1
PEREMAJAAN (REPLANTING)
I. PENDAHULUAN
Umur ekonomis tanaman kelapa sawit adalah + 25 tahun dan setelah itu harus
segera dilakukan peremajaan (replanting). Peremajaan bertujuan untuk dapat
mempertahankan rata-rata umur tanaman tetap optimum yaitu + 15 tahun bagi
perusahaan.
METODE REPLANTING
1.4. Perusahaan menerapkan sistem replanting kelapa sawit dengan “Zero Burning”.
Untuk areal yang beresiko tinggi terhadap serangan ganoderma maka dilakukan
“Chipping Technique” dimana seluruh batang kelapa sawit ditumbang, dicincang
dan dirumpuk pada barisan rumpukan menggunakan excavator dengan
modifikasi bucket.
2
1.5. Keuntungan “Zero Burning and Chipping Technique” yaitu :
a) Ramah lingkungan, sejalan dengan kebijakan pemerintah
b) Pemanfaaatan kembali bahan organik dan nutrisi dalam tanah
c) Memperpendek proses dekomposisi batang kelapa sawit
2.1.2. Dalam menyusun “time schedule” hal-hal yang harus diperhatikan yaitu
kondisi areal, kondisi cuaca, ada atau tidaknya serangan ganoderma, ada
atau tidaknya jalan atau parit yang akan dimatikan atau dihidupkan,
ketersediaan alat, bahan dan operator yang handal dan sebagainya.
2.1.3. Contoh jadwal kerja kegiatan operasional replanting secara mekanis (Zero
Burning and Chipping Technique) dapat dilihat pada Tabel 18.1. Pekerjaan
persiapan (preparatory work) dimulai pada bulan April dan direncanakan
pada awal musim hujan (Oktober – November) telah selesai dilakukan
penanaman.
2.1.4. Pemeliharaan gawangan tidak dilakukan lagi pada awal tahun, sedangkan
pemeliharaan piringan/pasar pikul dihentikan pada saat rotasi pertama
sampai dengan bulan April tahun berjalan. Pemupukan dihentikan sesuai
dengan ketentuan pada Bab Pemupukan .
3
2.2. PERALATAN REPLANTING
3.1.3. Bahan yang digunakan adalah kayu dengan panjang 1 – 2 meter yang
telah diberi tanda warna putih dibagian ujungnya. Norma prestasi
pancang rumpuk dan pancang kepala adalah 3 ha/hk (termasuk persiapan
bahan).
3.2.1. Pada titik tanam kosong harus dilakukan pemancangan dengan pancang
warna merah sebagai tanda agar pada saat penumbangan dan cincang
pokok dilakukan penggalian pada titik tanam tersebut.
3.2.2. Hal ini bertujuan untuk mengurangi resiko serangan penyakit Ganoderma
pada tanaman baru.
4
3.3. PANCANG PARIT DAN PANCANG JALAN
3.3.1. Pancang parit dilakukan pada areal yang memerlukan penutupan dan
pembuatan parit. Pancang warna merah untuk parit yang akan ditutup,
sedangkan pancang warna putih untuk pembuatan parit baru.
3.3.2. Pancang jalan warna biru dilakukan apabila diperlukan pembuatan jalan
baru. Pembuatan jalan baru diperlukan karena beberapa jalan posisinya
kurang tepat sehingga kurang efektif dan perlu dimatikan.
3.4.5. Pokok yang telah ditumbang, kemudian dicacah atau dicincang dengan
ketebalan tidak lebih dari 10 cm. Hal ini bertujuan untuk mempercepat
proses pembusukan batang dan mengurangi inokulum ganoderma.
Pencacahan dilakukan mulai dari pangkal (bonggol) batang sampai ke
pucuk.
3.4.6. Hasil cacahan ditempatkan pada jalur yang telah diberi pancang (pancang
rumpuk) dan disebar secara merata.
3.4.8. Prestasi kerja dipengaruhi oleh besarnya daya dan kondisi alat, kondisi
topogarfi dan cuaca serta keahlian dan ketrampilan operator.
5
3.4.9. Penentuan jumlah excavator yang dibutuhkan dalam kegiatan replanting
tergantung pada areal kebun yang akan direplanting dan “time schedule”
program replanting.
3.5.2. Jarak waktu antara pembajakan dan penggaruan minimal 2 (dua) minggu.
Hal ini dilakukan agar tanah yang dibajak sudah kering.
3.5.3. Pekerjaan pembajakan dilakukan satu atau dua rotasi sesuai jenis tanah,
sedangkan penggaruan dilakukan satu rotasi pada jalur antara rumpukan
yang nantinya digunakan sebagai titik tanam.
3.5.4. Teknis pembajakan dimulai dari pinggir jalur rumpukan dengan pisau atau
hasil galian tidak mengarah ke jalur rumpukan untuk menghindari tanah
menutupi rumpukan. Kedalaman bajakan + 30 – 40 cm lapisan tanah top
soil.
6
3.8. PENANAMAN LCP
3.9.1. Lubang tanam segera dibuat setelah dilakukan pemancangan titik tanam.
Lubang tanam harus standar sesuai dengan Bab Menanam Kelapa Sawit.
3.10.1. Teknis mengecer dan menanam kelapa sawit telah dikemukakan pada
Bab Menanam Kelapa Sawit.
7
I. PENDAHULUAN
I.1 Pembukaan Lahan dan pegelolaan kelapa sawit dilahan gambut memerlukan
teknologi khusus yang berbeda dengan tanah mineral
I.2 Hal penting yang harus diperhatikan dalam pengelolaan lahan gambut adalah
:
a) Ketebalan, kematangan, sifat fisik dan kimia gambut.
b) Sungai alam di sekitar lahan yang akan dikelola
c) Jarak lahan terhadap pantai/laut
d) Kemungkinan banjir serta “ back flow” aliran balik
e) Tinggi permukaan air tanah
f) Penurunan permukaan lahan gambut setelah dibuat saluran drainase
g) Sumber tanah mineral untuk kebutuhan timbun jalan, pembibitan
dan lokasi pabrik..
I.3 Lahan gambut oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat
digolongkan lahan kelas III (tiga) sebagai lahan marginal dengan produksi
rata-rata 18 ton/ha/tahun. Namun demikian apabila dikelola dengan baik
yang meliputi persiapan lahan, pengaturan drainase, prasarana yang lengkap
dan pemupukan yang optimal maka produksi akan sebanding dengan
produksi ditanah mineral. Menurut pengalaman di Malaysia dan Indonesia,
produksi di lahan gambut dapat mencapai 30 ton/ha/tahun, tetapi biaya
pembukan lahan dan pemeliharaan tanaman di lahan gambut lebih tinggi
dari pada tanah mineral.
8
Keduanya adalah sifat dari lahan gambut dan diklasifikasikan menjadi
Tropofibrists dan Tropohemists di USDA masuk dalam kategori Histosol. Dan
ini sangat berbeda dengan tanah mineral, dan karakteristk tanah gambut.
Sangat Rendah Bulk Density (100 s.d 200 Kg/M3 dibandingkan dengan
tanah mineral dengan kadar 1.400 s.d 1.800 Kg/M3
Kandungan unsure haranya rendah kecuali unsure Nitrogen (N)
Miskin penyimpanan kapasitas unsur khusus untuk Potasium (K)
Laju fiksasi air terlarut Cu dan Zn pada campuran asam Humik dan fulvik
dan campuran polyphenolic.
Sangat rendah pHnya ( 2.8 s.d 4.5)
Kandungan terbesar adalah bahan organic ( 98 % ), danberisiko terbakar
pada musim kemarau.
Sangat baik kapasitas menyimpan air
2.1. KEDALAMAN
Berdasarkan kedalaman, maka lahan gambut dibedakan menjadi :
a) Gambut Dangkal : 50 – 100 Cm
b) Gambut Sedang : 100 – 200 Cm
c) Gambut Dalam : 200 - 300 Cm
d) Gambut Sangat Dalam : > 300 Cm
2.2 DEKOMPOSISI
9
2.3.1 Ditinjau dari sifat dan cara pembentukannya, terdapat 2 ( dua ) jenis gambut,
yaitu :
a) Lahan gambut ombrogin
Terbentuk di daerah dataran rawa luas
Tidak tergenang permanent, permukaan air tanah sangat dangkal,
umumnya + 40 cm dari permukaan tanah
Kesuburan tanah rendah ( miskin hara )
3.1.2. Kemungkinan defisiensi unsure hara kalium (K) dan mikro, terutama
Tembaga (Cu), Seng (Zn) dan Boron (B), karena kandungan unsure-
unsur tersebut dilahan gambut sangat rendah
3.1.3. Bahaya serangan rayap dan Oryctes sp amat besar jika pembukaan
lahan tidak bersih dan banyak batang-batang kayu tertinggal di
lapangan
10
3.2.1. Kebakaran
Pada saat bulan kering, lahan gambut memiliki resiko kebakaran
sangat tinggi, karena di dalam areal kemungkinan terjadi defisiensi
air (kering) yang menyebabkan bahan-bahan organic mudah
terbakar
11
Survei tata batas
kontrak kerja
Pembuatan jalan
Penanaman LCC
Gambar 19.1 Diagram Kegiatan Oprasional Pembukaan Lahan Gambut Untuk Areal 2.000 Ha (
Musim Kemarau pada Bulan Pebruari, Musim Hujan Bulan September – Desember
)
4.2.1 Tujuan
a) Membuat peta areal yang akan dikelola
b) Menentukan tata batas konsesi
c) Menetukan topografi areal untuk pengaliran air
d) Mengetahui luas areal konsesi sesuai surat izin pencadangan areal
e) Inventarisasi bentang alam ( parit dan sungai ) dan tata guna tanah di
sekitar tata batas
4.2.2 Waktu pelaksanaan survai tata batas adalah setelah dilaksanakan survai
mikro oleh instansi pemerintah dan disesuaikan dengan rencana kerja
perusahaan.
12
4.3.1 Sebelum pembuatan saluran batas dilakukan pekerjaan rintis. Pekerjaan
rintis diikuti dengan pancang kemudian tumbang jalur dan pembuatan
saluran/parit yang bertujuan untuk keluar masuk alat berat.
4.4.3 Ketentuan
13
Keterangan : * Jika seluruh kebun berbatasan dengan Pihak Lain
Lay-out dari jaringan saluran drainase di lahan gambut disajikan pada gambar 19.2
Ukuran (Meter) Jarak antara
Jenis Saluran
Lebar Dalam Saluran (Meter)
14
4.4.4 Fungsi / Kegunaan
a) Saluran Pembuangan
Mengalirkan air dari parit utama langsung ke sungai alam
b) Saluran Utama
Mengalirkan air ke saluran pembuangan / perimeter
Sebagai batas blok besar
c) Saluran Pengumpul
Bermuara pada saluran utama
Menampung kelebihan air dari saluran lapangan
Mengatur ketinggian permikaan air di dalam blok
Sebagai batas blok kecil
d) Saluran Lapangan
Bermuara di saluran pengumpul
Mengalirkan genangan air dalam blok
Pada musim hujan, secara berkala pintu air harus selalu dikontrol,
apabila air diluar lebih tinggi dari dalam kebun maka pintu air harus
ditutup demikian sebaliknya. Hal ini perlu dimonitor sepanjang hari
dengan menempatkan petugas khusus di pintu air tersebut
b) Bendungan (Weir)
a. Bendungan berfungsi untuk mempertahankan permukaan air pada
posisi 60 – 80 cm dari permukaan tanah
15
c. Bendungan dapat dibuat permanen atau sementara. Bendungan
permanen dibuat dari papan (spesifikasi akan dikeluarkan oleh Divisi
Engneering), sedangkan bendungan sementara dibuat dari karung
yang diisi dengan tanah.
16
V. PEMBUKAAN LAHAN
5.2.2. Imas yaitu memotong semak-semak dan pohon yang berdiameter <
7.5 cm hingga tidak lebih dari 15 cm dari permukaan tanah.
17
5.3.6. Seluruh ranting (kanopi) pohon yang telah ditumbang harus
dicincang untuk memudahkan pekerjaan mecanikal stacking.
5.3.7. Kayu yang telah ditumbang dan tidak dikeluarkan dari areal harus
dipotong dengan panjnag + 1.5 Mtr. Sebelum dipotong yang
berdiameter diatas 20 cm dikumpulkan untuk dibuat menjadi
jembatan.
5.4. RUMPUK/STACKING
5.4.4 Sepanjang jalur tanam terutama daerah lubang tanam, jarak 2.5
meter arah rumpukan harus benar-benar bersih dari sisa –sisa kayu,
ranting dan tunggul/kayu.
5.5.1. Pembersihan dan pemadatan jalur tanam dan pasar rintis dengan
excavator dilaksanakan bersamaan dengan pekerjaan
rumpuk/stacking.
5.5.2. Sepanjang jalur tanam harus bersih dari kayu besar dan tunggul
dengan diameter dibawah 60 cm harus dibongkar dan disusun di jalur
rumpuk.
18
b) Memudahkan mobilitas pekerja dalam pengelolaan tanaman
karena tanpa dipadatkan tanah menjadi lunak pada waktu basah
dan mendebu pada waktu kering.
VI. JALAN
6.1.1. Jenis-Jenis
6.2.1. Jalan
6.2.2. Pemadatan
19
kedua adalah penimbunan dengan tanah mineral dan
pemadatan. Sebelum dilakukan penimbunan tanah
mineral harus dibentuk badan jalan sesuai “ punggung
Kerbau” (camber) untuk mengurangi pemakaian tanah
mineral setelah dipadatkan adalah 15 - 40 cm tergantung
kondisi lapisan dasar tanah.
20
Gambar 19.5 Penampang melintang jalan di lahan gambut
7.1.1. Lahan yang sudah selesai di LC dan segera akan ditanam kelapa sawit
mutlak perlu dilakukan penanaman kacangan. Tujuan utamanya
adalah untuk menekan pertumbuhan gulma terutama lalang dan
pakis-pakisan.
7.1.2. Untuk lahan yang telah diberakan lebih dari 1 tahun dan gulma yang
tumbuh secara dominan adalah pakis yang tidak merugikan maka
tidak perlu dilakukan penanaman kacangan. Jika gulma yang tumbuh
dominant adalah bukan pakis melainkan gulma lain yang merugikan,
maka perlu dibangun tanaman kacangan penutup tanah.
21
7.2. JENIS DAN TEKNIS PENANAMAN KACANGAN
7.2.1. Jenis dan teknis penanaman kacangan pada lahan gambut dapat
dilihat pada Bab Menanam Kacangan.
8.1.1. Kerapatan tanaman kelapa sawit dilahan gambut yang lazim adalah
150 pokok per ha dengan jarak tanam 8.8 X 8.8 X 8.8 metre segitiga
sama sisi.
8.2.2. Jika pada jalur tanaman tanahnya padat maka ukuran lubang 60 X
60 X 60 cm.
IX. PEMUPUKAN.
9.1. Program dan teknis pemupukan TBM dan TM di lahan gambut di sajikan pada
Bab Pemupukan.
22
GUDANG
Penerimaan Barang adalah menerima barang dari Supplier sesuai dengan PO (Purchase
Order) dan Surat Jalan / Surat Pengantar , dan selanjutmya dibuatkan Tanda Terima
Gudang. Dalam penerimaan barang ini akan dijelaskan penerimaan di lihat dari Jenis –
jenis barang yang akan di terima, adalah sebagai berikut :
Kecambah Kepala Sawit yang diterima dari ekspedisi maupun yang dijemput
sendiri oleh kebun, sesampainya di kebun harus diserah terimakan terlebih
dahulu di Gudang, jangan langsung di bawa ke lapangan.
Jika terima Kecambah Kepala Sawit belum mendapatkan Nomor PO, maka
harus dibuatkan berita acara (untuk dapat diserahkan ke lapangan) dan
segera hubungi purchasing untuk mendapatkan PO-nya.
Kondisi keberadaan / pemenuhan pupuk pada tahun sekarang akan lebih sulit
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya karena semakin
meningkatnya kebutuhan pupuk dengan semakin banyaknya kebun-kebun
sawit baru dan kebutuhan petani-petani kecil (KUD).
23
untuk menerima kedatangan pupuk sehingga dapat melakukan aplikasi
pemupukan yang tepat waktu dan tepat dosis.
Oleh sebab itu kebun harus melakukan persiapan / antisipasi dalam rangka
kedatangan pupuk setelah mengetahui PO-nya maupun belum ada PO, karena
dari tahun ke tahun waktu pengiriman pupuk tidak banyak berubah.
1. Kondisi Gudang
KTU harus dapat melihat apakah gudang central yang ada dapat
menampung semua pupuk yang akan datang / masuk.
Jika gudang central yang ada tidak mampu menampung material yang
akan masuk (jumlah material yang akan masuk sudah diketahui sejak PO
terbit) , maka untuk penampungan di lapangan terbuka harus
dipersiapkan jauh hari sebelumnya, antara lain :
- Tempat yang aman
- Terpal
- Personal keamanan
- Dan lain-lain.
2. Kondisi Jalan
24
b. Jumlah Material yang akan diterima
Jumlah material pupuk yang akan diterima dapat di antisipasi setelah
PO diketahui ataupun dapat di antisipasi sesuai dengan rencana
kebutuhan yang sudah dapat dihitung.
2.1. Penerimaan material selain Kecambah Kepala Sawit dan pupuk adalah seperti
herbisida, pestisida, kacangan, polybag, spare part, alat-alat panen dan lain-lain.
2.2. Material selain pupuk tersebut setelah diterima harus disimpan dalam tempat :
a. Disimpan di gudang central.
b. Tidak boleh disimpan selain gudang central seperti gudang afdeling.
c. Disimpan di tempat yang aman dari pencurian dan aman dari kerusakan dan
kebocoran.
3.1. Pembuatan Tanda Terima Gudang dilakukan oleh Kepala Gudang pada saat
barang diterima sesuai PO pada hari itu juga.
3.2. Kesalahan-kesalahan yang masih sering terjadi dalam pembuatan Tanda Terima
Gudang yang diharapkan agar kesalahan-kesalahan tersebut tidak terulang
kembali, adapun kesalahan-kesalahan dalam pembuatan Tanda Terima Gudang
tersebut adalah :
25
4. Pengeluaran Barang
A. Mutasi Barang
A.1. Mutasi Barang adalah mengeluarkan barang dari gudang yang bukan
untuk di pakai sendiri melainkan unutk dipindahkan / dijual ke kebun /
PT. lain berdasarkan PO.
A.3. Mutasi barang dilakukan setelah ada PO dari RO/HO yang selanjutmya
dibuatkan Slip Keluar Barang mutasi dengan mencantumkan keterangan
Nomor PO, Nomor Tanda Terima Gudang (bila diketahui) dan kode
pemakaian, dan oleh si penerima dibuatkan Tanda Terima Gudang
dengan mencantumkan nomor PO, Nomor Slip Keluar Barang (bila
diketahui).
B.3. Pupuk yang sudah dikeluarkan dari gudang, karung pupuk tersebut harus
dikembalikan ke gudang dan pemanfaatan karung tersebut di monitor
oleh gudang central.
26
semester maupun tahunan yang sudah ditetapkan oleh management
HO.
C.2. Oleh sebab itu untuk menjaga supaya pemakaian barang tidak menyimpang
dari Buget Tahunan yang sudah ditetapkan maka si pemakai (Kebun /
Afdeling) harus mengajukan rencana pemakaian barang ke Gudang.
27
2. Barang tersebut harus dikembalikan ke gudang dan oleh gudang
dikelurakan SKB return ( Jadi tidak boleh ada stock Afdeling ).
3. Apabila barang tersebut oleh Asisten belum sempat dikembalikan ke
gudang maka Asisten harus memberikan informasi kapan barang
tersebut akan dikembalikan ke gudang (toleransi waktu 24 jam)
sehingga barang tersebut di bawah pengawasan gudang.
4. Barang tersebut tidak boleh dipindahkan ke Afdeling lain
(menyimpang dari SKB).
B. SKB – Return
B.1. SKB – Return adalah sarana prosedur untuk membukukan barang
yang telah dikeluarkan dari gudang (sudah di buatkan SKB) dan
barang tersebut dikembalikan ke gudang karena tidak dipakai
ataupun sisa pemakaian.
B.2. Jadi pengembalian barang dari lapangan (yang sudah di buatkan SKB)
ke gudang, jangan dibukukan dengan membuat Tanda Terima
Gudang (TTG), yang benar adalah membukukan dengan membuat
SKB – Return.
28
2.1. KTU dan Kepala Gudang
a. Adanya stock barang afdeling (lebih dari 2 hari) yang tidak
diketahui oleh gudang.
b. Adanya stock barang afdeling yang sudah diketahui oleh
gudang (sudah lebih dari 24 jam) tapi tidak dikembalikan
ke gudang.
c. Barang yang sudah dikembalikan dari lapangan, tapi tidak
dibuatkan SKB – Return.
d. Adanya pemindahan stock barang antar afdeling yang
tidak sesuai dengan prosedur.
e. Adanya stock material di luar pupuk yang disimpan bukan
di gudang central.
f. Adanya penyimpanan material di luar gudang yang di
setujui.
5.1. Stock Opame adalah suatu kegiatan yang dilakukan unutk mengecek atau
memeriksa apakah ada perbedaan antara laporan stock di buku (stock card)
/ catatan dengan stock fisik gudang yang hasilnya dalam bentuk laporan
stock opname.
5.2. Jadi dengan adanya kegiatan stock opname ini akan diketahui :
a. Apakah ada perbedaan / selisih antara laporan stock di buku / catatan
dengan stock fisik di gudang.
b. Apakah ada kesalahan / kelupaan dalam pencatatan di buku.
c. Apakah kondisi fisik barang di gudang dalam keadaan aman dari
kerusakan, kebocoran atau kehilangan.
d. Apakah penyusunan / penyimpanan barang di dalam gudang tertata rapih
dan mudah untuk diperiksa.
e. Apakah kondisi gudang dalam keadaan baik / layak dan kebersihan
terjaga.
5.3. Stock Opname harus dilakukan secara rutin setiap periode, yaitu :
a. Kepala Gudang
Melakukan stock opname setiap minggu.
29
b. Kepala Tata Usaha (KTU)
Melakukan stock opname setiap bulan.
5.4. Disamping stock opname dilakukan secara periodik, juga dilakukan sewaktu-
waktu atau bisa juga setiap hari secara random baik dilakukan oleh
Administratur, KTU, Kepala Gudang maupun personel HO.
6. Keamanan
6.1. Keamanan adalah kondisi gudang yang dapat menjamin keamanan barang
yang disimpan di dalamnya.
7. Penyusunan Barang
8. Penyimpanan Barang
30
I. Gudang Central
1. Gudang Central adalah gudang yang dijadikan sebagai
gudang utama yang dapat dipakai untuk menyimpan semua
barang dan yang paling aman dan paling mudah untuk
melakukan control.
2. Gudang Central digunakan untuk menyimpan barang /
material :
a. Pupuk
b. Herbisida dan Pestisida
c. Polybag dan Kacangan
d. Spare Part
e. Alat-alat Panen
f. Dan Lain-lain.
31
STANDARD OPERATION PROCEDURE
PALM OIL PLANTATION
KASTRASI
I. PENDAHULUAN
1.1. Kastrasi merupkan pekerjaan penting sebelum tanaman beralih dari TBM
ke TM. Tanaman kelapa sawit mulai mengeluarkan bunga setelah
berumur 14 bulan, tergantung pertumbuhannya. Pada saat tersebut ,
bunga-bunga itu masih belum sempurna membentuk buah sampai
tanaman berumur sekitar 22 bulan sehingga tidak ekonomis untuk diolah.
Oleh karena itu, semua bunga maupun buah yang keluar sampai dengan
umur 22 bulan ini perlu dibuang atau dikastrasi.
1.2. Kastrasi adalah membuang semua produk generatif yaitu bunga jantan,
betina dan seluruh buah yang berguna untuk mendukung pertumbuhan
vegetatif kelapa sawit. Pelaksanaan kastrasi terakhir dilakukan 6 (enam)
bulan sebelum pokok dipanen.
1.3. Tujuan dilakukannya pekerjaan kastrasi adalah :
a. Mengalihkan nutrisi untuk produksi buah yang tidak ekonomis ke
pertumbuhan vegetatif.
b. Pokok sawit yang telah dikastrasi cenderung lebih kuat dan seragam
dalam pertumbuhannya.
c. Pertumbuhan buah yang lebih besar dan seragam beratnya.
d. Menghambat perkembangan hama dan penyakit (Tirathaba,
Marasmius, tikus dan sebagainya.
Jumlah tenaga kastrasi per hari : Total luas areal katrasi (Ha) x 0,5 – 0,7 HK/Ha
2 bulan x 25 hari
3.1. Setiap afdeling membentuk 1-2 kelompok (gang) kerja kastrasi dan untuk
mengoptimumkan pengawasan, maka setiap kelompok kerja pada
umumnya tidak melebihi 25 orang.
3.2. satu orang mengancak 2 (dua) baris tanaman kiri dan kanan.
3.3. Tenaga katrasi harus memotong dan membuang semua bunga (jantan dan
betina) dan TBS dengan menggunakan dodos kecil dan atau modifikasi arit
kecil. Teknis pelaksanaan dan pokok hasil kastrasi dapat dilihat pada
Gambar 12.1.
3.4. Bunga dan buah yang telah dipotong diletakkan di pinggir piringan arah
pasar rintis/gawangan hidup. Hal ini bertujuan untuk memudahkan
pengamatan hama/penyakit yang menyerang bunga dan buah (misalnya
Tirathaba, Marasmius dan lain-lain) serta pengendaliannya jika diperlukan.
Total 100
STANDART PENGUKURAN KASTRASI
I. Ketepatan Waktu Kastrasi
1.1 Ketepatan waktu kastrasi diukur berdasarkan penyimpangan waktu program kastrasi
dalam satuan hari.
1.2 Rotasi kastrasi adalah 2 (dua) bulan sekali sampai tanaman berumur 23 bulan. Untuk
kondisi tanaman tertentu, apabila diperlukan rotasi kastrasi 1 (satu) bulan sekali harus
mendapat persetujuan tertilis dari Regional Head.
2.2. Kastrasi mulai dilaksanakan jika lebih dari 50% pokok kelapa sawit dalam satu blok telah
mengeluarkan bunga (jantan dan betina). Pada umunya kastrasi mulai dilakukan saat
tanaman berumur 14 -17 bulan di lapangan.
2.4. Barisan tanaman yang diperiksa untuk masing-masing bolk bia berbeda, yang terpenting
antara pasar yang satu dengan yang lainnya tidak berdekatan (menyebar).
2.5. Pokok yang hasil kastrasi (bunga dan buah) tidak pada waktunya
6 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
POTONG BUAH (PANEN)
I. PENDAHULUAN
1.1. Pekerjaan potong buah adalah pekerjaan utama di perkebunan kelapa sawit dikarenakan
hasil dari pekerjaan tersebut langsung menjadi sumber pemasukan uang bagi perusahaan
melalui penjualan minyak kelapa sawit (MKS) dan inti kelapa sawit (IKS). Oleh karena itu,
tugas utama karyawan (staf dan non staf) di lapangan adalah mengambil buah dari pokok
dan mengantarnya ke pabrik sebanyak-banyaknya dengan cara dan dalam waktu yang
tepat (pusingan potong buah dan transport). Cara yang tepat akan mempengaruhi
kuantitas produksi (TBS dan MKS atau CPO), sedangkan waktu yang tepat akan
mempengaruhi kualitas produksi (asam lemak bebas atau FFA).
1.2. Produksi MKS atau IKS per hektar di suatu kebun dapat menunjukkan tingkat produksi
yang dicapai sudah maksimal atau belum Produksi yang maksimal hanya dapat dicapai
apabila losses (kerugian produksi minimal). Dengan demikian pengertian menaikkan
produksi adalah memperkecil losses, sehingga inti pekerjaan potong buah adalah
memeperkecil losses produksi.
2.1.1. Jumlah seksi potong buah disusun menjadi 6 (enam) seksi, yaitu : A, B, C, D, E dan
F, sehingga rotasi panen per bulan bervariasi antara 3,5-4,5 kali.
2.1.2. Seksi potong buah disusun sedemikian rupa sehingga :
a. 1 (satu) seksi harus selesai dipanen 1 (satu) hari
b. Mempermudah pindah ancak dari satu blok ke blok lain
c. Mempermudah kontrol Asisten, Mandor-1 dan Mandor Panen
d. Transport TBS lebih efisien
e. Output pemanen lebih tinggi
2.1.3. Penetapan seksi potong buah dilakukan searah atau berlawanan arah dengan
jarum jam dan besarnya luas setiap seksi ditentukan berdasarkan perhitungan
potensi produksi masing-masing blok dari hasil sensus produksi semester.
7 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Apabila potensi produksi setiap blok yang ada relatif homogen (hampir sama),
maka luas seksi A, B, C, D dan F adalah sama, sedangkan seksi E (hari Jumat)
luasnya adalah 5/7 dari luas seksi yang lain.
2.1.4. Penetapan seksi E (hari Jumat) sebaiknya diusahakan areal yang paling dekat
dengan emplasemen/pondok karyawan.
2.1.5. Dilarang potong buah pada hari Minggu atau hari libur terkecuali untuk ganti hari
hujan atau libur tertentu (hari raya).
2.2.1. Alat-alat kerja potong buah yang akan digunakan berbeda menurut tinggi
tanaman. Penggolongan alat kerja dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini :
PENGGUNAAN /
No NAMA ALAT SPESIFIKASI
PEMAKAIAN
1. Dodos Kecil Lebar mata 8 cm, lebar tengah 7 cm, tebal Potong buah tanaman
tengah 0,5 cm, tebal pangkal 0,7 cm, diameter umur 3 s/d 4 tahun
gagang 4,5, panjang total 18 cm
2. Dodos Besar Lebar mata 12-14 cm, lebar tengah 12 cm, Potong buah tanaman
tebal tengah 0,5 cm, tebal pangkal 0,7 cm, umur 5 s/d 8 tahun
diameter gagang 4,5 cm, panjang total 20 cm
3. Pisau Egrek Panjang pangkal 20 cm, panjang pisau 45 cm Potong buah tanaman
Sudut lengkung dihitung pada sumbu 135º umur diatas 9 tahun
berat 0,5 Kg. (tinggi pokok >3m)
4. Angkong Sesuai spesifikasi yang ada Sebagai tempat atau
wadah buah/TBS dan
brondolan untuk
diangkut ke TPH
5. Keranjang Diameter keranjang 60-70 cm dan tinggi 40 Sebagai tempat atau
cm, panjang tali keranjang 40-50 cm wadah buah/TBS dan
brondolan untuk
diangkut ke TPH
6. Goni eks Sebagai tempat atau
Pupuk wadah buah/TBS dan
brondolan untuk
diangkut ke TPH
7. Kapak Sesuai spesifikasi yang ada Sebagai alat pemotong
tangkai tandan yang
panjang pada tanaman
umur diatas 9 tahun
8. Tali Nilon 0,5 mm dipilin 3,1 kg mempunyai panjang 43 Pengikat pisau egrek
m dapat dipakai untuk 5 egrek
10. Bambu Egrek Panjang 10-11 m, tebal 1-1,5 cm dan berat Gagang pisau egrek
2,5-3 kg/m.
Diameter ujung 4-5 cm dan diameter pangkal
6-7 cm.
PENGGUNAAN /
No NAMA ALAT SPESIFIKASI
PEMAKAIAN
8 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
11. Alluminium a. Ø 1¼” (32mm)-P 20’ (6m)+ Ø 1½” Sebagai gagang pisau
Pole (38,1mm)-P 20’ (6m)+ Ø 1¾” (42,3mm)-P egrek.
a. Ebor Gold 20’ (6m) Ebor Gold Pole lebih
Pole b. Ø 1½” (38,1mm)-P 30’ (9m)+ Ø 1¾” berat, keras dan tahan
b.Ultra-Light (42,3mm)-P 20’ (6m)+ Ø 1” (mm)-P 20’ lama serta digunakan
Pole (6m)+ Ø 1½” (38,1mm)-P 20’ (6m) + Ø 1¾” pada pokok yang lebih
(42,3mm)-P 25’ (7,5m) rendah dibanding
dengan Ultra-Light Pole
12. Gancu Best beton 3/8’ dan panjang sesuai dengan Memuat dan
kebiasaan setempat membongkar buah/TBS
dari dan alat transport
13. Tojok Disesuaikan dengan kebiasan setempat Memuat dan
membongkar buah/TBS
dari alat transport
2.2.2. Selaian itu, alat-alat perlengkapan lainnya harus disediakan untuk keperluan
pemeriksaan mutu buah atau pekerjaan lainnya, yaitu :
NO. NAMA ALAT PENGGUNA/PEMAKAI KEGUNAAN
1. Gancu Asisten, Mandor-1, Mandor Menghitung dan memeriksa
Panen dan Mantri buah mutu buah/TBS
2. Gancu dengan Kerani buah Menandai buah/TBS yang sudah
stempel dihitung
3. Pensil krayon Kerani buah Menandai buah mentah (buah A)
merah
4. Buku Kerani buah Mencatat jumlah janjang
Penerimaan pendapatan
Buah Kelapa
Sawit
5. Buku Manager, Askep, Asisten, Mencatat jumlah janjang
Pemeriksaan Mandor-I, Mandor Panen, pendapatan karyawan potong
Mutu Buah dan Mantri Buah buah
Ancak Panen Mencatat hasil pemeriksaan
mutu buah dan ancak panen
6. Notes Mandor Panen dan Kerani Mencatat premi karyawan
Karyawan Buah potong buah
Potong
9 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
2.3.2. Setiap tukang potong buah bekerja di areal seluas 15-21 ha TM atau areal 5.000 ha
diperlukan 238-333 tukang potong buah. Daerah dengan topografi
berbukit/bergunung memerlukan tenaga potong buah lebih banyak dibanding
dengan daerah datar/bergelombang.
2.3.3. Perhitungan kebutuhan tenaga potong buah yang akan dialokasikan setiap harinya
harus berpedoman kepada hasil sensus kerapatan buah yang dibandingkan
dengan output rata-rata tenaga potong buah yang dapat dicapai setiap hari pada
bulan berjalan. Mandor Panen setelah mengancak tukang potong buah
melaksanakan sensus kerapatan buah pada ancak yang dipanen besok.
2.3.4. Asisten dan Mandor harus mengamati sensus kerapatan buah matang secara acak
di seksi yang akan dipanen keesokan harinya. Persentase panen untuk besok hari
dapat juga diketahui dengan menghitung persentase panen hari ini dengan
menghitung pokok yang bekas dipanen. Persentase panen untuk besok hari tidak
akan jauh berbeda dari persentase panen hari ini apabila seksi yang akan dipanen
besok hari mempunyai komposisi umur tanaman yang sama dengan seksi panen
hari ini. Atas dasar ini dan kemajuan pusingan, diadakan penyesuaian jumlah
tukang potong.
Keterangan :
♣ = Pokok Kelapa Sawit = Titi Panen
= TPH = Prit
= Pasar Rintis
11 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Warna Dasar Biru
Nomor Blok (putih)
A2
Diameter Lingkaran = 15 Cm
25
Nomor TPH (putih)
PABRIK TRANSPORTASI
UMUR
TANAMAN
Gambar 13.2 Diagram Hubungan Saling Terkait antara Kebun (Pusingan Potong Buah), Transport, dan
Pabrik Dalam Mencapai kg/ha yang Tinggi, Rp/Kg yang Rendah dan Mutu yang Baik
13 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
5.5. Pusingan potong buah yang terlalu cepat dapat berakibat :
a) Mendorong pemotongan buah-A (untuk mengejar siap borong) karena kerapatan
buah-N telah menurun
b) Biaya potong buah meningkat (komponen biaya meningkat tetapi output menurun)
5.6. Sehingga untuk menjaga pusingan potong buah tetap normal, penting sekali untuk terus
menerus memantau daftar pusingan potong buah yang ada di afdeling dan dilengkapi
dengan informasi-informasi sebagai berikut :
a) Kerapatan buah masak atau persentase panen di blok
b) Jumlah tenaga kerja potong buah
c) Basis borong dan persentase siap borong
d) Curah hujan
e) Umur rata-rata tanaman
Sebelum karyawan potong buah meninggalkan pokok yang telah dipanen, harus
terlebih dahulu “menyogrok” brondolan yang ada di ketiak pelepah, baik yang
terlihat maupun yang tidak terlihat. Hal ini sangat perlu ditekankan terutama
bagi areal-areal yang sudah menggunakan egrek.
14 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
PERHATIAN : Ada 10 lokasi yang perlu diperhatikan di dalam mengurangi losses
brondolan tinggal, yaitu:
1. Brondolan di ketiak pelepah
2. Brondolan di batang
3. Brondolan di piringan
4. Brondolan di gawangan/rumpukan
5. Brondolan di pasar rintis
6. Brondolan di parit
7. Brondolan di TPH
8. Brondolan di jalan
9. Brondolan di rumah-rumah
10. Brondolan di trailer atau bak truk
Brondolan di pringan
Pelepah
a) Untuk tanaman yang masih rendah (potong buah dengan dodos) tidak
dibenarkan memotong pelepah, hal ini mendasari tidak digunakan kapak
untuk potong buah
b) Pada tanaman tinggi, potong buah dengan menggunakan egrek diusahakan
seminimal mungkin memotong pelepah
15 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
c) Bila terpaksa harus memotong pelepah, pelepah di potong rapat ke batang
untuk mencegah tersangkutnya brondolan dan menghindarkan kesulitan
panen atau tunas berikutnya
d) Pelepah ditumpuk memanjang di tengah gawangan yang tidak ada pasar
rintisnya (atau parit) tanpa dipotong-potong. Bila ditengah gawangan ada
parit/jalan maka pelepah harus dipotong menjadi tiga bagian dan ditumpuk
diantara pokok dalam barisan
e) Tidak dibenarkan adanya pelepah “sengkleh akibat waktu potong buah”
6.1.2. Tugas pengawas potong buah (Mandor Panen dan Kerani Buah)
Tugas pengawas potong buah yaitu aktif mengawasi potong buah sehingga :
a) Semua buah matang normal tidak ada yang tertinggal di pokok
b) Gagang buah harus dipotong rapat (minimal 2 cm) di piringan tanpa terikut
bagian tandan yang berisi buah
c) Semua buah yang sudah dipanen harus diangkut ke TPH, jangan ada yang
tertinggal di piringan atau pasar rintis
d) Buah mentah yang terlanjur dipanen tidak dibenarkan untuk ditinggal
dalam blok, apalagi diperam
e) Semua brondolan harus dikumpulkan dan dibawa ke TPH
17 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
h) Menghitung kerapatan buah diseksi yang akan dipanen besok hari dan
mengisi administrasi taksasi potong buah di kantor afdeling segera setelah
pulang dari ancak
6.2.4. QC
a) QC bertanggung jawab kepada Estate Manager. Satu kebun cukup seorang
b) Memeriksa mutu buah (A, N, dan E), persentase brondolan,
kebersihan/kerapihan ancak panen, minimal 2-3 mandoran per hari
c) Secara giliran harus pula mengadakan pemeriksaan mutu buah per
kemandoran dengan didampingi oleh Mandornya (seperti cara
pemeriksaan Asisten)
d) Melaporkan hasil pemeriksaannya kepada Estate Manager setiap sore
harinya (bukan kepada Asisten atau Askep)
e) Setiap akhir bulan rekapitulasi pemeriksaan QC terhadap mutu dan
pusingan panen merupakan bahan Manager Report
Kekurangan :
a) Tanggung jawab karyawan terhadap ancak tinggi
b) Adanya pelanggaran masih sulit dideteksi. Hal ini bisa dicegah apabila Mandor
konsisten untuk menginstruksikan agar pemanen senantiasa membuat pancang
ancak.
c) Kontrol harus ketat. Hal ini sebenarnya sebuah kewajiban yang terkesan berat
jika dibandingkan ancak tetap
19 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
7.7. Pemanen harus selalu memasang nomor ancak (pancang panen) di pasar rintis yang akan
diancakinya. Hal ini perlu untuk memudahkan pengontrolan oleh Asisten, maupun
mandor panen.
