Anda di halaman 1dari 7

KEWARGANEGARAAN LIBERAL

SINDY SAFITRI
(2105110489)

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS RIAU

LATAR BELAKANG

Kewarganegaraan yang kita kenal ada tiga jenis kewarganegaraan, diantaranya


kewarganegaraan liberal, kewarganegaraan republika, dan kewarganegaraan
komunitarian. Kewarganegaraan yang akan kita bahas yaitu mengenai kewarganegaraan
liberal. Kewarganegaraan liberal adalah konsep yang telah berkembang dari waktu ke
waktu dan didasarkan pada prinsip-prinsip kunci tertentu. Menurut tradisi liberal,
kewarganegaraan pada dasarnya adalah status hukum yang memberikan kebebasan politik
individu. Kewarganegaraan liberal menekankan pentingnya hak dan kebebasan individu,
termasuk kebebasan berbicara, berserikat, dan hak untuk berorganisasi.

Inti dari kewarganegaraan liberal adalah prinsip kesetaraan, yang mengakui nilai
dan martabat yang melekat pada setiap individu. Prinsip-prinsip ini berbicara tentang
hakikat individu, kelompok, dan hubungan antara individu dan negara. Pentingnya hak
dan kebebasan individu adalah prinsip utama kewarganegaraan liberal. Kewarganegaraan
liberal mengakui pentingnya kebebasan berbicara, berserikat, dan berkumpul, serta hak
atas proses hukum dan perlindungan yang setara di bawah hukum. Kebebasan-kebebasan
ini sangat penting untuk perlindungan otonomi individu dan promosi masyarakat yang
pluralistik. Pada saat yang sama, kewarganegaraan liberal mengakui pentingnya tanggung
jawab sipil, yang melibatkan partisipasi aktif dalam proses demokrasi dan berkontribusi
pada kebaikan bersama.
PEMBAHASAN

1. Sejarah dan perkembangan liberalisme


Mengutip Heru Nugroho dalam penelitiannya pada Jurnal Ilmiah Bestari dengan
judul Tinjauan Kritis Liberalisme dan Sosialisme (Vol. 13, 2000: 2), paham liberalisme
mulai berkembang di pada abad ke-18 dan 19 di Prancis dan Inggris. Sebagai suatu
gerakan, liberalisme dimulai pada masa renaissance yang memperjuangkan kebebasan
manusia dari kungkungan gereja atau agama. Saat itu, kekuasaan raja, bangsawan, dan
gereja mendominasi seluruh kehidupan masyarakat. Rakyat tidak memiliki kebebasan
dalam berpendapat dan bertindak. Keadaan tertekan ini menimbulkan kritik dari berbagai
kalangan yang menginginkan kebebasan di semua bidang kehidupan.

Pada abad ke-17, liberalisme muncul dengan perhatian yang sangat besar terhadap
kebebasan dan hak individu. Dari tahun 1970-an hingga 1980-an, teori liberal secara luas
memahami hak-hak individu dan keadilan sosial dalam kaitannya dengan fungsi institusi
politik dasar daripada partisipasi politik aktif individu dalam isu-isu publik seperti John
Rawls (1971) yang menandakan struktur dasar institusi politik beserta prinsip-prinsipnya
dan fungsinya di bawah gagasan keadilan sosial. Selama tahun 1980-an, perhatian utama
konsep kewarganegaraan beralih ke perdebatan antara komunitarian dan gagasan individu
(Kymlicka 2002, hal. 284).

Namun, pada awal 1990-an, gagasan kewarganegaraan sekali lagi mendapat


perhatian utama dari banyak ahli teori liberal. Meningkatnya konflik budaya atau
keragaman dalam masyarakat multikultural telah diidentifikasi sebagai alasan persuasif
dari meningkatnya persoalan ini (Leydet 2014). Itulah sebabnya, pandangan
kewarganegaraan liberal kontemporer secara luas dianggap sebagai gagasan pelengkap
yang kuat terhadap gagasan keadilan. Sementara prinsip-prinsip keadilan diperlukan
untuk mempromosikan atribut kewarganegaraan individu dan partisipasi politik, gagasan
kewarganegaraan menggambarkan pemahaman pribadi individu tentang kebijakan publik
untuk menjunjung tinggi nilai prinsip- prinsip keadilan (Kymlicka 2002, p. 287).

Dalam bidang moral, liberalisme menjunjung tinggi kebebasan individu dan


menentang otoriterisme. Dalam bidang agama, kaum liberal menginginkan kebebasan
memilih agama sesuai dengan keyakinannya, bebas beribadah menurut agamanya, dan
juga bebas untuk tidak menganut agama apapun. Yang mana, urusan agama tidak boleh
dicampur dengan urusan pemerintahan.
Beberapa tokoh yang mengusung terjadinya liberalisme dalam kehidupan saat itu,
antara lain Voltaire, Montesquieu, dan Rousseau. Salah satu peristiwa yang menjadi
tanda lahirnya liberalisme di Eropa ialah Revolusi Industri di Inggris (1760-1840) dan
Revolus Perancis (1789-1815).

