Anda di halaman 1dari 73

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN STROKE ISKEMIK


(Konsep Stroke dan Praktik Penanganan)
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN STROKE ISKEMIK
(Konsep Stroke dan Praktik Penanganan)

Dr. Diauddin, S.Ag., M.M., M.Pd.


Dr. Puput Mulyono, S.Psi.I., M.Si.
Erika, SKM., M.Kes.
Fitriani Agustina, M.Kep., Sp.Kep.MB.
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN STROKE ISKEMIK
(Konsep Stroke dan Praktik Penanganan)
Penulis:
Dr. Diauddin, S.Ag., M.M., M.Pd.
Dr. Puput Mulyono, S.Psi.I., M.Si.
Erika, SKM., M.Kes.
Fitriani Agustina, M.Kep., Sp.Kep.MB.

Editor:

Layouter :
Tim Kreatif PRCI

Cover:
Rusli

Cetakan Pertama : Maret 2024

Hak Cipta 2024, pada Penulis. Diterbitkan pertama kali oleh:


Perkumpulan Rumah Cemerlang Indonesia
ANGGOTA IKAPI JAWA BARAT
Pondok Karisma Residence Jalan Raflesia VI D.151
Panglayungan, Cipedes Tasikmalaya – 085223186009

Website : www.rcipress.rcipublisher.org
E-mail : rumahcemerlangindonesia@gmail.com

Copyright © 2024 by Perkumpulan Rumah Cemerlang Indonesia


All Right Reserved

- Cet. I – : Perkumpulan Rumah Cemerlang Indonesia, 2024


; 14,8 x 21 cm
ISBN : 978-623-448-841-8

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak buku ini dalam bentuk dan dengan
cara apapun tanpa izin tertulis dari penulis dan penerbit

Undang-undang No.19 Tahun 2002 Tentang


Hak Cipta Pasal 72
Undang-undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Pasal 72

Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan


perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat (1) atau pasal
49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-
masing paling sedikit 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama
7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).

Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,


mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau
barang hasil pelanggaran hak cipta terkait sebagai dimaksud pada
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah)
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Allah SWT, karena atas


limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan sebuah buku yang kami beri
judul Manajemen Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Iskemik
(Konsep Stroke dan Praktik Penanganan).
Penyusunan buku ini dimaksud untuk memenuhi
kekosongan referensi berkaitan dengan konsep dan cara
penganangan stroke Iskemik. Kami menyadari betul bahwa
penyusunan buku ini masih banyak terdapat kekurangan dari
harapan atau idealnya suatu buku, karena itu kritik dan saran
sangat diharapkan untuk kesempurnaan di masa yang akan
datang.
Selain itu dalam kesempatan ini ucapan terima kasih
kami kepada semua pihak yang telah membantu atas
terbitnya buku ini, terutama kepada editor Ibu Evita Muslima
Isnanda Putri, S.Kep., Ns., M.Kep dari Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro. Kami berharap semoga
buku ini dapat bermanfaat bagi para membaca sekalian.

Penulis

|i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR I
DAFTAR ISI II
BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II PENGENALAN DASAR STROKE ISKEMIK 5


A. Pengertian Stroke Iskemik 5
B. Penyebab Stroke Iskemik 7
C. Patofisiologi Stroke Iskemik 9
D. Tanda dan Gejala Terjadinya Stroke Iskemik 12

BAB III GANGGUAN PEMENUHAN AKTIVITAS DAN ASUHAN


KEPERAWATAN STROKE ISKEMIK 14
A. Pengertian Gangguan Aktivitas Stroke Iskemik 14
B. Tahapan Asuhan Keperawatan Stroke Iskemik 17
C. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik Stroke Iskemik 27
D. Penatalaksanaan Awal Pasien Stroke Iskemik 29
E. Komplikasi dan Penanganan Pasca-Stroke 32

BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN DAN GANGGUAN MOBILITAS


FISIK PASIEN STROKE ISKEMIK 35
A. Identifikasi Riwayat Stroke dan Terapi Stroke Iskemik 35
B. Penyebab dan Masalah Kerusakan Mobilitas 40
C. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan 43
D. Evaluasi Keperawatan dan Perkembangan 44
E. Analisis Motode Asuhan Keperawatan 53

BAB IV PENUTUP 57
DAFTAR PUSTAKA 58
RIWAYAT HIDUP PENULIS 62

ii
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke adalah sindrom klinis berupa gangguan fungsi otak
sebagian dan seluruhnya yang diakibatkan oleh gangguan suplai
darah ke otak. Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang
disebabkan karena berkurangnya atau terhentinya suplai darah
secara tiba-tiba. Jaringan otak yang mengalami hal ini akan mati
dan tidak dapat berfungsi lagi (Auryn dan Virzara, dalam
Handika, 2016 ; 1).
Stroke dapat berdampak pada berbagai fungsi tubuh,
diantaranya adalah defisit motorik berupa hemiparese. Stroke
merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat kondisi
abnormal pembuluh darah otak, yang dikarakteristikkan oleh
adanya perdarahan di dalam otak atau pembentukan embolus
atau thrombus yang menyumbat arteri, mengakibatkan iskemik
jaringan otak yang pada kondisi normal diperdarahi oleh
pembuluh darah tersebut, (Maria, dkk, 2011)
Intervensi keperawatan yang pertama atau umum
dilakukan pada klien stroke adalah memperbaiki aktivitas
(mobilitas) dan mencegah deformitus. Mobilisasi diperlukan
untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit. Mobilisasi adalah kemampuan
seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat (Wahit, 2007
dalam Cahyanto 2016).
Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta di dunia sudah
terjangkit stroke tahun 2011, dari jumlah tersebut 5,5 juta jiwa
telah meninggal dunia. Aceh termasuk dalam 10 besar setelah
Riau dengan jumlah penderita sebanyak 34.343 orang (Riskedas,
2013). Diperkirakan jumlah stroke iskemik terjadi 85% dari

1
jumlah stroke yang ada. Penyakit darah tinggi atau hipertensi
menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia (Wakhidah,
2015).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI
tahun 2013 menunjukkan telah terjadi peningkatan prevalensi
stroke di Indonesia dari 8,3 per mil (tahun 2007) menjadi 12,1
per mil (tahun 2013). Prevalensi penyakit stroke tertinggi di
Sulawesi Utara (10,8 per mil), Yogyakarta (10,3 per mil), Bangka
Belitung (9,7 per mil) dan DKI Jakarta (9,7 per mil).
Prevalensi stroke di provinsi Aceh berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan sebesar 6,6 per mil dan berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan atau gejala sebesar10,5 per mil. Jadi
sebanyak62,8 % penyakit stroke telah terjdiagnosis oleh nakes.
Prevalensi stroke pada laki – laki lebih tinggi dari pada
perempuan (RiskesdasProvinsi Aceh, 2013).
Berdasarkan hasil Medical Record yang diperoleh di
Rumah Sakit (PMI) Cabang Aceh Utara, pada tahun 2015
dilaporkan bahwa jumlah pasien yang dirawat terhitung dari
Januari sampai dengan Desember sebanyak 4.109 orang dirawat
dan yang menderita stroke 210 orang dengan persentase
(5,11%), adapun pada Januari sampai dengan Desember 2016
sebanyak 4.117 orang dirawat dan yang menderita stroke
sebanyak 214 orang dirawat dengan presentase (5,12%).
(Medical Record RS PMI Aceh Utara).
Stroke Iskemik adalah salah satu penyakit neurologis yang
memiliki dampak signifikan pada kesehatan masyarakat di
seluruh dunia. Kondisi ini disebabkan oleh terganggunya aliran
darah ke otak, yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
otak dan gangguan fungsi neurologis. Meskipun telah ada
kemajuan dalam pengobatan dan pencegahan, stroke iskemik
tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian dan
kecacatan di banyak negara.

2
Epidemiologi stroke iskemik menunjukkan bahwa insiden
dan prevalensinya meningkat secara global. Faktor-faktor seperti
perubahan gaya hidup, peningkatan usia populasi, dan
peningkatan prevalensi faktor risiko, seperti diabetes, hipertensi,
dan obesitas, telah berkontribusi terhadap peningkatan angka
kejadian stroke iskemik. Diperkirakan bahwa meningkatnya
harapan hidup juga akan memperbesar beban stroke iskemik di
masa mendatang.
Selain dampak kesehatan yang serius, stroke iskemik juga
memiliki dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Pasien
yang selamat dari stroke sering mengalami kecacatan fisik,
kognitif, dan psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas
hidup mereka secara keseluruhan. Ini juga menimbulkan beban
ekonomi yang besar, baik bagi individu maupun sistem
kesehatan, melalui biaya perawatan medis, rehabilitasi, dan
hilangnya produktivitas.
Untuk memahami stroke iskemik dengan lebih baik,
penting untuk meninjau anatomi dan patofisiologi yang
mendasarinya. Stroke iskemik terjadi ketika aliran darah ke
bagian tertentu dari otak terhenti atau berkurang secara
signifikan, yang bisa disebabkan oleh penyumbatan arteri otak
oleh bekuan darah atau plak aterosklerosis. Akibatnya, terjadi
kematian jaringan otak yang dapat menyebabkan gangguan
neurologis permanen.
Penatalaksanaan dini dan efektif dari stroke iskemik
sangat penting untuk mengurangi risiko kerusakan otak yang
permanen dan meningkatkan prognosis pasien. Hal ini
melibatkan pengenalan dini tanda dan gejala stroke, evaluasi
cepat pasien, dan pemberian terapi yang sesuai sesuai dengan
pedoman klinis yang ada.
Buku ini akan membahas secara komprehensif tentang
manajemen asuhan keperawatan pasien stroke iskemik, mulai

3
dari pengenalan kondisi tersebut, patofisiologi, penilaian,
diagnosis, penatalaksanaan, rehabilitasi, hingga pencegahan
sekunder. Melalui pemahaman yang mendalam tentang konsep
stroke dan praktik penanganannya, diharapkan pembaca dapat
memberikan asuhan keperawatan yang optimal dan
berkontribusi pada perbaikan kualitas hidup pasien yang
terkena stroke iskemik.