7.8. Urutan memotong buah adalah sebagai berikut :
a) Potong semua pelepah songgo (terutama yang pakai egrek) rapat ke batang pada
tanaman tua, sedangkan pada tanaman muda (alat dodos) harus memotong buah
tanpa memotong pelepah (istilah: “curi-buah’). Jangan ada pelepah “sengkleh”
b) Potong janjang masak tersebut, biarkan tetap di piringan, jangan dipindahkan ke
pasar rintis. Gagang buah dipotong rapat, tapi jangan sampai terkena tandan (M3 =
potong gagang berikut buah).
c) Korek dan “songrok” semua brondolan yang tersangkut/terselip di ketiak pelepah
d) Susun pelepah di gawangan mati/rumpukan. Jika di tengah gawangan ada parit, maka
pelepah harus dipotong 3 (tiga) dan dirumpuk diantara pokok dalam barisan.
e) Kutip/kumpulkan brondolan, tapi masih tetap di piringan dan bebas dari sampah-
sampah dan batu.
f) Pindah (maju) ke pokok berikutnya
7.9. Selesai memotong 1 (satu) ancak, pemanen harus langsung mengeluarkan buah ke TPH,
disusun rapi, kemudian diberi nomor pemanen. Hal ini perlu agar transport buah sudah
dapat dimulai paling lambat pukul 9.00.
7.10. Kerani Buah harus secepatnya memeriksa dan menerima buah. Buah yang diterima
Kerani Buah harus diberi tanda (cap) dengan alat gancu. Buah yang tidak bercap (belum
diterima Kerani Buah) tidak dibenarkan diangkut oleh transport.
7.11. Hindari potong buah pada hari minggu untuk memberi kesempatan reparasi alat-alat
transport dan pabrik, kesempatan istirahat pada karyawan (pemanen, sopir, kenek),
terkecuali untuk ganti hari hujan atau libur tertentu (hari raya).
7.12. Basis borong minimum (sesuai dengan upah rata-rata PKWTT) adalah 800 kg per HK
(bervariasi antara 700-1000 kg tergantung pada umur tanaman). Sedangkan lebih borong
akan dibayar sesuai dengan harga yang ditentukan (berdasarkan kisaran BJR).
20 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
8.2. CARA PEMAKAIAN
8.2.2 Tukang potong buah yang telah menyelesaikan tugasnya pada hari itu, sebelum
pulang harus menyerahkan kembali buku notesnya kepada Mandor. Kemudian
Mandor menyerahkan semua notes kepada Kerani Buah untuk diisi prestasi
panennya hari itu. Besok pagi buku tersebut kembali dibagikan kepada karyawan
bersangkutan untuk dapat mereka periksa. Jika dijumpai ketidak sesuaian, maka
yang bersangkutan dapat meminta penjelasan dan penyelesaian.
22 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
lebih tinggi dari biaya Rp/ton TBS dalam dinas. Sebagai ketentuan, premi lebih
borong maksimum 50% gari gaji rata-rata.
9.3.4. Premi brondolan tidak ada
9.3.5. Premi Mandor Panen, dan Kerani Buah
a) Premi Mandor Panen adalah 1,5 x premi rata-rata dari karyawan potong buah
yang dibawah pengawasannya pada bulan bersangkutan (apabila karyawan
potong buah kurang dari 10 orang, maka preminya 1 x premi rata-rata
karyawan)
b) Premi Kerani Buah adalah 1,25 x premi rata-rata dari karyawan potong buah
yang dibawah pengawasannya pada bulan bersangkutan bila BJR sesuai
dengan hasil penimbangan di lapangan pada semester bersangkutan. Premi
rata-rata karyawan yang digunakan untuk menghitung premi kerani buah
adalah premi “kotor” (sebelum dikurangi dengan denda pemotongan buah)
9.3.6. Denda-denda atas tindakan-tindakan yang tidak mematuhi peraturan
9.3.6.1. Denda bagi karyawan potong buah :
Kesalahan-kesalahan (keterangan) Sanksi
Tidak siap borong Denda di per-7 (dipotong jam kerja)
- Tidak menjalankan tugas sesuai dengan 7
jam kerja (5 jam kerja hari Jumat)
Potong buah mentah (A) Misalkan Rp. 5.000,- per buah-A
- Buah-A harus diangkut ke PMKS tetapi tidak
ikut dalam perhitungan siap borong
(pendapatan).
23 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Kesalahan-kesalahan (keterangan) Sanksi
Buah-A 5% Premi dipotong 100%
Buah-A 4-5% Premi dipotong 50%
Buah-A 3-4% Premi dipotong 25%
Buah masak tidak dipotong, buah tinggal di Premi dipotong 10-15%
piringan pelepah berserakan dan lain-lain
penilaian oleh Asisten, Askep dan Manager
Denda-denda karyawan dalam pengawasannya harus terkait pada persentase
pendapatan rata-rata premi pemotong buah yang diawasinya.
10.2. TUJUAN
10.2.1 Memeriksa mutu buah/TBS di TPH yang dipanen setiap hari di masing-masing
afdeling se-representatif mungkin (sampling intensity di atas 6%). Dari data ini
akan dibuat peta distribusi mutu buah (peta buah mentah, peta serangan tikus,
dan lain-lain) sehingga dapat dipakai oleh managemen kebun dalam melakukan
evaluasi dan perbaikan terhadap kualitas panen/potong buah dan hal-hal lainnya
di lapangan.
10.2.2 Memeriksa kualitas ancak
Memeriksa kualitas ancak panen yang dipanen pada hari sebelumnya di masing-
masing afdeling dengan sampling intensity di atas 6% sehingga diperoleh sample
yang representative. Dari data yang dihasilkan di dalam pemeriksaan ancak ini,
maka akan dibuat peta distribusi kualitas ancak (peta buah tinggal, peta
brondolan tinggal, peta pelepah sengkleh, dan lain-lain).
10.2.3 Menentukan angka pemeriksaan losses buah tinggal dan losses brondolan
dilapangan yang akan dipergunakan oleh managemen sebagai kajian lebih lanjut
mengenai segala aspek kebijakan dan managemen panen/potong buah.
24 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
10.2.4 Memanfaatkan data pemeriksaan mutu buah dan ancak panen yang dilakukan
secara rutin oleh kebun setelah usaha standarisasi berjalan dengan baik.
Pemeriksaan mutu buah dan ancak panen di lapangan akan didampingi oleh
Asisten Afdeling/Mandor Panen sedangkan di PMKS dibantu oleh tenaga grading
dari PMKS.
25 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
c) BUAH TERLALU MASAK (Over-Ripe) dengan symbol “O”
Adalah janjang buah membrondol lebih dari 50% hingga maksimum 90%
d) JANJANG KOSONG (Empty Bunch) dengan symbol “E”
Adalah janjang buah membrondol lebih dari 90% hingga membrondol
seluruhnya
e) BUAH ABNORMAL (Abnormal Bunch) dengan symbol “BA”
Adalah janjang buah yang gagal berkembang menjadi buah masak normal,
antara lain buah partekarpi (. 50% brondol partekarpi), buah batu dan buah
sakit.
10.5.3 Pengamatan Tambahan
a) BUAH GAGANG/TANGKAI PANJANG (Long Stalk) dengan symbol “TP”
Adalah janjang buah yang panjang gagangnya lebih dari 2 cm diukur dari
potongan yang terdekat dengan sisi permukaan buah.
b) BUAH DIMAKAN TIKUS (Rat Damage) dengan symbol “R”
Adalah janjang buah yang dimakan tikus yaitu lebih dari 3 (tiga) brondol
dalam satu janjang dijumpai bekas keratin baru gigitan tikus
10.5.4 Pemeriksaan ancak panen
Kriteria kualitas ancak panen yang diperiksa meliputi antara lain :
a) BUAH MASAK TINGGAL DI POKOK, symbol “S”
Adalah janjang masak yang tidak dipotong/dipanen sehingga masih
tertinggal di pokok.
b) BUAH MENTAH DIPERAM/DISEMBUNYIKAN, symbol “M1”
Adalah janjang buah mentah yang dipotong/dipanen, tetapi tidak
dibawa/dikeluarkan ke TPH karena menghindari sanksi denda sehingga
diperam dan disembunyikan di dalam blok.
c) BUAH MATANG TINGGAL DI PIRINGAN/PASAR RINTIS
Adalah janjang/buah masak yang telah dipotong/dipanen tetapi tidak
diangkut/dikeluarkan ke TPH. Hal ini dapat terjadi karena tertinggal di
piringan atau jatuh sewaktu janjang diangkut untuk dibawa ke TPH
(terletak di pasar rintis)
d) BUAH MATAHARI atau BRONDOLAN YANG TERIKUT PADA POTONGAN
GAGANG, symbol “M3”
Adalah janjang yang dipanen/dipotong tidak tepat atau kurang sempurna
sehingga janjang masih ada sebagian brondolan yang tertinggal dan terikat
di potongan gagang di pokok.
e) BRONDOLAN TINGGAL
1. Brondolan tidak dikutip di Piringan/Pasar Rintis, simbol “P”
2. Brondolan tersangkut di ketiak pelepah, simbol “K”
Adalah jumlah brondolan yang masih tersangkut di ketiak
pelepah/pelepah karena pada waktu menurunkan/memotong janjang
tidak melakukan pe”nyogrokan” brondolan yang ada di ketiak pelepah
atau brondolan tersangkut pada pelepah bekas tunas an karena
pekerjaan tunas dilakukan tidak sempurna.
3. Brondolan dibuang ke gawangan dan atau ke tempat yang lain, simbol
“GL”
Adalah jumlah brondolan yang dengan sengaja dibuang ke
gawangan dan tempat lain, misalnya : parit, jalan dan lain-lain.
f) PELEPAH SENGKLEH DAN TIDAK DISUSUN RAPI DI GAWANGAN MATI
dengan symbol “PS”
26 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Adalah jumlah pokok yang pelepahnya sengkleh karena pelepah yang
terpotong tidak langsung diturunkan atau pelepah yang
diturunkan/dipotong tidak disusun rapi di gawangan mati sehingga
sehingga susunan pelepahnya berserak.
10.6.2.1 Disetiap afdeling dipilih blok-blok yang akan digrading atas dasar
rencana kerja harian (RKH). Blok yang terpilih diberi tanda (X) dalam
peta kebun dengan tujuan agar lokasi grading pada akhirnya
menyebar secara merata di semua blok kebun untuk menghindari
terjadinya pengamatan ganda/berulang di blok yang sama sebelum
blok-blok lainnya seleai degrading.
10.6.2.2 Buah yang degrading adalah buah yang dipanen/dipotong pada hari
itu.
10.6.2.3 Penentuan titik awal grading dilakukan pada salah satu dari 4 TPH
pertama selang sebanyak 6 (enam) TPH, sebagai contoh : jika titik
awal grading dilakukan pada TPH nomor 2, maka grading berikutnya
dilakukan pada TPH nomor 8, 14, 20, 26, 32 dan 38. Apabila di suatu
blok terdapat nomor TPH yang lebih dari 42, maka TPH pengamatan
dilanjutkan sampai nomor TPH terakhir dalam blok tersebut.
1.6.2.4 TBS yang telah tersusun rapi di TPH dan telah dinomori sesuai
nomor pemanen dihitung jumlahnya serta digrading berdasarkan
kategori kematagan buahnya, gagang panjang dan buah dimakan
tikus.
Untuk tim kebun (QC) pelaksanaan grading hanya didasarkan pada
5 (lima) kategori, yaitu :
a) Buah Masak (Normal), simbol “N”
b) Buah Mentah, simbol “A”
27 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
c) Buah Busuk/Janjang Kosong, simbol “BA”
d) Buah Gagang/Tangkai Panjang, simbol “TP”
Hasil grading ini dicatat di dalam Buku Pemeriksaan Buah dan Ancak
Panen.
10.6.3.1. Grading buah di PMKS hanya dilakukan oleh tim QC yang akan
dibantu oleh petugas grading PMKS. Pelaksanaan grading buah ini
harus dikoordinasikan dengan pengurus PMKS agar :
a) Tidak terjadi tumpang tindih (over lapping) di loading-ramp
b) Tidak menganggu kelancaran arus buah masuk ke loading-
ramp
c) Tidak menghambat waktu proses perebusan buah
10.6.3.2. Sampel buah yang digrading adalah seluruh buah yang ada di
dalam truk.
10.6.3.3. Sebelumnya dipilih secara acak truk pengangkut buah (TBS Plasma
atau Luar) yang akan digrading. Truk yang dipilih diusahakan
mewakili setiap kebun plasma yang mengkontribusi TBS pada
setiap PMKS.
10.6.3.4. Seluruh buah yang akan digrading diletakkan di lantai loading-
ramp dan petugas grading mencatat asal buah, nomor truk dan
jam masuk PMKS.
10.6.3.5. Selanjutnya dibuat kelompok-kelompok kecil sampel janjang yang
terdiri dari 10-15 janjang per kelompok. Setiap kelompok kecil
dilakukan pemeriksaan kematangan, gagang panjang dan serangan
tikus.
10.6.3.6. Hasil pemeriksaan grading dicatat dalam Laporan Pemerksaan
Mutu Buah di Pabrik.
10.6.3.7 Setelah grading selesai, maka petugas grading akan menuju ke
ruang timbang PMKS untuk memcatat data tonase dan jumlah
janjang yang diangkut truk sesuai surat pengantar buah (SPB).
10.6.4.1. Disetiap afdeling dipilih blok-blok yang akan diperiksa atas dasar
realisasi pekerjaan panen. Blok yang terpilih diberi tanda (X) dalam
peta kebun dengan tujuan agar pemeriksaan blok pada akhirnnya
menyebar secara merata di semua afdeling untuk menghindari
terjadinya pengamatan ganda/berulang di blok yang sama sebeum
blok-blok lainnya slesai diperiksa.
10.6.4.2. Ancak yang diperiksa adalah ancak yang dipanen/dipotong pada
satu hari sebelumnya.
28 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
10.6.4.3. Penentuan titik awal baris tanaman yang akan diperiksa dilakukan
pada salah satu dari 10-20 baris pertama secara acak. Barisan
tanaman pengamatan selanjutnya dipilih secara sistematis dengan
selang sebanyak 20 (dua puluh) baris. Sebagai contoh : jika titik
awal pemeriksaan ancak dilakukan pada baris nomor 15 dan 16
(rintis nomor 8), maka pemeriksaan berikutnya dilakukan pada
baris 35-36, 55-56, 75-76 dan 95-96. Apabila di dalam satu blok
terdapat nomor baris terakhir dalam blok tersebut.
10.6.4.4. Pemeriksaan kualitas ancak dilakukan terhadap kriteria
pengutipan brondolan, buah masak tinggal di pokok, dan
seterusnya sesuai point 10.5.4
10.6.4.5. Hasil pemeriksaan dicatat di dalam Buku Pemeriksaan Mutu Buah
dan Ancak Panen untuk Tim Kebun, sedangkan Mantri Buah dan
Tim RO/HO dicatat di dalam Formulir Pemeriksaan Ancak
Panen/Formulir Sensus Brondolan.
10.7. PELAPORAN
10.7.3 Evaluasi
Setiap periode 6 (enam) bulan akan dilakukan evaluasi terhadap pekerjaan
tim grading dengan tujuan untuk memperbaiki prosedur dan metode kerja
secara bertahap sampai nantinya akan dicapai standarisasi prosedur, sistem
kerja dan format laporan.
LAMPIRAN 1113-RO
STANDAR PENGUKURAN POTONG BUAH (PANEN)
I. Persiapan Potong Buah
1.1. Persiapan potong buah dinilai berdasrakan prasarana pendukung potong buah yang
telah diselesaikan yaitu pasar rintis, titi panen dan TPH.
Penghitungan/pemeriksaannya berdasarkan sampling, yaitu 1/3 dari seluruh blok
dan setiap blok diperiksa minimal 10%.
29 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
1.2. Penentuan titik awal sampling dilakukan pada salah satu dari 4 (empat) pasar rintis
pertama secara acak. Pasar rintis pengamatan selanjutnya dipilih secara sistematis
dengan selang sebanyak 6 (enam) pasar rintis.
1.3. Untuk menilai kelengkapan titi panen dan TPH disesuaikan dengan sampling pasar
rintis yang diperiksa.
f) Pengamatan tambahan
BUAH GAGANG/TANGKAI PANJANG (Long Stalk) dengan simbol “TP”
Adalah janjang buah yang panjang gagangnya lebih dari 2 cm diukur
dari potongan yang terdekat dengan sisi permukaan buah.
BUAH DIMAKAN TIKUS (Rat Damage) dengan simbol “R”
30 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Adalah janjang buah yang dimakan tikus yaitu taerdapat lebih dari 3
(tiga) brondol dalam satu janjang dijumpai bekas keratin baru gigitan
tikus.
1.3. Pemeriksaan ancak panen dilakukan pada ancak yang dipanen satu hari
sebelumnya.
1.4. Pemeriksaan kualitas ancak dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
a) BUAH MASAK TINGGAL DI POKOK
Adalah janjang masak yang tidak dipotong/dipanen sehingga masih
tertinggal di pokok.
b) BRONDOLAN TINGGAL
Brondolan tidak dikutip di piringan/pasar rintis, simbol “P”
Adalah jumlah brondolan yang ada di piringan dan pasar rintisyang
tidak dikutip/dibawa ke TPH
Brondolan tersangkut di ketiak pelepah, simbol “K”
Adalah jumlah brondolan yang masih tersangkut di ketiak
pelepah/pelepah karena pada waktu menurunkan/memotong janjang
tidak melakukan pe”nyogrokan” brondolan yang ada di ketiak pelepah
atau brondolan tersangkut pada pelepah bekas tunasan karena
pekerjaan tunas dilakukan tidak sempurna.
Brondolan dibuang ke gawangan dan atau tempat lain, simbol “GL”
adalah jumlah brondolan yang dengan sengaja dibuang ke gawangan
dan tempat lain, misalnya : parit, jalan dan lain-lain.
31 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
SENSUS DAN IDENTIFIKASI POKOK
I. SENSUS POKOK
1.1. PENDAHULUAN
1.1.1. Sensus pokok dilakukan secara berkala sesuai dengan ketentuan yang bertujuan
untuk mendapatkan data yang lengkap mengenai keadaan sebenarnya di lapangan
terutama yang berhubungan dengan produktivitas tanaman. Sensus pokok harus
dilakukan secara teliti sehingga dapat memberikan data yang akurat. Hasil sensus
yang akurat dapat memudahkan dalam pengelolaan kebun dan dapat digunakan
untuk mengetahui serta melakukan tindakan terhadap hal yang berkaitan dengan:
a) Jumlah pokok produktif dan nonproduktif
b) Pokok sakit/abnormal
c) Pokok mati/kosong
d) Data parit dan sarana fisik (jalan, jembatan, titi panen, dan lain-lain)
e) Pekerjaan panen
f) Pekerjaan pemupukan
g) Pengendalian hama dan penyakit
1.1.2. Data pokok normal dan abnormal yang didapatkan lebih awal akan sangat
bermanfaat untuk menyusun program penyisipan dan pelaksanaannya, sehingga
didapatkan produksi per ha maksimal.
32 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
1.2.1.2 Untuk pokok non valuer yang telah diberi tanda harus dicek oleh
Asisten/Manager guna memutuskan perlu atau tidaknya dilakukan
pembongkaran dan penyisipan.
1.2.1.3 Untuk areal TM, pelaksanaan sensus dilakukan setiap 3 tahun sekali
pada bulan Nopember terhitung mulai TM ke – 1
1.2.1.4 Ketentuan pembongkaran dan penyisipan pokok non valuer pada areal
TM;
a) Penyisipan pada areal TM dilakukan hanya sampai dengan pokok
umur 5 (lima) tahun atau TM ke - 2
b) Jika ditemukan pokok non valuer sampai dengan TM tahun ke-2,
maka pokok tersebut dibongkar kemudian dilakukan penyisipan
secepatnya.
c) Jika ditemukan pokok non valuer pada areal TM tahun ke-3 sampai
ke-5, maka dilakukan pembongkaran dan penyisipan dengan
mempertimbangkan efek naungan/ lama penyinaran matahari yang
akan menghambat pertumbuhan pokok sisipan (etiolasi) sesuai
Gambar 14.1
PERHATIAN:
Untuk areal TM, pada tahun yang tidak dilakukan sensus pokok maka data sensus harus di
“UP Date” secara administrasi terhadap pembongkaran pokok dan penyisipan yang
dilakukan. Update data sensus dilakukan setiap bulan, tetapi untuk perhitungan jumlah
pokok produktif yang akan digunakan sebagai dasar sensus produksi semester
menggunakan data per akhir semester.
1.2.1.5 Untuk areal kosong yang luas harus dilakukan penyisipan secara total
dengan persetujuan Group Manager / Regional Head
1.2.1.6 Bibit untuk penyisipan di areal TBM & TM tahun ke-2 sebaiknya
menggunakan bibit yang seumur dengan tanaman utama, sedangkan
untuk tanaman yang lebih tua menggunakan bibit berusia lanjut (AMP =
Advanced Planting Material)
1.2.1.7 Sensus dilakukan secara sistematis blok per blok.
1.2.4.3 Pada areal TM, tanda sensus dicatat dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Tanda dibuat dipokok pada bekas potongan pelepah dan dikerok
dengan parang
b) Tanda berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar biru
dan tulisan warna putih. Pengecatan dengan kuas yang dibuat dari
34 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
c) pelepah sawit yang telah dipersiapkan terlebih dahulu (gambar
14.2.)
d) Tinggi tanda dari permukaan tanah: + 1,5 Meter (TM) dan + 1
meter (TBM).
1.2.4.4 Data rekapitulasi sensus dibuat oleh mantra hama dan penyakit
sebanyak 2 (dua) rangkap dan selanjutnya diparaf dan diketahui oleh
Asisten Afdeling masing-masing sebelum difilekan, yaitu 1 (satu)
rangkap untuk kebun (pada QC di Kantor Central)
1.3.1. Sebelum dilakukan sensus pokok, harus dibuat terlebih dahulu tanda sensus
(empat persegi panjang) pada pokok terluar menghadap jalan produksi dengan cat
warna dasar putih, sedangkan penulisan hasil sensus dilakukan pada saat sensus.
Sensus dilakukan paling cepat (satu) hari setelah pengecatan tanda sensus.
1.3.2. Cara kerja petugas penghitung dan pencatat (A), petugas pengecat (B) dan petugas
pembuat administrasi lapangan ( C ) dalam pelaksanaan sensus.
a) Petugas berjalan dipasar rintis dan arah berjalan menurut arah baris
b) Petugas A mensensus 2 baris pokok (baris 1 & 2). Secara bersamaan petugas B
membuat nomor baris pada pokok paling luar yang telah ada tanda
sensusnya.
c) Kemudian petugas B berjalan mengikuti arah arah petugas A yang masih
mensensus seluruh pokok dalam barisan tersebut. Sesampainya di pokok
terluar, petugas B membuat nomor baris yang sama dengan sebelumnya.
d) Petugas A memberitahu jumlah pokok normal /hidup dan pokok mati/kosong
ke petugas B, kemudian petugas B mengecat hasil sensus pada tanda sensus
sebagai “nomor teller” (Gambar 14.2.)
e) Petugas A melanjutkan sensus pada 2 (dua) baris kedua (baris 3&4). Petugas B
berjalan dan mengecat pada 2 pokok terluar lain pada 2 baris pertama.
Kemudian menunggu hasil sensus petugas A dan segera mengecat 2 pokok
terluar pada 2 baris kedua. Seterusnya hingga selesai target yang harus
dicapai tim sensus.
f) Seluruh hasil sensus di informasikan ke petugas C untuk dibawa ke afdeling.
Laporan tersebut direkap oleh petugas C bersama Mantri Hama Penyakit.
35 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
1.3.3. Selain melakukan sensus pokok, petugas sensus melakukan sensus terhadap
sungai, parit, dan lain-lain yang terdapat di dalam blok tersebut dan
menggambarkan pada Peta Detail.
2.1. PENDAHULUAN.
2.1.1. Pokok abnormal dapat terjadi karena sifat-sifat genetik tanaman yang sifatnya
menetap dan berlangsung lama atau karena keadaan lingkungan atau keduanya.
Pokok abnormal karena pengaruh lingkungan (misalnya karena defisiensi unsur
hara seperti Boron) umumnya dapat diperbaiki atau dicegah dengan tindakan
kultur teknis.
2.1.2. Pokok abnormal dilapangan sangat merugikan karena produksi yang dihasilkan
sangat rendah atau bahkan tidak berproduksi sama sekali, sedangkan perlakuan
yang diberikan (perawatan) sama dengan pokok yang normal.
2.1.3. Untuk menghindari kerugian karena pokok abnormal maka sebelum ditanam
dilapangan harus dilakukan seleksi yang ketat di pembibitan dan untuk pokok
abnormal yang terlanjur tertanam di lapangan segera dilakukan pembongkaran
dan penyisipan pada kondisi yang masih memungkinkan.
2.2.1. Gejala pokok abnormal di lapangan dapat terjadi pada bagian vegetatif dan
generatif tanaman.
36 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Gambar 14.3. Pokok Chimera
37 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Gambar 14.5. Pokok Gajah (Giant)
3.1. Pada Areal TBM, pembongkaran pokok abnormal langsung dilakukan segera setelah
didapatkan hasil sensus pokok. Sebelum pembongkaran dilakukan, asisten afdeling yang
bersangkutan harus memastikan bahwa pokok tersebut benar-benar termasuk pokok
abnormal dan non valuer.
3.2. Pada areal TM, sebelum dibongkar dilakukan peracunan sama seperti pada pelaksanaan
peracunan pokok terserang Gonoderma yang terdapat di Bab Pengendalian Hama dan
Penyakit.
38 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
39 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
40 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
STANDAR PENGUKURAN
SENSUS DAN IDENTIFIKASI POKOK
Umur Tindakan
Sensus
Tanaman Pokok Mati/Kosong Pokok Non Valuer
I 6 bulan Sisip X (Merah)
II 12 bulan Sisip Bongkar dan sisip
III 24 bulan Sisip
IV 36 bulan Sisip
41 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
2.3. Kelengkapan Teller
2.3.1. Kelengkapan nomor teller diukur berdasarkan persentase penyelesaian nomor
teller pada masing-masing blok.
2.3.2. Pada areal TM, tanda sensus “teller” dicatat dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Tanda dibuat dipokok pada bekas potongan pelepah dan dikerok dengan
parang.
b) Tanda berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar putih dan
tulisan warna biru. Pengecatan dengan kuas yang dibuat dari pelepah sawit
yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.
c) Tinggi tanda dari permukaan tanah: 1,5 meter (TM)
42 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
ESTIMASI PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR
I. PERIHAL
Hal atau tujuan utama dari sensus TBS adalah :
1. Sensus Buah merupakan alat yang digunakan oleh Manajemen untuk perencanaan
kegiatan panen yang meliputi perekrutan pemanen, Mesin-mesin dan kegiatan
peawatan umum pabrik
2. Data estimasi produksi yang akurat dapat membantu komitmen dalam penjualan
CPO.
IV. PENGHITUNGAN
a) Semua kriteria buah di pokok kelapa sawit harus dihitung
b) Buah betina yang baru keluar dan tidak penuh (Buah tidak hitam &Mengkilap) tidak
dihitung
c) Buah tidak normal (abnormal) – Buah banci (hermaphrodit), Buah sangat kecil,
Buah(berondolan) tidak penuh atau buah busuk tetap harus dihitung tetapi dicatat
terpisah.
d) Jika tanaman tidak normal atau mati atau titik tanamnya kosong, ini harus dicatat
e) Pencatatan harus dibuat sesuai standar format penghitungan buah (Terlampir)
f) Penghitungan buah harus dibagi terpisah dalam individu dimana dilakukan untuk
empat bulan dalam satu periode sensus. Ini ditunjukkan dalam form yang
ditentukan. Beberapa persetujuan penjelasan harus diisikan untuk form ini.
g) Semua form diisi dan dilampirkan dalam surat referensi jika diperlukan, setelah
estimasi buah telah dihitung atau dikalkulasi
43 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
V. PELATIHAN PENGHITUNGAN BUAH
a) Pekerja yang terpilih untuk melakukan penghitungan buah harus menjadi
mendapat pelatihan sebelum melakukan kegiatan sehingga mereka (pekerja)
mengetahui apa dan bagaimana cara melakukan penghitungan buah atau sensus
buah.
b) Pelatihan dapat diterangkan atau dijelaskan oleh General Manager pada estate-
estate yang meminta.
45 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Sensus Tandan
Buku Sensus Tandan
Ladang/Peringkat :...............................
Jumlah Tandan
No No Baris Jumlah Jumlah
Bulan Bulan Bulan Bulan
Blok Banci Pokok Tandan
1 2 3 4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
[P] [T] [ TI ] [T2] [ T3 ] [ T4 ]
46 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
SENSUS PRODUKSI
I. PENDAHULUAN
1.1. Sensus produksi merupakan salah satu pekerjaan penting dalam rangka pengendalian dan
pengelolaan kebun secara keseluruhan. Hasil sensus produksi akan sangat menentukan
kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh manajem kebun (GM, Manager dan Asisten)
dalam pengendalian biaya dan penekanan :losses” produksi, selain itu angka sensus
produksi akan digunakan sebagai dasar analisa pencapaian produksi tahun berjalan dan
penentuan anggaran produksi berikutnya.
1.2. Secara umum hasil sensus produksi memiliki manfaat sebagai berikut:
a) Mengestimasi produksi TBS, CPO dan PKO 6 (enam) bulan kedepan
b) Mengestimasi jumlah uang yang dihasilkan dan dikeluarkan (“cashflow”) perusahaan
c) Mengestimasi penjualan (marketing)
d) Perencanaan potong buah
e) Mengetahui losses dilapangan.
1.3. Angka-angka hasil sensus produksi harus dapat dipertanggungjawabkan keakuratan dan
kebenarannya. Data hasil sensus yang akurat dan benar dapat dicapai apabila persiapan
dan proses dalam pelaksanaan sensus produksi dapat berjalan dengan baik serta melalui
supervisI yang ketat dan mendetail.
2.2. BAHAN DAN ALAT PEMBUATAN DAN ATAU PERBAIKAN TANDA-TANDA SENSUS
2.2.1. Bahan dan alat yang harus dipersiapkan Asisten Afdeling dalam pembuatan
tanda–tanda sensus yaitu:
a) Kuas
b) Parang (alat Pengerok)
c) Cat warna putih dan biru
d) Tempat cat (aqua) dan kantong pelastik “kresek”
47 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
e) Tali raffia
f) Mal atau ukuran tanda sensus dan alat tulis lainnya.
2.3.1. QC hama dan Penyakit masing-masing afdeling yang bertindak sebagai koordinator
afdeling dan dibantu karyawan afdeling . 1 (satu) tim beranggotakan 3 (tiga)
pertugas sebagai anggota tetap, ketiga petugas tersebut terdiri dari:
a) 1 orang (A) : Menghitung dan menentukan baris sensus (tapak jalak), titik
sensus (TS) dan pokok sensus (PS)
b) 1 orang (B) : Mengerok lokasi tapak jalak, TS dan PS
c) 1 orang ( C) : Mengecat tanda tapak jalak, TS dan PS
2.3.2. Jumlah atau banyaknya tim pembuat dan atau perbaikan tanda-tanda sensus
dalam satu afdeling sangat ditentukan oleh luas areal dan target waktu yang telah
ditentukan. Norma prestasi pekerjaan ini adalah 0.10 – 0.13 Hk/Ha atau 7.5 – 10
Ha/HK
48 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
b) Penetapan TS dimulai pokok ke – 3 di setiap BS dan selanjutnya setiap selang
5 (lima) pokok atau pokok ke-6 dari TS satu ke TS selanjutnya (Gambar 15.1).
Terdapat 6 (enam) TS dalam setiap BS sehingga dalam satu blok minimal ada
+ 126 TS ( blok standar 30 Ha)
c) Semua TS diberi notasi pada ketinggian 1,5 m dari permukaan tanah (atau
disesuaikan dengan tinggi pokok) dengan ketentuan sebagai berikut:
50 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
3.4.2. Pada saat awal penghitungan TS dan PS, pengait (egrek sensus) disangkutkan pada
salah satu janjang dan selanjutnya petugas menghitung semua janjang yang ada
pada pokok tersebut.
3.4.3. Penghitungan janjang dimulai dari TS (ketua tim), PS 4 (petugas A), PS 3 (petugas
B) dan PS 5 (petugas C). Setelah dihitung, seluruh petugas melaporkan hasil sensus
pada ketua tim dan menuliskannya di pelepah (di bawah tanda TS dan PS).
Kemudian ketiga petugas menuju PS1 (A), PS2 (B), dan PS6 (C) dan mensensus
pokok tersebut. Hasilnya dilaporkan ke ketua tim dan ditulis di pelepah, sehingga
ada 7 (tujuh) pokok yang disensus setiap TS (Gambar 15.2)
3.4.4. Janjang yang dihitung adalah semua janjang yang ada, mulai dari bunga betina
yang sudah dibuahi (bunga cengkih, yang diperkirakan siap dipanen 5 – 6 bulan
berikut) setelah rotasi terakhir potong buah pada blok tersebut.
3.4.5. Apabila sensus janjang dilakukan sebelum rotasi terakhir potong buah, maka
janjang yang diperkirakan akan dipanen pada bulan desember (SM-1) dan Juni
(SM-II) tidak dihitung.
3.4.6. Hasil penghitungan jumlah janjang dicatat ke dalam formulir seperti pada Tabel
15.1 dan setelah selesai form tersebut langsung dikumpulkan pada hari itu juga di
afdeling untuk dapat dikoreksi kebenarannya oleh Asisten.
3.4.7. Asisten afdeling wajib memeriksa ulang hasil perhitungan sensus sebanyak 10%
dari jumlah pokok yang disensus, apabila:
a) Kesalahan < 10% dari sample, maka sensus dianggap benar
b) Kesalahan > 10% dari sample, maka diulangi pemeriksaannya di sample yang
lain. Jika kesalahan < 10% dari sample, maka dianggap benar.
c) Kesalahan > 10% dari sample, maka diulangi pemeriksaanya di sample lain. Jika
kesalahan tetap > 10% dari sample lagi, maka dianggap salah dan sensus harus
diulang seluruhnya.
51 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
3.5. ADMINISTRASI PELAKSANAAN SENSUS
3.5.1. Formulir (seperti pada Tabel 15.1) dari tiap-tiap blok dikumpulkan dan dibukukan
menjadi satu buku dikantor afdeling
3.5.2. Kumpulan formulir tersebut di atas dari seluruh afdeling direkap dalam formulir
seperti pada Tabel 15.2. dan dibuat dalam 2 rangkap, yaitu untuk pertinggal
afdeling dan kebun (di kantor besar kebun pada Mantri Tanaman)
3.5.3. Hasil sensus tersebut direkapitulasi kembali oleh kebun menurut tahun tanam
dan mengirimkannya kepada RO setiap tanggal 5 Januari (SM I ) dan 5 Juli (SM II)..
53 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Tabel 15.3. Formulir Penimbangan BJR
Sampel ditimbang
Tahun Luas Jumlah Jumlah janganj Tanggal
Blok Jumlah % Janjang (Kg) BJR
Tanam (Ha) Pokok Panen Hari ini Contoh
Janjang
54 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
TUNAS POKOK
I. PENDAHULUAN
1.1. Tunas pokok adalah pekerjaan yang mengandung dua aspek yang saling bertolak
kebelakang, yakni untuk menjaga produksi maksimum diperlukan pelepah produktif
(berkaitan dengan fotosintesis) sebanyak-banyaknya, tetapi untuk mempermudah
pekerjaan potong buah dan memperkecil Losses produksi, maka beberapa pelepah harus
dipotong.
1.4. Untuk mencapai tujuan penunasan dan tetap mempertahankan produksi maksimum,
maka harus dihindari terjadinya over pruning.
