Anda di halaman 1dari 19

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keamanan Pangan


Keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan
bahaya kepada konsumen jika disiapkan atau dimakan sesuai dengan maksud dan
penggunaannya (FAO/WHO 1997). Sedangkan definisi keamanan pangan menurut
Undang – Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan dan
Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Ketentuan mengenai
keamanan pangan meliputi sanitasi pangan, bahan tambahan pangan, rekatasa
genetika dan iradiasi pangan, kemasan pangan, jaminan mutu dan peperiksaan
laboratprium, dan pangan tercemar. Selain hal tersebut, di dalam peraturan yang
sama juga disebutkan bahwa setiap orang dilarang mengedarkan pangan yang
mengandung bahan beracun, berbahaya, yang dapat merugikan, atau
membahayakan kesehatan atau jiwa manusia.
Salah satu cara produsen untuk memenuhi ketentuan tersebut adalah
mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, termasuk persyaratan
sanitasi di setiap rantai pangan, yang meliputi proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan dan peredarannya serta penerapan cara produksi makanan yang baik
(CPMB).

2.2. Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan


Sisten jaminan mutu dan keamanan pangan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan pengaturan, pembinaan dan atau pengawasan yang dilakukan
terhadap proses produksi dan peredaran pangan, hingga pangan tersebut siap
dikonsumsi, agar pangan yang beredar aman dan layak untuk dikonsumsi. Jaminan
mutu dan keamanan pangan terhadap proses produksi dilakukan mulai dari
penerimaan bahan baku di sarana produksi, proses produksi, pengemasan, sampai
produk siap untuk didistribusikan.
Sistem jaminan mutu merupakan upaya pencegahan yang perlu diperhatikan
dan atau dilaksanakan dalam rangka menghasilkan pangan yang aman bagi
5

kesehatan manusia dan bermutu, yang lazimnya dilaksanakan sejak awal kegiatan
produksi pangan sampai dengan siap untuk diperdagangkan, dan merupakan sistem
pengawasan dan pengendalian mutu yang selalu berkembang menyesuaikan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. [penjelasan pasal 20 ayat
(2)], Undang – Undang Republik Indonesia no 7, tahun 1996 tentang Pangan.
- Jaminan keamanan pangan dilakukan oleh produsen, peritel dan pemerintah.
Pihak yang paling bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan pangan adalah
produsen yang memproduksi pangan. Ruang lingkup jaminan keamanan pangan
yang dilakukan oleh produsen, yang utama yaitu pemilihan bahan baku yang akan
digunakan dalam proses produksi. Bahan baku yang digunakan harus sesuai
dengan spesifikasi bahan yang bersangkutan, karena bahan baku yang memenuhi
syarat keamanan dan mutu, ikut menentukan keamanan dan mutu produk jadi.
Selain pemilihan bahan baku, produsen harus menjamin bahwa selama proses
produksi terhindar dari kemungkinan masuknya cemaran, baik cemaran fisik, kimia
maupun mikrobiologi, demikian juga pada saat pengemasan dan pelabelan produk.
Produsen juga harus menjamin bahan baku dan produk akhir disimpan secara
terpisah, didalam gudang yang aman, termasuk pengaturan suhu apabila diperlukan.
Produsen bisa memberikan jaminan terhadap mutu dan keamanan pangan yang
diproduksi, dengan cara memenuhi peraturan dan standar yang berlaku, salah
satunya termasuk melakukan penerapan cara produksi pangan yang baik (CPMB)
dalam memproduksi pangan.
CPMB adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana cara
memproduksi pangan agar produk yang dihasilkan merupakan produk yang aman,
bermutu dan layak untuk dikonsumsi. merupakan salah satu faktor yang penting
untuk dilakukan oleh sarana produksi pangan dalam rangka memenuhi standar mutu
dan keamanan yang ditetapkan untuk produk pangan. Dalam dunia internasional
dikenal sebagai Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Hygienic Practices
(GHP). GMP merupakan suatu aturan atau standar yang menyatakan bahwa obat
dan makanan yang diproduksi harus dalam keadaan saniter, dan merupakan dasar
dari pengolahan dan produksi makanan yang aman. Yang dimaksud dengan
keamanan pangan adalah jaminan bahwa makanan tidak akan menyebabkan
bahaya kepada konsumen jika disiapkan atau dimakan sesuai dengan
penggunaannya (Codex 1997). Sedangkan GHP merupakan semua tindakan yang
6

