Anda di halaman 1dari 12

“HUBUNGAN ANTARA PRIMORDIALISME, PRULARISME DAN

DEMOKRASI”

1. PRIMORDIALISME
Primordialisme adalah sebuah pandangan atau paham yang memegang
teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat,
kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya.
Primordialisme dapat ditelusuri secara filosofis dengan ide-ide
dari Romantisisme Jerman, terutama dalam karya-karya Johann Gottlieb
Fichte dan Johann Gottfried Herder. Untuk Herder, bangsa itu identik dengan
kelompok bahasa. Dalam pemikiran Herder itu, bahasa adalah identik dengan
pemikiran, dan karena setiap bahasa yang telah dipelajari di masyarakat, maka
setiap masyarakat harus berpikir secara berbeda. Hal ini juga menunjukkan
bahwa masyarakat tetap menahan sifatnya dari waktu ke waktu.
Primordil atau Primordialisme berasal dari kata bahasa Latin primus yang
artinya pertama dan ordiri yang artinya tenunan atau ikatan. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Primordialisme adalah perasaan kesukuan yang
berlebihan. Melahirkan pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal
yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan,
maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya.
Primordial yang diartikan sebagai ikatan-ikatan dalam sebuah masyarakat
yang bersifat keaslian “seperti kesukuan, kekerabatan, keagamaan dan
kelompok” atau sifat yang dibawa sejak lahir. Yang sifat keaslian ini misalnya
berdasarkan kesukuan, kekerabatan “klan” dan kelompok-kelompok tertentu
yang bersifat tradisional. Yang apabila sikap setiap warga watu anggota ikatan
tadi berorientasi kepada kepentingan kelompoknya maka sikap demikian
dinamakan primordialisme. Yang kelompok bermacam-macam jenisnya,
misalnya dapat dibedakan berdasarkan proses pembentukannya.
Ada kelompok yang telah terbentuk karena ikatan alamiah dan ikatan
keturunan yang mengikat warganya dengan adat istiadat dan sistem norma yang
sejak dahulu telah tumbuh seolah-olah dengan tidak sengaja. Ada pula kelompok
yang dibentuk dengan sengaja sehingga aturan-aturan dan sistem norma yang
mengikat anggotanya juga disusun dengan sengaja. Kelompok yang terbentuk
seolah-olah tidak disengaja disebut dengan kelompok “grup “atau juga primary
group.

Pada sistem pengorganisasian kelompok “grup” disebut dengan in formal


organization. Yang jenis kelompok ini pun bermacam-macam, diantarnya
kelompok kesukuan, kekerabatan “iklan”. Dan kelompok lain, seseorang yang
menjadi anggota suatu kelompok “grup” menyebut dirinya kelompok dalam atau
disebut in groups, sedangkan orang lain di luar kelompok disebut kelompok luar
atau ous groups.

Primordialisme sebenarnya mucul akibat pengaruh dari kemajemukan dan


multikultural terhadap kehidupan masyarakat.primordialisme sendiri adalah  
pandangan atau paham yang memegah teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik
mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada
dalam lingkungan pertamanya.

2. PRULARISME

Pluralisme (bahasa Inggris: pluralism), terdiri dari dua kata plural (=beragam)


dan isme (=paham) yang berarti paham atas keberagaman. Definisi dari
pluralisme sering kali disalahartikan menjadi keberagaman paham yang pada
akhirnya memicu ambiguitas.

Berdasarkan Webster's Revised Unabridged Dictionary (1913 +


1828) arti pluralisme adalah:

 hasil atau keadaan menjadi plural.


 keadaan seorang pluralis; memiliki lebih dari satu tentang keyakinan.

Pluralisme juga dapat berarti kesediaan untuk menerima keberagaman (pluralitas),


artinya, untuk hidup secara toleran pada tatanan masyarakat yang berbeda suku,
gologan, agama,adat, hingga pandangan hidup. Pluralisme mengimplikasikan
pada tindakan yang bermuara pada pengakuan kebebasan beragama, kebebasan
berpikir, atau kebebasan mencari informasi, sehingga untuk mencapai pluralisme
diperlukan adanya kematangan dari kepribadian seseorang dan/atau sekelompok
orang.

Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi


beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan
toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan
hasil tanpa konflik asimilasi.

Pluralisme dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok
sosial yang paling penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan
dalam ilmu pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi.