1.5. Over pruning adalah terbuangnya sejumlah pelepah produktif secara berlebihan yang
akan mengakibatkan penurunan produksi. Penurunan produksi ini terjadi karena
berkurangnya areal fotosintesis dan pokok mengalami stress yang terlihat melalui:
a) peningkatan gugurnya bunga betina
b) Penurunan sek ratio (peningkatan bunga jantan)
c) Penurunan BJR
55 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Tabel 16.1 Penggolongan Alat Kerja Berdasarkan Pertambahan Umur Tanaman
2.2.1.Norma prestasi dan formulasi perhitungan kebutuhan tenaga tunas dapat dilihat
pada table di bawah ini:
Umur Tanaman Norma Prestasi
Jenis Tunasan
(Tahun) (HK/HK) (HK/Ha)
Jumlah Tenaga Tunas Per Hari = Total luas areal tunas (ha) x X (HK/Ha)
9 bulan x 25 hari
2.2.2. Asisten harus membentuk kelompok (gang) kerja tunas berdasarkan rumus di
atas. Tenaga tunas harus terlatih dan tidak boleh diganti-ganti dengan orang
yang belum terbiasa menunas. Penunasan cadangan dibutuhkan bila salah
seorang penunas inti sakit/absent. Penunasan cadangan berasal dari tenaga
perawatan (PKWT) yang sudah terbiasa menunas atau tenaga potong buah (pada
saat buah trek/sedikit)
56 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
3.2. Cara pekerjaan tunas pasir:
a) Buang pelepah satu lingkaran paling bawah (dekat tanah) dan juga pelepah kering.
b) Pelepah dipotong mepet ke pangkal dengan memakai dods kecil (mata dodos 8 cm),
kemudian pelepah-pelepah tersebut dikeluarkan dari piringan dan disusun di
gawangan mati (contoh pokok yang telah ditunas pasir dapat dilihat pada Gambar
16.1)
c) Sesudah pekerjaan tunas pasir selesai, maka dilarang keras memotong/memangkas
pelepah untuk tujuan apapun, kecuali untuk analisa daun, ini pun hanya dibenarkan
mengambil anak daunya saja.
4.2. Pada kebun yang memiliki tenaga potong buah tetap dan jumlahnya mencukupi serta
mempunyai disiplin yang tinggi, maka dapat melakukan tunas an secara progresif
(progresif pruning) dengan persetujuan General Manager. Progresif pruning dilakukan
secara rutin oleh pemanen pada saat potong buah.
4.3. Pelepah yang harus dipertahankan berdasarkan umur tanaman dapat dilihat pada Tabel
16.2.
57 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Tabel 16.2. Jumlah pelepah yang Dipertahankan Berdasarkan Umur Tanaman
Jumlah
Umur Tanaman Songgo
Kebijakan Pelepah/
(Tahun)
spiral
4.4. Tajuk kelapa sawit terbentuk dalam setiap bulannya berjumlah 1 – 3 buah tergantung
umur dan pertumbuhan tanaman. Setiap tajuk kelapa sawit mendukung pembentukkan
kedudukan daun/pelepah yang susunannya membentuk spiral. Phlyotaxis daun memiliki
rumus 3/8, artinya setiap mengelilingi 3 (tiga) kali spiral terdapat sebanyak 8 daun (tidak
termasuk daun pertama). Perputaran spiral ada yang kearah kiri dan ada yang ke arah
kanan, penyebabnya adalah faktor genetik. Susunan kedudukan daun dapat dilihat pada
lampiran 16.A
58 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
V. PENYUSUNAN PELEPAH
5.1.1. Pelepah - pelepah disusun di tengah gawangan mati dengan lebar antara
2 – 2,5 m dan tidak boleh ada pelepah dipiringan dan parit/sungai. Untuk
memudahkan penyusunan pelepah, maka setiap 10 (sepuluh) pokok dibuat
pancang dari pelepah sehingga susunan pelepah lurus/tidak lari.
5.1.3. Bila di gawangan mati kebetulan terdapat parit yang memanjang searah
barisan pokok, maka pelepah harus dipotong 3 (tiga) dan disusun melintang di
antara pokok dalam barisan serta tidak boleh menghalangi pasar rintis.
5.1.4. Susunan pelepah dan bentuk pancang dapat dilihat pada Gambar 16.3
Gambar 16.3. Susunan Pelepah pada Areal Datar – Bergelombang dan Bentuk Pancang Tunas
59 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
5.1.5. Keuntungan cara penyusunan pelepah
a) Menghemat energi dan waktu tukang potong/tunas karena pelepah tidak
perlu dipotong – potong kecuali jika ada parit memanjang gawangan
b) Piringan tidak bertambah sempit oleh ujung-ujung pelepah karena telah
disusun jauh ditengah gawangan.
c) Ancak panen dari masing-masing tukang potong buah aman dari saling
curi buah antar sesama pemanen
d) Menekan pertumbuhan gulma di tengah gawangan.
e) Sebagai bahan organik yang selanjunya menambah unsur hara , menjaga
struktur tanah dari erosi dan mempertahankan kelembaban sehingga
merangsang pertumbuhan akar sawit di gawangan mati.
5.2.1. Pada areal berbukit – bergunung yang pola tanamnya tidak berdasarkan terasan
dan arah pasar rintis dari puncak kaki bukit, maka pelepah dipotong menjadi 2
(dua) bagian kemudian diletakkan di antara barisan pokok yang arahnya ke
gawangan mati. (Gambar 16.4)
Gambar 16.4. Susunan Pelepah pada Areal Berbukit – Bergunung Tanpa Terasan
60 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Gambar 16.5. Susunan Pelepah pada Areal Berbukit – Bergunung dengan Terasan
6.1.2. Setiap karyawan tunas mengancak satu pasar rintis (2 baris kiri kanan), sedangkan di areal
terasan ancak berdasarkan arah terasan (1 baris)
6.1.3. Setiap penunasan harus memasang nomor ancak (pancang ancak) di pasar rintis yang
akan diancakinya(Gambar 16.3). Hal ini diperlukan untuk memudahkan pengontrolan
oleh Asisten, Mandor I maupun Mandor Tunas.
6.1.5. Perpindahan dan blok ke blok berikutnya di satu afdeling harus sistematis (searah jarum
jam atau kebalikannya.
61 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
62 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
STANDAR PENGUKURAN TUNAS POKOK
Jumlah
Umur Tanaman Songgo
Kebijakan Pelepah/
(Tahun)
spiral
Pemotongan pelepah tidak -
<3 -
diperbolehkan. Prioritas untk
permulaan panen dengan cara
memotong pelepah-pelepah tua dan
kering.
Dipertahankan 48 – 56 pelepah 3
4–7 6 -7
Dipertahankan 40 – 48 pelepah 2
8 – 14 5–6
Minimum dipertahankan 32 pelepah 1
>15 4
2.3. Pemeriksaan pokok dilakukan secara sampling. Pemeriksaan ditetapkan minimal 6 pasar
rintis (12 baris tanaman) didalam satu blok seluas 30 -40 ha yang mempunyai total 128
baris tanaman atau sampling sebesar 10%. Jumlah blok yang diperiksa berdasarkan blok
ynag telah ditunas setiap harinya.
2.4. Barisan tanaman yang diperiksa untuk masing-masing blok bisa berbeda, yang terpenting
antara pasar yang satu dengan yang lainnya tidak berdekatan (menyebar)
3.2. Pemeriksaan pokok yang tidak tertuntas bersamaan dengan pokok yang ditunas terlalu
berat.
63 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
IV. KUALITAS TUNASAN
1.1.1. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan jumlaj pokok yang pelepahnya tidak tersusun
rapi di gawangan. (di dalam pancang batas)
1.1.4. Pemeriksaan bersamaan dengan pemeriksaan pokok yang dituns terlalu berat.
1.2.1. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan jumlah pokok yang pelepahnya tidak ditunas
rapat (mepet)
1.2.2. Pelepah dipotong mepet ke batang ditandai dengan bidang tebasan berbentuk
tapak kuda.
1.2.4. Pemeriksaan bersamaan dengan pemeriksaan pokok yang ditunas terlalu berat.
64 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
PENGELOLAAN TRANSPORT
I. PENDAHULUAN
1.1. Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang menghasilkan buah (Tandan Buah
Segar) yang sangat tinggi, dapat mencapai 35 Ton/Jam. Buah/TBS perlu dikirimkan
secepat mungkin ke PMKS untuk memperoleh CPO dengan kualitas baik. Oleh karena itu,
organisasi dan pekerjaan transportasi di perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu
pekerjaan yang sangat penting.
1.2. Transport buah/TBS merupakan salah satu dari 3 (tiga) mata rantai yang terpenting dan
saling mempengaruhi dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit, seperti Gambar 17.1
berikut.
POTONG
CPO
CPO / HA
TRANSPORT PENGOLAHAN
Gambar 17.1. Mata Rantai antara Potong Buah, Transport dan Pegolahan di PMKS
1.3. Hal penting di dalam pekerjaan potong buah yang mempengaruhi kelancaran transport
dan pabrik adalah:
a) Sistem/organisasi potong buah
b) Pusingan potong buah
c) Pengutipan brondolan
d) Mutu buah
1.4. Hal penting dalam kegiatan transport yang mempengaruhi potong buah dan pabrik
yaitu:
a) Mekanisasi Transport Buah
b) Organisasi dan operasi transport buah
c) Tipe alat transport dan pemeliharaannya
d) Pola/system jalan dan TPH serta perawatannya
e) Loading Ramp dilapangan (berkaitan dengan “ double handling”)
f) Kapasitas Loading ramp dan lori di PMKS
g) Sistem premi transport
h) Pencurian buah
65 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
1.5. Hal penting di dalam proses pengolahan TBS di pabrik yang mempengaruhi potong
buah dan transport adalah:
a) Rancang Bangun/instalasi mesin dan pemeliharannya.
b) Jumlah dan fluktuasi buah
c) Kelancaran dan kualitas proses pengolahan
d) Ukuran dan rancang bangun loading ramp/timbangan
e) Efisiensi dan kapsitas olah pabrik
f) Losses di pabrik
1.6. Ada 5 (lima) hal yang harus dijadikan sasaran kelancaran transport TBS yaitu:
a) Menjaga agar kualitas CPO baik dengan FFA < 2.5 %
b) Meminimalkan losses, berkaitan dengan restan buah yang cukup lama
c) Kapasitas dan kelancaran pengolahan di pabrik
d) Keamanan TBS di lapangan
e) Cost (Rp/Kg TBS ) transport yang minimal.
2.1.1. Organisasi potong buah dijaga 7 hari, sehingga persentase brondolan terhadap
janjang maksimum 7 – 9%. Hal ini perlu agar jangan terlampau banyak waktu
yang dibutuhkan untuk mengangkat brondolan dari TPH ke kendaraan
2.1.2. Buah harus diletakkan di TPH yang telah ditentukan (bernomor). Kerapatn TPH di
areal dengan pola jalan sistematis adalah 1 (satu) TPH per 3 (tiga) pasar rintis,
dan rasio jumlah TPH per hektar berkisar antara:
a) Areal rata – bergelombang : 1,4 – 1,6
b) Areal berbukit – bergunung : 1,5 – 1,9
2.1.3 Potong buah agar diusahakan terkonsentrasi pada satu lokasi jangan terpencar-
pencar antara satu mandoran dengan mandoran yang lain. Arah perpindahan
ancak potong buah dari satu seksi ke seksi yang lain diusahakan searah atau
berlawanan putaran jarum jam. Kedua aspek ini perlu dalam rangka efisiens
transport.
2.1.5 Sesudah selesai dipotong satu pasar rintis, karyawan potong buah harus
langsung mengeluarkan buah ke TPH. Hal ini perlu agar transport buah sudah
dapat dimulai paling lambat jam 08.30 setiap hari. Oleh karena itu, kerani buah
harus secepatnya memeriksa dan menerima buah. Tidak dibenarkan kendaraan
menunggu kerani buah, tetapi kerani buah yang menunggu kendaraan (tidak
dibenarkan buah diangkut oleh kendaraan sebelum diterima oleh Kerani Buah
dengan adanya tanda terima “Cap”).
66 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
2.1.6 Realisasi tonase buah yang dipotong setiap hari harus hampir sama dengan
tonase taksasi buah yang dibuat kemarin sorenya. Hal ini perlu untuk tepatnya
penetuan jumlah kendaraan yang akan disediakan.
2.1.7 Dilarang potong buah pada hari minggu atau hari libur terkecuali untuk ganti hari
hujan atau hari libur tertentu (hari raya) untuk memberi kesempatan waktu
untuk reparasi alat-alat transport dan kesempatan istirahat kepada supir dan
kenek atau buah TBS meledak karena kondisi cuaca.
2.2.1. Bentuk dan pola jalan dibentuk pada saat pembentukan blok dan sebelum
persiapan penanaman bibit kelapa sawit.
2.2.2. Sedapat mungkin harus diusahakan lurus dan jarak antar jalan buah maksimum
300 m.
2.2.3. Jalan-jalan buntu (tidak tembus) diminimalkan dan sebaiknya tidak ada.
2.2.4. Di Areal yang berbukit diusahakan jalan dibangun di kaki bukit bukan diatas bukit.
2.1.2. Merupakan suatu gejala umum di perkebunan selama ini, road grader yang
disediakan perusahaan banyak waktunya digunakan untuk menarik kendaraan
yang kepater/terpuruk oleh karena kerusakan jalan. Sebaiknya, pemanfaatan road
grader yang demikian harus dihindari atau ditiadakan. Road grader hanya untuk
membentuk dan merawat jalan.
2.1.3. Perawatan jalan dengan batu terutama dengan batu padas sebaiknya
diminimalkan, karena batu padas yang menonjol ditengah jalan sering merusak
garden kendaraan. Juga perawatan jalan yang telah diberi batu padas sering
mengalami kesulitan apabila dirawat lagi dengan road grader. Salah satu penyebab
seringnya terjadi kerusakan road grader adalah Karena batu padas yang ada
dijalan.
2.2.1. Pemilihan jenis atau tipe alat transport, yang akan dipakai disuatu perkebunan
didasari oleh factor jarak antar afdeling/blok dengan pabrik. Untuk efisiensi dan
efektivitas transport, maka penggunaan traktor untuk pengangkutan TBS langsung
ke PMKS diareal gambut dengan jarak maksimum 10 KM, sedangkan areal mineral
6 KM. Hal ini didasari pada kapasitas angkut truk diareal gambut dibatasi maksimal
4,2 ton berkaitan dengan daya dukung jalan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 17.10
67 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Tabel 17.1. Jenis dan tipe alat-alat transport
68 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
2.6.3. Oleh karena itu penetuan jumlah kendaraan per afdeling terutama ditentukan
jumlah produksi per hari.
2.6.4. Efisiensi pengoperasian alat-alat transport akan didapat maksimal apabila:
a) Setiap hari asisten merencanakan tonase produksi dan angkutan lain-lain
untuk besok setiap sore hari awas realisasi produksi tidak boleh terlampau
jauh menyimpang dari taksasi, maksimal 2%. Ini perlu dalam rangka
penetuan jumlah kendaraan oleh Mandor Transport dan Asisten Traksi.
b) Angkutan pupuk per trip (minimal 5 ton) dan angkutan lain-lain sudah harus
selesai paling lambat jam 08.30 sudah angkut buah.
c) Supir dan Kenek harus bawa bontot tidak dibenarkan pulang untuk makan
dan minum
d) jadwal Doorsmeer harus benar-benar dilaksanakan. Untuk hal ini perlu tetap
tersedia 1 – 2 unit kendaraan untuk mengganti kendaraan yang sedang
doorsmeer atau direparasi tersebut. Sebelumnya supir harus mencatat,
melporkan apa saja yang perlu diperbaiki.
e) Jangan dibiasakan mentolerir adanya buah restan (tinggal) dilapangan (TPH)
f) Pengangkutan TBS harus diprioritaskan pada buah restan (jika ada),
selanjutnya buah yang dipanen pada hari tersebut
g) Kapasitas setiap kendaraan harus semaksimal mungkin. Oleh karena itu,
apabila TBS suatu afdeling sudah habis dari lapangan lebih cepat dari
biasanya, maka harus pindah ke afdeling lain yang terkendala transportnya.
h) Jangan ada gerak kendaraan yang tidak efisien
i) Pengisian BBM setiap hari sudah harus selesai jam 06.00
Tentunya disamping hal-hal tersebut di atas, factor point 2.1 s.d 2.5 sudah
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
2.7.1. Pendahuluan
2.7.1.1 Indikator yang dapat digunakan untuk menilai efektifitas penggunaan alat
transport adalah dengan melihat kapasitas angkut harian. Cara yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kapasitas angkut transport adalah dengan cara
pemberian insentif kepada supir dan kenek. Insentif tersebut dilakukan dengan 2
(dua) system, yaitu:
a) Sistem Lembur
1. Insentif akan efektif apabila disiplin supir/kenek sudah berjalan dengan
baik
2. Sistem lembur akan berdaya guna maksimum apabila pelembagaan
system/teknik sudah terkondisi dengan standar maksimum.
3. Sistem ini sangat mungkin terjadinya penyimpangan cukup fatal pada
kapasitas angkut dan manipulasi jam yang berakibat losses semakin
tinggi.
69 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
b) Sistem Premi
1. Perbedaan pokok system premi dengan lembur adalah system lembur
berdasarkan jam kerja supir/kenek sedangkan system premi
berdasarkan tonase TBS atau bahan/barang yang diangkut.
2. Dengan system premi, diharapkan supir/kenek termotivasi untuk
mengangkut TBS lebih tinggi, sehingga kapasitas harian transport dapat
meningkat hingga optimal.
2.7.2.1 Meningkatkan mobilisasi angkutan kebun agar lebih lancar, aman, cepat dan
murah memudahkan dalam pengawasan operasional.
70 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
Kapasitas angkut harain truk/dump truk dan wheel tractor sesuai dengan jarak adalah
sebagai berikut:
Angkutan lain-lain terdiri dari: angkutan pupuk, orang/karyawan, bahan bangunan (kayu
/titi/sirtu/dan sbagainya), beras dan lain-lain. Dengan ketentuan tonase sebagai berikut:
Pupuk;beras;sirtu;solid = sesuai dengan tonase sebenarnya
Orang/karyawan = konversi 1 orang 50 Kg, minimal 25 orang
Kayu/titi/tanah/air = konversi 1m3 = 1 ton
Bibit = konversi 1 bibit = 25 Kg
Catatn : khusus kendaraan tim unit semprot, dapat menggunakan system lembur atau
perimeter.
b) Jam 05.30 waktu setempat kendaraan harus sudah mulai bergerak menuju
lokasi yang telah ditentukan sesuai buku tugas. Catatan:memahami,
mengerti dan hanya melaksanakan setiap perintah penugasan di buku tugas.
71 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
c) Seluruh angkutan lain-lain di afdeling harus sudah selesai paling lambat jam
08.30 dan segera menuju tempat potong buah.
d) Pengangkutan buah dilaksanakan dengan memperhatikan:
1) Brondolan harus bersih di TPH
2) Muatan tidak melebihi kapasitas angkut yang telah ditentukan
3) Wajib memuat buah yang jatuh dijalan kebun
4) Tidak ada buah restan di lapangan
5) Tidak menjalankan kendaraan dengan kecepatan tinggi (ngebut)
e) Pengangkutan lain-lain dilaksanakan dengan memperhatikan:
1) Peletakan barang di lokasi tujuan dengan benar, pupuk ditempat-tempat
yang sudah diberi tanda, bibit diatur rapi dan tidak rebah, janjang kosong
tidak menutup jalan dan sebagainya.
2) Volume barang yang dikirim/dimuat harus sama dengan yang diletakan
ditujuan, sesuai dengan Surat Pengantar Barang (SPB)/tanda terima.
f) Mengisi carlog secara benar dan tepat waktu, sesuai pekerjaan yang
dilakukan
g) Melakukan pencucian kendaraan pada sore hari bila waktu masih
memungkinkan (antara jam 18.00 s.d 19.00), tanpa harus menunggu
perintah dari Mandor Transport/Asisten
h) Menjaga dan merawat kendaraan, termasuk kelengkapan
peralatan/aksesoris sesuai aslinya dan dilarang memasang aksesoris
tambahan tanpa seijin manajemen.
i) Bertanggungjawab penuh terhadap kemungkinan kendaraan rusak/kepater,
terlebih disebabkan oleh factor kelalaian pengemudi/supir, sampai
kendaraan tiba kembali di garasi/traksi.
73 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
b) Premi kerajinan transport = 125% x rata-rata premi supir/operator, lembur
tidak ada
c) Sanksi : terjadi restan di lapangan akibat factor teknis/kelalaian, premi hari
tersebut tidak dibayar.
2.7.4.1 Kebijakan dan penetapan tentang premi transport yang akan diberlakukan
dimasing-masing kebun harus dievaluasi oleh seluruh Manager untuk selanjutnya
disahkan oleh General Manager, selaku Head Departemen untuk region masing-
msing. Hasil pengesahan dari GM, kemudian disusulkan ke Head Office untuk
diminta persetujuannya. Tim HO akan membahasnya dan memberikan
persetujuan agar premi tersebut dapat dilaksanakan oleh masing-masing kebun.
74 Sustainability Departement
PT. Sentosa Kalimantan Jaya-Februari 2019
STANDARD OPERATION PROCEDURE
PALM OIL PLANTATION
1
PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
I. PENDAHULUAN
1.1. Pengendalian hama dan penyakit tanaman pada hakikatnya adalah “ mengendalikan
suatu kehidupan “. Oleh karena itu, konsep pengendaliannya dimulai dari pengenalan
dan pemahaman terhadap siklus hidup hama/penyakit itu sendiri. Pengetahuan
terhadap setiap bagian dan yang dianggap Paling Lemah dari seluruh mata rantai siklus
hidupnya sangat berguna dalam pengendalian hama dan penyakit yang efektif.
1.2. Salah satu mata rantai siklus hidup yang paling lemah dari hama/penyakit dapat
dijadikan titik kritis (critical point) ynag merupakan dasar acuan untuk pengambilan
keputusan pengendalian.
1.3. Pemilihan teknik pengendalian ham/penyakit yaitu secara hayati, mekanik, kultur
teknik atau kimia dan waktu pengendalian yang dianggap paling cocok akan
dilatarbelakangi oleh pemahaman atas siklus hidup dimaksud.
1.4. Pengelola kebun dituntut untuk dapat meramalkan berbagai kemungkinan terjadinya
ledakan hama dan penyakit potensial. Perkiraan tersebut dapat bertitik tolak dari
kondisi tanaman, lingkungan dan serangga atau pathogen yang ada.
1.5. Keberadaan hama/penyakit di lapangan harus dapat dideteksi secara dini. Keuntungan
deteksi dini adalah memudahkan tindakan pencegahan maupun pengendaliannya
serta mencegah terjadinya ledakan serangan yang tidak terkendali. Biaya pengendalian
melalui deteksi dini jauh lebih rendah daripada yang tidak menerapkannya.
1.6. Untuk mendapatkan hasil pengendalian yang baik perlu diterapkan system
pengendalian hama terpadu (PHT) yaitu pengelolaan populasi hama/penyakit yang
memanfaatkan semua teknik pengendalian yang sesuai, sekompatibel mengkin,
dengan tujuan untuk mengurangi populasi hama/penyakit dan mempertahankannya
pada suatu ambang di bawah ambang populasi hama/penyakit yang dapat
mengakibatkan kerusakan ekonomi.
2
2.1.3. Atas pertimbangan efisienis maka pelaksanaan pengamatan dilakukan dengan
cara system pemantauan hama menggunakan contoh.
Informasi ini sangat penting karena menjadi acuan untuk pemilihan teknik
pengendalian yang digunakan dan waktu pelaksanaan pengendalian.
2.2.2 Hama kelapa sawit selain yang disebut diatas, deteksinya tidak menggunakan
baris/titik sensus. Semua pokok diamati kemudian pokok yang terserang
dikendalikan secara tuntas. Sistem sensus hama/penyakit lainnya dapat dilihat
pada sub bab berikutnya.
2.3. SKEMA
2.3.1. Sistem ini terdiri dari pengecatan secara permanent, baris sensus pada setiap
10 baris tanam dan titik sensus pada setiap 10 pokok di dalam baris sensus
mengikuti system 10 X 10. Penandaan dilakukan berdasarkan blok.
2.3.2. Baris Sensus (BS) akan berguna untuk pemantauan hama tikus dan Tirathaba,
sedangkan titik sensus bermanfaat untuk pemantauan hama pemakan daun.
2.3.3. Setiap titik sensus (TS) akan terdiri dari 3 (tiga) pokok yaitu pokok ke-10
ditambah 2 (dua) pokok disekitarnya. Agar tidak terjadi kerusakan tajuk
tanaman karena pemotongan pelepah contoh setiap bulan, maka titik sensus
dapat digeser maju atau mundur 1-2 tanaman. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 1.
3
Gambar 1.
2.3.4. Pengecatan baris sensus dan titik sensus pada seluruh kebun harus mengikuti
standar pemberian nomor dan warna sebagai berikut:
a) Baris sensus (BS)
Pengecatan pada pokok pertama dan terakhir di setiap baris sensus
sehingga sensus dapat dilakukan dari dua arah
Pengecatan harus dilakukan pada pangkal pelepah yang telah ditunas rapi
dengan cat dasar berwarna “kuning” dan tulisan berwarna “Biru”
Pangkal Pelepah
4
Pangkal Pelepah
2.4.2. Setiap tim sensus terdiri dari 3 (tiga) pekerja (satu pria dan dua wanita) dan
mampu mencakup areal seluas 60-80 Ha/Hari. Sensus pada satu afdeling
diharapkan selesai dalam waktu 7-10 hari. Akan tetapi, bila terjadi ledakan
hama maka anggota tim sensus dapat ditambah agar sensus cepat selesai
sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan..
2.4.3. Setiap tim sensus harus dilengkapi dengan galah dan pengait untuk menarik
pelepah tanaman dengan ketinggian sedang, sedangkan untuk pokok yang
sudah tinggi (Umur > 7 tahun), perlu memotong pelepah untuk penghitungan
hama.
Tim sensus tidak boleh sering diganti karena akan mempengaruhi konsistensi
hasil pengamatan “bentuk tim professional”
2.5.2. Pada pokok ke-10 (TS) tim sensus harus memulai menghitung hama pemakan
daun. Penghitungan hama pemakan daun hanya pada satu pelepah contoh
pada setiap pokok dari 3 (tiga) pokok dengan ketentuan sebagai berikut:
5
a) Pelepah yang menunjukan gejala serangan segera dan memiliki populasi
tertinggi (dominan)
b) Apabila tidak ada gejala serangan, pilih satu pelepah yang posisinya
ditengah.
2.5.4. Dalam penghitungan ulat api, ulat kantong atau ulat bulu harus dilakukan
secara terpisah termasuk masing-masing dengan instar atau stadianya.
Informasi ini diperlukan untuk menentukan waktu pengendalian yang tepat.
Sebagai contoh, penyemprotan insektisida hanya dilakukan pada saat sebagian
besar populasi dalam stadia ulat bukan pada stadia pupa.
2.5.6. Agar pekerjaan sensus cepat selesai maka pada kasus serangan berat dan
meluas dianjurkan menggunakan system penghitungan sebagai berikut:
a) Kurang dari 20 ulat/pelepah, dihitung langsung
b) Antara 20-50 ulat/pelepah; diperkirakan dan dicat T (Tinggi) dalam form
sensus
c) Lebih dari 50 ulat/pelepah diperkirakan dan dicat ST (sangat Tinggi) dalam
form sensus.
2.5.7. Tim sensus di lapangan harus mencatat hasil hitungannya ke dalam formulir
Lampiran 10.B
2.5.8. Prosedur penghitungan di atas harus diberlakukan pada semua pokok dalam BS
untuk hama tikus dan Tirathaba dan hanya pada setiap pokok TS dan dua pokok
di sekelilingnya untuk hama pemakan daun.
2.5.9. Secara teratur manajemen kebun harus melakukan spot chek untuk menjamin
ketepatannya.
2.5.10. Setelah setiap rotasi sensus selesai, manajemen kebun harus meringkas dan
memindahkan data dari formulir 10.A ke 10.C dan dari formulir Lampiran 10.B
ke 10.D. Rekapitrulasi data harus sampai di Q&C dan Regional Office paling
lambat setiap tanggal 10 pada bulan berikutnya/akan datang.
6
2.6. FREKUENSI SENSUS
2.6.1. Sensus hama dan penyakit harus dilakukan terlepas apakah di kebun ada
serangan hama dan penyakit atau tidak
Lampiran 10.A
Penghitungan Serangan Tikus dan Tirathaba
Kebun : ……………….. Tanggal Sensus Dimulai :…………..
No. Blok :………………... Tanggal Sensus Selesai : ………….
Nama Petugas :………….
No. Bari Jumlah Jumlah Pokok No. Baris Jumlah Jumlah Pokok
Sensus Pokok Terserang Sensus Pokok Terserang
Tikus Tirathaba Tikus Tirathaba
Lampiran 10.B
7
Penghitungan Serangan Hama Pemakan Daun
Kebun :………… Tanggal Sensus Dimulai :……………..
Afdeling :………… Tanggal Sensus Selesai :……………..
No.Blok :………… Tim Sensus :……………..
Pokok No. Pokok No.
No. No. Jenis Ulat Api…………… Ulat Ulat Jenis Ulat Api…………… Ulat Ulat Keterangan
Baris Titik
Sensus Sensus T LM LD K Bulu Kantong T LM LD K Bulu Kantong
S P S P S P S P L PU L PU S P S P S P S P L PU L PU
Keterangan:
S=Sehat P = Penyakit/Parasit T=Telur LM=Larva Muda LD=Larva Dewasa
K=Kepompong L=Larva PU= Pupa
Lampiran 10.C
Rekapitulasi Hasil Sensus Serangan Tikus dan Tirathaba
Kebun :……………… Tanggal Sensus Dimulai :…………...
Bulan :……………… Tanggal Sensus Selesai :…………...
Jumlah Pokok Pokok Terserang Baru
No.
Afdeling Dalam Baris Tikus Tirathaba Keterangan
Blok
Sensus Jumlah Pokok % Jumlah Pokok %
Lampiran 10.D
8
Rekapitulasi Hasil Sensus Hama Pemakan Daun
Kebun :………………. Tanggal Sensus Dimulai :…………
Afdeling :……………….. Tanggal Sensus Selesai :…………...
Jumlah Jumlah Titik Sensus Dengan Populasi Hama Rata-rata per Pelepah
No. Areal Keterangan/
Titk Jenis Ulat Api………….. Jenis Ulat Bulu………. Jenis Ulat Kantong………
Blok (Ha) Tindakan
Sensus 0 % 1-5 % >5 % Sakit % 0 % 1-5 % >5 % 0 % 1-5 % >5 %
IV. HAMA ULAT PEMAKAN DAUN (ULAT API,ULAT KANTONG DAN ULAT
BULU)
4.1. KERUSAKAN
4.1.1. Serangan hama ulat api, ulat kantong dan ulat bulu (ulat pemakan daun kelapa
sawit), seringkali menimbulkan masalah yang berkepanjangan karena eksplosi
dapat terjadi waktu ke waktu. Kehilangan daun pada tanaman muda dapat
menyebabkan hambatan pertumbuhan sehingga dapat memperpanjang masa
Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) sedangkan kehilangan daun (defoliasi)
yang serius pada Tanaman Menghasilkan (TM) berdampak langsung terhadap
penurunan produksi (Tabel 1)
9
Tabel 1. Penurunan Produksi Tanaman Kelapa Sawit sebagai akibat Serangan Ulat Api
S.asigna. (Sumber: Desmier de chenon 1992)
4.1.2. Serangan hama yang luas memerlukan biaya pengendalian yang mahal. Hal ini
terjadi karena deteksi dini tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga
implementasi pengendalian yang tepat tidak dapat dilakukan pada saat
serangan masih sempit.
4.2. DESKRIPSI
10
4.3. BIOLOGI
4.3.1. Siklus hidup hama ulat pemakan daun kelapa sawit terdiri dari empat stadia
seperti yang terlihat pada Gambar 2. dan Tabel 2. berikut ini:
IMAGO
(DEWASA)
PUPA TELUR
(KEPO
MPONG
LARVA (ULAT)
Tabel. 2. Siklus Hidup Beberapa Jenis Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit
Siklus Hidup
Jenis Hama Telur Ulat Kepompong Total
(Hari) (Hari) Instar (Hari) (hari)
Ulat Api
Setothose asigna 4-8 49-51 VI-VIII 40 93-99
Setora nitens 3-5 29 VI-VIII 23 55-57
Darna trima 4-6 30-39 V-VI 11-14 45-59
Ploneta diducta 5 24 V-VI 13 52
Thosea bisura 5-9 22-35 14-18 41-62
Thosea vetusta 6-8 49 25 80-82
Ulat Kantong
Mahasena corbetti 16 80 IV-V 30 126
Metisa plana 18 50 IV-V 25 93
Pteroma pendula 18 50 IV-V 25 93
Ulat Bulu
Dasychira inclusa 8-9 35-40 8 51-57
Calliteara horsefieldii 8 28 9 45
11
4.3.2. Data siklus hidup setiap jenis ulat pemakan daun sangat bermanfaat untuk:
a) Memperkirakan kemunculan generasi berikunya
b) Memperkirakan ketersediaan waktu pengendalian
4.3.3. Laju perkembangan populasi ulat terutama didukung oleh kemampuan berbiak
dan waktu yang digunakan dalam menyelesaikan siklus hidup. Makin tinggi
daya berbiak serta makin pendek siklus hidup makin cepat pula laju
pertambahan populasi. Hal ini berarti bahwa toleransi terhadap ambang batas
populasi kritis menjadi rendah. Kemampuan bertelur beberapa jenis ulat
pemakan daun dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Kemampuan Bertelur Beberapa Jenis Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit
Jenis Ulat Telur (Buah)
Mahasena corbetti 2.000-3.000
Metisa plana 100-300
Setothose asigna 300-400
Setora nitens 250-300
Darna trima 90-300
Ploneta diducta 60-225
4.3.4. Semakin tinggi daya rusak ulat pemakan daun maka toleransi batas ambang
populasi kritis menjadi lebih rendah. Daya rusak atau jumlah daun yang dapat
dikonsumsi oleh tiap ekor ulat pemakan daun kelapa sawit dapat dilihat pada
Tabel 4
Tabel 4. Daya Konsumsi Beberapa Jenis Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit
Jenis Ulat Rata-rata Daya Konsumsi Daun
(cm2/Ulat)
Setothose asigna 400
Setora nitens 367
Thosea vetusta 170
Ploneta diducta 167
Thosea bisura 94
Darna trima 27
Mahasena corbetti >400
Metisa plana >170
Keterangan : Luas Daun Per Pelepah berkisar Antara 3-4 M2 atau rata-rata 3.5 M2
4.4.2. Ambang Populasi Kritis (APK) dapat diartikan sebagai rata-rata populasi larva
sehat/pelepah, dimana di atas rat-rata populasi tersebut tindakan
pengendalian mungkin perlu dilakukan. APK ulat pemakan daun tanaman
kelapa sawit disajikan pada Tabel 5
4.4.3. Sebagai Informasi manajemen kebun bahwa batas kritis atau APK hanya
merupakan panduan. Untuk mengambil keputusan apakah perlu atau tidaknya
12
dilakukan pengendalian, beberapa faktor berikut dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan:
a) Populasi ulat per pelepah
b) Pola penyebaran ulat
c) Keberadaan musuh alami
d) Iklim
e) Kondisi Tanaman
4.5.3. Beberapa metode pengendalian ulat pemakan daun pada beberapa tingkat
umur tanaman dapat dilihat pada Tabel 6
13
<3 3–7 8 - 15 > 15
1. Kutip ulat √ X X X
2. Kutip Kepompong √ √ √ √
3. Insektisida PKS X X X
√
B.t EPS √ X X
√
Virus MB √ X X
√
Fogger √ √ √
X
4. Injeksi Batang X √ √ √
5. Infus Akar √ √ √ √
6. Konservasi musuh alami √ √ √ √
Keterangan : √ : Dapat digunakan
X : Tidak dapat digunakan
4.5.5.2. Keuntungan
Sangan efektit dan ramah lingkungan. Hal ini karena pengutipan hanya
dilakukan pada ulat yang sehat, sedangkan ulat yang terprasit dan
berpenyakit ditinggalkan agar terjadi perbanyakan secara alami
4.5.5.3. Kekurangan
a) Pekerjaan lambat dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak
b) Tidak sesuai untuk tingkat populasi yang tinggi dan luas areal
c) Tidak untuk jenis ulat yang berukuran kecil atau ulat yang masih
muda.
Ulat yang masih muda mempunyai ukuran relatif kecil sehingga sulit
dilihat,begitu juga dengan jenis ulat yang berukuran kecil seperti:
Metisa plana , Pteroma pendula dan Darna sp.
14
Pengutipan ulat hanya sesuai untuk tanaman berumur kurang dari
5 ( lima ) tahun
4.5.6.3. Kepompong Darna trima dan Ploneta diducta berukuran kecil dan
pada umumnya dibentuk dilekukkan ketiak anak daun atau pada
tunggul kayu di atas tanah, sedangkan untuk ulat kantong Metisa
plana dan Pteroma pendula kepompongnya tetap mengantung didaun
sehingga pengendalian dengan pengutipan kepompong akan tidak
efektif.
4.5.6.4. Keuntungan
Sangat selektif dan aman
4.5.6.5. Kekurangan
a) Tidak efektif saat terjadi eksplosi
b) Pekerjaannya sangat lambat
c) Sulit membedakan kepompong yang sakit dan sehat tanpa
membuka terlebih dahulu.
15
2. Aman terhadap musuh alami
3. Aman terhadap operator
d) Kekurangan
1. Kurang efektif, terhadap instar ulat diatas instar IV sehingga
diperlukan deteksi awal dan diikuti penyemprotan dengan cepat
2. Karena merupakn racun perut penyemprotan harus merata
keseluruh pelepah
3. Stok lama pada umumnya kurang efektif karena umur simpan
pendek
16
Tabel 8. Jenis Insektisida B.t. , Kandungan Bahan Aktif dan Dosis untuk Ulat Api
17
Ulat Api
Setothosea asigna
Setora nitens
Darna trima Decis 2,5 EC Deltametrin 200 0.025 0.040 0.100
Ploneta diducta Matador 25 EC Lamda Sihalotrin 200 0.025 0.040 0.100
Ulat Bulu
Dasychira inclusa Buldok 25 EC Betasifultrin 225 0.040 0.050 0.150
Calliteara horsefieldii Cymbush 50 LC Sipermetrin 300 0.050 0.075 0.200
Ulat Kantong
Mahasena corbeti Orthene 75 SP Asetat 650 0.100 0.160 0.430
Metisa plana
4.5.8.2. Alat Aplikasi Insektisida
Alat aplikasi yang umum digunakan untuk peyemprotan insektisida
hayati dan kontak adalah:
a) Pneumatic Kanpsack Sprayer (PKS)
b) Engine Power Sprayer ((EPS)
c) Mist Blower (MB)/Pengabut
d) Fogger/Pengasapan
a) Pneumatik Knapsack Sprayer (PKS)
Sebagai contoh PKS adalah “Kap Solo”. Alat semprot ini mempunyai
kapasitas volume 12,5 – 15 liter. Nozel yang digunakan adalah Nozel
Cone yang dapat diputar bagian ujungnya sehingga dapat
menjangkau pelepah yang tinggi letaknya. Volume semprot adalah
400-600 Liter/Ha, sedangkan kemampuan semprotan untuk setiap
kap isi 12,5 Liter adalah 2-6 pokok.
