 meter/detik, untuk itu operator harus dilatih
berjalan dengan kecepatan yang sesuai agar diperoleh hasil pengendalian yang baik.
10.2.2. Posisi ketinggian nozel
Untuk mendapatkan ketinggian nozel yang konstan (± 45 cm) dari permukaan gulma
sasaran (agar didapatkan lebar semprotan yang optimal), maka dapat dilakukan
dengan cara menggantungkan seutas tali (panjang ± 45 cm) pad ujung tangkai nozel
seperti pada Gambar 8.5. dibawah ini :

45 Cm

Gambar 8.5. Cara Menyemprot dengan Ketinggian Konstan dari Permukaan Gulma

10.2.3. Tekanan pompa semprot

12
Tekanan pompa semprot/knapsack sprayer (Solo atau CP 15) harus dikontrol pada
tekanan konstan 1 kg/cm2 dengan menggunakan alat SMV (Spray Management
Valve). Jika tekanan pompa kurang atau berlebih, maka akan dihasilkan pancaran
semprot yang kurang sempurna seperti terlihat pada Gambar 8.6. di bawah ini :

Tekanan Kurang Tekanan Optimal Tekanan Berlebih

Semprotan Terkulai Semprotan Sempurna Terjadi Spray Drift

Gambar 8.6. Bentuk Pancaran Sempot pada Tiga Tingkatan Tekanan Semprot

10.2.4. Pelaksanaan penyemprotan

Penyemprotan pada Piringan Penyemprotan Pasar Rintis


Gambar 8.7. Penyemprotan pada Piringan dan Pasar Rintis

11. ALAT-ALAT SEMPROT


11.1. Untuk apliksai pestisida digunakan alat-alat semprot yang jenis dan fungsinya
berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi perlindungan tanaman.
Penggunaan alat-alat semprot berbagai tipe dapat efektif jika tiap komponen yang
mempengaruhi kualitas semprotan dapat dikuasai dan dioptimalkan.

11.2. ALAT SEMPROT PUNGGUNG (KNAPSACK SPRAYER)

Berdasarkan cara kerjanya maka alat semprot punggung dapat dibedakan menjadi :

11.2.1. Alat semprot punggung otomatis

13
Alat ini dioperasikan dengan tekanan tinggi hingga 5 kg/cm2 dan sebelum
dipakai menyemprot harus dipompa terlebih dahulu. Pada umumnya alat
ini terbuat dari logam dengan isi tangki 14 liter. Jenis alat ini kurang disukai
karena sebelumnya penyemprotan harus dipompa terlebih dahulu sehingga
memerlukan waktu tambahan, akibat output kerja berkurang.

11.2.2. Alat semprot punggung semi otomatis


11.2.1.1. Alat ini umum dipergunakan pada kebun-kebun yang memerlukan
pengelolaan unit semprot di dalam perawatan tanaman,
pengendalian hama dan penyakit dan lain-lain.
11.2.1.2. Terdapat beberapa tipe alat semprot punggung semi otomatis,
antara lain :
a). Sprayer Gendong “Solo”
Berdasarkan spesifikasinya, sprayer “Solo” dibedakan menjadi
2 (dua) tipe yaitu Type 425 dan Type 475. Penjelasan
mengenai spesifikasi sprayer gendong “Solo” dapat dilihat
pada tabel di bawah ini dan dapat dilihat pada Gambar 8.8.
Spesifikasi Type 425 Type 475
Sistem pompa Torak Membran
Untuk aplikasi Insektisida dan Fungsida Herbisida
Tekanan maksimum 6 kg/cm 2 2 kg/cm2
Volume semprot 0,7-1,2 l/menit 0,8-2,0 l/menit
Kapasitas tangki 15 l 15 l
Berat kosong 4,3 kg 4,3 kg

Gambar 8.8. Alat Semprot Gendong “Solo”

Urutan teknis penggunaan alat “Solo” :


1. Pompalah swajarnya dengan tekanan penuh, jangan setengah-setengah.
2. Pertahankan tekanan pompa di dalam tangki agar bola semburan (lebar
dan ukuran butiran) stabil dengan cara memompa secara teratur dan
konstan.
3. Jika tekanan yang dihasilkan turun cepat sekali, maka berhentilah
penyemprotan. Pompa terus sehingga tabung udara terisi kembali dan
mulailah penyemprotan lagi.

14
Urutan perawatan alat “Solo” :
1. Setelah penyemprotan selesai, alat semprot segera dicuci dengan air
bersih
2. Isi 1/3 bagian tangki dengan air lalu goncang-goncangkan, pompa dan
semprotkan beberapa detik, kemudian air di alam tangki dibuang
3. Lakukan hal serupa sbanyak 2-3 kali. Bila alat akan disimpan lama, maka
isi tangki alat tersebut dengan air 1/3 bagian tangki dan disimpan di
tempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung
4. Pada setiap bagian tertentu, lumasi dengan minyak silinder di bagian-
bagian yang bergerak.

b). Sprayer Gendong “CP 15”


Sprayer “CP 15” dapat dilihat pada Gambar 8.9., sedangkan
spesifikasinya dapat dilihat pada tebel di bawah ini :
Spesifikasi Type CP 15
Sisitem pompa Hidrolik dengan pengaturan tekanan
Untuk aplikasi Segala jenis pestiida
Tekanan maksimim Posisi “L” = 1,5 kg/cm2
Posisi “H”= 3,0 kg/cm2
Kapasitas tangki 15 l
Gambar 8.9. Alat Semprot Gendong “CP 15”

Alat ini merupakan modifikasi sprayer gendong biasa yang dilengkapi


dengan pengatur tekanan (L dan H) sehingga didapatkan tekanan yang
konstan, dan merupakan alat sprayer yang paling ideal dalam pemakaian
nozel jenis VLV (very low volume) seperti VLV 200, 100 dan 50.

Urutan penyemprotan adalah sebagai berikut :


1. Spesifikasi alat dengan nozel VLV sangat memerlukan air bersih. Untuk
ini saringan pada alat tersebut terdiri dari 3 (tiga) bagian penting, antara
lain di bagian mulut/corong tangki, bagian pegangan/stick dan di bagian
nozel.
2. Tangki diisi larutan sampai batas 15 liter atau volume yang diinginkan.
3. Bila akan melakukan penyemproan herbisida, maka tombol pengatur
tekanan terlebih dahulu digeser ke posisi “L” (low pressure)
4. Bila akan melakukan penyemprotan insektisida atau fungisida, maka
tombol pengatur tekanan terlebih dahulu digeser ke posisi “H” (high
pressure)
5. Sebelum penyemprotan dimulai lakukan pemompaan tangki sebanyak 8
(delapan kali atau lebih (sampai terasa berat). Bila tekanan berlebih akan
terbuang dengan sendirinya oleh kerja alat pengatur tekanan
6. Mulailah menyemprot sekaligus dengan memompa sekali setiap 2- 3
langkah, agar tekanan di dalam tangki tidak berkurang

11.3. ALAT SEMPROT CDA (CONTROLLED DROPLET APLICATION)


11.3.1. Di pasaran, alat ini dikenal dengan nama “Micron Herbi” dan umum
dipergunakan di perkebunan. Alat semprot ini digunakan untuk system

15
aplikasi cairan dengan volume rendah (ultra low volume) dengan kisaran
antara 20-40 liter per hektar blanket. Semprotannya menghasilkan butiran
halus yang terkendali dengan ukuran yang seragam (± 250 mikron) dan
konsentrasi herbisida yang tinggi. Alat ini ringin dan mudah pemakaiannya
sehingga output karyawan penyemprotan tinggi.
11.3.2. Pada saat ini hanya ada beberapa jenis herbisida saja yang bisa digunakan
dengan micron herbi, antara lain Glifosat. Herbisida seperti paraquat
(“Gramoxone”) terlalu berbahaya untuk disemprotkan dengan alat
semprot CDA. Kerugian lainnya adalah alat ini peka terhadap kerusakan
sehingga harus secara teratur dikalibrasi dan harus dibersihkan secara
seksama setelah selesai menyemprot.

11.3.3. Spesifikasi
11.3.3.1. CDA konvensional
Secara garis besar alat ini terdiri dari 3 bagian, yaitu :
a). Bagian kepala (head) yang terdiri dari :
1. Atomizer yang berbentuk seperti cakram
2. Motor penggerak (6 Volt atau 12 Volt)
3. Nozel (warna merah, kuning dan biru)
b). Tangkai (pegangan)
c). Tangki larutan
11.2.1.2.CDA modifikasi jenis punggung
Alat dengan modifikasi di punggung cenderung digemari untuk
dipakai di perkebunan-perkebunan dewasa ini. Alat modifikasi ini
terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut :
a. Bagian kepala (“head”), sama dengan point 11.3.3.1.a)
b. Bagian tangkai (pegangan), terdiri dari pipa aluminium/plastic
PVC/kayu yang dapat distel panjangnya sesuai dengan
kebutuhan
c. Tangki larutan kapasitas 5 liter, ex jerigen herbisida dan
dilengkapi frame punggung lengkap dengan sabuk penyandang
d. Batery basah 6 volt/12 volt disesuaikan dengan kebutuhan
voltase dynamo penggerak di bagian kepala
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 8.10.

16
Gambar 8.10. CDA Modifikasi Jenis Punggung
11.2.2. Prinsip kerja
a. Larutan pestisida mengalir keluar dari tangki larutan melalui selang
plastik menuju ke nozel dengan gaya gravitasi. Tetesan larutan yang
keluar dari nozel ditampung oleh cakram atomizer yang berputar
dengan tenaga motor listrik (batery). Larutan dipercikkan dan
menyebar dengan gaya sentrifugal. Makin cepat cakram atomizer
berputar, maka makin jauh jangkauan percikan (sampai mencapai jarak
konstan (1,2 meter) dan makin halus butiran yang dihasilkan (± 250
mikron).
b. Sesuai dengan prinsip kerja alat tersebut, maka untuk kebun kelapa
sawit dianjurkan dipakai pada tanaman usia 4 tahun.
11.2.3. Cara menggunakan CDA sprayer
11.2.3.2. Cara memasang /melepas bagian-bagiannya
 Memasang/mengeluarkan battery
a. Tarik tangkai aluminium keluar dari tabung yang panjang setelah
terlebih dahulu melepas penjepit di bagian kepala
b. Putar tuas kontak kearah “OFF” dan lewatkan sedikit sehingga tuas
mudah dicabut dan ditutup tabung mudah dibuka
c. Masukkan 8 batery HP2 (motor 12 volt) atau batery HP2 (motor 6
volt) secara seri seperti ditunjukkan oleh gambar di dalam tabung
d. Pasang kembali tutup tabung sambil ditekan sedikit serta putar tuas
ke posisi “OFF”
 Memeriksa bagian kepala (head)
1. Buka tutup atomizer, kemudian chek dengan tangan apakah
atomizer berputar dengan lancar
2. Hidupkan mesin dengan memutar tuas ke posisi “ON”. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui putaran atomizer apakah konstan dan
tidak baling
3. Setelah itu matikan mesin dengan memutar tuas ke posisi “OFF”
 Memasang tangki larutan
1. Kendorkan gelang pengunci dengan memutarnya berlawanan arah
jarum jam sampai ujung segel tangki menonjol keluar
2. Pastikan bahwa selang udara melewati saringan

17
3. Letakkan tangki di atas tanah dengan mulutnya menghadap ke atas,
kemudian ujung segel tangki dimasukkan ke dalam mulut tangki dan
putar pelan-pelan agar tangki tepat diposisinya. Putar gelang
penguncinya searah dengan jarum jam.
4. Jika ingin membuka tangki, caranya kebalikan dari prosedur di atas

11.2.3.3. Cara menyemprot


1. Sebelum penyemprotan dimulai, alat CDA harus dipanggul/dipegang
dengan posisi bagian kepala lebih tinggi dari tangki larutan. Hal ini
untuk mencegah mengalirnya larutan ke bagian kepala agar motor
tidak cepat rusak. Kemudian hidupkan mesin dengan memutar tuas
ke posisi “ON”
2. Bila mesin sudah berputar maka turunkan bagian kepala sampai ± 25
cm dari tajuk gulma
3. Tunggu sebentar sampai larutan dan tangki mengalir memenuhi
selang plastik hingga ke bagian nozel dan udara di dalam selang tidak
ada. Jika turunnya larutan tidak lancar, ulangi lagi dengan mengangkat
bagian kepala lebih tinggi dari tangki, kemudian bagian kepala
diturunkan
4. Mulailah berjalan untuk melakukan penyemprotan pada sasaran yang
diinginkan
5. Bila ingin menghentikan semprotan untuk sementara, maka mesin
tidak perlu dimatikan tetapi cukup mengangkat bagian kepala ke posisi
lebih tinggi dari tangki larutan
6. Sewaktu menyemprot posisi tangkai membentuk sudut ± 400 ,
sedangkan posisi kepala atomizer sedikit miring agar semprotan tidak
mengenai kaki

11.2.3.4. Cara mematikan mesin


1. Angkat bagian kepala sehingga posisinya lebih tinggi dari tangki
larutan. Setelah seluruh larutan mengalir kembali ke dalam tangki,
barulah mesin dimatikan dengan cara memutar tuas ke posisi “OFF”
2. Jangan mematikan mesin sewaktu larutan masih mengalir ke bagian
kepala (posisi kepala lebih rendah dari tangki larutan) karena hal ini
dapat merusak motor akibat korosi. Jika ini terlanjur terjadi, jangan
buru-buru mengangkat bagian kepala tetapi hidupkan kembali
mesinnya baru boleh mengangkat bagian kepala dan setelah larutan
turun ke tangki, mesin dapat dimatikan
11.2.3.5. Perawatan alat
Setelah selesai digunakan, alat CDA harus segera dibersihkan sebelum
larutan yang melekat pada alat mongering. Caranya adalah sebagai
berikut :

a. Lepaskan tangki dan bersihkan dengan minyak lampu


b. Isi tangki dengan minyak lampu dan pasang kembali ke sprayernya lalu
semprotkan sampai habis isinya. Hal ini bertujuan agar selang, nozel
dan atomizer tercuci bersih

18
c. Bersihkan alat tersebut dengan kain bersih agar kotoran-kotoran yang
melekat di bagian kepala dan tangki aluminium hilang
d. Jika celah atomizer macet, gosoklah dengan sikat gigi yang terlebih
dahulu dicelupkan ke dalam minyak lampu
e. Jangan membenamkan atomizer ke dalam air serta menghidupkan
mesinnya dengan maksud mencuci, karena hal ini akan merusak motor
f. Jika alat ini akan disimpan dalam jangka waktu lama, maka keluarkan
baterynya dan gosok dengan minyak lampu ke seluruh bagian alat lalu
simpan di tempat keringdan terlindung dari sinar matahari langsung

11.2.3.6. Pemeriksaan dan penggantian beberapa suku cadang


A. Nozel
Lepaskan selang dari nozel, kemudian buka kedua sekrup dan cabut
nozel tersebut untuk diganti dengan nozel yang diinginkan
B. Atomizer
Cabutlah atomizer dengan hati-hati menurut arah tegak lurus bidang
cakram atomizer dan ganti dengan yang baru. Jangan mencabut pada
posisi miring karena dapat membengkokkan bagian porosnya
C. Motor
1. Lepaskan bagian kepala dengan cara membuka sekrup besar
(berkuping) di ujung tangkai, lalu lepaskan kabel berwarna hitam
disekrupnya
2. Cabut cakram atomizer, bagian poros dan ringnya secara hati-hati dan
jangan sampai hilang
3. Buka 4 (empat) sekrup yang mengikat rumah motor pada plat
dasarnya. Balikkan posisi kepala sewaktu akan mencabut plat dasar
tersebut agar motor dan per kecil di dalam rumah motor tidak
berjatuhan. Kemudian ganti dengan motor yang baru
4. Bila ingin memesang kembali caranya kebalikan dari prosedur di atas

11.4. ALAT SEMPROT BERMESIN


11.4.1. Alat semprot ini sering disebut “Power Sprayer”, digerakan oleh tenaga mesin
dan bekerja dengan tekanan tinggi (21 kg/cm2) dalam pemakaian normal. Alat
ini biasanya dilengkapi dengan 2 (dua) buah selang dan tangkai semprot.
Selang standar panjang 50 meter, tetapi dapat disambung untuk menjangkau
sasaran yang disemprot hingga ± 100 meter. Lebar semprotan dapat
mencapai 7-9 meter dengan cara mengayun-ayunkan tangkai semprotan.
11.5. BOOM SPRAYER DENGAN TRAKTOR
11.5.1. Alat ini umumnya digunakan untuk aplikasi penyemprotan lalang sheet yang
luas dengan topografi datar sampai bergelombang. Daerah liputan semprot
dapat mencapai 25 ha/hari. Kecepatan jelajah traktor berkisar antara 6-12
km/jam (100-200 m/menit). Panjang “Boom Sprayer” adalah 6-12 meter dan
jarak antar nozel pada Boom adalah 50-75 cm, sehingga jumlah nozel
mencapai 12-24 buah. Bentuk pola semburan semprotan bermacam-macam
tergantung dari nozel yang dipakai. Nozel dapat diganti sesuai dengan
keperluannya.
11.6. PREVENTIF MAINTENANCE ALAT-ALAT SEMPROT
11.6.1. Untuk menjaga kesinambungan pekerjaan semprot dan menjaga biaya
penyemprotan yang minimal, maka preventif maintenance alat-alat semprot

19
adalah sangat penting. Hampir di banyak perusahaan bahwa perhatian
terhadap preventif maintenance alat-alat semprot sangat minim sehingga
persentase andil tangki semprot terhadap biaya total pemberantasan gulma
sangat tingggi.