terkait dengan kondisi dan perlakuan untuk menjamin keamanan dan kelayakan
pangan seluruh tahapan pada setiap rantai pangan, dengan tujuan agar
menghasilkan produk pangan yang aman dan layak untuk dikonsumsi. Kelayakan
pangan adalah jaminan bahwa pangan dapat diterima untuk konsumsi manusia
sesuai dengan penggunaannya. Penggunaan GHP lebih luas dibandingkan dengan
GMP sehingga dapat diterapkan di mana – mana, termasuk industri kecil skala IRT-
P dan street food.
Peritel atau sarana distribusi pangan harus bisa memberikan jaminan bahwa
produk pangan yang dijual terhindar dari kemungkinan masuknya cemaran, baik
pada saat penyimpanan maupun di dalam tempat peragaan (gerai), termasuk
pengaturan tata letak dan suhu, apabila diperlukan. Pemerintah menyediakan
peraturan – peraturan yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh pelakua usaha.
Selain hal tersebut, pemerintah juga melakukan pengawasan dan pembinaan
terhadap pelaku usaha.
Sistem jaminan mutu dan keamanan pangan di Indonesia, diwujudkan dengan
berbagai bentuk, diantaranya adalah disusunnya peraturan – peraturan yang terkait
dengan jaminan mutu dan keamanan pangan, dibentuknya jejaring keamanan
pangan dan pengawasan pangan, yang merupakan koordinasi lintas sektor antar
instansi terkait Peraturan – peraturan tersebut diperlukan untuk memberikan
kepastian dan perlindungan hukum baik bagi produsen maupun bagi konsumen.
Koordinasi lintas sektor diperlukan karena banyaknya instansi yang berwenang dan
terkait dalam pembinaan dan pengawasan makanan.

2.2.1. Peraturan Perundang-undangan


Peraturan-peraturan yang terkait dengan masalah pangan adalah sebagai
berikut :
2.2.1.1. Undang – Undang Republik Indonesia no 7, tahun 1996 tentang
Pangan.
Dalam peraturan ini dicantumkan mengenai tujuan pengaturan, pembinaan
dan pengawasan pangan adalah :
 Tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi
kepentingan kesehatan manusia.
 Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab
7

 Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan


terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat (pasal 3)
Ketentuan – ketentuan yang terkait dengan keamanan pangan, meliputi :
1) Sanitasi Pangan
Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh
dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan
dan minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan dan
membehayakan manusia (pasal 1 ayat 9). Dalam penjelasan pasal 4 ayat (1)
dicantumkan bahwa dalam pengertian persyaratan sanitasi sudah tercakup pula
persyaratan higienis.
Ketentuan mengenai sanitasi pangan, antara lain :
 Kewenagan pemerintah untuk menetapkan persyaratan sanitasi dalam
kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau
peredaran pangan [pasal 4, ayat (1)]
 Kewajiban bagi sarana dan atau prasarana yang digunakan secara langsung
atau tidak langsung digunakan dalam kegiatan atau proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran untuk memenuhi
persyaratan sanitasi [pasal 5, ayat (1)]
 Kewajiban setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
kegiatan dan proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau
peredaran pangan, untuk :
- Memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatan
manusia
- Menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala
- Menyelenggarakan pengawasan dan pemenuhan persyaratan sanitasi

2) Bahan Tambahan Pangan


Yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang
ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan,
antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat
dan pengental. Ketentuan mengenai bahan tambahan pangan antara lain :
8

 Larangan bagi setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan,


untuk menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang
dinyatakan terlarang atau menggunakan bahan tambahan pangan yang
melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan [pasal 10, ayat (1)]

3) Rekayasa Genetika dan Radiasi Pangan


Yang dimaksud dengan rekayasa genetika pangan adalah suatu proses
yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke
jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk menghasilkan produk pangan
yang lebih unggul.
Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhsdsp pangan, baik
dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah
terjadinya pembusukan dan kerusakan serta membebaskan pangan dari jasad
renik patogen. Ketentuan mengenai rekayasa genetika dan iradiasi pangan
antara lain :
 Kewajiban setiap orang yang memproduksi pangan, menggunakan bahan
baku, bahan tambahan pangan, dan atau bahan lain dalam kegiatan atau
proses produksi pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika untuk
terlebih dahulu memeriksa keamanan pangan bagi kesehatan manusia
sebelum diedarkan. [pasal 13, ayat (1)]
 Iradiasi dalam kegiatan atau proses produksi pangan dilakukan berdasarkan
izin dari pemerintah. Kegiatan atau proses produksi yang digunakan dengan
menggunakan teknik dan atau metode iradiasi wajib memenuhi persyaratan
kesehatan, penanganan limbah dan penanggulangan bahaya bahan
radioaktif untuk menjamin keamanan pangan, keselamatan kerja, dan
kelestarian lingkungan. (pasal 14)

4) Kemasan Pangan
Yang dimaksud dengan kemasan pangan adalah bahan yang digunakan
untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan
langsung dengan pangan maupun tidak. Ketentuan mengenai kemasan pangan
antara lain :
9