Dalam sebuah masyarakat otoriter atau oligarkis, ada konsentrasi kekuasaan


politik dan keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota. Sebaliknya, dalam
masyarakat pluralistis, kekuasaan dan penentuan keputusan (dan kemilikan
kekuasaan) lebih tersebar.

Dipercayai bahwa hal ini menghasilkan partisipasi yang lebih tersebar luas dan
menghasilkan partisipasi yang lebih luas dan komitmen dari anggota masyarakat,
dan oleh karena itu hasil yang lebih baik. Contoh kelompok-kelompok dan situasi-
situasi di mana pluralisme adalah penting ialah: perusahaan, badan-badan politik
dan ekonomi, perhimpunan ilmiah.

C. DEMOKRASI

Menurut ahli ada beberapa pendapat tentang arti demokrasi. Menurut Abraham
Lincoln Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sedangkan menurut Charles Costello Demokrasi
adalah sistem sosial dan politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan
pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak
perorangan warga negara.

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki


hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka.
Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau
melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.
Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan
adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Demokrasi juga
merupakan seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan beserta praktik
dan prosedurnya. Demokrasi mengandung makna penghargaan terhadap harkat
dan martabat manusia.

Kata ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία (dēmokratía) "kekuasaan rakyat",


yang terbentuk dari δῆμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (kratos) "kekuatan" atau
"kekuasaan" pada abad ke-5 SM untuk menyebut sistem politik negara-kota
Yunani, salah satunya Athena; kata ini merupakan antonim
dari ἀριστοκρατία (aristocratie) "kekuasaan elit". Secara teoretis, kedua definisi
tersebut saling bertentangan, namun kenyataannya sudah tidak jelas lagi. Sistem
politik Athena Klasik, misalnya, memberikan kewarganegaraan demokratis
kepada pria elit yang bebas dan tidak menyertakan budak dan wanita dalam
partisipasi politik. Di semua pemerintahan demokrasi sepanjang sejarah kuno dan
modern, kewarganegaraan demokratis tetap ditempati kaum elit sampai semua
penduduk dewasa di sebagian besar negara demokrasi modern benar-benar bebas
setelah perjuangan gerakan hak suara pada abad ke-19 dan 20. Kata demokrasi
(democracy) sendiri sudah ada sejak abad ke-16 dan berasal dari bahasa Prancis
Pertengahan dan Latin Pertengahan lama. Konsep demokrasi lahir dari Yunani
kuno yang dipraktikkan dalam hidup bernegara antara abad ke IV SM sampai
dengan abad ke VI SM. Demokrasi yang dipraktikkan pada waktu itu adalah
demokrasi langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat
keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh rakyat atau
warga negara.

Suatu pemerintahan demokratis berbeda dengan bentuk pemerintahan yang


kekuasaannya dipegang satu orang, seperti monarki, atau sekelompok kecil,
seperti oligarki. Apapun itu, perbedaan-perbedaan yang berasal dari filosofi
Yunani ini sekarang tampak ambigu karena beberapa pemerintahan kontemporer
mencampur aduk elemen-elemen demokrasi, oligarki, dan monarki. Karl
Popper mendefinisikan demokrasi sebagai sesuatu yang berbeda
dengan kediktatoran atau tirani, sehingga berfokus pada kesempatan bagi rakyat
untuk mengendalikan para pemimpinnya dan menggulingkan mereka tanpa perlu
melakukan revolusi.

Ada beberapa jenis demokrasi, tetapi hanya ada dua bentuk dasar. Keduanya
menjelaskan cara seluruh rakyat menjalankan keinginannya. Bentuk demokrasi
yang pertama adalah demokrasi langsung, yaitu semua warga negara
berpartisipasi langsung dan aktif dalam pengambilan keputusan pemerintahan. Di
kebanyakan negara demokrasi modern, seluruh rakyat masih merupakan satu
kekuasaan berdaulat namun kekuasaan politiknya dijalankan secara tidak
langsung melalui perwakilan; ini disebut demokrasi perwakilan. Konsep
demokrasi perwakilan muncul dari ide-ide dan institusi yang berkembang
pada Abad Pertengahan Eropa, Era Pencerahan, dan Revolusi Amerika
Serikat dan Prancis.