11.6.2. Preventif Maintenance yang perlu ditakankan dalam hal ini, ada 2 (dua) hal,
yaitu :
a). Cara memakai
Yaitu dari mulai membawa dari penyimpanan, transport, pemakaiannya
sampai pengembalian ke penyimpanan semula.
Sewaktu menyimpan membawa dan sedang mengisi larutan, tangkai
tempat nozel harus dalam keadaan terikat dengan tangki sprayer. Hal
ini untuk menjaga nozel dari kerusakan dan kotoran (tanah, pasir dan
lain-lain).
Apabila nozel rusak, maka ada 3 (tiga) kerugian/kelemahan :
1. Biaya nozel
2. Perubahan/reparasi yang berulang-ulang terhadap tangkai semprot,
sehingga mempercepat keausan spare part
3. Tertundanya penyelesaian pekerjaan
b). Kualitas Air
Salah satu penyebab utama kerusakan tangki sprayer dan borosnya
pemakaian nozel adalah karena kualitas air tidak bagus (bercampur
tanah, pasir dan benda-benda lain).

12. PENGORGANISASIAN TIM UNIT SEMPROT


12.1. DASAR PENGGUNAAN TIM UNIT SEMPROT
12.1.1. Tim unit semprot terdiri dari :
1. 1 (satu) unit modifikasi kendaraan semprot (truk atau Wheel Tractor +
trailer semprot siap pakai)
2. 25 unit alat semprot (CP-15/Solo atau MHS=Micron Herbi Sprayer) yang
dibagi menjadi 22 unit untuk operasional dari 3 (tiga) unit sebagai
cadangan (jika terjadi kerusakan). Alat tersebut diberi nomor urut sesuai
nomor tukang semprot. Tidak dibanarkan untuk memakai tangki yang
bukan miliknya (ganti-ganti tangki).
3. 25 orang tenaga penyemprot (sebaiknya wanita) yang terdiri dari 22
orang penyemprot inti dan 3 (tiga) orang cadangan yang akan
menggantikan bila tim inti ada yang sakit, haid dan mangkir dan
sebagainya. Dalam rangka mengembangkan profesionalisme dan
tanggung jawab alat semprot yang digunakan maka tenaga penyemprot
tidak boleh diganti-ganti.
4. 1 (satu) orang Mandor/pengawas professional yang menguasai teknik
penyemprotan, menguasai alat dan lapangan dan 1 (satu) orang sopir
yang bertugas mengemudi unit semprot (truk/traktor) dan merepasi alat
semprot yang rusak
5. Gambar tim unit semprot dapat dilihat pada Gambar 8.11.

12.1.2. Truk dan traktor + trailer unit semprot


a. Ketentuan penggunaan

20
Penggunaan truk dan traktor + trailer hanya boleh digunakan untuk tim
unit semprot penggunaan untuk keperluan/kegiatan lain harus seijin
Group Manager dan atau General Manager.
b. Pemeliharan truk dan traktor + trailer
1. Seluruh peralatan (kunci-kunci, buku manual dan yang terutama
adalah kran-kran) harus benar-benar menjaga dan diamankan, jangan
sampai hilang dan rusak.
2. Tempat duduk di kabin depan (jok truk atau traktor) agar dilapisi
dengan kain/sarung jok supaya tidak cepat rusak
3. lampu-lampu, baik depan maupun belakang, agar dilindungi dari
benturan atau pencurian dengan memasang kerangka besi
disekelilingnya
c. Modifikasi pelengkap
1. Tempat gendong sprayer yaitu berupa meja lipat
2. Kotak reparasi untuk tempat spare part dan pelengkap sprayer
3. Tempat bontot karyawan semprot
4. Tempat obat-obatan dan P3K
5. Tempat alat kerja cadangan tim unit semprot yaitu cados atau alat
lainnya (sebagai alternative alat kerja apabila hari hujan)
d). Perawatan kargo tangki
1. Periksa tuas pengaduk dan selalu diberi grease/gemuk
2. Keringkan bagian dalam tangki selama tidak beroperasi
3. Kencangkan baut pengikat tangki dengan “body”/badan truk atau
trailer secar berkala
4. Bersihkan bagian dalam tangki secara berkala
5. Cat kembali bagian dalam tangki jika terjadi pengikisan cat, dengan
cat Epoxy Primer
e). Administrasi operasional kendaraan (Carlog)
Administrasi kendaraan harus diisi secara up to date dan benar dengan
menggunakan kartu kerja kendaraan dan buku riwayat kendaraan
12.1.3. Umur tanaman dan pemakaian jenis alat
1. Umur tanaman di bawah atau sama dengan 3 (tiga) tahun dengan
menggunakan alat semprot CP-15 atau Solo Sprayer
2. Umur tanaman > 5 tahun dengan menggunakan alat semprot CDA.
3. Atau menurut rekomendasi R&D dan ketetapan dari General Manager
atau Group Manager.
12.1.4. Satu tim unit semprot cukup untuk kebun seluas 4.000-5.000 ha pada kondisi
pusingan normal. Dasar perhitungannya sebagai berikut :
a). Rotasi semprot piringan, pasar rintis dan TPH 3-4 kali setahun
b). Hari kerja semprot diasumsikan 20 hari/bulan (5 hujan dan 5 hari libur)
c). Output semprot dengan MHS = 4-5 ha/hk, dan CP-15/Solo = 3-4 ha/hk
d). Jumlah alat semprot per unit semprot = 25 unit

Misalnya untuk kebun seluas 5.000 ha


Program setahun = 3 x 5.000 ha = 15.000 ha
Program per bulan = 15.000 : 12 = 1.250 ha
Program per hari = 1.250 : 20 = 62,5 ha
Kemampuan tim unit semprot/hari :
alat MHS = 22 x 4 ha = 88 ha/hari

21
alat CP-15/Solo = 22 x 3 ha = 66 ha/hari

12.2. KEUNTUNGAN PENGGUNAAN TIM UNIT SEMPROT


12.2.1. Penghematan tenaga supervise
a. Hanya memerlukan 2 orang supervisi (Mandor dan sopir)
b. Tanpa semprot unit minimum 10 orang (5 orang Mandor dan 5 orang tukang
air)
12.2.2. Pengorganisasian kerja lebih mudah
a. Pengorganisasian kerja lebih mudah karena tangki (larutan) dapat bergerak,
sehingga penyemprotan tidak terlalu jauh untuk bolak balik mengisi larutan
b. Pengancakan kerja dapat lebih efektif dan efesien
12.2.3. Kontrol lebih baik
a. Pengontrolan dapat lebih ketat dilakukan karena penyemprotan hanya
dilakukan dalam periode yang relatife pendek (tidak satu bulan penuh).
Untuk kebun 5.000 ha (5 afdeling) tiap afdeling hanya memerlukan 4
(empat) hari untuk menyelesaikan program bulananya
b. Pengorganisasian dan persiapan alat kerja dapat dilakukan lebih baik karena
alat-alat kerja tersentralisir di unit semprot (satu tempat saja)
c. Manager dan atau Askep dapat mengontrol lebih baik karena pekerjaan
semprot tidak menyebar di beberapa afdeling
d. Resiko pencucian herbisida diminimumkan, karena percampuran langsung
dilakukan digudang yang disaksikan langsung oleh Asisten/Askep setiap pagi
12.2.4. Mobilitas tim unit semprot sangat tinggi
a. Mobilitas yang sangat tinggi akan meninggalkan output semprot
b. Bila hari hujan, pekerja dapat segera dialihkan ke pekerjaan lain yang tidak
terpengaruh hujan (misalnya BTP) karena ada alat kerja (cados) yang selalu
dibawa dalam kendaraan. Mobilitas karyawan ke blok pekerjaan BTP
tersebut juga dapat dilakukan dengan cepat
12.2.5. Kualitas pencampuran racun lebih baik
1. Mutu air hujan terjamin karena pengisian air dilakukan di traksi/sumur (pada
sore hari) dan dapat dikontrol oleh Asisten
2. Pencampuran racun lebih merata karena dilakukan dalam tangki

12.3. PENGORGANISASIAN KERJA


12.3.1. Persiapan alat
a. CP-15/Solo atau MHS harus disediakan sejumlah 25 unit. Dibuat rak yang
aman dan tidak mudah jatuh sebagai tempat khusus penyimpanan alat
semprot.
b. Cados 25 unit, untuk pengalihan kerja ke pekerjaan BTP jika hari hujan
c. Takaran 1 liter untuk menakar bahan
d. Setiap unit semprot harus menyediakan air bersih dan sabun untuk cuci
tangan sebelum wolon/istirahat
e. 1 (satu) buah ember/jerigen yang berisi air bersih untuk mencuci nozel
f. Kotak P3K berisi obat-obatan yang diperlukan untuk tindakan pertolonngan
pertama kecelakaan terutama keracunan
g. Perkakas perbaikan alat semprot
h. Pakaian seragam, sepatu, topi dari kain (topi ala Jepang) dan masker dari
kain

22
i. Pancang berbendera dengan 2 (dua) jenis warna :
1. Merah : untuk batas ancak (mulai semprot)
2. Kuning : untuk batas akhir semprot
j. Perlu ditekankan bahwa “preventif-maintenance” alat semprot sangat
menentukan kebersihan program pengendalian gulma. Harus disadari juga
bahwa pos biaya penngendalian gulma ini merupakan pos biaya yang
terbesar setelah biaya pemupukan.
k. Kebersihan air sangat menentukan “life-time” alat semprot, dan biaya
perawatannya. Setiap kali memasukkan larutan/air mutlak harus disaring.
1. Pengisian air ke dalam tangki di kendaraan harus disaring dengan kain
2. Selang tempat keluarnya larutan (diameter 1/2 inchi sepanjang @ 2 m
untuk 4 pipa) harus dibungkus dengan saringan yang terbuat dari kain
(eks kaos)
3. Setiap corong untuk memasukkan larutan ke dalam tangki/alat semprot
harus ada saringannya (buat dari kain) dan seterusnya
12.3.2. Pelaksanaan
1. Pengisian tangki air dilakukan oleh sopir dan tukang air pada sore hari.
Sumber air dapat menggunakan air yang ada di traksi atau sumur yang bersih
airnya
2. Sebelum membuat bon permintaan pemakaian racun, Asisten wajib melihat
kondisi/kerapatan gulma di blok yang akan disemprot dan menentukan
berapa dosis/ha dan konsentrasinya
3. Pencampuran racun dilakukan oleh Mandor Semprot pada pagi hari sebelum
pukul 06.00 di gudang sentral. Pencampuran racun harus disaksikan oleh
Asisiten dan/atau Askep. Bon permintaan pemakaian racun sudah harus
dibuat 1 (satu) hari sebelumnya dan petugas gudang harus hadir sebelum
pukul 06.00. Kendaraan unit semprot sudah stand-by di gudang sebelum
pukul 06.00. Tidak dibenarkan membawa bahan murni ke lapangan.
4. Pengadukan larutan harus merata. Gunakan pengaduk yang sudah ada di
tangki
5. Pencampuran harus sudah selesai dilakukan pada pukul 06.00 dan
kendaraan segera menjemput karyawan semprot di afdeling Pada
prinsipnya herbisida kontak tidak dicampur dengan herbisida sistematik
kecuali untuk kasus-kasus tertentu dan bila ada petunjuk khusus
6. Unit semprot siap beroperasi pada pukul 06.30. Mandor harus memeriksa
alat dan perlengkapan masing-masing penyemprot dan mengulangi kembali
pemeriksaan khusus terhadap kebersihan nozel/head walaupun
pembersihan telah dilakukan setelah selesai dipakai pekerja
7. Siapkan ember yang berisi air bersih untuk membersihkan/membilas pipa
dan nozel yang kena biji-biji rumput. Ember diletakkan di atas tanah dan
setiap tukang semprot sebelum menurunkan tangkinya (untuk mengisi
larutan), diwajibkan mencelup ujung pipa nozelnya (“extention lance”) ke
dalam air di ember tersebut untuk membilas/membuang biji-biji rumput
yang melekat. Usahakan sedikit mungkin membongkar pasang alat semprot.
Khusus untuk sprayer, setiap pemasangan drat agar lebih hati-hati dan
sebaiknya diberi bahan pelumas untuk mencegah keausan
8. Pengisian larutan dilaksanakan oleh pekerja sendiri dengan pengawasan
langsung oleh petugas di tempat (sopir), sedangkan Mandor Semprot tetap
di lapangan mengawasi pelaksanaan penyemprotan

23
9. Penyemprotan jalur tanaman dilakukan dengan cara : 1 orang tiap 1 pasar
rintis
10. Areal yang disemprot adalah : piringan, pasar rintis, rintis tengah, rintis
piringan dan TPH
11. Setiap afdeling harus konsisten dalam pemakaian jumlah hari yang telah
dijatahkan. Bila dalam hari yang telah ditentukan itu ada hari hujan, maka
penggantinya diambil dari 5 (lima) hari yang telah dicadangkan sebagai hari
hujan (program semprot setiap bulan dibuat hanya 20 hari kerja)
12. Pengacakkan kerja untuk alat semprot yang hanya mengcover ½ pasar rintis,
dilakukan dari rintis tengah terlebih dahulu. Setelah sampai di collection
road (CR), tangki diisi lagi dengan larutan dan penyemprotan dilanjutkan
pada blok sebelahnya (lihat Gambar 8.12.)

Keterangan : = Arah pengacakan

= Arah unit semprot

= Tim unit semprot


Gambar 8.12. Pengacakan Kerja untuk ½ Pasar Rintis

13. Untuk alat semprot yang dapat mengcover 1 (satu) pasar rintis, pengacakan
dilakukan dari CR sampai CR selanjutnya. Kendaraan harus berpindah ke CR
selanjutnya segera setelah selesai pengacakan (lihat Gambar 8.13)

24
Gambar 8.13. Pengacakan Kerja untuk 1 (satu) Pasar Rintis

14. Setiap selesai pekerjaan semprot, mandor wajib melaporkan pemakaian


racun, Ha yang disemprot, dan output per hk kepada Kerani Afdeling. Buku
kegiatan mandor (BKM) harus diparaf oleh Asisiten Afdeling yang
bersangkutan setiap harinya dan diketahui oleh Askep setiap selesai
program di rayonnya.

12.4. BENGKEL DAN RAK PENYIMPANAN PERALATAN-PERALATAN SEMPROT


12.4.1. Perlu disediakan khusus bengkel untuk penyimpanan peralatan unit
semprot yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Rak tempat
penyimpanan seluruh peralatan semprot dan perlengkapannya diatur
sedemikian rupa sehingga terlihat rapi dan teratur.