 Larangan bagi setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan


untuk menggunakan bahan apapun sebagai kemasan pangan yang
dinyatakan terlarang dan atau dapat melepaskan cemaran yang merugikan
atau membahayakan kesehatan manusia [pasal 16, ayat (1)]
 Larangan bagi setiap orang untuk membuka kemasan akhir pangan untuk
dikemas kembali dan diperdagangkan, kecuali untuk pangan yang
pengadaannya dalam jumlah besar yang lazim dikemas kembali dalam
jumlah kecil untuk diperdagangkan lebih lanjut (pasal 16)

5) Jaminan Mutu Pangan dan Pemeriksaan Laboratorium


Ketentuan mengenai jaminan mutu dan pemeriksaan laboratorium antara lain
 Kewajiban bagi setiap orang yang memproduksi pangan untuk
diperdagangkan untuk menyelenggarakan sistem jaminan mutu sesuai
dengan panga yang diproduksi [pasal 20, ayat (1)
 Kewenanganan Pemerintah untuk menetapkan persyaratan agar pagan
tersebut terlebih dulu diuji secara laboratoris sebelum diedarkan [pasal 20
ayat(2)].

6) Pangan Tercemar
Ketentuan mengenai pangan tercemar antara lain, larangan bagi setiap orang
untuk mengedarkan :
 Pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat
merugikan atau membahayakan kesehatan jiwa manusia.
 Pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas
maksimal yang ditetapkan.
 Pangan yang mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai atau
mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari
bangkai sehingga menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia.
 Pangan yang kedaluwarsa
Pelanggaran terhadap peraturan tersebut, dapat dikenakan sangsi berupa
denda maupun sangsi pidana.
10

2.2.1.2. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8, tahun 1999 tentang


Perlindungan Konsumen
Undang-Undang perlindungan konsumen disusun dengan pertimbangan-
pertimbangan antara lain :
 proses globalisasi ekonomi dapat berakibat semakin terbukanya pasar nasional
 diperlukan jaminan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat serta
kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan atau jasa yang beredar;
 perlu meningkatkan kesadaran dan kepedulian konsumen serta menumbuh
kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab.

Hak konsumen yang terkait dengan keamanan pangan yaitu hak atas
kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa.
Kewajiban dari pelaku usaha antara lain adalah
 menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan diperdagangkan
sesuai dengan standar mutu barang yang berlaku.
 wajib mencantumkan tanggal kadaluwarsa dalam label, serta mengikuti
ketentuan berproduksi secara halal, apabila mencantumkan kata "Halal" dalam
label.
 wajib dituliskan dalam label ialah nama barang, ukuran, berat / isi bersih atau
netto, komposisi, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain yang
diperlukan, mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang
dalam bahasa Indonesia.

Larangan bagi pelaku usaha antara lain adalah :


 dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang, jasa yang tidak sesuai
dengan standar, mutu, komposisi, proses pengolahan, kondisi dan jaminan
seperti yang tercantum dalam label
 dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar
tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

Dalam peraturan ini juga diatur mengenai pembinaan dan pengawasan


dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen. Pembinaan penyelenggaraan
11

perlindungan konsumen diantaranya adalah adanya upaya menciptakan iklim usaha


yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen. Pembinaan dan pengawasan dari
penyelenggaraan perlindungan konsumen dilakukan oleh menteri teknis terkait, yaitu
menteri perdagangan. Pelanggaran terhadap peraturan tersebut dapat dikenakan
sanksi, baik berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana.

2.2.1.3. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang


Kesehatan
Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan, Undang – Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan dinyatakan tidak berlaku. Didalam undang-undang
kesehatan yang baru memuat pasal-pasal yang terkait dengan jaminan mutu dan
keamanan pangan, yaitu :
 Penyelenggaraan upaya kesehatan dilaksanakan melalui kegiatan pengamanan
makanan dan minuman (pasal 48, huruf o)
 Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu,
menyeluruh dan berkesinambungan (pasal 47)
 Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi, mengolah, serta
mendistribusikan makanan dan minuman yang diperlakukan sebagai makanan
dan minuman hasil teknologi rekayasa genetik yang diedarkan harus menjamin
agar aman bagi manusia, hewan yang dimakan manusia, dan lingkungan.(pasal
109)
 Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi dan mempromosikan
produk makanan dan minuman dan/atau yang diperlakukan sebagai makanan
dan minuman hasil olahan teknologi dilarang menggunakan kata-kata yang
mengecoh dan/atau yang disertai klaim yang tidak dapat dibuktikan
kebenarannya.(pasal 110)
 Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan
pada standar dan/atau persyaratan kesehatan.(pasal 111 ayat 1)
 Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(pasal 111 ayat 2)
12

 Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang
berisi: nama produk; daftar bahan yang digunakan; berat bersih atau isi bersih;
nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan makanan dan
minuman kedalam wilayah Indonesia; dan tanggal, bulan dan tahun
kadaluwarsa.(pasal 111 ayat 3)
 Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan
kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan dilarang untuk diedarkan, ditarik
dari peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.(pasal 111 ayat 6)
 Pemerintah berwenang dan bertanggung jawab mengatur dan mengawasi
produksi, pengolahan, pendistribusian makanan, dan minuman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 109, Pasal 110, dan Pasal 111.(pasal 112)

2.2.1.4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 69 tahun 1999


tentang Label dan Iklan Pangan.
Yang dimaksud dengan label pangan hádala setiap keterangan mengenai
pengan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang
disertakan dalam pangan, dimasukkan kedalam, ditempelkan pada, atau merupakan
bagiankemasan pangan. Sedangkan yang dimaksud dengan iklan pangan hádala
setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan,
atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan atau
perdagangan pangan. Ketentuan mengenai label dan iklan pangan antara lain
adalah :
 Kewajiban setiap orang yang memeproduksi atau memasukkan kedalam wilayah
Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan, untuk mencantumkan
label pada, di dalam dan atau di kemasan pangan.
 Pada label sekurang-kurangnya memuat nama produk, daftar bahan yang
digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang
memproduksi atau memasukkan pangan kedalam wilayah Indonesia, keterangan
tentang halal serta tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa.
13

 Keterangan pada label ditulis, dicetak atau ditampilkan secara tegas dan jelas
sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat dan menggunakan bahasa
Indonesia, angka arab, dan huruf latin.
 Larangan bagi setiap orang untuk memberikan keterangan atau pernyataan yang
tidak benar dan atau menyesatkan tentang pangan yang diperdagangkan pada
label dan iklan

2.2.1.5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 28 tahun 2004


tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
Ketentuan dalam peraturan tersebut diantaranya adalah :
 Didalam peraturan tersebut dicantumkan bahwa setiap orang yang
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan pada rantai pangan yang
meliputi proses produksi,penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan
wajib memenuhi persyaratan sanitasi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
 Persyaratan sanitasi diatur loleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
kesehatan yang meliputi antara lain : sarana dan/atau prasarana;
penyelenggaraan kegiatan; dan orang perseorangan.
 Pemenuhan persyaratan sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan
dengan cara menerapkan pedoman cara yang baik yang meliputi Cara
Budidaya yang Baik; Cara Produksi Pangan Segar yang Baik; Cara Produksi
Pangan Olahan yang Baik; Cara Distribusi Pangan yang Baik; Cara Ritel
Pangan yang Baik; Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik
 Pedoman-pedoman tersebut ditetapkan oleh Menteri terkait atau Kepala
Badan, sesuai dengan tugas dan fungsinya.
 Setiap pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan
wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
keamanan, mutu dan gizi pangan dan ketentuan peraturan perundang-
undangan lain yang berlaku.
 Pangan segar yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, pengeluarannya
dari pabean hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan
pemasukan pangan yang dikeluarkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di
14

bidang pertanian atau perikanan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan
masing-masing.
 Pangan olahan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, pengeluarannya
dari pabean hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan
pemasukan pangan yang dikeluarkan oleh Kepala Badan.
 Setiap pangan yang dikeluarkan dari wilayah Indonesia wajib memenuhi
persyaratan keamanan pangan.
 Setiap orang yang mengeluarkan pangan dari wilayah Indonesia bertanggung
jawab atas keamanan, mutu dan gizi pangan.
 Dalam rangka pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan, setiap pangan
olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam
wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum
diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran.
 Pangan olahan yang dibebaskan dari kewajiban memiliki surat persetujuan
pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 atau sertifikat produksi
pangan industri rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, yaitu
pangan yang mempunyai masa simpan kurang dari 7 (tujuh) hari pada suhu
kamar; dan/atau dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia dalam jumlah kecil
untuk keperluan permohonan surat persetujuan pendaftaran; penelitian; atau
konsumsi sendiri.

2.2.1.6. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan


nomor 02240/B/SK/VII/91 tentang Pedoman Persyaratan Mutu serta
Label dan Periklanan Makanan
Didalam SK Dirjen POM tersebut dicantumkan penggolongan jenis pangan
yang sampai tahun 2008 masih dipakai sebagai dasar acuan pendaftaran produk
pangan di Badan POM. Jenis pangan dalam peraturan tersebut meliputi 17 jenis
yaitu susu dan hasil olahnya; makanan bayi dan anak; makanan diet khusus; daging
dan hasil olahnya; ikan dan hasil olahnya; tepung dan hasil olahnya; sayur dan hasil
olahnya; buah dan hasil olahnya; kelapa dan hasil olahnya; minyak dan lemak; gula,
madu dan kembang gula; jem dan sejenisnya; minuman ringan; minuman bubuk;
15

coklat, kopi dan teh; minuman keras; rempah-rempah dan bumbu serta rempah-
rempah dan bumbu.