Demokrasi dibagi 2 yaitu :

1. Demokrasi langsung

Demokrasi langsung merupakan suatu bentuk demokrasi di mana setiap rakyat


memberikan suara atau pendapat dalam menentukan suatu keputusan. Dalam
sistem ini, setiap rakyat mewakili dirinya sendiri dalam memilih suatu kebijakan
sehingga mereka memiliki pengaruh langsung terhadap keadaan politik yang
terjadi. Sistem demokrasi langsung digunakan pada masa awal terbentuknya
demokrasi di Athena di mana ketika terdapat suatu permasalahan yang harus
diselesaikan, seluruh rakyat berkumpul untuk membahasnya. Di era modern
sistem ini menjadi tidak praktis karena umumnya populasi suatu negara cukup
besar dan mengumpulkan seluruh rakyat dalam satu forum merupakan hal yang
sulit. Selain itu, sistem ini menuntut partisipasi yang tinggi dari rakyat sedangkan
rakyat modern cenderung tidak memiliki waktu untuk mempelajari semua
permasalahan politik negara.

2. Demokrasi perwakilan

Dalam demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih perwakilan


melalui pemilihan umum untuk menyampaikan pendapat dan mengambil
keputusan bagi mereka.
D. HUBUNGAN ANTARA PRIMORDIALISME, PRULARISME DAN
DEMOKRASI

Secara tidak sadar masyarakat Indonesia ternyata terus mengembangkan ikatan-


ikatan yang bersifat primordial, yaitu loyalitas berlebihan yang mengutamakan
atau menonjolkan kepentingan suatu kelompok agama, ras, daerah, atau keluarga
tertentu.

Padahal loyalitas yang berlebihan terhadap budaya subnasional tersebut dapat


mengancam integrasi bangsa karena primordialisme mengurangi loyalitas warga
negara pada budaya nasional dan Negara sehingga mengancam kedaulatan negara.
Kencenderungan ini timbul apabila setiap kelompok cultural yang terorganisasi
secara politik akan mengembangkan politik aliran yang dapat mengancam
persatuan bangsa.

Selanjutnya, kelompokkelompok masyarakat tersebut akan mengajukan tuntutan


untuk memperjuangkan kepentingan kelompoknya seperti tuntutan pembagian
sumber daya alam yang lebih seimbang antara pusat dan daerah. Apabila tidak
terakomondasi, tuntutan tersebit akan berkembang menjadi gerakan memisahkan
diri suatu kelompok masyarakat dari suatu NKRI, misalnya gerakan separatis
Aceh Merdeka(GAM).

Di dalam masyarakat Indonesia terdapat Kemajemukan atau perbedaan suku


bangsa, bahasa, ras, kasta, agama, kedaerahan tradisi budaya, dan adat istiadat.
Contoh kemajemukan tersebut tercermin pada adanya komunitas keturunan
Tionghoa, India, dan penduduk pribumi di Medan, Sumatra Utara. Perbedaan
etniik, suku bangsa, agama, dan budaya tersebut membuat masyarakat Indonesia
sulit terintergrasi dalam satu kesatuan sosial.
Oleh karena itu, untuk menangkal gejala primordialisme, setiap kelompok
masyarakat harus mengembangkan budaya toleransi terhadap budaya kelompok
lainnya. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya disintegrasi bangsa tanpa
pengingkaran budaya sendiri.

Keanekaragaman budaya dalam masyarakat terbentuk atas dasar identitas budaya.


Identitas budaya adalah kategori pembeda berdasarkan nilai-nilai budaya antara
satu kelompok dengan kelompok lainnya. Hal itu terjadi karena tiap identitas
cultural memiliki sentimen primordial tertentu yang memengaruhi ikatan politik,
persilangan, dan interaksi sosial di antara kelompok etnik di dalam masyarakat.

Di dalam masyarakat, kehidupan politik terorganisir menurut kelompok etnik dan


nilai-nilai subbudaya tertentu. Kelompok etnik membentuk organisasi politik yang
saling bersaing. Mereka mengikuti dasar kepentingan kelompok etnik atau politik
aliran dari kelompok yang bersangkutan. Misalnya, dalam pemilu 2004 terdapat
banak partai politik yang bedasarkan agama, suku, bangsa, dan aliran seperti :
PKS, PBB, PDS, PDIP, dan PAN.

Betapa kompleksnya primordialisme di Negara Indonesia, karena itulah


hendaknya setiap masyarakat Indonesia mempunyai sikap toleransi yang tinggi,
sehingga antara kelompok dalam satu bangsa Indonesia tidak terpecah belah.