12.5. ADMINISTRASI TIM UNIT SEMPROT


12.5.1. Administrasi yang berlaku di tim unit semprot yaitu :
a. Bon permintaan pemakaian bahan/barang (BPPB) dari gudang
(Lampiran 8.A.)
b. Papan Monitoring Prestasi Kerja Harian (lampiran 8.B.)
c. Monitoring spare parts dan stok parts tersedia agar setiap alat dapat
berfungsi normal (operasional tidak dipaksakan) (Lampiran 8.C.)
d. Buku Pemeliharaan dan Prestasi Alat Semprot (Lampiran 8.D.)
e. Buku prestasi unit semprot – Buku Mandor (Lampiran 8.E.)
f. Pemakaian Biaya (cost) (Lampiran 8.F.)
g. Biaya Pemberantasan Lalang (Lampiran 8.G.)
Pengawasan secara sistematik harus dilakukan berkesinambungan/kontinu,
terutama oleh Asisten (Askep dan atau Manager secara periodik). Lakukan
penyempurnaan setiap saat, jangan cepat putus asa dikarenakan laporan
pekerja/mandor yang tidak dikuasai/dilihat. Jangan mencari kemudahan yang
akhirnya dapat menghancurkan semangat tim (personil, alat rusak dll).

PERHATIAN : Lakukan TUNTAS = Tujuan yang jelas, Usaha maksimal, Naluri


dipakai, Teliti sampai hal terkecil, Akal digunakan, Selesaikan
dalam waktu yang tepat dan hasil baik
BON PERMINTAAN PEMAKAIAN BAHAN/BARANG (BPPB)
Nomor : / KAN / AFD-I / V/ 0045 dibawah ini
Tanggal : / / .
AFD/DIV : ( )

Nomor
Keterangan/
NO Kode Nama Bahan/ Barang Sat Jumlah Sandi Perkiraan
Digunakan Untuk
Barang

25
Disetujui Oleh : Diperiksa Oleh : Diminta Oleh :

( ) ( ) ( )
Askep/ Manager Kepala Tata Usaha (KTU) Asisten/Kepala Bagian

PAPAN MONITORING PRESTASI KERJA HARIAN


Tanggal : / / .
AFD/DIV : ( )

NO Nama Penyemprot Output Kerja (Kap) ke Keterangan


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

MONITORING SPARE-PARTS ALAT SEMPROT


Kode Barang : Nama Barang : Satuan : .

Tgl Diterima dari/ Nomor Masuk Keluar Sisa Tgl Diterima dari/ Nomor Masuk Keluar Sisa
Dipakai untuk Bon Dipakai untuk Bon

Bagian tengah buku tulis

BUKU PEMELIHARAAN DAN PRESTASI ALAT SEMPROT


Nomor Alat Semprot : Nama Karyawan : .

Spare-parts Hasil Kerja (Ha) Bagian yang Jumlah Hasil Kerja (Ha)
Bagian yang Spare-parts
Tgl yang Jumlah s/d Tgl Rusak/Diperbai s/d Hari
Rusak/Diperbaiki Hari ini yang diganti Hari ini
diganti Hari ini ki ini

26
Bagian Tengah Buku
BUKU PRESTASI UNIT SEMPROT
Bulan : ……………………… Nama Mandor:…………

Jenis Rencana Realisasi Keterangan Paraf


Pekerjaan (Kondisi Asisten
Lokasi Bahan Pemakaian Luas Bahan Tenaga Kendaraan cuaca,Pema
kaian
Afd Blok TT Ha Jenis Sat Qty HK KM- (Ha) Qty Qty/H HK HK/Ha KM-BU KM/Ha Sparepart,dll
BU a )

catatan :
i. Tanggal, Jenis Pekerjaan, dst (yang ada judul kolom) ditulis pada kulit buku
tulis setengah folio
ii. Buku tulis ini adalah merupakan buku prestasi dan dipegang oleh mandor
iii. semprot
iv. Buku tulis ini agar diberi sampul plastik

27
28
LAMPIRAN 1108-R0
STANDAR PENGUKURAN PENGENDALIAN GULMA

I. Kondisi Piringan dan Pasar Rintis


1.1. Kondisi piringan dan pasar rintis berkaitan dengan kebersihan piringan dan pasar rintis
serta jari-jari (radius) piringan. Perhitungan/pemeriksaannya berdasarkan sampling,
yaitu 50% dari seluruh blok, sedangkan setiap blok sampling diperiksa minimal 20%.
Sebagai contoh : 1 (satu) afdeling terdiri dari ± 30 blok standar (1 blok = 30-40 ha), diambil
minimal 15 blok sebagai sampling. Masing-masing sari blok sampling tersebut, minimal
diperiksa sebanyak 20% dari total jumlah pasar rintis. Setiap pasar rintis yang dimasuki,
dilakukan pemeriksaan terhadap kebersihan piringan dan pasar rintis serta jari-jari
piringan.

II. Kondisi Gawangan


2.1. Persentase (%) gawangan yang ditumbuhi tumbuhan berkayu (tinggi di atas 60 cm)
rumput-rumputan, pakisan dan lalang. Perhitungan/pemeriksaan sama dengan kondisi
piringan dan pasar rintis.

III. Penyelesaian Program Penyemprotan


Persentase (%) program penyemprotan diukur berdasarkan program yang telah
diselesaikan.
Perhitungan penyelesaian program penyemprotan diambil berdasarkan Daily Cost Book
Semprot Piringan/Pasar Rintis/TPH dan Buku Rencana Kerja Bulanan di kantor afdeling.

IV. Absensi Gang Semprot


Rata-rata jumlah tenaga semprot yang hadir per hari selama hari kerja setiap bulannya
(hk/hari).
Absensi gang semprot diambil berdasarkan Buku Kerja Mandor di kantor afdeling.

V. Produktivitas Penyemprotan
Produktivitas tenaga semprot setiap hari kerja berdasarkan topografi areal yaitu : areal
datar – bergelombang dan bukit – bergunung (ha/hk).
Perhitungan output tenaga semprot diambil berdasarkan Daily Cost Book Semprot
Piringan/Pasar Rintis/TPH dan Bukku Prestasi

29
STANDARD OPERATION PROCEDURE
PALM OIL PLANTATION

PEMBUKAAN LAHAN

1
PROSEDUR DAN LANGKAH-LANGKAH PROSES
PEMBUKAAN LAHAN
I. PRE DEVELOPMENT PLANNING
(RENCANA SEBELUM PENGEMBANGAN)

1.1. PENGURUSAN DOKUMEN PERIZINAN

Dokumen-dokumen perizinan yang harus disiapkan sebelum melakukan kegiatan di


lapangan adalah sebagai berikut:

1. Akte Pendirian Perusahaan dan jika ada, akte perubahannya


2. Pengesahan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia tentang akte pendirian
3. Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri
4. Pembuatan Nomor Wajib Pajak (NPWP)
5. Membuat Surat Izin Gangguan (HO)
6. Membuat dan Mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
7. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
8. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Besar
9. Pembuatan AMDAL
10. Mendapatkan perizinan Usaha Perkebunan, proses yang dilalui sesuai dengan Surat
Gubernur mengenai proses dan urutan perizinan usaha perkebunan besar adalah
sebagai berikut:

10.1. Kawasan Hutan


1. Arahan Areal Dari Bupati/Walikota
2. Konfirmasi Dari Gubernur dalam rangka Penerbitan IUP oleh
Bupati/Walikota
3. Rekomendasi Dinas Perkebunan Kabupaten/Kota berdasarkan Arahan
Lokasi/Areal yang ditujukan kepada Bupati/Walikota dan Propsal
4. Izin Usaha Perkebunan (IUP) dari Bupati/Walikota
5. Izin Lokasi dari Bupati/Walikota
6. Survey Orientasi atau Mikro dari Dinas Kehutanan/Dinas Perkebunan
Provinsi
7. Pertimbangan teknis pelepasan kawasan hutan dari Dinas Kehutanan
Provinsi sepanjang lokasinya merupakan kawasan hutan yang berada
diluar kawasan Pengembangan Produksi (KPP) atau Kawasan Pemukiman
dan Penggunaan lainnya (KPPL)
8. Rekomendasi Pelepasan Kawasan dari Gubernur yang ditujukan kepada
Menteri Kehutanan
9. Persetujuan Prinsip Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan
10. Tata Batas oleh Badan Planologi Departemen Kehutanan
11. Pembuatan Laporan Tata Batas oleh Kepala Badan Planologi Kehutanan
untuk proses pelepasan areal definitive
2
12. Surat Keputusan Pelepasan Kawasan dari Menteri Kehutanan
13. Pengukuran Kadastral oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN)
14. Laporan dan Gambar Pengukuran Kadastral
15. Pemeriksaan Panitia “B” dalam proses HGU yang di koordinir oleh Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN ) Hak Guna Usaha (HGU) pada
proses penyelesaian HGU, pengusaha dapat membuka areal untuk
pembangunan Base Camp dan pembibitan dengan persetujuan
Bupati/Walikota atau Gubernur untuk Lintas Kabupaten/Kota
16. Sertifikat HGU

10.2. KPP/KPPL (Kawasan Pengembangan Produksi / Kawasan Pemukiman dan


Penggunaan Lainnya)

1. Arahan Areal Dari Bupati/Walikota


2. Konfirmasi Dari Gubernur dalam rangka Penerbitan IUP oleh
Bupati/Walikota
3. Rekomendasi Dinas Perkebunan Kabupaten/Kota berdasarkan Arahan
Lokasi/Areal yang ditujukan kepada Bupati/Walikota dan Propsal
4. Izin Usaha Perkebunan (IUP) dari Bupati/Walikota
5. Izin Lokasi dari Bupati/Walikota
6. Pengukuran Kadastral oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN)
7. Laporan dan Gambar Pemgukuran Kadastral
8. Pemeriksaan Panitia “B” dalam proses HGU yang di koordinir oleh Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi
9. Hak Guna Usaha (HGU) bagi pengusaha yang serius dapat minta
dispensasi/persetujuan membuka areal untuk pembangunan Base Camp
dan pembibitan dengan persetujuan Bupati/Walikota atau Gubernur
untuk Lintas Kabupaten/Kota
10. Sertifikat HGU

1.2. SURVEY

Survey dilakukan setiap blok/afdeling dengan objek survey adalah Vegetatif, Topografi,
Populasi (tanaman rakyat & perkampungan), Aliran Sungai, Tanah Masyarakat dan Soil
Type Map.

1.2.1. Tim Survey harus melakukan kegiatan rintis batas-batas (HGU) secara global dan
pemasangan patok yang terbuat dari kayu ulin dengan jarak 50 meter/patok dengan ukuran
patok 10 cm x 10 cm x 1,25 m, hal ini dilakukan untuk lakukan pengukuran kadastral
1.2.2. Setelah patok setiap 50 meter dipasang selanjutnya Tim Survey melakukan kegiatan rintis
kembali sesuai dengan patok yang dipasang. Rintisan (Jalan Pringgan/Perimeter) ini
dilakukan dengan menggunakan alat berat dilakukan 2 Meter dari patok blok kearah dalam
izin
1.2.3. Jika akan digunakan kontraktor ini harus diberi per paket, untuk kontraktor besar per paket
per afdeling dan untuk kontraktor lokal per paket tidak melebihi 300 Ha.
1.2.4. Tim Survey harus memisahkan dan membuat batas-batas areal Gambut dan Bukit dengan
ketinggian tidak lebih dari 200 . Jika ini telah didapatkan maka Tim Survey harus melaporkan

3
kepada Pihak Kebun dan selanjutnya areal-areal ini tidak boleh dibuka untuk dijadikan areal
konservasi
1.2.5. Untuk daerah dengan lebar sungai lebih dari 3 meter maka dikiri dan kanan sungai harus
dipertahankan kondisi hutannya 50 meter / arah (tidak boleh dibuka), dan untuk daerah
dengan bukit dari 20° diisolasi dan tidak dibenarkan untuk ditumbang
1.2.6. Setelah semua berjalan maka disetiap batas-batas izin yang ada harus dibuat tanda-tanda
yang menyatakan bahwa lokasi ini adalah milik perusahaan.

II. PEMBEBASAN LAHAN


1. Pembukaan lahan harus teratur sesuai dengan peta yang terlampir. Hal ini dilakukan
dengan tujuan agar kehidupan liar tidak mengganggu kebun dan masuk ke dalam hutan.
2. Lakukan kegiatan sosialisasi dimasyarakat dengan baik dan beritahukan bahwa disekitar
lokasi mereka akan dibangun perkebunan kelapa sawit
3. Hasil sosialisasi yang dilakukan Tim Legal harus menghasilkan suatu keputusan yang berupa
surat pernyataan atau perjanjian dari Pihak Warga sekitar dan Desa. Hasil sosialisasi ini
harus dipersentasikan kepada Management
4. Kegiatan Pembebasan lahan yang dilakukan oleh Tim Lagal harus dilakukan blok per blok
5. Pengukuran harus menggunakan GPS dan dipetakan menggunakan koordinat.
6. Tim Legal harus mampu melakukan negosiasi
7. Tim Legal harus mengumpulkan surat pernyataan penduduk bahwa tanah yang dimiliki
telah dibebaskan dan baru proses ganti rugi tanah sesuai prosedur yang ada
8. Lahan yang telah dibebaskan harus dalam kondisi aman dan Tim legal harus membuat
pernyataan tersebut
9. Indentifikasi areal perumahan dan PKS serta lakukan pengukuran, isolasi areal tersebut
agar tidak ditumbang

III. DEVELOPMENT PLANNING


3.1. GM harus membuat tahapan-tahapan dalam proses pembukaan lahan ( Time Schedule)
sampai dengan panen dan diminta untuk membuat cash flow sesuai dengan tahapan yang
dimasud sampai dengan panen

3.2. Tim Legal melakukan kegitan pembebasan lahan untuk pertama kali untuk mencari
tempat yang tepat untuk :

a. Lokasi Base Camp, lokasi ini harus berada di lokasi yang strategis (lihat peta) akses
infrastruktur mendukung baik untuk angkutan logistik maupun akses informasi
koordinasi dengan pihak kebun
b. Lokasi Perumahan/Emplasemen. Areal perumahan dan perumahannya disusun secara
strategis agar kebutuhan air dan listrik dapat disuplay oleh PKS. Identifikasi areal
perumahan dan PKS dan dilarang menumbang di areal yang dimaksud.
c. Jika lokasi Base Camp telah diperoleh maka pihak kebun harus berkoordinasi
departemen teknik untuk membuat masterplan Base Camp dan kebun
d. Lokasi Bibitan, lokasi yang dimaksud adalah lokasi dimana dekat dengan sumber air jika
musim kemarau tidak kekeringan dan musim hujan tidak banjir, posisi dilokasi sentral
dari berbagai arah, tidak berdekatan dengan desa dan lokasi yang dibuka aman

4
e. Kebun Plasma, Tim Legal dan Pihak Kebun berkoordinasi dengan desa-desa sekitar
untuk penentuan lokasi kebun plasma. Dan ini dibuat untuk disiapkan sejak awal proses
pembukaan lahan
f. Lokasi yang dipilih, aman untuk penyimpanan solar dan barang-barang perusahaan
lainnya.

3.3. Tim Kebun harus membuat rencana tentang kegiatan selanjutnya yaitu :
3.3.1. Menghitung kebutuhan alat dan sarana pendukung untuk menyelesaikan proyek
3.3.2. Melakukan analisa apakah harus dikerjakan secara swakelola atau Kontraktor,
analisa ini harus dipresentasikan ke Direksi
3.3.3. Membuat spesifikasi-spesifikasi pekerjaan yang akan dikerjakan
3.3.4. Penunjukan kontraktor dilakukan apabila ganti rugi lahan telah dibayarkan maka
GM, Askep, Tim Legal bersama-sama melakukan serah terima areal kepada
kontraktor yang ditunjuk sebagai bukti bahwa tanah yang akan dibuka telah aman
dan bebas
3.3.5. Jika akan dikontraktorkan maka perlu disiapkan antara lain:
 Data-data kontraktor yang akan mengerjakan
 Melakukan kegiatan Tender Kontrak pekerjaan
 Melampirkan Spesifikasi pekerjaan
 Pajak-pajak yang dibebankan kepada kontraktor
3.3.6. Pembuatan SPK dan hal-hal diatas harus termuat dalam SPK

3.3.7. Sebagai salah satu tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat sekitar yang
juga merupakan program CSR perusahaan maka kontraktor pekerjaan imas
tumbang, perumahan barak dan bangunan lainnya yang disesuaikan dengan
kemampuan masyarakat akan diberikan dan dikerjakan oleh warga masyarakat
disekitar perusahaan.