2.2.2. Instansi yang terkait


Untuk memberikan jaminan terhadap mutu dan keamanan pangan yang
beredar, pemerintah menetapkan peraturan, standar dan ketentuan – ketentuan
yang harus dipenuhi oleh produsen yang memproduksi pangan untuk mencegah
kemungkinan tercemarnya pangan dengan cemaran biologi, kimia dan fisik, serta
cemaran lain yang membehayakan kesehatan manusia. Selain hal tersebut,
pemerintah juga melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap sarana produksi
pangan. Pengawasan dan pembinaan dilakukan secara terpadu antar instansi terkait
sesuai dengan lingkup kerja dan tugas pokok masing – masing. Instansi yang terkait
dengan pelaksanaan pengawasan pangan terpadu tersebut adalah :

2.2.2.1. Departemen Kesehatan


Sesuai dengan lingkup tugasnya, Departemen Kesehatan melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap makanan siap saji, seperti catering dan
restoran. Menteri Kesehatan bertanggung jawab menyiapkan Pedoman Cara
Produksi Pangan Siap Saji yang Baik. Pedoman tersebut dibuat dengan
memperhatikan aspek – aspek keamanan pangan, yaitu dengan cara mencegah
tercemarnya produk pangan oleh cemaran biologi, kimia dan fisik yang dapat
menjadikan makanan tersebut tidak aman dan membahayakan kesehatan,
mencegah pertumbuhan mikroba, mengurangi jumlah mikroba serta mengendalikan
proses produksi mulai dari pemilihan bahan baku sampai dengan cara penyajian.
Pangan siap saji adalah makanan dan atau minuman yang sudah diolah dan siap
untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar
pesanan.
Selain hal tersebut, Menteri Kesehatan melalui Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten memberikan penyuluhan dan memberikan sertifikat penyuluhan
kepada industri rumah tangga pangan yang ikut penyuluhan.
16

2.2.2.2. Departemen Perindustrian


Selain memberikan izin industri, lingkup tugas Departemen Perindustrian
dalam memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan adalah melakukan
pembinaan yang berkaitan dengan penerapan cara produksi pangan yang baik,
terhadap sarana produksi pangan skala menengah keatas, serta menyusun
pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPB). Penyusunan pedoman
tersebut dengan memperhatikan aspek – aspek keamanan pangan, salah satunya
adalah mengendalikan proses, termasuk pemilihan bahan baku, bahan tambahan
pangan, pengolahan pangan, pengemasan, penyimpanan serta pengangkutan
pangan tersebut ke sarana distribusi.

2.2.2.3. Departemen Perdagangan


Lingkup tugas Departemen Perdagangan dalam memberikan jaminan mutu
dan keamanan pangan selain melakukan pembinaan terhadap sarana distribusi
pangan adalah menyusun pedoman Cara Distribusi Pangan Baik (CDPB). Aspek
keamanan pangan yang terkait dengan penyusunan pedoman tersebut adalah cara
melakukan bongkar muat pangan sehingga tidak menimbulkan kerusakan,
mengendalukan kondisi lingkungan distribusi dan penyimpanan, termasuk
pengaturan suhu, kelembaban dan tekanan udara. Pedoman tersebut juga
mengatur bagaimana caranya mengendalikan sistem pencatatan, agar dapat
melakukan penelusuran kembali terhadap produk pangan yang didistribusikan,
apabila diperlukan pada saat terjadi kasus ( misal : kasus keracunan, adanya produk
yang rusak dan tercemar).

2.2.2.4. Departemen Pertanian


Departemen Pertanian melakukan pengendalian terhadap produk – produk
pertanian dan peternakan. Produk pertanian dan peternakan, pada umumnya
dipakai sebagai bahan baku pada proses produksi pangan. untuk mendapatkan
bahan baku yang baik, maka sesuai tugas pokok dan fungsinya, Departemen
Pertanian melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penerapan Cara Budi
Daya yang Baik dan Cara Produksi Pangan Segar yang Baik, termasuk menyiapkan
kedua pedoman tersebut.
17

Penerapan cara budi daya yang baik diterapkan pada budi daya hasil ternak
dan pertanian. Aspek – aspek keamanan pangan yang diperhatikan pada budi daya
hasil ternak dan pertanian meliputi mencegah penggunaan lahan yang
lingkungannya berpotensi mengancam keamanan pangan, mengendalikan cemaran
biologis, hama dan penyakit hewan serta tanaman. Selain hal tersebut juga
mengendalikan penggunaan pupuk kimia, pestisida pada tumbuhan dan hormon
pertumbuhan dan antibiotika pada hewan ternak.
Penerapan cara produksi pangan segar yang baik untuk hasil pertanian
meliputi cara pemanenan, penyimpanan dan pengangkutan. Sedangkan untuk hasil
peternakan cara produksi pangan segar yang baik diterapkan mulai dari cara
penyembelihan hewan ternak sampai dengan pengangkutannya, termasuk sanitasi
rumah potong hewan (RPH) dan peralatannya.