Bhinneka Tunggal Ika sebagai semangat pluralisme Indonesia yang harus terus


ditanam di setiap individu warga negara di tengah diferensiasi sosial di berbagai
lapisan masyarakat. Meski semangat Bhinneka Tunggal Ika telah ditanam kepada
kita sejak lahir, tetapi masih ada saja individu yang mengabaikan atau bahkan
menolak individu atau kelompok masyarakat lain yang memiliki pandangan atau
prinsip yang berbeda dengan kita. Pluralisme di Indonesia masih dipandang
sebelah mata oleh masyarakat Indonesia sendiri, di mana masih terjadi keributan-
keributan antar etnis atau antar agama di beberapa daerah di Indonesia. Hal
tersebut merupakan bukti nyata bahwa masyarakat Indonesia belom memahami
makna dari pluralisme itu sendiri.
Bagi manusia-manusia Indonesia yang mengasingkan manusia lain yang menolak
pluralisme, bahwa sebenarnya mereka sendiri juga menolak pluralisme itu sendiri,
karena perbedaan pandangan atau kaca mata seseoang dalam menyikapi
pluralisme juga disebut pluralisme. Menurut pakar studi pluralisme dari Harvard,
Profesor Diana Eck, pluralisme tidak sekedar toleransi, melainkan sebuah proses
pencarian pemahaman secara aktif menembus batas-batas perbedaan. 

Pluralisme terjadi karena adanya perbedaan pendapat antara satu pihak dengan
pihak lainnya. Bangsa Indonesia boleh terdiri dari berbagi suku, ras, agama,
maupun adat istiadat, tetapi semangat Bhinneka-lah yang kita pegang teguh untuk
saling menghargai dan mengormati keberagaman tersebut.

Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau


melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.
Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan
adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Demokrasi juga
merupakan seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan beserta praktik
dan prosedurnya. Demokrasi mengandung makna penghargaan terhadap harkat
dan martabat manusia. Presiden pertama Indonesia, Soekarno mengatakan jika
demokrasi Indonesia lahir dari kehendak memperjuangkan kemerdekaan. Menurut
Soekarno, demokrasi Indonesia meletakan embrionya pada perlawanan terhadap
imperialisme dan kolonialisme. Dikutip dari buku Indonesia Menggugat (2001)
dan Di Bawah Bendera Revolusi (2014), demokrasi adalah suatu pemerintahan
rakyat.

Lebih lanjut lagi, demokrasi adalah suatu cara dalam membentuk pemerintahan
yang memberikan hak kepada rakayat untuk ikut serta dalam proses pemerintahan.
Demokrasi yang diinginkan Soekarno tidak ingin meniru demokrasi modern yang
lahir dari Revolusi Prancis. Karena, demokrasi yang dihasilkan oleh Revolusi
Prancis hanya menguntungkan kaum borjuis dan menjadi tempat tumbuhnya
kapitalisme. Suakrno mengonsepsikan sendiri demokrasi yang menurutnya cocok
untuk Indonesia dan tertuang dalam pemikirannya, yaitu marhaenisme.
Ada tiga pokok atau yang disebut sebagai “Trisila” dalam marhaenisme yaitu:

1. Sosio- nasionalisme, yang berarti nasionalisme Indonesia yang diinginkan


oleh Soekarno adalah nasionalisme yang memiliki watak sosial dengan
menempatkan nilai-nilai kemanusiaan di dalam nasionalisme itu sendiri,
jadi bukan nasionalisme yang chauvinis.
2. Sosio-demokrasi, yang artinya bahwa demokrasi yang dikehendaki
Soekarno bukan semata-mata demokrasi politik saja. Tetapi juga
demokrasi ekonomi, dan demokrasi yang berangkat dari nilai-nilai
kearifan lokal budaya Indonesia, yaitu musyawarah mufakat.
3. Ketuhanan Yang Maha Esa, yang artinya bahwa Soekarno menginginkan
setiap rakyat Indonesia adalah manusia yang mengakui keberadaan Tuhan
(theis), apapun agamanya. Muhammad Hatta, menilai jika demokratis
masyarakat asli Indonesia ini bersumber dari semangat kebersamaan atau
kolektivisme. Kolektivisme ini mewujud dalam sikap saling tolong
menolong, gotong royong, dan sebagainya. Kolektivisme dalam
masyarakat asli Indonesia juga berarti pengambilan keputusan melalui
musyawarah untuk mencapai mufakat. Ini berbeda dengan kebiasaan yang
berlaku dalam sistem demokrasi Barat yang individualistis.