5
PERSIAPAN LAHAN
I. PENDAHULUAN
1.1 Kultur teknis land clearing (pembukaan lahan) merupakan faktor ketiga yang menentukan
kuantitas perolehan produksi sesudah jenis tanah dan kualitas bibit.

1.2. Mutu dan ketepatan persipan lahan/lapangan akan mempengaruhi beberapa hal, antara
lain :
a. Biaya pembukaan/persiapan lahan itu sendiri
b. Kemudahan dan mutu penanaman kelapa sawit
c. Masa tanaman belum menghasilkan (TBM)
d. Produksi TBS/MKS/IKS yang akan diperoleh pada tahun pertama panen dan tahun-
tahun berikutnya.
e. Biaya pemeliharaan pada waktu TBM, perawatan dan panen pada waktu tanaman
menghasilkan (TM).

1.3. Areal tanaman baru (new planting) umumnya dibangun dari hutan primer, hutan sekunder
dan areal dalam HGU yang belum diusahakan, dengan kondisi fisik yang tidak selalu sama
dari satu tempat dengan tempat lain. Kondisi fisik dimaksud seperti kondisi tanah,
topografi, kerapatan tegakan pohon, infrastruktur dan lain-lain.

Oleh sebab itu, pengelolaan yang baik adalah syarat terpenting untuk dapat menjamin
suksesnya land clearing.

1.4. Di dalam persiapan lahan, perusahaan mempunyai kebijakan pelestarian lingkungan


(“environmental sustainability”). Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.28 Tahun
1995 yang menyangkut pengembangan perkebunan nasional.

1.5. Untuk mendukung kebijakan diatas, komitmen perusahaan menerapkan metode “zero
burning” yaitu land clearing perkebunan tanpa pembakaran.

1.5.1. Land clearing dengan metode “zero burning” memiliki beberapa keuntungan antara lain
:
a) Terjaganya kelestarian keanekaragaman hayati (flora dan fauna)
b) Mencegah terjadinya pencemaran udara karena asap
c) Mempertahankan hara tanah yang berasal dari pelapukan limbah hutan
d) Mencegah terjadinya penyebaran kebakaran ke lahan masyarakat dan kebun.

6
2. PERSIAPAN LAND CLEARING (LC)

2.1 METODE “LAND CLEARING”


Tabel 2.1. Metode Land Clearing untuk Areal Datar – Bergelombang

METODE LAND CLEARING

1. Survei 7. Pancang rumpuk dan stacking


2. Kontrak kerja 8. Pemancangan titik tanam
3. Rintis batas blok 9. Pembuatan tapak kuda
10. Blanket Spraying
4. Pembuatan drainase 11. Penanaman LCP
5. Pembuatan jalan dan batas blok 12. Pembuatan lubang tanam
6. Imas, tumbang dan cincang 13. Pengeceran dan tanam

Tabel 2.2. Metode Land Clearing untuk Areal Bukit – Bergunung

METODE LAND CLEARING

1. Survei 7. Pancang jalur tanaman


2. Kontrak kerja 8. Pembuatan teresan dan stacking
3. Rintis batas blok 9. Pemancangan titik tanam
10. Blanket Spraying
4. Pembuatan drainase 11. Penanaman LCP
5. Pembuatan jalan dan batas blok 12. Pembuatan lubang tanam
6. Imas, tumbang dan cincang 13. Pengeceran dan tanam

2.2. PENYUSUNAN PROGRAM LAND CLEARING

2.2.1. Persiapan land clearing sebaiknya dimulai minimal 4 (empat) bulan sebelum
tahun program tanam, sehingga tersedia waktu 16 bulan untuk menyelesaikan
program. Semua tahapan pekerjaan (time schedule) agar disusun secara sistematis
dan satu sama lain tidak saling menghambat. Didalam penyusunan “time
schedule” tersebut factor yang harus diperhitungkan ialah : Iklim, Tenaga Kerja,
Alat dan Bahan.

2.2.2. Contoh jadwal kerja kegiatan operasional land clearing dapat dilihat pada Tabel
2.3 dan 2.4.

7
Tabel 2.3. Diagram Kegiatan Operasional Land clearing untuk Areal Datar – Bergelombang

Tabel 2.4. Diagram Kegiatan Operasional Land clearing untuk Areal Bukit – Bergunung

8
2.3. PERALATAN LAND CLEARING

Peralatan yang dipakai dalam land clearing, yaitu :

Jenis Pekerjaan Alat/Bahan

1. Batas blok Theodolit, GPD dan perlengkapannya


2. Imas Parang
3. Tumbang Gergaji mesin (chain saw) dan kapak
4. Cincang Chain saw, parang dan kapak
5. Rumpuk/stacking - Manual : parang, kapak dan tuas
- Mekanis : bulldozer dan excavator

3. LAY-OUT BLOK TANAMAN KELAPA SAWIT

3.1. LUAS DAN BENTUK BLOK

3.1.1. Luas suatu blok tanaman kelapa sawit yang ideal adalah + 30 ha (termasuk luas
jalan).

3.1.2. Bentuk blok adalah empat persegi panjang dengan ukuran 1.000 m x 300 m (30 ha).
Luas dan bentuk blok dapat dilihat pada Gambar 2.1.

7m COLLECTION ROAD
MAIN ROAD

30 ha U

9m

3.1.3. Panjang blok 1.000 m dengan arah Timur – Barat dan lebar 300 m dengan arah Utara
– Selatan, sehingga collection road (CR) atau jalan produksi selalu mendapat sinar
matahari sepanjang hari.

9
3.1.4. Pola blok 1.000 m x 300 m akan mengoptimalkan efisiensi supervise, produktivitas
karyawan terutama didasarkan atas kemampuan rata-rata pemanen mengangkut
buah dari dalam blok (rintis tengah) hingga TPH dan operasional kebun.

4. TEKNIS LAND CLEARING

4.1. IMAS

4.1.1. Selesai pembuatan batas blok (blocking) dilakukan pekerjaan imas.

4.1.2. Imas (underbrushing) yaitu memotong rapat semak dan pohon/tumbuhan yang
berdiameter < 7,5 cm hingga tidak lebih 15 cm dari permukaan tanah.

4.2. TUMBANG DAN CINCANG

4.2.1. Pekerjaan menumbang yaitu membersihkan areal dari tegakan kayu.


4.2.2. Tumbang dilaksanakan setelah pekerjaan mengimas, untuk pokok/kayu dengan
diameter > 7,5 cm. Pada areal datar sampai bergelombang, arah tumbangan harus
sejajar dengan arah barisan tanaman untuk memudahkan pekerjaan stacking.
Sedangkan pada areal bukit sampai bergunung arah tumbangan harus searah
dengan kemiringan lereng.
4.2.3. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penumbangan agar arah tumbangan sesuai
dengan yang ditentukan adalah kanopi dan arah angin.
4.2.4. Pada areal berbukit – bergunung, pekerjaan menumbang harus dilakukan mulai dari
bawah bukit mengarah ke atas bukit. Hal ini bertujuan agar pohon tumbangan tidak
menghambat pekerjaan tumbang selanjutnya.
4.2.5. Ketentuan tinggi tunggul maksimum hasil tumbangan dari permukaan tanah
sebagai berikut :

Diameter (cm) Maksimum Tinggi Tunggul (cm)

7,5 – 15 30
16 – 30 50
31 - 60 70
61 - 90 100
>90 120

4.2.6. Seluruh ranting (kanopi) pohon yang telah ditumbang harus dicincang untuk
memudahkan pekerjaan stacking.
4.2.7. Kayu yang telah ditumbang dan tidak dikeluarkan dari areal harus dipotong dengan
panjang 1,5 – 2,0 meter.
4.2.8. Kualitas tumbang yang baik

4.3 RUMPUK (“STACKING”)


10
4.3.1. Pemancangan rumpuk dilakukan apabila seluruh kayu sudah dicincang. Lokasi
pancangan rumpukan nantinya dijadikan dasar gawangan mati pada saat pancang
tanam.

4.3.2. Kayu hasil cincangan dirumpuk memanjang (dalam pancang rumpukan) searah
barisan tanama

4.3.2. Kualitas rumpukan/stacking yang baik disajikan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Kualitas Rumpukan /Stacking yang baik.

Diharapkan dalam kegiatan ini yang harus diperhatikan adalah


1. Tidak ada kayu yang berdiri
2. Semua cabang di rumpukan di cincang dan tidak dibenarkan keluar dari rumpukan ke
jalur tanam
3. Jarak rumpukan ke titik tanam ialah 2.5 Meter

4.4 PEMANCANGAN TITIK TANAM

4.4.1 Setelah seluruh kayu dirumpuk/stacking, dilaksanakan pemancangan titik tanam.


Teknis pemancangan dapat dilihat pada Bab Menanam Kelapa Sawit.

4.5 PEMBUATAN TAPAK KUDA DAN TERESAN

4.5.1. Pada areal dengan sudut kemiringan lebih dari 6 dilakukan pembuatan tapak kuda
dan atau teresan. Pedoman teknis pembuatannya terdapat pada Bab Konservasi
Tanah dan Air.

4.6 PENANAMAN LEGUMINOUS COVER PLANT (LCP)

11
4.6.1. Penanaman kacangan penutup tanah merupakan keharusan karena akan
memberikan keuntungan dalam mempercepat pembusukan sisa tumbuhan dan
kayu-kayu. Selain itu, kacangan dapat menghambat pertumbuhan gulma terutama
lalang. Penanaman kacangan dan perawatannya dapat dilihat pada Bab Menanam
Kacangan.

4.7 PEMBUATAN LUBANG TANAM

4.7.1. Lubang tanam dibuat satu bulan sebelum penanaman kelapa sawit. Pedoman
pembuatan lubang tanam terdapat pada Bab Menanam Kelapa Sawit.

4.8 MENGECER DAN MENANAM

4.8.1. Cara pengeceran dan penanaman yang baik dapat mengurangi terjadinya
“transplanting shock” untuk memperoleh pertumbuhan kelapa sawit yang optimal.

4.8.2. Pedoman teknis mengecer dan menanam kelapa sawit dikemukakan pada Bab
Menanam Kelapa Sawit.

4.9 PEMBERANTASAN LALANG

4.9.1. Secara kimia (“chemist”).

4.9.1.1. Semprot I = Blanket spraying


a) Penyemprotan dilakukan apabila sebagian besar areal yang akan
dibuka vegetasinya lalang.
b) Bila areal ditumbuhi hamparan lalang, maka penyemprotan secara
blanket dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada.
c) Metode dan dosis pemakaian herbisida dikemukakan pada Bab
Pengendalian Gulma.

4.9.1.2. Semprot II = Spot spraying


a. Penyemprotan dilakukan apabila lalang tumbuh secara sporadic atau
tidak dalam hamparan yang luas.
b. Penyemprotan dilakukan hingga kondisi ringan dan akan dilanjutkan
dengan wiping.

4.9.1.3. Wipping dilakukan apabila situasi areal normal hingga areal tersebut
bebas dari lalang.

12
LAMPIRAN 1102 – R0
STANDAR PENGUKURAN PERSIAPAN LAHAN
I. Ketepatan Waktu Program Pembukaan Lahan
1.1. Ketepatan waktu program pembukaan lahan diukur berdasarkan penyimpangan
waktu program pembukaan lahan dalam satuan bulan.

II. Kualitas Persiapan Lahan

2.1. Ketinggian Tunggul

2.1.1. Pemeriksaan ketinggian tunggul dilakukan berdasarkan persentase


pemotongan ketinggian tunggul sesuai dengan kriteria.

2.1.2. Ketentuan tinggi tunggul maksimum hasil tumbangan dari permukaan


tanah sebagai berikut :

Diameter (cm) Maksimum Tinggi Tunggul (cm)

7.5 - 15 30
16 - 30 50
31 - 60 70
61 - 90 100
> 90 120

2.1.3. Penentuan titik awal sampling ketinggian tunggul dimulai dari batas blok,
selanjutnya dilakukan secara acak. Pemeriksaan dilakukan 1/3 dari seluruh
blok yang pokok/kayunya telah ditumbang dan setiap blok seluas 30 – 40 ha
ditetapkan
Minimal 3 (tiga) gawangan (lebar antar barisan tanaman 7,96 m) atau +
7.164 m2.

2.2. Jarak antara Jalur Tanaman dengan Rumpukan

2.2.1. Jarak antara jalur tanaman dengan rumpukan diukur berdasarkan jarak antara jalur
tanaman dengan rumpukan sesuai dengan spesifikasi.

2.2.2. Sepanjang jalur tanaman terutama daerah lubang tanaman, jarak 2,5 meter arah
rumpukan harus benar-benar bersih dari sisa-sisa kayu, ranting dan tunggul/kayu.

2.2.3. Penghitungan/pemeriksaan jarak antara jalur tanaman dengan rumpukan


berdasarkan sampling, yaitu 1/3 dari seluruh blok yang telah dilakukan perumpukan
“stacking” dan setiap blok diperiksa minimal 10%.

13
2.2.4. Penentuan titik awal sampling dilakukan pada salah satu dari 4 (empat) jalur
rumpukan (gawangan mati) pertama secara acak. Rumpukan pengamatan
selanjutnya dipilih secara sistematis dengan selang sebanyak 6 (enam) rumpukan.
Untuk memudahkan penghitungan sebaiknya setiap rumpukan (300 m) dibagi
menjadi 6 (enam) bagian yaitu setiap 50 m.

III. Kualitas Pemberantasan Lalang


3.1 Pemeriksaan kualitas pemberantasan lalang dilaksanakan pada areal yang sudah dibuka
(telah distacking) tetapi areal tersebut belum ditanam.

3.2 Penghitungan/pemeriksaannya berdasarkan sampling, yaitu 50% dari seluruh blok yang
belum ditanam, sedangkan setiap blok sampling diperiksa minimal 10%. Setiap gawangan
yang dimasuki, dilakukan pemeriksaan terhadap persentase (%) areal yang ditumbuhi
lalang.

14
PEMBUATAN DAN PERAWATAN JALAN DAN JEMBATAN

I. PENDAHULUAN
1.1. Dalam perkembangan kelapa sawit, unsur /faktor pertama yang menjadi bahan
pertimbangan ialah faktor topografi. Oleh karena faktor topografi berkaitan dengan
kemudahan potong buah dan pembuatan atau pemeliharaan jalan. Jalan merupakan faktor
penting (urat nadi) di dalam perkebunan, maka harus diusahakan semua jalan di kebun
dapat dilalui dalam segala cuaca (“all weather road”)

1.2. Membangun jalan adalah sangat penting, Karena peranan dan fungsi jalan di dalam
perkebunan kelapa sawit adalah sebagai berikut:

a) Transportasi TBS ke pabrik dan MKS/IKS keluar pabrik/kebun. Tanaman kelapa sawit
adalah salah satu tanaman penghasil produksi/raw material per Ha yang tinggi di dunia
( 22-35 ton TBS Ha/Tahun) dan juga bentuk buahnya yang sulit dijangkau secara
manual. Oleh karena itu, tanaman kelapa sawit dimasukkan ke dalam kelompok heavy
duty crop. Dalam menjaga mutu produksi/minyak ( ALB/FFA ), transportasi TBS ke
pabrik harus “up date” setiap hari ke pabrik untuk diolah pada hari ini juga. Semakin
lambat diangkut ke pabrik maka semakin naik ALB/FFA.
b) Transportasi pupuk masuk ke gudang kebun dan ke blok (lapangan). Kebutuhan pupuk
per Ha mencapai 800-1.100kg/ha/tahun.
c) Sarana transportasi bahan/alat ke lapangan seperti semprot unit, bahan jembatan, titi
pasar rintis dan lain-lain.
d) Sarana mempercepat pergi dan pulangnya karyawan, karena areal yang sangat luas.
e) Sarana mempercepat dan mempertinggi instensitas control dan komunikasi.