2.2.2.5. Departemen Kelautan dan Perikanan


Lingkup tugas dari Departemen Kelautan dan Perikanan melakukan
pengendalian terhadap produk – produk perikanan, sesuai dengan yang tercantum
dalam PP 28 tahun 2004 adalah menyiapkan Pedoman Cara Budi Daya yang Baik,
Cara Produksi Pangan Segar yang Baik, dan Cara Produksi Pangan Olahan yang
baik. Pedoman Budi Daya yang baik untuk ikan mulai dari penebaran benih ikan
sampai dengan pemanenan, termasuk sanitasi kolam, tambak dan keramba tempat
ikan di budi dayakan serta melakukan pengendalian terhadap bahan kimia yang
tidak tepat guna, misalnya penggunaan antibiotika dalam tambak udang, sehingga
akan meninggalkan residu antibiotika tersebut pada udang pada saat pemanenan.
Pedoman Cara Produksi Pangan Segar yang baik untuk hasil perikanan yang
disiapkan meliputi tata cara pemanenan atau penangkapan ikan, perlakuan setelah
ikan ditangkap di laut dan dibawa dalam perahu (on board handling), serta
pengangkutan dari bibir pantai sampai ke sarana produksi, termasuk suhu
pengangkutan dan tempat penyimpanannya (gudang beku). Pedoman Cara
Produksi Pangan Olahan yang Baik disiapkan untuk produk ikan dan hasil olahnya,
mulai dari perlakuan terhadap bahan baku ikan yang diterima dari petani atau
nelayan, pemilihan dan sortasi bahan baku sampai dengan produk akhir.
18

2.2.3. Peran Badan POM


Secara hukum Badan POM merupakan salah satu lembaga yang
bertanggung jawab terhadap pengawasan pangan di Indonesia, dengan ruang
lingkup tugas sesuai yang tercantum di PP 28 tahun 2004. Seperti yang sudah
diuraikan dalam latar belakang bahwa dalam memberikan jaminan mutu dan
keamanan terhadap rroduk yang beredar, Badan POM melakukan 2 tahap
pengawasan yaitu pre-market evaluation dan post-market vigillance. Pre – market
evaluation dilakukan dengan cara melakukan pendaftaran terhadap produk pangan
sebelum diedarkan. Post-market vigilance merupakan pengawasan produk sesudah
beredar di pasar dengan cara melakukan sampling, pengujian laboratorium,
pemeriksaan sarana produksi dan distribusi pangan, termasuk melakukan
penyidikan dan penegakan hukum, terhadap sarana produksi dan distribusi pangan,
apabila produknya yang beredar di pasar melanggar ketentuan standar dan
peraturan yang berlaku.
Selain hal tersebut diatas, Badan POM juga bertanggung jawab menyiapkan
Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk pangan olahan tertentu dan
Pedoman Cara Ritel yang Baik. Yang dimaksud dengan pangan olahan tertentu
adalah pangan olahan untuk konsumsi kelompok tertentu dalam upaya memelihara
dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut. Contoh makanan olahan
tertentu yaitu susu diet, susu dan makanan bayi.

2.3. Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB)


CPMB adalah basis pengendalian mutu dan keamanan pangan. Cara
produksi yang memperhatikan aspek – aspek keamanan pangan, antara lain dengan
cara mencegah tercemarnya pangan oleh cemaran biologi, kimia dan fisik,
membunuh atau mengurangi jumlah mikroba serta mengendalikan proses produksi,
mulai dari pemilihan bahan baku sampai dengan produk akhir, termasuk
penyimpanan dan pengemasan. Tujuan umum dari penerapan CPMB adalah untuk
penghasilkan produk pangan yang memenuhi syarat mutu dan aman untuk
dikonsumsi, serta dapat memenuhi selera atau tuntutan konsumen. Sedangkan
tujuan khusus dari penerapan CPMB adalah untuk memberikan jaminan bahwa
pangan yang diproduksi dan diedarkan aman dan layak dikonsumsi.
19

