Anda di halaman 1dari 7

TUGAS INDIVIDUAL RESUME

MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN

PERATURAN DAN STUDI KASUS OUTBREAK PRODUK PANGAN

Dosen Pengampu : Erni Sofia Murtini STP, MP, Ph.D

Disusun oleh:

Herdwilia Ramadanti
(236100100111006)

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

DEPARTEMEN ILMU PANGAN DAN BIOTEKNOLOGI

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2024
I. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 86 Tahun 2019 : Tentang Keamanan
Pangan
Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan
dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Kajian Risiko Keamanan
Pangan adalah bagian analisis risiko dalam bentuk kegiatan kajian ilmiah aspek Keamanan
Pangan yang mencakup identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya, kajian paparan, dan
karakterisasi risiko. Keamanan Pangan diselenggarakan melalui:
a. Sanitasi pangan dari hulu hingga hilir, termasuk bahan, peralatan, tempat kerja,
lingkungan, pekerja, kemasan hingga distribusi pemasaran.
b. Pengaturan terhadap bahan tambahan pangan; menggunakan bahan yang tidak
membahayakan kesehatan dan sesuai takaran (ambang batas).
c. Pcngaturan terhadap pangan produk rekayasa genetik; dilarang mengedarkan pangan
produk rekayasa genetik sebelum mendapatkan persetujuan keamanan pangan.
d. Pengaturan terhadap iradiasi pangan; wajib dilakukan di fasilitas iradiasi yang telah
memiliki izin pemanfaatan sumber radiasi pengion dari kepala lembaga pemerintah
nonkementerian yang meiaksanakan tugas di bidang pengawasan tenaga nuklir.
e. Penetapan standar kemasan pangan; dilarang menggunakan bahan kemasan pangan yang
mengandung zat kontak pangan yang dilarang yang dapat melepaskan cemaran yang
membahayakan kesehatan manusia.
f. Pemberian jaminan keamanan pangan dan mutu pangan; dan jaminan produk halal bagi
yang dipersyaratkan.

Keamanan pangan dilakukan melalui pengawasan, penanganan keiadian luar biasa dan
penanganan cepat terhadap kedaruratan keamanan pangan, dan peran serta Masyarakat.

II. UU No 18 Tahun 2012 : Tentang Pangan

 Melakukan produksi pangan olahan tertentu untuk diperdagangkan, yang dengan sengaja
tidak menerapkan tata cara pengolahan pangan yang dapat menghambat proses
penurunan atau kehilangan kandungan gizi bahan baku pangan yang digunakan dipidana
penjara paling lama 1 tahun atau denda Rp. 2.000.000.000,00
 Memproduksi pangan yang dihasilkan dari rekayasa genetik pangan yang belum
mendapatkan persetujuan keamanan pangan sebelum diedarkan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun atau denda Rp.10.000.000.000,00.
 Menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau
peredaran pangan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi pangan dipidana penjara
paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00
 Melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan yang dengan sengaja menggunakan: a.
bahan tambahan Pangan melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; atau b.
bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan Pangan dipidana penjara paling
lama 5 tahun atau denda Rp 10.000.000.000,00
 Melakukan produksi Pangan untuk diedarkan, yang dengan sengaja menggunakan bahan
apa pun sebagai Kemasan Pangan yang dapat melepaskan cemaran yang membahayakan
kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak
Rp 4. 000.000.000,00
 Dengan sengaja membuka kemasan akhir Pangan untuk dikemas kembali dan
diperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
 Memproduksi dan memperdagangkan Pangan yang dengan sengaja tidak memenuhi
standar Keamanan Pangan dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling
banyak Rp4.000.000.000,00.
 Sengaja memperdagangkan Pangan yang tidak sesuai dengan Keamanan Pangan dan
Mutu Pangan yang tercantum dalam label Kemasan Pangan dipidana penjara paling lama
2 tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00.
 Sengaja menghapus, mencabut, menutup, mengganti label, melabel kembali, dan/atau
menukar tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa Pangan yang diedarkan dipidana dengan
2 tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00.
 Sengaja memberikan keterangan atau pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan
pada label dipidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp
6.000.000.000,00.
III. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
22 Tahun 2017 tentang Penarikan Pangan Dari Peredaran
Penarikan Pangan (Recall) adalah suatu tindakan menarik Pangan yang berpotensi
menimbulkan gangguan kesehatan dan/atau tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dari setiap tahapan pada rantai Pangan, termasuk Pangan yang telah dimiliki oleh
konsumen dalam upaya untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen. BPOM dapat
meminta produsen, importir, dan/atau distributor pangan untuk melakukan penarikan pangan
pada saat terjadi kondisi sebagai berikut: 1. Pangan yang telah didistribusikan mempunyai
risiko menyebabkan penyakit atau cedera; 2. Pangan tidak memenuhi persyaratan keamanan
pangan dan atau ketentuan lain yang ditetapkan; dan 3. Perlu diambil untuk melindungi
kesehatan masyarakat.