1.3. Mengacu kepada fungsi jalan tersebut di atas, maka perawatan jalan secara rutin adalah
sangat perlu. Kerutinan tersebut dengan teknis yang tepat akan dapat mengurangi biaya
pemeliharaan itu sendiri dan biaya transport.

1.4. Ada 5 (lima) faktor yang menjadi penyebab kerusakan jalan, yaitu:
a) Air
b) Bahan organik
c) Kurangnya sinar matahari
d) Jenis dan sifat tanah (tekstur dan srtuktur)
e) Bahan (tonase) angkutan

1.5 Teknik pembangunan/pembuatan dan perawatan jalan ditujukan dalam rangka


mengendalikan dan mengelolah kelima faktor tersebut di atas:

15
II. PEMBUATAN DAN PERAWATAN JALAN

2.1 JENIS DAN UKURAN SERTA JARAK JALAN


2.1.1. Jenis jalan
a) Jalan utama (main road) yaitu jalan yang menghubungkan semua afdeling
serta menghubungkan emplasemen dengan luar kebun.

b) Jalan produksi (collection road) yaitu jalan yang mengelilingi, membatasi,


dan membagi blok serta dipergunakan untuk transport hasil dan control

2.1.2. Ukuran jalan


Jalan utama Jalan produksi
Lebar bersih 7 m ( minimal) 5-6 m
Beram 0,5-1,0 m 0,3-0,5 m
Parit 0,5-1,0m (disesuaikan) 0,5-1,0 m (disesuaikan)

2.1.3. Jarak jalan


Untuk blok standar yang luasnya 30 Ha, maka:

Jalan utama Jalan produksi


Arah jalan Utara Selatan Timur Barat
Panjang jalan 300 m 1.000 m

2.2 PEMBUATAN DAN PERAWATAN


2.2.1 Kurang baiknya keadaan jalan tidak saja merugikan mutu produksi, tetapi juga
meningkatnya biaya perawatan alat-alat pengangkutan. Oleh karena itu, harus
dilaksanakan seluruh aspek yang ada dalam petunjuk berikut ini

A. Tanggung jawab

1. Setiap asisten Afdeling bertanggung jawab penuh terhadap perawatan


jalan secara layak di dalam afdelingnya masing-masing dibawah pengarahan
Askep/Manager. Untuk mengetahui kondisi jalan agar dibuat peta yang
menggambarkan keadaan jalan yang up date.
2. Pada peta tersebut diberikan tanda-tanda dengan warna sebagai berikut:
a) Warna hijau untuk jalan yang keadaannya baik
b) Warna kuning untuk jalan yang keadaannya kurang baik dan
memerlukan perbaikan ringan
c) Warna merah untuk jalan yang keadaannya buruk, sulit dilalui oleh truk
atau traktor dan memerlukan perbaikan berat.
Selain itu, ditambahkan juga keterangan-keterangan lain yang dianggap
perlu, terutama mengenai parit/drainase dan keadaan jembatan.
3. Berdasarkan laporan peta yang up date tersebut, Manager dapat
memberikan petunjuk harian kepada Asisten masing-masing afdeling untik
mengatur lokasi pekerjaan yang dilakukan secara mekanis (road grader)
maupun manual.

16
4. Pada tiap-tiap afdeling harus dilakukan “gang kerja” yang mempunyai tugas
khusus merawat jalan yang diperlengkapi dengan alat-alat kerja (cangkul,
sekop, dan lain-lain).
5. Petunjuk-petunjuk teknik pembuatan jalan
Oleh karena hampIr seluruh jalan di perkebunan sebenarnya adalah jalan
tanah, maka pada pembuatan dan perawatannya sangat penting. Hal yang
tak kalah penting untuk diperhatikan adalah masalah pengaliran air dan
pengerasan. Untuk itu, dibawah ini diuraikan mengenai segi-segi
teknisnya:3
A.5. 1 Pembuatan jalan di areal rendahan
 Pada areal rendahan yang luas atau yang menghubungkan antar bukit
pada umumnya membutuhkan penimbunan jalan dengan dengan
memakai tanah hasil galian. Pada saat penimbunan harus diperhatikan
tentang penyusutan tanah, sehingga penimbunan dan pemadatan
badan jalan rendahan harus lebih lebar dan tinggi.
 Pada saat pembuatan jalan harus diusahakan tidak membuat jalan di
areal rendahan atau menghubungkan antar bukit, namun demikian
apabila harus dibuat maka diperlukan penimbunan jalan.
 Perancangan badan jalan dilakukan sebelum penimbunan dimulai sesuai
lebar jalan yang akan dibentuk. Harus dibuat parit kiri kanan jalan
dengan jarak sekurang-kurangnya 0,5 m dari tepi badan jalan.
Pembuatan parit ini bertujuan untuk menjamin pengaliran dan
pengeringan air yang baik serta memanfaatkan tanah galian untuk
membentuk badan jalan.
 Bila di lapangan tidak memberikan kesempatan untuk penggalian alami,
haruslah dibuat sodetan-sodetan atau tali air pada setiap 50 meter yang
dibuat berselang-seling untuk mengalirkan air hujan. Sodetan-sodetan
tersebut harus mempunyai kemiringan penggalian yang optimal.
 Penimbunan dilakukan apabila badan jalan sedah bersih dari bahan
organic (kayu-kayuan, gambangan, pelepah sawit, daun-daun dan
sebagainya) dan diratakan dengan road grader jika diperlukan. Untuk
memadatkan jalan yang telah diratakan digunakan compactor.
 Pengerasan jalan
a) Pengerasan jalan dilakukan setelah penimbunan dengan tanah
mineral dan dilakukan terhadap jalan utama dan jalan produksi
b) Pengerasan jalan utama dengan menggunakan bahan campuran
dengan komposisi sebagai berikut:
1. 70 % sirtu (1,45 ton/m3)
0,70 X 1,45 ton/m3 X 1,05m3/m’ = 1,07 ton/m’
2. 30 % tanah liat (1,00 ton/m3)
0,30 X 1,00 ton/m3 X 1,05 m3/m’ = 0,32 ton/m’
c) Badan jalan ditimbun dengan bahan campuran lalu dipadatkan
dengan vibratory compactor.
d) Sedangkan pengerasan jalan produksi hanya pada tempat yang
dianggap perlu dengan menggunakan sirtu tebal 8-10 cm dan
dipadatkan dengan vibratory condactor.
A.5.2. Pembuatan jalan di areal berbukit

17
 Pembuatan jalan di areal berbukit selalu dibuat aliran berair. Pembuatan
jalan tersebut diusahakan tidak di likasi tanjakan yang curam, apabila
terpaksa maka harus dilakukan pemotongan bukit. Di dalam
pelaksanaan pemotongan bukit diusahakan jalan tidak terlalu curam dan
badan jalan berbentuk punggung kerbau “cember”. Hal ini dilakukan
agar air dari tebing atau jalan dapat dialirkan dengan lancar. Apabila
jalan di bukit terlalu panjang, maka kiri-kanan harus dibuat parit (saluran
air) dan sodetan setiap 50 m. Sodetan ini berfungsi untuk membuang air
ke parit/rendahan dan mengurangi kecepatan aliran.
 Apabila jalan tersebut dibuat di lereng bukit, maka badan jalan dibuat
dengan kemiringan 10˚ ke arah bukit. Pada setiap ±50 m atau di tempat-
tempat yang cekung, dibuat rorak dengan ukuran 75 cm X 75 cm
kedalaman 1 m. Untuk mengalirkan air dari bukit yang ditampung di
dalam rorak, maka dibuat gorong-gorong diameter 30 cm dan diletakkan
20 cm di atas dasar rorak.
 Pengerasan jalan.
Jalan di kebun tidak seluruhnya perlu dilakukan pengerasan dengan
batu. Untuk jalan tertentu dimana struktur tanah tidak cukup
mendukung beban berat, maka perlu dilakukan pengerasan.
Bahan-bahan untuk pengerasan jalan digunakan batu krikil, sirtu
(pasir+batu) dan tanah laterit (krokos), dengan ketebalan:
a) Jalan utama : 15 cm
b) Jalan produksi : 10 cm
Pengerasan dengan menggunakan krikil atau sirtu disarankan dicampur
tanah dengan perbandingan 1 : 4 (1 bagian tanah : 4 bagian batu
krikil/sirtu) yang berguna untuk meningkatkan efektivitas pengerasan
dan efisiensi biaya.

2.3 PETUNJUK-PETUNJUK TEKNIS PERAWATAN JALAN

2.3.1 Pada prinsipnya jalan-jalan yang telah ada harus secara rutin dirawat/dibentuk
sedemikian rupa sehingga dapat dilalui dengan segala cuaca. Untuk mencapai tujuan
tersebut yang penting diperhatikan adalah badan jalan diusahakan selalu berbentuk
punggung kerbau “camber” dan diusahakan air lancar sehingga permukaan jalan
cepat kering. Perawatan jalan (grading) dilakukan sebelum musi hujan.
2.3.2 Beberapa hal penting yang harus dilakukan dalam perawatan jalan:
a) Pemeliharaan secara mekanis bertujuan untuk memelihara jalan selalu
berbentuk camber. Pemeliharaan dengan road grader dilakukan dengan rotasi 2
(dua) kali setahun untuk jalan utama dan 1 (satu) kali setahun untuk jalan
produksi.
b) Pengaliran air merupakan faktor yang sangat penting agar permukaan jalan cepat
kering dengan cara mencuci dan mendalamkan rorak, sodetan dan parit sampai
jalan.
c) Penimbunan lubang/bagian jalan yang rusak harus dilaksanakan dengan
menggunakan tanah mineral atau dicampur dengan sirtu atau krikil. Sebelum
dilaksanakan penimbunan harus dipastikan semua air, limpur, bahan organik dan
gambangan dibuang dari lubang/jalan yang rusak tersebut.

18
d) Dibuat “gang” kerja perawatan jalan yang tetap, dikoordinir masing-masing
afdeling. Kerusakan atau lubang kecil dimana terjadi genangan air di jalan harus
cepat diperbaiki dengan cara membuat saluran air (sodetan-sodetan kecil),
setelah kering ditimbun dan dipadatkan.
e) Operasional road grader, bulldozer dan compactor harus diorganisir oleh
Manager, agar dipakai di tempat-tempat yang paling memerlukannya.

3 TITI/JEMBATAN

3.1 TITI/JEMBATAN DARI BAHAN KAYU


3.1.1 Jenis/ukuran bahan
a) Legal kruing : 35 x 40 cm
b) Teras damuli : Q = 15 cm
c) Broti : 10 x 20 cm
d) Papan dammar laut : 2 x 9 x 12 kaki atau 16 kaki
e) Paku :4–5
f) Paku lintah (terutama untuk titi betina)
3.1.2 Beberapa hal yang perlu diperhatikan waktu penggunaannya:
a) Pemasangan leger untuk titi perempuan harus dua-satu untuk jalan yang
sering dilalui kendaraan dan satu untuk yang jarang dilalui kendaraan (titi
perempuan sifatnya adalah sementara)
b) Titi perempuan mutlak membutuhkan pemasangan paku lintah dan atau besi
siku.
c) Seluruh bahan kayu harus diter/dicat, agar daya tahannya terhadap air lebih
kuat.
3.1.3 Perawatan
Untuk mencegah kecelakaan/kerusakan akibat jembatan patah, maka perawatan
jalan yang harus dilakukan secara rutin. Dibentuk “gang” kerja perawatan di
setiap afdeling yang bertugas merawat dan memperbaiki jembatn secara rutin
sebelum terjadi kerusakan jembatan yang parah dan tidak dapat dilalui.

3.2 GORONG-GORONG (CULVERT)


3.2.1 Penentuan ukuran gorong-gorong dipengaruhi oleh:
a) Topografi
b) Panjang parit
c) Curah hujan
3.2.2 Buist beton
3.2.3 Baja bergelombang
Keunggulan baja bergelombang dengan buist beton yaitu lebih mudah dalam
perencanaan dan disain, mudah dipasang dan lebih ekonomis (tidak perlu tenaga ahli,
tanpa pemeliharaan, tahan lam adan relative tahan terhadap pergerakan).
Ada beberapa tipe baja bergelombang, akan tetapi yang biasa digunakan yaitu:
a) Nestable Flange Tipe E.100
1. Tipe ini harus memenuhi timbunan 600 mm
2. Diaplikasi untuk drainase lingkungan, irigasi sekunder sampai kuartener,
penutup conveyor belt, saluran terbuka jembatan, dan lain-lain

19
b) Multi Plate Pipes (Pipa Bulat)
1. Tipe ini cocok untuk semua kondisi saluran dengan kedalaman 2,10 – 18,50 m
2. Diaplikasikan untuk saluran irigasi primer dan sekunder, drainase lingkungan
dan utama, jembatan dan lain-lain.
3.2.3.1 Urutan pemasangan baja bergelombang 1 (satu struktur) pada
pembuatan jembatan gorong-gorong,yaitu sebagai berikut:
a) Galian tanah
b) Pemasangan cerucuk kayu dolken ǿ 10 cm jarak 50 cm
c) Urungan dan pemadatan sirtu tahap pertama
d) Pemasangan baja bergelombang (contoh: E. 100 ǿ x mm)
e) Pemasangan batu kali adukan 1 : 4 head wall (disiar)
f) Urugan dan pemadatan sirtu tahap kedua
g) urugan dan pemadatan tanah
h) Pemasangan batu kali adukan 1 : 4 head wall (disiar)
3.2.3.2 Spesifikasi baja bergelombang
a) Material menggunakan SS 400 atau equivalent
b) Galvanis yang digunakan AS (Australian Standard) 1650
c) Baut sesuai AS (Australian Standard) 1253. 1973 dan mur sesuai AS 1112
grade 4

3.3. JEMBATAN BETON/BAJA


3.3.1 Pembangunan titi beton atau baja harus terlebih dahulu dirundingkan dengan
Regional Head dan apabila semua pihak yang berwenang telah setuju maka
konstruksinya harus berpedoman kepada gambar dari Divisi civil Engineering
3.3.2 Jembatan Girder
Merupakan jembatan yang berbentuk rangka-rangka dan ditopang oleh susunan
baja.
3.3.3 Box culvert
3.3.3.1 Box culvert merupakan jembatan yang dibuat melalui proses pengecoran
dengan kubus. Urutan pembuatan box culvert yaitu sebagai berikut:
a) Persiapan
 Mobilisasi dan demobilisasi excavator
 Pembersihan lapangan
 Pengukuran
 Penyediaan cerocok kayu
 Mesin pompa air barak kerja dan keamanan
b) Pekerjaan tanah
 Galian tanah pondasi
 Urugan tanah kembali
 Timbunan sirtu untuk jalan
c) Pekerjaan beton dan lain-lain
 Pengecoran
 Bekisting
 Pengecatan
3.3.3.2 Ukuran box culvert disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Contoh box
culvert ukuran 1,00 x 4,00 x 1,00 m dapat dilihat pada gambar

20
3.4 TITI PANEN BETON
3.4.1 Pembuatan titi panen beton ukuran panjang ≤3 meter sebaiknya dipusatkan pada
satu tempat (misalnya di Traksi). Titi panen beton ukuran < 3 meter ini bentuknya
rata (seperti papan dengan lebar 25 cm dan tebal 15 cm).
3.4.2 Untuk titi panen ukuran ≥ 3 meter berbentuk T dan sebaiknya dibuat di tempat (dicor
di lokasi titi panen tersebut akan dipasang). Hal ini penting karena pertimbangan
beratnya, sehingga biaya pengeceran dan pemasangannya lebih efisien. Spesifikasi
titi panen beton dari berbagai ukuran dapat dilihat pada gambar…Hal-hal khusus
yang berkaitan dengan titi panen beton berpedoman pada Divisi Civil Engineering.