Keuntungan
1. Sesuai untuk tanaman berumur 2 (dua) tahun
2. Sesuai untuk penyemprotan spot
3. Cara kerja yang sederhana sehingga tidak diperlukan tenaga
kerja yang berpengalaman
Kekurangan
1. Bekerja lambat, maksimum 1 Ha/Orang
2. Volume smprot yang tinggi sehingga keperluan air banyak
3. Tidak cocok untuk TM yang sudah tinggi.
Apabila pada beberapa pokok TM di kebun terdeteksi serangan
awal, maka alat PKS dapat dimodifikasi dengan menyambung
selang yang ditopang dengan galah yang panjangnya disesuaikan
dengan tinggi pelepah. Untuk pengoperasian alat tersebut
diperlukan 2 (dua) orang.
b) Engine Power Sprayer
Alat EPS mempunyai volume semprot 600 liter/ha dengan
kemampuan kerja/alat/hari adalah 3-5 ha
Keuntungan
1. Sesuai untuk insektisida B.t, IPT dan kontak
2. Sesuai untuk TM umur kurang dari 5 tahun
3. Sesuai untuk areal rata dan fasilitas pasar rintis sudah bersih
Kekurangan
1. Diperlukan banyak tenaga kerja
2. Tidak sesuai untuk areal yang tidak rata dan masih banyak
tunggul kayu atau anak kayu di pasar ritis
18
3. Sebagian insektisida terbuang karena nozel tidak bisa dmatikan.
c) Mist Blower (MB)/Pengabutan
Alat ini mempunyai volume semprot 100-300 liter/ha, tergantung
pada umur tanaman. Kemampuan kerja per hari adalah 1,5 – 2,0
ha/hk.
Keuntungan
1. Cocok untuk tanaman berumur di bawah 4 tahun
2. Sesuai untuk insektisida B.t,IPT dan kontak
3. Pemakaian air hemat
Kekurangan
1. Berbahaya terhadap operator sehingga harus menggunakan alat
pengaman
2. Tidak sesuai untuk areal yang bergelombang.
d) Fogger/Pengasap (Swig Fog, Pulfog K 10 SP, K22 Standar, K22 – Bio
Dll)
Prinsip kerja alat ini adalah mengubah campuran air, emulgator,
solar dan insktisida menjadi bentuk asap.
Keuntungan
1. Cakupan luas yaitu 10-15 ha/hk
2. Sangat efektif untuk insektisida kontak atau agen hayati (K22-
Bio)
3. Biaya Murah
Kekurangan
1. Memerlukan kondisi udara tenang, sehingga hanya dapat
diaplikasikan pada malam hari/pagi hari
2. Diperlukan bahan yang tahan terhadap suhu tinggi
3. Pengoperasian alat memerlukan tenaga kerja yang terlatih
Umur Tanaman
Bahan
< 10 Tahun 10 – 15 Tahun > 15 Tahun
Air 3,5 l 3,5 l 1,5 l 1,5 l - -
Solar 1,1 l 1,2 l 3,1 l 3,2 l 4,6 l 4,7 l
Insektisida 0,3 l 0,2 l 0,3 l 0,2 l 0,4 l 0,3 l
Emulgator 0,1 l 0,1 l 0,1 l 0,1 l - -
Total 5,0 l 5,0 l 5,0 l 5,0 l 5,0 l 5,0 l
4. Tidak sesuai untuk areal yang bergelombang
5. Tidak sesuai untuk tanaman yang kanopinya belum menutup
6. Dapat membahayakan operator, lingkungan dan musuh alami
19
K22-Bio
Alat mempunyai 3 (tiga) buah tangki yaitu tangki bahan bakar berkapasitas 2
liter, tangki depan berupa campuran insektisida, solar, air dan emulgator
sebanyak 5 liter, serta tangki belakang berisi air saja 5 liter. Alat ini digunakan
untuk aplikasi insektisida yang tidak tahan panas dan sesuai untuk aplikasi
insektisida B.t atau virus. Komposisi campuran bahan pada tangki depan dan
belakang dapat dilihat pada Tabel 11
Tabel 11. Komposisi Campuran Bahan pada Tangki K22-Bio (Kapasitas 5 liter)
Umur Tanaman
< 10 Tahun 10 – 15 Tahun > 15 Tahun
Bahan
T. Bela T. Bela T. Bela
T. Depan T. Depan T. Depan
kang kang kang
Air 1,5 l 1,5 l 5,0 l 1,0 l 1,0 l 5,0 l 0,5 l 0,5 l 5,0 l
Solar 3,1 l 3,2 l 3,6 l 3,7 l 3,95 l 4,15 l
Insektisida 0,3 l 0,2 l 0,3 l 0,2 l 0,5 l 0,3 l
Emulgator 0,1 l 0,1 l 0,1 l 0,1 l 0,05 l 0,05 l
Total 5,0 l 5,0 l 5,0 l 5,0 l 5,0 l 5,0 l 5,0 l 5,0 l 5,0 l
4.5.9.2. Keuntungan
a) Sangat efektif
b) Efektif terhadap sema instar ulat
c) Realtif aman terhadap musuh alami, lingkungan dan operator
d) Sesuai untuk tanaman yang sudah tinggi dan areal yang
bergelombang
20
e) Sesuai untuk serangan spot
4.5.9.3. Kekurangan
a) Sangat mahal
b) Tidak sesuai untuk tanaman muda
c) Pekerjaan lambat
4.5.9.6. Setiap tim terdiri dari 3 (tiga) orang, yaitu 1 (satu) orang laki-laki
sebagai operator, 1 (satu) orang perempuan aplikasi insektsida, dan 1
(satu) orang perempuan sebagai penutup lubang (dengan tanah)
setelah aplikasi dan megecat/memberi tanda titik/silang pada pangkal
pelepah di atas lubang.
4.5.9.7. Jenis insektisida dan dosis yang dianjurkan untuk injeksi batang dapat
didiskusikan dengan QC dan akan berkonsultasi dengan TA.
4.5.10.2.Keuntungan
a) Sangat selektif
b) Sangat efektif untuk tanaman muda
c) Sesuai untuk serangan sporadik
d) Aman terhadap lingkungan dan musuh alami
e) Tidak memerlukan peralatan khusus
4.5.10.3.Kekurangan
a) Sangat mahal
b) Bekerja lambat, 1 tim terdiri dari 2 (orang) = 80 pokok/hari
c) Diperlukan tenaga kerja terampil
21
b) Potong akar dengan kemiringan sudut 30-400 dengan tujuan
memperluas permukaan akar yang dipotong sehingga
mempercepat penyerapan insektisida.
c) Masukkan insektisida sistemik yang sudah diukur ke dalam kantong
plastik, kemudian sarungkan pada akar yang sudah dipotong
dengan hai-hati sehingga ujung akar mencapai dasar plastik dan
diusahakan “ Jangan sampai plastik bocor ”. Plastik kemudian diikat
dengan karet secara hati-hati, sehingga insektisida tidak tumpah
d) Pada cuaca yang cerah dan panas biasanya insektisida akan
terserap habis dalam 1 (satu) hari dengan catatan pekerjaan infus
akar dilakukan dengan hati-hati dan benar. Apabila dalam 3 hari
setelah infus akar, cairan insektisida masih banyak maka infus harus
diganti pada akar yang lain
e) Jenis dan dosis insektisida yang akan digunakan dapat didiskusikan
dengan TA melalui QC.
-Tabel 12 Jenis Parasit, Stadia Inang da Gejala-gejala Serangan pada Ulat Api
Stadia
Nama Parasitoid Jenis Inang Gejala-gejala Serangan
Inang
Trichogranmatoidae Telur S. asigna - Telur terparasit berwarna coklat muda hitam
thoseae S. nitens - Satu telur ulat api dihasilkan + 25 ekor parasitoid
Darna spp. - Terdapat lubang-lubang kecil pada permukaan te
lur ulat api, sebagai tanda parasit dewasa keluar
Apanteles spp Ulat Darna spp - Ulat yang terserang menjadi tidak aktif, menarik
(Bracomidae) Parasa spp diri ke tengah anak daun dan kemudian mati
S. asigna - Kepompong terparsit kadang-kadang berada di
Spinaria spinator S. nitens dalam tubuh larva (spinaria) atau dipermukaan
(Ichneumonidae) S. asigna bawah tubuh larva (Fornicia dan Apanteles)
Fornicia sp C. albiguttatus biasanya pada larva instar I - IV
Chaetexorista javana Kepompong S. asigna - Parasit meletakkan telur pada saat ulat api akan
Chorocryptus S. nitens berkepompong, parasit menetas didalamnya dan
purpuratus keluar membentuk lubang kecil pada permukaan
kokon
22
4.5.11.2. Di perkebunan kelapa sawit musuh alami ulat pemakan daun kelapa
sawit yang cukup potensial dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga)
golongan yaitu:
a) Predator
Beberapa predator yang cukup potensial terhadap ulat pemakan
daun kelapa sawit adalah :
1. Eucanthecona furcellata (Pentatomidae, Hemiptera)
- Memangsa dengan cara menusuk dan menghisap
- Telurnya diletakkan secara berkelompok pada daun tanaman
kelapa sawit yang masih muda sampai yang sudah tua
- Serangga muda berwarna kemerahan dan belum mempunyai
sayap dan biasanya hidup berkelompok
- Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 10.4a-b
- Siklus hidupnya +2 (dua) bulan dalam waktu 1 (satu) hari
mampu memangsa 2-6 ekor ulat api
2. Sycanus spp. (Reduviidae, Hemiptera)
Adalah predator utama ulat kantong, selain itu juga memangsa
ulat lain.
- Memangsa dengan cara menusuk dan menghisap
- Nimfanya hidup pada tanaman penutup tanah (LCC) dan
stadium dewasa dapat terbang dan mencari mangsa pada daun
sawit
- Siklus hidupnya + 4 (empat) bulan
- Untuk memakan sekor ulat ukuran sedang diperlukan waktu 2-
4 jam
- Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 2
3. Inang alternatif
- Pada pertanaman kelapa sawit yang masih muda, predator
hidup dengan memakan ulat yang hidup pada LCC
- Pada pertanaman dewasa/tua, makanan predotar adalah ulat
yang tinggal di pakis-pakisan yaitu jenis Diplazium asperum
- Jenis pakis tersebut sangat disukai olah larva Hymenoptera
symphyla dan Neostrombeseros luckti yang merupakan
makanan alternatif Sycanus
23
Gambar. 2. Sycanus spp. (Reduviidae, Hemiptera)
a) Parasit
i. Parasit hidup di dalam tubuh inangnya. Apabila parasit tersebut berasal
dari golongan serangga disebut parasitoid, sedangkan apabila berasal
dari golongan lain disebut parasit. Parasit pada umumnya mempunyai
ukuran yang lebih kecil dari inangnya. Berbagi macam parasit pada stadia
inangnya beserta gejala-gejalanya dapat dilihat pada Tabel 12.
ii. Stadium dewasa parasitoid untuk mempertahanan hidupnya
memerlukan makanan yang cukup. Beberapa serangga dewasa parasit
sangat tergantung pada tanaman lain yang menghasilkan serbuk sari dan
nektar. Contoh tanaman yang berasosiasi dengan serangga dewasa
parasit adalah Casia spp, Euphorbia spp, LCC, Ageratum dan lain-lain.
Untuk proses kelangsungan hidup parasit, gulma-gulma tersebut
diharapkan tetap ditinggalkan di lapangan.
b) Patogen
Perkembangan patogen umumnya memerlukan kelembaban yang tinggi.
Kondisi tersebut terjadi pada musim hujan. Oleh sebab itu pada umumnya
di usim hujan sangat jarang atau sedikit terjadi eksplosi ulat pemakan daun.
Patogen dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat sesuai dengan
ketersediaan inangnya. Pemencaran patogen di lapangan juga sangat
dipengaruhi oleh percikan air hujan. Patogen yang biasa dijumpai
menyerang ulat api atau ulat kantong adalah sebagai berikut:
1. Virus
Pada kondisi lingkungan yang sesuai untuk perkembangan virus, tingkat
patogenesitas virus dapat mencapai hampir 100% dalam waktu 2-3
minggu setelah penyemprotan.
Keefektifan virus ulat api ditentukan oleh beberapa faktor:
1.1. Jenis Virus
Tidak semua jenis virus ulat api akan efektif terhadap semua jenis
ulat api, tetapi jenis ulat api tertentu mempunyai virus tertentu juga.
24
Contoh virus ulat api Setora nitens tidak efektif terhadap Setothosea
asigna dan sebaliknya.
1.2. Cara identifikasi yang betul terhadap ulat terifeksi virus yaitu dengan
melihat gejala serangan sebagai berikut:
a) Ulat yang terserang menjadi tidak/kurang aktif dan berhenti
makan
b) Pola warna pada tubuh instar tua menjadi kabur dan lambat laun
memudar
c) Duri-duri pada permukaan atas tubuh tidak akan mengembang
atau membuka apabila ulat diganggu
d) Warna tubuh berubah secara cepat menjadi kemerah-merahan
atau coklat gelap
e) Tubuh ulat memipih dan mengeluarkan cairan kental berwana
putih sampai kuning kecoklatan.
f) Ulat jatuh ke tanah (untuk ulat tua) atau tetap lengket di daun
(untuk ulat muda)
g) Ulat mulai mati
h) Bentuk ulat yang terserang virus dapat dilihat pada Gambar 3.
1.3. Lama Penyimpanan
Ulat api terinfeksi virus yang masih segar akan lebih efektif dari pada
yang telah tersimpan lama. Walaupun demikian, virus yang disimpan
pada suhu -300C selama 6 (enam) tahun masih menunjukkan
keefektifan.
1.4. Cuaca
Cuaca yang paling baik untuk aplikasi virus adalah pada musim hujan
dan waktu aplikasi pada pagi atau sore hari. Jika pada musim
kemarau sebaiknya dilakukan sepagi mungkin. Sinar UV
menyebabkan degradasi virus sehingga menjadi kurang/tidak efektif.
25
j) Ulat tersebut dipelihara dalam kurungan kasa an diberi
makandaun kelapa sawit yang masih segar. Kurungan kasa
diletakkan di tempat yang ternaung atau lembab.
k) Ulat disemprot dengan suspensi virus hasil pengutipan.
l) Pada hari kedua setelah penyemprotan, ulat yang
terinfeksi mulai dikutip dan dilanjutkan pada hari-hari
berikutnya.
1.5.2. Pembiakan di Lapangan
a) Memilih lokasi yang terserang ulat dengan populasi sangat
tinggi dan sudah instar tua, sehingga mempermudah
pengutipan hasil
b) Sebaiknya dipilih tanaman yang masih berumur <4 tahun
c) Penyemprotan suspensi virus menggunakan alat knapsack
sprayer atau mist blower dengan dosis yang telah
dianjurkan
d) Pengutipan dilakukan pada ulat yang masih segar, akan
tetapi sudah terinfeksi virus
e) Ulat yang sudah mati sebaiknya tidk dikoleksi, akan tetapi
dapat dikutip untuk digunkan secara langsung
f) Perbanyakan virus dengan tujuan koleksi atau stock yang
disimpan, maka tidak dianjurkan melakukan
penyemprotan virus dengan penambahan insektisida
pyretoid/kontak walaupun dalam dosis rendah.
1.6. Peralatan dan Penyimpanan
A. Peralatan yang digunakan dalam pembiakan dan koleksi virus
adalah:
a) Knapsak Sprayer, Mist Blower, Engine Power Sprayer atau
Fogger
b) Deep freezer (suhu -300 ), Berguna untuk penyimpanan virus.
Pada shu -300C bakteri sdah tidak aktif sehinga virus tidak
mengalami degradasi selama penyimpanan.
c) Kantong plastik kapasitas 1 Kg, Harus diberi label tanggal
koleksi. Apabila dla koleksi diperoleh jenis virus dari jenis ulat
api yang berbeda sebaiknya warna kantong plastik berbeda.
Virus yang tersimpan paling lama digunakan lebih dahulu.
B. Cara penyimpanan Virus Stock Soution (VSS) adalah sebagai
berikut:
1. Ambil 1 Kg ulat yang terifeksi virus (1 kantong plastik) dan
tambahkan 1 liter air (1:1) kemudian dihancurkan.
2. Hasil tersebut disaring dengan kain muslin. Hasilnya disebut
VSS yang sipa digunakan untuk enyemprotan di lapangan
3. Perbandingan 1:1 ersebut dapat diperoleh + 1.500 ml VSS
26
Alat Volume Semprot (L/Ha) Dosis VSS (ml/ L Larutan)
Engine Power Sprayer
400 0.75
Pneumatic Knapsack
300 1.00
Sprayer
150 2.00
Mist Blower
5 60.00
Fogger
2. Jamur
2.1. Jamur patogen yang biasa menginfeksi ulat Setothosea asigna,
Setora nitens, Darna trima, Paras lepida dan ulat lainnya adalah
Cordycep.
2.2. Tingkat patogenisitas berkisar antara 13-80 % tergantung pada
tingakat kelembaban tanah dan jumlah inokulum.
2.3. Cara infeksi dan gejala serangan:
a) Spora Cordycep menginfeksi larva instar terakhir saat turun
ketanah untuk berkepompong
b) Spora Cordyceps menempel dipermukaan tubuh larva saat larva
masuk ke dalam tanah ( di pangkal batang, tepi piringan dan
dibawah rumpukan pelepah di gawangan)
c) Spora Cordyceps akan berkecambah dan menginfeksi prepupa.
Selanjutnya miselium berwarna putih tubuh menyelimuti tubuh
pupa sehingga pupa mati dan menjadi mumi.
d) Bila kondisi tanah cukup lembab, dari permukan kokon akan
keluar badan buah berbentuk seperti jari-jari tangan berwarna
kemerahan.
e) Dari satu infeksi sampai terbentuknya badan buah diperluka
waktu minimum 40 hari
f) Ciri-ciri keompong yang terinfeksi Cordyceps dapat dilihat pada
Gambar 4
2.3. Cordyceps dapat bertahan di tanah serta berkembang pada
kepompong bila kelembaban di tanah cukup dan tersedianya ulat
nstar terakhir.
2.4. Cara aplikasi Cordyceps adalah sebagai berikut:
a) Kepompong yang terinfeksi dikutip kemudian dihancurkan dan
ditambah air dengan perbandingan 3 (tiga) kepompong tersebut
untuk 1 liter air. Hasil penghancuran disaring dengan kain muslin.
b) Cairan aplikasi dengan Mist Blower atau PKS ke daerah pangkal
batang sampai ketingian 1 (satu) meter dan piringan dengan dosis
100 ml/Pokok
c) Baik dilakukan awal musim hujan dan larva diatas instar V.
27
Gambar 4. Kepompong yang terinfeksi cordyceps
V. HAMA TIKUS
5.1. KERUSAKAN
5.1.1. Tikus menimbulkan kerusakan karena mengerat beberapa bagian tanaman
kelapa sawit. Pada pembibitan, bagian ujung jaringan muda dikerat sehingga
menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian bibit
5.1.2. Pada TBM, tikus menyerang ubut/titik tumbuh. Gejala serangannya berupa
bekas gerekan, lubang-lubang pada pangkal pelepah bahkan sering ditemui
pelepah yang putus/terkulai. Kadang-kadang dijumpai serangan hama ini
sampai titik tumbuh, terutama pada tanaman umur sekitar 1 (satu) tahun
sehingga menyebabkan kematian tanaman. Pada keadaan tertentu,
kerugiandapat mencapai 90% pada saat itu.
5.1.3. Pada TM, tikus memakan mesocrap buah (daging buah) baik pada tandan muda
maupun yang sudah matang. Selain itu, tikus juga menyerang bunga betina dan
bunga jantan. Seekor tikus dapat mengkonsumsi mesocrap + 4 gram/hari.
Sehingga kehilangan produksi dapat mencapai 5% dari produksi normal.
5.2. DESKRIPSI
Ratus tiomanicus
28
Tabel 13. Jenis-Jenis Tikus
Jenis Tikus Rattus tiomanicus Rattus argentiventer Rattus rattus diardii
Nama Umum Tikus Pohon Tikus Sawah Tikus Rumah
Perilaku 1.Memakan sampai kernel 1.Memakan bromdolan 1.Memakan sampai kernel
tetapi tidak rusak sering megerat sampai tetapi tidak rusak
2. Sarang terbuat dari kernel 2.Sarang terbuat dari daun
potongan daun yang 2. Tidak suka memanjat segar dan diletakkan pada
masih hijau dan diletakkan jarang merusak sawit tanah di bawah tumpukan
pada tanah dibawah diatas umur 7 tahun pelepah atau diatas pokok
naungan, contoh dibawah
tumpukan pelepah atau di
atas pokok
Morfologi
1. Panjang 140 – 175 mm 150 – 190 mm 140 – 190 mm
Kepala/badan
2. Warna bulu bagian Coklat bludru Kasar, coklat pudar Kasar dan coklat tetapi
atas/punggung bercampur dengan warna kadang-kadang
rambut-rambut kuning dan bervariasi
hitam
3. Warna bulu bagian Putih bersih kadang-kadang Abu-abu keperakan sering Abu-abu cerah sampai
bawah kekuningan dengan garis memanjang agak kabur
4. Warna ekor Gelap Merata berwarna lebih gelap Gelap merata
Gelap Merata
Putting Susu
1. Dada 2 Pasang 3 Pasang 2 Pasang
2. Belakang 3 Pasang 3 Pasang 3 Pasang
3. Siklus Hidup 3.6 – 7.8 bulan 6.2 Bulan 3 – 3.5 Bulan
5.3. BIOLOGI
5.3.1. Beberapa jenis tikus yang banyak dijumpai merusak tanaman kelapa sawit,
adalah Ratus tiomanicus, Ratus –ratus diardii dan Rattus argentiventer.
Diantara ketiga tikus tersebut yang paling dominan adalah R. tiomanica.
29
5.4. JENIS RACUN TIKUS
5.4.1. Berdasarkan cara kerjanya racun tikus dikelompokan menjadi 2 (dua) golongan
yaitu:
a) Akut (Acute)
Contohnya adalah Zinc Phosfit, Endrin dan Bidrin (telah dilarang)
Sngat mematikan dan beracun terhadap manusia dan binatang
peliharaan
Dapat menyebabkan kejeraan apbila tikus tidak mati pada saat pertama
kali makan
b) Kronik
Merupakan antikogulan yaitu apabila tikus makan pda jumlah yang
cukup, akan menyebabkan pendarahan secara terus menerus karena
racun tersebut mencegah proses pembekuan darah.
Jenis, bahan aktif dan tife racun kronik terdapat pada Tabel 14
5.4.2. Kebijakan yang digunakan ialah menggunakan jenis racun tikus antikoagulan
generasi I, karena antikogulan generasi II dapat menyebabkan kematian
predator tikus seperti burung hantu, elang dan kucing hutan akibat keracunan
sekunder. Ini dapat digunakan setelah melakukan dan mendapat persetujuan
dari Departem QC setelah konsultasi dengan TA.
30
5.6.2. Penggantian umpan yang dimakan tikus setiap 3 (tiga) hari atau setiap 7 hari
5.6.3. Dalam satu kampanye yang lengkap terdiri dari minimum 3 rotasi
5.6.4. Pengumpanan dapat dihentikan apabila umpan yang hilang dimakan tikus pada
rotasi 3 sudah turun di bawah 20%. Apabila jumlah racun tikus yang hilang
masih tinggi (>20%) setelah rotasi 3, maka sensus terhadap pokok terserang
baru (PTB) harus dilakukan yaitu pada tiga hari setelah rotasi 3
5.6.5. Apabila PTB sudah < 5% pengumpanan dapat dihentikan walaupun jumlah
umpan yang hilang dimakan tikus masih tinggi yaitu >20%. Apabila PTB masih
>5% diperlukan rotasi ke-4 yang harus segera dilakukan
5.6.6. Tiga hari setelah pemgumpanan rotasi 4 sensus terhadap PTBharus dilakuakn.
Prosedur pengumpanan tersebut dilanjutakan sampai pengumpanan tidak
diperlukan lagi yaitu PTB <5%.
5.6.7. Dalam keadaan normal, 3-4 rotasi pengupanan sudah dapat memberikan
pengendalian yang memuaskan. Akan tetapi, untuk areal dengan populasi tikus
yang tinggi diperlukan rotasi aplikasi umpan yang lebih banyak.
5.6.8. Pengumpanan yang terputus dan tidak lengkap tidak efektif dan akan
menyebabkan resistensi kaena tikus memakan racun pada dosis yang tidak
mematikan.
5.7.2. Pembibitan
5.7.2.1. Satu kampanye pengumpanan harus diberikan di sepanjang baris
polybag sebelah luar (sampai 3 polybag ke arah dalam) dan itu
dilakukan sebelum penanaman kecambah
5.7.2.2. Apabila terjadi serangan setelah penanaman, pemasangan umpan
dapat dilakukan terbatas pada lokasi serangan yaitu sepanjang barisan
polybag di daerah serangan
a) Letakkan racun tikus di tepi barisan polybag paling pinggir untuk
setiap barisan sepanjang perbatasan
b) Gantilah racun tikus setiap selang waktu 3 hari selama tikus
menyerang
31
b) Setiap rotasi, letakkan 3 butir umpan racun tikus pada setiap pokok
dengan serangan baru ditambah 6 pokok disekelilingnya masing-
masing 3 butir racun tikus
c) Pada setiap pokok sisipan diletakkan 3 butir racun tikus untuk setiap
rotasi deteksi dan aplikasi
d) Pada setiap rotasi deteksi dan aplikasi yang dilakukan secara rutin,
bila dijumpai serangan dengan pola menyebar (pengamatan secara
visual yaitu 2 pokok atau lebih/ha) maka satu kampanye
pengumpanan harus dilakukan terbatas untuk areal terserang saja
32
5.8. ORGANISASI PEMASANGAN UMPAN
5.8.1. Pelaksanaan pemasangan umpan tikus dilakukan oleh tim khusus yang
dipimpin oleh Mandor Hama/Penyakit di bawah pengawasan Asisten Afdeling
5.8.2. Pemasangan umpan harus selesai dalam waktu satu hari untuk setiap komplek
(terdiri dari beberapa blok). Letak dan luas komplek agar disesuaikan dengan
pekerjaan potong buah. Jumlah seluruh umpan untuk setiap blok harus dicatat
dalam tabel sebagaimana diperlihatkan formulir Lampran 10E
33
5.9.3. Pengembangan burung hantu secara alami
5.9.3.1. Habitat burung hantu
Secara alami burung hantu terdapat di hutan dan bersarang pada
pokok-pokok hutan yang besar. Selain itu, burung hantu juga
menyukai rumah-rumah penduduk yang berloteng atau bangunan
yang tidak dihuni seperti masjid dan gereja yang jauh dari keramaian
5.9.3.2. Pembuatan Kandang
Burung hantu mau tinggal dikandang yang dibuat manusia. Beberapa
persyaratan dalam pembuatan kandang adalah sebagai berikut:
a) Kandang terbuat dari papan yang tahan air , tidak berat dengan
ukuran panjang x lebar x tinggi = 100 cm X 70 cm X 50 cm
b) Atap terbuat dari seng dan sebaiknya dilapisi atap nipah supaya
tidak terlalu panas
c) Pintu inspeksi terletak pada bagian samping kandang dan diberi
engsel yang terbuat dari bahan karet atau logam
d) Pada ruang tengah terdapat penyekat yang bertujuan untuk
memisahkan tempat bertelur, istirahat dan mencegah anak burung
jatuh
e) Lantai kandang harus rata untuk mencegah telur tidak mengguling
kesudut kandang dan induk bisa mengerami telurnya
f) Tiang andang harus kuat dengan tinggi minimal 5,5 meterdan
ditanam sedalam 75-120 cm. Lubang penanaman dibuat dari
campuran semen, pasir dan kerikil. Tiang kandang sebelum ditanam
harus disapu dengan minyak kotor untuk mencegah serangan
serangga.
g) Tiang penyangga dilapisi seng dengan lebar minimal 50 cm pada
ketinggian 1,5 m, guna mencegah biatang lain memanjat
h) Kandang diberi nomor urut yang terbuat dari seng dan warna dasar
hitam dengan tulisan (Nomor urut, bulan dan tahun pembuatan)
warna putih. Nomor diletakkan dibagian bawah seng
i) Contoh pembuatan kandang burung hantu dapat dilihat pada
Gambar 5.
34
Gambar 5. Kandang Burung Hantu Atap Seng
Lubang Ventilasi
Pintu masuk
Burung
Hantu
Pintu Inspeksi
Kedalaman pondasi 75 cm
Pondasi dicor dengan campuran
1:2:3
35
5.9.3.3. Penempatan kandang
a) Burung hantu lebih menyukai kandang yang ditempatkan pada
tempat ternaungi oleh pelepah kelapa sawit, akan tetapi pelepah
yang bersinggungan langsung dengan kandang harus dipotong
untuk mencegah predator masuk dalam kandang
b) Kandang diletakan digawangan, hal ini untuk menghindari
gangguan dari tukang potong buah dan kadang harus jauh dari jalan
5.9.3.4. Kepadatan kandang
1 kandang : + 25 Ha adalah policy yang berlaku dan apabila populasi
burung hantu di lapangan meningkat, maka jumlah kandang burung
hantu ditambah sesuai dengan rekomendasi dari Departemen QC
setelah konsultasi dengan TA.
36
% FDP = Fresh Damage Palm Pcs = Pieces ( Total Number of Rat)
BC = Bait Consumption
37
Lampiran 10.F.
38
Lampiran 10.G.
MONITORING KANDANG BURUNG HANTU
Periode :……………………….
39
VI. HAMA KUMBANG TANDUK (Oryctes rhinoceros)
6.1. KERUSAKAN
Bagian tanaman yang diserang : pupus daun (daun tombak)
Stadia hama yang merugikan : kumbang
Kumbang hanya meninggalkan tempat bertelurnya pada malam hari untuk menyerang
pokok kelapa sawit. Kumbang ini membuat lubang di dalam pupus daun yang belum
membuka, dimulai dari pangkal pelepah. Apabila nantinya pupus yang terserang
membuka maka akan terlihat tanda serangan berupa potongan simetris di kedua sisi
pelepah daun tersebut. Pada tanaman muda, serangan hama ini dapat menghambat
pertumbuhan pada tahun pertama dan bahkan dapat mematikan. Pada tanaman tua,
serangan berulang-ulang juga dapat menyebakan kematian
6.2. DESKRIPSI
a) Telur
Telur diletakan secara tunggal oleh kumbang betina. Telur berwarna putih lonjong
dengan ukuran + 2 mm
b) Larva
Berupa tempayak besar, berwarna putih dan berbentuk khas. Tubuhnya berbentuk
selinder dan berukuran besar 10-12 cm, gemuk dan berkerut-kerut, melengkung
membentuk setengah lingkaran. Kepala keras dilengkapi sepasang rahang
(andibula) yang kuat
c) Pupa
Berwarna coklat kekuning-kuningan dan berukuran 3,5-5 cm berkembang dalam
kokon yang dibuat oleh larva dengan meggunakan bahan yang terdapat disekitar
tempat hidupnya.
d) Kumbang
Berukuran + 4 cm dan memiliki 2 pasang sayap dengan sayap depan keras dan
berwarna coklat tua. Pada bagian ujung kepala kumbang jantan terdapat sebuah
tanduk kecil, sedangkan pada ujung perut kumbang betina terdapat sekumpulan
bulu halus.
6.3. BIOLOGI
Siklus hidup Oryctes rhnoceros berlangsung sekitar 5-6 bulan yang terdiri dari : 2
minggu masa inkubasi telur, 3 instar larva dan pre-pupa berlangsung 3-4 bulan, stadia
pupa 3 minggu, dan 2-3 minggu untuk kematangan seksual bagi kumbang.
40
Larva berkembang pada kayu lapuk, kompos dan hampir pada semua bahan organik
yang sedang mengalami proses pembusukan dengan kelembaban yang cukup. Batang
kelapa sawit, janjang kosong dan batang kelapa yang membusuk adalah tempat yang
baik ntuk pertumbuhan larva ini.
6.4. PENGAMATAN/SENSUS
Pada areal Replanting pengamatan populasi dilakukan dengan menggunakan
Pherotrap, sedangkan pada areal pengembangan tidak terlalu penting menggunakan
alat tersebut.
Pengamatan pokok terserang dilakukan sesuai dengan gejala serangan (point 6.1)
6.5. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
Dua hal penting yang berkaitan erat satu dengan yang lain yaitu ada tidaknya sumber
inokulum dan tersedianya media perkembangbiakannya. Kedua faktor tersebut dapat
digunakan untuk tindakan pengendalian. Pengendalan hama ini lebih dititik beratkan
pada usaha pencegahan yang dapat menghambat perkembangannya.
6.5.1. Tindakan pencegahan
Penanaman kacangan Mucuna cochinchinensis di sepanjang kanan – kiri
batang/tunggul kelapa sawit (eks tanaman lama) agar semua permukaan
batang/tunggul tersebut tertutup rapat oleh kacangan dalam waktu cepat
sehingga tidak mengundang kumbang Oryctes sp untuk berkembang.
Bila kacangan Mucuna cochinchinensis mati sebelum tanaman kacangan
lainnya dapat menutupi batang/tunggul dengan sepurna, maka ia harus segera
disisip kembali.
Pembongkaran batang/tunggul eks tanaman lama yang telah lapuk dengan cara
dibelah-belah bagian yang lapuk kemudian dicari larva (lundi) dan pupanya,
untuk dikumpulkan dan dibinasakan.
Janjang kosong merupakan media yang sangat disukai oleh Oryctes untuk
perkembangbiakannya, maka harus dihindari penumpukan janjang kosong
pada tempat-tempat terbuka, seperti disekitar pabrik, ditepi jalan utama dan
lain-lain. Aplkasi janjang kosong dilapangan harus disebar satu lapis agar tdak
cocok untuk perkembangbiakan Oryctes dan cepat mengalami pelapukan.
6.5.1. Tindakan pengendalian
6.5.1.1. Feromon
a) Feromon Etil 4-metil oktanat merupaan senyawa hasil sintesis
feromon kumbang jantan untuk menarik kumbang betina yang
tersedia di pasaran.
b) Feromon tersebut digantungkan pada baling-baling (kipas) yang
terbat dari alumunium/seng dengan ketebalan 0,5 mm.
Setengah bagian baling-baling terseut dimasukan ke dalam ember
plastik kapasitas 18 lter. Bagian dasarnya dibuat beberapa lubang
dengan paku, sehingga air hujan yang tertampung dapat keluar.
Spesifikasi dapat dilihat pada Gambar 10.11
c) Ember perangkap dipasang pada ketinggian 2,5 meter untuk
tanaman muda, sedangkan tanaman tua 3 meter menggunakan
bambu atau penopang kayu yang lain.
d) Kerapatan perangakap feromon (pherotrap) adalah satu untuk
setiap 2 ha. Pada areal datar/rata perangkap feromon dipasang
setiap 16-17 pokok (populasi 136-145 pokok/ha) sedangkan pada
areal bergelombang berbukit perangkap feromon dipasang setiap
142 meter (Gambar 6)
41
e) Feromon diganti setiap 2 bulan sekali tergantung dengan suhu
(lingkungan)
f) Pengumpulan kumbang dari perangkap feromon sebaiknya
dilakukan setiap minggu. Seluruh kumbang yang terkumpul
dimatikan.
40 – 60 cm
29,5 cm
23 cm
Pheromon sachet
30 cm
3 -4 Mtr
29,5 cm
23 cm 7,5 cm
7 cm
42.5 cm
23 cm
26,5 cm
Berbentuk Kipas / Baling-baling
Gambar 6. Pherotrap
42
Areal Datar
43
VII. HAMA TIRATHABA
7.1. KERUSAKAN
Bagian tanaman yang diserang adalah buah dan bunga, khususnya pada tanaman
muda. Stadia hama yang merugikan adalah larva (ulat)
Ulat Tirathaba sp. Merupakan hama yang menyerang bunga, baik bunga jantan atau
bunga betina dan buah kelapa sawit, terutama bunga dan buah muda Serangan berat
dapat menyebabkan kerusakan tandan buah sehingga menurukan hasil atau
penundaan masa panen pada tanaman muda. Apabila serangan terjadi pada tandan
yang lebih muda, maka dapat menyebabkan terjadinya keguguran buah.
Gejala serangan ditujukan olah adanya gumpalan kotoran ulat dan remah-remah sisa
makanannya yang terikat menjadi satu oleh benang-benang disekitar buah. Serangan
baru ditunjukkan dengan kotoran berwarna coklat gelap kehitaman. Kerusakan ringan
hanya akan menyebabkan permukaan buah terutama disekitar ujungnya berwarna
coklat kering karena lapisan atas buah dimakan oleh ulat. Sedangkan pada serangan
berat dapat ditemukan buah yang berlubang pada pangkalnya.
7.2. DESKRIPSI
a) Telur
Diletakkan secara berkelomok 1-20 butir pada bunga jantan dan betina
b) Ulat (larva)
Ulat muda berwarna putih kotor, sedangkan ulat tua berwarna coklat muda hingga
gelap dengan panjang 40 mm, kepala berwarna coklat, tubuh halus mengkilat
ditutupi oleh bulu –bulu pajang , larva terdiri dari 5 (lima) instar.
c) Kepompong (Pupa)
Kepompong diletakkan dalam tandan, berwarna coklat dan ditutupi oleh benang-
benang sutera seperti kokon dengan kotoran yang menempel
d) Ngengat (imago)
Ngengat mempunyai sayap dengan rentang 25 mm. Pada saat istirahat berbentuk
segitiga, sayap depan terdapat sedikit warna hijau, sayap belakang berwarna coklat
muda kekuning-kuningan.