Penarikan Pangan dari peredaran dibagi menjadi tiga kelas tergantung dari tingkat
risikonya terhadap kesehatan, yaitu:

a) Penarikan Kelas I : Situasi di mana konsumsi atau paparan Pangan diduga dapat
menyebabkan masalah kesehatan yang serius bahkan kematian.
b) Penarikan Kelas II : Situasi di mana konsumsi atau paparan Pangan diduga dapat
menimbulkan gangguan kesehatan yang bersifat sementara, atau gangguan kesehatan
yang dapat pulih kembali, atau kemungkinan kecil dapat menimbulkan gangguan
kesehatan serius, atau mutu tidak sesuai dengan Standard Nasional Indonesia yang telah
diwajibkan (SNI Wajib), atau Pangan terkemas yang beredar tanpa ijin edar, serta Pangan
berdasarkan hasil pengujian positif mengandung babi pada Pangan yang tidak
mencantumkan peringatan, mengandung babi pada label.
c) Penarikan Kelas III : Situasi dimana konsumsi atau paparan Pangan tidak menyebabkan
reaksi yang merugikan kesehatan, namun ada pelanggaran terhadap peraturan
perundangan selain yang sudah disebutkan pada Kelas I dan Kelas II.

Proses Penarikan Pangan dari Peredaran : 1. Penerbitan surat perintah penarikan oleh
BPOM. 2. Penerbitan surat edaran termasuk menginstruksikan Balai Besar/Balai POM untuk
berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat. 3. Penerbitan peringatan 4ublic dalam hal
penarikan Kelas I oleh BPOM atau Pelaku Usaha. 4. Pelaksanaan penarikan pangan. 5.
Penanganan Pangan yang telah ditarik. 6. Monev hasil penarikan dan diterbitkan Surat
Penghentian Penarikan atau diterbitkan Surat Perintah Penarikan Pangan Kembali. 7.
Penerbitan surat edaran tentang penghentian penarikan kepada Balai Besar/Balai POM, khusus
untuk penarikan Kelas I.
IV. Indonesia Rapid Alert System For Food And Feed (INRASFF)

Pelaksanaan perdagangan bebas di pasar global menyebabkan peningkatan aktivitas


perdagangan makanan lintas negara. Hal tersebut dapat meningkatkan risiko penyebaran
patogen melalui makanan dan minuman yang diperdagangkan (foodborne pathogen). Untuk
mengatasi tantangan tersebut, diperlukan sistem pengawasan keamanan pangan modern yang
lebih menekankan pada pengawasan post market yang kuat dan komprehensif. Salah satu tools
dalam pengawasan pangan post market adalah Indonesia Rapid Alert System for food and Feed
(INRASFF).

Badan POM telah menginisiasi pembentukan INRASFF working group pada tahun 2010.
Indonesia Rapid Alert System For Food And Feed (INRASFF) adalah suatu sistem komunikasi
cepat yang melibatkan lembaga terkait keamanan pangan di indonesia untuk melaksanakan
kewaspadaan dan penanggulangan kasus keamanan pangan dan pakan. INRASFF melakukan
pengumpulan dan analisis data permasalahan keamanan pangan melalui Competent Contact
Point (CCP) INRASFF di dalam negeri dan jejaring keamanan pangan internasional (european
union rasff, asean rasff, international food safety authority network (infosan), dsb.). Lembaga
yang berperan sebagai CCP dalam jejaring INRASFF adalah Kementerian Pertanian,
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan,
Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Serta Badan POM. Selain sebagai CCP,
Badan POM juga berperan sebagai National Contact Point (NCP) bagi indonesia.