21
PEMBUATAN DAN PEMELIHARAAN PARIT

I. PENDAHULUAN
1.1. Parit merupakan sarana untuk membuang kelebihan air (sarana drainase) di areal tanaman,
tetapi dalam pembuatannya tidak boleh terlalu banyak jumlahnya dan terlalu dalam
sehingga dapat menyebabkan kekurangan air (“over drained”). Parit memiliki fungsi
sebagai berikut:
a) Menyalurkan kelebihan air keluar areal tanaman
b) Menjaga areal tidak tergenang (banjir) pada musim hujan
c) Memungkinkan menahan/menyimapn air pada musim kemarau.

1.2. Dampak yang ditimbulkan akibat terganggunya fungsi parit yaitu:


a) Terjadinya banjir/genangan air di areal tanaman
b) Pertumbuhan akar dan penyerapan unsur hara terganggu
c) Tanaman menjadi stress jika kekurangan air
d) Menurunkan produksi

II. PEMBUATAN PARIT DAN PEMELIHARAANNYA

2.1. JENIS PARIT

2.1.1. Saluran parit terdiri dari:


a) Parit pembuangan (Outlet Drain): terletak diluar kebun
b) Parit Utama (Main Drain): arahnya disesuaikan dengan letak dan arah aliran
sungai utama
c) Parit Pengumpul (Collection Drain) : Saluran cabang/sekunder
d) Parit Lapangan (Subsidiary Drain) : saluran tersier

2.1.2. Fungsi/kegunaan
a) Parit Pembuangan
 Mengalirkan air dari parit utama langsung ke sungai alam
b) Parit Utama
 Mengalirkan air ke parit pembuangan perimeter
 Sebagai batas blok besar
c) Parit pengumpul
 Bermuara ke parit utama
 Menampung kelebihan air dari parit lapangan
 Menampung air dari kaki bukit
 Sebagai batas blok kecil
d) Parit lapangan
 Bermuara di parit pengumpul
 Mengalirkan genangan air dalam blok

2.1.3. Waktu pembuatan


22
a) Parit pembuangan : setelah diketahui batas konsesi dilakukan survey
topografi berkaitan dengan rencana pembuatan parit pembuangan.
Pembuatannnya dilakukan sebelum dimulai pembukaan jalan.
b) Parit Utama: pembuatannya dilakukan sebelum dan pada saat pelaksanaan LC
c) Parit pengumpul: pembuatannya dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan
LC atau setelah pembuatan parit utama
d) Parit lapangan: pembuatannya dilakukan setelah LC atau menjelang
penanaman bibit kelapa sawit.

2.1.4. Ketentuan
Ukuran (meter)
Jenis Saluran Parit
Lebar Dalam Dasar
Parit Pembuangan 4 4 2
Parit Utama 4 3 2
Parit Pengumpul 2 2.5 1
Parit Lapangan 1 0.8 0.5

2.2. PEMBUATAN PARIT


2.2.1. Sebelum pembuatan parit harus terlebih dahulu dilakukan pemancangan agar arah
parit dapat lurus dan sesuai dengan arah yang ditentukan.
2.2.2. Pada saat pelaksanaan pembuatan parit, Asistent Afdeling/Mandor harus
mengukur dan memberi tanda patok pada setiap 50 m panjang parit yang sudah
selesai untuk keperluan memonitor kemajuan progress kerja.

2.2.3. Parit pembuangan


2.2.3.1 Pembuatan parit pembuangan pada areal pembukaan baru dilakukan
setelah diketahui batas konsesi dan sebelum dimulai pembukaan lahan.
Terlebih dahulu harus dibuat peta topografi dari areal lokasi parit.
Pembuatan parit pembuangan harus disesuaikan dengan posisi sungai
alam dan areal yang hendak dibuka. Hal ini untuk menjamin kelancaran
aliran air dari saluran pembuangan ke sungai alam. (Gambar 4.1)

23
2.2.3.2 Ukuran parit pembuangan tergantung pada banyaknya air yang akan
dialirkan. Sedangkan sudut kemiringan tebing parit tergantung jenis tanah
(Tanah liat atau tanah berpasir)
2.2.3.3 Penggalian tanah dilakukan dengan excavator. Tanah hasil galian dibuang
ke salah satu sisi parit, dan pembuatan kaki lima dengan lebar minimal 2,5
meter dari pinggir parit.
2.2.4. Parit utama
2.2.4.1 Pembuatan parit utama dapat dilakukan sebelum atau bersamaan dengan
“land clearing”. Sebaiknya pembuatan parit dilakukan sesudah
pemancangan pokok agar tidak banyak pokok berkurang terkecuali bila
dianggap terpaksa. Pembuatan parit baru harus dimulai dari hilir.
Pembuatan parit utama disesuaikan dengan kondisi kemiringan lereng. Hal
ini adalah untuk menjamin kelancaran aliran air dari parit utama ke parit
pembuangan (Gambar 4.2)

2.2.4.2 Penggalian tanah dilakukan dengan excavator. Tanah hasil galian dibuang
ke salah satu sisi parit, dan pembuatan kaki lima dengan lebar minimal
2,5 meter dari pinggir parit.
2.2.5. Parit pengumpulan
2.2.5.1 Pembuatan parit pengumpul dilakukan bersamaan dengan LC atau setelah
pembuatan parit utama. Penggalian parit dimulai dari tepi parit utama
dengan dasar yang sama dengan parit utama menuju ke hulu dan diatur
sedemikian rupa sehingga senantiasa timbang air (Gambar 4.3.)
2.2.5.2 Penggalian tanah dilakukan dengan excavator. Tanah hasil galian dibuang
kesalah satu sisi parit, dan pembuatan kaki lima dengan lebar minimal 2,5
meter dari pinggir parit.

24
2.2.6. Parit pegumpul kaki bukit.
2.2.6.1 Penempatan parit kaki bukit yang tepat sangat penting untuk areal
rendahan dan rawa-rawa yang dikelilingi bukit. Pada daerah yang
lembahnya sempit (sedikit rendahannya) dibuat parit pengumpul sesuai
dengan gambar 4.4. Sedangkan daerah yang lembahnya luas, dibuat parit
pengumpul sesuai dengan Gambar 4.5. Parit kaki bukit harus mengikuti
garis kaki bukit dan bermuara ke parit utama.
2.2.6.2 Ukuran parit kaki bukit sama dengan parit pengumpul. Tanah galian
ditempatkan sebelah bagian yang rendah.

2.2.7. Parit Lapangan


2.2.7.1 Parit ini hanya dibuat diareal gambut atau areal rendahan (rawa-rawa) dan
dilakukan setelah LC atau menjelang penanaman bibit kelapa sawit di
Lapangan. Pembuatan parit ini disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan
( Gambar 4.6.)

25
2.2.8. Tempat Pertemuan parit ( Junction)
2.2.8.1 Tempat pertemuan parit (junction) harus membelok kearah aliran air dan
sama sekali tidak boleh tegak lurus. Perhatikan Gambar 4.7. berikut ini:

2.3. PEMELIHARAAN PARIT

2.3.1. Pemeliharaan Parit


2.3.1.1 Pemeliharaan parit meliputi pencucian rumput/sampah/gulma dan
pendalaman saluran sesuai yang diperlukan untuk menjamin kelancaran
pengeluaran air.
2.3.1.2 Pencucian parit meliputi pembuangan rumput/sampah/gulma dan
sebagainya yang berada di permukaan air.
2.3.1.3 Pendalaman parit dilakukan dengan pengorekan tanah dan Lumpur.
Tanah-tanah yang berada di atas dan di bawah permukaan air dibuang ke
luar parit di luar kaki lima (>2,5 m dari bibir parit). Pengorekan di bawah
permukaan parit dilakukan dengan hati-hati sampai pada dasar tanah yang
keras.
2.3.1.3.1 Pemeliharaan parit dengan ketentuan sebagai berikut:

Frekuensi per Tahun


Jenis Parit Cara Keterangan
Cuci Dalam
Parit Pembuangan 1 Kali 2 tahun 1 Kali 3 tahun Mekanis Pencucian
Parit Utama 1 kali 2 tahun 1 kali 3 tahun Mekanis 50% per tahun
Parit pengumpul 1 kali 2 tahun* 1 kali 3 tahun** *Manual/**Mekanis Pendalaman
Parit Lapangan - 1 kali 3 tahun Manual 33% per tahun

2.3.1.4 Parit pembuangan dan parit utama


26
a) Pencucian / pendalaman parit harus dimulai parit pembuangan yang
berbatasan dengan alur pembuangan ke luar kebun dan menuju ke parit di
dalam areal perkebunan. Waktu yang tepat untuk melakukan
pencucian/pendalaman parit adalah pada musim kemarau.
b) Pemeliharaan parit dilakukan dengan membuang rumput/sampah/gulma
dan mengorek tanah dan Lumpur sampai pada dasar tanah keras. Tanah
dan Lumpur harus dibuang di luar kaki lima sepanjang satu sisi parit.
c) Rumpu-rumputan di tebing kanan – kiri parit harus tetap dipelihara sebagai
pencegah erosi
d) Excavator digunakan untk pencucian dan pendalaman parit.

2.3.1.5 Parit pengumpul


a) Pemeliharaan parit pengumpul dilakukan dengan cara membuang
rumput/sampah/gulma secara manual (garukan), sedangkan pengorekan
tanah dan Lumpur dengan cara mekanis (Excavator). Pengorekan tanah
harus dimulai dari bagian hilir dan ujung pertemuan parit pengumpul
dengan parit utama serta perhatikan “junction” yang benar.
b) Pengorekan harus senantiasa timbang air dengan tujuan agar air dapat
mengalir dengan lancar. Kaki lima untuk parit pengumpul dibuat selebar +
2,5 m dari bibir parit.

2.3.1.6 Parit lapangan


Pemeliharaan parit lapangan dilakukan dengan cara pengorekan tanah dan
Lumpur sampai pada dasar parit secara manual (Cangkol atau sekop).
Pengorekan tanah harus dimulai dari hilir (pertemuan parit lapangan
dengan parit pengumpul)

2.3.2. Peta parit


2.3.2.1 Seluruh parit yang ada harus dipetakan secara detail (blok per blok) untuk
memudahkan perencanaan dan pelaksanaan serta control cuci/
mendalamkan parit setiap tahun (peta parit ini dilengkapi dengan ukuran
panjang masing-masing)

27
KONSERVASI TANAH DAN AIR
I. PENDAHULUAN

1.1. Sebagai sumber daya alam, tanah mempunyai fungsi, sebagai berikut :
a) Sumber unsur hara bagi tanaman
b) Matriks tempat perkembangan akar tumbuhan dan air tanah tersimpan.
c) Tempat untuk menampung penambahan unsur-unsur hara dan air
c) Media tempat aktivitas mikroorganisme

1.2. Fungsi-fungsi tersebut dapat berkurang atau hilang disebabkan oleh kerusakan tanah.
Hilangnya fungsi pertama dapat diperbaiki dengan pemupukan terus menerus, tetapi
hilangnya fungsi yang lain tidak mudah dikembalikan karena diperlukan waktu puluhan
bahkan ratusan tahun untuk pembentukan tanah.

1.3. Produksi maksimal suatu tanaman dapat dicapai dengan pemupukan jika sifat-sifat fisik
tanah baik. Pemupukan tidak akan menguntungkan sebelum dilakukan usaha-usaha
pencegahan erosi, perbaikan aerasi tanah dan air, pemeliharaan bahan organik tanah,
pemulihan tanah-tanah rusak atau perbaikan drainase tanah.

1.4. Hilangnya kesuburan tanah adalah berkurangnya unsur mineral atau bahan organik di
dalam tanah, kehilangan unsur hara terjadi melalui kekurangan air di dalam tanah.

1.5. Ada 3 (tiga) tipe kehilangan air dari tanah:


a) Gerakan air bebas ke bawah (perkolasi) yang berasal dari air berkelebihan (jumlah air
hujan yang masuk ke dalam tanah melebihi kapasitas menahan air) pada permukaan
tanah dan sub soil bagian atas. Perkolasi biasanya mengakibatkan hilangnya
garam/larutan kalsium, kalium, magnesium dan sulfur.
b) Run Off merupakan air yang berkelebihan melalui tanah permukaan. Kehilangan karena
run off mencakup tidak hanya air akan tetapi juga sejumlah tanah (erosi)
c) Evaporasi merupakan kehilangan air karena penguapan.

1.6. Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya erosi, yaitu:


a) Pemindahan vegetasi penutup alam
b) Ditanami dengan tanaman yang tidak menutupi tanah tersebut.

1.7. Pengawetan tanah berarti penggunaan setiap bidang tanah dengan cara benar yang sesuai
dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya dengan syarat-syarat yang
diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (erosi, kerusakan struktur tanah dan
sebagainya ). Sedangkan pengawetan air prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke
tanah seefisien mungkin dan pengaturan aliran sehingga tidak terjadi banjir pada musim
hujan serta terdapat cukup air pada musim kemarau.

28
II. KEMIRINGAN LERENG DAN JENIS-JENIS SARANA PENGAWETAN
TANAH DAN AIR
2.1. Pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa erosi adalah akibat interaksi kerja antara faktor-
faktor tanah, iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia (Gambar 5.1).
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang paling berpengaruh
terhadap erosi. Unsur lain yang mungkin berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman
dan arah lereng.

2.2. Makin besar derajat kemiringan akan mengakibatkan meningkatnya kecepatan aliran air
dan juga air yang mengalir lebih banyak. Panjang lereng atau kemiringan sangat penting,
karena makin besar lereng suatu daerah, makin besar air yang mengalir.

2.3. KLASIFIKASI KEMIRINGAN LERENG

a) Tanah Rata (Flat-Undulating) Sudut kemiringan = 00 - 50

b) Tanah Agak Miring (Rolling) Sudut kemiringan = 60 - 120

c) Tanah Miring (Hilly) Sudut kemiringan = 130 - 200

d) Tanah Sangat Miring (Steep) Sudut Kemiringan = > 200

29
2.4. JENIS-JENIS SARANA PENGAWETAN TANAH DAN AIR

2.5 TEKNIK SARANA PENGAWETAN TANAH DAN AIR

a) Pemeliharaan tanaman penutup tanah “LCP”


b) Aplikasi janjang kosong
c) Penyusunan pelepah
d) Tapak kuda (planting platform)
e) Benteng teras (contour bund) dan rorak
f) Teras kontur (countour terrace)

2.5.1. Pemeliharaan tanaman penutup tanah “LCP”


Pemeliharaan LCP dapat dilihat pada bab Menanam Kacangan .

2.5.2. Aplikasi Janjang kosong


Aplikasi janjang kosong dalam rangka pengawetan tanah dan air dijelaskan pada
Bab Pemupukan.

2.5.3. Penyusunan pelepah


Teknis penyusunan pelepah pada berbagai kemiringan lahan dapat dilihat pada bab
Tunas Pokok.
2.5.4. Tapak kuda (planting platform)
30
a) Ukuran 3 m X 3 m sampai 4 m X 4m
b) Pembuatan tapak kuda
1. Memancang
Areal yang akan dibuat tapak kuda terlebih dahulu harus dipancang menurut
pancang tanaman
2. Pembuatan
Pembuatan tapak kuda tepat pada pancang tanaman dan dilakukan sebelum
penanaman. Mula-mula permukaan tanah dibersihkan dari humus, akar-
akar, tunggul dan kayu. Tanah galian disusun untuk tanah bagian yang
ditimbun, setelah terbentuk dilakukan pengerasan (penggeblekan) hingga
padat pada tanah timbunan terseut dan harus membentuk kemiringan 50 -
100 . Kemudian dibuat benteng kecil di pinggir tanah timbunan. (Gambar 5.2)

Gambar 5.2. Penampang Melintang Tapak Kuda

c) Pemeliharaan
Pada tahap awal diperlukan pemeliharaan yang teratur untuk memperbaiki
tapak kuda yang rusak. Pada tahap selanjutnya perbaikan tapak kuda dilakukan
3 tahun sekali dengan memperbaiki kembali permukaan dengan sudut
kemiringan 50 - 100 dan memadatkan pinggirannya bila perlu.