Gambar 7. Tirathaba sp. (a. Ulat, b. Imago dan c. Gejala serangan pada buah)
44
7.3. BIOLOGI
Siklus hidup Tirathaba berkisar 34-48 hari. Sadia telur berlangsug 4-5 hari stadia ulat
selama16-21 hari, stadia kpompong 9-12 hari dan ngengat antara 5-10 hari.
Ulat bersembunyi di antara gumpalan kotorannya, disela-sela seludang buah atau di
antara spikelet bunga jantan. Betinanya menggunakan alat bertelurnya yang panjang
untuk meletakkan telur di tengah-tengah buah atau bunga. Umumya seranan ulat ini
berhubungan dengan kelemababan yang tinggi di sekitar buah atau bunga.
Kelembaban ini dapat disebabkan karena kastrasi dan pembukaan piringan yang
terlamat pada tanaman muda atau terlambatnya penunasan pada tanaman remaja.
7.4. PENGAMATAN
Pengamatan dilakukan pada semua tanaman menghasilkan secara rutin setiap 2 (dua)
bulan sesuai dengan ketentuan sensus yang berlaku. Hasil sensus dicatat pada formulir
10.A. Manajemen kebun harus melakukan spot check secara teratur untuk
memastikan tingkat ketepatan hasil sensus.
45
Tabel 15. Jenis insektisida dan Dosis yang Dianjurkan untuk Tirathaba
Ket. Tambahkan 2.5 ml Teepol/Lissapol pada setiap liter air untuk mendapat penetrasi yang
lebih baik (1 Kap = 15 Liter)
46
VIII. HAMA RAYAP
8.1. KERUSAKAN
Rayap dari jenis Coptetermes curvignatus merupakan masalah hama yang serius dan
harus ditangani secara rutin terutama pada perkebunan kelapa sawit di lahan gambut.
Bagian tanaman kelapa sawit yang terserang adalah seluruh bagian tanaman, baik
pada pembibitan, TBM maupun TM di lapangan.
Rayap pekerja menggerek dan memakan pangkal pelepah, jaringan batang, akar dan
pangkal akar, daun serta titik tumbuh tanaman kelapa sawit. Serangan berat dapat
menyebabkan kematian bibit maupun tanaman dewasa dilapangan.
Tanaman yang terserang rayap ditandai oleh adanya lorong rayap yang terbuat dari
tanah yang berada di permukaan batang yang megarah ke bagian atas. Selanjutnya
terlihat daun pupus layu dan kering. Hal ini menandakan serangan sudah mencapai
titik tumbuh. Serangan tersebut akan berlanjut sampai tanaman mati.
8.2. DESKRIPSI
8.2.1. Rayap Pekerja
Berwarna putih dan panjang tubuhnya 5 mm
8.2.2. Rayap tentara
Tubuhnya berukuran 6 – 8 mm, kepalanya besar dan memiliki rahang yang kuat.
Apabila diganggu rayap tersebut akan mengeluarkan cairan putih dari kelenjar
dibagian depan kepalanya.
8.2.3. Rayap ratu
Panjang tubuhnya dapat mencapai 50 mm. Ratu mempunyai tugas utama untuk
reproduksi anggota koloni
47
8.3. BIOLOGI
Pada umunya rayap hidup di hutan terutama di daerah rendahan dan daerah yang
mempunyai curah hujan dengan distribusi merat. Jenis rayap ini membuat sarang
dalam kayu lapuk, biasanya di dalam tanah. Rayap pekerja bergerak keluar dari sarang
, kemudian menggerek serambi-serambi yang dapat dipergunakan sebagai sarang
kedua. Sarang-sarang tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain hingga
mencapai panjang 90 m pada kedalaman 30 – 60 cm dibawah permukaan tanah.
Rayap dapat menyebar sampai jauh karena imago yang bersayap (laron) akan keluar
dan terbang setaip awal musim penghujan. Laron tersebut akan berpasangan dan
setelah kawin akan membentuk koloni baru di tempat lain.
8.4. IDENTIFIKASI
8.4.1. Rayap dari jenis Coptotermes curvignathus sangat mudah dibedakan dengan
rayap jenis lainnya. Untuk dapat membedakan rayap Coptotermes curvignathus
dengan jenis lainnya maka sifat, ciri serta gejala serangannya disajikan pada
Tabel 10.16
Tabel 16. Identifikasi Rayap Coptotermes curvignathus dengan Rayap Jenis lain
2. Morfologi Rayap Pekerja : berwarna kekuningan panjang 5 mm Pekerja : ukuran lebih kecil dan berwarna coklat
kekuningan
Prajurit : Ukuran 6-8 mm dengan mandibula yang kaut Prajurit : Ukuran kurang dari 6 mm tidak
dan akan mengeluarkan cairan warna putih mengeluarkan cairan putih saat
dari bagian kepala saat mengganggu atau menggigit atau
3. Habitat Hidup dengan membuat alur-alur dari tanah pada Membuat satu jalur atau lebih dan jalur tersebut
pangkal pelepah sampai daun tombak alur-alur ini terdiri dari bahan-bahan organik yang sudah
terlihat basah apabila rayap masih aktif. lapuk. Alur-alur tersebut hanya terdapat pada
pangkal pelepah yang sudah tua dan tidak sampai
ke daun tombak. Walaupun rayap masih aktif,
alur-alur tersebut tetap kering.
4. Pengendalian Harus dikendalikan apabila pokok terserang jenis rayap Tidak perlu dikendalikan pokok yang terdapat
ini gejala serangan seperti pada poin 3.
48
8.5.2.2. Setiap rotasi sensus/ deteksi, seluruh pokok harus diamati petugas
sensus harus berjalan sepanjang pasar rintis, secara teliti memeriksa
setiap pokok di kedua barisan pada pasar rintis tersebut.
8.5.2.3. Pokok yang dipastikan terserang rayap harus diberi tanda X dengan cat
warna kuning pada batang, pengecatan harus jelas dan searah pasar
rintis sehingga dengan mudah dapat dilihat oleh tim aplikasi.
Gambar 9. Tanda Bahwa Suatu Barisan Terdapat Pokok yang Terserang Rayap
8.6. PENGENDALIAN
8.6.1. Cara pengendalian rayap yang efektif adalah dengan menghancurkan sarangnya
dan membunuh semua anggota koloni rayap terutama ratu. Akan tetapi di areal
tanaman kelapa sawit yang terserang, terutama di areal gambut, sulit untuk
menemukan sarang rayap. Oleh sebab itu, upaya pengendalian saai ini lebih
ditekankan untuk membunuh rayap yang menyerang pokok kelapa sawit, serta
mengisolasi pokok yang terserang agar hubungan antara pokok dengan sarang
rayap dapat diputus. Hal ini dianggap perlu, karena rayap baru akan selalu
datang dari sarangnya ke pokok terserang untuk menggantikan rayap yang mati.
8.6.2. Pengendalian secara kimia
8.6.2.1. Rekomendasi insektisida
Insektisida yang direkomendasikan untuk pengendalian rayap seperti
pada Tabel 10.17
Tabel 17 Jenis Insektisida dan Dosis Aplikasi yang Digunakan untuk Mengendalikan Rayap
49
Nama Dagang Bahan Aktif Dosis Aplikasi /
Liter air
Regent 50 SC Fipronil 2.50 ml
Termiban 400 EC Chorpriphos 6.25 ml
50
8.6.3.1. Segera setelah pokok terserang telah diaplikasi, tim aplikasi harus
menulis tanggal/bulan/tahun aplikasi insektisida tepat dibawah tanda
(X) yang telah dicatkan sebelumnya oleh tim deteksi.
Lampiran 10.H
DETEKSI DAN PENGENDALIAN RAYAP
Jumlah Pokok Terserang Jumlah Pokok Dikendalikan Rata-rata Biaya/Ha
Frekuensi
No. Jumlah
Ha Sensus Mati Hidup Terserang Pencegaham Jumlah Rp.
Blok Pokok
(Bulan) BI SBI BI SBI BI SBI BI SBI BI SBI BI SBI
Kebun :
Afdeling :
51
IX. HAMA ADORETUS DAN APOGONIA
9.1. KERUSAKAN
9.1.1. Hama ini pada umumnya menyerang tanaman di pembibitan dan tanaman
muda di lapangan. Bagian tanaman yang terserang adalah daun baik yang sudah
tua atau yang masih muda
9.1.2. Stadia hama yang merugikan adalah dewasa yang berupa kumbang.
Kumbang Adoretus sp menyerang daun, memakan sebagian kecil dari daun
bagian tengah. Kumbang Apogonia sp mempunyai pola makan yang berbeda
yaitu mulai menyerang dari bagian pinggir dan membuat robekan besar pada
tepi helai daun.
9.2. DESKRIPSI
9.2.1. Kumbang Adoretus sp berwarna coklat dan ditutupi sisik-sisik berwarna
keabuan, panjang kumbang dapat mencapai 10-17 mm larva hidup pada bagian
sisa-sisa tumbuhan yang mulai rusak.
9.2.2. Kumbang Apogonia sp sedikit lebih kecil 8.5 10 mm berwarna hitam mengkilat.
Larva hidup pada sisa tanaman yang sedang mengalami pembusukan di
permukaan tanah. Akan tetapi dalam perkembangannya larva masuk kedalam
tanah dan makan perakaran
9.3. BIOLOGI
9.3.1. Siklus hidup kumbang Apogonia sp dan Adoretus sp berlangsung 3.5 bulan. Telur
diletakkan beberapa cm dibawah permukaan tanah, 1 (satu) kumbang betina
dapat menghasilkan 60 telur.
9.3.2. Di Sumatera utara populasi kumbang yang banyak adalah pada bulan Juli,
September dan Oktober. Pada siang hari kumbang tidak aktif, tetapi sembunyi
beberapa cm di dalam tanah. Serangan kebanyakan terjadi pada malam hari
yaitu berkisar antara jam 22.00 – 23.00.
9.4. PENGAMATAN
9.4.1. Pengamatan rutin tidak perlu dilakukan jika ada serangan dan populasi hama
melampaui ambang populasi kritis maka perlu dilakukan tindakan
pengendalian.
9.4.2. Di pembibitan kelapa sawit, ambang populasi kritis adalah 5 -10 ekor kumbang
Adoretus sp dan Apogonia sp pada bibit. Kerusakan bibit yang telah tua (>14
bulan) bisa diabaikan. Sedangkan di lapangan, ambang populasi kritis adalah 5
– 10 ekor kumbang Adoretus sp dan 10 – 20 ekor kumbang Apogonia per
tanaman. Kerusakan pada tanaman yang telah berumur lebih dari 1 (satu) tahun
bisa diabaikan
9.4.3. Untuk mengetahui stadia hama dilapangan perlu dilakukan pengamatan secara
spot check pada beberapa pokok di malam hari. Selanjutnya ambang populasi
kritis dapat diperkirakan dari kerusakan daun (defoliasi) yang diamati pada
pagi/siang hari.
52
9.5. PENGENDALIAN
9.5.1. Pengendalian pada stadia larva sulit dilakukan sehingga pengendalian hanya
ditujukan pada kumbangnya.
9.5.2. Pengendalian dilakukan dengan penyemprotan insektisida yaitu:
A) Thiodan 20 WP (bahan aktif endosulfan) konsentrasi 0.25%
B) Regent 50 SC ( bahan aktif fipronil) konsentrasi 0.05%
C) Durban 20 EC (Bahan aktif klorpirifos) konsentrasi 0.25%
D) Cymbush 50 EC ( bahan aktif sipermetrin) konsentrasi 0.05%
9.5.3. Penyemprotan larurtan insektisida dilakukan dengan rotasi 7 – 10 hari sesuai
dengan tingkat serangan
9.5.4. Umumnya serangan hama Adoretus sp dan Apogonia sp di lapangan akan
berkurang dengan sendirinya bila tanaman kacangan penutup tanah menutupi
semua areal pertanaman dengan sempurna
a.2. GEJALA
a.2.1. Penyakit Antraknosa (Early Leaf Disease)
Penyakit ini umumnya terjadi di pembibitan (pre nursery) dengan kondisi
daun masih bersatu. Penyakit ini disebabkan oleh beberapa jamur yaitu
Botryodiplodia theobromae, Colletotrichum gloeosporiodea dan
Melanconium sp. Gejala serangan yang ditimbulkan oleh masing-masing
jamur berbeda yaitu:
a) Botryodiplodia theobromae
Pada awalnya kedua jenis patogen ini menyerang ujung-ujung anak daun
dengan gejala awal bintik-bintik kecil berwarna terang dan akan lebih
jelas apabila diterawangkan sinar matahari. Bintik-bintik tersebut
berubah warna menjadi coklat gelap dan melebar dan dikelilingi warna
kuning. Serangan dapat terus melebar sampai seluruh pucuk daun
berubah menjadi coklat.
53
b) Colletotrichum gloeosporiodea.
Gejala awalnya berupa perubahan warna diantara tulang-tulang daun
dari hijau menjadi bintik kuning kecoklatan. Bintik tersebut melebar dan
memanjang sejajar dengan tulang daun. Warna berubah menjadi
coklat/hitam gelap dan dikelilingi warna kuning pucat. Jaringan tengah
menjadi mati dan hancur. Badan buah tampak berupa titik-titik hitam dan
setelah masak menjadi seperti massa berlendir berwarna merah jambu.
Patogen mula-mula menyerang daun pupus yang belum membuka ata dua
daun dibawahnya yang baru membuka. Gejala awal ditunjukkan adanya
bercak bulat kecil bawah. Bintik tersebut melebar dan berubah warna
menjadi coklat cerah dan pusat bercak melekuk. Bercak tersebut berubah
bentuk dari bulat lonjong dengan ukuran tidak lebih dari 7 – 8 mm dan
mempunyai halo berwarna jingga kekuningan (Gambar 16)
54
Serangan penyakit ini umumnya terjadi pada bibit yang telah dipindahkan ke
pembibitan utama. Penyebab penyakit ini adalah jamur Pestalotiopsis
palmarum.
Selain menyerang di pembibitan, Pestalotiopsis juga sering ditemukan pada
pertanaman dewasa di lapangan. Gejala serangan penyakit pada bibit bercak
daun biasanya luas dengan bentuk yang tidak beraturan, berwarna jingga
kemerahan. Kadang-kadang hampir separuh bagian anak daun mengering
berwarna putih kelabu. Pengaruh pada bibit sangat bervariasi, tergantung
pada intensitas serangan.
55
Konsentrasi
Nama Dagang Bahan Aktif Rotasi Jenis Penyakit
(FP)*
Benlate Benomil 1,0 – 2,0 gr/l air 1 Minggu Antraknosa, Bercak daun
Corticium, P. palmarum
Dithane M-45 80 WP Mankozeb 2,0 gr/ l air 1 Minggu Antraknosa, Bercak daun
Derosal 60 WP Corticium, P. palmarum
Tanicol 80 WP Karbendazim 2,0 gr / l air 1 Minggu Antraknosa
Tiram 2,0 gr/ l air 1 Minggu Bercak daun Curvularia
* FP = Formulasi Produk
b.4. PENGENDALIAN
Pengendalian terbaik adalah mengeluarkan bahan induk yang menunjukkan
indikasi penyakit tajuk dari program penyediaan benih atau program pemuliaan.
Menghindari pemberian pupuk N berlebihan pada pokok yang menunjukkan
gejala penyakit tajuk
Tanaman yang terserang tidak perlu dikendalikan karena dapat sembuh sendiri.
Apabila kondisinya terlalu parah, dapat diganti dengan tanaman baru.
56
C. PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG-GANODERMA
(GANODERMA-BASALSTEM ROT)
c.1. KERUSAKAN
c.1.1. Penyakit Busuk Pangkal Batang – Ganoderma (BPBG) merupakan penyakit
yang terpenting di perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Di Sumatera Utara ,pada pertanaman kelapa sawit berumur
diatas 15 tahun serangan BPBG dapat mencapai 50%.
c.1.2. Arti penting dari penyakit ini adalah semakin lama semakin banyak
tanaman yang mati karenanya. Pada mulanya penyakit BPBG hanya
menyerang kebun tua. Tetapi sekarang ini dapat menyebabkan banyak
kematian pada kebun muda dengan tanaman yang berumur < 15 tahun.
Apabila tidak digunakan teknik Replanting, maka dari generasi ke generasi
persentase serangan semakin meningkat.
c.1.3. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan produksi sebagai akibat dari
penurunan jumlah pokok.
57
c.3.1. Penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit di Sumatera
Utara disebabkan oleh Jamur Ganoderma boninense. Di luar Indonesia juga
disebut spesies-spesies yang lain yang dapat menyebabkan busuk pangkal
batang antara lian: G. fornicatum, G applanatum, G chalceum, G
miniatocinctum dan G tornatum. Ada kemungkinan bahwa busuk pangkal
batang di berbagai daerah bukan disebabkan oleh satu spesies Ganoderma,
namun hasil determinasi dari ratusan badan buah Ganoderma yang
dikumpulkan di Malaysia dari Sumatera Utara adan G. boninense. Patogen ini
mempunyai inang lain terutama kelompok palma.
c.3.2. Penularan penyakit BPBG terjadi apabila akar sehat kontak dengan tunggul
pokok yang sakit atau akar sakit. Hal ini terjadi baik pada tanaman tua atau
muda. Oleh karena itu di lapangan terlihat penyebaran BPBG yang
mengelompok. Selain itu penyakit juga diyakini dapat disebarkan melalui
basidiospora karena penyakit tersebar sampai jarak yang jauh dan terdapat
variasi genetik.
c.4. PENGENDALIAN
c.4.1. Pengendalian sebelum tanam
Pembersihan sumber infeksi harus diperhatikan jika kita akan menanam
kelapa sawit, baik di bekas hutan, kebun kelapa atau kelapa sawit (replanting).
Penanaman sawit lahan bekas hutan atau kebun karet biasanya penyakit
BPBG baru berjangkit setelah tanaman berumur 15-20 tahun. Akan tetapi
dikebun peremajaan kelapa sawit generasi ke-3 gejala penyakit sudah mulai
tampak 1-3 tahun setelah tanam.
Pembersihan sumber infeksi dapat dilakukan dengan :
a) Membongkar seluruh tanaman yang ada kemudian seluruh jaringan
tanaman dihancurkan, termasuk massa akar di dalam tanah sehingga
proses pembusukan berlangsung cepat.
b) Pengolahan tanah, dapat dilakukan dengan membajak agar sisa-sisa
penyakit didalam tanah mati
c) Penanaman kacangan, dengan harapan penutupan tanah dapat
meningkatkan kelembaban tanah sehingga memacu proses pembusukan
dan meningkatkan mikroorganisme antagonis.
Tabel 19 Kaitan Keberadaan Penyakit BPBG dengan frekuensi Sensus Per Tahun Per Afdeling
58
Kriteria Rotasi Per Tahun
Sensus Rutin
10 Tahun 2 Kali
Tanaman Terinfeksi
1 Pokok/Ha/tahun tanam 2 Kali
1 – 2 pokok/ha/tahun tanam 3 Kali
> 2 pokok/ha/tahun tanam 4 Kali
59
Jika diperkirakan pokok sudah mulai goyah, maka pengorekan dihentikan dan
dilanjutkan dengan mendorong pokok sampai tumbang.
Lubang galian pangkal batang (hole) harus diperlebar sampai berukuran 1 x 1
x 1 meter baik pada TBM maupun TM.
Batang digulingkan ditengah-tengah gawangan, semua pelepah daun
dipotong dan ditumpuk di atas batang tersebut. Untuk mempercepat
pelapukan, seluruh pokok yang tumbang dipotong menjadi 3 (tiga) bagian.
Pada lahan gambut pengorekan lebih lebar dan panjang dengan kedalaman 1-
2 meter.
60
Gambar 12. Gejala Busuk Tandan Buah - Marasmius
d.4. PENGENDALIAN
d.4.1. Secara kultur teknik
a) Mengurangi kelembaban pokok antara lain menanam dengan jarak
tanam yang sesuai dengan kelas lahan, serta melakukan penunasan
sebelum dan sesudah panen secara teratur.
b) Membuang bunga dan buah yang busuk
c) Tandan yang lewat masak jangan dibiarkan tetap berada di pokok,
khususnya di kebun daerah pengembangan. Tandan-tandan yang belum
mencapai ukuran tertentu dipotong dengan teratur meskipun pabrik
belum siap.
d.4.2. Secara kimiawi
Apabila langkah-langkah tersebut di atas tidak dapat menekan penyakit,
penyemprotan fungisida harus dilakukan. Fungisida yang digunakan adalah
yang efektif untuk mengendalikan jamur golongan Basidiomycetes. Jenis
dan dosis aplikasi dapat didiskusikan dengan Departemen QC untuk
dikonsultasikan ke TA.
61
e.2. GEJALA SERANGAN
e.2.1. Gejala awal adalah ditunjukkan adanya pembusukan pada pangkal daun
tombak, saat tersebut daun tombak dengan mudah dapat dicabut. Pada
stadium tersebut, jaringan yang terserang menunjukkan gejala busuk
basah dan berwarna coklat gelap.
e.2.2. Daun tombak dan beberapa daun muda akan jatuh dan menggantung
diantara pelepah yang sehat. Pembusukan menyebar ke jaringan titik
tumbuh dan mengeluarkan bau busuk yang kuat. Apabila pembusukan
berhenti maka pertumbuhan daun pucuk yang baru tidak normal dengan
pelepah dan anak-anak daun yang sangat pendek.
e.4. PENGENDALIAN
e.4.1. Apabila pokok telah menunjukkan gejala daun tombak mati, maka tindakan
yang diambil adalah:
a) Mencabut daun tombak yang mati
b) Menyiram larutan fungisida Nordox 56 WP (Bahan aktif tembaga oksida)
konsentrasi 0,3 – 0,5 % pada bekas pangkal daun tombak
c) Bila kondisi lingkungan cukup kering, penyakit dibiarkan saja karena
akan sembuh sendiri setelah 6-8 bulan.
62
PESTISIDA DAN PENGELOLAANNYA
I. Pendahuluan
1.1. Secara umum pestisida sebagai salah satu sarana pengendalian organisme
penggangu tanaman (hama, penyakit dan gulma) sangat penting bagi kesejahteraan
manusia, karena merupakan sarana yang dapat digunakan secara efektif dan efesien
untuk mengatasi masalah tersebut. Namun demikian dibalik manfaat tersebut,
pestisida memiliki potensi pengaruh samping yang tidak diinginkan antara lain
keracunan pada manusia dan ternak, terbunuhnya musuh alami organisme
penggangu tanaman dan satwa lainnya, residu pada hasil tanaman menimbulkan
resistensi dan pencemaran lingkungan.
1.2. Bahan aktif pestisida dapat berupa zat kimia , mikroorganisme dan bahan tanaman.
Pada umumnya di negara berkembang digunakan pestisida berbahan aktif senyawa
kimia sintetik, karena efek yang ditimbulkan cepat dan biaya relatif murah.
1.3. Untuk menghindari kecelakaan atau efek samping yang tidak diinginkan maka perlu
diketahui cara-cara pengelolaan pestisida yang baik dan selalu mengikuti ketentuan
yang berlaku dalam hal penggunaan dan penyimpanan, mengetahui gejala keracunan
serta tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya. Pengelolaan pestisida yang baik
terutama ditujukan untuk mencapai efesiensi penggunaan pestisida yang maksimum.
63
2.2 BERDASARKAN CARA KERJANYA
a) Racun fisik (contoh minyak mineral berat)
b) Racun protoplasmic (contoh logam berat)
c) Racun penghambat metabolic (contoh Rotenon, HCN, H2S)
d) Racun syaraf (contoh : senyawa fosfat organic, analog DDT)
b) Pestisida asal tanaman dan biologi, misalnya Nikotin, Pyrethroid, Rotenon, Bacillus
thuringiensis dan Trichoderma koningii.
64
Pestisida dengan formulasi debu biasanya terdiri dari bahan aktif dan zat
pembawa seperti talk. Jenis pestisida ini biasanya dibelakang nama
dagangnya tercantum singkatan : D (Dust) dan SD (Soluble Dust)
Contoh : Indogran 2 D dan Saromyl 35 SD.
e) Minyak (Oil)
Pestisida dengan formulasi ini biasanya dibelakang nama dagangnya
dituliskan singkatan OC (Oil Concentrate) dan EO (Emulsifiable Oil).
Contoh Agridex 120 OC dan Score 250 EO.
f) Fumigan
Pestisida ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan gas, bau, asap,
yang berfungsi untuk membunuh hama di gudang penyimpanan.
Contoh : Metil bromida (Metabrom 98 LG*) dan Tetasipermetrin (Antiset
1,5 L).
66
3.3.1.1 Kemasan pestisida yang baru masuk gudang, diberi tanggal pembelian.
Untuk memudahkan penghapusan bahan-bahan yang kadaluarsa perlu
dilaksanakan prinsip FIFO- First in first out.
3.3.2 Pestisida harus disimpan ditempat yang khusus (gudang dalam gudang) dan
terpisah dari pupuk, bahan makanan, dan sumber air. Tempat penyimpanan
berventilasi baik, tidak terkena langsung sinar matahari dan air hujan. Awas
bahaya kebakaran karena beberapa bahan formilasi semprot mudah
terbakar.
3.3.3 Tiap jenis pestisida harus ditempatkan secara terpisah menurut
kelompoknya masing-masing yaitu herbisida, fungisida, insektisida dan
sebagainya.
3.3.4 Pestisida harus disimpan dalam wadah pembungkus asli yang tertutup rapat
dan tidak bocor, dengan label yang berisi keterangan lengkap dan jelas. Jika
perlu label ditutup dengan selotip transparan agar tidak terlepas dari wadah.
3.3.5 Selama dalam penyimpanan, diusahakan wadah pestisida selalu tertutup
rapat karena uap air, zat asam di udara suhu yang relative tinggi, sinar
matahari dan air dapat merusak pestisida sehingga efektifitasnya berkurang
atau bahkan hilang.
3.3.6 Pestisida yang disimpan harus diperiksa secara teratur untuk mengetahui
ada tidaknya kebocoran atau pestisida yang rusak. Siapkan wadah kosong
dengan berbagai jenis dan ukuran untuk digunakan sewaktu-waktu bila
terjadi kebocoran. Setelah pestisida dipindahkan berilah label pada wadah
baru dengan keterangan mengenai merk dagang pestisida yang dipindahkan
tersebut.
3.3.7 Pada saat pengontrolan stock barang di gudang (pestisida, solar, bensin dan
sebagainya), tidak diperbolehkan dilakukan dengan cara memindahkan ke
tempat atau ke bagian yang lebih kecil, akan tetapi dilakukan dengan
menggunakan alat pengukur khusus yang berbeda pada setiap jenis barang
67
4.2.1. Gejala keracunan berdasarkan cara pestisida masuk ke dalam tubuh
(Tabel 20).
Tabel 20. Gejala Keracunan dan Cara Pengobatan Berdasarkan Cara Pestisida Masuk Ke
Dalam Tubuh
Tabel 21. Gejala Keracunan dan Cara Pengobatan Berdasarkan Golongan Pestisida.
Organofosfat Pupil mata menyempit, penglihatan Diberikan Anidote Atropin Sulfat intravena
Contoh : kabur dan berair, mulut berbusa, atau intramuscular, bila tidak mungkin
Basta 150 WSC banyak air liur, sakit kepala, pusing, dilakukan penyuntikan intravena. Dosis:
Touchdown 480 AS keringat banyak, detak jantung dewasa >12 tahun 0,4 – 2,0 mg dan anak-anak
Round Up 480 AS cepat, mual muntah-muntah, kejang 0,05 mg/kg berat badan. Dosis ini di ulangi
Smart 480 AS perut, mencret, sukar napas, lumpuh setiap 15-30 menit sampai kelihatan gejala
Eagle 480 AS dan pingsan keracunan ringan dari atropine seperti muka
merah, frekuensi detak jantung meningkat
(140/menit) dan pupil melebar
Pralidoxim diberikan setelah Atropin, bila
diberikan sebelum 36 jam setelah keracunan
akan menanggulangi efek keracunan pestisida
68
ini. Dosis: dewasa 1gr/berat badan dan anak
20-50 mg /kg berat badan dengan kecepatan
tidak lebih dari dosis total per menit. Ulangi
lagi setelah 1 jam bila kelemahan atau
kelumpuhan otot belum tertanggulangi
Karbamat Contoh: Sama dengan gejala keracunan Sama dengan gejala keracunan golongan
Furadan 3 G golongan Organofosfat Organofosfat
Sevin 85 S
Bipiridilium Gejala muncul 24-72 jam setelah Pemberian absorben Fuller’s Earth 30%
Contoh: keracunan yaitu: sakit perut, mual, suspensi dalam air melalui saluran pencernaan
Gramoxone muntah-muntah dan diare karena untuk mengurangi absorsi
Herbatop 276 AS ada iritasi pada saluran pencernaan
Antikoagulan Nyeri pada punggung, lambung dan Pemberian antidote Fitonadion. Dosis: dewasa
Contoh: usus, muntah-muntah, pendarahan >12 tahun 25 mg/kg berat badan
Klerat RM-B pada hidung dan gusi, timbul bintik- intramuscular dan untuk anak-anak <12 tahun
Racumin bintik merah pada kulit, terdapat 0,6 mg/kg berat badan
Tikumin 0,0375 RB darah di air seni dan tinja, bengkak
di lutut, siku dan pantat serta
kerusakan ginjal
V. PERTOLONGAN PERTAMA TERHADAP KERACUNAN PESTISIDA
5.1. Segera berhenti bekerja bila gejala keracunan mulai timbul.
5.2. Kulit atau rambut yang terkena pestisida segera dicuci dengan sabun atau air
yang banyak. Lepaskan pakain yang terkena pestisida untuk diganti dengan yang
bersih.
5.3. Bila pestisida mengenai mata, cucilah segera dengan air bersih yang banyak
selama 15 menit atau lebih secara terus menerus.
5.4. Bila pestisida terhisap melalui pernapasan, bawalah penderita ke tempat terbuka
yang berudara segar, longgarkan pakaian yang ketat dan baringkan dengan dagu
agak terangkat ke atas supaya dapat bebas bernapas.
5.5. Bila pestisida tertelan dan penderita dalam keadaan sadar usahakan supaya
penderita muntah. Ulangi pemuntahan sampai yang dimuntahakan berupa
cairan jernih. Usaha pemuntahan tidak boleh dilakukan bila:
a) Penderita dalam keadaan kejang atau tidak sadar.
b) Penderita tertelan bahan yang mengandung minyak mineral berat.
c) Penderita tertelan bahan alkalis atau asam kuat yang korosif dengan gejala
rasa terbakar atau nyeri pada mulut dan kerongkongan.
5.6. Bila penderita tidak sadar, usahakan supaya saluran pernapasan tidak tersumbat.
Jangan memberikan sesuatu melalui mulut kepada penderita yang tidak sadar.
Bila pernapasan penderita berhenti ushakan pernapasan buatan.
5.7. Bila penderita, kejang usahakan jangan sampai timbul cedera. Longgarkan
pakaian disekitar leher, taruh bantal di bawah kepala dan berikan ganjal diantara
gigi untuk mencegah penderita menggigit bibir atau lidahnya sendiri.
69
PEMUPUKAN
I. PENDAHULUAN
1.1. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak per hektar yang tertinggi
dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya, sehingga tanaman ini juga
membutuhkan jumlah unsur hara yang cukup besar untuk produktivitasnya. Di dalam
satu hektar tanaman kelapa sawit pada umur tanaman 8 sampai 10 tahun untuk
pertumbuhan dan produksi 25 Ton TBS per tahun, dibutuhkan unsur hara masing-
masing 193 Kg Nitrogen, 26 Kg Nitrogen, 251 Kg Kalium dan 61 Kg Magnesium atau
sebanding dengan pupuk yaitu 3,1 Kg Urea, 1,3 Kg RP, 3,7 Kg MOP dan 2,8 Kg Kieserit
per pokok/tahun. Oleh sebab itu, untuk menjaga agar produksi TBS tetap tinggi maka
unsur-unsur tersebut harus tersebut harus terpenuhi dengan cara pemberian pupuk
organik atau subsitusi pupuk organik atau keduanya.
1.2. Biaya pemupukan anorganik sangat mahal yaitu 25-30% dari total biaya produksi CPO.
Oleh sebab itu, kebijakan Indonusa Group mensubsitusi sebagian pupuk anorganik
dengan pupuk organik yang berasal dari by product pabrik seperti janjang kosong, abu
janjang, decanter solid, dan limbar cair. Penggunaan by product pabrik sebagian pupuk
organik signifikan dalam mengurangi biaya pemupukan mempertahankan produksi
TBS, peremajaan tanah dan mengurangi polusi lingkungan.
1.3. Prinsip utama dalam penaburan (aplikasi) pupuk adalah bahwa setiap pokok yang
menerima setiap jenis pupuk harus sesuai dengan dosis yang telah ditentukan di
buku rekomendasi pemupukan. Dosis yang tertulis di buku tersebut merupakan hasil
analisa daun dan dari analisa produksi, dan untuk menentukan dosis pupuk per pokok
per blok telah dikeluarkan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu KETEPATAN &
KETELITIAN aplikasi pemupukan adalah sangat penting sehingga prinsip utama yang
tersebut di atas dapat dicapai.
1.4. Dosis, waktu dan cara pemupukan adalah tiga faktor yang penting dalam menentukan
efisiensi pupuk. Selain ketiga faktor tersebut, kualitas pemupukan mempunyai
peranan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pemupukan. Kualitas
pemupukan dapat dibagi dalam 2 (dua) hal yaitu :
a) Kualitas penaburan pupuk di lapangan, berkaitan dengan pengelolaan dan
organisasi kerja pelaksanaan pemupukan di lapangan dan administrasinya.
b) Kualitas pupuk, kualitas pupuk ditentukan oleh jumlah/ besarnya kandungan
unsur hara utama di dalam pupuk tersebut dan kadar airnya (moisture).
1
II. PUPUK ANORGANIK
JENIS PUPUK
2.1.1. Secara detail, jenis dan kandungan unsur hara pupuk anorganik yang
direkomendasikan untuk digunakan pada areal perkebunan kelapa sawit Sentosa
Kalimantan Jaya disajikan pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1.
No SUMBER HARA JENIS PUPUK KANDUNGAN NUTRISI
PUPUK MAKRO
1. Nitrogen (N) UREA 46% N
AMONIUM SULFAT (ZA) 21% N, 24% S
2. Fosfat (P) TRIPPLE SUPER PHOSPHATE 46% P2O5, 28% CaO
(TSP)
FOSFAT ALAM (R-POSPHATE 29-34% P2O5, 35% CaO
3. Kalium (K) MURIATE OF POTASH (MOP) 60% K2O, 50% Cl
4. Magnesium (Mg) KIESERIT 27% MgO, 22% S
DOLOMIT 18-20% MgO, 50% CaO
5. Kalsium (Ca) LIME STONE DUST (LSD) 50% CaO, 1-3% MgO
PUPUK MIKRO
6. Boron HIGH GRADE FERTILIZER 48% B2O3
BORATE
(HGFB) Na2B4O55H2O
7. Tembaga COPPER SULPHATE 23-25 Cu
(Copper/Cu) CuSO45H2O
8. SENG (ZINC/Zn) ZINX SULPHATE 20-23% Fe
ZnSO47H2O
9. Besi (Fe) FEROUS SULPHATE 18-20% Fe
FeSO47H2O
PUPUK SLOW RELEASE (LAMBAT TERURAI)
N, P, K, Mg + TE AGROBLEN 16% N, 8% P2O5, 3% MgO
N, P, K, Mg + TE WOODACE 12% N, 6% P2O5, 2% MgO
PEMBIBITAN
Pemupukan pada pembibitan dapat dilihat pada Bab Pembibitan
2
2.3.2.3. Aplikasi pupuk di lapangan harus dijamin tepat dosis. Semua pupuk harus
diaplikasi dengan menggunakan takaran yang telah distandarisasi. Setiap
pokok harus mendapatkan pupuk sesuai dosis yang direkomendasikan
untuk mendapatkan jaminan pertumbuhan kelapa sawit yang baik dan
seragam.
2.3.3. Frekuensi dan waktu Aplikasi Pupuk
2.3.3.1. Sampai berumur 24 bulan setelah tanam, pada umumnya aplikasi
pemupukan berdasarkan rekomendasi pemupukan. Waktu aplikasi
disesuaikan dengan jadwal pemupukan masing-masing kebun.
2.3.3.2. Apilkasi pupuk setelah 24 bulan biasanya berdasarkan analisa daun.
Technical Advisor (TA) akan memberitahukan tentang pemakaian
rekomendasi pemupukan (sesuai jadwal pemupukan yang berlaku) untuk
aplikasi dari 27 sampai 36 bulan setelah tanam apabila analisa daun tidak
berlaku (terpakai).
2.3.3.3. waktu pemupukan pada TBM selain ditentukan oleh umur (bulan setelah
tanaman) juga harus diperhatikan curah hujan (yang mencukupi).
Tabel 2. Jadwal Pemupukan untuk Kelapa Sawit Belum Menghasilkan pada Tanah Gambut
Keterangan: Rekomendasi pemupukan pada umur tanaman 27 sampai dengan 36 bulan setelah
tanam dilaksanakan jika analisa daun tidak berlaku/tidak ada.
3
Tabel 3. Jadwal Pemupukan untuk Kelapa Sawit Belum Menghasilkan pada Tanah
Mineral
Keterangan: Rekomendasi pemupukan pada umur tanaman 27 sampai dengan 36 bulan setelah
tanam dilaksanakan jika analisa daun tidak berlaku/tidak ada.
Rekomendasi untuk pupuk Tanaman Belum Menghasilkan dengan jenis pupuk Majemuk
Tabel.4
Program Pemupukan Untuk Tanaman Belum Menghasilkan
RP =ROCK PHOSPHATE
CPD 55 =15:15: 6: 4
CPD45 + B =12:12:17: 2 + 1 B
# KIESERITE HANYA DIBERIKAN PADA AREAL BERPASIR
4
Keterangan: Rekomendasi pemupukan pada umur tanaman 27 sampai dengan 36 bulan setelah
tanam dilaksanakan jika analisa daun tidak berlaku/tidak ada.