4
BAB II
PENGENALAN DASAR STROKE ISKEMIK
A. Pengertian Stroke Iskemik
Stroke atau CVA adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak
(Brunner & Suddarth, 2002).Stroke adalah penyakit yang sering
menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak,
gangguan bicara proses berpikir daya ingat, otak (Muttaqin,
2008 ; 128).
Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan
kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler
(Sjahrir, 2003) Stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan
saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak.
Stroke iskemik adalah salah satu jenis stroke yang paling
umum terjadi. Hal ini terjadi ketika pasokan darah ke otak
terhenti atau berkurang secara signifikan, menyebabkan
gangguan fungsi neurologis. Penyebab utama stroke iskemik
adalah penyumbatan arteri otak oleh bekuan darah atau plak
aterosklerosis. Bekuan darah atau plak tersebut dapat
menyebabkan aliran darah terhenti atau terganggu, yang
kemudian mengakibatkan kematian jaringan otak di wilayah
yang terkena. NINDS mendefinisikan stroke iskemik sebagai
keadaan di mana pasokan darah ke otak terganggu atau terhenti,
yang mengakibatkan kematian jaringan otak di area yang
terkena. Ini terjadi ketika arteri otak tersumbat oleh bekuan
darah atau plak aterosklerosis (Benjamin, 2019).
Stroke iskemik merupakan kondisi neurologis yang serius
dan umum terjadi, menyebabkan gangguan fungsi otak akibat

5
terhentinya atau penurunan signifikan aliran darah ke area
tertentu di otak. Lebih dari 85% dari semua stroke yang terjadi
adalah stroke iskemik, menjadikannya sebagai subjenis stroke
paling umum. Penyebab utama stroke iskemik adalah
terhambatnya aliran darah ke otak akibat penyumbatan arteri
otak oleh bekuan darah atau plak aterosklerosis. Menurut
AHA/ASA, stroke iskemik adalah jenis stroke yang terjadi ketika
aliran darah ke otak terganggu oleh penyumbatan atau
penyempitan arteri, menyebabkan terjadinya kerusakan pada
jaringan otak karena kurangnya suplai oksigen. Ini dapat
disebabkan oleh bekuan darah yang terbentuk di dalam arteri
(trombus) atau oleh bekuan darah yang terbawa dari area lain
dalam tubuh dan menyumbat arteri otak (emboli) (Campbell,
2019).
Menurut ESO, stroke iskemik adalah keadaan di mana
terjadi terhentinya aliran darah ke area otak tertentu, baik
karena penyumbatan arteri (ischemic thrombosis) atau oleh
emboli yang terbawa dari bagian lain tubuh. Stroke Council of
the American Heart Association, menurut Stroke Council, stroke
iskemik adalah suatu keadaan di mana terjadi penurunan aliran
darah ke area tertentu di otak, yang menyebabkan kurangnya
oksigen dan nutrisi bagi jaringan otak, sehingga menyebabkan
kerusakan atau kematian jaringan otak (Hankey, 2017).
Setiap definisi tersebut menekankan bahwa stroke iskemik
terjadi ketika aliran darah ke otak terganggu oleh penyumbatan
arteri, yang mengakibatkan kerusakan jaringan otak akibat
kurangnya oksigen dan nutrisi. Definisi ini menjadi dasar bagi
diagnosis, penatalaksanaan, dan pencegahan stroke iskemik
dalam praktik klinis.
Stroke iskemik terjadi ketika arteri yang membawa darah
ke otak mengalami penyumbatan, yang mengakibatkan
kurangnya suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan otak. Hal ini

6
dapat menyebabkan kerusakan permanen pada jaringan otak
dan terganggunya fungsi neurologis. Gejala stroke iskemik dapat
bervariasi tergantung pada area otak yang terkena dan seberapa
besar kerusakannya, tetapi gejala umumnya meliputi kelemahan
atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh, kesulitan berbicara atau
memahami kata-kata, serta gangguan penglihatan atau
koordinasi.

B. Penyebab Stroke Iskemik


Menurut Widagdo (2008) penyebab stroke adalah sebagai
berikut :
a. Trombus
1) Atreosklerosis dalam arteri intra kranial dan ekstrakranial
2) Keadaan yang berkaitan dengan perdarahan intrakranial
3) Arteritis yang disebabkan oleh penyakit kolagen/arteritis
bakteri
4) Hiperkoogulasi seperti polithemia
5) Thrombosis vena serebral
b. Emboli
1) Kerusakan katup karena penyakit jantung rematik
2) Infark miokardial
3) Fibrasi arteri
4) Endokarditis bakteridan endokarditis nonbakteri
menyebabkan bekuan pada endokardium
c. Perdarahan
1) Perdarahan intra serebral karena hipertensi
2) Perdarahan subaraknoid
3) Ruptur anurisma
4) Arteri vonous malformation
Penyebab stroke iskemik bisa sangat bervariasi dan
kompleks, melibatkan berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi aliran darah ke otak. Salah satu penyebab utama

7
stroke iskemik adalah terhambatnya aliran darah ke otak oleh
penyumbatan arteri, yang dapat disebabkan oleh beberapa
kondisi yang berbeda. Salah satu penyebab utama stroke iskemik
adalah pembentukan bekuan darah di dalam arteri otak. Bekuan
darah ini bisa terbentuk secara lokal di arteri otak sebagai akibat
dari aterosklerosis, yaitu penumpukan plak lemak, kolesterol,
dan zat lainnya di dinding arteri. Proses ini, yang disebut
trombosis, bisa terjadi secara bertahap selama bertahun-tahun
dan menyebabkan penyempitan arteri yang signifikan atau
bahkan penyumbatan total. Ketika arteri tersumbat sepenuhnya
oleh bekuan darah, aliran darah ke area otak yang dilayani oleh
arteri tersebut akan terhenti, menyebabkan iskemia (kurangnya
suplai oksigen) dan kerusakan pada jaringan otak, yang
merupakan ciri khas dari stroke iskemik (Feigin, 2017).
Selain trombosis, penyumbatan arteri juga bisa disebabkan
oleh emboli, yaitu bekuan darah atau material lain yang terlepas
dari satu bagian tubuh dan kemudian terbawa oleh aliran darah
ke otak, menyumbat arteri di sana. Misalnya, emboli bisa
terbentuk di jantung akibat kondisi seperti aritmia atrial fibrilasi
atau endokarditis, atau emboli bisa berasal dari bagian lain
tubuh, seperti arteri karotis atau arteri vertebralis. Emboli yang
terbawa oleh aliran darah dapat menyebabkan penyumbatan
arteri yang mendukung aliran darah ke otak, yang pada
gilirannya dapat menyebabkan stroke iskemik (Donnan, 2008).
Selain itu, ada beberapa faktor risiko yang dapat
meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami stroke iskemik.
Faktor-faktor risiko ini termasuk hipertensi, diabetes,
hiperlipidemia, obesitas, merokok, konsumsi alkohol yang
berlebihan, kurangnya aktivitas fisik, dan riwayat keluarga
dengan riwayat stroke. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan
perubahan pada dinding arteri, meningkatkan pembentukan
bekuan darah, atau meningkatkan risiko terbentuknya emboli,

8
yang semuanya dapat menyebabkan penyumbatan arteri dan
stroke iskemik (Goyal, 2016).
Pemahaman tentang berbagai penyebab stroke iskemik ini
penting karena dapat membantu dalam upaya pencegahan dan
penanganan kondisi tersebut. Melalui pengelolaan faktor risiko
dan intervensi yang tepat, seperti penggunaan obat antikoagulan
untuk mencegah pembentukan bekuan darah atau tindakan
bedah untuk membersihkan arteri yang tersumbat, risiko stroke
iskemik dapat dikurangi secara signifikan. Selain itu, edukasi
tentang gaya hidup sehat dan deteksi dini serta pengobatan
kondisi medis yang mendasari juga merupakan langkah penting
dalam mengurangi risiko stroke iskemik.

C. Patofisiologi Stroke Iskemik


Menurut (Frasisca, 2011) patofisiologi pada klien stroke:
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada
otak akan menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang
berlangsung lama dapat menyebabkan iskemik otak.Iskemik
yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit
dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit
permanen.Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama
dapat meneyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan
infark pada otak. Setiap defisit fokal permanen akan bergantung
pada darah otak mana yang terkena. Daerah otak yang terkena
akan menggambarkan pembuluh darah otak yang terkena.
Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah
arteri karotis interna. Defisit fokal permanen dapat tidak
diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik otak total
yang dapat teratasi.
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena
thrombus atau emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai
oksigen ke jaringan otak, kekurangan oksigen dalam satu menit

9
dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan
kesadaran.Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang
telah lama menyebabkan neukrosis mikroskopik neuron-
neuron.Area yang mengalami neukrosis disebut infark. Gangguan
peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolisme sel-sel neuron, dimana sel neuron tidak mampu
menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolisme
tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat pada arteri
yang menuju otak (Frasisca, 2011).
Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam
ruang subaraknoid atau dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi
mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratife
pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri
serebral sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan
menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh
darah otak.
Patofisiologi stroke iskemik melibatkan serangkaian
peristiwa kompleks yang terjadi setelah terjadinya penyumbatan
arteri otak. Dalam kondisi normal, otak memerlukan suplai
darah yang kaya oksigen dan nutrisi untuk menjaga fungsi
normalnya. Arteri karotis dan arteri vertebralis merupakan dua
sumber utama aliran darah ke otak. Namun, ketika terjadi
penyumbatan arteri otak, baik karena pembentukan bekuan
darah di arteri itu sendiri (trombosis) atau karena emboli yang
terbawa dari area lain dalam tubuh, aliran darah ke otak bisa
terganggu atau bahkan terhenti sama sekali (Haiga, 2022).
Penyumbatan arteri mengakibatkan terhentinya aliran
darah ke bagian otak yang dipasok oleh arteri tersebut.
Akibatnya, sel-sel otak di area tersebut mengalami hipoksia
(kekurangan oksigen) dan iskemia (kekurangan nutrisi), yang
menyebabkan kematian jaringan otak. Kondisi ini disebut infark
iskemik. Pada tingkat seluler, terjadinya infark iskemik dipicu

10
oleh sejumlah mekanisme patofisiologis. Salah satunya adalah
depolarisasi silang, yaitu penyebaran depolarisasi sel-sel otak
terganggu secara cepat dari daerah iskemik ke daerah yang
masih sehat. Hal ini menyebabkan depolarisasi yang berlebihan
pada neuron dan melepaskan neurotransmitter secara tidak
terkontrol, yang akhirnya dapat menyebabkan kematian sel-sel
otak.
Selain itu, terjadi juga pelepasan zat-zat inflamasi dan
toksik dari jaringan yang rusak, seperti asam glutamat dan
radikal bebas, yang dapat merusak sel-sel otak yang masih sehat
di sekitarnya. Peradangan ini juga memicu respon imun yang
dapat meningkatkan kerusakan jaringan otak. Selain kerusakan
jaringan otak yang terjadi secara langsung di lokasi infark, terjadi
juga reaksi kaskade yang mengarah pada pembengkakan otak
(edema serebri) dan peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini
bisa memperburuk kondisi pasien dan menyebabkan gejala
tambahan seperti sakit kepala, muntah, dan perubahan
kesadaran (Budianto, 2021).
Seiring waktu, proses penyembuhan dimulai dengan
pembentukan jaringan parut di area infark. Namun, fungsi otak
yang hilang akibat kematian sel-sel otak biasanya tidak dapat
dipulihkan sepenuhnya, meskipun ada kemungkinan untuk
beberapa pemulihan fungsi melalui proses rehabilitasi.
Pemahaman yang mendalam tentang patofisiologi stroke iskemik
penting dalam pengelolaan pasien dengan kondisi ini. Upaya
untuk memahami dan menginterupsi serangkaian mekanisme ini
dapat membantu dalam pengembangan strategi pencegahan dan
pengobatan yang lebih efektif, serta memperbaiki prognosis
pasien yang terkena stroke iskemik.