2. Kewarganegaraan liberal

Kewarganegaraan liberal telah lama menjadi landasan masyarakat demokratis.


Konsep tersebut bertujuan untuk mendorong kesetaraan dan kebebasan individu,
mendefinisikan tanggung jawab dan perlindungan yang diberikan oleh suatu negara
kepada warganya. Banyak filsuf dan ahli teori politik telah berkontribusi pada
pemahaman kita tentang gagasan ini, yang pada akhirnya membentuk cara masyarakat
berinteraksi dan memerintah. Kewarganegaraan Liberal, sebuah konsep yang mengakar
kuat pada cita-cita demokrasi dan kebebasan individu, telah menjadi landasan dalam
perkembangan sistem politik modern. Dengan memberdayakan individu dengan berbagai
hak, kewarganegaraan liberal mempromosikan inklusi, keragaman, dan partisipasi aktif
dalam masyarakat yang diperintah. Saat warga terlibat dengan komunitas dan institusi
mereka, mereka menciptakan peluang untuk mendorong sinergi baru, pembuatan
kebijakan yang inovatif, dan kemajuan sosial yang adil. Di luar implikasi praktisnya,
kewarganegaraan liberal juga membawa makna simbolis, mewujudkan nilai-nilai inti dan
aspirasi yang bersatu untuk mendefinisikan suatu bangsa dan rakyatnya.

Gagasan pertama dan terpenting dari kewarganegaraan liberal adalah bahwa


kewarganegaraan bersifat sukarela. Jika Anda ingin menjadi warga negara, Anda harus
melakukannya karena Anda percaya pada nilai-nilai dan keyakinan bangsa. Saat kita
mempelajari konsep kewarganegaraan liberal, penting untuk memahami prinsip -prinsip
yang mendasarinya dan bagaimana hal itu membentuk masyarakat modern.
Kewarganegaraan liberal, menurut definisi, dibangun di atas nilai-nilai kebebasan
individu, kesetaraan, dan partisipasi demokratis dalam urusan publik. Bentuk
kewarganegaraan ini menekankan pentingnya hak-hak sipil dan politik, sekaligus
menyadari perlunya kerja sama sosial dan tanggung jawab bersama di antara warga
negara.

Dalam masyarakat yang kompleks dan beragam saat ini, kewarganegaraan liberal
telah menjadi topik diskusi yang penting bagi para sarjana, pembuat kebijakan, dan
warga negara. Sebagai sebuah konsep, kewarganegaraan liberal bertujuan untuk
menetapkan seperangkat hak dan tanggung jawab yang harus dijunjung tinggi oleh
individu-individu dalam masyarakat demokratis. Gagasan ini tidak hanya meletakkan
dasar bagi kebebasan individu tetapi juga membingkai hubungan antara negara dan
warganya. Agar suatu bangsa dapat mempertahankan sistem demokrasi yang sehat,
warga negara harus berpartisipasi aktif dan berkontribusi dalam proses pengambilan
keputusan. Jenis kewarganegaraan ini mendorong masyarakat yang inklusif dan
pluralistik di mana berbagai perspektif akan berkontribusi pada kebaikan bersama.
Dengan merangkul kewarganegaraan liberal, masyarakat dapat menumbuhkan wacana
sipil, nilai-nilai bersama, dan tumbuhnya institusi demokrasi.

Aspek penting dari kewarganegaraan liberal adalah perlindungan hak-hak


minoritas, memastikan bahwa setiap warga negara memiliki suara dan kesempatan yang
sama untuk mempengaruhi keputusan politik. Selain itu, komitmen terhadap supremasi
hukum, tata kelola yang transparan, dan keadilan sosial menciptakan masyarakat yang
kohesif di mana warga bekerja sama menuju tujuan dan nilai bersama. Kewarganegaraan
liberal menghargai dan mempromosikan otonomi individu, persamaan hak, dan keadilan
sosial. Ini mendorong partisipasi yang bertanggung jawab dalam masyarakat dan
menumbuhkan toleransi dan pemahaman di berbagai populasi. Dipandu oleh prinsip-
prinsip kebebasan, demokrasi, dan representasi inklusif, kewarganegaraan liberal
menekankan keterlibatan sipil dan pengambilan keputusan kolektif. Mencakup berbagai
ideologi politik, bentuk kewarganegaraan ini menekankan pentingnya hak asasi manusia,
kesejahteraan sosial, dan kelestarian lingkungan

Dengan merangkul nilai-nilai tersebut, kewarganegaraan liberal menumbuhkan


lingkungan di mana beragam pendapat dan gagasan dapat hidup berdampingan, yang
mengarah pada pengembangan masyarakat yang lebih inklusif dan adil. Namun, penting
juga untuk mengakui potensi tantangan yang mungkin timbul dari pendekatan ini, seperti
ketegangan antara kebebasan individu dan kepentingan kolektif, untuk memastikan
sistem demokrasi yang berfungsi dengan baik dan kohesif.