2.3.4. Penempatan Pupuk
2.3.4.1. Aplikasi satu-dua kali setelah tanam, pupuk harus diaplikasi di tepi luar pusat
penanaman untuk menjamin terserapnya pupuk secara maksimum.
2.3.4.2. Aplikasi selanjutnya, pupuk harus tersebar merata + 15 Cm dari pangkal
tanaman sampai ujung tajuk tanaman. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada
Gambar 1.
5
2.4.2. Frekuensi dan Waktu aplikasi Pemupukan
2.4.2.1. Frekuensi dan waktu pengaplikasian pupuk yang telah disusun akan
diberikan oleh Technical Advisor (TA) pada program pemupukan tahunan.
2.4.2.2. Faktor-faktor yang menjadi bahan pertimbangan terhadap frekuensi dan
waktu aplikasi pupuk yaitu : curah hujan, tekstur, dan struktur tanah dan
interaksi antara beberapa jenis pupuk yang berbeda. Program pupuk
dipersiapkan secermat mungkin, apabila terdapat kendala di dalam proses
pengiriman pupuk, maka beberapa hal perlu diperhatikan oleh manajemen
kebun adalah :
a) Interval antara 2 (dua) rotasi pupuk
1. Interval antara 2 (dua) rotasi pada jenis pupuk jenis yang sama, tidak
boleh kurang dari 2 (dua) bulan.
2. Rotasi pertama sebaiknya dilakukan pada semester I (Januari-Juni) dan
lainnya pada semester II (Juli-Desember). Apabila rotasi keduanya
diaplikasikan secara bersamaan (misalnya pada semester I), kemudian
interval antara rotasi terakhir dengan rotasi pertama pada tahun
berikutnya menjadi jauh maka akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit. Kondisi tersebut
terutama penting pada kasus pupuk nitrogen (misalnya Urea dan ZA)
yang mempunyai efek residu rendah atau pupuk yang cepat larut
misalkan MOP dan Kieserite) yang cenderung tercuci hingga
menyebabkan losses secara signifikan.
b). Hubungan aplikasi pupuk dengan curah hujan
a. Curah hujan < 60 mm : Urea tidak tepat diaplikasi karena memiliki
potensi penguapan yang tinggi.
b. Curah hujan > 300 mm : Pupuk yang mudah larut seperti Urea, ZA,
Kieserit, MOP, TSP, CuSO4, ZnSO4, dan HGFB tidak tepat untuk
diaplikasi karena berpotensi losses tinggi melalui proses pencucian,
aliran permukaan dan erosi.
c. Pupuk yang lambat larut (contoh : RP dan Dolomit) dapat diaplikasi
pada kondisi curah hujan tinggi, walaupun kehilangannya 3-5% tetapi
masih dapat terjadi lagi losses oleh aliran permukaan atau erosi tanah,
terutama pada daerah miring.
d. Pada umumnya, semua pupuk diaplikasi pada bulan dengan curah
hujan cukup (60-300 mm), saat itu tanah cukup basah (tidak jenuh)
sehingga memudahkan terpenuhinya unsur hara.
c). Interaksi Pupuk
Setiap pupuk mememiliki sifat anatagonis, sinergis atau netral bila
berinteraksi dengan pupuk yang lainnya. Hal tersebut umumnya terjadi
apabila jenis pupukyang berbeda diaplikasi secara berlebihan pada areal
yang sama.
1. Nitrogen dan Pupuk Alkalis
Untuk mengurangi penguapan terhadap unsur Nitrogen, pupuk
Nitrogen seperti Urea dan ZA tidak boleh dicampur pupuk alkalis
sepeti RP, TSP, Dolomit dan abu janjang. Selain itu juga, pupuk
tersebut tidak boleh diaplikasi secara bersamaan. Interval waktu
aplikasi tidak kurang dari 4 Mimggu, dan harus dijaga antara aplikasi
Nitrogen dengan pupuk alkalis.
6
2. Antagonis K & Mg dan K & Borate
Untuk menghindari pangaruh antagonis antara K dengan Mg dan K
dengan B, MOP atau abu janjang tidak boleh dicampur dengan
Kieserit/Dolomit atau Borate. Selain itu juga, pupuk tersebut tidak
boleh diaplikasi secara bersamaan. Interval aplikasi antara MOP/abu
janjang dan Kieserit atau antara MOP/abu janjang dan Dolomit atau
MOP/abu janjang dan HGFB tidak boleh kurang dari 4 Minggu.
3. Urea dan RP/CuSO4
Urea dan RP cenderung mengurangi pangaruh unsur Besi pada
tanaman. Kemudian, CuSO4 tidak dapat diaplikasi dengan segera
setelah aplikasi Urea atau RP. Interval aplikasi pupuk tidak kurang dari
4 Minggu.
4. Pupuk bersinergi
K bersinergi dengan N dan Cu. Kemudian, sebelum diaplikasi MOP
dapat dicampur dengan Urea dan MOP dengan CuSO4 atau pupuk
tersebut dapat diaplikasi dalam waktu yang sama.
2.4.3. Penempatan pupuk
2.4.3.1. Penempatan pupuk pada saat aplikasi di lapangan sesuai rekomendasi dapat
dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 2 – 3.
Tabel 5. Penempatan Pupuk Makro dan Mikro pada Tanaman Menghasilkan
Umur Tanaman
Jenis Pupuk Penempatan Pupuk
(Tahun)
3 -6 Makro dan Mikro Disebut merata secara melingkar mulai dari
radius + 30 Cm dari pangkal pokok sampai
batas luar piringan
>7 Urea, ZA dan Mikro Disebar merata secara melingkar muli dari
Vegetasi gulma di radius + 30 Cm dari pangkal pokok sampai
gawangan mati tidak batas luar piringan.
terlalu penting / tidak
merugikan. Makro lainnya Disebar merata pada gawangan mati
disekitar tumpukan pelepah
Vegetasi gulma di Makro dan Mikro Disebar merata secara melingkar mulai dari
gawangan mati padat / lainnya radius + 30 cm dari pangkal pokok sampai batas
merugikan luar piringan
7
Gambar 3. Penempatan Pupuk Makro dan Mikro pada TM (> 7 Tahun)
2.4.3.2. Untuk tanah miring hanya ditabur ½ lingkaran. Demikian juga untuk
tanaman yang sangat dekat dengan parit (untuk mencegah run off).
2.4.3.3. Terlepas dari lokasi tersebut, pupuk harus selalu disebar secara merata agar-
agar dapat menyerap secara maksimum. Pupuk jangan diaplikasi dalam
bentuk bongkahan atau menggumpul, karena dapat mengakibatkan
rusaknya akar sehingga nutrisi yang diserap berkurang. Kondisi tersebut juga
menyebabkan tingginya losses pupuk melalui pencucian, penguapan dan
sebagainya.
8
2.6. KONDISI/KEADAAN BERKAITAN DENGAN PUPUK
2.6.1. Subsitusi Pupuk
2.6.1.1. Pada kondisi dimana terjadi subsitusi pupuk, rekomendasi dosis pupuk
yang akan diaplikasi harus dikalikan dengan konversi yaitu sebagai berikut
TSP ke RP x 2,0
RP ke TSP x 0,5
9
2.7.1.3. Pupuk yang membatu/menggumpal harus dikeluarkan dari karungnya dan
dihancurkan untuk kemudian diuntil dengan disertai label jenis pupuk dan
beratnya.
2.7.1.4. Karena sistem aplikasi pupuk dilakukan dengan teknik untilan, maka stok
pupuk yang keluar dari gudang sentral sudah harus berupa untilan yang
jenisnya dan berat pupuknya disesuaikan dengan rencana areal yang akan
dipupuk dan kemampuan penabur.
2.7.2. Persiapan dan organisasi penguntilan
2.7.2.1 Alat-alat yang perlu dipersiapkan dalam penguntilan :
a) Takaran besar untuk memasukkan pupuk ke eks goni pupuk. Besarnya
takaran ini adalah kelipatan dari dosis pupuk per pokok dan mudah
memasukkannya ke dalam goni. Takaran besar ini dibuat dari jerigen eks
herbisida dan diberi label yang jelas yang mencantumkan jenis pupuk,
dosis per pokok dan berat total per untilan. Takaran disusun yang rapi di
gudang pupuk untuk memudahkan pengontrolan kebenaran dan
ketelitiannya.
b) Lembaran eks karung pupuk yang telah dijarum/dijahit satu sama lain
untuk dipakai sebagai alas. Usahakan agar dapat menamung berpuluh-
puluh goni pupuk, dengan ukuran minimal 5x5 m2 dan dibuat rangkap
dua.
c) Alat pemecah pupuk yang menggumpal. Dapat digunakan pemukul yang
dibuat dari broti/kayu bulat dengan alas papan yang tebal.
d) Kayu yang permukaannya rata. Digunakan untuk meratakan pupuk hingga
peres.
e) Sebuah timbangan untuk mengontrol secara random apakah berat per
untilan sesuai dengan yang telah ditentukan.
f) Takaran pupuk berbentuk kubus atau gabungan sesuai dengan dosis per
pokok yang telah ditentukan di buku program pemupukan. Jenis dan
dosis harus tertulis pada setiap takaran. Takaran ini dibuat dari tripleks
atau pipa PVC 7”. untuk dosis < 1Kg dapat dipakai PVC dengan ukuran
yang lebih kecil. Tidak dibenarkan memakai takaran yang lebih kecil dari
ukuran yang seharusnya. Hal ini sangat penting agar penakaran pupuk
sewaktu menabur ke setiap pokok maksimal 2 (dua) kali, dan permukaan
takran diratakan. Takaran ini harus disimpan di gudang afdeling dengan
disusun rapi dan teratur menurut jenis dan dosis pupuk.
g) Papan tulis dimana tercatat jumlah untilan yang perlu disediakan untuk
tiap jenis pupuk, tiap blok dan tiap afdeling, sesuai dengan rencana
pemupukan yang akan dilaksanakan (Tabel 6)
Tabel 6. Papan Rencana Pemupukan di Gudang Pupuk
10
2.7.2.2 Organisasi penguntilan pupuk di gudang
a) Tentukan blok mana yang akan dipupuk besok hari dan apa jenis pupuk
serta dosisnya. Contohnya :
Afdeling :I
Blok : A20 (Tan 1986) = 30 Ha = 4057 pkk)
Pupuk : Urea = 8114 Kg = 162,3 Zak
Jumlah pkk/until : 6 atau 7 pkk, ditentukan atas dasar bahwa Kg/until
adalah
12 Kg (6 x 2 Kg) atau (7x2 Kg)
Kg/until : 14 Kg, menggunkan takaran @ 7 Kg,
sehingga 1 untilan = 2 takaran, atau takaran @ 14 Kg per
untilan
Jumlah Untilan : 8114/14 = 579,6 = 580 until
b) Goni untuk untilan digunakan eks goni pupuk sebelumnya, tidak boleh
menggunakan goni yang baru dibuka. Hal ini perlu karena jumlah goni
bukaan baru adalah merupakan kontrol apakah jumlah Kg atau Zak yang
dibuka sama dengan jumlah yang sudah diuntil (lihat administrasi goni
eks pupuk di Tabel 7)
Tabel 7. Administrasi Program dan Realisasi Pemupukan
11
h) Agar petugas penguntil dapat lebih ditanggungjawabkan dianjurkan agar
menggunakan tenaga tetap, dengan nama yang tercatat oleh petugas
gudang.
12
2.7.4.4. Pengeceran pupuk dari atas kendaraan harus ditangani oleh petugas
terlatih, dan diletakkan pada tempat pengenceran yang sudah ditentukan.
Tumpukan untilan pupuk yang diecer harus diletakkan di sekitar piringan
dan tidak dibenarkan diletakkan di jalan.
2.7.5. Persiapan keamanan
2.7.5.1. Pupuk yang telah diecerkan di lapangan harus terjamin dari pencurian,
pembuangan atau disembunyikan di gawangan/parit. Untuk itu perlu
dipersiapkan petugas/dirangkap oleh mandor yang bertanggungjawab
terhadap keamanan pupuk ini.
2.7.5.2. Pupuk yang telah diecerkan di lapangan harus diusahakan selesai ditabur
seluruhnya pada hari itu juga . apabila pupuk tidak selesai ditabur karena
hujan atau lainnya, maka sisa pupuk tersebut harus dibawa ke gudang
afdeling.
13
kemiringan lahan. Penempatan pupuk yang telah dibahas pada bagian
penempatan pupuk TBM dan TM (point 2.3.4. dan 2.4.3.)
2.8.3.4. Mandor dan Asisten agar membiasakan mengerti penaburan yang tepat
dari masing-masing dosis, sehingga secara visual sudah dapat mengetahui
ada tidaknya penyimpangan
penaburan pupuk di piringan.
2.8.4. Pengumpulan goni eks pupuk
2.8.4.1. Goni eks pupuk yang dikumpulkan PERHATIAN
oleh tim pengecer dan disusun di
pelabuhan untilan, dan digulung Semua Asisten dan personil
setiap 10 (sepuluh) lembar untuk lapangan harus menghayati
memudahkan pengontrolan dan bahwa satu-satunya cara
kembali jumlah untilan yang yang praktis dan efektif untuk
dibawa ke lapangan dan sekaligus menimalkan pencucian hara
pengecekan apakah seluruh (disamping pemupukan tepat
pupuk sudah ditabur dan tidak waktu) adalah dengan
ada yang hilang. memperhatikan dan
2.8.4.2. Goni eks pupuk yang terkumpul melaksanakan prinsip cara
dibawa kembali oleh aplikasi pupuk. Apabila
karyawan/pekerja dibawah terdapat kelebihan pupuk
pengawasan mandor, dan pada saat penaburan
dikembalikan ke kantor afdeling terakhir, maka pupuk yang
untuk diterima oleh Krani berlebihan tersebut tidak
Afdeling/petugas kantor afdeling boleh ditaburkan pada
dengan administrasi yang dapat pokok terakhir.
dipertanggungjawabkan.
2.9. ADMINISTRASI
2.9.1. Petugas yang ditugaskan dari afdeling untuk pekerjaan penguntilan di gudang
sentral membawa buku pemupukan dari afdeling.
2.9.2. Bagi petugas yang akan mengangkut untilan diwajibkan membawa Bon Permintaan
Pemakaian Barang (BPPB) asli dan afdeling sebagai tanda bahwa pupuk akan
diambil.
2.9.3. Realisasi aplikasi pemupukan sesuai dengan program dicatat di Buku Rekomendasi
dimana dituliskan bulan aplikasi. Monitoring pelaksanaan aplikasi dilakukan pada
Buku Rekomendasi Pemupukan ini.
2.9.4. Selain itu juga, detil pemupukan harus dicatat secara akurat pada formulir
rekomendasi dan realisasi pemupukan (Lampiran 9.A.) dan diserahkan tiap
bulannya ke Central dan RO Samarinda. Apabila aplikasi pupuk tidak ada pada bulan
tersebut maka format dibuat tanda “nihil” dan dikirim juga Central & RO
14
III. JANJANG KOSONG (JJK)
KEUNTUNGAN APLIKASI JANJANGAN KOSONG
Janjang kosong (JJK) merupakan produk dari pabrik kelapa sawit (PMKS) setelah TBS
diproses.
JJK kaya kandungan materi organik dan nutrisi bagi tanaman. Aplikasi JJK dapat
meningkatkan proses dekomposisi sehingga kandungan fisik, biologi dan kimia pada tanah
meningkat. JJK juga meningkatkan peremajaan tanah yang mana penting untuk jangka waktu
yang lama dalam rangka mempertahankan produksi TBS tetap tinggi.
Aplikasi janjangan kosong sangat efektif sebagai mulsa. Cara ini dapat menurunkan
temperature tanah mempertahankan kelembaban tanah dan membantu mengurangi
dampak yang kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman dan produki pada saat kemarau.
Untuk areal yang curah hujannya tinggi, janjang kosong secara signifikan dapat mengurangi
losses nutrisi melalui proses pencucian dan aliran permukaan atau menjaga terjadinya erosi
tanah.
15
NUTRISI YANG TERKANDUNG PADA JANJANG KOSONG
Unsur hara utama yang terkandung dalam janjang kosong yaitu sebagai berikut :
3.2.2. Rata-rata 1 (satu) ton janjang kosong mengandung unsur hara utama sebanding
dengan 8,00 Kg Urea, 2,90 Kg RP, 18,30 Kg MOP, 5,00 Kg Kieserit dan bersamaan
dengan unsur hara lainnya (B, Cu, Zn dan Mn)
3.2.3. Aplikasi JJK sangat sesuai dalam memenuhi atau menggantikan sebagian pupuk
anorganik, asalkan jumlah suplai haranya sebanding dengan pupuk anorganik
tersebut.
3.3.2. Dari 4 (empat) unsur hara tersebut unsur kalium (K) yang paling cepat terurai. Oleh
sebab itu menjadi pertimbangan begitu pentingnya sesegera mungkin
mengaplikasikan JJK dari PMKS ke lapangan sehingga unsur hara yang terkandung
didalamnya dapat dimanfaatkan tanaman secara maksimal.
3.3.3. Penguraian N, P dan Mg yang lambat tidak seluruhnya merugikan. Kondisi tersebut
dapat mengurangi resiko kehilangan unsur hara akibat penguapan, pencucian dan
sebagainya.
16
PENGGUNAAN JANJANGAN KOSONG
Estimasi produk JJK
3.4.1.1.Untuk mengistemasi produk JJK dapat dihitung dengan menggunakan formula:
Berikut contoh yang dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan unit traktor trailer untuk
aplikasi JJK yaitu :
a) Total TBS yang diproses setahun : 218.663 Ton TBS
b) Perkiraan produksi JJK setahun @ 20% : 43.733 Ton JJK
c) Areal yang akan diaplikasi JJK : 1,093 Ha
@ 40 Ton JJK/Ha
d) Minimum area yang diaplikasi JJK setipa harinya : 2,8 Ha
e) Rata-rata kemampuan tiap traktor-trailer : 0,8 Ha
f) Total traktor-trailer yang dibutuhkan per hari : 2 unit
Asumsi yang digunakan untuk menghitung pemakaian traktor trailer per harinya :
a) 10 jam kerja per hari
b) Waktu maksimum 1,5 jam per trip
c) Kapasitas angkut trailer 4 Ton JJK per trip
d) Aplikasi lapangan 40 Ton JJK/Ha
17
f) Sebaiknya tidak ada parit yang mengelilingi blok, supaya traktor- trailer dapat
masuk ke dalam blok dari banyak tempat.
g) Sebaiknya tidak banyak terdapat batang-batang melintang di areal yang akan
diaplikasi.
3.5.1.3.Seleksi areal tersebut tersebut harus dilakukan oleh managemen kebun
bekerjasama dengan staf dari RO dan QC.
18
3.7.2.1. JJK diaplikasi hanya satu kali per tahun pada areal yang sama. Aplikasi JJK
harus segera dimulai setelah bibit ditanam di lapangan. Aplikasi JJK
menjamin tanaman tidak hanya tersedia akan unsur hara tetapi juga
memelihara kelembaban tanah, menurunkan suhu tanah dan menekan
pertumbuhan gulma di piringan.
3.7.2.2. Aplikasi kedua dilaksanakan = 12 bulan setelah aplikasi pertama.
3.7.2.3. Pada tahun ketiga aplikasi JJK pada gawangan mati atau sepanjang
barisan tanaman memberikan keuntungan yang kecil bagi tanaman karena
akar belum berada jauh dari piringan. Selain itu juga, aplikasi pada areal
tersebut memerlukan waktu yang lama dan biaya yang mahal.
19
3.8.3.1. Sistem aplikasi JJK dapat dilihat pada Gambar 5.
3.8.3.2. Unit traktor-trailer sebagai transport JJK sampai ke lapangan melalui setiap
pasar rintis. Setiap di antara 2 (dua) pokok, traktor harus menumpahkan
245 Kg JJK (aplikasi 35 Ton/Ha) atau 280 Kg (aplikasi 40 Ton/Ha). JJK yang
telah ditumpahkan harus disebar satu lapis secara manual diantara 2 (dua)
pokok, tetapi di luar piringan. JJK tidak boleh diapliksi digawangan mati,
karena nantinya sebagai tempat pelepah yang ditunas.
3.8.3.3. Aplikasi JJK 2 (dua) lapis atau lebih baik tidak diperbolehkan hal ini dapat
mempercepat pembiakan kumbang Oryctes pada tumpukan JJK. Mulsa
“JJK” harus dikontrol secara berkala tehadapa serangan Oryctes. Apabila
hal itu terjadi, segera lakukan tindakan penanggulangan yang tepat sesuai
pada Bab Pengendalian Hama dan penyakit dan memberitahukan ke
Depertemen QC.
20
3.8.4.4. Pada areal aplikasi JJK semua pupuk makro kecuali Urea dan ZA harus
disebar merata di atas JJK. Hal ini bertujuan untuk pemanfaatan unsur hara
yang diberikan secara optimal dan meningkatkan pertumbuhan akar dalam
tanah di bawah mulsa JJK.
3.8.4.5. Pupuk yang disebar merata diatas JJK juga akan mengurangi losses karena
pencucian, aliran pemupukan dan erosi tanah.
3.8.4.6. Urea dan ZA (untuk menghindari losses akibat penguapan yang tinggi) dan
hara mikro (untuk memudahkan pengontrolan), pupuk tersebut harus
disebar merata secara melingkar mulai dari radius + 30 Cm dari pangkal
pokok ampai batas luar piringan.
3.8.6. Pencatatan
3.8.6.1.Pencatatan aplikasi JJK harus tepat dan dijaga untuk memonitor dan
mengontrol biaya penggunaannya. Pengisisan table control harian dan
laporan bulanan (Lampiran 9.B dan (.C) harus tepat waktu dan konsisten.
Kopian laporan bulanan harus dikirim tiap bulannya ke TA atau RO.
21
IV. ABU JANJANG
4.1. PERKIRAAN PRODUKSI ABU JANJANG
4.1.1. Abu janjang merupakan produk akhir pembakaran janjangan kosong (JJK) pada
incinerator PMKS.
4.1.2. Estimasi produksi harian dan tahunan abu janjang dapat menggunakan formula
:
TBS ke Abu Janjang : X 0.45%
Janjangan kosong ke abu janjang : X 2.25%
22
Unsur hara Kandungan Nutrisi (%)
K2 O 35.0-47.0
P2O5 2.5-3.5
MgO 4.0-6.0
CaO 4.0-6.0
4.2.3. Umumnya abu janjang mengandung sedikitnya 40% K2O dan sisanya hara
mikro dan makro lainnya.
4.2.4. Aplikasi abu janjang memiliki keuntungan sebagai berikut :
a) Mengandung Kalium (K) yang tinggi, hal tersebut dapat digunakan untuk
mensubsitusikan kelebihan biaya pupuk MOP
b) Sangat alkalis (pH : 12), aplikasi abu janjang dapat memperbaiki pH tanah
terutama tanah masam, mangaktifkan pertumbuhan akar, meningkatkan
ketersediaan hara tanah dan aktivitas mikroorganisme tanah.
4.2.5. Atas pertimbangan tersebut, abu janjang (sama dengan janjangan kosong dan
decanter solid) dilihat sebagai produk yang bernilai tinggi dan dianggap penting
untuk membantu dalam meningkatkan pertumbuhandan produksi TBS
tanaman kelapa sawit.
23
4.3.10. Pengarungan dengan menggunakan karung eks pupuk dalam bentuk untilan 15
Kg atau sesuai kebutuhan kebun, hal ini menjamin supaya tidak terjadi “double
handling” atau dua kali pekerjaan dan abu janjang yang sudah dikarungkan di
pabrik dapat langsung diaplikasi di lapangan.
4.3.11. Penumbukan , pengayakan dan pengarungan abu janjang harus dilakukan di
bawah naungan (bebas dari aliran hujan) dan semua karung harus segera diikat
dengan kencang begitu selesai diisi.
4.3.12. Abu janjang sangat lembab (RH = 10%) sehingga sangat sulit diaplikasi atau
disebar di lapangan. Selain itu, kelembaban yang tinggi mengurangi hara yang
terkandung pada abu janjang, akibatnya janjang yang diaplikasi dosis (Kg) lebih
sedikit/rendah.
24
4.5.2.2. Untuk mensubsitusi pupuk MOP dengan abu janjang atau sebaliknya,
berikut rasio konversinya :
MOP ke Abu janjang : X 2.0
Abu janjang ke MOP : X 0.5
25
4.7.1 Apabila sejumlah alasan yang menyebabkan target produksi abu janjang
tahunan tidak tercapai, kebun harus mensubsitusi kekurangan abu janjang
dengan MOP dan dengan segera menginformasikan kepada TA atau RO untuk
dapat menambahkan kebutuhan pupuk MOP pada tahun tersebut.
Lampiran 9.D
Manager Kebun
V. DECANTER SOLID
5.1. PERKIRAAN PRODUKSI DECANTER SOLID
5.1.1. Decanter solid (DS) adalah produk akhir dari proses pengolahan TBS di PMKS
yang memakai system decanter.
5.1.2. Decanter digunakan untuk memisahkan fase cair (minyak dan air) dari fase solid
sampai partikel-partikel terakhir. Decanter mampu mengeluarkan 90% semua
solid dan 20% solid terlarut dari minyak sawit. Decanter solid dilepaskan dari
decanter yang terdiri dari Lumpur dengan kelembaban yang tinggi (+ 80%),
minyak (2-3%) dan bersifat asam.
26
5.1.3. Untuk mengestimasi produksi tahunan decanter solid basah, berikut formula
yang digunakan, yaitu :
5.2.2. Rata-rata Ton DS mengandung unsur hara sebanding dengan 10,3 Kg Urea, 3,3
Kg RP, 6,1 Kg MOP dan 4,5 Kg Kiserit. Kandungan hara tersebut hampir sama
dengan janjangan kosong, akan tetapi kandungan Kalium (K) pada DS lebih
rendah.
5.2.3. DS mengandung unsur hara dan dan zat organik yang tinggi. Aplikasi DS pada
tanaman kelapa sawit dapat meningkatkan kandungan fisik, kimia dan biologi
pada tanah dan dapat menurunkan kebutuhan pupuk anorganik secara
keseluruhan.
5.3.3. Pabrik harus mempekerjakan 2 (dua) shift kerja untuk menjamin produksi DS di
malam hari dapat dibungkus.
5.3.4. DS yang baru keluar dari decanter outlet kemudian langsung dibungkus dengan
menggunakan karung pupuk sebanyak 35 Kg per karung. Pembungkusan DS
harus dilakukan di bawah penutup hujan (naungan) dan semua karung harus
diikat dengan segera. DS yang tergenangi oleh air hujan akan menjadi Lumpur
dan sulit untuk dibungkus dan diaplikasi di lapangan.
5.3.5. DS yang telah dikarungkan tidak boleh disimpan di pabrik lebih dari 1 (satu)
hari. Kebun berkewajiban untuk mengatur pengumpulan dan pengangkutan DS
dari pabrik ke lapangan setiap harinya.
27
5.4. PENGANGKUTAN DECANTER SOLID MENUJU LAPANGAN
5.4.1. Pengangkutan dan aplikasi DS di lapangan dapat dilakukan kontrak dengan
pihak luar atau menggunakan kendaraan dari traksi. System kerja harus
mempertimbangkan pengangkutan DS harus sama atau melampui produksi DS.
Selain itu diharapkan operasional kendaraan lancer dan teratur.
5.4.2. Traktor trailer meripakan pilihan yang tepat untuk pengangkutan DS, hal
tersebut disebabakan tidak semua kondisi jalan dan areal kebun saat ini layak
untuk menggunakan dump truck.
5.4.3. Berikut contoh yang dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan Unit
traktor trailer untuk aplikasi DS yaitu ;
a) Total TBS yang diproses per tahun : 218.663 ton TBS
b) Perkiraan produksi DS per tahun : 10.933 ton DS
c) Areal yang diharuskan untuk aplikasi DS : 1.150 Ha
@ aplikasi 9.5 ton Ds/Ha
d) Areal minimum yang diaplikasi tiap harinya : 4 Ha
@ 285 hari kerja per tahun
e) Rata-rata yang dihasilkan oleh tiap traktor-trailer : 4 Ha
f) Total traktor-trailer yang dibutuhkan per harinya : 1 Unit
5.5.2. Kriteria yang digunakan untuk menseleksi areal yang cocok untuk aplikasi JJK
berlaku juga bagi DS (sesuai dengan point 3.5.1.)
28
5.6.3. Frekuensi aplikasi
Ds direkomendasikan untuk aplikasi di lapangan hanya satu kali dalam setahun.
Interval antara rotasi DS yaitu + 12 bulan.
5.6.4. Penempatan DS
Unit traktor-trailer harus mengangkut DS sampai ke lapangan melalui setiap
pasar rintis. Setiap di antara 2 (dua) pokok, traktor harus menumpahkan DS
sebanyak 2 karung (@ 35 Kg). Isi dari karung tersebut harus disebar secara
manual di lokasi JJK berada (di atas JJK), apabila tidak ada JJK maka aplikasi DS
diletakkan di gawangan mati. Aplikasi DS jangan sampai ke piringan, karena
akan mengganggu pekerjaan potong buah dan mengakibatkan tidak bersihnya
pengiutipan brondolan (brondolan tertinggal di piringan)
5.6.5.1. Penguraian mineral dan nutrisi dari residu organik (JJK + DS) prosesnya
lambat. Oleh sebab itu, aplikasi JJK/DS pada tahun pertama harus
bersama dengan program pemupukan anorganik secara penuh.
5.6.5.2. Untuk aplikasi tahun kedua dan selanjutnya, pupuk anorganik hanya
kan direkomendasikan sebagai pupuk tambahan “jika dan ketika
diwajibkan”. TA atau RO akan menetapkan hal tersebut berdasarkan
analisa daun dan observasi lapangan.
29
PENGENDALIAN GULMA
I. PENDAHULUAN
1.2.1. Tujuan pemberantasan lalang di piringan dan gawang adalah untuk menghentikan
perkembangbiakannya, karena :
a) Pertumbuhan populasi sangat cepat (dengan bunga dan rhizome)
b) Ditinjau dari segi penyediaan bahan organik, lalang tidak memberikan kontribusi
c) Pada kondisi populasi yang tinggi, sangat berperanan penyulut kebakaran
d) Menyerap unsur hara dan disimpan di rhizome.
1.2.2. Tujuan pemberantasan rumput di piringan
a) Pada TBM, mengurangi kompetisi unsur hara, pertumbuhan akar dan air, karena
akar halus tanaman masih berada di sekitar piringan/pokok
b) Pada TBM dan TM untuk mempermudah kontrol pemupukan
c) Pada TM, memudahkan pengutipan brondolan
1.2.3.Tujuan pengendalian gulma di gawangan
a) Mengurangi kompetisi hara, pertumbuhan akar, air dan sinar matahari
b) Mempermudah kontrol pekerjaan dari satu gawangan ke gawangan lain
c) Menekan populasi hama (terutama pad TBM)
1.3. Tidak semua gulma harus diberantas, misalnya rumput-rumput dan tanaman setahun
lainnya yang lunak, berakar dangkal dan tidak tumbuh tinggi di gawangan TM masih dapat
ditoleransi. Tanah yang gundul (bebas dari vegetasi) tidak diinginkan karena mendorong
terjadinya erosi yang amat merugikan
1
c) Sifat kompetisi yang baik dan adaptasi yang cepat terhadap kondisi lingkungan yang
kurang menguntungkan, contoh : Imperata cylindrical
d) Adanya alat pelindungan, seperti dari pada Mimosa spp
e) Adanya zat yang bersifat alkaloid dan allelophathy, contoh : Melastoma
Malabathricum, Imperata cylindrica dan lain-lain
f) Berbiak secara vegetatife
2.2. Berdasarkan tingkat pertumbuhan dan kompetisi terhadap tanaman utama,maka gulma
dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) klas yaitu :
a) Klas A
Sangat berbahaya dan harus dieradikasi gulma klas inin mempunyai sifat-sifat :
1. Sangat kompetitif
2. Mengeluarkan suatu zat racun yang menghambat pertumbuhan tanaman
3. Dapat menjadi inang alternatif hama dan penyakit
4. Mempunyai duri-duri yang berbahaya terhadap pekerja
b) Klas B
Gulma klas ini sangat berbahaya, kompetitif yang harus dikendalikan secara terus
menerus dan apabila perlu harus dieradikasikan bila biaya tidak mahal
c) Klas C
Gulma klas C kurang kompetitif dan dapat ditolerir, akan tetapi memerlukan
pengendalian yang teratur. Bermanfaat untuk mencegah erosi.
d) Klas D
Merupakan gulma yang bermanfaat, kurang kompetitif dan keberadaannya perlu
dipertahankan. Gulma kelompok ini mempunyai vegetasi yang kecil dan
menghasilkan bunga-bunga lunak yang disukai oleh parasit/predator, contoh :
Ageratum conyzoides, Euphorbia heteropylla, Hyptis spp., Cleome spp.
2
Penggolongan gulma secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 8.1.
Tabel 8.1. Klasifikasi Gulma Berdasarkan Pengaruh Negatif terhadap Tanaman Utama
3
3. PENGENDALIAN LALANG
Tabel 8.2. Bahan Aktif, Dosis dan Cara Aplikasi untuk Pengendalian Lalang
Dosis (Blanket l/ha) Aplikator
Volume
Bahan Aktif Kawasan Kawasan Jenis
Jenis Nozel Semprot
Terbuka Terlindung Alat
(l/ha)
Glifosat 5,0 – 6,0 3,0 – 4,0 “Solo” VLV 200 200 - 250
Sulfosat atau
CP-15
(ICA) Polijet 450 - 600
biru
Imazapir 2,5 – 3,0 2,0 “Solo” VLV 200 200 - 250
atau
CP-15
(ICA) Polijet 450 - 600
biru
Aplikasi dengan menggunakan Medium Volume (MV= 450 – 600 liter/ha) didasarkan atas
tebalnya pertumbuhan lalang dan kecepatan angin di kawasan yang akan disemprot.
Penggunaan herbisida Imazapir lebih tepat bila digunakan pada areal rendahan atau
gambut yang kondisinya lembab dan sedikit berair, dimana pada kondisi ini penggunaan
herbisida Glifosat Sulfosat kurang efektif.
1.1.2. Pada areal TM, wiping dilakukan bersamaan dengan pekerjaan rawat gawangan (
bongkar tumbuhan pengganggu). Pada umumnya, setiap 1 (satu) orang tenaga
wiping dapat mengcover 10 (sepuluh) tenaga rawat gawangan. Pada saat
ditemukan lalang, tenaga rawat gawangan memberitahukan kepada tenaga wiping
dengan cara berteriak “lalang”.
1.1.3. Teknik wiping lalang dilakukan dengan menggunakan kain katun yang berukuran
3x12 cm dibalutkan pada tiga jari tangan (tidak dibenarkan menggunakan kaos kaki
atau sarung tangan). Herbisida yang dipakai adalah Glifosat (1,0 – 1,3%) + Surfaktan
(0,5%) atau Imazapir (0,5 – 0,7%) + Surfaktan (0,5%).
1.1.4. Cara wiping lalang
Sebelum di”wiping” rumput lalang dibersihkan dari sampah di sekitar pangkalnya
dengan menggunakan arit kecil (guris). Kemudian celupkan kain ke dalam larutan
4
hebisida dan peras sedikit agar tidak menetes. Penyapuan (wiping) dimulai dari
batang bawah sampai ke ujung daun secara merata dan basah, dan dilakukan per
helai daun lalang. Hindarkan batang/daun lalang pecah, putus atau tercabut
sewaktu wiping atau pembersihan sampah.
Untuk menghindari terjadinya lalang yang ketinggalan tidak di wiping atau terjadi
pengulangan wiping, maka sebaiknya ujung lalang yang telah di wiping dapat
diputuskan sedikit ± 1 cm atau diikat pada kondisi lalang meluas.
4.2. Fungsi :
a) Piringan, yakni sebagai tempat menyebarkan pupuk dan daerah jatuhnya tandan buah
dan berondolan.
b) Pasar pikul, yakni sebagai jalan mengangkut buah ke TPH dan menjalankan aktifitas
operasional lainnya.
c) Pasar control, yakni jalan di tengah blok yang memotong pasar pikul dan digunakan
untuk supervisi dan sebagai batas untuk memulai pekerjaan.
d) TPH, yakni sebagai tempat pengumpilan hasil panen sebelum diangkut ke PMKS.
e)
Tabel 8.3. Metode Pemeliharaan Piringan, Pasar Rintis (panen), Pasar Kontrol dan TPH
Sasaran Metode
Umur Tanaman Rotasi per Tahun Keterangan
Pengendalian Pengendalian
< 1 Tahun Piringan dan pasar Manual 6 kali (6 bulan Jari-jari = 1 m
kontrol pertama)
3 kali (6 bulan Jari-jari = 1,5 m
kedua)
2 Tahun Piringan Manual 3 kali (6 bulan Jari-jari = 1,5 m
pertama)
Kimia 2 kali (6 bulan
kedua)
Pasar rintis (1:4) dan Manual 1 kali Lebar = 1,2 m
pasar kontrol Kimia 3 kali
3 Tahun Piringan Kimia 4 kali Jari-jari = 2 m
Pasar rintis (1:2) dan Lebar = 1,2 m
pasar kontrol
TPH (1,4 TPH/Ha) Manual 1 kali 3x4m
4-5 Tahun Piringan Kimia 4 kali Jari-jari = 2 m
Pasar rintis (1:2) dan Lebar = 1,2 m
pasar kontrol
TPH 3x4m
> 5 Tahun Piringan Kimia 3 kali Jari-jari = 2 m
Pasar rintis (1:2) dan Lebar = 1,2 m
pasar kontrol
TPH 2 x4m
5
4.3. Pedoman aplikasi, alat dan bahan dalam pemeliharaan piringan, pasar rintis (panen), pasar
kontrol dan TPH dapat dilihat pada Tabel 8.9.
4.4. Standar ukuran TPH adalah 3 x 4 m. Apabila rasio buah lebih tinggi maka ukuran dapat
lebih besar. Ukuran TPH juga ditentukan oleh panjang jalan dan umur tanaman.
4.5. Sasaran semprotan adalah pasar rintis, piringan dan TPH dilaksanakan sekaligus. Cara
penyemprotan yaitu berjalan di pasar rintis dan memasuki piringan di sebelah kanan/kiri
serta mengelilingi pokok (sesuai tanda panah) kemudian keluar ke pasar rintis. Demikian
seterusnya hingga sampai ke jalan dan jika ada TPH maka sekaligus disemprot, seperti
Gambar 8.1.