11
D. Tanda dan Gejala Terjadinya Stroke Iskemik
Tanda dan gejala terjadinya stroke iskemik dapat
bervariasi tergantung pada lokasi dan luasnya kerusakan pada
otak. Namun, ada sejumlah gejala umum yang sering terjadi pada
pasien yang mengalami stroke iskemik. Penting untuk mengenali
tanda dan gejala ini dengan cepat, karena pengobatan yang
segera dapat mengurangi risiko kerusakan otak yang permanen.
Salah satu gejala yang paling umum dari stroke iskemik adalah
kelemahan atau kelumpuhan yang tiba-tiba, terutama pada satu
sisi tubuh. Ini bisa terjadi di wajah, lengan, atau kaki, dan
biasanya tidak dapat dijelaskan oleh kegiatan fisik atau cedera
sebelumnya. Pasien mungkin mengalami kesulitan untuk
berjalan, mengangkat benda, atau bahkan berbicara (Powers,
2018).
Gangguan bicara atau kesulitan memahami kata-kata juga
sering terjadi pada pasien stroke iskemik. Hal ini bisa berupa
kesulitan dalam menemukan kata yang tepat, menghasilkan
kata-kata yang tidak bermakna, atau tidak dapat memahami
percakapan yang sedang berlangsung. Beberapa pasien mungkin
mengalami afasia, yaitu gangguan berbahasa yang melibatkan
kesulitan dalam berbicara, menulis, atau memahami bahasa.
Gangguan penglihatan juga sering terjadi pada pasien stroke
iskemik. Ini bisa berupa penglihatan ganda, kehilangan
penglihatan pada satu sisi lapangan pandang (hemianopsia),
atau kesulitan memfokuskan mata pada objek tertentu. Beberapa
pasien juga dapat mengalami perubahan mendadak dalam
persepsi warna atau kecerahan cahaya.
Selain gejala-gejala tersebut, beberapa pasien mungkin
mengalami gejala tambahan seperti sakit kepala parah, pusing,
mual, muntah, atau perubahan kesadaran. Gejala-gejala ini bisa
menjadi tanda-tanda bahwa stroke iskemik telah menyebabkan
komplikasi seperti pembengkakan otak atau peningkatan

12
tekanan intrakranial. Penting untuk diingat bahwa gejala stroke
iskemik mungkin berbeda antara individu, dan tidak semua
gejala tersebut harus muncul secara bersamaan. Bahkan,
beberapa pasien mungkin hanya mengalami satu atau dua gejala
yang ringan atau tidak khas. Oleh karena itu, penting untuk
selalu mengenali gejala yang tidak biasa dan segera mencari
bantuan medis jika Anda atau seseorang yang Anda kenal
mengalami gejala yang mungkin merupakan tanda stroke
iskemik (American Stroke Association, 2019).
Kesadaran akan gejala-gejala ini dan tindakan cepat dalam
mencari pertolongan medis dapat membuat perbedaan yang
signifikan dalam prognosis dan pemulihan pasien yang terkena
stroke iskemik. Segera hubungi layanan darurat jika Anda
menduga adanya tanda-tanda stroke.
Menurut (Tarwoto, 2007) tanda dan gejala pada klien
stroke antara lain:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah
(hemiparesis) yang timbul secara mendadak.
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota
badan.
c. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, latergi, stupor
atau koma)
d. Afasia (Kesulitan dalam bicara)
e. Disatria ( bicara cedal atau pelo)
f. Gangguan penglihatan, diplopia
g. Ataksia
h. Verigo, mual, muntah dan nyeri kepala.

13
BAB III
GANGGUAN PEMENUHAN AKTIVITAS
DAN ASUHAN KEPERAWATAN STROKE
ISKEMIK
A. Pengertian Gangguan Aktivitas Stroke Iskemik
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak
dimana manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan
hidup.Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan
seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan
bekerja (Ramadhani, 2013).
1. Etiologi/penyebab
Menurut Ramadhani, (2013), penyebab Konsep Dasar
Gangguan Pemenuhan Aktivitas yaitu :
a. Kelainan postur
b. Gangguan perkembangan otot
c. Kerusakan system saraf pusat
d. Trauma lanngsung pada sistem mukuloskeletal dan
neuromuscular
e. Kekakuan otot
2. Pemeriksaan fisik
Menurut Ramadhani, (2013), pemeriksaan fisik gangguan
pemenuhan aktivitas yaitu :
a. Tingkat kesadaran
b. Postur/bentuk tubuh
1) Skoliosis
Skoliosis adalah kelainan pada rangka tubuh yang
berupa kelengkungan tulang belakang.
2) Kifosis

14
Kifosis adalah penyakit kelainan pada tulang
belakang yang menyebabkan tubuh penderita
melengkung ke depan melebihi batas normal atau
bungkuk, kifosis dapat menimbulkan rasa lelah
sertarasa nyeri dan kaku pada punggung.
3) Hiperlordosis
Hiperlordosis adalah penyakit kelainan pada
tulang belakang yang menyebabkan punggung
penderita terlalu melengkung masuk pada daerah
pinggang.
4) Cara berjalan
Cara berjalan adalah bahasa tubuh yang
karakternya berbeda-beda.
c. Ekstremitas
1) Kelemahan
2) Gangguan sensorik
3) Tonus otot
4) Atropi
5) Tremor
6) Gerakan tak terkendali
7) Kekuatan otot
8) Kemampuan jalan
9) Kemampuan duduk
10) Kemampuan berdiri
11) Nyeri sendi
12) Kekakuan sendi.
3. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Ramadhani, (2013), pemeriksaan diagnostik
konsep dasar gangguan pemenuhan aktivitas yaitu: Pemeriksaan
diagnostik yang dilakukan adalah pemeriksaan kekuatan otot
(neuthopografi).

15
4. Therapi (tindakan penanganan)
a. Fisioterapi
b. Latihan mobilisasi ringan seperti; miring kanan-
miring kiri.
Gangguan aktivitas stroke iskemik, sering disebut sebagai
stroke iskemik atau infark serebral, merupakan suatu kondisi
medis yang serius dan mendesak. Stroke iskemik terjadi ketika
pasokan darah ke otak terganggu secara tiba-tiba, menyebabkan
berkurangnya pasokan oksigen dan nutrisi ke sel-sel otak. Ini
dapat disebabkan oleh penyumbatan arteri yang memasok darah
ke otak, biasanya karena pembekuan darah atau plak
aterosklerosis yang menyempitkan pembuluh darah (Adams,
1993).
Ketika arteri terhalang, area di sekitar pembuluh darah
yang terkena dapat mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi,
sehingga sel-sel otak dalam area tersebut dapat mati. Ini dapat
menyebabkan kerusakan permanen pada fungsi otak dan
memicu gejala stroke. Gejala stroke iskemik bervariasi
tergantung pada area otak yang terpengaruh dan seberapa
parahnya penyumbatan arteri. Gejala umumnya termasuk
kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh, kesulitan
berbicara atau memahami kata-kata, kehilangan koordinasi,
kesulitan dalam penglihatan, dan sakit kepala parah (Johnston,
2013).
Deteksi dini dan penanganan segera sangat penting dalam
mengurangi kerusakan otak dan meningkatkan prognosis pasien
yang mengalami stroke iskemik. Pengobatan awal biasanya
melibatkan pemecahan pembekuan darah jika itu penyebabnya,
atau pemberian obat pengencer darah untuk mencegah
pembekuan lebih lanjut. Terapi rehabilitasi juga sering
diperlukan untuk membantu pasien pulih dari gangguan
fungsional yang mungkin timbul setelah stroke.

16
Pencegahan juga merupakan aspek penting dalam
manajemen stroke iskemik. Ini melibatkan mengendalikan faktor
risiko seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, merokok,
obesitas, dan diabetes melitus. Modifikasi gaya hidup seperti
menjalani pola makan sehat, berolahraga secara teratur, dan
menghindari kebiasaan merokok dapat membantu mengurangi
risiko stroke iskemik. Dalam kesimpulan, gangguan aktivitas
stroke iskemik adalah kondisi serius yang memerlukan
penanganan medis segera. Pemahaman akan gejalanya, deteksi
dini, pengobatan, dan pencegahan adalah kunci dalam mengelola
kondisi ini dan mengurangi risiko komplikasi jangka panjang.

B. Tahapan Asuhan Keperawatan Stroke Iskemik


Ketika seorang pasien mengalami stroke iskemik,
intervensi keperawatan yang tepat dan tepat waktu sangat
penting untuk meminimalkan kerusakan otak yang mungkin
terjadi dan membantu dalam pemulihan pasien. Asuhan
keperawatan untuk pasien dengan stroke iskemik melibatkan
serangkaian tahapan yang terkoordinasi dengan baik, dimulai
dari evaluasi awal hingga perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi intervensi yang dilakukan.
Tahap pertama dari asuhan keperawatan adalah evaluasi
awal. Perawat akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap
kondisi pasien, termasuk pemeriksaan neurologis untuk
menentukan tingkat keparahan stroke dan lokasi lesi di otak. Hal
ini membantu dalam menentukan jenis intervensi yang
diperlukan dan menentukan rencana perawatan yang sesuai
(Arifin, 2019).
Setelah evaluasi awal, perawat akan bekerja sama dengan
tim medis untuk merencanakan perawatan yang sesuai dengan
kebutuhan pasien. Ini mungkin termasuk pemantauan tanda vital
secara teratur, pengendalian tekanan darah, pemberian obat-

17
obatan seperti trombolitik untuk membuka pembuluh darah
yang tersumbat, serta pemberian oksigen untuk memastikan
pasien mendapatkan pasokan oksigen yang cukup.
Selain itu, perawat akan memberikan perawatan yang
difokuskan pada kebutuhan individual pasien. Ini termasuk
membantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti
makan, minum, dan mandi, serta memfasilitasi komunikasi jika
pasien mengalami gangguan bicara atau bahasa. Selama tahap
pelaksanaan, perawat akan terus memantau kondisi pasien
dengan cermat untuk mendeteksi perubahan yang mungkin
terjadi dan mengambil tindakan sesuai jika diperlukan. Ini
melibatkan pemantauan tanda-tanda vital, pemantauan
neurologis, dan evaluasi respons pasien terhadap intervensi
yang telah dilakukan (Purwaningsih, 2017).
Terakhir, setelah intervensi dilakukan, perawat akan
melakukan evaluasi untuk menilai respons pasien terhadap
perawatan yang diberikan. Ini melibatkan pemantauan kemajuan
pemulihan pasien serta identifikasi masalah yang mungkin
timbul selama perawatan dan perencanaan intervensi lanjutan
jika diperlukan. Secara keseluruhan, asuhan keperawatan untuk
pasien dengan stroke iskemik melibatkan serangkaian tahapan
yang terkoordinasi dengan baik, dimulai dari evaluasi awal
hingga perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi intervensi yang
dilakukan. Dengan pendekatan yang komprehensif dan
terkoordinasi, perawatan keperawatan dapat membantu
meminimalkan kerusakan otak yang mungkin terjadi dan
meningkatkan prospek pemulihan pasien.
1. Pengkajian
Menurut Wijaya dan Putri (2013), pengkajian stroke
adalah sebagai berikut :
1) Identitas klien
a. Umur

18
b. Jenis kelamin
c. Ras
d. Suku bangsa
e. dan lain-lain,
2) Riwayat kesehatan dahulu
a. Riwayat hipertensi,
b. Riwayat penyakit kardiovaskuler.
c. Riwayat tinggi kolesterol,
d. Obesitas,
e. Merokok,
f. Riwayat diabetes militus,
g. Riwayat konsumsi alkohol,
3) Riwayat kesehatan sekarang
a. Kehilangan komunikasi,
b. Gangguan persepsi,
c. Kehilangan inetoril
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada riwayat penyakit degeneratif dalam
keluarga.
5) Aktivitas / istirahat
a. Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensasi,
b. Merasa mudah lelah, susah beristirahat,
c. Gangguan tonus otot,
d. Gangguan tingkat kesadaran,
6) Sirkulasi
a. Adanya penyakit jantung,
b. Hipotensi arterias,
c. Frekuensi nadi dapat bervariasi karena
ketidakefektifan fungsi / keadaan jantung,
7) Integritas ego
a. Perasaan tidak berdaya, putus asa,

19
b. Emosi labil, ketidaksiapan untuk makan
sendiri dan gembira,
c. Kesulitan untuk mengekpresikan diri,
8) Eliminasi
a. Perubahan pola berkemih seperti :
inkontinensia urine, anuria,
b. Distensi abdomen, dising usus (-),
9) Makanan / Cairan
a. Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase
akut,
b. Kehilangan sensasi (rasa kecap pada lidah, pipi
dan tengkorak),
c. Kesulitan menelan, obesitas,
d. Disfagia, riwayat diabetes, peningkatan lemak
dalam darah,
10) Neurosensori
a. Adanya pusing, sakit kepala berat,
b. Kelemahan, kesemutan, kebas pada sisi
terkena seperti mati / lumpuh,
c. Penglihatan menurun : buta total, kehilangan
daya lihat sebagian
d. Sentuhan : hilangnya ransangan sensoris,
kontralateral (ada sisi tubuh yang berlawanan
/ pada ektremitas dan kadang pada satu sisi)
pada wajah,
e. Gangguan rasa pengecapan dan penciuman,
f. Status mental / tingkat kesadaran : koma pada
tahap awal hemoragik, tetap sadar jika
thrombosis alami,
g. Gangguan fungsi kapnitif : penurunan memori,

20
h. Ektremitas kelemahan, tidak dapat
menggenggam refleks tendon melemah secara
kontra lateral,
i. Afasia : gangguan fungsi bahasa, motorik
(kesulitan mengucapkan kata) atau sensorik
(kesulitan memahami kata-kata yang
bermakna),
j. Kehilangan kemapuan mengenali/ menghayati
masuknya sensasi visual, pendengaran,
11) Nyeri
a. Sakit kepala dengan intesitas berbeda (karena
arteri karotis terkena).
b. Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah,
ketergantungan pada otot.
12) Pernafasan
a. Merokok,
b. Ketidakmampuan menelan, batu atau
hambatan jalas nafas,
c. Pernafasan sulit, tidak teratur, suara nafas
terdengar / bronki,
13) Keamanan
a. Motorik / sensorik : masalah penglihatan,
perubahan perepsi terhadap orientasi
terhadap tubuh,
b. Tidak mampu mengenali objek, warna dan
wajah yang pernah dikenali,
c. Gangguan berespons terhadap panas dan
dingin.
d. Tidak mandiri, gangguan dalam memutuskan,
perhatian terhadap keamanan sedikit,
e. Tidak sadar / kurang kesadaran diri,
14) Interaksi Sosial

21
Masalah bicara, tidak mampu berkomunikasi.
15) Pemeriksaan Neurologis
a. Status mental,
b. Nervus kranialis,
c. Fungsi motorik
d. Fungsi serebelum
e. Refleks
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Wijaya dan Putri (2013) diagnosa pada pasien
stroke antara lain sebagai berikut :
1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan interupsi aliran darah, gangguan oklus
hemoragi, vesospasme serebral, edema
serebral.
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
keterlibatan neurovaskuler, kelemahan dan flaksid
paralisis hipotonik (awal), kerusakan perceptual
kognitif.
3) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskular
kehilangan tonus / kontrol otot fasia, kelemahan /
kelelahan umum.
3. Intervensi keperawatan
Menurut Wijaya dan Putri (2013), perencanaan dan
rasional pada infeksi saluran kemih adalah :
Tabel 3.1 Perencanaan dan Rasional (Wijaya dan Putri, 2013).
No Diagnosa Intervensi Rasional
1. Perubahan 1. Pantau/catat 1. Mengkaji
perfusi jaringan status adanya
serebral neurologis kecenderunga
berhubungan secara teratur n pada tingkat
dengan dengan skala kesadaran.

22
No Diagnosa Intervensi Rasional
interupsi aliran koma gaslow.
darah, gangguan 2. Pantau tanda- 2. Autoregulasi
oklus hemoragi, tanda vital mempertahan
vesospasme terutama kan aliran
serebral, tekanan darah. darah ke otak
edemaserebral. 3. Pertahankan yang konstan.
keadaan tirah 3. Menurunkan
baring. tekanan arteri
4. Berikan obat dengan
sesuai indikasi meningkatkan
drainase dan
meningkatkan
sirkulasi/
perfusi
serebral.
4. Meningkatkan
/
memperbaiki
aliran darah
serebral dan
selanjutnya
dapat
mencegah
pembekuan.

2. Kerusakan 1. Kaji 1.
mobilitas fisik kemampuan Mengidentifik
berhubungan klien dalam asi kelemahan
dengan melakukan kekuatan dan
keterlibatan aktivitas. dapat
neurovaskuler, memberikan

23
No Diagnosa Intervensi Rasional
kelemahan dan informasi bagi
flaksid paralisis pemulihan
hipotonik 2. Ubah posisi 2. menurunkan
(awal), minimal resiko
kerusakan setiap dua terjadinya
perceptual jam trauma/
kognitif. (telentang, iskemia
miring). jaringan.
3. Mengajarkan 3.
latihan meminimalka
rentang n atrofi otot,
gerak aktif meningkatkan
dan pasif sirkulasi
pada semua membantu
ekstremitas. mencegah
kontraktur.
4. Konsultasikan 4. Menjaga
kekurangan
3. Kerusakan 1. Kaji tingkat 1. Perubahan
komunikasi kemam puan dalam isi
verbal klien berko kognitif dan
berhubungan munikasi bicara
dengan sirkulasi merupakan
serebral, indikator dan
kerusakan 2. Minta klien derajat
neuromuskular untuk gangguan
kehilangan mengikuti serebral
tonus / kontrol perintah 2. Melakukan
otot fasia, sederhana penilaian
kelemahan / 3. Ajarkan klien terhadap
kelelahan tehnik adanya

24
No Diagnosa Intervensi Rasional
umum. berkomunikas kerusakan
i non verbal sensorik
(bahasa 3. Bahasa
isyarat) isyarat dapat
membantu
untuk
4. Kolaborasi menyampaika
kepada ahli n isi pesan
terapi wicara yang
dimaksud
4. Untuk mengin
dentifikasi
kekurangan
terapi

4. Implementasi
Menurut Hutahaean (2010), pada tindakan keperawatan
tugas perawat adalah membantu pasien untuk mencapai tujuan
yang telah ditempatkan, tahap ini dimulai setelah rencana
tindakan disusun.
Tujuan implementasi keperawatan adalah :
a. Meningkatkan kesehatan klien.
b. Pencegahan penyakit.
c. Pemulihan kesehatan klien.
d. Membatasi koping klien.
Kriteria implementasi keperawatan adalah :
a. Bekerja sama dengan pasien dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan.
b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk
meningkatkan status kesehatan pasien.

25
c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah pasien.
d. Memberikan pendidikan pada pasien dan keluarga
mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta
membantu pasien memodifikasi lingkungan yang
digunakan.
e. Menngkaji ulang dan merevisi pelaksanaan
tindakan keperawatan berdasrkan respon klien
5. Evaluasi
Menurut Hutahaean (2010), evaluasi adalah tahap akhir
dari proses keperawatan dan merupakan tindakan intelektual
untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Perawat mengevaluasi
kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam
mencapai tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan.
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan baik
yang relevan dengan cara membandingkan tujuan yang hendak
dicapai dengan hasil yang diperoleh. Kempampuan dasar
melakuakan evaluasi harus dimiliki perawat dalam
pendokumentasian.
Penentuan kuputusan terhadap evaluasi ada 3 yaitu :
a. Klien telah mencapai hasil yang telah ditentukan
didalam tujuan (kriteria hasil tujuan dicapai).
b. Klien masih dalam proses mencapai hasil yang
ditentukan dalam tujuan (kriteria tujuan tercapai
sebagian).
c. Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah
ditentukan dalam tujuan.

26
C. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik Stroke Iskemik
Menurut Wijaya dan Putri (2013), pemeriksaan pada
pasien stroke yaitu :
a. Tingkat kesadaran dan status mental.
b. Gangguan sensorik dan motorik
c. Aphasia
d. Penglihatan
e. Fungsi saraf kranial
f. Tanda-tanda vital
g. Pemeriksaan darah
h. Ct Scan, angiogram, EKG, EEG.
Pemeriksaan fisik dan diagnostik untuk stroke iskemik
melibatkan serangkaian langkah yang bertujuan untuk
menegakkan diagnosis dengan cepat dan akurat, serta menilai
tingkat keparahan dan jenis stroke iskemik yang dialami pasien.
Langkah-langkah ini penting untuk memulai penanganan yang
tepat dan mengurangi risiko kerusakan otak yang permanen.
1. Pemeriksaan Fisik Awal:
Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik awal, termasuk
mengukur tekanan darah, mengambil riwayat kesehatan pasien,
dan melakukan pemeriksaan neurologis yang mencakup evaluasi
respons motorik, sensorik, dan refleks pasien. Pada tahap ini,
dokter juga akan mencari tanda-tanda khas stroke iskemik,
seperti kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh,
gangguan bicara, atau gangguan penglihatan.
2. Pemeriksaan Penunjang:
Setelah pemeriksaan fisik awal, dokter akan melanjutkan
dengan pemeriksaan penunjang untuk mengonfirmasi diagnosis
stroke iskemik dan mengevaluasi penyebabnya. Pemeriksaan
penunjang ini dapat mencakup:
a. Tomografi Komputer (CT) Otak: CT otak biasanya
dilakukan dengan cepat untuk menentukan apakah

27
stroke adalah iskemik atau hemoragik. Pada CT iskemik,
akan terlihat area iskemia (pengurangan pasokan darah
ke otak) sebagai daerah yang terangkat.
b. Tomografi atau Resonansi Magnetik (MRI) Otak: MRI
otak memberikan gambaran yang lebih rinci tentang area
yang terkena dan memungkinkan deteksi lebih dini dari
beberapa jenis stroke iskemik, terutama stroke kecil atau
transien (TIA).
c. Angiografi: Pemeriksaan angiografi dapat dilakukan
untuk melihat kondisi pembuluh darah otak dan
menemukan penyumbatan atau penyempitan arteri yang
mungkin menjadi penyebab stroke iskemik.
d. Elektrokardiogram (EKG): EKG dapat digunakan untuk
mengevaluasi detak jantung pasien dan mencari tanda-
tanda aritmia yang dapat meningkatkan risiko emboli ke
otak.
e. Pemeriksaan Darah: Pemeriksaan darah rutin dapat
membantu mengidentifikasi faktor risiko yang terkait
dengan stroke iskemik, seperti diabetes, hiperlipidemia,
atau gangguan koagulasi (Powers, 2018).
3. Skoring Klinis:
Skor klinis seperti skor NIH Stroke Scale (NIHSS) sering
digunakan untuk menilai tingkat keparahan stroke dan
mengarahkan penatalaksanaan yang tepat. Skor NIHSS
mencakup evaluasi berbagai fungsi neurologis, termasuk
gerakan anggota tubuh, bicara, penglihatan, dan kesadaran.
Penting untuk diingat bahwa diagnosis dan penanganan stroke
iskemik harus dilakukan sesegera mungkin untuk
memaksimalkan prognosis pasien. Jika ada kecurigaan terhadap
stroke iskemik, penanganan segera dan pemeriksaan di fasilitas
medis yang sesuai sangat penting (Wardlaw, 2013).

28
D. Penatalaksanaan Awal Pasien Stroke Iskemik
Penatalaksanaan awal pasien stroke iskemik adalah suatu
proses yang kritis dan harus dilakukan dengan cepat dan tepat
untuk mengurangi risiko kerusakan otak yang permanen dan
meningkatkan prognosis pasien. Langkah-langkah
penatalaksanaan ini melibatkan evaluasi cepat pasien,
pengambilan keputusan yang tepat berdasarkan diagnosis, dan
pemberian terapi yang sesuai untuk memulai proses pemulihan.
Berikut adalah penjelasan dalam bentuk narasi yang panjang
tentang penatalaksanaan awal pasien stroke iskemik:
1. Evaluasi Cepat Pasien:
Saat pasien datang ke unit gawat darurat dengan gejala
yang mencurigakan stroke iskemik, tim medis akan segera
melakukan evaluasi cepat. Ini termasuk pemeriksaan fisik untuk
menilai fungsi neurologis, pengukuran tekanan darah,
pemeriksaan status mental, dan mendapatkan riwayat medis
pasien serta riwayat penggunaan obat-obatan atau riwayat
keluarga dengan gangguan neurologis.
2. Pengukuran Skor NIH Stroke Scale (NIHSS):
Skor NIHSS digunakan untuk menilai keparahan stroke
dan membantu tim medis dalam membuat keputusan terkait
penanganan selanjutnya. Skor NIHSS mencakup evaluasi
berbagai fungsi neurologis, termasuk gerakan anggota tubuh,
bicara, penglihatan, dan kesadaran.
3. Pengambilan Gambaran Otak:
Langkah berikutnya adalah pengambilan gambaran otak,
biasanya dengan CT atau MRI otak, untuk memastikan diagnosis
stroke iskemik dan mengecualikan kemungkinan stroke
hemoragik. CT otak biasanya dilakukan dengan cepat karena
dapat memberikan gambaran yang cukup jelas tentang adanya
iskemia pada otak.

29
4. Pengaturan Cepat Terapi Trombolitik:
Jika pasien memenuhi kriteria dan tidak memiliki
kontraindikasi, terapi trombolitik dengan menggunakan agen
fibrinolitik seperti rtPA (recombinant tissue plasminogen
activator) dapat diberikan dalam waktu yang sangat cepat untuk
menghancurkan bekuan darah yang menyumbat arteri otak dan
memulihkan aliran darah normal ke otak. Penggunaan terapi
trombolitik harus hati-hati dan dipertimbangkan secara
individual, mengingat risiko perdarahan sebagai efek
sampingnya.
5. Evaluasi Potensi Terapi Reperfusi Endovaskular:
Selain terapi trombolitik, pasien yang memenuhi kriteria
tertentu dan memiliki peningkatan keparahan stroke mungkin
juga menjadi kandidat untuk terapi reperfusi endovaskular. Ini
melibatkan penggunaan kateterisasi untuk mencapai bekuan
darah yang menyumbat arteri otak dan menghilangkannya
secara mekanis atau menggunakan alat seperti stent retriever
untuk menarik bekuan darah keluar dari arteri.
6. Pengaturan Terapi Tambahan:
Pasien stroke iskemik juga memerlukan perawatan
tambahan untuk mengelola faktor risiko yang terkait dengan
penyakit vaskular, seperti hipertensi, diabetes, hiperlipidemia,
dan aritmia jantung. Terapi tambahan termasuk pemberian obat-
obatan, perubahan gaya hidup, dan intervensi bedah jika
diperlukan.
7. Perawatan Rehabilitasi:
Setelah fase akut, pasien stroke iskemik memerlukan
perawatan rehabilitasi untuk membantu memulihkan fungsi
motorik, bicara, dan kognitif. Ini dapat melibatkan terapi fisik,
terapi okupasi, terapi bicara, dan dukungan psikologis untuk
membantu pasien dan keluarganya mengatasi dampak fisik dan
emosional dari stroke (Meretoja, 2013).

30
Menurut Wijaya dan Putri, penatalaksanaan pada klien
stroke adalah sebagai berikut.
a. Penatalaksanaan keperawatan
1) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi
lateral dekubitus bila disrtai muntah. Boleh
dimulai mobilisasi bertahap hemodenamik stabil.
2) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi
adekuat bila perlu berikan oksigen 1-2
liter/menit bila ada hasil gas darah.
3) Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan
kateter.
4) Kontrol tekanan darah, dipertahankan normal.
5) Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah tes
fungsi menelan baik, bila terdapat gangguan
menelan atau pasien yang kesadaran menurun,
dianjurkan pipi NGT.
6) Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada
kontraindikasi.
b. Penatalaksanaan medis
1) Trombolitik (streptokinase).
2) Anti platelat / anti trombolitik (asetosol,
tyclopidin, cylostazol, dipiridamol).
3) Hemorrhage
4) Antagonis serotinin
5) Antagonis kalsium (Wijaya dan Putri, 2013).
Penting untuk dicatat bahwa penatalaksanaan awal pasien
stroke iskemik harus dilakukan oleh tim medis yang
berpengalaman dan terlatih dalam penanganan stroke.
Kecepatan dalam pengambilan keputusan dan implementasi
terapi yang tepat dapat membuat perbedaan yang signifikan
dalam prognosis dan pemulihan pasien yang terkena stroke
iskemik.

31
E. Komplikasi dan Penanganan Pasca-Stroke
Menurut Wijaya dan putri (2013), komplikasi yang
terjadi pada pasien stroke adalah :
a. Berhubungan dengan immobilisasi
1) Infeksi pernafasan.
2) Nyeri yang berhubungan dengan daerah yang
tertekan.
3) Konstipasi
4) Tromboflebitis
b. Berhubungan dengan mobilisasi
1) Nyeri pada daerah punggung dan dislokasi sendi.
c. Berhubungan dengan kerusakan otak
1) Epilepsi
2) Sakit kepala dan kranitomi.
Pasca terjadinya stroke, banyak pasien mengalami
sejumlah komplikasi yang memerlukan penanganan dan
perawatan yang berkelanjutan. Meskipun prognosis pasien
stroke sangat bervariasi tergantung pada berbagai faktor,
termasuk tingkat keparahan stroke dan waktu penanganan awal,
penanganan pasca-stroke bertujuan untuk memaksimalkan
pemulihan fungsi dan kualitas hidup pasien. Berikut adalah
uraian panjang mengenai komplikasi dan penanganan pasca-
stroke:
1. Disabilitas Fungsional:
Salah satu komplikasi utama pasca-stroke adalah
disabilitas fungsional, termasuk kelemahan motorik, gangguan
bicara, dan gangguan kognitif. Penanganan disabilitas ini
melibatkan program rehabilitasi yang terdiri dari terapi fisik,
terapi okupasi, dan terapi bicara. Terapi fisik bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan otot dan fungsi motorik, terapi okupasi
bertujuan untuk membantu pasien kembali mandiri dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, dan terapi bicara bertujuan

32
untuk memperbaiki kemampuan berbicara dan memahami
bahasa.
2. Perubahan Psikososial:
Stroke juga dapat menyebabkan perubahan psikososial
yang signifikan pada pasien, termasuk depresi, kecemasan, dan
isolasi sosial. Penanganan perubahan psikososial ini melibatkan
dukungan psikologis dan konseling yang dapat membantu pasien
dan keluarganya mengatasi stres dan adaptasi terhadap
perubahan kehidupan pasca-stroke.
3. Masalah Kesehatan Mental:
Beberapa pasien stroke juga mengalami masalah
kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, atau gangguan
psikotik. Penanganan masalah kesehatan mental ini dapat
melibatkan terapi psikologis, obat-obatan, atau kombinasi
keduanya, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
pasien.
4. Risiko Kembali Stroke:
Pasien yang pernah mengalami stroke memiliki risiko
lebih tinggi untuk mengalami stroke kedua. Penanganan risiko
kembali stroke melibatkan pengelolaan faktor risiko yang terkait
dengan penyakit vaskular, seperti pengendalian tekanan darah,
kontrol gula darah, pengelolaan kolesterol, pengaturan diet, dan
promosi gaya hidup sehat.
5. Masalah Nutrisi:
Stroke dapat menyebabkan masalah nutrisi seperti
disfagia (kesulitan menelan) atau malnutrisi karena gangguan
makan pasca-stroke. Penanganan masalah nutrisi ini melibatkan
penilaian oleh ahli gizi, modifikasi tekstur makanan, terapi
wicara untuk memperbaiki fungsi menelan, dan pemberian
nutrisi tambahan jika diperlukan.

33
6. Perubahan Fungsi Kognitif:
Beberapa pasien stroke juga mengalami perubahan fungsi
kognitif seperti gangguan memori, kesulitan konsentrasi, atau
penurunan kemampuan pemecahan masalah. Penanganan
perubahan fungsi kognitif ini melibatkan rehabilitasi kognitif,
latihan mental, dan strategi kompensasi untuk membantu pasien
mengatasi kesulitan tersebut.
7. Pemantauan dan Perawatan Jangka Panjang:
Pasien stroke memerlukan pemantauan dan perawatan
jangka panjang untuk memantau perkembangan kondisi mereka,
memantau faktor risiko, dan mengelola komplikasi yang
mungkin muncul. Ini melibatkan kerjasama antara berbagai
profesional kesehatan, termasuk dokter spesialis, perawat,
terapis, ahli gizi, dan ahli psikologi (Miller, 2010).
Pentingnya penanganan pasca-stroke tidak boleh
diabaikan, karena dapat memengaruhi pemulihan dan kualitas
hidup pasien dalam jangka panjang. Dukungan keluarga dan
kerjasama antara pasien, keluarga, dan tim perawatan medis
sangat penting dalam mengatasi tantangan pasca-stroke.

34
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN DAN
GANGGUAN MOBILITAS FISIK PASIEN
STROKE ISKEMIK
A. Identifikasi Riwayat Stroke dan Terapi Stroke Iskemik
Ketika seorang pasien datang ke fasilitas kesehatan dengan
gejala yang mencurigakan atau riwayat medis yang relevan,
langkah pertama dalam asuhan keperawatan adalah melakukan
identifikasi riwayat stroke. Perawat akan memperoleh informasi
yang komprehensif tentang riwayat kesehatan pasien, termasuk
riwayat medis, riwayat keluarga, dan riwayat gaya hidup.
Riwayat stroke sebelumnya atau faktor risiko stroke
seperti hipertensi, diabetes, atau riwayat penyakit jantung dapat
menjadi petunjuk penting dalam menentukan risiko pasien
untuk mengalami stroke iskemik. Perawat juga akan mencari
gejala-gejala klinis yang khas dari riwayat stroke, seperti
kelumpuhan, gangguan bicara, atau gangguan penglihatan.
Melalui wawancara dan pemeriksaan fisik yang cermat,
perawat akan mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk
membantu dalam diagnosis dan perencanaan perawatan
selanjutnya. Informasi ini juga membantu dalam memantau
pasien selama perawatan dan dalam mengidentifikasi
kemungkinan komplikasi yang mungkin timbul.
1. Identitas Pasien
Ibu F usia 80 tahun, agama Islam, bertempat tinggal di
Baktiya, pekerjaan Petani, masuk ke RS pada hari Selasa, tanggal
18 Juli 2022 dengan nomor registrasi 17.22.82.

35
2. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan lemah, tidak bisa
menggerakkan anggota tubuh sebelah kanan, pasien
mengalamimual muntah dan sakit kepala.
3. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan saat ini
Pasien terlihat tidak bisa menggerakkan
anggota tubuh sebelah kanan. Dengan kekuatan
otot 0, aktivitas sepenuhnya dibantu keluarga.
2) Riwayat kesehatan sebelumnya
Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 3
tahun lalu
3) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami
penyakit yang sama dengan pasien dan tidak
ada riwayat penyakit lain seperti asma, jantung,
diabetes mellitus dan lain – lain.
4) Genogram

KET:
Tinggal Serumah
Meninggal
Laki-Laki
Pasien

36
Perempuan

4. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan umum
Keadaan umum pasien Ibu F lemah, kesadaran
compos mentis, skala kekuatan otot ekstremitas
kanan atas dan bawah 0, tekanan darah 160/100
mmHg, nadi (pols) 80 x/i, temp 36 C dan RR
22x/i, aktifitas terhambat.
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Head to ekstremitas dilakukan
pada Ibu. Fdari :
a) Kepala : Rambut hitam,
b) Mata: letak simetris dan tidak anemis,
c) Hidung : tidak ada sekret dan tidak ada
kelainan penciuman,
d) Mulut: simetris, mukosa mulut dan bibir
pucat, gigi masih utuh,
e) Leher: tidak terdapat benjolan, dan tidak ada
pembesaran kelenjar limfe,
f) Dada: bentuk simetris, bunyi nafas teratur,
g) Abdomen: bentuk simetris dan tidak terdapat
distensi abdomen,
h) Tangan: tidak ada pembengkakan,
i) Kaki: tidak ada pembengkakan, Keadaan
umum: lemah, anggota gerak sebelah kanan
lemah dan tidak dapat digerakkan,
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah rutin pada Ibu F di tanggal
19 Juli 2022

37
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Item Result Unit Range
WBC 12.5 u 4,0-10,0
LYM# 1.5 u 1,2-3,2
MXD# 0.5 u 0,3-0,8
NEU# 9 u
LYM% 10.4 % 14,0-53,0
MXD% 6.1 % 3,0-16,0
NEU% 83.5 %
RBC 5.2 u 3,5-5,5
HGB 16.4 g/dL 11,0-16,0
HCT 49.6 % 35,0-50,0
MCV 75.3 fL 75,0-100,0
MCH 28 Pg 27,0-32,0
MCHC 33.1 g/dL 320,0-360,0
RDW-SD 48.1 fL 10,0-15,0
RDW-CV 14.1 % 11,5-14,5
PLT 202 u 100,0-300,0
PCT 0.13 % 0,1-0,5
MPV 6.3 fL 6,5-11,0
PDW 15.3 fL 10,0-20,0
P-LCR 0.131 % 13,0-43,0