Ruang lingkup penerapan CPMB meliputi disain dan fasilitas pabrik, proses
pengolahan, bahan pengemas, mutu produk akhir, keterangan produk, higiene dan
kesehatan karyawan, pemeliharaan dan program sanitasi, penyimpanan,
transportasi, laboratorium dan pemeriksaan, manajemen dan pengawasan,
dokumentasi/pencatatan, penarikan produk serta pelatihan dan pembinaan. Disain
dan fasilitas pabrik harus disesuaikan dengan produk pangan yang akan diproduksi.
Bangunan, peralatan dan fasilitas pabrik harus didisain sedemikan rupa untuk
menjamin pencemaran terhadap produk pangan dapat dicegah, disain dan tata letak
pabrik mempermudah pemeliharaan dan pembersihan untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya pencemaran. Bahan baku yang digunakan dalam produksi
pangan tidak boleh merugikan atau membahayakan. Bahan tambahan pangan yang
digunakan harus sesuai dengan ketentuan atau standar yang berlaku. Air yang
digunakan dalam proses harus memenuhi persyaratan air bersih. Apabila dalam
proses pengolahan digunakan es, maka es yang digunakan harus dibuat dari air
yang memenuhi persyaratan air minum.
Untuk menjamin mutu dan keamanan produk pangan yang akan diedarkan,
maka perlu dilakukan pengawasan pada setiap tahapan proses produksi.
Pengawasan yang dilakukan termasuk pengawasan terhadap bahan, suhu pada
saat pemasakan atau pendinginan. Setelah selesai proses produksi, sebaiknya
produk langsung dikemas, baik dalam wadah maupun dengan pembungkus. Wadah
dan pembungkus yang digunakan harus dapat melindungi dan mempertahankan
mutu pangan yang dibungkus, tidak beracun, tidak menimbulkan reaksi dengan
produk pangan yang kontak langsung dengan wadah atau pembungkus.
Selain dari hal tersebut diatas, yang perlu diperhatikan dalam melakukan
penerapan CPMB adalah higiene dan kesehatan karyawan. Higiene dan kesehatan
karyawan merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan kontaminasi pada
pangan yang diproduksi, apabila karyawan yang menangani atau bersentuhan
langsung dengan produk tidak bersih dan tidak sehat. Demikian juga dengan
program pemeliharaan dan sanitasi terhadap fasilitas dan peralatan pabrik, harus
dilakukan secara rutin, untuk menghindari terjadinya kontaminasi.
20

2.4. Pengawasan
Untuk menjamin mutu dan keamanan produk pangan, ada persyaratan –
persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen, maka untuk jaminan terhadap
pemenuhan tersebut diperlukan pengawasan. Pengawasan bisa dilakukan oleh
produsen, pemerintah dan konsumen. Sesuai dengan lingkup tugasnya, Badan POM
melakukan pengawasan terhadap sarana produksi pangan. Pengawasan tersebut
dilakukan secara rutin oleh BB/BPOM di 26 propinsi di Indonesia, baik terhadap
sarana produksi yang berskala menengah keatas, maupun yang berskala industri
rumah tangga.

Dalam Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu


dan Gizi Pangan, yang dimaksud dengan industri rumah tangga pangan adalah
perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan
pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Perusahaan berskala IRT yang
memproduksi pangan diwajibkan mengikuti penyuluhan untuk memperoleh sertifikat
penyuluhan, yang nomor sertifikatnya harus dicantumkan dalam label produk
pangan. Nomor sertifikat penyuluhan tercantum pada label produk pangan IRT
dengan nomor sertifikat penyuluhan (SP). Nomor sertifikat penyuluhan diberikan
kepada sarana IRT yang mendapatkan nilai baik dalam penyuluhan, dan nomor
tersebut bisa digunakan untuk semua produk pangan yang diproduksi oleh IRT
tersebut. Seiring dengan berkembangnya sarana IRT, pemberian nomor sertifikat
penyuluhan disesuaikan dengan jenis produk pangan yang diproduksi oleh IRT
tersebut, untuk setiap jenis pangan yang diproduksi diberikan satu nomor dengan
kode P-IRT
Sarana produksi pangan skala menengah ke atas adalah sarana yang
memproduksi pangan, yang wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran produknya
dari Badan POM, sebelum diedarkan. Surat persetujuan pendaftaran diterbitkan oleh
Kepala Badan berdasarkan hasil penilaian keamanan, mutu dan gizi pangan. Produk
pangan yang sudah mendapatkan persetujuan pendaftaran dari Badan POM, diberi
nomor registrasi dengan kode MD, untuk makanan produksi dalam negeri.
Pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan yang dilakukan oleh Badan
POM, mengacu pada pedoman cara produksi makanan yang baik (CPMB), meliputi
21