Terkait dengan fenomena kebangkitan gejala primordialisme dalam kehidupan


berbangsa dan bernegara di era demokratisasi saat ini tanpa mengecilkan arti
faktor eksternal penelitian ini akan terfokus pada persoalan hubungan antara
pertumbuhan demokratisasi dan nasionalisme serta berkembangnya semangat
primordialisme di Indonesia saat ini Secara lebih spesifik penelitian ini berupaya
menjawab dua persoalan yakni pertama melihat hubungan antara nasionalisme
dengan demokratisasi dan kebangkitan sentimen primordial di Indonesia saat ini
Dalam hal ini akan dikaji secara teoritis pola hubungan antara ketiganya terutama
keterkaitan antara nasionalisme dan demokratisasi demokratisasi dan kebangkitan
primordial dan persoalan pengelolaan negara d engan keutuhan bangsa di mana
kesemuanya akan dikaitkan dengan kondisi nasion atau keindonesiaan saat mi
Kedua mengidentifikasi dan menganalisis faktor faktor yang memunculkan
selnangat untuk menonjolkan identitas primordial baik dalam konteks etnis
maupun agama dalam alam detnokrasi saat ini.
Dalam konteks Indonesia penguatan sentimen primordial yang kernudian memicu
sentimen kedaerahan dan kesadaran politik baru di era demokratisasi telah dimulai
bahkan tak lama setelah Indonesia memasuki era reformasi Dalam format
keetnisan sentimen primordial tercermin mulai dari upaya memasukan nilai nilai
primordial ke dalarn peraturan daerah memisahkan wilayah administrasi
pernerintahan keinginan rnendapatkan otonomi khusus sampai dengan inunculnya
gerakan separatis Sementara dalam konteks keagamaan sentimen primordialisme
terefleksikan misalnya dari beragam upaya untuk memasukkan nilai nilai
keagamaan dalarn proses pembuatan kebijakan termasuk menggejalanya Perda
Syariah di beberapa daerah maupun upaya menjadi sebuah kota identik dengan
agama tertentu.

Dengan tumbuhnya gejala gejala tersebut fenomena kebangkitan sentimen


primordialisme telah menjadi warna tersendiri di era demokratisasi Terkait dengan
hal itu Baladas Ghosal menyatakan bahwa demokratisasi di Indonesia tampak
seperti fenomena terbukanya kotak Pandora Ghosal mengatakan the removal ofthe
lid on politics has opened up a Pandora box fomented ethnic and religious
conflicts and even encouraged separatism thereby creating political and economi
uncertainties Namun demikian situasi ini bukanlah khas Indonesia mengingat
situasi sejenis menggejala pula di banyak negara terutama pada negara negara
multi etnis Dalam studi mengenai kebangkitan primordial di negara negara
pecahan Uni Soviet Kumar Rupesinghe sampai pada sebuah kesimpulan bahwa
demokratisasi merupakan sebuah paradoks di mana di satu sisi memberikan
peluang bagi terlaksananya hak hak politik rakyat namun di sisi lain turut memicu
kesadaran primordial baik dalam bentuk kebangkitan etnis maupun
fundamentalisme agama.

Dalam konteks transisi menuju demokrasi secara teoritis terdapat beberapa sudut
pandang yang menjelaskan fenomena bangkitnya identitas primordial Pada
umurnnya kebangkitan sentimen primordial dilihat sebagai gejala yang terkait
dengan persoalan tidak terakomodirnya keterwakilan kepentingan kelompok
masyarakat tertentu baik dalam bidang ekonomi politik sosial maupun budaya Di
sisi lain fenomena ini juga dipicu oleh menguatnya rasa ketidakpastian akibat
perubahan rezim yang berkuasa Sementara itu faktor global isasi juga tidak dapat
diabaikan Perannya relatif paradoks sebagai komponen yang memberikan
kesadaran baru akan makna keadilan diskriminasi clan kekhasan hingga
sebagaimana yang diyakini oleh Rankin dan Goonawerdena yaitu turut
bertanggung jawab atas meluasnya kesenjangan ekonomi dan praktik diskrirninasi
politik dan budaya Dengan demikian dapat dikatakan di sini bahwa terdapat
variabel antara di antara hubungan demokratisasi dan kebangkitan sentimen
primordial di mana demokratisasi sejatinya merupakan pemicu yang
mengondisikan terjadinya penguatan sentimen primordial yang sebelumnya telah
dimatangkan oleh persoalan kesenjangan ekonomi ketidaksiapan mengantisipasi
perubahan institusonal yang berjalan cepat clan dampak dari represi politik dari
rezim sebelumnya
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai