Indonesia Apresiasi adalah penghargaan terhadap karya seni rupa dengan cara menghayati sekaligus memberi evaluasi dan kritik tanpa kehilangan rasa simpati terhadap karya tersebut. Sejarah seni rupa Indonesia adalah bentuk pembabagan perkembangan Seni Rupa Indonesia Modern, yaitu: 1) masa Perintisan (Masa Raden Saleh). 2) periode Indonesia Jelita/Indie Mooi (masa Basuki Abdullah, dkk). 3) masa Cita Nasional (masa S. Sudjojono dkk). 4) masa Pendudukan Jepang (Keimin Bunka Shidoso). 5) masa Sesudah Kemerdekaan. 6 masa Pendidkan Formal. 7) masa Seni Rupa Baru di Indonesia. Membandingkan dua karya seni rupa seniman Indonesia dapat dilakukan dengan berbentuk sederhana, yaitu hanya membandingkan unsur dan prinsip yang diketahui yang dikemas dalam bentuk laporan. Berikut adalah contoh form laporan yang sederhana yang berisi: 1. Tahap Persiapan Perencanaan, yang berisi: a. jenis karya yang akan dibandingkan, b. sumber data c. waktu pengambilan data 2. Tahap Pelaksanaan a. Pengumpulan Data, berisi: 1) Judul karya 2) Bentuk/jenis karya 3) Nama seniman 4) Tahun penciptaan 5) Gaya/aliran karya 6) Media yang digunakan 7) Pesan yang terkandung b. Pengolahan Data, berisi perbandingan 2 karya dari unsur-unsur di atas 3. Tahap Penarikan Kesimpulan. Berisi hasil perbandingan karya dua seniman Indonesia.
Secara singkat perkembangan (tahapan) seni rupa Indonesia
Modern dan tokoh-tokohnya: a. Masa Perintisan (masa Raden Saleh Syarif Bustaman) b. Masa Indie Mooi ( masa kolonial, Basuki Abdullah) c. Masa Cita Nasional (zaman perjuangan) d. Masa Pendudukan Jepang e. Masa Sesudah Kemerdekaan f. Masa Pendidikan Formal
Periode perintis (1826-1880)
Perkembangannya diawali oleh pelukis Raden Saleh. Berkat pengalamannya belajar menggambar dan melukis di luar negeri seperti di Belanda, Jerman, Prancis, dia dapat merintis kemunculan seni rupa modern di Indonesia. Corak lukisannya beraliran romantis dan naturalis. Aliran romantisnya menampilkan karya-karya yang berceritera dahsyat, penuh kegetiran seperti tentang perkelahian dengan binatang buas. Gaya naturalisnya sangat jelas tampak dalam melukis potret. Disebut sebagai zaman perintis karena merupakan awal dari perkembangan Seni Lukis modern di indonesia Periode Hindia Molek Masa ini merupakan kelanjutan dari masa perintisan setelah vakum beberapa saat karena meninggalnya Raden Saleh. Kemudian munculah seniman Abdullah Surio Subroto dan diikuti oleh anak-anaknya, Sujono Abdullah, Basuki Abdullah, dan Trijoto Abdullah. Pelukis-pelukis Indonesia yang lain seperti Pirngadie, Henk Ngantung, Suyono, Suharyo, dan Wakidi. Masa ini disebut dengan masa Indonesia jelita karena pelukisnya melukiskan tentang kemolekan/keindahan objek alam. Pelukis hanya mengandalkan teknik dan bahan saja. Karya Abdullah SR. Periode PERSAGI Pada masa ini di Indonesia sedang terjadi pergolakan. Bangsa Indonesia berjuang untuk mendapatkan hak yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain, terutama hak untuk merdeka dari penjajahan asing. Pergolakan di segala bidang pun terjadi, seperti dalam bidang kesenian yang berusaha mencari ciri khas Indonesia. Pelopor masa ini yang dikenal memilki semangat tinggi adalah S. Sdjojono. Dia tidak puas dengan kehidupan seni rupa jelita yang serba indah, karena dianggap bertolak belakang dengan kejadian yang melanda bangsa Indonesia. Sebagai langkah perjuangannya, S. Sudjojono dan Agus Jayasuminta bersama kawan-kawannya mendirikan PERSAGI (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia). Persagi bertujuan untuk mengembangkan seni lukis di Indonesia dengan mencari corak Indonesia asli. Konsep persagi itu sendiri adalah semangat dan keberanian, bukan sekadar kecakapan melukis melainkan melukis dengan tumpahan jiwa. Karya-karya S. Sudjojono. Periode pendudukan Jepang Kegiatan melukis pada masa ini dilakukan dalam kelompok Keimin Bunka Shidoso. Tujuannya adalah untuk propaganda pembentukan kekaisaran Asia Timur Raya. Kelompok ini didirikan oleh tentara Dai Nippon dan diawasi oleh seniman Indonesia, Agus Jayasuminta, Otto Jaya, Subanto, Trubus, Henk Ngantung, dll. Untuk kelompok asli Indonesia berdiri kelompok PUTRA (Pusat Tenaga Rakyat), tokoh-tokoh yang mendirikan kelompok ini adalah tokoh empat serangkai yaitu Ir. Sukarno, Moh. Hatta, KH. Dewantara dan KH. Mas Mansyur. Khusus yang menangani bidang seni lukis adalah S. Sudjojono dan Affandi. Pelukis yang ikut bergabung dalam Putra diantaranya Hendra Gunawan, Sudarso, Barli, Wahdi, dll. Pada masa ini para seniman memiliki kesempatan untuk berpameran, seperti pameran karya dari Basuki Abdullah, Affandi, Nyoman Ngedon, Hendra Gunawan, Henk Ngantung, Otto Jaya, dan lain-lain. Periode pasca-kemerdekaan Setelah Indonesia merdeka bermunculanlah kelompok-kelompok seniman lukis Indonesia, diantaranya:
Sanggar Masyarakat (1946) dipimpin Affandi, kemudian
diganti nama menjadi SIM (Seniman Indonesia Muda) yang dipimpin oleh S. Sudjojono; Pelukis Rakyat (1947), Affandi dan Hendra Gunawan keluar dari SIM dan mendirikan Pelukis Rakyat dipimpin oleh Affandi; Perkumpulan Prabangkara (1948); ASRI (Akademi seni rupa (1948), tokoh-tokoh pendirinya RJ. Katamsi, S.Sudjojono,Hendra Gunawan, Jayengasmoro, Kusnadi dan Sindusisworo; Tahun 1950 di Bandung berdiri Balai Perguruan Tinggi Guru Gambar yang dipelopori oleh Prof. Syafei Sumarya, Mochtar Apin, Ahmad Sadali, Sujoko, Edi Karta Subarna; Tahun 1955, berdiri Yin Hua oleh Lee Man Fong (perkumpulan pelukis Indonesia keturunan Tionghoa); Tahun 1958, berdiri Yayasan seni dan desain Indonesia oleh Gaos Harjasumantri. Tahun 1959, berdiri Organisasi Seniman Indonesia oleh Nashar. Periode akademi (1950) Pengembangan seni rupa melalui pendidikan formal. Lembaga pendidikan yang bernama ASRI yang berdiri tahun 1948 kemudiaan secara formal tahun 1950 lembaga tersebut mulai membuat rumusan-rumusan untuk mencetak seniman-seniman dan calon guru gambar. Pada tahun 1959 di Bandung dibuka jurusan seni rupa Institut Teknologi Bandung (ITB), kemudian dibuka pula jurusan seni rupa di semua Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) diseluruh Indonesia. Periode seni rupa baru Pada sekitar tahun 1974 muncul kelompok baru dalam seni lukis. Kelompok ini menampilkan corak baru dalam seni lukis Indonesia yang membebaskan diri dari batasan-batasan seni rupa yang telah ada. Seniman muda yang mempelopori kelompok ini adalah Jim Supangkat, S. Prinka, Dee Eri Supria. Konsep kelompok ini adalah:
Tidak membedakan disiplin seni;
Menghilangkan sikap seseorang dalam mengkhususkan penciptaan seni; Mendambakan kreativitas baru; Membebaskan diri dari batasan-batasan yang sudah mapan; Bersifat eksperimental.
Albert Bandura dan faktor efikasi diri: Sebuah perjalanan ke dalam psikologi potensi manusia melalui pemahaman dan pengembangan efikasi diri dan harga diri