3. Ciri – ciri liberalisme :

Mengutip kembali dari Dwi Siswanto (Jurnal Filsafat, Vol. 38, 2004: 271),
disebutkannya ada lima ciri liberalisme, yaitu:

• Bentuk pemerintahan demokrasi adalah yang terbaik.


• Masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh

• Pengaturan yang dilakukan pemerintah hanya terbatas.

• Kekuasaan seseorang diartikan sebagai hal buruk dalam kehidupan.

• Kebahagiaan individu adalah tujuan utama.

4. Contoh dan penerapan

bahwa pengaruh atau praktik liberalisme yang berjalan dan berdampak bagi
kehidupan saat ini adalah munculnya globalisasi. Secara garis besar, dapat dipahami
bahwa globalisasi mengintroduksikan pasar bebas, hiperliberalisasi individu, dan
berupaya mengurangi peran pemerintah dalam sektor ekonomi.

Di Indonesia, sistem liberalisme tidak diterapkan dalam kehidupan politik, tetapi


diterapkan dalam kehidupan ekonomi. pengaruh itu tampak pada berkembangnya gaya
hidup penduduk yang mengikuti zaman. Hal tersebut dapat dilihat dari gaya hidup
mewah dan kebebasan dalam hal memilih kebutuhan merupakan ciri-ciri liberalisme
dalam sektor ekonomi.

Selain itu, pengaruh liberalisme juga dapat dilihat di beberapa negara besar seperti
Amerika Serikat, Perancis, dan Jerman. Di negara-negara tersebut, liberalisme sangat
dijunjung tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari penerapan demokrasi yang membuat
rakyat bebas berpendapat dan berekspresi. Kemudian, dapat dilihat dari sektor ekonomi
yang menerapkan prinsip sistem ekonomi pasar demokratis.

5. Pengaruh liberalisme di Asia – Afrika

• Bidang Ekonomi

Perkembangan liberalisme masuk ke dalam bidang ekonomi Asia-Afrika.


Pengaruh liberalisme dalam bidang ekonomi contohnya:

1. Liberalisasi perdagangan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara-negara


Asia Afrika.

2. Perdagangan bebas membuat masyarakat Asia Afrika bebas melakukan


perdagangan luar negeri secara sekuler.

3. Negara-negara Asia Afrika mulai mengembangkan produk industri masing-


masing.
Taraf kehidupan masyarakat Asia Afrika meningkat.

• Bidang politik

Selain ekonomi, liberalisme juga memengaruhi politik negara-negara Asia Afrika


sebagai berikut:
• Masyarakat Asia-Afrika dapat memilih pemimpin mereka sendiri.
• Negara-negara Asia Afrika bebas menentukan sistem politik dan sistem
pemerintahan.
• Masyarakat memiliki hak untuk menyuarakan pendapat.
• Munculnya kebebasan dan kemerdekaan pers.

• Bidang sosial dan budaya

• Hadirnya sistem pendidikan egaliter di negara-negara Asia Afrika.


• Berkembangnya budaya populer di negara-negara Asia Afrika.
• Keikutsertaan negara-negara Asia Afrika dalam kancah fashion, olahraga, dan
kesenian internasional (misal: Piala Dunia, Miss Universe, dll).
• Beragamnya sekolah dan perguruan tinggi yang bebas dipilih oleh masyarakat
Asia Afrika.

KESIMPULAN

Kewarganegaraan liberal mengakui pentingnya kebebasan berbicara, berserikat,


dan berkumpul, serta hak atas proses hukum dan perlindungan yang setara di bawah
hukum. Aspek penting dari kewarganegaraan liberal adalah perlindungan hak-hak
minoritas, memastikan bahwa setiap warga negara memiliki suara dan kesempatan yang
sama untuk mempengaruhi keputusan politik. Ini mendorong partisipasi yang
bertanggung jawab dalam masyarakat dan menumbuhkan toleransi dan pemahaman di
berbagai populasi. Dengan merangkul nilai-nilai tersebut, kewarganegaraan liberal
menumbuhkan lingkungan di mana beragam pendapat dan gagasan dapat hidup
berdampingan, yang mengarah pada pengembangan masyarakat yang lebih inklusif dan
adil. Namun, penting juga untuk mengakui potensi tantangan yang mungkin timbul dari
pendekatan ini, seperti ketegangan antara kebebasan individu dan kepentingan kolektif,
untuk memastikan sistem demokrasi yang berfungsi dengan baik dan kohesif.
DAFTAR PUSTAKA

Kymlicka, W. (2002). CONTEMPORARY POLITICAL PHILOSOPHY : AN INTRODUCTION (Second edition).


New York: Oxford University Press.

Leydet, D. (2017). Citizenship. Dalam The Standford Encyclopedia of Philosophy. California:


Metaphysics Research Lab, Stanford University.

Scorza, J. A. (2004). Liberal Citizenship and Civic Friendship. Political Theory, 32(1), 85–
108. http://www.jstor.org/stable/4148170

Schuck, P. (2002). Handbook of Citizenship Studies. London: SAGE Publictions Ltd.

Walzerr, M. (1983). Spheres of Justice A Defense of Popularism and Equality. New York:

Anda mungkin juga menyukai