berbagai aspek, diantaranya mulai dari kerjasama dan pengetahuan pimpinan


tentang pengolahan pangan modern, kondisi fisik pabrik, sarana pembuangan
limbah padat dan cair, cara pengendalian infest, kondisi lingkungan pabrik secara
umum, kondisi ruang pengolahan dan fasilitasnya, sarana pembuangan sampah dan
perawatannya, pembersihan atau sanitasi, investasi, peralatan dan sumber air yang
digunakan untuk produksi pangan, hygiene karyawan, pengelolaan gudang bahan
baku, kemasan, produk jadi dan gudang dingin atau beku, jika diperlukan serta
tindakan pengawasannya. Penilaian terhadap sarana produksi secara rutin yang
dilakukan oleh petugas Balai Besar/Balai POM menggunakan formulir pemeriksaan
sarana produksi (Form A). Dalam melakukan tugasnya, Badan POM berwenang
melakukan pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan yang beredar, termasuk
mengambil contoh pangan yang beredar; dan/atau melakukan pengujian terhadap
contoh pangan.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan POM mencakup sarana produksi
pangan skala menengah keatas, yang produknya mendapat nomor persetujuan di
Badan POM dengan nomor MD dan sarana produksi pangan skala IRT, yang
menggunakan nomor sertifikat penyuluhan (SP), maupun nomor persetujuan pangan
industri rumah tangga (P-IRT). Jumlah sarana produksi pangan yang produknya
mendapat persetujuan pendaftaran di Badan POM dengan nomor MD sampai tahun
2005 adalah sebanyak 2,170 sarana. Jumlah tersebut pada tahun 2006 bertambah
menjadi 2,441 sarana, pada tahun 2007 menjadi sebanyak 2,646 sarana, dan
hingga tahun 2008 mencapai 2,789 sarana. Sedangkan pertambahan jumlah sarana
industri rumah tangga pangan (IRT-P), baik yang menggunakan nomor sertifikat
penyuluhan (SP), maupun nomor persetujuan pangan industri rumah tangga (P-IRT)
yang terdata di BB/Balai POM pada tahun 2005 tercatat sebanyak 36,669 sarana,
tahun 2006 bertambah menjadi 42,353 sarana, tahun 2007 bertambah menjadi
47,778 sarana, dan sampai tahun 2008, mencapai 54,213 sarana.
Petugas BB/Balai POM yang melakukan pemeriksaan atau pengawasan
terhadap produk pangan, termasuk pemeriksaan sarana produksinya, adalah
petugas pengawas pangan (food inspector). Untuk menjamin kualitas sumber daya
manusia (SDM) yang melakukan pengawasan produk pangan yang beredar, BPOM
menyelenggarakan pelatihan kompetensi pengawas pangan secara berjenjang.
Tenaga pengawas pangan yang telah mengikuti pelatihan penjenjangan tersebut
22

dikenal dengan pengawas pangan nasional (National Food Inspector/NFI). Dengan


pesatnya perkembangan dan pertumbuhan sarana produksi pangan skala industri
rumah tangga (IRT-P), yang letaknya tersebar di wilayah kabupaten di seluruh
Indonesia, maka sangat sulit untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh sarana
produksi tersebut, sehingga untuk memperluas cakupan kinerja pengawasan
terhadap produk pangan, BPOM bekerja sama dengan Pemerintah Daerah
setempat untuk melatih petugas pengawas pangan yang direncanakan khusus
melakukan pengawasan dan bimbingan terhadap sarana produksi pangan skala
IRT, yang disebut dengan Distict Food Inspector (DFI). Petugas DFI tersebut berada
di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Jumlah tenaga pengawas pangan yang ada
sampai saat ini adalah 169 orang NFI dan 1,829 orang DFI, yang tersebar di seluruh
Indonesia.

2.5. Laporan Pemeriksaan


Pada saat pengawas pangan melakukan tugasnya memeriksa sarana
produksi pangan, salah satu perangkat yang harus dibawa adalah formulir laporan
pemeriksaan umum sarana produksi makanan (Form : A). Penilaian terhadap sarana
produksi pangan yang tercakup dalam form A terdiri dari 20 grup, mulai dari grup A
sampai dengan grup T. Unsur – unsur yang dinilai dari grup tersebut yaitu pimpinan,
sanitasi lingkungan : fisik, sanitasi lingkungan : pembuangan/limbah, sanitasi
lingkungan : infestasi, Pabrik – umum, pebrik – ruang pengolahan, fasilitas pabrik,
pabrik – pembuangan sampah, pabrik – pembersihan, pabrik – binatang
perusak/serangga, peralatan, suplai air, higiene perorangan, gudang tidak dingin,
gudang dingin, penyimpanan kemasan produk, tindakan pengawasan, bahan
mentah dan produk akhir, hasil uji swab bakteri dan tindakan pengawasan. Penilaian
yang diberikan pada masing – masing unsur yaitu baik (B), cukup (C) dan kurang
(K). Apabila tidak diperlukan adanya unsur tersebut dalam suatu sarana, maka nilai
yang diberikan adalah T.
Hasil pemeriksaan sarana tersebut diatas dibuat rekapitulasi dengan
menggunakan formulir laporan pemeriksaan sarana produksi (form : RA). Form RA
dilaporkan tiap triwulan oleh Balai Besar/Balai POM ke Direktorat Inspeksi dan
Sertifikasi Pangan.

Anda mungkin juga menyukai