2.5.5. Benteng Teras (contour bund) dan rorak


a) Ukuran : Benteng Teras Rorak
Lebar Bawah 60 cm 35 cm
Lebar Atas 40 cm 40 cm
Tinggi 30 cm 50 cm
Lebar kaki lima 10 cm
b) Panjang benteng teras dan rorak minimal 3 meter sesuai dengan kebutuhan

31
c) Pembuatan benteng teras:
1. Pembuatan benteng teras dan rorak dilakukan setelah penanaman kelapa
sawit
2. Tentukan suatu titik tertentu dimana pemancangan dimulai baik untuk
arah benteng secara timbang air maupun jarak antar 2 (dua) benteng teras.
3. Setelah pemancangan selesai, maka parit digali dan tanah galian ditimbun
memanjang menurut arah pancang benteng teras dan kemudian dibentuk
sesuai dengan ukuran (Gambar 5.3)

2.5.6. Teras Kontur (contour terrace)

a) Pembuatan teras kontur dengan system “Violle Lining”


1. Memancang Teras
 Tentukan satu titik di areal paling curam
 Tentukan satu garis lurus ke arah lembah dengan jarak masing-masing titik 7.3
m (setiap titik dibuat warna merah, biri, dan kuning)
 Jarak antar teras minimum 7,3 m dan maksimum 8,9 m. Apabila jarak antar
teras menyempit (< 7,3 M) atau melebar (> 8,9 m), maka pembuatan teras
disebut harus diputuskan “?dihentikan?”. selanjutnya, dimulai pembuatan
teras dengan titik baru dengan jarak 7,3 m (Gambar 5.4).

32
 Untuk membedakan pancang teras antar satu terasan dengan terasan yang
lain, maka digunakan warna pancang yang berbeda dengan susunan merah,
biru, kuning dan seterusnya. Hal ini bertujuan untuk menghindari kesalahan
operator alat berat berpindah dari satu teras ke teras yang lain pada waktu
pembuatan teras.
 Untuk bagian teras yang kurang horizontal (tempat-tempat tertentu), maka
perlu dibuat benteng penahan (stop bund) melintang dengan ukuran lebar 50
cm dan tinggi 30 cm. Tujuan pembuatan “stop bund” adalah untuk menahan
aliran air dan mencegah erosi sepanjang teras tersebut

2. Pembuatan
 Pembuatan teras kontur harus dimulai dari teras yang paling atas kemudian
dilanjutkan terasan dibawahnya
 Letak garis kontur harus timbang air (water pass)
 Teras kontur harus dibuat dengan permukaan yang miring ke dinding teras
dengan sudut kemiringan 100 – 150 dan tepat pada pancang tanam.
 Lebar teras 3 – 4 m, sedangkan teras penghubung antar tanaman 1 m (Gambar
5.5)

3. Tahap – tahap pembuatan


 Permukaan tanah dibersihkan dari humus, tunggul-tunggul dan kayu
 Tanah galian disusun untuk tanah bagian yang ditimbun, setelah terbentuk
diadakan pengerasan (penggeblekan) hingga padat dan tanah timbunan harus
membentuk kemiringan 100 – 150 ke dinding teras.

b) Pemeliharaan
Setiap saat diperlukan pemeriksaan yang teratur untuk mereparasi teras yang rusak.
Pada tahap selanjutnya, reparasi teras-teras adalah memeperbaiki kembali permukaan
dengan sudut miring tetap 100 – 150 dan memadatkan pinggiran bila perlu,
dilaksanakan setahun sekali.

33
34
35
STANDAR PENGUKURAN KONSERVASI TANAH DAN AIR

I. Areal Flat & Undulating (Rata)

1.1. Pemeriksaan kacangan penutup tanah dilaksanakan pada areal TBM (0 – 12 bulan). Hal ini
dilakukan untuk memudahkan melihat tingkat keberhasilan penanaman kacangan.
Keberhasilan penanaman kacangan ditandai oleh persentase (%) areal yang ditutupi oleh
kacangan.
1.2. Penghitungan/pemeriksaannya berdsarkan sampling, yaitu 50% dari seluruh blok areal
TBM (0 – 12 bulan), sedangkan setiap blok sampling diperiksa minimal 20% dari total
jumlah pasar rintis. Setiap pasar rintis yang dimasuki, dilakukan pemeriksaan terhadap
persentase (%) areal yang ditutupi kacangan.

II. Areal Rolling Agak Miring

2.1. Kacangan Penutup Tanah (LCP)

2.1.1 Penghitungan/pemeriksaan kacangan penutup tanah pada areal agak miring sama
dengan areal rata.

2.2. Kelengkapan Tapak Kuda

2.2.1. Kelengkapan tapak kuda dihitung berdasarkan kondisi auatu areal perlu dibuat
tapak kuda pada setiap pokok sawit sudut kemiringan (60 – 120). Masing-masing
afdeling harus memiliki data jumlah dan posisi tapak kuda. Penghitungan/
pemeriksaan berdasarkan sampling, yaitu 50% dari seluruh blok yang arealnya
memenuhi kriteria dan setiap blok diperiksa minimal 20%.
2.2.2. Pemeriksaan ditetapkan minimal 12 pasar rintis (24 baris tanam) di dalam satu blok
seluas 30 – 40 ha yang mempunyai total 128 baris.

2.3. Ukuran Tapak Kuda

2.3.1. Tapak kuda dihitung berdasarkan ukuran tapak kuda sesuai dengan ketentuan
(spesifikasi) yang berlaku.
2.3.2. Ketentuan ukuran tapak kuda adalah 3 m X 3 m sampai 4 m X 4 m
2.3.3. Penghitungan/pemeriksaan ukuran tapak kuda bersamaan dengan pemeriksaan
kelengkapan tapak kuda.

36
III. Areal Hilly – Steep (Miring dan Sangat Miring)

3.1. Kacangan Pentup Tanah (LCP)

3.1.1. Penghitungan/pemeriksaan kacangan penutup tanah pada areal miring dan sangat
miring sama dengan areal rata.

3.2. Kelengkapan Teras Kontur

3.2.1. Kelengkapan teras kontur dihitung berdasarkan kondisi suatu areal perlu dibuat
teras kontur (sudut kemiringan > 120 ). Penghitungan/pemeriksaan berdasrkan
sampling, yaitu 50% dari seluruh blok dan setiap blok diperiksa minimal 20%.
3.2.2. Pemeriksaan ditetapkan minimal 12 pasar rintis/kontur (24 baris tanam) di dalam
blok seluas 30 – 40 Ha yang mempunyai total 128 baris.

3.3. Kemiringan Teras

3.3.1. Teras diukur berdasarkan sudut kemiringannya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
3.3.2. Ketentuan sudut kemiringan terasan adalah 100 - 150
3.3.3. Penghitungan/pemeriksaan sudut kemiringan terasan bersamaan dengan
pemeriksaan kelengkapan teras kontur.

37
MENANAM KACANGAN

I. PENDAHULUAN
1.1. Menanam tanaman penutup tanah / leguminous cover crop (LCC) di perkebunan kelapa
sawit adalah salah satu tahapan pekerjaan yang penting dan membutuhkan biaya yang
cukup tinggi.
1.2. Manfaat pembangunan penutup tanah adalah:
a) Menekan pertumbuhan gulma, sehingga dapat menghemat biaya pengendalian gulma
b) Meningkatkan kandungan bahan organik tanah
c) Memperbaiki kondisi fisik tanah yaitu aerasi dan menjaga kelembaban tanah
d) Mencegah dan mengurangi erosi permukaan tanah
e) Mengikat (fiksasi) unsur hara Nitrogen dari udara, dengan demikian memperkaya tanah
dengan senyawa Nitrogen
f) Menekan pertumbuhan Hama dan penyakit tertentu.
1.3 Penanaman kacangan dilakukan setelah dilakukan semprot blanket sebanyak dua ( 2 )
rotasi (Garlon & Glyposat).

II. BAHAN TANAMAN

2.1. JENIS KACANGAN

2.1.1. Jenis kacangan yang dapat digunakan sebagai penutup tanah ialah:
a) Calopgonium caeruleum (CC)
b) Puereria javanica (PJ)
c) Mucuna cochinchinensis (MC)
d) Mucuna bracteata (MB)
2.1.2. Kacangan yang direkomendasikan untuk ditanam di lapangan yaitu yang memiliki
germinasi (daya kecambah) sesuai dengan Tabel 6.1.

38
Rata-rata
Daya Kecamabah
Jenis Kategori Kondisi
Kecambah Rekomendasi Yang
Kacangan Kualitas Pembelian
(%) direkomendasi
kan
A. Kacangan dari Supplier

Baik Diterima Tdk Ada Konpensasi Normal (N)


> 75
Cukup Diterima Dengan Konpensasi N x 1,25
50 – 69
PJ, CM, MC Sagat Buruk Ditolak
< 50
Baik Diterima Tdk Ada Konpensasi Normal (N)
> 70
CC Cukup Diterima Dengan Konpensasi N x 1.50
50 – 69
Sangat buruk Ditolak
<50

B. Stock Lama Disimpan di Kebun


PJ, CM, MC > 55 Baik Diterima Normal (N)
45 – 55 Cukup Diterima N x 1.25
35 - 45 Buruk Diterima N x 1.5
< 35 Sangat Buruk Di buang

CC > 15 Baik Diterima Normal (N)


10 – 15 Cukup Diterima N x 1.25
5 – 10 Buruk Diterima N x 1.5
<5 Sangat buruk Di buang

Ada dua pilihan campuran LCC yang ditanaman di lapangan yang disesuaikan dengan
ketersediaannya dipasaran. Pilihan tersebut adalah :

1. MC 2 Kg dengan jarak tanam 2 X 2 Meter


MB dengan jarak tanam 8 X 8 Meter

2. PJ dengan dosis 4 Kg per Ha


CC dengan dosis 1 Kg per Ha

KOMPOSISI KACANGAN

2.1.3. Untuk mendapatkan pembangunan penutup tanah yang baik dan disertai
pertimbangan biaya, biasanya dilakukan campuran kacangan dengan komposisi per
Ha sebagai berikut :
a) 4 Kg PJ + 1 Kg CC Untuk penanaman di Darat

39
b) Untuk areal gambut atau rawa digunakan 2 Kg MC/Ha dengan ditanam dengan
jarak 2 X 2 Mtr dan per titik tanam 2 Polybag dan menggunakan MB yang
ditanam di jalur tengah dengan jarak antar titik 8 Mtr.
2.1.4. Penanaman MB perlu dilakukan terhadap 10% areal tanam dengan tujuan
mencadangkan bibit kacangan untuk kebutuhan mendatang (sebagai tanaman
induk). Benih MB dapat dibeli dipasaran dengan persentase germinate 65 – 75 %
yang dilakukan dengan metode tanam di babybag baru tanam dilapangan. Berikut
Gambar 6.1. Skema tanam Tanaman Penutup Tanah

2.2. PENGGUNAAN STEK

2.2.1. Tanaman Penutup tanah juga dapat dibangun dengan cara stek. Jenis kacangan yang dapat
ditanam dengan stek ialah Mucuna bracteata (MB) dengan ketentuan:
a) Penyetekan berasal dari tanaman induk MB yang tumbuh subur
b) Cari ruas kacangan MB yang berakar (tidak terlalu muda dan tua)
c) Ruas MB tersebut langsung ditanam di kantong pelastik yang berlubang bagian tepinya
(ukuran 10 X 8 Cm ) hingga hasil stek tumbuh dengan baik (+ 2 Bulan )
d) Sebagai media dipakai top soil yang bebas dari kotoran
e) Penyiraman dilakukan sekali setiap dua hari (bila tidak turun hujan)
f) Setelah itu, potong hasil stek dan siap ditanam dilapangan

2.2.2. Pembiakan kacangan MB dari mulai bibit tanaman induk hingga proses penyetekan
disajikan pada Gambar 6.2.

40
Gambar 6.2. Cara Pembiakan Kacangan MB dengan Stek

III. PERSIAPAN MENANAM KACANGAN


3.1. Persiapan yang baik akan sangat menentukan keberhasilan pembangunan penutup tanah.
Hal-hal yang penting dilakukan dalam persiapan penanaman kacangan yaitu sebagai
berikut:
a) Areal penanaman bersih dari gulma dan penanaman dilakukan setelah pekerjaan
memancang
b) Sebelum ditanam atau inokulasi, kacangan sebaiknya direndam terlebih dahulu dengan
air hangat ( 2 porsi air mendidih + 1 porsi air biasa) dalam waktu semalam (+ 12 Jam),
dengan tujuan:
1) Meningkatkan daya tumbuh kacangan
2) Memisahkan dan membuang kacangan kosong (terapung). Kacangan yang scarified
tidak perlu di rendam.
c) Di daerah yang baru dibuka perlu dilakukan inokulasi kacangan dengan bakteri
Rhizobium. Metode inokulasi kacangan yaitu:
1) Masukan kacangan yang sudah direndam selama semalam kedalam ember A.
2) Masukan Rhizobium ke dalam ember B sebanyak 50 gram Rhizobium untuk 10 Kg
kacangan. Kemudian masukan air sebanyak 500 Ml kedalam ember B tersebut dan
aduk hingga rata.
3) Selanjutnya, larutan tersebut dimasukkan kedalam ember yang berisi Kacangan
(ember A) dan campur hingga merata.
4) Setelah inokulasi, kacangan tersebut dikeluarkan dari ember A untuk dikeringkan
dengan cara meletakkannya ditempat terbuka yang ternaungi.
5) Kacangan yang telah dikeringkan dimasukkan kedalam ember C bersama dengan
pupuk RP dengan perbandingan 1 : 1 , kemudian aduk hingga merata. Untuk
memudahkan penanaman dan efisiensi jumlah kacangan yang disebar, kacangan
tersebut dicampur sedikit dengan tanah pasir atau lempung.
6) Kacangan sebaiknya ditanam pada hari yang sama untuk mengoptimalkan fungsi
bakteri Rhizobium. Pencampuran Kacangan + Rhizobium dilakukan untuk
kebutuhan penanaman 1 (satu) hari.

41
7) Skema inokulasi kacangan dengan bakteri Rhizobium dapat dilihat pada Gambar
6.3.

Campur Hingga Merata Keringkan


Kacangan
Terinokulas
i

Kacangan Kacangan + Larutan


Rhizobium

Masukkan
Masukkan Dan
aduk hingga Merata

Rhizobium + Air Kacangan Terinokulasi + Pupuk RP + Pasir

Gambar 6.3. Skema Inokulasi Kacangan Dengan Bakteri Rhizobium


IV. CARA MENANAM KACANGAN
4.1. AREAL DATAR – BERGELOMBANG
a) Kacangan ditanam sejajar barisan tanaman.
b) “Larikan” campuran PJ dan CC sebanyak 3 (tiga) baris setiap gawangan hidup.
c) MC ditanam 3 (tiga) lubang diantara pokok dekat rumpukan kayu/batang. Setiap
lubang ditanam 2 (dua) benih MC.
d) Penanaman kacangan pada areal data – bergelombang disajikan pada Gambar 6.4

Gambar 6.4. Skema Penanaman Kacangan (Campuran PJ dan CC) dan MC di areal Datar – Bergelombang.

42
4.2. AREAL BERBUKIT-BERGUNUNG
a) Pada Areal berbukit – bergunung dengan pola kontur/teras maka kacangan ditanam
searah dengan terasan tanaman
b) Campuran PJ dan CC sebanyak 4 (empat) titik antar 2 pokok di sekat bibir terasan
c) MB ditanam di antara titik campuran PJ dan CC
d) Penanaman kacangan pada areal berbukit – bergunung di sajikan pada Gambar 6.5.