Tujuan INRASFF adalah :

1. Meningkatkan kecepatan dalam pertukaran informasi terkait permasalahan keamanan


pangan antar otoritas kompeten keamanan pangan di Indonesia.
2. Meningkatkan keamanan pangan, khususnya produk impor yang beredar di Indonesia.
3. Meminimalisasi penolakan terhadap produk ekspor asal Indonesia.
4. Meningkatkan kepercayaan masyarakat regional dan internasional terhadap produk-
produk Indonesia.
V. Jurnal :
Penarikan Kembali Daging Sapi Giling dan Kinerja Keamanan Pangan Selanjutnya
oleh Michael Ollinger dan Matthew Houser (2020)
Makalah ini berfokus pada daging sapi giling karena daging giling merupakan bagian
terbesar dari penarikan daging atau unggas Kelas 1 dan merupakan sumber utama penyakit dan
kematian akibat keracunan makanan. Pabrik daging sapi giling dengan penarikan Kelas 1
cenderung menunjukkan tingkat Salmonella yang tinggi sebelum dan selama tahun penarikan,
tetapi jauh lebih rendah setelahnya. Penelitian ini menemukan bahwa pabrik-pabrik ini
menunjukkan hasil yang buruk pada tes Salmonella sebelum penarikan, tetapi lebih baik pada
tes setelah penarikan, dan tidak memenuhi standar FSIS untuk Salmonella selama tahun
penarikan dibandingkan dengan tahun sebelum penarikan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penarikan Kelas 1 mendorong pabrik daging sapi giling untuk meningkatkan praktik
keamanan pangan mereka dan meningkatkan hasil pengujian Salmonella setelah penarikan,
yang menunjukkan bahwa kinerja keamanan pangan setelah penarikan lebih baik.
Produsen menghadapi biaya yang sangat besar untuk penarikan produk kembali. Menurut
Asosiasi Produsen Bahan Makanan Manufacturers Association di Amerika Serikat, biaya
penarikan langsung untuk perusahaan makanan dan minuman besar dengan penjualan lebih
dari $1 miliar adalah $10 hingga $29 juta per penarikan. Dalam lima hari setelah pengumuman
penarikan, perusahaan publik kehilangan sekitar $109 juta, yang menunjukkan bahwa biaya
tidak langsung dari reputasi dan tanggung jawab keamanan pangan akan lebih besar.
Mengambil dan memusnahkan produk, memperbaiki reputasi keamanan pangan, dan
memberikan kompensasi kepada korban klaim pertanggungjawaban dapat membuat
perusahaan bangkrut atau mendorong mereka untuk menginternalisasi biaya sosial (keamanan
pangan) dalam keputusan investasi.
Secara keseluruhan, hubungan antara biaya keamanan pangan, penarikan produk, dan
investasi keamanan pangan menyoroti pentingnya implikasi keuangan dalam mendorong
perusahaan untuk memprioritaskan dan berinvestasi pada langkah-langkah keamanan pangan
untuk mengurangi risiko dan meningkatkan kinerja secara keseluruhan dalam industri makanan
AS. Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan cenderung meningkatkan investasi keamanan
pangan mereka sebagai respons terhadap meningkatnya biaya akibat penarikan makanan dan
kegagalan keamanan lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan menginternalisasi
biaya sosial dari insiden keamanan pangan dan memprioritaskan investasi dalam langkah-
langkah keamanan pangan untuk mengurangi risiko dan meningkatkan kinerja.
Temuan ini menggarisbawahi pentingnya praktik dan investasi keamanan pangan yang
proaktif dalam menjaga kepercayaan konsumen, melindungi kesehatan masyarakat, dan
memastikan keberlanjutan jangka panjang industri makanan. Dengan memahami implikasi dari
biaya keamanan pangan dan penarikan produk, perusahaan dapat mengambil keputusan yang
tepat untuk meningkatkan kinerja keamanan pangan dan memitigasi potensi risiko di masa
depan (Ollinger & Houser, 2020)

VI. Referensi
Indonesia Rapid Alert System For Food And Feed. Indonesia. https://inrasff.pom.go.id/aboutus.
Diakses tanggal 15 Februari 2024.

Ollinger, M., & Houser, M. (2020). Ground beef recalls and subsequent food safety performance. Food
Policy, 97. https://doi.org/10.1016/j.foodpol.2020.101971

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2017
tentang Penarikan Pangan Dari Peredaran. Indonesia.
https://jdih.pom.go.id/download/product/767/22/2017. Diakses tanggal 15 Februari 2024.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 86 Tahun 2019 Tentang Keamanan Pangan. Indonesia.
https://jdih.pertanian.go.id/sources/files/PP_86-20191.pdf. Diakses tanggal 15 Februari 2024.

Undang - Undang No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Indonesia. UU No. 18 Tahun 2012 Tentang
Pangan (peraturan.go.id). Diakses tanggal 15 Februari 2024.

Anda mungkin juga menyukai