T
P
H
4.6. Penyemprotan pasar rintis, piringan dan TPH di daerah kontur dilaksanakan sekaligus
dengan metode dapat dilihat pada Gambar 8.2.
T
P
H
4.7. Pasar rintis control yang berada di piringan hutan/kampong/rendahan (lebar = 1,5 m) harus
terlihat jelas dan dijamin bebas (bersih) dari gulma.
6
5. PENGENDALIAN TUMBUHAN PENGGANGGU LAINNYA
5.1.2. Apabila kondisi gulma berkayu dengan populasi rapat dan dalam areal cukup luas,
maka dilakukan spot spraying dengan ulangan 2–3 kali semprot setiap 4–8 minggu
tergantung dari kondisi pertumbuhan kembali gulma tersebut. Alat yang digunakan
adalah CP-15 atau Solo dengan nozel Solid cone. Jenis herbisida dan dosisi yang
digunakan untuk pengendalian gulma berkayu dapat dilihat pada Tabel 8.9.
5.1.3. Pengendalian yang efektif terhadap anak kayu yang telah menjadi besar dapat
dilakukan dengan cara mengoleskan herbisida Triklopir 1 liter + 19 liter Solar ke
batang yang telah dikuliti dengan parang.
5.3.1. Keladi liar yang sering tumbuh di rendahan umumnya sulit dimusnahkan. Hal ini
karena disamping daunnya berlilin juga berumbi..
5.3.2. Apabila gulma ini tumbuh secara sporadik, maka lebih efektif dilakukan dongkel
dengan seluruh umbi harus dikeluarkan dan diletakkan di jalan atau di atas
rumpukan pelepah.
5.3.3. Apabila populasinya cukup luas, maka metode yang efektif untuk mengendalikan
adalah dengan penyemprotan herbisida sesuai Tabel 8.5.
Tabel 8.5. Metode Pengendalian Keladi Liar
7
Herbisida Aplikator
Keterangan
Bahan Aktif Dosis/kap Jenis Nozel
1,2 gr + 28 ml
Metil metsulfuron + Surfaktan
Solo Solid cone 1 kap 12,5 l air
2,4 Dimetilamina + Surfakat 60 ml + 28 ml
5.4.1. Pisang liar banyak terdapatdi kawasan land clearing (LC). Umumnya pengendalian
secara manual belum menuntaskan permasalahan.
5.4.2. Metode yang efektif adalah dengan cara menebang batang pisang (± 10 cm dari
tanah) dan bagian atasnya dicincang kemudian langsung dioles dengan larutan
harbisida Metil metsulfuron (2,5 gram) + Surfaktan (2 ml) dalam 1 liter.
Sulfosat Touchdown 480 AS 180 g/l Sistemik Lalang gulma Herbisida purna tumbuh
Toupan 240 AS 240 g/l berdaun lebar
dan sempit
Amonium Basta 150 WSC 150 g/l Sistemik Gulma berdaun Herbisida purna tumbuh
glufosinat lebar dan
sempit
Floroksipir Starane 200 EC 288 g/l Sistemik Gulma berdaun Herbisida purna tumbuh. Dapat
lebar dicampur herbisida lainnya
Metil Ally 20 WDG 20 gr/kg (20%) Sistemik Gulma berdaun Herbisida pra tumbuh dan purna
metsulfuron Metafuron 20 WP 20,05% lebar dan tumbuh
Metsulindo 20 WP 20% sempit
Imazapir Assault 100 AS 100 g/l Sistemik Lalang, gulma Herbisida purna tumbuh. Efektif pada
berdaun lebar areal rendahan dan gambut yang
dan sempit kondisinya lembab dan sedikit berair
Triklopir Garlon 480 EC Sistemik Gulma berdaun Herbisida purna tumbuh. Bahan
lebar untuk mematikan tanaman
2,4 – D DMA-6 823 g/l Sistemik Gulma berdaun Herbisida purna tumbuh. Sangat
dimetil amina Hedonal 818 L 818,8 g/l lebar dan teki beracun bagi manusia dan tidak boleh
Rhodiamine 720 WSC 866 g/l digunakan di pembibitan, TBM dan
Lindomin 865 g/l TM sampai umur 7 tahun
8
7. KALIBRASI VOLUME SEMPROT
7.1. Ada 5 kategori volume semprot yang umum digunakan untuk pengendalian gulma
dengan herbisida, yaitu antara lain :
Kategori Volume Semprot Volume Semprot Blanket (l/ha)
High Volume (HV) >600
Medium Volume (MV) 400 - 600
Low Volume (LV) 200 – 400
Very Low Volume (VLV) 50 – 200
Ultra Low Volume (ULV) <50
7.2. Aplikasi dengan HVatau MV lebih tepat bila menggunakan herbisida kontak dan
sangat sesuai bila digunakan pada gulma yang tebal serta gulma yang resisten.
Aplikasi dengan LV atau VLV sangat sesuai bila memakai herbisida sismetik serta
untuk aplikasi pada kawasan yang berbukit dimana transportasi air sulit.
7.3. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan bila menggunakan LV atau VLV adalah :
a. Saringan harus mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya penyumbatan
nozel akibat penggunaan air yang kurang bersih
b. Pelaksanaan aplikasi harus hati-hati agar tidak merusak tanaman akibat kabut
semprotan (spray drift)
c. Kalibrasi serta pengarahan teknis yang benar mutlak dilakukan, karena
kesalahan yang kecil dalam penyemprotan dapat berakibat buruk
Contoh perhitungan :
A = Lebar semprotan rata-rata adalah 1,5 meter
B = Jarak jalan rata-rata adalah 48 meter per 60 detik
C = Output semprotan rata-rata adalah 1,6 liter/menit
D = Berapakah volume semprot (liter/ha)?
Volume semprot = 10.000 x 1,6 = 222 liter/ha
48 x 1,5
9
7.5.1. Selanjutnya kebutuhan bahan herbisida untuk satu tangki alat semprot (Solo atau CP 15)
yang berisi 15 liter, dapat dihitung bila dosis herbisida teleh ditentukan.
Contoh perhitungan :
Pemakaian Eagle IPA 480 AS untuk penyemprotan lalang sheet membutuhkan dosis 60
liter/ha blanket, sedangkan volume semprot 222 liter/ha blanket. Berapakah Eagle IPA
480AS yang dibutuhkan dalam volume 15 liter (volume CP 15 atau Solo)?
Luas pasar rintis (m2/ha tanaman) = Lebar pasar rintis (m) x 10.000 m2
Jarak antara dua pasar rintis (m)
Luas 1 TPH = 3 m x 4 m = 12 m2
Pada blok standar (30 ha), setiap 3 pasar rintis terdapat 1 TPH. Setiap 1 ha tanaman
terdapat 1,4 buah.
Spray Factor (SF) = (Luas pasar rintis + Luas piringan + Luas TPH) m2
10.000 m2
10
9. ROTASI (PUSINGAN) DAN OUTPUT SEMPROT
9.1. Jumlah rotasi (pusinngan semprot) di suatu kebun tergantung pada :
a. Umur tanaman
b. Jenis gulma yang dominasi
c. Jenis dan dosis herbisida yang digunakan
d. Jenis tanaman dan kerapatan gulma
e. Keadaan iklim
9.2. Output (prestasi) semprot berkisar antara 2-7 ha/hk yang dipengaruhi oleh :
a. Jenis alat semprot yang digunakan
b. Umur tanaman
c. Topografi
d. Prasarana yang ada dalam blok (pasar rintis, titi pasar rintis dan lain-lain)
e. Kondisi kerapatan gulma
f. Keterkaitan dengan pekerjaan perawatan lainnya, misalnya :
Output semprot (pada tanaman mada) lebih tinggi pada blok yang sudah ditunas
Output semprot akan lebih tinggi apabila sebelum semprot sudah dilakukan
pekerjaan tarik goloran
g. Pengorganisasian dan disiplin kerja
11
Tabel 8.8. Spesifikasi Nozel VLV (very low volume ) yang Terbuat dari Kuningan
Spesifikasi Ukuran Nozel VLV
VLV 200 VLV 100 VLV 50
Lebar semprotan 1,2 m 1,2 m 1,2 m
Output semprotan (1 900–915 450-650 200-230
kg/cm2) ml/menit ml/menit ml/menit
Digunakan untuk Sheet lalang, piringan, Spot spraying
penyemprotan gawangan dan pasar rintis
b). Nozel atomizer (ULV)
Adalah nozel yang hanya digunakan untuk alat semprot CDA dan untuk
penyemprotan melalui pesawat udara
c). Nozel bentuk kerucut (“Cone nozzle”)
Ada dua (2) jenis nozel kerucut, yaitu :
Nozel kerucut kosong (hollow cone) Nozel kerucut penuh (solid cone)
Gambar 8.4. Nozel kerucut
Nozel kerucut lebih cepat digunakan untuk penyemprotan secara pilih-pilih (spot
spraying), misalnya untuk pengendalian anak kayu, gulma di rendahan, lalang yang
tumbuhnya sporadis dan lain-lain.
45 Cm
Gambar 8.5. Cara Menyemprot dengan Ketinggian Konstan dari Permukaan Gulma
12
Tekanan pompa semprot/knapsack sprayer (Solo atau CP 15) harus dikontrol pada
tekanan konstan 1 kg/cm2 dengan menggunakan alat SMV (Spray Management
Valve). Jika tekanan pompa kurang atau berlebih, maka akan dihasilkan pancaran
semprot yang kurang sempurna seperti terlihat pada Gambar 8.6. di bawah ini :
Gambar 8.6. Bentuk Pancaran Sempot pada Tiga Tingkatan Tekanan Semprot
Berdasarkan cara kerjanya maka alat semprot punggung dapat dibedakan menjadi :
13
Alat ini dioperasikan dengan tekanan tinggi hingga 5 kg/cm2 dan sebelum
dipakai menyemprot harus dipompa terlebih dahulu. Pada umumnya alat
ini terbuat dari logam dengan isi tangki 14 liter. Jenis alat ini kurang disukai
karena sebelumnya penyemprotan harus dipompa terlebih dahulu sehingga
memerlukan waktu tambahan, akibat output kerja berkurang.
14
Urutan perawatan alat “Solo” :
1. Setelah penyemprotan selesai, alat semprot segera dicuci dengan air
bersih
2. Isi 1/3 bagian tangki dengan air lalu goncang-goncangkan, pompa dan
semprotkan beberapa detik, kemudian air di alam tangki dibuang
3. Lakukan hal serupa sbanyak 2-3 kali. Bila alat akan disimpan lama, maka
isi tangki alat tersebut dengan air 1/3 bagian tangki dan disimpan di
tempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung
4. Pada setiap bagian tertentu, lumasi dengan minyak silinder di bagian-
bagian yang bergerak.
15
aplikasi cairan dengan volume rendah (ultra low volume) dengan kisaran
antara 20-40 liter per hektar blanket. Semprotannya menghasilkan butiran
halus yang terkendali dengan ukuran yang seragam (± 250 mikron) dan
konsentrasi herbisida yang tinggi. Alat ini ringin dan mudah pemakaiannya
sehingga output karyawan penyemprotan tinggi.
11.3.2. Pada saat ini hanya ada beberapa jenis herbisida saja yang bisa digunakan
dengan micron herbi, antara lain Glifosat. Herbisida seperti paraquat
(“Gramoxone”) terlalu berbahaya untuk disemprotkan dengan alat
semprot CDA. Kerugian lainnya adalah alat ini peka terhadap kerusakan
sehingga harus secara teratur dikalibrasi dan harus dibersihkan secara
seksama setelah selesai menyemprot.
11.3.3. Spesifikasi
11.3.3.1. CDA konvensional
Secara garis besar alat ini terdiri dari 3 bagian, yaitu :
a). Bagian kepala (head) yang terdiri dari :
1. Atomizer yang berbentuk seperti cakram
2. Motor penggerak (6 Volt atau 12 Volt)
3. Nozel (warna merah, kuning dan biru)
b). Tangkai (pegangan)
c). Tangki larutan
11.2.1.2.CDA modifikasi jenis punggung
Alat dengan modifikasi di punggung cenderung digemari untuk
dipakai di perkebunan-perkebunan dewasa ini. Alat modifikasi ini
terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut :
a. Bagian kepala (“head”), sama dengan point 11.3.3.1.a)
b. Bagian tangkai (pegangan), terdiri dari pipa aluminium/plastic
PVC/kayu yang dapat distel panjangnya sesuai dengan
kebutuhan
c. Tangki larutan kapasitas 5 liter, ex jerigen herbisida dan
dilengkapi frame punggung lengkap dengan sabuk penyandang
d. Batery basah 6 volt/12 volt disesuaikan dengan kebutuhan
voltase dynamo penggerak di bagian kepala
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 8.10.
16
Gambar 8.10. CDA Modifikasi Jenis Punggung
11.2.2. Prinsip kerja
a. Larutan pestisida mengalir keluar dari tangki larutan melalui selang
plastik menuju ke nozel dengan gaya gravitasi. Tetesan larutan yang
keluar dari nozel ditampung oleh cakram atomizer yang berputar
dengan tenaga motor listrik (batery). Larutan dipercikkan dan
menyebar dengan gaya sentrifugal. Makin cepat cakram atomizer
berputar, maka makin jauh jangkauan percikan (sampai mencapai jarak
konstan (1,2 meter) dan makin halus butiran yang dihasilkan (± 250
mikron).
b. Sesuai dengan prinsip kerja alat tersebut, maka untuk kebun kelapa
sawit dianjurkan dipakai pada tanaman usia 4 tahun.
11.2.3. Cara menggunakan CDA sprayer
11.2.3.2. Cara memasang /melepas bagian-bagiannya
Memasang/mengeluarkan battery
a. Tarik tangkai aluminium keluar dari tabung yang panjang setelah
terlebih dahulu melepas penjepit di bagian kepala
b. Putar tuas kontak kearah “OFF” dan lewatkan sedikit sehingga tuas
mudah dicabut dan ditutup tabung mudah dibuka
c. Masukkan 8 batery HP2 (motor 12 volt) atau batery HP2 (motor 6
volt) secara seri seperti ditunjukkan oleh gambar di dalam tabung
d. Pasang kembali tutup tabung sambil ditekan sedikit serta putar tuas
ke posisi “OFF”
Memeriksa bagian kepala (head)
1. Buka tutup atomizer, kemudian chek dengan tangan apakah
atomizer berputar dengan lancar
2. Hidupkan mesin dengan memutar tuas ke posisi “ON”. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui putaran atomizer apakah konstan dan
tidak baling
3. Setelah itu matikan mesin dengan memutar tuas ke posisi “OFF”
Memasang tangki larutan
1. Kendorkan gelang pengunci dengan memutarnya berlawanan arah
jarum jam sampai ujung segel tangki menonjol keluar
2. Pastikan bahwa selang udara melewati saringan
17
3. Letakkan tangki di atas tanah dengan mulutnya menghadap ke atas,
kemudian ujung segel tangki dimasukkan ke dalam mulut tangki dan
putar pelan-pelan agar tangki tepat diposisinya. Putar gelang
penguncinya searah dengan jarum jam.
4. Jika ingin membuka tangki, caranya kebalikan dari prosedur di atas
18
c. Bersihkan alat tersebut dengan kain bersih agar kotoran-kotoran yang
melekat di bagian kepala dan tangki aluminium hilang
d. Jika celah atomizer macet, gosoklah dengan sikat gigi yang terlebih
dahulu dicelupkan ke dalam minyak lampu
e. Jangan membenamkan atomizer ke dalam air serta menghidupkan
mesinnya dengan maksud mencuci, karena hal ini akan merusak motor
f. Jika alat ini akan disimpan dalam jangka waktu lama, maka keluarkan
baterynya dan gosok dengan minyak lampu ke seluruh bagian alat lalu
simpan di tempat keringdan terlindung dari sinar matahari langsung
19
adalah sangat penting. Hampir di banyak perusahaan bahwa perhatian
terhadap preventif maintenance alat-alat semprot sangat minim sehingga
persentase andil tangki semprot terhadap biaya total pemberantasan gulma
sangat tingggi.
11.6.2. Preventif Maintenance yang perlu ditakankan dalam hal ini, ada 2 (dua) hal,
yaitu :
a). Cara memakai
Yaitu dari mulai membawa dari penyimpanan, transport, pemakaiannya
sampai pengembalian ke penyimpanan semula.
Sewaktu menyimpan membawa dan sedang mengisi larutan, tangkai
tempat nozel harus dalam keadaan terikat dengan tangki sprayer. Hal
ini untuk menjaga nozel dari kerusakan dan kotoran (tanah, pasir dan
lain-lain).
Apabila nozel rusak, maka ada 3 (tiga) kerugian/kelemahan :
1. Biaya nozel
2. Perubahan/reparasi yang berulang-ulang terhadap tangkai semprot,
sehingga mempercepat keausan spare part
3. Tertundanya penyelesaian pekerjaan
b). Kualitas Air
Salah satu penyebab utama kerusakan tangki sprayer dan borosnya
pemakaian nozel adalah karena kualitas air tidak bagus (bercampur
tanah, pasir dan benda-benda lain).
20
Penggunaan truk dan traktor + trailer hanya boleh digunakan untuk tim
unit semprot penggunaan untuk keperluan/kegiatan lain harus seijin
Group Manager dan atau General Manager.
b. Pemeliharan truk dan traktor + trailer
1. Seluruh peralatan (kunci-kunci, buku manual dan yang terutama
adalah kran-kran) harus benar-benar menjaga dan diamankan, jangan
sampai hilang dan rusak.
2. Tempat duduk di kabin depan (jok truk atau traktor) agar dilapisi
dengan kain/sarung jok supaya tidak cepat rusak
3. lampu-lampu, baik depan maupun belakang, agar dilindungi dari
benturan atau pencurian dengan memasang kerangka besi
disekelilingnya
c. Modifikasi pelengkap
1. Tempat gendong sprayer yaitu berupa meja lipat
2. Kotak reparasi untuk tempat spare part dan pelengkap sprayer
3. Tempat bontot karyawan semprot
4. Tempat obat-obatan dan P3K
5. Tempat alat kerja cadangan tim unit semprot yaitu cados atau alat
lainnya (sebagai alternative alat kerja apabila hari hujan)
d). Perawatan kargo tangki
1. Periksa tuas pengaduk dan selalu diberi grease/gemuk
2. Keringkan bagian dalam tangki selama tidak beroperasi
3. Kencangkan baut pengikat tangki dengan “body”/badan truk atau
trailer secar berkala
4. Bersihkan bagian dalam tangki secara berkala
5. Cat kembali bagian dalam tangki jika terjadi pengikisan cat, dengan
cat Epoxy Primer
e). Administrasi operasional kendaraan (Carlog)
Administrasi kendaraan harus diisi secara up to date dan benar dengan
menggunakan kartu kerja kendaraan dan buku riwayat kendaraan
12.1.3. Umur tanaman dan pemakaian jenis alat
1. Umur tanaman di bawah atau sama dengan 3 (tiga) tahun dengan
menggunakan alat semprot CP-15 atau Solo Sprayer
2. Umur tanaman > 5 tahun dengan menggunakan alat semprot CDA.
3. Atau menurut rekomendasi R&D dan ketetapan dari General Manager
atau Group Manager.
12.1.4. Satu tim unit semprot cukup untuk kebun seluas 4.000-5.000 ha pada kondisi
pusingan normal. Dasar perhitungannya sebagai berikut :
a). Rotasi semprot piringan, pasar rintis dan TPH 3-4 kali setahun
b). Hari kerja semprot diasumsikan 20 hari/bulan (5 hujan dan 5 hari libur)
c). Output semprot dengan MHS = 4-5 ha/hk, dan CP-15/Solo = 3-4 ha/hk
d). Jumlah alat semprot per unit semprot = 25 unit
21
alat CP-15/Solo = 22 x 3 ha = 66 ha/hari
22
i. Pancang berbendera dengan 2 (dua) jenis warna :
1. Merah : untuk batas ancak (mulai semprot)
2. Kuning : untuk batas akhir semprot
j. Perlu ditekankan bahwa “preventif-maintenance” alat semprot sangat
menentukan kebersihan program pengendalian gulma. Harus disadari juga
bahwa pos biaya penngendalian gulma ini merupakan pos biaya yang
terbesar setelah biaya pemupukan.
k. Kebersihan air sangat menentukan “life-time” alat semprot, dan biaya
perawatannya. Setiap kali memasukkan larutan/air mutlak harus disaring.
1. Pengisian air ke dalam tangki di kendaraan harus disaring dengan kain
2. Selang tempat keluarnya larutan (diameter 1/2 inchi sepanjang @ 2 m
untuk 4 pipa) harus dibungkus dengan saringan yang terbuat dari kain
(eks kaos)
3. Setiap corong untuk memasukkan larutan ke dalam tangki/alat semprot
harus ada saringannya (buat dari kain) dan seterusnya
12.3.2. Pelaksanaan
1. Pengisian tangki air dilakukan oleh sopir dan tukang air pada sore hari.
Sumber air dapat menggunakan air yang ada di traksi atau sumur yang bersih
airnya
2. Sebelum membuat bon permintaan pemakaian racun, Asisten wajib melihat
kondisi/kerapatan gulma di blok yang akan disemprot dan menentukan
berapa dosis/ha dan konsentrasinya
3. Pencampuran racun dilakukan oleh Mandor Semprot pada pagi hari sebelum
pukul 06.00 di gudang sentral. Pencampuran racun harus disaksikan oleh
Asisiten dan/atau Askep. Bon permintaan pemakaian racun sudah harus
dibuat 1 (satu) hari sebelumnya dan petugas gudang harus hadir sebelum
pukul 06.00. Kendaraan unit semprot sudah stand-by di gudang sebelum
pukul 06.00. Tidak dibenarkan membawa bahan murni ke lapangan.
4. Pengadukan larutan harus merata. Gunakan pengaduk yang sudah ada di
tangki
5. Pencampuran harus sudah selesai dilakukan pada pukul 06.00 dan
kendaraan segera menjemput karyawan semprot di afdeling Pada
prinsipnya herbisida kontak tidak dicampur dengan herbisida sistematik
kecuali untuk kasus-kasus tertentu dan bila ada petunjuk khusus
6. Unit semprot siap beroperasi pada pukul 06.30. Mandor harus memeriksa
alat dan perlengkapan masing-masing penyemprot dan mengulangi kembali
pemeriksaan khusus terhadap kebersihan nozel/head walaupun
pembersihan telah dilakukan setelah selesai dipakai pekerja
7. Siapkan ember yang berisi air bersih untuk membersihkan/membilas pipa
dan nozel yang kena biji-biji rumput. Ember diletakkan di atas tanah dan
setiap tukang semprot sebelum menurunkan tangkinya (untuk mengisi
larutan), diwajibkan mencelup ujung pipa nozelnya (“extention lance”) ke
dalam air di ember tersebut untuk membilas/membuang biji-biji rumput
yang melekat. Usahakan sedikit mungkin membongkar pasang alat semprot.
Khusus untuk sprayer, setiap pemasangan drat agar lebih hati-hati dan
sebaiknya diberi bahan pelumas untuk mencegah keausan
8. Pengisian larutan dilaksanakan oleh pekerja sendiri dengan pengawasan
langsung oleh petugas di tempat (sopir), sedangkan Mandor Semprot tetap
di lapangan mengawasi pelaksanaan penyemprotan
23
9. Penyemprotan jalur tanaman dilakukan dengan cara : 1 orang tiap 1 pasar
rintis
10. Areal yang disemprot adalah : piringan, pasar rintis, rintis tengah, rintis
piringan dan TPH
11. Setiap afdeling harus konsisten dalam pemakaian jumlah hari yang telah
dijatahkan. Bila dalam hari yang telah ditentukan itu ada hari hujan, maka
penggantinya diambil dari 5 (lima) hari yang telah dicadangkan sebagai hari
hujan (program semprot setiap bulan dibuat hanya 20 hari kerja)
12. Pengacakkan kerja untuk alat semprot yang hanya mengcover ½ pasar rintis,
dilakukan dari rintis tengah terlebih dahulu. Setelah sampai di collection
road (CR), tangki diisi lagi dengan larutan dan penyemprotan dilanjutkan
pada blok sebelahnya (lihat Gambar 8.12.)
13. Untuk alat semprot yang dapat mengcover 1 (satu) pasar rintis, pengacakan
dilakukan dari CR sampai CR selanjutnya. Kendaraan harus berpindah ke CR
selanjutnya segera setelah selesai pengacakan (lihat Gambar 8.13)
24
Gambar 8.13. Pengacakan Kerja untuk 1 (satu) Pasar Rintis
Nomor
Keterangan/
NO Kode Nama Bahan/ Barang Sat Jumlah Sandi Perkiraan
Digunakan Untuk
Barang
25
Disetujui Oleh : Diperiksa Oleh : Diminta Oleh :
( ) ( ) ( )
Askep/ Manager Kepala Tata Usaha (KTU) Asisten/Kepala Bagian
Tgl Diterima dari/ Nomor Masuk Keluar Sisa Tgl Diterima dari/ Nomor Masuk Keluar Sisa
Dipakai untuk Bon Dipakai untuk Bon
Spare-parts Hasil Kerja (Ha) Bagian yang Jumlah Hasil Kerja (Ha)
Bagian yang Spare-parts
Tgl yang Jumlah s/d Tgl Rusak/Diperbai s/d Hari
Rusak/Diperbaiki Hari ini yang diganti Hari ini
diganti Hari ini ki ini
26
Bagian Tengah Buku
BUKU PRESTASI UNIT SEMPROT
Bulan : ……………………… Nama Mandor:…………
catatan :
i. Tanggal, Jenis Pekerjaan, dst (yang ada judul kolom) ditulis pada kulit buku
tulis setengah folio
ii. Buku tulis ini adalah merupakan buku prestasi dan dipegang oleh mandor
iii. semprot
iv. Buku tulis ini agar diberi sampul plastik
27
28
LAMPIRAN 1108-R0
STANDAR PENGUKURAN PENGENDALIAN GULMA
V. Produktivitas Penyemprotan
Produktivitas tenaga semprot setiap hari kerja berdasarkan topografi areal yaitu : areal
datar – bergelombang dan bukit – bergunung (ha/hk).
Perhitungan output tenaga semprot diambil berdasarkan Daily Cost Book Semprot
Piringan/Pasar Rintis/TPH dan Bukku Prestasi
29
STANDARD OPERATION PROCEDURE
PALM OIL PLANTATION
PEMBUKAAN LAHAN
1
PROSEDUR DAN LANGKAH-LANGKAH PROSES
PEMBUKAAN LAHAN
I. PRE DEVELOPMENT PLANNING
(RENCANA SEBELUM PENGEMBANGAN)
1.2. SURVEY
Survey dilakukan setiap blok/afdeling dengan objek survey adalah Vegetatif, Topografi,
Populasi (tanaman rakyat & perkampungan), Aliran Sungai, Tanah Masyarakat dan Soil
Type Map.
1.2.1. Tim Survey harus melakukan kegiatan rintis batas-batas (HGU) secara global dan
pemasangan patok yang terbuat dari kayu ulin dengan jarak 50 meter/patok dengan ukuran
patok 10 cm x 10 cm x 1,25 m, hal ini dilakukan untuk lakukan pengukuran kadastral
1.2.2. Setelah patok setiap 50 meter dipasang selanjutnya Tim Survey melakukan kegiatan rintis
kembali sesuai dengan patok yang dipasang. Rintisan (Jalan Pringgan/Perimeter) ini
dilakukan dengan menggunakan alat berat dilakukan 2 Meter dari patok blok kearah dalam
izin
1.2.3. Jika akan digunakan kontraktor ini harus diberi per paket, untuk kontraktor besar per paket
per afdeling dan untuk kontraktor lokal per paket tidak melebihi 300 Ha.
1.2.4. Tim Survey harus memisahkan dan membuat batas-batas areal Gambut dan Bukit dengan
ketinggian tidak lebih dari 200 . Jika ini telah didapatkan maka Tim Survey harus melaporkan
3
kepada Pihak Kebun dan selanjutnya areal-areal ini tidak boleh dibuka untuk dijadikan areal
konservasi
1.2.5. Untuk daerah dengan lebar sungai lebih dari 3 meter maka dikiri dan kanan sungai harus
dipertahankan kondisi hutannya 50 meter / arah (tidak boleh dibuka), dan untuk daerah
dengan bukit dari 20° diisolasi dan tidak dibenarkan untuk ditumbang
1.2.6. Setelah semua berjalan maka disetiap batas-batas izin yang ada harus dibuat tanda-tanda
yang menyatakan bahwa lokasi ini adalah milik perusahaan.
3.2. Tim Legal melakukan kegitan pembebasan lahan untuk pertama kali untuk mencari
tempat yang tepat untuk :
a. Lokasi Base Camp, lokasi ini harus berada di lokasi yang strategis (lihat peta) akses
infrastruktur mendukung baik untuk angkutan logistik maupun akses informasi
koordinasi dengan pihak kebun
b. Lokasi Perumahan/Emplasemen. Areal perumahan dan perumahannya disusun secara
strategis agar kebutuhan air dan listrik dapat disuplay oleh PKS. Identifikasi areal
perumahan dan PKS dan dilarang menumbang di areal yang dimaksud.
c. Jika lokasi Base Camp telah diperoleh maka pihak kebun harus berkoordinasi
departemen teknik untuk membuat masterplan Base Camp dan kebun
d. Lokasi Bibitan, lokasi yang dimaksud adalah lokasi dimana dekat dengan sumber air jika
musim kemarau tidak kekeringan dan musim hujan tidak banjir, posisi dilokasi sentral
dari berbagai arah, tidak berdekatan dengan desa dan lokasi yang dibuka aman
4
e. Kebun Plasma, Tim Legal dan Pihak Kebun berkoordinasi dengan desa-desa sekitar
untuk penentuan lokasi kebun plasma. Dan ini dibuat untuk disiapkan sejak awal proses
pembukaan lahan
f. Lokasi yang dipilih, aman untuk penyimpanan solar dan barang-barang perusahaan
lainnya.
3.3. Tim Kebun harus membuat rencana tentang kegiatan selanjutnya yaitu :
3.3.1. Menghitung kebutuhan alat dan sarana pendukung untuk menyelesaikan proyek
3.3.2. Melakukan analisa apakah harus dikerjakan secara swakelola atau Kontraktor,
analisa ini harus dipresentasikan ke Direksi
3.3.3. Membuat spesifikasi-spesifikasi pekerjaan yang akan dikerjakan
3.3.4. Penunjukan kontraktor dilakukan apabila ganti rugi lahan telah dibayarkan maka
GM, Askep, Tim Legal bersama-sama melakukan serah terima areal kepada
kontraktor yang ditunjuk sebagai bukti bahwa tanah yang akan dibuka telah aman
dan bebas
3.3.5. Jika akan dikontraktorkan maka perlu disiapkan antara lain:
Data-data kontraktor yang akan mengerjakan
Melakukan kegiatan Tender Kontrak pekerjaan
Melampirkan Spesifikasi pekerjaan
Pajak-pajak yang dibebankan kepada kontraktor
3.3.6. Pembuatan SPK dan hal-hal diatas harus termuat dalam SPK
3.3.7. Sebagai salah satu tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat sekitar yang
juga merupakan program CSR perusahaan maka kontraktor pekerjaan imas
tumbang, perumahan barak dan bangunan lainnya yang disesuaikan dengan
kemampuan masyarakat akan diberikan dan dikerjakan oleh warga masyarakat
disekitar perusahaan.
5
PERSIAPAN LAHAN
I. PENDAHULUAN
1.1 Kultur teknis land clearing (pembukaan lahan) merupakan faktor ketiga yang menentukan
kuantitas perolehan produksi sesudah jenis tanah dan kualitas bibit.
1.2. Mutu dan ketepatan persipan lahan/lapangan akan mempengaruhi beberapa hal, antara
lain :
a. Biaya pembukaan/persiapan lahan itu sendiri
b. Kemudahan dan mutu penanaman kelapa sawit
c. Masa tanaman belum menghasilkan (TBM)
d. Produksi TBS/MKS/IKS yang akan diperoleh pada tahun pertama panen dan tahun-
tahun berikutnya.
e. Biaya pemeliharaan pada waktu TBM, perawatan dan panen pada waktu tanaman
menghasilkan (TM).
1.3. Areal tanaman baru (new planting) umumnya dibangun dari hutan primer, hutan sekunder
dan areal dalam HGU yang belum diusahakan, dengan kondisi fisik yang tidak selalu sama
dari satu tempat dengan tempat lain. Kondisi fisik dimaksud seperti kondisi tanah,
topografi, kerapatan tegakan pohon, infrastruktur dan lain-lain.
Oleh sebab itu, pengelolaan yang baik adalah syarat terpenting untuk dapat menjamin
suksesnya land clearing.
1.5. Untuk mendukung kebijakan diatas, komitmen perusahaan menerapkan metode “zero
burning” yaitu land clearing perkebunan tanpa pembakaran.
1.5.1. Land clearing dengan metode “zero burning” memiliki beberapa keuntungan antara lain
:
a) Terjaganya kelestarian keanekaragaman hayati (flora dan fauna)
b) Mencegah terjadinya pencemaran udara karena asap
c) Mempertahankan hara tanah yang berasal dari pelapukan limbah hutan
d) Mencegah terjadinya penyebaran kebakaran ke lahan masyarakat dan kebun.
6
2. PERSIAPAN LAND CLEARING (LC)
2.2.1. Persiapan land clearing sebaiknya dimulai minimal 4 (empat) bulan sebelum
tahun program tanam, sehingga tersedia waktu 16 bulan untuk menyelesaikan
program. Semua tahapan pekerjaan (time schedule) agar disusun secara sistematis
dan satu sama lain tidak saling menghambat. Didalam penyusunan “time
schedule” tersebut factor yang harus diperhitungkan ialah : Iklim, Tenaga Kerja,
Alat dan Bahan.
2.2.2. Contoh jadwal kerja kegiatan operasional land clearing dapat dilihat pada Tabel
2.3 dan 2.4.
7
Tabel 2.3. Diagram Kegiatan Operasional Land clearing untuk Areal Datar – Bergelombang
Tabel 2.4. Diagram Kegiatan Operasional Land clearing untuk Areal Bukit – Bergunung
8
2.3. PERALATAN LAND CLEARING
3.1.1. Luas suatu blok tanaman kelapa sawit yang ideal adalah + 30 ha (termasuk luas
jalan).
3.1.2. Bentuk blok adalah empat persegi panjang dengan ukuran 1.000 m x 300 m (30 ha).
Luas dan bentuk blok dapat dilihat pada Gambar 2.1.
7m COLLECTION ROAD
MAIN ROAD
30 ha U
9m
3.1.3. Panjang blok 1.000 m dengan arah Timur – Barat dan lebar 300 m dengan arah Utara
– Selatan, sehingga collection road (CR) atau jalan produksi selalu mendapat sinar
matahari sepanjang hari.
9
3.1.4. Pola blok 1.000 m x 300 m akan mengoptimalkan efisiensi supervise, produktivitas
karyawan terutama didasarkan atas kemampuan rata-rata pemanen mengangkut
buah dari dalam blok (rintis tengah) hingga TPH dan operasional kebun.
4.1. IMAS
4.1.2. Imas (underbrushing) yaitu memotong rapat semak dan pohon/tumbuhan yang
berdiameter < 7,5 cm hingga tidak lebih 15 cm dari permukaan tanah.
7,5 – 15 30
16 – 30 50
31 - 60 70
61 - 90 100
>90 120
4.2.6. Seluruh ranting (kanopi) pohon yang telah ditumbang harus dicincang untuk
memudahkan pekerjaan stacking.
4.2.7. Kayu yang telah ditumbang dan tidak dikeluarkan dari areal harus dipotong dengan
panjang 1,5 – 2,0 meter.
4.2.8. Kualitas tumbang yang baik
4.3.2. Kayu hasil cincangan dirumpuk memanjang (dalam pancang rumpukan) searah
barisan tanama
4.5.1. Pada areal dengan sudut kemiringan lebih dari 6 dilakukan pembuatan tapak kuda
dan atau teresan. Pedoman teknis pembuatannya terdapat pada Bab Konservasi
Tanah dan Air.
11
4.6.1. Penanaman kacangan penutup tanah merupakan keharusan karena akan
memberikan keuntungan dalam mempercepat pembusukan sisa tumbuhan dan
kayu-kayu. Selain itu, kacangan dapat menghambat pertumbuhan gulma terutama
lalang. Penanaman kacangan dan perawatannya dapat dilihat pada Bab Menanam
Kacangan.
4.7.1. Lubang tanam dibuat satu bulan sebelum penanaman kelapa sawit. Pedoman
pembuatan lubang tanam terdapat pada Bab Menanam Kelapa Sawit.
4.8.1. Cara pengeceran dan penanaman yang baik dapat mengurangi terjadinya
“transplanting shock” untuk memperoleh pertumbuhan kelapa sawit yang optimal.
4.8.2. Pedoman teknis mengecer dan menanam kelapa sawit dikemukakan pada Bab
Menanam Kelapa Sawit.
4.9.1.3. Wipping dilakukan apabila situasi areal normal hingga areal tersebut
bebas dari lalang.
12
LAMPIRAN 1102 – R0
STANDAR PENGUKURAN PERSIAPAN LAHAN
I. Ketepatan Waktu Program Pembukaan Lahan
1.1. Ketepatan waktu program pembukaan lahan diukur berdasarkan penyimpangan
waktu program pembukaan lahan dalam satuan bulan.
7.5 - 15 30
16 - 30 50
31 - 60 70
61 - 90 100
> 90 120
2.1.3. Penentuan titik awal sampling ketinggian tunggul dimulai dari batas blok,
selanjutnya dilakukan secara acak. Pemeriksaan dilakukan 1/3 dari seluruh
blok yang pokok/kayunya telah ditumbang dan setiap blok seluas 30 – 40 ha
ditetapkan
Minimal 3 (tiga) gawangan (lebar antar barisan tanaman 7,96 m) atau +
7.164 m2.
2.2.1. Jarak antara jalur tanaman dengan rumpukan diukur berdasarkan jarak antara jalur
tanaman dengan rumpukan sesuai dengan spesifikasi.