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai
Rujukan
FUNGSI HATI
Billirubin Total 0,61 mg/dl < 1,00
Billirubin 0,15 mg/dl <0,25
Direct 15 U/L <95
SGOP/AST 20 U/L <41

38
SGPT/ALT
FUNGSI
GINJAL 12,88 mg/dl 15-45
Ureum 1,72 mg/dl Pr 0,6-
Kreatinin 9,0 mg/dl 1,1 Lr
Asam Urat Pr 0,6-
1,1 Lr
PROFIL LIPID
Kolestrol Total 300 mg/dl < 200
71 mg/dl 29-77
Kolestrol HDL 185 mg/dl < 155
Kolestrol LDL
GULA DARAH
Glukosa 130 mg/dl 70-130
Sewaktu

4) Terapi
Terapi pada Ibu, F Infus RL 20tts/i, injeksi yang
dilakukan intra vena (IV): ranitidine 1 amp/ 8
jam, ketorolak 1 amp/ 8 jam. Terapi oral:
amlodopin 100 mg/12 jam, citicolin 500 g/12
jam.
Setelah diagnosis stroke iskemik ditegakkan, perawat
bekerja sama dengan tim medis untuk merencanakan dan
melaksanakan terapi yang sesuai untuk pasien. Terapi stroke
iskemik bertujuan untuk memulihkan aliran darah ke otak yang
terganggu dan meminimalkan kerusakan otak yang mungkin
terjadi. Salah satu terapi utama untuk stroke iskemik adalah
trombolisis, di mana agen trombolitik diberikan untuk
membantu menghancurkan bekuan darah yang menyumbat
pembuluh darah otak. Perawat memantau pasien selama dan

39
setelah prosedur ini untuk mengidentifikasi kemungkinan
komplikasi, seperti perdarahan.
Selain trombolisis, perawat juga berperan dalam
memberikan perawatan suportif dan rehabilitasi kepada pasien.
Ini meliputi pemantauan tanda-tanda vital, perawatan luka,
manajemen nyeri, dan fasilitasi aktivitas sehari-hari seperti
makan, minum, dan mandi. Perawat juga memfasilitasi terapi
fisik, terapi bicara, dan terapi okupasi sebagai bagian dari
rencana rehabilitasi pasien. Selama perawatan, perawat
memainkan peran yang krusial dalam mendukung dan
memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya. Mereka
memberikan edukasi tentang faktor risiko stroke, mengajarkan
teknik-teknik koping, dan memberikan dukungan emosional
kepada pasien dan keluarganya selama proses pemulihan.
Dengan mengidentifikasi riwayat stroke secara efektif dan
memberikan terapi yang tepat waktu dan sesuai, perawat
berperan penting dalam meminimalkan kerusakan otak dan
meningkatkan prospek pemulihan bagi pasien yang mengalami
stroke iskemik. Melalui pendekatan yang holistik dan
berorientasi pada pasien, perawat memainkan peran yang
krusial dalam asuhan keperawatan bagi pasien dengan kondisi
ini.

B. Penyebab dan Masalah Kerusakan Mobilitas


1. Penyebab Kerusakan Mobilitas:
Kerusakan mobilitas dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, baik yang bersifat fisik maupun psikososial. Beberapa
penyebab umum meliputi:
a. Cedera atau trauma fisik: Cedera tulang belakang, patah
tulang, atau cedera otot dan tendon dapat menyebabkan
kerusakan mobilitas yang signifikan.

40
b. Penyakit neurologis: Penyakit seperti stroke, multiple
sclerosis, atau cedera otak traumatik dapat memengaruhi
fungsi saraf dan kemampuan seseorang untuk bergerak.
c. Kondisi muskuloskeletal: Kondisi seperti osteoarthritis,
rheumatoid arthritis, atau osteoporosis dapat
menyebabkan nyeri dan kelemahan pada sendi dan otot,
yang membatasi mobilitas.
d. Gangguan keseimbangan: Penyakit seperti vertigo,
labirinitis, atau masalah vestibular lainnya dapat
menyebabkan gangguan keseimbangan yang
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan aman.
e. Kondisi kardiovaskular: Penyakit jantung, penyakit arteri
perifer, atau trombosis vena dalam dapat mengurangi
aliran darah ke otot dan menyebabkan kelemahan atau
nyeri saat bergerak.
2. Masalah Kerusakan Mobilitas:
Kerusakan mobilitas dapat menyebabkan berbagai masalah
yang mempengaruhi kualitas hidup dan kemandirian seseorang.
Beberapa masalah yang mungkin timbul meliputi:
a. Keterbatasan fisik: Kerusakan mobilitas dapat
menyebabkan keterbatasan fisik yang menghambat
seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari, seperti
berjalan, berdiri, atau naik tangga.
b. Risiko jatuh: Penurunan mobilitas sering kali
meningkatkan risiko jatuh, terutama pada populasi lanjut
usia atau mereka yang memiliki gangguan keseimbangan.
c. Ketergantungan pada orang lain: Seseorang dengan
kerusakan mobilitas yang signifikan mungkin
memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan
aktivitas sehari-hari, yang dapat mempengaruhi
kemandirian dan harga diri.

41
d. Nyeri dan ketidaknyamanan: Kerusakan mobilitas sering
kali menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan pada
sendi, otot, atau bagian tubuh lainnya, yang dapat
mengganggu tidur dan kualitas hidup secara
keseluruhan.
e. Isolasi sosial: Keterbatasan mobilitas juga dapat
menyebabkan isolasi sosial dan depresi, karena
seseorang mungkin merasa sulit untuk berpartisipasi
dalam aktivitas sosial atau komunitas.
Dalam menangani kerusakan mobilitas, penting untuk
memahami penyebabnya serta dampaknya terhadap kehidupan
sehari-hari dan kesejahteraan seseorang. Dengan pendekatan
yang holistik dan interdisipliner, perawat dan profesional
kesehatan lainnya dapat membantu individu mengatasi masalah
mobilitas mereka dan meningkatkan kualitas hidup mereka
secara keseluruhan.
Tabel 4.3 Analisa Data
Data Penyebab Masalah
Data Subjectife Disfungsi Kerusakan
Pasien tidak bisa neurovaskuler Mobilitas
menggerakkan anggota Fisik
tubuh sebelah kanan.

Data Objectife
a. Keadaan umum
lemah
b. Kesadaran compos
mentis
c. TD : 160/100 mmHg
d. RR : 20 x/i
e. Pols :80 x/i
f. Temp: 36 C

42
g. Skala kekuatan otot :
0
h. Aktivitas terhambat

C. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi
neurovaskuler ditandai dengan ketidak mampuan
menggerakkan anggota tubuh sebelah kanan.
Tabel 4.4 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Hasil yang Intervensi Rasional


Keperawa Diharapkan Keperawat
tan an
Kerusakan Setelah 1. Kaji 1. Mengidentif
Mobilitas dilakukan kemampu ikasi
Fisik asuhan an klien kelemahan
berhubung keperawatan dalam kekuatan
an dengan selama 1 x 24 melakuka dan dapat
disfungsi jam. n aktivitas memberika
neurovask Diharapkan dan n informasi
uler pemenuhan adanya bagi
kebutuhan faktor pemulihan
aktivitas tubuh yang
dengan menyebab
penyakit kan 2. Menurunka
stroke kelelahan n resiko
terpenuhi 2. Observasi terjadinya
dengan adanya trauma/
kriteria hasil : pembatas iskemia
1. Dapat an klien jaringan.
mengger dalam
akkan melakuka 3. Menurunka

43
anggota n aktivitas n resiko
tubuh 3. Ubah terjadinya
2. Tekanan posisi trauma/
darah minimal iskemia
menuru setiap 2 jaringan
n jam
(telentang 4.3. Meminimal
, miring). kan atrofi
4. Mengajar otot,
kan meningkatk
latihan an sirkulasi
ROM pada membantu
semua mencegah
ekstremit kontraktur.
as.

D. Evaluasi Keperawatan dan Perkembangan


Evaluasi keperawatan dan perkembangan merupakan
langkah penting dalam siklus asuhan keperawatan yang
memungkinkan perawat untuk mengevaluasi respons pasien
terhadap intervensi yang telah dilakukan, memantau
perkembangan kondisi pasien, dan menyesuaikan rencana
perawatan sesuai kebutuhan baru.
Setelah perencanaan perawatan dilakukan dan intervensi
diberikan, perawat memulai tahap evaluasi keperawatan.
Evaluasi ini mencakup pemantauan secara terus-menerus
terhadap respons pasien terhadap perawatan yang telah
diberikan. Perawat akan memeriksa apakah ada perubahan
dalam kondisi pasien, apakah gejala-gejala mengalami perbaikan,
atau apakah ada komplikasi yang muncul.

44
Evaluasi keperawatan juga melibatkan penilaian terhadap
kemajuan pasien dalam mencapai tujuan perawatan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Perawat akan memeriksa apakah pasien
mencapai target yang telah ditetapkan dalam rencana
perawatan, serta apakah ada perubahan yang perlu dilakukan
dalam rencana perawatan untuk memenuhi kebutuhan baru
pasien. Selama proses evaluasi, perawat juga akan melibatkan
pasien dan keluarganya untuk mendapatkan masukan tentang
pengalaman mereka selama perawatan. Ini memungkinkan
perawat untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik
tentang bagaimana perawatan telah mempengaruhi kehidupan
sehari-hari pasien dan untuk mengidentifikasi area-area di mana
perubahan atau penyesuaian mungkin diperlukan.
Selain itu, evaluasi keperawatan juga mencakup
pemantauan terhadap perkembangan klinis pasien secara
keseluruhan. Perawat akan memeriksa apakah ada perubahan
dalam tanda-tanda vital, hasil tes laboratorium, atau kondisi fisik
pasien secara umum. Informasi ini digunakan untuk membantu
dalam diagnosis dan penanganan kondisi pasien dengan lebih
efektif. Setelah evaluasi dilakukan, perawat akan merekam
temuan-temuan dalam catatan medis pasien dan berkolaborasi
dengan tim perawatan lainnya untuk membuat keputusan
tentang langkah-langkah selanjutnya dalam perawatan pasien.
Ini mungkin termasuk menyesuaikan rencana perawatan,
merujuk pasien ke spesialis yang sesuai, atau memberikan
edukasi tambahan kepada pasien dan keluarganya.
Dengan melakukan evaluasi keperawatan secara teratur
dan mengikuti perkembangan pasien secara cermat, perawat
dapat memastikan bahwa perawatan yang diberikan sesuai
dengan kebutuhan pasien dan menghasilkan hasil yang optimal.
Ini memungkinkan pasien untuk mencapai pemulihan yang lebih

45
cepat dan meningkatkan kualitas hidup mereka secara
keseluruhan.
Tabel 4.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No Diagnosa Implementasi Evaluasi


1 Kerusakan a. Mengkaji S:
mobilitas fisik kemampuan Pasien tidak
berhubungan klien dalam bisa
dengan melakukan menggerakkan
disfungsi aktivitas, anggota tubuh
neurovaskuler b. Mengobservasi sebelah kanan,
adanya O:
pembatasan Keadaan umum
klien dalam lemah
melakukan Kesadaran
aktivitas kompos mentis
c. Mengubah TD : 160/100
posisi minimal mmHg
setiap 2 jam RR : 22 x/i
(telentang, Pols :80 x/i
miring). Temp: 36 C
d. Mengajarkan Skala kekuatan
latihan ROM otot : 0,
pada semua aktivitas total
ekstremitas. dibantu
keluarga.
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan

46
a. Mengkaji
kemampuan
klien dalam
melakukan
aktivitas dan
adanya
faktor yang
menyebabka
n kelelahan
b. Mengobserv
asi adanya
pembatasan
klien dalam
melakukan
aktivitas
c. Mengubah
posisi
minimal
setiap 2 jam
(telentang,
miring).
Mengajarkan
latihan
rentang
gerak aktif
dan pasif
pada semua
ekstremitas.