Bukit

Lembah

Keterangan :
Kacangan Mucuna bracteata

Larikan Kacangan (PJ dan CC)

Pokok Kelapa Sawit

V. PERAWATAN KACANGAN
43
5.1. PEMUPUKAN
Kacangan perlu dipupuk agar tumbuh subur dan cepat menutup tanah. Jenis, dosis dan
waktu pemupukan disajikan pada Tabel 6.1. dibawah ini:

Tabel 6.1. Pemupukan Kacangan


Dosis
Waktu Aplikasi Jenis Pupuk Aplikasi Metode Aplikasi
(Kg/ha)
Waktu Penanaman Kacangan RP 1 : 1 Dicampur dengan kacanngan
0.5 : 1 Larikan sepanjang kacangan
4 Minggu setelah penanaman NPK Yellow
kacangan Compound Disebar merata diatas
3 Bulan setelah penanaman 15:15:6:4 50 kacangan
kacangan RP 50 Disebar merata diatas
6 Bulan setelah penanaman RP 200 kacanagan
kacangan

5.2. RAWAT KACANGAN

5.2.1. Di dalam jalur kacangan, rawat kacangan dilakukan dengan cara mencabuti dengan
tangan (manual)
5.2.2. Untuk pengendalian gulma dijalur kacangan dilakukan dengan penyemprotan
herbisida Glifosat atau Paraquat dengan dosisi 1.5 – 2 Ltr/Ha blanket. Rotasi
perawatan kacangan di jalur dan di luar jalur kacangan dapat dilihat pada Tabel 6.3.
5.2.3. Rotasi penyemprotan kacangan sangat tergantung dari kecepatan kacangan
menutup tanah.

Tabel 6.3. Rotasi Perawatan Kacangan di Jalur dan di Luar Jalur Kacangan
Sasaran Metode Rotasi
Keterangan
Perawatan Perawatan Perawatan
Jalur Kacangan Manual 2 Minggu sekali (6 Rotasi) 3 Bulan Pertama
1 Bulan Sekali (3 Rotasi) 3 Bulan Kedua
Luar Jalur Kacangan Kimia 1 Bulan Sekali (3 Rotasi) 3 Bulan Pertama
1 Bulan Seklai (3 Rotasi) 3 Bulan Kedua
Perifikasi Glyposat
(25 ml/ 10 Ltr air)

44
STANDAR PENGUKURAN MENANAM KACANGAN
I. KETEPATAN WAKTU PEMUPUKAN KACANGAN (LCP)
1.1. Ketepatan waktu pemupukan kacangan dihitung berdasarkan penyimpangan waktu
aplikasi dari program pemupukan dalam satuan hari.
Dosis
Program pemupukan
Jenis Pupuk Aplikasi Metode Aplikasi
Waktu Aplikasi
(Kg/ha)
Waktu Penanaman Kacangan RP 1 : 1 Dicampur dengan Kacanngan
NPK Yellow 0.5 : 1
3 Minggu setelah penanaman Compound Larikan sepanjang kacangan
kacangan 15:15:6:4 50
3 Bulan setelah penanaman RP 50 Disebar merata diatas
kacangan kacangan
6 Bulan setelah penanaman RP 200 Disebar merata diatas
kacangan kacanagan

II. KETEPATAN WAKTU PENYIANGAN


2.1. Ketepatan waktu penyiangan dihitung berdasarkan penyimpangan waktu
penyiangan dari program perawatan penyiangan kacangan dalam satuan hari.
2.2. Rotasi perawatan/penyiangan kacangan:

Sasaran Metode Rotasi


Keterangan
Perawatan Perawatan Perawatan
Jalur Kacangan Manual 2 Minggu sekali (6 Rotasi) 3 Bulan Pertama
1 Bulan Sekali (3 Rotasi) 3 Bulan Kedua
Luar Jalur Kacangan Kimia 1 Bulan Sekali (3 Rotasi) 3 Bulan Pertama
1 Bulan Seklai (3 Rotasi) 3 Bulan Kedua
Perifikasi Glyposat
(25 ml/ 10 Ltr air)

45
MENANAM KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN
1.1. Pada areal rata sampai bergelombang pola tanam kelapa sawit berbentuk segitiga sama
sisi, sedangkan pada areal berbukit perlu dibuat terlebih dahulu teras kontur dengan pola
tanam sesuai dengan system Violle Linning.
1.2. Jarak dan pola tanam harus dibuat seoptimal mungkin, sehingga setiap individu tanaman
mendapat ruang perkembangan kanopi dan sinar matahari yang optimum serta merata
untuk mendapatkan produksi per hektar dan “economic life” yang maksimal.
1.3. Cara dan standar penanaman kelapa sawit yang benar merupakan faktor yang sangat
penting selain potensi genetik dan kualitas bibit didalam menentukan produksi selama satu
generasi/siklus tanaman (+ 25 Tahun)

II. PERSIAPAN MENANAM KELAPA SAWIT

2.1. POLA TANAM

2.1.1. Jarak tanam tergantung dari jenis/tipe tanah dan jenis bibit. Kebijakan perusahaan
mengenai pola tanam diatur seperti tercantum pada Tabel 7.1.
Tabel 7.1. Populasi Tanaman Berdasarkan Jarak Tanam pad setiap Jenis Tanah

Jarak Tanam Jarak Tanam Populsi


Jenis Tanah
Antar Pokok (m) Antar Baris (m) Pokok/Ha

Mineral/Pasir 8,98 7.78 143

Gambut 8.80 7.62 150

2.1.2. Kerapatan Pokok dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut

10.000 M2
Popolasi Pokok /Ha =
----------------
AXB
A = Jarak Antar Pokok Dalam Barisan (M)
B = Jarak Tanam Antar Baris (M)

46
2.2. MEMANCANG

2.2.1. Tujuan Memancang


a) Memberi tanda titik tanam untuk pembuatan lubang tanam sesuai jarak tanam
yang ditentukan
b) Sebagai pedoman untuk pembuatan jalan, parit, teras/tapak kuda dan
menanam kacangan

2.2.2. Bahan dan Alat


a) Kompas atau Theodolite
b) Kayu pancang (pancang kepala dan anak pancang)
c) Parang
d) Meteran
e) Tali nilon atau kawat sling

2.2.3. Kebutuhan Tenaga Memancang


Setiap tim pancang terdiri dari 5 (lima) orang yaitu:
a) 1 orang tukang teropng
b) 2 orang tukang pancang
c) 2 orang tukang tarik tali/kawat.

2.2.4. Teknis Pemancanagan


2.2.4.1 Waktu Pemancangan
a) Pengembangan areal baru
Pekerjaan memancang dilaksanakan setelah seluruh kayu
dirumpuk/stacking dan dilakukan bloking
b) Peremajaan
Pekerjaan memancang dilaksanakan setelah seluruh pokok kelapa
sawit/karet/kakao sudah ditumbang dan dicincang serta dirumpuk untuk
setiap blok.

2.2.4.2 Cara Pemancangan


a) Areal datar dan bergelombang
1. Jarak tanam dibuat sesuai Tabel 7.1.
2. Arah barisan tanaman adalah Utara-Selatan
3. Buat pancang kepala setinggi 2 meter dan anak pancang 1 meter ,
kemudian bagian atasnya (20 cm) di cat warna putih
4. Tentukan batas-batas daerah/blok yang akan dipancang dan tetapkan
sebuah titik sebagai patokan untuk memancang. Usahakan titik tersebut
adalah salah satu titik pertemuan collection road dan main road
5. Dari titik tersebut dibuat garis tegak lurus arah Utara – Selatan (00 – 1800
). Tarik tali dengan jarak 9,2 m dari titik A pasang pancang kepala dengan
jarak antar pancang 100 meter sebagai titik B. Jadi untuk blok yang
lebarnya 300 meter terdapat 4 buah titik (A<B<C dan D). Tali tersebut juga
dipakai secara bersamaan untuk memasang anak pancang pada setiap
tanda yang dijadikan titik tanam., pemancangan dilanjutkan dari B ke C
dan C ke D (skema pemancangan terdapat pada Gambar 7.1)

47
6. Dari titik yang sama ditarik garis lurus Timur – Barat ( 900 – 3600) dengan
menggunakan tali yang bertanda jarak 7,96 m. Pasang pancang kepala
sesuai dengan tanda tersebut hingga sampai batas areal/blok yang
hendak dipancang.
7. Untuk barisan tanaman kedua, gunakan setengah dari panjang sisi
segitiga sebagai patokan awal (tali dengan jarak 9,2 m). Setiap tali yang
bertanda, pasang anak pancang lakukan secara bergantian dengan
barisan tanaman selanjtnya (lay – out sistematik pemancangan terdapat
pada Gambar 7.2). Norma prestasi memancang 0.15 – 0.2 Ha/HK

Gambar 7.1. Skema Pemancangan terhadap Posisi Pancang Kepala

Gambar 7.5. Lay – Out Sistematika Pemancangan

b) Areal berbukit dan bergunung


48
1. Pada Areal berbukit dan bergunung dimana dilakukan pola tanam teras
kontur, maka pemancangan titk tanam dilakukan dengan memakai sitem
“Violle”. Teknis pemancangan dengan system ini dapat dilihat pada Bab
Konservasi Tanah dan Air
2. Pada areal bukit yang kecil dimana terasnya pendek dapat digunakan
system “ straight lining” yang diputuskan oleh Regional Head.

2.3. MELUBANG

2.3.1. Tujuan Melubang


a) Sebagai tempat untuk menanam pokok kelapa sawit
b) Memberi media tumbuh yang baik bagi akar tanaman pada saat awal
pertanaman.

2.3.2. Peralatan Melubang


a) Cangkul
b) Alat pengukur (mal) sesuai ukuran
c) Secara mekanis menggunakan “post hole digger”

2.3.3. Teknis Melubang secara manual


2.3.3.1 Lubang tanam telah dipersiapkan 1 (satu) bulan sebelum tanam
2.3.3.2 Pancang tidak boleh diangkat sebelum diberi tanda pola ukuran lubang
untuk pembuatan lubang sehingga pancang tepat berada di tengah-tengah
pola tersebut.
2.3.3.3 Jika titik tanam berada ditunggul, maka titik tanam digeser sesuai arah
barisan tanaman.
2.3.3.4 Ukuran lubang adalah 60 cm X 60 cm X 40 cm sedangkan untuk areal dengan
tanah yang keras “compact” 90 cm X 60 cm X 60 cm.
2.3.3.5 Tanah hasil galian dipisahkan antara top soil dan sub soil. Top soil diletakan
disatu sisi dan sub soil disis lainnya. (lihat Gambar 7.3). Setelah lubang
selesai digali pancang dikembalikan ke posisi semula.
2.3.3.6 Untuk menjamin keseragaman ukuran lubang tanam, setiap pekerja
dilengkapi dengan mal/patron sesuai ukuran.
2.3.3.7 Norma prestasi melubang yaitu 20 – 30 lubang/hk tergantung ukuran
lubang.

49
Gambar 7.3. Teknis Melubang dan Menanam Kelapa Sawit

2.4. PUPUK LUBANG

2.4.1. Jenis dan Dosis pupuk


2.4.1.1 Jenis dan dosis pupuk lubang sesuai dengan Bab. Pemupukan

2.4.2. Teknis memupuk


2.4.2.1 Pupuk TSP atau RP tesebut dicampur dengan tanah kemudian dimasukan ke
dalam lubang tanam.
2.4.2.2 Pemberian pupuk dilakukan dengan takaran yang standar

III. MENANAM KELAPA SAWIT

3.1. PERSIAPAN DI PEMBIBITAN


Persiapan di pembibitan telah dikemukakan pada Bab Pembibitan Kelapa Sawit

3.2. ADMINISTRASI DAN TRANSPORTASI

3.2.1. Pengiriman bibit ke lapangan disesuaikan dengan ecepatan penanaman agar tidak
terjadi sisa bibit di lapangan .
3.2.2. Asisten afdeling mengajukan surat permintaan bibit untuk setiap blok melalui
kantor kebun. Setelah disetujui Estate Manager maka dibuat surat perintah
pengeluaran bibit (DO) rangkap empat.
3.2.3. DO diserahkan ke bagian transportsi untuk pengambilan, pengangkutan, dan
penyerahan bibit ke lapangan.
3.2.4. Pengambilan bibit harus sesuai dengan dengan jumlah yang tercantum dala DO.
Dalam hal ini pengawasan pengambilan bibit harus diawasi secara ketat.

3.2.5. Setelah bibit sampai dilapangan, DO harus disahkan oleh penerima (Asisten untuk
bibitan dalam satu kebun dan Manger/KTU untuk bibitan antara kebun) dimana
bibit tersebut akan ditanam.
50
3.2.6. DO yang telah disahkan akan didistribusikan kepada:
a) Asisten dimana bibit itu ditanam
b) Kantor kebun (KTU) asal bibit
c) Asisten Bibitan
d) Traksi

3.3. ECER BIBIT DI LAPANGAN

3.3.1. Pengangkatan polybag harus dilakukan pada bola tanahnya secara hati-hati agar
tidak terjadi kerusakan bibt. Jangan diangkat pada leher bibit.
3.3.1.1 Bibit harus diangkat dalam keadaan berdiri dan untuk areal yang memungkinkan
dapat menggunakan angkong. Saat meletakkan bibit di sisi lubang harus hati-hati,
Jangan Dibanting.

3.4. PENANAMAN

3.4.1. Penanaman untuk setiap blok harus menggunakan jenis/sumber bibit yang sama
dan dibuat peta penanaman dengan keterangan yang jelas (nomor blok, luas, bulan
dan tahun tanam, jenis dan jumlah bibit)
3.4.2. Pelepasan bola tanah dari polybag dilakukan dengan cara memotong polybag
dengan pisau lipat, lalu bibit diletakkan hati-hati ke dalam lubang.
3.4.3. Bibit harus berdiri dengan tegak dan letak bibit lurus dalam di dalam barisan.
3.4.4. Pada saat penanaman, yang terlebih dahulu ditimbunkan adalah top soil dengan
kedalaman + 20 cm dari dasar lubang dan dipadatkan kemudian sub soil pada
kedalaman sisanya dan dipadatkan kembali (Gambar 7.3.)
3.4.5. Penimbunan dilakukan dengan memasukan tanah galian sedikit demi sedikit ke
dalam lubang sambil dipadatkan. Pemadatan dilakukan dengan menginjak tanah
timbunan disisi bola tanah.Jangan menginjak bola tanah.
3.4.6. Penimbunan dilakukan hingga tanah hasil timbunan padat dan sejajr dengan
permukaan bola tanah. Jika belum sesuai maka penimbunan pertama perlu perlu
dikurangi atau ditambah. Setelah selesai, tancapkan bekas pancang di sisi tanaman
dan polybag bekas bibit digantung di ujungnya. Norma Prestasi menanam yaitu: 30
– 40 pokok/HK tergantung kondisi areal dan topografi.
3.4.7. Kesalahan-kesalahan yang harus dihindari pada saat penanaman kelapa sawit,
yaitu:
a) Polybag tidak dibuka sebelum ditanam
b) Bibit ditanam terlalu dalam atau dangkal
c) Bibit ditanam miring dan tanah tidak dipadatkan
d) Tanah pada polybag dipecah atau dibuang
e) Polybag ditinggal dilubang, tidak digantung di pancang.

3.5. PENYISIPAN

51
3.5.1 Penyisipan merupakan hal yang penting untuk mendapatkan produksi per hektar
yang maksimal
3.5.2 Penyisipan harus dilakukan sedini mungkin. Penyisipan yang terlambat akan
menjadi sia-sia karena tanaman sisipan tersebut tidak dapat mengejar
pertumbuhan tanaman utama. Sebelum dilakukan penyisipan yang terpenting ialah
sensus dan identifikasi pokok.
3.5.3. Tanaman sisip harus dirawat dengan sebaik mungkin agar dapat menjamin
pertumbuhan dan produksi maksimal.

3.5.4. Tanaman Sisipan


Prinsip pelaksanaan penyisipan sama dengan pekerjaan penanaman. Namun perlu
perencanaan, persiapan dan penguasaan teknisnya lebih mendetail, yaitu:
a) Tanda titik tanam yang perlu disisip dengan pancang bendera
b) Berdasarkan data sensus harus dibuat tanda di pokok pinggir jalan mengenai
jumlah bibit yang dibutuhkan dalam setiap baris tanaman.

3.5.5. Hal-hal yang perlu diperhatikan didalam pelaksanaan penyisipan, antara lain:

3.5.51 Penyisipan pengganti pokok mati dan titik kosong seharusnya dilakukan
pada saat TBM dan diselesaikan pada akhir tahun ke-3.
3.5.52 Bibit untuk sisipan pada areal yang baru ditanam sebaiknya menggunakan
bibit yang seumur dengan tanaman utama.
3.5.53 Pokok sisipan ditanam tepat pada bekas tanaman yang sudah dibongkar agar
barisan tanaman tetap lurus.

52

Anda mungkin juga menyukai