2.2.2. Sepanjang jalur tanaman terutama daerah lubang tanaman, jarak 2,5 meter arah
rumpukan harus benar-benar bersih dari sisa-sisa kayu, ranting dan tunggul/kayu.
13
2.2.4. Penentuan titik awal sampling dilakukan pada salah satu dari 4 (empat) jalur
rumpukan (gawangan mati) pertama secara acak. Rumpukan pengamatan
selanjutnya dipilih secara sistematis dengan selang sebanyak 6 (enam) rumpukan.
Untuk memudahkan penghitungan sebaiknya setiap rumpukan (300 m) dibagi
menjadi 6 (enam) bagian yaitu setiap 50 m.
3.2 Penghitungan/pemeriksaannya berdasarkan sampling, yaitu 50% dari seluruh blok yang
belum ditanam, sedangkan setiap blok sampling diperiksa minimal 10%. Setiap gawangan
yang dimasuki, dilakukan pemeriksaan terhadap persentase (%) areal yang ditumbuhi
lalang.
14
PEMBUATAN DAN PERAWATAN JALAN DAN JEMBATAN
I. PENDAHULUAN
1.1. Dalam perkembangan kelapa sawit, unsur /faktor pertama yang menjadi bahan
pertimbangan ialah faktor topografi. Oleh karena faktor topografi berkaitan dengan
kemudahan potong buah dan pembuatan atau pemeliharaan jalan. Jalan merupakan faktor
penting (urat nadi) di dalam perkebunan, maka harus diusahakan semua jalan di kebun
dapat dilalui dalam segala cuaca (“all weather road”)
1.2. Membangun jalan adalah sangat penting, Karena peranan dan fungsi jalan di dalam
perkebunan kelapa sawit adalah sebagai berikut:
a) Transportasi TBS ke pabrik dan MKS/IKS keluar pabrik/kebun. Tanaman kelapa sawit
adalah salah satu tanaman penghasil produksi/raw material per Ha yang tinggi di dunia
( 22-35 ton TBS Ha/Tahun) dan juga bentuk buahnya yang sulit dijangkau secara
manual. Oleh karena itu, tanaman kelapa sawit dimasukkan ke dalam kelompok heavy
duty crop. Dalam menjaga mutu produksi/minyak ( ALB/FFA ), transportasi TBS ke
pabrik harus “up date” setiap hari ke pabrik untuk diolah pada hari ini juga. Semakin
lambat diangkut ke pabrik maka semakin naik ALB/FFA.
b) Transportasi pupuk masuk ke gudang kebun dan ke blok (lapangan). Kebutuhan pupuk
per Ha mencapai 800-1.100kg/ha/tahun.
c) Sarana transportasi bahan/alat ke lapangan seperti semprot unit, bahan jembatan, titi
pasar rintis dan lain-lain.
d) Sarana mempercepat pergi dan pulangnya karyawan, karena areal yang sangat luas.
e) Sarana mempercepat dan mempertinggi instensitas control dan komunikasi.
1.3. Mengacu kepada fungsi jalan tersebut di atas, maka perawatan jalan secara rutin adalah
sangat perlu. Kerutinan tersebut dengan teknis yang tepat akan dapat mengurangi biaya
pemeliharaan itu sendiri dan biaya transport.
1.4. Ada 5 (lima) faktor yang menjadi penyebab kerusakan jalan, yaitu:
a) Air
b) Bahan organik
c) Kurangnya sinar matahari
d) Jenis dan sifat tanah (tekstur dan srtuktur)
e) Bahan (tonase) angkutan
15
II. PEMBUATAN DAN PERAWATAN JALAN
A. Tanggung jawab
16
4. Pada tiap-tiap afdeling harus dilakukan “gang kerja” yang mempunyai tugas
khusus merawat jalan yang diperlengkapi dengan alat-alat kerja (cangkul,
sekop, dan lain-lain).
5. Petunjuk-petunjuk teknik pembuatan jalan
Oleh karena hampIr seluruh jalan di perkebunan sebenarnya adalah jalan
tanah, maka pada pembuatan dan perawatannya sangat penting. Hal yang
tak kalah penting untuk diperhatikan adalah masalah pengaliran air dan
pengerasan. Untuk itu, dibawah ini diuraikan mengenai segi-segi
teknisnya:3
A.5. 1 Pembuatan jalan di areal rendahan
Pada areal rendahan yang luas atau yang menghubungkan antar bukit
pada umumnya membutuhkan penimbunan jalan dengan dengan
memakai tanah hasil galian. Pada saat penimbunan harus diperhatikan
tentang penyusutan tanah, sehingga penimbunan dan pemadatan
badan jalan rendahan harus lebih lebar dan tinggi.
Pada saat pembuatan jalan harus diusahakan tidak membuat jalan di
areal rendahan atau menghubungkan antar bukit, namun demikian
apabila harus dibuat maka diperlukan penimbunan jalan.
Perancangan badan jalan dilakukan sebelum penimbunan dimulai sesuai
lebar jalan yang akan dibentuk. Harus dibuat parit kiri kanan jalan
dengan jarak sekurang-kurangnya 0,5 m dari tepi badan jalan.
Pembuatan parit ini bertujuan untuk menjamin pengaliran dan
pengeringan air yang baik serta memanfaatkan tanah galian untuk
membentuk badan jalan.
Bila di lapangan tidak memberikan kesempatan untuk penggalian alami,
haruslah dibuat sodetan-sodetan atau tali air pada setiap 50 meter yang
dibuat berselang-seling untuk mengalirkan air hujan. Sodetan-sodetan
tersebut harus mempunyai kemiringan penggalian yang optimal.
Penimbunan dilakukan apabila badan jalan sedah bersih dari bahan
organic (kayu-kayuan, gambangan, pelepah sawit, daun-daun dan
sebagainya) dan diratakan dengan road grader jika diperlukan. Untuk
memadatkan jalan yang telah diratakan digunakan compactor.
Pengerasan jalan
a) Pengerasan jalan dilakukan setelah penimbunan dengan tanah
mineral dan dilakukan terhadap jalan utama dan jalan produksi
b) Pengerasan jalan utama dengan menggunakan bahan campuran
dengan komposisi sebagai berikut:
1. 70 % sirtu (1,45 ton/m3)
0,70 X 1,45 ton/m3 X 1,05m3/m’ = 1,07 ton/m’
2. 30 % tanah liat (1,00 ton/m3)
0,30 X 1,00 ton/m3 X 1,05 m3/m’ = 0,32 ton/m’
c) Badan jalan ditimbun dengan bahan campuran lalu dipadatkan
dengan vibratory compactor.
d) Sedangkan pengerasan jalan produksi hanya pada tempat yang
dianggap perlu dengan menggunakan sirtu tebal 8-10 cm dan
dipadatkan dengan vibratory condactor.
A.5.2. Pembuatan jalan di areal berbukit
17
Pembuatan jalan di areal berbukit selalu dibuat aliran berair. Pembuatan
jalan tersebut diusahakan tidak di likasi tanjakan yang curam, apabila
terpaksa maka harus dilakukan pemotongan bukit. Di dalam
pelaksanaan pemotongan bukit diusahakan jalan tidak terlalu curam dan
badan jalan berbentuk punggung kerbau “cember”. Hal ini dilakukan
agar air dari tebing atau jalan dapat dialirkan dengan lancar. Apabila
jalan di bukit terlalu panjang, maka kiri-kanan harus dibuat parit (saluran
air) dan sodetan setiap 50 m. Sodetan ini berfungsi untuk membuang air
ke parit/rendahan dan mengurangi kecepatan aliran.
Apabila jalan tersebut dibuat di lereng bukit, maka badan jalan dibuat
dengan kemiringan 10˚ ke arah bukit. Pada setiap ±50 m atau di tempat-
tempat yang cekung, dibuat rorak dengan ukuran 75 cm X 75 cm
kedalaman 1 m. Untuk mengalirkan air dari bukit yang ditampung di
dalam rorak, maka dibuat gorong-gorong diameter 30 cm dan diletakkan
20 cm di atas dasar rorak.
Pengerasan jalan.
Jalan di kebun tidak seluruhnya perlu dilakukan pengerasan dengan
batu. Untuk jalan tertentu dimana struktur tanah tidak cukup
mendukung beban berat, maka perlu dilakukan pengerasan.
Bahan-bahan untuk pengerasan jalan digunakan batu krikil, sirtu
(pasir+batu) dan tanah laterit (krokos), dengan ketebalan:
a) Jalan utama : 15 cm
b) Jalan produksi : 10 cm
Pengerasan dengan menggunakan krikil atau sirtu disarankan dicampur
tanah dengan perbandingan 1 : 4 (1 bagian tanah : 4 bagian batu
krikil/sirtu) yang berguna untuk meningkatkan efektivitas pengerasan
dan efisiensi biaya.
2.3.1 Pada prinsipnya jalan-jalan yang telah ada harus secara rutin dirawat/dibentuk
sedemikian rupa sehingga dapat dilalui dengan segala cuaca. Untuk mencapai tujuan
tersebut yang penting diperhatikan adalah badan jalan diusahakan selalu berbentuk
punggung kerbau “camber” dan diusahakan air lancar sehingga permukaan jalan
cepat kering. Perawatan jalan (grading) dilakukan sebelum musi hujan.
2.3.2 Beberapa hal penting yang harus dilakukan dalam perawatan jalan:
a) Pemeliharaan secara mekanis bertujuan untuk memelihara jalan selalu
berbentuk camber. Pemeliharaan dengan road grader dilakukan dengan rotasi 2
(dua) kali setahun untuk jalan utama dan 1 (satu) kali setahun untuk jalan
produksi.
b) Pengaliran air merupakan faktor yang sangat penting agar permukaan jalan cepat
kering dengan cara mencuci dan mendalamkan rorak, sodetan dan parit sampai
jalan.
c) Penimbunan lubang/bagian jalan yang rusak harus dilaksanakan dengan
menggunakan tanah mineral atau dicampur dengan sirtu atau krikil. Sebelum
dilaksanakan penimbunan harus dipastikan semua air, limpur, bahan organik dan
gambangan dibuang dari lubang/jalan yang rusak tersebut.
18
d) Dibuat “gang” kerja perawatan jalan yang tetap, dikoordinir masing-masing
afdeling. Kerusakan atau lubang kecil dimana terjadi genangan air di jalan harus
cepat diperbaiki dengan cara membuat saluran air (sodetan-sodetan kecil),
setelah kering ditimbun dan dipadatkan.
e) Operasional road grader, bulldozer dan compactor harus diorganisir oleh
Manager, agar dipakai di tempat-tempat yang paling memerlukannya.
3 TITI/JEMBATAN
19
b) Multi Plate Pipes (Pipa Bulat)
1. Tipe ini cocok untuk semua kondisi saluran dengan kedalaman 2,10 – 18,50 m
2. Diaplikasikan untuk saluran irigasi primer dan sekunder, drainase lingkungan
dan utama, jembatan dan lain-lain.
3.2.3.1 Urutan pemasangan baja bergelombang 1 (satu struktur) pada
pembuatan jembatan gorong-gorong,yaitu sebagai berikut:
a) Galian tanah
b) Pemasangan cerucuk kayu dolken ǿ 10 cm jarak 50 cm
c) Urungan dan pemadatan sirtu tahap pertama
d) Pemasangan baja bergelombang (contoh: E. 100 ǿ x mm)
e) Pemasangan batu kali adukan 1 : 4 head wall (disiar)
f) Urugan dan pemadatan sirtu tahap kedua
g) urugan dan pemadatan tanah
h) Pemasangan batu kali adukan 1 : 4 head wall (disiar)
3.2.3.2 Spesifikasi baja bergelombang
a) Material menggunakan SS 400 atau equivalent
b) Galvanis yang digunakan AS (Australian Standard) 1650
c) Baut sesuai AS (Australian Standard) 1253. 1973 dan mur sesuai AS 1112
grade 4
20
3.4 TITI PANEN BETON
3.4.1 Pembuatan titi panen beton ukuran panjang ≤3 meter sebaiknya dipusatkan pada
satu tempat (misalnya di Traksi). Titi panen beton ukuran < 3 meter ini bentuknya
rata (seperti papan dengan lebar 25 cm dan tebal 15 cm).
3.4.2 Untuk titi panen ukuran ≥ 3 meter berbentuk T dan sebaiknya dibuat di tempat (dicor
di lokasi titi panen tersebut akan dipasang). Hal ini penting karena pertimbangan
beratnya, sehingga biaya pengeceran dan pemasangannya lebih efisien. Spesifikasi
titi panen beton dari berbagai ukuran dapat dilihat pada gambar…Hal-hal khusus
yang berkaitan dengan titi panen beton berpedoman pada Divisi Civil Engineering.
21
PEMBUATAN DAN PEMELIHARAAN PARIT
I. PENDAHULUAN
1.1. Parit merupakan sarana untuk membuang kelebihan air (sarana drainase) di areal tanaman,
tetapi dalam pembuatannya tidak boleh terlalu banyak jumlahnya dan terlalu dalam
sehingga dapat menyebabkan kekurangan air (“over drained”). Parit memiliki fungsi
sebagai berikut:
a) Menyalurkan kelebihan air keluar areal tanaman
b) Menjaga areal tidak tergenang (banjir) pada musim hujan
c) Memungkinkan menahan/menyimapn air pada musim kemarau.
2.1.2. Fungsi/kegunaan
a) Parit Pembuangan
Mengalirkan air dari parit utama langsung ke sungai alam
b) Parit Utama
Mengalirkan air ke parit pembuangan perimeter
Sebagai batas blok besar
c) Parit pengumpul
Bermuara ke parit utama
Menampung kelebihan air dari parit lapangan
Menampung air dari kaki bukit
Sebagai batas blok kecil
d) Parit lapangan
Bermuara di parit pengumpul
Mengalirkan genangan air dalam blok
2.1.4. Ketentuan
Ukuran (meter)
Jenis Saluran Parit
Lebar Dalam Dasar
Parit Pembuangan 4 4 2
Parit Utama 4 3 2
Parit Pengumpul 2 2.5 1
Parit Lapangan 1 0.8 0.5
23
2.2.3.2 Ukuran parit pembuangan tergantung pada banyaknya air yang akan
dialirkan. Sedangkan sudut kemiringan tebing parit tergantung jenis tanah
(Tanah liat atau tanah berpasir)
2.2.3.3 Penggalian tanah dilakukan dengan excavator. Tanah hasil galian dibuang
ke salah satu sisi parit, dan pembuatan kaki lima dengan lebar minimal 2,5
meter dari pinggir parit.
2.2.4. Parit utama
2.2.4.1 Pembuatan parit utama dapat dilakukan sebelum atau bersamaan dengan
“land clearing”. Sebaiknya pembuatan parit dilakukan sesudah
pemancangan pokok agar tidak banyak pokok berkurang terkecuali bila
dianggap terpaksa. Pembuatan parit baru harus dimulai dari hilir.
Pembuatan parit utama disesuaikan dengan kondisi kemiringan lereng. Hal
ini adalah untuk menjamin kelancaran aliran air dari parit utama ke parit
pembuangan (Gambar 4.2)
2.2.4.2 Penggalian tanah dilakukan dengan excavator. Tanah hasil galian dibuang
ke salah satu sisi parit, dan pembuatan kaki lima dengan lebar minimal
2,5 meter dari pinggir parit.
2.2.5. Parit pengumpulan
2.2.5.1 Pembuatan parit pengumpul dilakukan bersamaan dengan LC atau setelah
pembuatan parit utama. Penggalian parit dimulai dari tepi parit utama
dengan dasar yang sama dengan parit utama menuju ke hulu dan diatur
sedemikian rupa sehingga senantiasa timbang air (Gambar 4.3.)
2.2.5.2 Penggalian tanah dilakukan dengan excavator. Tanah hasil galian dibuang
kesalah satu sisi parit, dan pembuatan kaki lima dengan lebar minimal 2,5
meter dari pinggir parit.
24
2.2.6. Parit pegumpul kaki bukit.
2.2.6.1 Penempatan parit kaki bukit yang tepat sangat penting untuk areal
rendahan dan rawa-rawa yang dikelilingi bukit. Pada daerah yang
lembahnya sempit (sedikit rendahannya) dibuat parit pengumpul sesuai
dengan gambar 4.4. Sedangkan daerah yang lembahnya luas, dibuat parit
pengumpul sesuai dengan Gambar 4.5. Parit kaki bukit harus mengikuti
garis kaki bukit dan bermuara ke parit utama.
2.2.6.2 Ukuran parit kaki bukit sama dengan parit pengumpul. Tanah galian
ditempatkan sebelah bagian yang rendah.
25
2.2.8. Tempat Pertemuan parit ( Junction)
2.2.8.1 Tempat pertemuan parit (junction) harus membelok kearah aliran air dan
sama sekali tidak boleh tegak lurus. Perhatikan Gambar 4.7. berikut ini:
27
KONSERVASI TANAH DAN AIR
I. PENDAHULUAN
1.1. Sebagai sumber daya alam, tanah mempunyai fungsi, sebagai berikut :
a) Sumber unsur hara bagi tanaman
b) Matriks tempat perkembangan akar tumbuhan dan air tanah tersimpan.
c) Tempat untuk menampung penambahan unsur-unsur hara dan air
c) Media tempat aktivitas mikroorganisme
1.2. Fungsi-fungsi tersebut dapat berkurang atau hilang disebabkan oleh kerusakan tanah.
Hilangnya fungsi pertama dapat diperbaiki dengan pemupukan terus menerus, tetapi
hilangnya fungsi yang lain tidak mudah dikembalikan karena diperlukan waktu puluhan
bahkan ratusan tahun untuk pembentukan tanah.
1.3. Produksi maksimal suatu tanaman dapat dicapai dengan pemupukan jika sifat-sifat fisik
tanah baik. Pemupukan tidak akan menguntungkan sebelum dilakukan usaha-usaha
pencegahan erosi, perbaikan aerasi tanah dan air, pemeliharaan bahan organik tanah,
pemulihan tanah-tanah rusak atau perbaikan drainase tanah.
1.4. Hilangnya kesuburan tanah adalah berkurangnya unsur mineral atau bahan organik di
dalam tanah, kehilangan unsur hara terjadi melalui kekurangan air di dalam tanah.
1.7. Pengawetan tanah berarti penggunaan setiap bidang tanah dengan cara benar yang sesuai
dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya dengan syarat-syarat yang
diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (erosi, kerusakan struktur tanah dan
sebagainya ). Sedangkan pengawetan air prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke
tanah seefisien mungkin dan pengaturan aliran sehingga tidak terjadi banjir pada musim
hujan serta terdapat cukup air pada musim kemarau.
28
II. KEMIRINGAN LERENG DAN JENIS-JENIS SARANA PENGAWETAN
TANAH DAN AIR
2.1. Pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa erosi adalah akibat interaksi kerja antara faktor-
faktor tanah, iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia (Gambar 5.1).
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang paling berpengaruh
terhadap erosi. Unsur lain yang mungkin berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman
dan arah lereng.
2.2. Makin besar derajat kemiringan akan mengakibatkan meningkatnya kecepatan aliran air
dan juga air yang mengalir lebih banyak. Panjang lereng atau kemiringan sangat penting,
karena makin besar lereng suatu daerah, makin besar air yang mengalir.
29
2.4. JENIS-JENIS SARANA PENGAWETAN TANAH DAN AIR
c) Pemeliharaan
Pada tahap awal diperlukan pemeliharaan yang teratur untuk memperbaiki
tapak kuda yang rusak. Pada tahap selanjutnya perbaikan tapak kuda dilakukan
3 tahun sekali dengan memperbaiki kembali permukaan dengan sudut
kemiringan 50 - 100 dan memadatkan pinggirannya bila perlu.
31
c) Pembuatan benteng teras:
1. Pembuatan benteng teras dan rorak dilakukan setelah penanaman kelapa
sawit
2. Tentukan suatu titik tertentu dimana pemancangan dimulai baik untuk
arah benteng secara timbang air maupun jarak antar 2 (dua) benteng teras.
3. Setelah pemancangan selesai, maka parit digali dan tanah galian ditimbun
memanjang menurut arah pancang benteng teras dan kemudian dibentuk
sesuai dengan ukuran (Gambar 5.3)
32
Untuk membedakan pancang teras antar satu terasan dengan terasan yang
lain, maka digunakan warna pancang yang berbeda dengan susunan merah,
biru, kuning dan seterusnya. Hal ini bertujuan untuk menghindari kesalahan
operator alat berat berpindah dari satu teras ke teras yang lain pada waktu
pembuatan teras.
Untuk bagian teras yang kurang horizontal (tempat-tempat tertentu), maka
perlu dibuat benteng penahan (stop bund) melintang dengan ukuran lebar 50
cm dan tinggi 30 cm. Tujuan pembuatan “stop bund” adalah untuk menahan
aliran air dan mencegah erosi sepanjang teras tersebut
2. Pembuatan
Pembuatan teras kontur harus dimulai dari teras yang paling atas kemudian
dilanjutkan terasan dibawahnya
Letak garis kontur harus timbang air (water pass)
Teras kontur harus dibuat dengan permukaan yang miring ke dinding teras
dengan sudut kemiringan 100 – 150 dan tepat pada pancang tanam.
Lebar teras 3 – 4 m, sedangkan teras penghubung antar tanaman 1 m (Gambar
5.5)
b) Pemeliharaan
Setiap saat diperlukan pemeriksaan yang teratur untuk mereparasi teras yang rusak.
Pada tahap selanjutnya, reparasi teras-teras adalah memeperbaiki kembali permukaan
dengan sudut miring tetap 100 – 150 dan memadatkan pinggiran bila perlu,
dilaksanakan setahun sekali.
33
34
35
STANDAR PENGUKURAN KONSERVASI TANAH DAN AIR
1.1. Pemeriksaan kacangan penutup tanah dilaksanakan pada areal TBM (0 – 12 bulan). Hal ini
dilakukan untuk memudahkan melihat tingkat keberhasilan penanaman kacangan.
Keberhasilan penanaman kacangan ditandai oleh persentase (%) areal yang ditutupi oleh
kacangan.
1.2. Penghitungan/pemeriksaannya berdsarkan sampling, yaitu 50% dari seluruh blok areal
TBM (0 – 12 bulan), sedangkan setiap blok sampling diperiksa minimal 20% dari total
jumlah pasar rintis. Setiap pasar rintis yang dimasuki, dilakukan pemeriksaan terhadap
persentase (%) areal yang ditutupi kacangan.
2.1.1 Penghitungan/pemeriksaan kacangan penutup tanah pada areal agak miring sama
dengan areal rata.
2.2.1. Kelengkapan tapak kuda dihitung berdasarkan kondisi auatu areal perlu dibuat
tapak kuda pada setiap pokok sawit sudut kemiringan (60 – 120). Masing-masing
afdeling harus memiliki data jumlah dan posisi tapak kuda. Penghitungan/
pemeriksaan berdasarkan sampling, yaitu 50% dari seluruh blok yang arealnya
memenuhi kriteria dan setiap blok diperiksa minimal 20%.
2.2.2. Pemeriksaan ditetapkan minimal 12 pasar rintis (24 baris tanam) di dalam satu blok
seluas 30 – 40 ha yang mempunyai total 128 baris.
2.3.1. Tapak kuda dihitung berdasarkan ukuran tapak kuda sesuai dengan ketentuan
(spesifikasi) yang berlaku.
2.3.2. Ketentuan ukuran tapak kuda adalah 3 m X 3 m sampai 4 m X 4 m
2.3.3. Penghitungan/pemeriksaan ukuran tapak kuda bersamaan dengan pemeriksaan
kelengkapan tapak kuda.
36
III. Areal Hilly – Steep (Miring dan Sangat Miring)
3.1.1. Penghitungan/pemeriksaan kacangan penutup tanah pada areal miring dan sangat
miring sama dengan areal rata.
3.2.1. Kelengkapan teras kontur dihitung berdasarkan kondisi suatu areal perlu dibuat
teras kontur (sudut kemiringan > 120 ). Penghitungan/pemeriksaan berdasrkan
sampling, yaitu 50% dari seluruh blok dan setiap blok diperiksa minimal 20%.
3.2.2. Pemeriksaan ditetapkan minimal 12 pasar rintis/kontur (24 baris tanam) di dalam
blok seluas 30 – 40 Ha yang mempunyai total 128 baris.
3.3.1. Teras diukur berdasarkan sudut kemiringannya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
3.3.2. Ketentuan sudut kemiringan terasan adalah 100 - 150
3.3.3. Penghitungan/pemeriksaan sudut kemiringan terasan bersamaan dengan
pemeriksaan kelengkapan teras kontur.
37
MENANAM KACANGAN
I. PENDAHULUAN
1.1. Menanam tanaman penutup tanah / leguminous cover crop (LCC) di perkebunan kelapa
sawit adalah salah satu tahapan pekerjaan yang penting dan membutuhkan biaya yang
cukup tinggi.
1.2. Manfaat pembangunan penutup tanah adalah:
a) Menekan pertumbuhan gulma, sehingga dapat menghemat biaya pengendalian gulma
b) Meningkatkan kandungan bahan organik tanah
c) Memperbaiki kondisi fisik tanah yaitu aerasi dan menjaga kelembaban tanah
d) Mencegah dan mengurangi erosi permukaan tanah
e) Mengikat (fiksasi) unsur hara Nitrogen dari udara, dengan demikian memperkaya tanah
dengan senyawa Nitrogen
f) Menekan pertumbuhan Hama dan penyakit tertentu.
1.3 Penanaman kacangan dilakukan setelah dilakukan semprot blanket sebanyak dua ( 2 )
rotasi (Garlon & Glyposat).
2.1.1. Jenis kacangan yang dapat digunakan sebagai penutup tanah ialah:
a) Calopgonium caeruleum (CC)
b) Puereria javanica (PJ)
c) Mucuna cochinchinensis (MC)
d) Mucuna bracteata (MB)
2.1.2. Kacangan yang direkomendasikan untuk ditanam di lapangan yaitu yang memiliki
germinasi (daya kecambah) sesuai dengan Tabel 6.1.
38
Rata-rata
Daya Kecamabah
Jenis Kategori Kondisi
Kecambah Rekomendasi Yang
Kacangan Kualitas Pembelian
(%) direkomendasi
kan
A. Kacangan dari Supplier
Ada dua pilihan campuran LCC yang ditanaman di lapangan yang disesuaikan dengan
ketersediaannya dipasaran. Pilihan tersebut adalah :
KOMPOSISI KACANGAN
2.1.3. Untuk mendapatkan pembangunan penutup tanah yang baik dan disertai
pertimbangan biaya, biasanya dilakukan campuran kacangan dengan komposisi per
Ha sebagai berikut :
a) 4 Kg PJ + 1 Kg CC Untuk penanaman di Darat
39
b) Untuk areal gambut atau rawa digunakan 2 Kg MC/Ha dengan ditanam dengan
jarak 2 X 2 Mtr dan per titik tanam 2 Polybag dan menggunakan MB yang
ditanam di jalur tengah dengan jarak antar titik 8 Mtr.
2.1.4. Penanaman MB perlu dilakukan terhadap 10% areal tanam dengan tujuan
mencadangkan bibit kacangan untuk kebutuhan mendatang (sebagai tanaman
induk). Benih MB dapat dibeli dipasaran dengan persentase germinate 65 – 75 %
yang dilakukan dengan metode tanam di babybag baru tanam dilapangan. Berikut
Gambar 6.1. Skema tanam Tanaman Penutup Tanah
2.2.1. Tanaman Penutup tanah juga dapat dibangun dengan cara stek. Jenis kacangan yang dapat
ditanam dengan stek ialah Mucuna bracteata (MB) dengan ketentuan:
a) Penyetekan berasal dari tanaman induk MB yang tumbuh subur
b) Cari ruas kacangan MB yang berakar (tidak terlalu muda dan tua)
c) Ruas MB tersebut langsung ditanam di kantong pelastik yang berlubang bagian tepinya
(ukuran 10 X 8 Cm ) hingga hasil stek tumbuh dengan baik (+ 2 Bulan )
d) Sebagai media dipakai top soil yang bebas dari kotoran
e) Penyiraman dilakukan sekali setiap dua hari (bila tidak turun hujan)
f) Setelah itu, potong hasil stek dan siap ditanam dilapangan
2.2.2. Pembiakan kacangan MB dari mulai bibit tanaman induk hingga proses penyetekan
disajikan pada Gambar 6.2.
40
Gambar 6.2. Cara Pembiakan Kacangan MB dengan Stek
41
7) Skema inokulasi kacangan dengan bakteri Rhizobium dapat dilihat pada Gambar
6.3.
Masukkan
Masukkan Dan
aduk hingga Merata
Gambar 6.4. Skema Penanaman Kacangan (Campuran PJ dan CC) dan MC di areal Datar – Bergelombang.
42
4.2. AREAL BERBUKIT-BERGUNUNG
a) Pada Areal berbukit – bergunung dengan pola kontur/teras maka kacangan ditanam
searah dengan terasan tanaman
b) Campuran PJ dan CC sebanyak 4 (empat) titik antar 2 pokok di sekat bibir terasan
c) MB ditanam di antara titik campuran PJ dan CC
d) Penanaman kacangan pada areal berbukit – bergunung di sajikan pada Gambar 6.5.
Bukit
Lembah
Keterangan :
Kacangan Mucuna bracteata
V. PERAWATAN KACANGAN
43
5.1. PEMUPUKAN
Kacangan perlu dipupuk agar tumbuh subur dan cepat menutup tanah. Jenis, dosis dan
waktu pemupukan disajikan pada Tabel 6.1. dibawah ini:
5.2.1. Di dalam jalur kacangan, rawat kacangan dilakukan dengan cara mencabuti dengan
tangan (manual)
5.2.2. Untuk pengendalian gulma dijalur kacangan dilakukan dengan penyemprotan
herbisida Glifosat atau Paraquat dengan dosisi 1.5 – 2 Ltr/Ha blanket. Rotasi
perawatan kacangan di jalur dan di luar jalur kacangan dapat dilihat pada Tabel 6.3.
5.2.3. Rotasi penyemprotan kacangan sangat tergantung dari kecepatan kacangan
menutup tanah.
Tabel 6.3. Rotasi Perawatan Kacangan di Jalur dan di Luar Jalur Kacangan
Sasaran Metode Rotasi
Keterangan
Perawatan Perawatan Perawatan
Jalur Kacangan Manual 2 Minggu sekali (6 Rotasi) 3 Bulan Pertama
1 Bulan Sekali (3 Rotasi) 3 Bulan Kedua
Luar Jalur Kacangan Kimia 1 Bulan Sekali (3 Rotasi) 3 Bulan Pertama
1 Bulan Seklai (3 Rotasi) 3 Bulan Kedua
Perifikasi Glyposat
(25 ml/ 10 Ltr air)
44
STANDAR PENGUKURAN MENANAM KACANGAN
I. KETEPATAN WAKTU PEMUPUKAN KACANGAN (LCP)
1.1. Ketepatan waktu pemupukan kacangan dihitung berdasarkan penyimpangan waktu
aplikasi dari program pemupukan dalam satuan hari.
Dosis
Program pemupukan
Jenis Pupuk Aplikasi Metode Aplikasi
Waktu Aplikasi
(Kg/ha)
Waktu Penanaman Kacangan RP 1 : 1 Dicampur dengan Kacanngan
NPK Yellow 0.5 : 1
3 Minggu setelah penanaman Compound Larikan sepanjang kacangan
kacangan 15:15:6:4 50
3 Bulan setelah penanaman RP 50 Disebar merata diatas
kacangan kacangan
6 Bulan setelah penanaman RP 200 Disebar merata diatas
kacangan kacanagan
45
MENANAM KELAPA SAWIT
I. PENDAHULUAN
1.1. Pada areal rata sampai bergelombang pola tanam kelapa sawit berbentuk segitiga sama
sisi, sedangkan pada areal berbukit perlu dibuat terlebih dahulu teras kontur dengan pola
tanam sesuai dengan system Violle Linning.
1.2. Jarak dan pola tanam harus dibuat seoptimal mungkin, sehingga setiap individu tanaman
mendapat ruang perkembangan kanopi dan sinar matahari yang optimum serta merata
untuk mendapatkan produksi per hektar dan “economic life” yang maksimal.
1.3. Cara dan standar penanaman kelapa sawit yang benar merupakan faktor yang sangat
penting selain potensi genetik dan kualitas bibit didalam menentukan produksi selama satu
generasi/siklus tanaman (+ 25 Tahun)
2.1.1. Jarak tanam tergantung dari jenis/tipe tanah dan jenis bibit. Kebijakan perusahaan
mengenai pola tanam diatur seperti tercantum pada Tabel 7.1.
Tabel 7.1. Populasi Tanaman Berdasarkan Jarak Tanam pad setiap Jenis Tanah
10.000 M2
Popolasi Pokok /Ha =
----------------
AXB
A = Jarak Antar Pokok Dalam Barisan (M)
B = Jarak Tanam Antar Baris (M)
46
2.2. MEMANCANG
47
6. Dari titik yang sama ditarik garis lurus Timur – Barat ( 900 – 3600) dengan
menggunakan tali yang bertanda jarak 7,96 m. Pasang pancang kepala
sesuai dengan tanda tersebut hingga sampai batas areal/blok yang
hendak dipancang.
7. Untuk barisan tanaman kedua, gunakan setengah dari panjang sisi
segitiga sebagai patokan awal (tali dengan jarak 9,2 m). Setiap tali yang
bertanda, pasang anak pancang lakukan secara bergantian dengan
barisan tanaman selanjtnya (lay – out sistematik pemancangan terdapat
pada Gambar 7.2). Norma prestasi memancang 0.15 – 0.2 Ha/HK
2.3. MELUBANG
49
Gambar 7.3. Teknis Melubang dan Menanam Kelapa Sawit
3.2.1. Pengiriman bibit ke lapangan disesuaikan dengan ecepatan penanaman agar tidak
terjadi sisa bibit di lapangan .
3.2.2. Asisten afdeling mengajukan surat permintaan bibit untuk setiap blok melalui
kantor kebun. Setelah disetujui Estate Manager maka dibuat surat perintah
pengeluaran bibit (DO) rangkap empat.
3.2.3. DO diserahkan ke bagian transportsi untuk pengambilan, pengangkutan, dan
penyerahan bibit ke lapangan.
3.2.4. Pengambilan bibit harus sesuai dengan dengan jumlah yang tercantum dala DO.
Dalam hal ini pengawasan pengambilan bibit harus diawasi secara ketat.
3.2.5. Setelah bibit sampai dilapangan, DO harus disahkan oleh penerima (Asisten untuk
bibitan dalam satu kebun dan Manger/KTU untuk bibitan antara kebun) dimana
bibit tersebut akan ditanam.
50
3.2.6. DO yang telah disahkan akan didistribusikan kepada:
a) Asisten dimana bibit itu ditanam
b) Kantor kebun (KTU) asal bibit
c) Asisten Bibitan
d) Traksi
3.3.1. Pengangkatan polybag harus dilakukan pada bola tanahnya secara hati-hati agar
tidak terjadi kerusakan bibt. Jangan diangkat pada leher bibit.
3.3.1.1 Bibit harus diangkat dalam keadaan berdiri dan untuk areal yang memungkinkan
dapat menggunakan angkong. Saat meletakkan bibit di sisi lubang harus hati-hati,
Jangan Dibanting.
3.4. PENANAMAN
3.4.1. Penanaman untuk setiap blok harus menggunakan jenis/sumber bibit yang sama
dan dibuat peta penanaman dengan keterangan yang jelas (nomor blok, luas, bulan
dan tahun tanam, jenis dan jumlah bibit)
3.4.2. Pelepasan bola tanah dari polybag dilakukan dengan cara memotong polybag
dengan pisau lipat, lalu bibit diletakkan hati-hati ke dalam lubang.
3.4.3. Bibit harus berdiri dengan tegak dan letak bibit lurus dalam di dalam barisan.
3.4.4. Pada saat penanaman, yang terlebih dahulu ditimbunkan adalah top soil dengan
kedalaman + 20 cm dari dasar lubang dan dipadatkan kemudian sub soil pada
kedalaman sisanya dan dipadatkan kembali (Gambar 7.3.)
3.4.5. Penimbunan dilakukan dengan memasukan tanah galian sedikit demi sedikit ke
dalam lubang sambil dipadatkan. Pemadatan dilakukan dengan menginjak tanah
timbunan disisi bola tanah.Jangan menginjak bola tanah.
3.4.6. Penimbunan dilakukan hingga tanah hasil timbunan padat dan sejajr dengan
permukaan bola tanah. Jika belum sesuai maka penimbunan pertama perlu perlu
dikurangi atau ditambah. Setelah selesai, tancapkan bekas pancang di sisi tanaman
dan polybag bekas bibit digantung di ujungnya. Norma Prestasi menanam yaitu: 30
– 40 pokok/HK tergantung kondisi areal dan topografi.
3.4.7. Kesalahan-kesalahan yang harus dihindari pada saat penanaman kelapa sawit,
yaitu:
a) Polybag tidak dibuka sebelum ditanam
b) Bibit ditanam terlalu dalam atau dangkal
c) Bibit ditanam miring dan tanah tidak dipadatkan
d) Tanah pada polybag dipecah atau dibuang
e) Polybag ditinggal dilubang, tidak digantung di pancang.
3.5. PENYISIPAN
51
3.5.1 Penyisipan merupakan hal yang penting untuk mendapatkan produksi per hektar
yang maksimal
3.5.2 Penyisipan harus dilakukan sedini mungkin. Penyisipan yang terlambat akan
menjadi sia-sia karena tanaman sisipan tersebut tidak dapat mengejar
pertumbuhan tanaman utama. Sebelum dilakukan penyisipan yang terpenting ialah
sensus dan identifikasi pokok.
3.5.3. Tanaman sisip harus dirawat dengan sebaik mungkin agar dapat menjamin
pertumbuhan dan produksi maksimal.
3.5.5. Hal-hal yang perlu diperhatikan didalam pelaksanaan penyisipan, antara lain:
3.5.51 Penyisipan pengganti pokok mati dan titik kosong seharusnya dilakukan
pada saat TBM dan diselesaikan pada akhir tahun ke-3.
3.5.52 Bibit untuk sisipan pada areal yang baru ditanam sebaiknya menggunakan
bibit yang seumur dengan tanaman utama.
3.5.53 Pokok sisipan ditanam tepat pada bekas tanaman yang sudah dibongkar agar
barisan tanaman tetap lurus.
52