47
Tabel 4.6 Catatan Perkembangan

Hari/Tgl Implementasi Evaluasi


Selasa a. Mengkaji S:
(19.07.22) kemampuan Pasien tidak bisa
klien dalam menggerakkan
melakukan anggota tubuh
aktivitas dan sebelah kanan,
adanya faktor O:
yang Keadaan umum
menyebabkan lemah
kelelahan Kesadaran
b. Mengobservasi kompos mentis
adanya TD : 160/100
pembatasan mmHg
klien dalam RR : 22 x/i
melakukan Pols :80 x/i
aktivitas Temp: 36 C
c. Mengubah Skala kekuatan
posisi minimal otot : 0, aktivitas
setiap 2 jam total dibantu
(telentang, keluarga.
miring). A:
d. Mengajarkan Masalah belum
latihan ROM teratasi
pada semua P:
ekstremitas. Intervensi
dilanjutkan
d. Mengkaji
kemampuan
klien dalam
melakukan

48
Hari/Tgl Implementasi Evaluasi
aktivitas dan
adanya faktor
yang
menyebabka
n kelelahan
e. Mengobserva
si adanya
pembatasan
klien dalam
melakukan
aktivitas
f. Mengubah
posisi
minimal
setiap 2 jam
(telentang,
miring).
g. Mengajarkan
latihan
rentang
gerak aktif
dan pasif
pada semua
ekstremitas.
Rabu a. Mengkaji S:
(20.07.22) kemampuan Pasien belum
klien dalam sanggup
melakukan menggerakkan
aktivitas dan anggota tubuh
adanya faktor O :
yang Keadaan umum

49
Hari/Tgl Implementasi Evaluasi
menyebabkan lemah
kelelahan Kesadaran
b. Mengobservasi kompos mentis
adanya TD : 140/100
pembatasan mmHg
klien dalam RR : 22 x/i
melakukan Pols : 82 x/i
aktivitas Temp : 36,2 C
c. Mengubah posisi Skala kekuatan
minimal setiap 2 otot 0,
jam (telentang, aktivitas masih
miring). dibantu keluarga
d. Mengajarkan A:
latihan ROM Masalah belum
pada semua teratasi
ekstremitas. P:
Intervensi
dilanjutkan
a. Mengkaji
kemampuan
klien dalam
melakukan
aktivitas dan
adanya faktor
yang
menyebabka
n kelelahan
b. Mengobserva
si adanya
pembatasan
klien dalam

50
Hari/Tgl Implementasi Evaluasi
melakukan
aktivitas
e. Mengubah
posisi
minimal
setiap 2 jam
(telentang,
miring).
f. Mengajarkan
latihan
rentang
gerak aktif
dan pasif
pada semua
ekstremitas.
Kamis a. Mengkaji S:
(21.07.22) kemampuan Pasien sudah
klien dalam mampu
melakukan menggerakkan
aktivitas dan jari – jari
adanya faktor tanggan.
yang O:
menyebabkan Keadaan umum
kelelahan sedang
b. Mengobservasi Kesadaran
adanya kbompos mentis
pembatasan TD : 150/100
klien dalam mmHg
melakukan RR : 22 x/i
aktivitas Pols : 82 x/i
c. Mengubah posisi Temp : 36,2 C

51
Hari/Tgl Implementasi Evaluasi
minimal setiap 2 Skala kekuatan
jam (telentang, otot: 1, aktivitas
miring). masih dibantu
d. Mengajarkan keluarga
latihan ROM A:
pada semua Masalah belum
ekstremitas. teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan
a. Mengkaji
kemampuan
klien dalam
melakukan
aktivitas dan
adanya faktor
yang
menyebabka
n kelelahan
b. Mengobserva
si adanya
pembatasan
klien dalam
melakukan
aktivitas
c. Mengubah
posisi
minimal
setiap 2 jam
(telentang,
miring).

52
Hari/Tgl Implementasi Evaluasi
d. Mengajarkan
latihan
rentang
gerak aktif
dan pasif
pada semua
ektremitas

E. Analisis Motode Asuhan Keperawatan


Analisis metode asuhan keperawatan melibatkan evaluasi
mendalam terhadap pendekatan, proses, dan praktik-praktik
yang digunakan oleh perawat dalam memberikan perawatan
kepada pasien. Sebagai praktek utama dalam profesi
keperawatan, asuhan keperawatan mengacu pada serangkaian
langkah sistematis yang dilakukan oleh perawat untuk
memenuhi kebutuhan fisik, emosional, sosial, dan spiritual
pasien. Metode asuhan keperawatan melibatkan pendekatan
yang holistik dan individualistik, yang bertujuan untuk
memberikan perawatan yang terkoordinasi dan terpadu.
Analisis terhadap metode asuhan keperawatan melibatkan
evaluasi terhadap berbagai pendekatan dan model yang
digunakan oleh perawat dalam praktik sehari-hari. Ini termasuk
model-model seperti model pendekatan masalah, pendekatan
sistem, pendekatan proses, atau model konsep. Dalam
menganalisis metode ini, penting untuk mempertimbangkan
keefektifan, keamanan, dan kepuasan pasien sebagai ukuran
keberhasilan.
Selain itu, proses asuhan keperawatan juga dianalisis
secara mendalam. Ini melibatkan evaluasi terhadap langkah-
langkah konkret yang diambil oleh perawat dalam

53
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi perawatan.
Pertimbangan penting dalam analisis ini termasuk keakuratan
diagnosis keperawatan, kepatuhan terhadap standar praktik
klinis, dan kemampuan perawat dalam melakukan intervensi
yang efektif. Selanjutnya, praktik-praktik spesifik yang
digunakan dalam asuhan keperawatan juga dianalisis untuk
mengevaluasi efektivitas, efisiensi, dan kualitas perawatan. Ini
meliputi penggunaan teknologi informasi dalam dokumentasi
perawatan, penggunaan alat bantu seperti skala penilaian risiko
jatuh, serta komunikasi dan kerja sama antara tim perawatan.
Analisis metode asuhan keperawatan juga mencakup
evaluasi terhadap faktor-faktor kontekstual yang memengaruhi
praktik perawatan, termasuk kebijakan dan regulasi kesehatan,
budaya organisasi, dan sumber daya yang tersedia. Pemahaman
terhadap faktor-faktor ini membantu dalam menentukan
hambatan-hambatan yang mungkin menghambat penerapan
metode asuhan keperawatan yang efektif.
Dengan menganalisis metode asuhan keperawatan secara
menyeluruh, perawat dapat mengidentifikasi area-area untuk
perbaikan, memperkuat praktik-praktik yang telah terbukti
efektif, dan mengintegrasikan temuan-temuan baru dalam
praktik klinis mereka. Hal ini mengarah pada pemberian
perawatan yang berkualitas tinggi, responsif terhadap
kebutuhan pasien, dan berorientasi pada hasil yang diinginkan.
Pada tinjauan teoritis didapatkan data kelumpuhan
wajah/anggota badan sebelah, gangguan sensabilitas pada
satu/lebih anggota badan, penurunan kesadaran, afasia, disatria,
gangguan penglihatan, atasia, mual muntah, dan nyeri kepala.
Dalam studi kasus di atas, pengkajian pada Ibu F
didapatkan data Pasien mengeluh tidak bias menggerakkan
anggota tubuh sebelah kanan, pasien mengalami mual muntah,
sakit kepala. Kekuatan otot 1, aktivitas dibantu keluarga. Pasien

54
mengeluh sakit kepala dan nyeri di tengkuk leher dengan skala
nyeri 4-6 dan Pasien tampak meringis Ibu F sudah pernah
mengalami perubahan tekanan darah tinggi dan itu disebabkan
oleh faktor gaya hidup yang mengkonsumsi makanan yang tidak
sehat dan tinggi kadar garam. Hal ini terjadi persamaan antara
tinjauan teori dan kasus. Berdasarkan uraian pengkajian
menemukan kesenjangan antara teori dengan kasus dikarenakan
klien tidak ada penurunan kesadaran, tidak terjadi afasia,
disatria, dan gangguan penglihatan
Masalah keperawatan yang muncul secara tinjauan teoritis
menurut Wijaya dan Putri, (2013) diagnosa pada pasien stroke
antara lain sebagai berikut : Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklus
hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral. Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neurovaskuler,
kelemahan dan flaksid paralisis hipotonik (awal), kerusakan
perceptual kognitif. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan
dengan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskular kehilangan
tonus / kontrolototfasia, kelemahan / kelelahan umum.
Setelah penulis melakukan pengkajian dan analisa data,
diagnosa yang timbul pada asuhan keperawatan tentang
kebutuhan aktivitas pada Ibu F dengan kasus stroke adalah
kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neurovaskuler. Pada laporan kasus diagnosa keperawatan,
penulis tidak menjumpai kesenjangan antara teori dan kasus.
Adapun perencanaan asuhan keperawatan sesuai yang
dialami oleh klien dan berdasarkan prioritasnya. Usaha-usaha
direncanakan untuk permasalahan yang terjadi pada klien
dengan diagnose Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklus
hemoragi, vesospasme serebral, edema serebral. Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neurovaskuler,

55
kelemahan dan flaksid paralisis hipotonik (awal), kerusakan
perceptual kognitif yaitu monitor tanda-tanda vital,
kajiskalaotot, melakukan Range Of Motion (ROM) pada
klien,melakukan perubahan posisi setiap 2 jam sekali,
laksanakan program pengobatan sesuai intruksi dan melibatkan
keluarga dalam latihan aktivitas.
Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan yang penulis
lakukan, adapun tindakan yang akan dilakukan sesuai rencana
yang telah disusun bertujuan untuk memenuhi kebutuhan klien
dan mengurangi masalahnya sehingga tujuan keperawatan yang
diharapkan dapat tercapai. Dalam melaksanakan tindakan
keperawatan harus bekerja sama dengan klien dan keluarga
serta tim medis lainnya sesuai masalah tindakan yang diberikan
untuk diagnose kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
keterlibatan neurovaskuler yaitu memantau tanda-tanda vital,
mengkaji skala otot, mengajarkan latihan ROM pada klien,
melakukan perubahan posisi selama 2 jam sekali dan memberi
terapi sesuai indikasi.
Hasil evaluasi yang dilakukan untuk tercapainya
pemecahan tindakan yang dilakukan melalui pengkajian ulang
terhadap aspek terkait dengan masalah klien selama masa
perawatan pada klien dengan stroke iskemik. Berdasarkan hasil
evaluasi maka dapat dikatakan masalah teratasi sebagian yaitu
kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neurovaskuler. Dengan hasil evaluasi terakhir klien tidak lemas,
keluhan utama sudah sedikit membaik, jari tangan sebelah kanan
sudah mulai bias untuk digerakkan sedikit.

56
BAB IV
PENUTUP
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Gangguan
mobilitas fisik adalah keterlibatan neurovaskuler, kelemahan
dan flaksid paralisis hipotonik (awal), kerusakan perceptual
kognitif. Intervensi yang dilakukan yaitu kaji kemampuan klien
dalam melakukan aktivitas dan adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan, Observasi adanya pembatasan klien
dalam melakukan aktivitas, ubah posisi minimal setiap 2 jam
(telentang, miring), mengajarkan latihan ROM pada semua
ekstremitas.
Implementasi yang dilakukan yaitu mengkaji kemampuan
klien dalam melakukan aktivitas dan adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan, mengobservasi adanya pembatasan
klien dalam melakukan aktivitas, mengubah posisi minimal
setiap 2 jam (telentang, miring), mengajarkan latihan ROM
padaekstremitas. Berdasarkan hasil evaluasi maka dapat
dikatakan masalah belum teratasi dengan sempurna yaitu
kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neurovaskuler. Dengan hasil evaluasi terakhir klien tidak lemas,
keluhan utama sudah sedikit membaik, anggota gerak sebelah
kanan sudah mulai bisa untuk digerakkan sedikit demi sedikit.

57
DAFTAR PUSTAKA
Adams, Harold P., et al. "Classification of subtype of acute
ischemic stroke. Definitions for use in a multicenter clinical
trial. TOAST. Trial of Org 10172 in Acute Stroke
Treatment." Stroke 24.1 (1993): 35-41.
American Stroke Association. (2019). Stroke Warning Signs and
Symptoms. Diakses dari
https://www.stroke.org/en/about-stroke/stroke-
warning-signs-and-symptoms.
Arifin, Iwan, dkk. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah:
Gangguan Neurologis. Edisi 1. Jakarta: Trans Info Media,
2019.
Auryn dan Virzara. Jurnal Konsep Penyakit dalam.
www.repository.usu.ac.id.
Benjamin, E. J., Muntner, P., Alonso, A., Bittencourt, M. S.,
Callaway, C. W., Carson, A. P.,... & Heart Disease and Stroke
Statistics—2019 Update: A Report From the American
Heart Association. Circulation, 139(10), e56-e528. (2019).
DOI: 10.1161/CIR.0000000000000659
Budianto. Pepi, Diah Kurnia Mirawati, dkk. (2021). Stroke
Iskemik Akut: Dasar dan Klinis, Publisher:
www.unspress.uns.ac.id ISBN: 978-602-397-521-1
Campbell, B. C., De Silva, D. A., Macleod, M. R., Coutts, S. B.,
Schwamm, L. H., Davis, S. M., & Donnan, G. A. (2019).
Ischaemic stroke. Nature Reviews Disease Primers, 5(1), 1-
22. DOI: 10.1038/s41572-018-0058-8
Donnan, G. A., Fisher, M., Macleod, M., & Davis, S. M. (2008).
Stroke. The Lancet, 371(9624), 1612-1623. DOI:
10.1016/S0140-6736(08)60694-7

58
Feigin, V. L., Norrving, B., & Mensah, G. A. (Eds.). (2017). Global
burden of stroke. Cambridge University Press. DOI:
10.1017/9781316481345
Fransisca (2011). Asuhan Keperawatan Klien Dengan gangguan
sistem persarafan. Jakarta : Trans Info Media
Goyal, M., Menon, B. K., van Zwam, W. H., Dippel, D. W., Mitchell,
P. J., Demchuk, A. M.,... & Campbell, B. C. (2016).
Endovascular thrombectomy after large-vessel ischaemic
stroke: a meta-analysis of individual patient data from five
randomised trials. The Lancet, 387(10029), 1723-1731.
DOI: 10.1016/S0140-6736(16)00163-X
Haiga, Y.., Prima Putri Salman, I.., & Wahyuni, S.. (2022).
Perbedaan Diagnosis Stroke Iskemik dan Stroke
Hemoragik dengan Hasil Transcranial Doppler di RSUP Dr.
M. Djamil Padang. Scientific Journal, 1(5), 391–400.
https://doi.org/10.56260/sciena.v1i5.72
Hankey, G. J. (2017). Stroke. The Lancet, 389(10069), 641-654.
DOI: 10.1016/S0140-6736(16)30962-X
Hidayat (2008). Jurnal keperawatan Indonesia peran perawat,
www.jlu-ui-ac-id.
Hutahean, S (2010) Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan
jakarta : Trans Info media.
Johnston, S. Claiborne, et al. "Clopidogrel with aspirin in acute
minor stroke or transient ischemic attack." New England
Journal of Medicine 369.1 (2013): 11-19.
Manurung (2011), keperawatan professional, Jakarta : Trans Info
Media
Meretoja, A., Keshtkaran, M., Saver, J. L., Tatlisumak, T., Parsons,
M. W., Kaste, M., & Davis, S. M. (2013). Stroke thrombol.
Miller, E. L., Murray, L., Richards, L., Zorowitz, R. D., Bakas, T.,
Clark, P.,... & American Heart Association Council on
Cardiovascular Nursing and the Stroke Council. (2010).

59
Comprehensive overview of nursing and interdisciplinary
rehabilitation care of the stroke patient: a scientific
statement from the American Heart Association. Stroke
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta :Selemba Medika.
Pepi Budianto, Diah Kurnia Mirawati, dkk. (2021). Stroke
Iskemik Akut: Dasar dan Klinis, Penerbit: Penerbit dan
Pencetakan UNS (UNS Press)
Powers, W. J., Rabinstein, A. A., Ackerson, T., Adeoye, O. M.,
Bambakidis, N. C., Becker, K.,... & Jauch, E. C. (2018).
Guidelines for the early management of patients with acute
ischemic stroke: 2019 update to the 2018 guidelines for
the early management of acute ischemic stroke: a guideline
for healthcare professionals from the American Heart
Association/American Stroke Association. Stroke, 50(12),
e344-e418. DOI: 10.1161/STR.0000000000000211
Purwaningsih, Endang Sri, dkk. Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Stroke. Jakarta: Penerbit Salemba Medika, 2017.
Sjahrir, (2003). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta : Selemba Medika.
Sumijatun (2011).Konsep dasar menuju keperawatan
professional. Jakarta : TIM
Tarwoto, dkk. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Sistem Persarafan, Jakarta : TIM.
Wakhidah (2015). Asuhan-asuhan Keperawatan Dengan
Gangguan Sistem Persarafan.
http/naskah.publikasi.uimuha.ac.id.
Wardlaw, J. M., Seymour, J., Cairns, J., & Keir, S. (2013). Practical
neurology. John Wiley & Sons.
Warta (2014).Gambaran tentang stroke. http//warta.uib.ic.id
Widagdo (2008).Asuhan Keperawatan pada klien gangguan
system persarafan. Jakarta : Trans Info Media.

60
WijayadanPutri (2013).Keperawatan medical bedah. Yogyakarta:
NuhaMedika.

61
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Dr. Diauddin, S.Ag., M.M., M.Pd.,
lahir di Aceh Utara, 31 Desember 1968.
Menyelesaikan Pendidikan S1 pada Jurusan
Pendidikan Islam di Sekolah Tinggi Agama
Islam (STAI) Almuslim Matang Glumpang
Dua. Pernah belajar pada Dayah
Darussa’adah Pusat Teupin Raya Pidie, Dayah
Darussa’adah Cot Bada Peusangan Bireuen, dan Dayah Darul
‘Ulum Tanoh Mirah Peusangan Bireuen. Menyelesaikan program
Magister (S2) konsentrasi Manajemen Sumber Daya Manusia
(SDM), Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STMMI) Jakarta.
Kemudian kembali mengambil program magister S2 Program
Studi Pendidikan Islam di Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara, kemudian melanjutkan S3 Program Studi Pendidikan
Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Penulis memiliki beberapa pengalaman kerja, antara lain;
Dosen di STIKES Ubudiyah Lhokseumawe, Dosen Akper Pemkab
Aceh Utara, Dosen STIKES Bumi Persada Lhokseumawe, Dosen
STIKES Al-Munawwarah Bireuen, Dosen Akbid Pemkab Aceh
Utara, Dosen STIKES Getsempena Aceh Utara, Dosen STIKES
Harapan Bangsa Lhokseumawe, Dosen Akper Muhammadiyah
Lhokseumawe, dan Dosen tetap di Poltekes Kemenkes Aceh
sampai sekarang.
Penulis juga memiliki pengalaman organisasi antara lain;
sebagai Ketua Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) Kota
Lhokseumawe, Ketua Tarbiyah Islamiyah Kota Lhokseumawe,
Da’i dan Pengurus Nahdlatul Ulama Aceh Utara, dan Anggota
Dewan Pengurus Wilayah Provinsi Sumatera Utara pada Forum
Silaturahmi Doktor Indonesia (FORSILADI). Penulis aktif di
berbagai forum ilmiah sebagai narasumber, baik nasional dan

62
internasional. Selain itu, beberapa karya tulis penulis telah
dipublikasikan di media-media, baik dalam bentuk jurnal ilmiah
nasional-internasional, opini, dan buku.

Dr. Puput Mulyono, S.Psi.I, M.Si.


Penulis lahir di Bojonegoro. Penulis
menyelesaikan pendidikan S1 di IAIN
Walisongo Semarang. Penulis melanjutkan
pendidikan S2 di UNIKA Soegijapranata
Semarang. Penulis melanjutkan pendidikan
S3 di Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
Sejak tahun 2011 penulis mulai aktif mengajar sebagai
dosen dan saat ini penulis aktif mengajar di Universitas Duta
Bangsa Surakarta. Penulis juga aktif dalam kegiatan penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat, serta bergabung dalam
organisasi profesi sebagai anggota. Penulis juga aktif dalam
penulisan artikel ilmiah nasional maupun internasional, serta
menulis buku ajar/modul/buku referensi, dan sebagainya.

Erika, SKM., M.Kes. Dosen Sekolah


Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Mitra
Husada Medan. Penulis lahir di Sidikalang
tanggal 15 Agustus 1963. Penulis adalah
dosen pada Program Studi Pendidikan
Diploma tiga, Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Indah Medan.
Menyelesaikan pendidikan D3
Keperawatan di Universitas Darma Agung Medan. Melanjutkan
pendidikan S1 pada Jurusan Administrasi Kebijakan Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan

63
S2 pada Jurusan Administrasi Kebijakan Kesehatan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Penulis menekuni Penelitian dan Pengabdian pada
Masyarakat dibidang Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan.
Hasil karya ilmiah yang sudah dipublikasikan dalam bentuk
buku, yaitu Peranan Sumberdaya Institusi Pendidikan Terhadap
Mutu Lulusan Akademi Keperawatan. Azka Pustaka, Januari 2022;
Keterlambatan Diagnosis & Komplikasi Penderita Malformasi
Anorektal. Azka Pustaka, November 2022; Peningkatan Pengetahuan
Masyarakat dalam Pencegahan Covid-19. Azka Pustaka, Juni 2023
Bekerja di Rumah Sakit Herna sebagai Perawat Ruangan tahun
1989–1991, di Rumah Sakit Haji Mina Medan sebagai Perawat
ICU/ICCU tahun 1992–2002, Ketua Pengabdian Kepada Masyarakat
tahun 2000–2002 di Akademi keperawatan Harapan Mama Deli
Serdang. Disamping Sebagai Dosen, penulis juga memiliki tugas
tambahan sebagai Direktris Akademi Keperawatan Indah Medan
tahun 2002–2006, Ketua Lembaga Penjamin Mutu Akademi
Keperawatan Indah Medan 2010–2019, Ketua Gugus kendali Mutu
tahun 2020–2021, Ketua Lembaga Penjamin Mutu Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Indah tahun 2021 – 2023. Saat ini sebagai Pengajar
di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Mitra Husada Medan.

Fitriani Agustina, M.Kep.,


Sp.Kep.MB. Menyelesaikan pendidikan S1 di
Stikes Muhammadiyah Lhokseumawe dan
pendidikan profesi ners di Stikes Sumatera
Utara. Penulis melanjutkan pendidikan S2
dan Spesialis Keperawatan Medikal Bedah di
Fakuktas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
Sejak tahun 2019 Penulis mulai aktif

64
mengajar sebagai Dosen Keperawatan dan saat ini penulis aktif
mengajar di Poktekkes Kemenkes Aceh. Penulis juga aktif dalam
penerbitan buku serta jurnal nasional dan internasional. Penulis
dapat dihubungi melalui email fitriagus0808@gmail.com.
Pesan untuk para pembaca: Bacalah dan temukan makna
dari hidup.

65

Anda mungkin juga menyukai